LAPORAN PENELITIAN. STRATEGI MEMBENTUK KECERDASAN MORAL SANTRI DI PESANTREN TRADISIONAL DAN PESANTREN MODERN (Studi di Provinsi Bali dan di Bogor)
|
|
- Doddy Cahyadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 LAPORAN PENELITIAN STRATEGI MEMBENTUK KECERDASAN MORAL SANTRI DI PESANTREN TRADISIONAL DAN PESANTREN MODERN (Studi di Provinsi Bali dan di Bogor) Sulis Winurini PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DPR RI JAKARTA
2 RINGKASAN EKSEKUTIF Latar Belakang Masalah Kasus kenakalan remaja semakin memprihatinkan. Pornoaksi dan pornografi, hubungan seks pranikah, perkelahian antar remaja, ketidakpedulian sosial, penggunaan narkoba, pembegalan, pemerkosaan, pelacuran marak ditemui pada kalangan remaja saat ini. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah kenapa remaja yang bahkan sudah terdidik pun tidak mampu mengamalkan secara konkret nilai-nilai yang diajarkan di sekolah? Kemanakah nilai-nilai moral mereka? Menurut Drawati (2005 dalam Azhar dan Putri, 2009), salah satu faktor pemicu anak melakukan tindak kriminal adalah pendidikan moral. Ketika seorang anak tidak diberikan pengetahuan soal etika dan moral, pemahaman benar dan salah, mana yang baik dan mana yang kurang baik, maka karakternya akan berkembang menjadi liar. Hal ini berkenaan dengan apa yang diistilahkan sebagai kecerdasan moral. Borba (2008) mendefinisikan kecerdasan moral sebagai kemampuan memahami hal yang benar dan yang salah, artinya memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga ia bersikap benar dan terhormat. Sementara menurut Coles (1997 dalam Azhar dan Putri, 2009), kecerdasan moral adalah kemampuan berpikir, berperilaku, dan bertindak secara baik dan benar untuk kepentingan diri sendiri dan lingkungan sekitar. Kecerdasan moral semakin memegang peranan penting dalam kehidupan dewasa ini. Orang yang memiliki kecerdasan intelektual dan emosional jumlahnya terus meningkat, tetapi bersamaan dengan itu muncul pula masalah besar (dalam Azhar dan Putri, 2009). Banyak orang menyalahgunakan kecerdasannya karena tak didukung faktor kecerdasan moral. Kecerdasan yang sangat penting ini mencakup sifat-sifat utama, seperti kemampuan untuk memahami penderitaan orang lain dan tidak bertindak jahat, mampu mengendalikan dorongan dan menunda pemuasan, mendengarkan dari berbagai pihak sebelum memberikan penilaian, menerima dan menghargai perbedaan, bisa memahami pilihan yang tidak etis, dapat berempati, memperjuangkan keadilan, dan menunjukkan kasih sayang, dan rasa hormat terhadap orang lain (Apriliaswati, 2012). 2
3 Banyak kalangan berpendapat bahwa agama merupakan landasan moral yang bisa mengendalikan perilaku destruktif manusia. Agama menjadi pedoman bagi manusia untuk berperilaku terkendali, dalam arti tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat. Dengan alasan seperti ini, sebagian masyarakat menganggap sekolah biasa belum cukup membina akhlak dan moral. Hal inilah yang kemudian mengarahkan orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya ke pesantren. Pesantren menjadi alternatif lembaga pendidikan karena dianggap dapat melindungi anak-anak remaja dari pengaruh negatif, menawarkan penguasaan ilmu pengetahuan dan agama sekaligus, serta sebagai pembimbing dan pengasuh selama 24 jam layaknya pengganti orang tua (Andriani, 2009). Sejalan dengan hal tersebut di atas, Siraj (1999 dalam Nurjannah, 2014) mengatakan bahwa penanaman nilai-nilai moral di pesantren sampai saat ini terbukti mampu mempertahankan anak bangsa dari dekadensi moral. Sikap tulusikhlas, sabar, tawakkal (berserah diri), tawadlu (hormat), jujur, serta independen merupakan sebagian nilai yang ditanamkan pesantren. Pandangan Siraj ini diperkuat dengan banyaknya tokoh pesantren yang dikenal karena karakternya yang baik dan cocok dijadikan panutan, seperti KH. Hasyim Asyari, KH. Wahid Hasyim, KH. Abdurrahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur, Nurcholis Madjid, Hidayat Nur Wahid, dan lain sebagainya. Di sisi lain, beberapa fakta menyebutkan bahwa lingkungan pondok pesantren (ponpes) juga tidak lepas dari kasus-kasus kekerasan dan destruktif lainnya. Sebagai gambaran, baru-baru ini, terjadi kasus penganiayaan santri hingga tewas yang mana melibatkan belasan santri di Ponpes Darul Ulum, Jombang. Alasannya, salah satu di antara pelaku tidak terima diperas oleh korban. Penelitian yang dilakukan Desiree (2013) di sebuah pesantren yang terletak di Depok mengungkapkan bahwa meskipun pihak pesantren dan santri memiliki pemahaman mengenai bullying, perilaku bullying tetap terjadi dalam bentuk kekerasan fisik, ejekan, pengucilan, pemalakan, perintah secara paksa. Pihak pesantren juga belum menyediakan peraturan khusus mengenai bullying. Selain kasus-kasus kekerasan, praktik homoseksualitas juga terjadi di beberapa ponpes bahkan disebut-sebut sudah tidak menjadi hal tabu lagi (Yuli, 2011). 3
