PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN PROVINSI JAWA TENGAH (Periode Anggaran )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN PROVINSI JAWA TENGAH (Periode Anggaran )"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN PROVINSI JAWA TENGAH (Periode Anggaran ) Reni Susiati 1), Syarifah Ratih Kartika Sari 2) & Yogy Budi Yudawijaya3), Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka Madiun 1)2)3) ABSTRACT This research is aimed to examine the comparative of regional finance ability at east and middle java province. The method that is used in Descriptive Quantitative. The data that is used in this research is as secondary data, a Real Local Budget and Expense (RLBE) East and Middle Java Province in the budget year of The techniques that are used in this research uses Ratio Analysis of Regional Finance, Level Ratio of Fiscal Decentralization, Index Ratio of Rautine Ability, Harmony and Sample Growth Ratio in this research are Town/Regency at East and Middle Java Province in The result of this research shows that the ability of regional finance at East Java is higher than Middle Java Province. The different result test of t-test shows that (1) there is not significant difference from the result of regional finance autonomy ratio, (2) there is not significant difference from the Level Ratio Result of Fiscal Decentralization, (3) there is not significant difference fron the Index Ratio of Routine Ability, (4) there is significant difference from the Harmony Ratio Result, (5) there is significant difference from the Growth Ratio Result at Town/Regency at East and Middle Java Province in Keyword: Regional Finance Autonomy, Autonomy Ration of Regional Finance, Level Ratio of Fiscal Decentralization, Index Ratio of Routine Ability, Harmony Ratio and Sample Growth Ratio PENDAHULUAN Sejak kemerdekaan hingga saat ini, Indonesia mengalami beberapa fase. Salah satunya adalah pergantian pemerintahan orde baru berganti ke pemerintahan reformasi terjadi pada pertengahan tahun 1998 yang telah mengalami perubahan ketatanegaraan maupun kebijakan perekonomian. Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang mengalami krisis mata uang, kemudian disusul oleh krisis moneter dan berakhir dengan krisis ekonomi yang besar (Kusumawati, 2011). Terkait hal tersebut, dikeluarkan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerinh Pusat dan Daerah. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan tercermin dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah EKOMAKS: Jurnal Ilmu Ekonomi, Manajemen, dan Akutansi Volume 6 Nomor 1 Maret 2017; ISSN :

2 Perbandingan Kemampuan Keuangan Daerah (APBD) yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan pelaksanaan tugas pembangunan, serta pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah (Rahman, 2014). Penelitian mengenai analisis perbandingan kemampuan keuangan daerah telah dilakukan oleh banyak peneliti. Gomes, Alfinito dan Albuquerque (2013) melakukan penelitian mengenai Analyzing Local Government Financial Performance: Evidence from Brazilian Municipalities. Penelitian ini dilakukan di Kota Brazil pada tahun Hasil menunjukkan bahwa kota-kota besar memiliki posisi yang lebih baik untuk mengelola sumber daya keuangan, mampu meningkatkan pendapatan dan mengendalikan biaya dari kota-kota kecil. Mamogale (2014) melakukan penelitian mengenai Financial Performance of Local Government in Limpopo Province. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Limpopo pada tahun Hasil menunjukkan bahwa pola perekrutan tenaga kerja dalam pendekatan kader memiliki dampak negatif pada kinerja keuangan pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan pemerintah daerah di Limpopo Afrika Selatan telah menggunakan strategi yang mengabaikan praktek-praktek perekrutan yang kompetitif dan penghargaan anggota partai dan orang-orang yang berhubungan dengan partai melalui akses pekerjaan, khususnya di pemerintah daerah, yang memiliki efek merugikan pada pengelolaan keuangan daerah. Oktavianus, Murni dan Saerang (2015) melakukan penelitian mengenai analisis perbandingan kemampuan keuangan daerah pada Kota Bitung dan Kota Tomohon Periode Anggaran Hasil penelitian menunjukkan Kota Bitung dalam tingkat kemampuan keuangan mengelola rumah tangganya lebih unggul dibandingkan Kota Tomohon. Akan tetapi kedua kota tersebut masih dikategorikan tidak mampu dalam melaksanakan otonomi daerah. Rahman, Naukoko dan Londah (2014) melakukan penelitian mengenai analisis perbandingan kemampuan keuangan daerah di Provinsi Sulawesi