4 Apa yang terjadi dan apa yang dihasilkan lembaga pendidikan berkenaan dengan strategi pendidikan yang diterapkan. Strategi yang dimaksud peneliti adalah nilai-nilai yang dibangun pesantren yang kemudian menyatu di dalam pola pengasuhan, pola belajar-mengajar, kurikulum, hingga budaya yang tercermin di dalam lingkungan dan di seluruh kegiatan pesantren terhadap anak didik, yang dalam hal ini dinamakan santri, supaya kemudian menjadi insan paripurna sesuai visi misi pesantren. Strategi ini tentu berbeda dengan sekolah-sekolah pada umumnya. Hal ini karena pesantren memiliki keunikan tersendiri, yaitu adanya pondok atau asrama, santri, masjid, kiai. Penekanan pengajaran adalah kepada penguasaan agama Islam mengingat tujuan utamanya adalah untuk mencetak kader ulama (Fahham, 2015:22). Pengasuhan yang diberikan selama 24 jam memberikan pengalaman yang kompleks bagi para santri. Bisa dikatakan, dibanding lembaga pendidikan pada umumnya, pesantren memiliki pengaruh yang jauh lebih banyak terhadap pembentukan kepribadian santri-santrinya. Strategi pendidikan antara satu pesantren dengan pesantren lain juga berbeda. Perbedaan terutama didasarkan pada tipologi yang dimiliki. Secara umum, Fahham (2015) membagi pesantren menjadi empat tipe, yaitu: 1) pesantren tradisional atau yang lazim disebut pesantren salaf; 2) pesantren modern atau yang lazim disebut pesantren ashri; 3) pesantren kombinasi, yakni pesantren yang menggabungkan sistem pendidikan tradisional dan sistem pendidikan modern; dan 4) pesantren ala boarding school. Di antara keempat tipe tersebut, yang paling jelas perbedaannya adalah pesantren tradisional dan pesantren modern. Pesantren tradisional adalah pesantren yang memiliki unsur-unsur pendidikan pesantren, seperti pondok atau asrama, santri, masjid, kiai, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik, namun tidak memiliki sistem pendidikan klasikal seperti madrasah atau sekolah, tidak ada sistem penjenjangan, dan tidak ada ijasah. Sama halnya dengan pesantren tradisional, pesantren modern juga memiliki unsur-unsur pendidikan seperti pondok, masjid, santri, kiai. Bedanya, pesantren modern memiliki kurikulum yang dirancang sendiri oleh pesantren. Kurikulum yang digunakan untuk pembelajaran di madrasah mengikuti kurikulum madrasah yang ada di bawah naungan Kementerian Agama. Ada juga pesantren modern yang menyelenggarakan sistem pendidikan sekolah dengan kurikulum 4
5 yang ada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ciri terpenting pesantren modern adalah pada sistem pendidikannya yang diselenggarakan secara terpadu, yang terdiri dari kurikulum intra kurikuler, kokurikuler, dan ekstra kurikuler (Fahham, 2015). Dengan latar belakang permasalahan di atas, beberapa pertanyaan yang akan diajukan oleh peneliti adalah: Bagaimana strategi pesantren tradisional dan modern membentuk kecerdasan moral para santrinya? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran strategi pesantren tradisional dan modern dalam membentuk kecerdasan moral para santri. Hasil Penelitian dan Pembahasan Al Qur an dan Al Hadits menjadi keyakinan mengenai pedoman manusia yang berlaku untuk semua umat Islam dimanapun mereka berada. Dalam lingkup pesantren, Al Qur an dan Al Hadits mengarahkan perilaku para santri di dalam pesantren untuk membedakan mana yang benar dan salah. Perilaku moral umumnya diistilahkan sebagai akhlak, yaitu perilaku yang didasarkan pada Al Qur an dan Al Hadits. Dalam konsep Islam, akhlak baik dan buruk tidak diukur oleh penilaian manusia, melainkan oleh Allah berdasarkan Al Qur an dan Al Hadits. Setiap pesantren memiliki visi dan misi yang diselaraskan dengan ajaran Islam di dalam A Qur an dan Al Hadits. Ponpes Diponegoro Visi: Terwujudnya generasi Islam berpengetahuan ilmu agama yang dalam, berakhlak mulia, berwawasan luas, terampil dan memiliki filter terhadap budaya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam Ponpes Raudlotul Huffadz Visi: Bagaimana Bali diisi dengan Al Qur an Ponpes Darul Muttaqien Visi: Dalam rangka menyiapkan generasi muslim yang berkualitas, Pondok Pesantren Darul Muttaqien menerapkan Pendidikan Islam Terpadu dengan pendekatan learning process serta berkomunikasi berbahasa Arab dan Inggris melalui manajemen terpadu dan peningkatan hubungan kemitraan. Ada lima Indikator generasi yang berkualitas adalah : kualitas iman Ponpes Nurul Hidayah Al-Islami As Salafi Visi: 1) Mengamalkan, mengembangkan, dan menyebarluaskan syariat Islam di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang majemuk menuju masyarakat madani yang mampu menjawab tantangan masa depan. 2) Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmuilmu keagaman dan ilmuilmu pengetahuan lainnya untuk ikut serta membantu menciptakan kader agama dan bangsa yang bersumber daya manusia tinggi. 5
6 Ponpes Diponegoro Ponpes Raudlotul Huffadz Ponpes Darul Muttaqien dan taqwanya, kualitas Ilmu dan wawasannya, kualitas akhlak dan kepribadiannya, kualitas life skill-nya, dan kualitas prestasi belajarnya. Ponpes Nurul Hidayah Al-Islami As Salafi Misi: 1) Mengajarkan siswa ilmu keislaman dan pengetahuan integral dan komprehensif; 2) Mengupayakan lingkungan yang agamis dan kondusif di lingkungan Madrasah demi berkembangnya keberagaman siswa Misi: Memahamkan masyarakat atas Al Qur an dalam konteks yang benar. Para santri yang menghafalkan al- Qur;an diharapkan dapat memahami maksud dari makna ayat; ayat al-qur an itu sendiri. Dengan demikian, ketika mereka telah siap untuk ditempatkan di lingkungan masyarakat, mereka dapat mencari solusi atas permasalahan yang ada pada konteks pemahaman yang benar. Misi: 1) Menerapkan Manajemen terpadu 2) Menerapkan Pendidikan Islam Terpadu 3) Menggunakan Bahasa Arab dan Inggris dalam berkomunikasi 4) Mengembangkan dan meningkatkan jaringan kerjasama 5) Meningkatkan hubungan kekeluargaan 6) Menerapkan learning process yang mendorong kreatifitas dan kemandirian 7) Mengembangkan potensipotensi yang dapat digunakan sumber dana. sebagai Misi: 1) Mencetak kader dakwah yang memiliki kemampuan ilmu yang tinggi dan berakhlaqulkarimah dan mampu beramar ma ruf nahi munkar baik bil aqwal maupun bil af al, dimanapun mereka berada serta apapun profesi dan jabatannya; 2) Memberikan kesempatan kepada umat Islam Indonesia dari segala lapirsan masyarakt untuk mendalami ilmu-ilmu keagamaan Islam dan ilmu pengetahuan lainnya untuk bekal mereka menjad kader agama dan bangsa shalih dan shalihah dan berwawasan Nasional yang diandalkan sekaligus menjadi juru da wah yang dapat menata masyarakat menuju masyarakat muslin dan madai. Untuk mencapai visi misinya, setiap ponpes mengembangkan nilai-nilai keislaman berlandaskan Al Quran dan Al Hadits. Ponpes-ponpes ini mengkaji dan menyeleksi budaya yang sesuai dengan Islam dan yang bertentangan. Jika dinyatakan bertentangan, maka santri dan guru dilarang secara tegas berdasarkan pendekatan ajaran Islam dan berdasarkan dengan aturan pesantren atau apa yang sering disebut dengan istilah sunnah pondok. Nilai-nilai yang dikembangkan kemudian menjadi ruh penyelenggaraan proses pendidikan, pengajaran dan bimbingan di dalam ponpes. Salah satu nilai yang dikembangkan ponpes pada umumnya adalah keikhlasan. Keikhlasan memiliki makna sepi ing pamrih (bebas dari berharap 6
7 selain kepada Allah semata). Artinya berbuat sesuatu atau beraktivitas di pesantren itu bukan karena didorong olah keinginan memperolah keuntungan tertentu. Segala pekerjaan dilakukan dengan niat semata-mata ibadah, lillah (berniat karena Allah). Nilai lain adalah kesederhanaan. Sederhana tidak berarti pasif atau nerimo (menerima begitu saja), miskin dan melarat. Kesederhanaan itu berarti sesuai dengan kebutuhan dan kewajaran. Kesederhanaan mengandung nilai-nilai kekuatan, kesanggupan dan ketabahan dan penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup. Nilai lainnya adalah kemandirian. Artinya, santri tidak menyandarkan kelangsungan hidupnya kepada bantuan dan belas kasihan pihak lain, justru memiliki kemampuan untuk mengatur dan menolong dirinya sendiri dan orang lain. Nilai selanjutnya adalah persaudaraan sesama muslim. Asas kekeluargaan ditekankan dalam kehidupan pesantren. Segala suka dan duka dirasakan dalam jalinan persaudaraan sesama muslim (Ahmad, 2012). Nilai-nilai yang dikembangkan diwujudkan ke dalam pembiasaan seharihari dengan perumusan program kegiatan harian, mingguan, bulanan, hingga tahunan. Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mendidik anak selama 24 jam telah merumuskan program kegiatan yang terstruktur untuk memperkuat dan mempertajam moral. Dengan program kegiatan itu diharapkan terbentuk akhlak mulia di kalangan santri diantaranya adalah adanya sikap saling menghargai perbedaan, menghormati kepada yang lebih tua dan menyayangi kepada yang lebih muda, memberikan salam ketika bertemu sesama muslim. Selain dengan pembiasaan sehari-hari, program terstruktur, juga dengan kurikulum formal di sekolah. Dengan demikian program pembentukan moralitas para santri yang dilakukan oleh pesantren ini berupa kegiatan harian, mingguan, bulanan dan tahuan berbasis kelas dan berbasis asrama. Program berbasis sekolah lebih difokuskan pada penguatan pemahaman teori akhlak melalui mata pelajaran aqidah akhlak, adapun diasrama lebih fokus pada praktek akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Contoh nilai-nilai yang diwujudkan ke dalam pembiasaan sehari-hari. Tidak boleh membawa berbagai perhiasan yang tidak diperlukan atau membawa uang jajan terlalu banyak karena akan boros. Belajar secara sederhana tidak boleh berlebihan. Misalnya belajar tanpa henti selama 24 jam tanpa makan dan minum. Belajar yang sederhana adalah belajar yang sungguh-sungguh dengan 7
8 memanfaatkan waktu sebaik mungkin dari waktu yang telah disediakan oleh lembaga untuk belajar. Tidak boleh berlebihan, sebab jika berlebihan yang muncul bukannya hasil yang baik namun justru kerusakan fisik dan pikiran. Fisik sakit karena tidak makan dan begadang serta lupa istirahat sedangkan secara pemikiran akan mengalami stress akibat terlalu berat berfikir. Dalam kehidupan sehari-hari santripun telah diajarkan untuk bisa mengatur dirinya sendiri selama 24 jam. Sebab faktanya santri yang telah mukim di pesantren berarti telah berpisah dengan orang tua dan para pembantu di rumahnya. Para santri yang nota bene masih berumur belia, jika biasanya dirumah segala pekerjaan dibantu oleh pembantu di rumah, namun ketika sudah tinggal di pesantren harus dilakukan sendiri, tidak ada lagi pembantu di pesantren. Contoh pembiasaan lain. Kyai atau pimpinan pesantren ikhlas dalam mendidik. Ustadz ikhlas dalam membimbing dan mendidik para santri. Santri ikhlas dididik dan mendidik diri sendiri, dan para guru juga harus ikhlas membantu pimpinan mengelola pendidikan di pesantren. Selama sesuai dengan ketentuan syariat, maka setiap peran harus dilakukan dengan lapang dada dan keikhlasan hati. Sikap saling tolong-menolong di antara santri. Apabila ada siswa yang sakit, maka sudah menjadi kebiasaan siswa lain menolong temannya tersebut, yaitu dengan merawat temannya yang sakit, mengantar temannya ke klinik, mengumpulkan uang untuk meringankan biaya temannya. Rasa hormat dikembangkan dengan ketaatan terhadap perintah dari pengasuh. pengabdian kepada ustad, kyai, mengharapkan ridho dari Allah. Tata karma kepada yang lebih tua (senior) merupakan suatu hal yang dinilai penting di dalam ponpes, sekaligus menjadi budaya di dalam ponpes. Kemampuan toleransi dikembangkan dengan tidak pernah ikut campur keyakinan atau agama orang lain. Meskipun berhadapan dengan sekelompok anak yang memancing atau menghina, siswa tida menanggapinya. Nilai kemandirian tampak dari beragam aktivitas dilakukan oleh para santri ketika mengisi waktu luangnya. Tidak banyak santri yang memanfaatkan waktunya sebatas untuk bermalas-malasan. Namun, mereka menggunakannya sesuai dengan kebutuhan pribadinya yang sekira menunjang keberhasilan belajarnya. Kalau kebutuhan saat itu adalah memenuhi hasrat laparnya, maka waktu yang tersedia digunakan untuk menanak nasi di dapur. Kalau sekiranya, waktu untuk menghafal pelajaran di rasa kurang, maka waktu 8