Utara. Hasil menunjukkan bahwa tingkat kemampuan keuangan Kota Manado dan Kota Bitung selama periode penelitian, dapat dilihat dari tingkat kemandirian Kota Manado masih sedikit lebih unggul dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 2% setiap tahunnya, meskipun masih berada dibawah 20% tingkat kemandirian, dibandingkan dengan Kota Bitung yang hanya mencapai 1% tingkat pertumbuhan tiap tahun dan berada dibawah 10% tingkat kemandirian. Penelitian ini kombinasi dari penelitian yang dilakukan oleh Oktavianus et, al (2015), Rahman et, al (2014) dan Putri (2013). Variabel dalam penelitian ini meliputi Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Indeks Kemampuan Rutin, Rasio Keserasian dan Rasio Pertumbuhan merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Oktavianus et, al (2015) dan Rahman et, al (2014). Adapun alasan mengapa Kota/Kabupaten pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah diuji dalam penelitian dikarenakan yang pertama, peneliti mengacu pada analisis rasio keuangan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang telah ditetapkan dan dilaksanakan ini merupakan salah satu alat untuk mengukur kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah. Analisis rasio keuangan ini akan dilakukan dengan cara membandingan hasil yang dicapai dari periode , sehingga dapat diketahui bagaimana perbandingan kemampuan keuangan antar provinsi. Volume 6, Nomor 1, Maret 2017, EKOMAKS 25

3 Reni Susiati, Syarifah Ratih Kartika Sari, & Yogy Budi Yudawijaya Alasan yang kedua, peneliti mengacu pada Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang menjadi dasar Hukum. Sesuai dengan Bab II Pasal 2 tentang pembagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah Provinsi dan Daerah Provinsi itu dibagi atas Daerah Kabupaten dan Kota. Indonesia merupakan Negara Kesatuan, Undang-Undang No. 23 tahun 2014 yang mengatur tentang Pemerintah Daerah berlaku sama di seluruh Indonesia. Jadi seandainya dikomparasi secara bersamaan bisa diuji dalam penelitian antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah, dapat juga dilakukan perbandingan beberapa daerah baik antar Provinsi maupun antar Kota/ Kabupaten yang membedakan adalah pada kekuatan APBD dan PAD serta tergantung pada masing-masing peraturan daerah antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah. Provinsi Jawa Timur dikenal sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia yang memiliki signifikansi perekonomian yang cukup tinggi terhadap Produk Domestik Bruto Nasional sehingga dalam kemampuan keuangannya cukup besar dan memiliki posisi strategis di bidang industri dan perdagangan. Sedangkan di Jawa Tengah dikenal sebagai "Jantung" budaya Jawa, terdapat sejumlah industri besar dan menengah dan cadangan minyak bumi yang cukup signifikan. Keunggulan tersebut memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menjalankan kemampuan keuangan daerah. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Analisis Perbandingan Kemampuan Keuangan Daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah (Periode Anggaran ). TINJAUAN PUSTAKA 1. Keuangan Daerah Menurut UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dalam penjelasan umum Pasal 156 ayat (1) disebutkan, pengertian keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Halim (2007:19) mengartikan bahwa keuangan daerah adalah sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang itu belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan undang-undang yang berlaku. 2. Kinerja Keuangan Daerah Menurut Bastian (2006:273) kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk dari pengukuran kinerja tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk dari unsur pertanggungjawaban Kepala Daerah berupa perhitungan APBD (Patriati, 2010). Dalam hubungannya dengan kinerja keuangan daerah, menurut Oktavianus et, al (2015) salah satu cara pengukuran kinerja yang biasa dilakukan adalah dengan menggunakan analisis rasio. Analisis rasio pada pemerintahan 26 EKOMAKS, Volume 6, Nomor 1, Maret 2017