9 luangnya banyak digunakan untuk menghafal. Hal seperti ini sudah menjadi kebiasaan bagi mereka yang menjadi santri. Beberapa strategi yang dilakukan dalam membentuk moral para santri adalah: 1) Pembinaan dan pengarahan santri oleh para guru, baik di kelas maupun di asrama; 2) Memberikan contoh dan teladan langsung dari pimpinan pesantren dan para guru dalam menjalankan akhlak mulia; 3) Memberikan teguran dan nasehat jika terjadi pelanggaran akhlak yang dilakukan oleh guru maupun santri dan memberikan reward kepada santri atau guru yang menjalankan disiplin diri tinggi; 4) Membangun komitmen dan konsistensi diri untuk secara kuat dan terus menerus berakhlak. 5) Melalui program-program pembiasaan yang positif dan dijalankan oleh santri dalam kehidupan sehari-hari selama mereka tinggal di Pesantren Darul Muttaqien. 6) Membuat aturan-aturan dan tata tertib yang harus dijalankan oleh santri dan guru dilengkapi dengan reward dan punishment yang tegas, manusiawi, syar i, tidak membebani, dan bersifat edukatif. 7) Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terciptanya disiplin diri santri dan guru. 8) Pengawasan yang dilakukan oleh para gurunya. 9) Keterlibatan penuh semua elemen pesantren baik pimpinan, guru, orang tua, santri bahkan masyarakat lingkar pesantren (Ahmad, 2012). Penutup Berdasarkan pemaparan di atas, tampak secara jelas bahwa strategi pesantren membentuk kecerdasan moral bagi para santrinya adalah dengan pembiasaan sehari-hari melalui perumusan program kegiatan harian, mingguan, bulanan hingga tahunan, serta kegiatan sehari-hari. Mereka menjadikan Al Qurán dan Al Hadits sebagai pedoman moral, yaitu pedoman yang berlaku secara universal bagi kalangan Muslim. Selain itu, mereka juga mengembangkan nilainilai dan tradisi yang disesuaikan dengan visi, misi, serta target yang diciptakan. Peran pengurus, pembina adalah memastikan bahwa visi misi, target sesuai dengan nilai-nilai, tradisi, dan juga Al-Qurán dan Al Hadits, dan bahwa perilaku yang ditampilkan para santri selaras dengan pedoman dan nilai-nilai tersebut. Mereka mengembangkan sistem reward dan punishment di dalam tata tertib 9
10 sebagai alat untuk mengendalikan perilaku para santri, yang disertai dengan pengawasan. Perbedaan strategi antara pesantren tradisional dan modern lebih kepada sistematika pengajaran. Pada pesantren modern, sistematikanya jelas, sementara pada pesantren tradisional, lebih luwes. Pesantren tradisional tidak memaksa para santri untuk terus-menerus berada di pondok guna mempelajari kitab kuning. Para santri tetap diperbolehkan bersekolah formal di luar pondok. Sehingga, pembentukan moral tidak sepenuhnya ada di pondok, melainkan ada peran sekolah formal juga disitu, yang kemungkinan memiliki nilai-nilai dan tradisi yang berbeda dengan pondok. Pada pesantren modern, biasanya pesantren juga menyediakan sekolah formal di dalam pesantren dengan nilai-nilai, tradisi, visi, misi yang selaras dengan pesantren itu sendiri. Dengan demikian, pengaruh pesantren terasa lebih kuat dibanding pesantren tradisional. 10
BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab
BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam khas Indonesia merupakan pendidikan alternatif dari pendidikan formal yang dikelola oleh pemerintah. Pertama, karena pesantren
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin, yang mana dalam agama Islam
Lebih terperinciBAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA
BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA Adanya sebuah lembaga pendidikan agama Islam, apalagi pondok pesantren dalam
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN DI SMP DARUL MA ARIF BANYUPUTIH KABUPATEN BATANG
BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN DI SMP DARUL MA ARIF BANYUPUTIH KABUPATEN BATANG A. Analisis Implementasi Sekolah Berbasis Pesantren di SMP Darul Ma arif Banyuputih Kabupaten Batang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling memerlukan adanya bantuan dari orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Manusia dituntut untuk saling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini permasalahan yang terjadi di kalangan remaja semakin beragam. Permasalahan yang muncul tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini permasalahan yang terjadi di kalangan remaja semakin beragam. Permasalahan yang muncul tidak hanya pada masalah belajar seperti membolos, mencontek,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia telah melahirkan suatu perubahan dalam semua aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak tertutup kemungkinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hlm Tim Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, Pola Pembelajaran di Pesantren,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern yang ditandai dengan era globalisasi dan teknologi informatika, telah menghadapkan pesantren pada sejumlah tantangan dan persoalan yang semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia seutuhnya yang bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat dan bagi negaranya. Hal ini selaras dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membacanya ibadah dan tidak ditolak kebenarannya (Al-hafidz, 2005: 1).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an adalah kalam Allah yang bersifat mu jizat, diturunkan kepada nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril, diriwayatkan secara mutawatir, membacanya ibadah
Lebih terperinciBAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK
BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK A. Latar Belakang Pemikiran Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keragamannya yang terdapat
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. Menanamkan nilai mahabbatulloh dapat meningkatkan keimanan yang
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. Nilai-nilai mental dalam membentuk karakter religius santri di Pondok Pesantren Nurul Ulum Kota Blitar dan Pondok Pesantren Nasyrul Ulum Kabupaten Blitar. Penanaman nilai-nilai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, dunia pendidikan menghadapi berbagai masalah yang sangat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian bersama. Fenomena merosotnya karakter kebangsaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para
BAB I PENDAHULUAN Sebelum tahun 1960-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di Indonesia lebih dikenal dengan nama pondok pesantren. Istilah pondok berasal dari bahasa Arab, funduq, yang artinya hotel atau
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG
77 BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG A. Analisis Tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan 1. Secara Umum Konsep pendidikan yang Islami menurut Mohammad Natsir menjelaskan bahwa asas pendidikan Islam adalah tauhid. Ajaran tauhid manifestasinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi permasalahan serius, maraknya kasus-kasus yang dilakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kenakalan anak dan remaja di Indonesia pada saat ini menjadi permasalahan serius, maraknya kasus-kasus yang dilakukan remaja dari mulai tawuran antar
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PROBLEMATIKA PENGAJIAN TAFSIR AL-QUR AN DAN UPAYA PEMECAHANNYA DI DESA JATIMULYA KEC. SURADADI KAB. TEGAL
86 BAB IV ANALISIS PROBLEMATIKA PENGAJIAN TAFSIR AL-QUR AN DAN UPAYA PEMECAHANNYA DI DESA JATIMULYA KEC. SURADADI KAB. TEGAL 4.1. Analisis Pelaksanaan Pengajian Tafsir Al-Qur an di Desa Jatimulya Kec.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jawab terhadap dirinya, bangsa dan agama. 1. mandiri dalam menjalani kehidupan yang dialaminya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Islam sebagai suatu proses pengembangan potensi kreatifitas anak didik, bertujuan untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
Lebih terperinciBAB I. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 pasal 3. 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari semua pembahasan yang telah dipaparkan maka melahirkan sebuah. kesimpulan sebagai berikut:
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari semua pembahasan yang telah dipaparkan maka melahirkan sebuah kesimpulan sebagai berikut: 1. Nilai-nilai pendidikan akhlak di dalam kitab Ta lim Muta allim adalah 1) Akhlak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter yang diimplementasikan dalam institusi pendidikan, diharapkan dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dan rakyat Indonesia dewasa ini tengah gencar-gencarnya mengimplementasikan pendidikan karakter di institusi pendidikan. Pendidikan karakter yang diimplementasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan selain karena manusia tercipta sebagai makhluk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan
BAB I PENDAHULUAN Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan Masalah, D. Tujuan Penelitian, E. Manfaat Penelitian, F. Penegasan Istilah A. Latar Belakang Pendidikan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.232,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan berlangsung
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN
HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH KELURAHAN SAMPANGAN KOTA PEKALONGAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS LEMBAGA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH KELURAHAN SAMPANGAN KOTA PEKALONGAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS LEMBAGA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Pada bab ini, penulis akan menganalisis kebijakan pemerintah kelurahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Pondok Pesantren bertugas untuk mencetak manusia yang benarbenar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang keberadaannya sangat penting dalam sejarah perkembangan agama Islam dan juga perkembangan pendidikan
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. A. Upaya Pimpinan Madrasah dalam Penerapan Disiplin. Melihat data yang disajikan, tampak bahwa kepemimpinan kepala MTsN
BAB V PEMBAHASAN A. Upaya Pimpinan Madrasah dalam Penerapan Disiplin Kedisiplinan adalah kata kunci keberhasilan pendidikan. Kedisiplinan erat kaitannya dengan kepemimpinan, yang dalam organisasi pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin banyaknya tindak kriminal dan kejahatan yang dilakukan oleh anak usia sekolah, seperti bullying dikarenakan semakin kaburnya norma moral sehingga diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penghasilan sebanyak-banyaknya dengan melakukan usaha sekecil-kecilnya. Para
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Pemilihan Objek Persaingan dalam dunia perekonomian kini telah melanda berbagai penjuru dunia. Sebagian orang terjebak dalam egonya untuk memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan ditarik dari analisis terhadap hasil penelitian berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan pada Bab I. Kesimpulan ini akan mencakup (a) Sistem Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan hidup, merupakan hal yang menjadi variabel pembeda antara manusia dengan makhluk lain yang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Simpulan
BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencuri, tawuran antara remaja, pembegalan, pemerkosaan bahkan sampai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini angka kejadian kenakalan remaja diberbagai daerah semakin berkembang terutama pada daerah perkotaan. Perkembang angka kenakalan remaja tersebut sejalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Guru merupakan pihak yang bersinggungan langsung dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru merupakan pihak yang bersinggungan langsung dengan peserta didik maka ia dituntut untuk memiliki kecakapan holistik dan profesionalisme yang tinggi. Kompetensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 1.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama adalah unsur terpenting dalam pembangunan mental dan akhlak. Jika kita mempelajari pendidikan agama, maka akhlak merupakan sesuatu yang sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewujudkan manusia yang cerdas dan berkarakter. Pendidikan sebagai proses
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar mengoptimalkan bakat dan potensi anak untuk memperoleh keunggulan dalam hidupnya. Unggul dalam bidang intelektual, memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang mempunyai ciri khas tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan yang ada di
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. di lapangan mengenai rekonstruksi kurikulum Ponpes Salafiyah di Ponpes
242 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan kajian teoritis dan analisis data berdasarkan temuan di lapangan mengenai rekonstruksi kurikulum Ponpes Salafiyah di Ponpes Al-Ma dar yang meliputi desain
Lebih terperinciNo Karakter Pengertian No 1. Bermutu adalah mencapai standar kualitas yang ditetapkan. Bermutu
No Karakter Pengertian No Kasih sayang Bermutu Hormat Benar / Jujur Bersih Syukur Bermutu adalah mencapai standar kualitas yang ditetapkan. Hormat adalah perilaku menghargai terhadap perbuatan dan perkataan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Pendidikan sebagai upaya untuk membangun sumber daya manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pendidikan sebagai upaya untuk membangun sumber daya manusia memerlukan wawasan yang sangat luas, karena pendidikan menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pemaparan terhadap hasil penelitian tentang Pembinaan Kedisiplinan Siswa Melalui Model Pembiasaan di SMP Daarut Tauhid Boarding School yang telah dipaparkan di Bab 4 akhirnya
Lebih terperinciTabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman religiusitas santri BAB I PENDAHULUAN
14 Tabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman..... 98 Tabel 14 : Pengaruh intensitas santri dalam kegiatan pendidikan pesantren dengan religiusitas santri... 101 BAB I PENDAHULUAN Bab
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terelakkan. Seluruh lapisan masyarakat tidak terkecuali anak-anak bangsa
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menyebabkan kemajuan dalam bidang informasi komunikasi dan transportasi. Kemajuan teknologi tersebut menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap tidak sopan dan tidak bertanggung jawab terhadap tindakannya. Hal ini bisa dilihat
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah culture transition (transisi kebudayaan) yang bersifat dinamis kearah suatu perubahan secara continue (berkelanjutan), maka pendidikan dianggap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pesantren merupakan pusat pendidikan Islam di Indonesia, tempat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesantren merupakan pusat pendidikan Islam di Indonesia, tempat orang berkumpul untuk mempelajari agama Islam dengan sistem asrama atau pondok, di mana Kyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, masa peralihan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, dari masa tanpa identitas ke masa pemilikan identitas diri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan sistem pendidikan yang dibuat pemerintah kolonial Belanda.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan yang bergerak di bidang dakwah Islam, pendidikan dan sosial kemasyarakatan, mendirikan lembaga pendidikan dalam berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Masyarakat terus berkembang dan berubah menyesuaikan dengan kondisi jaman dan peradaban. Manusia sebagai bagian dari perkembangan jaman adalah faktor penentu keberlangsungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Toleransi adalah Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya (Hasan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maju mundurnya suatu bangsa terletak pada baik tidaknya karakter dan akhlak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan karakter dan akhlak generasi muda sangatlah urgent, karena maju mundurnya suatu bangsa terletak pada baik tidaknya karakter dan akhlak generasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sering diartikan juga sebagai sekolah agama bagi pelajar muslim (Sumadi,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pondok pesantren merupakan salah satu macam lembaga pendidikan berbasis Islam di Indonesia yang sudah ada sejak masa kolonial. Pesantren sering diartikan juga sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses yang ditempuh oleh peserta didik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses yang ditempuh oleh peserta didik melalui proses pembelajaran dengan tujuan untuk memperoleh berbagai ilmu berupa pengetahuan,