4 Perbandingan Kemampuan Keuangan Daerah daerah dikembangkan dari data keuangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut Mahmudi (2010: ) analisis rasio keuangan yang akan digunakan untuk melakukan analisis terhadap laporan keuangan pemerintah di daerah sebagai berikut: a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio kemandirian keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan propinsi serta pinjaman daerah. Semakin tinggi angka rasio ini menunjukkan pemerintah daerah semakin tinggi kemandirian keuangan daerahnya. (Mahmudi, 2010:142). b. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Derajat desentralisasi fiskal dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan total penerimaan daerah. Rasio ini menunjukan derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD, maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi. (Mahmudi, 2010:142). c. Rasio Indeks Kemampuan Rutin Indeks Kemampuan Rutin adalah proporsi antara PAD dengan pengeluaran rutin tanpa transfer dari pemerintah pusat (Halim, 2007:234). Sedangkan dalam menilai menilai Indeks Kemampuan Rutin (IKR) dengan menggunakan Skala Interval Indeks Kemampuan Rutin. Semakin tinggi rasio Indeks Kemampuan Rutin, maka semakin tinggi pula kemampuan keuangan daerah dalam mendukung otonomi daerah. d. Rasio Keserasian Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. semakin tinggi prosentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti prosentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil (Halim dan Kusufi, 2012). e. Rasio Pertumbuhan Rasio pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui kecenderungan baik berupa kenaikan atau penurunan kinerja selama kurun waktu tertentu. Rasio ini penting untuk mengetahui sejarah perkembangan kinerja (Mahmudi, 2010:89). Rasio pertumbuhan bermanfaat untuk mengatahui apakah pemerintah daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau selama beberapa periode anggaran, kinerja anggarannya mengalami pertumbuhan pendapatan atau belanja secara positif atau negatif (Mahmudi, 2010:138). Jika semakin tinggi nilai PAD, TPD, dan Belanja Rutin yang diikuti oleh semakin rendahnya Belanja modal, maka pertumbuhannya adalah negatif. (Oktavianus, 2015). 3. Kemampuan Keuangan Daerah Kemampuan keuangan daerah dimaksud dalam arti seberapa jauh daerah dapat menggali sumber-sumber keuangan sendiri guna membiayai kebutuhannya tanpa harus selalu menggantungkan diri pada bantuan pemerintah pusat. Semakin besar PAD maka ketergantungan terhadap pusat akan semakin kecil dan penggunaan surplus angggaran kepada alokasi belanja terutama belanja untuk pengembangan infrastruktur umum Volume 6, Nomor 1, Maret 2017, EKOMAKS 27

5 Reni Susiati, Syarifah Ratih Kartika Sari, & Yogy Budi Yudawijaya daripada pengeluaran pembiayaan untuk rekening pemegang kas daerah (Mianti, 2014). HIPOTESIS Hipotesis menurut (Sugiyono, 2013:85) adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah pada suatu penelitian. Penelitian ini menguji secara empiris perbedaan kemampuan keuangan daerah di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah. Hipotesis ini akan dijelaskan berdasarkan landasan teori dan temuan empiris, maka hipotesis yang akan diuji dinyatakan sebagai berikut: H 1 : Terdapat perbedaan antara kemampuan keuangan daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari rasio kemandirian keuangan daerah. H 2 : Terdapat perbedaan antara kemampuan keuangan daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari rasio derajat desentralisasi fiskal. H3 : Terdapat perbedaan antara kemampuan keuangan daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari rasio indeks kemampuan rutin. H4 : Terdapat perbedaan antara kemampuan keuangan daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari rasio keserasian. H5 : Tidak terdapat perbedaan antara kemampuan keuangan daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari rasio pertumbuhan. METODE PENELITIAN A. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh laporan realisasi anggaran Kota/ Kabupatendi Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah, sebanyak 438 yang telah diaudit BPK RI tahun Penelitian ini sampel yang di gunakan pada Provinsi Jawa Timur terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 Kota. Sedangkan pada Provinsi Jawa Tengah terdiri dari 29 Kabupaten dan 6 Kota yang mempunyai laporan keuangan auditan BPK RI periode pe meriksaan tahun Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah purposive sampling atau judgement sampling. Berdasarkan metode purposive sampling diperoleh sampel laporan keuangan daerah sebagai berikut : Tabel I Teknik Pengambilan Sampel Periode Pengamatan n=6th No Identifikasi Sampel Jawa Timur Jawa Tengah 1. Data Laporan Realisasi 38 APBD Laporan realisasi APBD 0 0 yang tidak lengkap 3. Sampel penelitian Sumber : Data dari BPK RI B. Definisi Operasional Variabel 1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio kemandirian keuangan daerah ditunjukan oleh besar kecilnya PAD dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain, misalnya bantuan pemerintah pusat/provinsi ataupun dari pinjaman (Mahmudi, 2010:142). Rumus Rasio Kemandirian Keuangan Daerah yang digunakan dalam analisis ini sebagai berikut: Rasio Kemandirian Keuangan= x 100% 28 EKOMAKS, Volume 6, Nomor 1, Maret 2017