Lebih terperinciMUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN M.Nidhamul Maulana 1 (2014100703111119), Mumtaza Ulin Naila 2 (201410070311120), Zubaidi Bachtiar 3 (201410070311121), Maliatul Khairiyah 4 (201410070311122), Devi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia tidak diragukan lagi peranannya dan kiprahnya dalam membangun kemajuan bangsa Indonesia. Perkembangan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berfalsafah Pancasila, memiliki tujuan pendidikan nasional pada khususnya dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya.
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian ini dapatlah disimpulkan bahwa penalaran dan kontekstualisasi ibadah
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Pada bagian ini dapatlah disimpulkan bahwa penalaran dan kontekstualisasi ibadah shalat dalam membina kepribadian siswa di SMA merupakan program yang dirancang sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengembangan masyarakat muslim di Indonesia. 1. pesantren; dalam hal ini kyai dibantu para ustadz yang mengajar kitab-kitab
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang telah berfungsi sebagai salah satu benteng pertahanan umat Islam, pusat dakwah dan pusat pengembangan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. emosional. Salah satu tahap yang akan dihadapi individu jika sudah melewati. masa anak-anak akhir yaitu masa remaja.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti mengalami perkembangan tahap demi tahap yang terjadi selama rentang kehidupannya. Perkembangan tersebut dapat terjadi pada beberapa aspek, yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Persoalan budaya dan karakter bangsa merupakan isu yang mengemuka di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan budaya dan karakter bangsa merupakan isu yang mengemuka di masyarakat saat ini. Korupsi, tindakan asusila, kekerasan, perkelahian massa, pelanggaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dalam kehidupan manusia, mempunyai peranan yang sangat penting. Ia dapat membentuk kepribadian seseorang. Ia diakui sebagai kekuatan yang dapat menentukan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. pembinaan perilaku keagamaan di panti asuhan Hikmatul Hayat dapat diambil. 1. Pembinaan Perilaku Akhlak di Panti Asuhan Hikmatul Hayat
159 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasar pada hasil penelitian yang penulis lakukan mengenai pembinaan perilaku keagamaan di panti asuhan Hikmatul Hayat dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pembinaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara garis besar pendidikan Agama Islam yang diberikan di sekolah atau. keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah Swt.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara garis besar pendidikan Agama Islam yang diberikan di sekolah atau pondok pesantren pada prinsipnya dalam rangka menanamkan dasar-dasar keimanan dan ketaqwaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah Subhanahu wata`ala, di dalam. Al-Quran surat Luqman ayat: 14 sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhlak adalah implementasi dari iman dan segala bentuk perilaku. Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah Subhanahu wata`ala, di dalam Al-Quran surat Luqman
Lebih terperinci2014 PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ISLAMIYYAH DESA MANDALAMUKTI KECAMATAN CIKALONGWETAN KABUPATEN BANDUNG BARAT
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lingkup pendidikan agama pada lembaga pendidikan meliputi Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Diniyah, Pendidikan Guru Agama,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pentingnya pendidikan moral dan sosial. Dhofier (1990) menyatakan moral dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maraknya tawuran pelajar, pengedaran dan penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar, seks bebas, pergaulan bebas, kurangnya rasa hormat anak kepada orang tua dan guru
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERAN BOARDING SCHOOL DALAM MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN KARAKTER SISWA DI SDIT BIAS ASSALAM KOTA TEGAL
BAB IV ANALISIS PERAN BOARDING SCHOOL DALAM MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN KARAKTER SISWA DI SDIT BIAS ASSALAM KOTA TEGAL Berdasarkan penelitian yang dilakukan di SDIT BIAS Assalam Kota Tegal, yang diperoleh
Lebih terperinciSEKOLAH ISLAM TERPADU DI PEKANBARU
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR SEKOLAH ISLAM TERPADU DI PEKANBARU Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan oleh : FRAN WIJAYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berbagai krisis yang dialami oleh Bangsa Indonesia, baik krisis moral
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai krisis yang dialami oleh Bangsa Indonesia, baik krisis moral maupun krisis ekonomi hingga saat ini masih terus berjalan dan seakan-akan susah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendidik anak-anak bangsa untuk taat kepada hukum (Azizy, 2003: 3).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia dinilai banyak kalangan mengalami kegagalan. Kondisi ini ada benarnya apabila dilihat kondisi yang terjadi di masyarakat maupun dari
Lebih terperinciBAB IV PERANAN MAJELIS TAKLIM AL-HAQ WAL HAŻ DALAM MEMBINA MORAL REMAJA PONCOL