6 Perbandingan Kemampuan Keuangan Daerah Tabel II Skala Interval Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kemampuan Keuangan Daerah RKKD Rendah Sekali 0,00% - 25,00% Rendah Pola Hubungan Instruktif 25,01% - 50,00% Konsultatif Sedang 50,0% - 75,00% Partisipatif Tinggi 75,0% - 100% Delegatif Sumber : Wulandari (2001:20) Keterangan: 1. Pola Hubungan Instruktif, peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah (daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah). 2. Pola Hubungan Konsultif, campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi. 3. Pola Hubungan Partisipatif, peranan pemerintah pusat semakin berkurang, mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi. 4. Pola Hubungan Delegatif, campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. 2. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Derajat desentralisasi fiskal dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan total penerimaan daerah. Rasio ini menunjukan derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD, maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi (Mahmudi, 2010:142). Rumus Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal yang digunakan dalam analisis ini sebagai berikut: Derajat Desentralisasi fiskal = x 100% Tabel III Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal Kemampuan Keuangan Presentase (%) Daerah 0,00-10,00 Sangat kurang 10,01-20,00 Kurang 20,01-30,00 Cukup 30,01-40,00 Sedang 40,01-50,00 Baik >50,00 Sangat baik Sumber: Wulandari (2001:22) 3. Rasio Indeks Kemampuan Rutin Indeks Kemampuan Rutin adalah proporsi antara PAD dengan pengeluaran rutin tanpa transfer dari pemerintah pusat (Halim, 2007:234). Rasio Indeks Kemampuan Rutin menggambarkan besarnya kemampuan pemerintah daerah untuk membiayai pengeluaran rutin dalam melaksanakan kegiatan pemerintahanya. Semakin tinggi rasio Indeks Kemampuan Rutin, maka semakin tinggi pula kemampuan keuangan daerah dalam mendukung otonomi daerah. Sedangkan dalam menilai menilai Indeks Kemampuan Rutin (IKR) dengan meng gunakan skala sebagaimana yang terlihat pada tabel III.3. Rumus Rasio Indeks Kemampuan Rutin yang digunakan dalam analisis ini sebagai berikut: Indeks Kemampuan Rutin = x 100% Tabel IV Skala Interval Indeks Kemampuan Rutin Presentase Kemampuan (%) Keuangan Daerah 0,00-20,00 Sangat kurang 20,01-40,00 Kurang 40,01-60,00 Cukup 60,01-80,00 Baik 80, Sumber : Halim (2007:234) Sangat baik Volume 6, Nomor 1, Maret 2017, EKOMAKS 29

7 Reni Susiati, Syarifah Ratih Kartika Sari, & Yogy Budi Yudawijaya 4. Rasio Keserasian Rasio Keserasian Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. semakin tinggi prosentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti prosentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil (Halim dan Kusufi, 2012). Rumus rasio keserasian yang digunakan dalam analisis ini sebagai berikut: Rasio Belanja Rutin = X 100% Rasio Belanja Pembangunan = X 100% Rasio Pertumbuhan Rasio ini mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari satu periode ke periode berikutnya. Pertumbuhan APBD dilihat dari berbagai komponen penyusun APBD yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, total pendapatan, belanja rutin dan belanja pembangunan (Oktavianus, 2015). Rumus rasio pertumbuhan yang digunakan dalam analisis ini sebagai berikut: Keterangan: r = x 100% Pn= Data dihitung pada tahun ke-n Po= Data yang dihitung pada tahun ke-0 (tahun sebelum n) r= Rasio Pertumbuhan C. Jenis Data dan Sumber Data Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu jenis data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Nazir, 2003:124). Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pemeriksaan Republik Indonesia BPK RI.Data yang digunakan merupakan Laporan Hasil Pengauditan (LHP) tahun , dimana LHP tersebut berisi LKPD tahun D. Teknik Analisis Data Analisa data dalam penelitian ini adalah Uji Beda t-test (Independent Sample t- test). Perhitungan statistik hasil penelitian menggunakan bantuan program komputer Statistical Package Social Sciences (SPSS) 16. HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUJIAN STATISTIK DAN UJI BEDA (Independent sample t-test) a. Rasio Kemandirian di Jawa Timur dan Jawa Tengah tahun Untuk menyajikan hasil beda Maksimum, Minimum, Mean, Nilai F dan Nilai t terhadap nilai rasio kemandirian dapat dilihat pada tabel I sebagai berikut: Tabel I Nilai Mean dan Hasil Uji Beda t-test Rasio Kemandirian di Jawa Timur dan Jawa Tengah tahun TAHUN 2010 Maksimum 0,44 0,28 Minimum 0,04 0,05 Mean 10,29 11,03 Nilai F 0,256 Nilai t 0,604 TAHUN 2011 Maksimum 1,01 0,36 Minimum 0,06 0,06 Mean 13,18 11,63 Nilai F 0,217 Nilai t 0, EKOMAKS, Volume 6, Nomor 1, Maret 2017