BAB IV PERANAN MAJELIS TAKLIM AL-HAQ WAL HAŻ DALAM MEMBINA MORAL REMAJA PONCOL Setelah diperoleh data yang dibutuhkan, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa semua data untuk menjawab pertanyaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (punishment) sebagai ganjaran atau balasan terhadap ketidakpatuhan agar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya manusia yang melakukan tindakan tidak sesuai dengan aturan atau ketertiban yang dibuat oleh suatu negara, organisasi, pendidikan, kelompok atau individu
Lebih terperinciPROFIL AISYIYAH BOARDING SCHOOL BANDUNG
PROFIL AISYIYAH BOARDING SCHOOL BANDUNG Jl. Terusan Rancagoong II No. 1 Gumuruh, Bandung-Jawa Barat Telp. 022-7313774 e-mail : absbandung@gmail.com Website : www.absbandung.sch.id Profil Aisyiyah Boarding
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap dunia pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesantren merupakan khazanah pendidikan dan budaya Islam di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia, peran pesantren tidak diragukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan seseorang atau individu menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus mendapatkan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS MANAJEMEN DAKWAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS KEBERAGAMAAN SANTRI PONDOK PESANTREN SALAFIYYAH AL MUNAWIR GEMAH PEDURUNGAN KOTA SEMARANG
121 BAB IV ANALISIS MANAJEMEN DAKWAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS KEBERAGAMAAN SANTRI PONDOK PESANTREN SALAFIYYAH AL MUNAWIR GEMAH PEDURUNGAN KOTA SEMARANG A. Analisis Planning Manajemen Dakwah dalam Meningkatkan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
152 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dituangkan pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Sistem pendidikan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksankan, penelitian ini
84 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksankan, penelitian ini menyimpulkan sebagai berikut: 1. Strategi Pondok Pesantren Islamic Centre Bin Baz dalam membentuk karakter
Lebih terperinciA. Analisis Tata Tertib Pondok Pesantren Al Masyhad Mamba ul. Fallah Sampangan Pekalongan. Dalam menyusun tata tertib pondok pesantren, secara asasi
BAB IV ANALISIS PERAN TATA TERTIB PONDOK PESANTREN DALAM PEMBINAAN KEPRIBADIAN MUSLIM SANTRI PONDOK PESANTREN AL-MASYHAD MAMBAUL FALLAH SAMPANGAN PEKALONGAN A. Analisis Tata Tertib Pondok Pesantren Al
Lebih terperinciBUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA
BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, kecerdasan dan keterampilan manusia lebih terasah dan teruji dalam menghadapi dinamika kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan pendahuluan penelitian yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah tujuan penelitian dan manfaat penelitian. A. LATAR BELAKANG MASALAH Masa remaja merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah tumpuan sebuah bangsa menuju persaingan global. Di dalam pendidikan banyak aspek yang saling mempengaruhi satu sama lain, antara lain pemerintah,
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DATA. menguntungkan. Dimanapun dan kapanpun manusia itu menjalani proses
BAB IV ANALISA DATA Manusia hidup di dunia tentunya tidak dapat hidup sendiri tanpa ada hubungan dengan manusia lain yang saling terkait satu sama lain. Hidup yang saling berkaitan akan menumbuhkan saling
Lebih terperinciPOLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG
POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG A. Latar Belakang Masalah Pada setiap kajian tentang Islam tradisional di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Dalam kehidupan pondok pesantren, khususnya kehidupan pondok pesantren Al-Ukhuwah Sukoharjo, dalam kesehariannya sangat banyak kebiasaan-kebiasaan khususnya kebiasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting yang harus diberikan terhadap seorang anak. Pendidikan terbagi menjadi tiga yaitu pendidikan formal seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen yang sangat penting dalam perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program pendidikan yang ada diperlukan kerja keras
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. non-formal, dan informal (ayat 3) (Kresnawan, 2010:20).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pondok pesantren adalah suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dan dikaji dengan berbagai pendapat para ahli, maka peneliti dalam tahapan ini akan memaparkan beberapa kesimpulan yang didasarkan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 11 TAHUN : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH TAKMILIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang
Lebih terperinciINVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan
L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berfungsi dalam suatu dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai satu atau. lebih, sehingga terjadi interaksi antar individu.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Organisasi adalah sekumpulan orang yang saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu, dengan kata lain organisasi adalah suatu unit sosial yang terdiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Maju tidaknya sebuah negara ditentukan oleh maju tidaknya. pendidikan di bangsa tersebut. Pendidikan adalah penentu sebuah bangsa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maju tidaknya sebuah negara ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan di bangsa tersebut. Pendidikan adalah penentu sebuah bangsa menjadi maju, berkembang dan berkualitas.
Lebih terperinci