8 Perbandingan Kemampuan Keuangan Daerah TAHUN 2012 Maksimum 0,97 0,47 Minimum 0,06 0,06 Mean 14,24 13,29 Nilai F 0,259 Nilai t 0,745 TAHUN 2013 Maksimum 1,14 0,52 Minimum 0,07 0,07 Mean 15,89 14,89 Nilai F 0,238 Nilai t 0,767 TAHUN 2014 Maksimum 1,22 1,24 Minimum 0,10 0,08 Mean 20,13 22,83 Nilai F 0,833 Nilai t 0,558 TAHUN 2015 Maksimum 1,58 0,58 Minimum 0,09 0,10 Mean 21,76 19,51 Nilai F 0,170 Nilai t 0,615 Sumber: Data sekunder diolah, 2016 Berdasarkan tabel IRasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD) ditunjukan oleh besar kecilnya PAD dibandingkan dengan pendapatan transfer (Mahmudi, 2010). Dilihat dari nilai maksimum, minimum dan mean hasil rasio kemandirian keuangan daerah pada tahun Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut disebabkan karena nilai Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2015 Provinsi Jawa Timur yang memiliki nilai tertinggi PAD adalah Kota Surabaya sebesar Rp ,97 dan Provinsi Jawa Tengah yang memiliki nilai tertinggi PAD adalah Kota Semarang sebesar Rp ,00. Data tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur lebih unggul. Sehingga Provinsi Jawa Tengah lebih meningkatkan nilai PAD melaui pendapatan pajak daerah, pendapatan retribusi daerah dan pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah. Pengujian Hipotesis 1: Untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan keuangan daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari Rasio Kemandirian Keuangan Daerah tahun H 1 : Terdapat perbedaan antara Kemampuan Keuangan Daerah Pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari Rasio Kemandirian Keuangan Daerah. Tabel I menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan keuangan daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari rasio kemandirian keuangan daerah. Hal ini disebabkan karena Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah lebih mengutamakan pendapatan transfer dibandingkan nilai PAD. Pada Provinsi Jawa Timur tahun 2015 untuk meningkatkan PAD perlu mengoptimalkan peran dan kontribusi serta pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) agar dapat berperan aktif secara baik dalam menjalankan fungsi dan tugasnya maupun sebagai kekuatan yang dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Volume 6, Nomor 1, Maret 2017, EKOMAKS 31

9 Reni Susiati, Syarifah Ratih Kartika Sari, & Yogy Budi Yudawijaya b. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal di Jawa Timur dan Jawa Tengah tahun Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan total Penerimaan Daerah. Rasio ini menunjukan derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD, maka semakin tinggi kemampuan daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi (Mahmudi, 2010). Untuk menyajikan hasil beda Maksimum, Minimum, Mean, Nilai F dan Nilai t terhadap nilai Rasio Derajat Desentralisasi Fiskaldapat dilihat pada tabel II sebagai berikut: Tabel II Nilai Mean dan Hasil Uji Beda t-test Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal di Jawa Timur dan Jawa Tengah tahun TAHUN 2010 Maksimum 0,30 0,21 Minimum 0,03 0,05 Mean 8,82 9,66 Nilai F 0,237 Nilai t 0,401 TAHUN 2011 Maksimum 0,50 0,25 Minimum 0,05 0,05 Mean 10,53 9,80 Nilai F 0,282 Nilai t 0,626 TAHUN 2012 Maksimum 0,49 0,31 Minimum 0,05 0,06 Mean 11,13 11,03 Nilai F 0,366 Nilai t 0,948 TAHUN 2013 Maksimum 0,53 0,33 Minimum 0,06 0,07 Mean 12,18 12,26 Nilai F 0,348 Nilai t 0,966 TAHUN 2014 Maksimum 0,55 0,36 Minimum 0,08 0,07 Mean 15,03 15,60 Nilai F 0,362 Nilai t 0,740 TAHUN 2015 Maksimum 0,61 0,36 Minimum 0,08 0,09 Mean 15,71 15,57 Nilai F 0,218 Nilai t 0,941 Sumber: Data sekunder diolah, 2016 Berdasarkan tabel II Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal ditunjukan oleh besar kecilnya PAD dibandingkan dengan total pendapatan daerah. Dilihat dari nilai maksimum, minimum dan mean hasil Rasio Derajat Desentralisasi Fiskalpada tahun Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut dikarenakan total Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2015 Provinsi Jawa Timur yang memiliki nilai tertinggi pada total Pendapatan Daerah adalah Kota Surabaya sebesar Rp ,97 dan Provinsi Jawa Tengah yang memiliki nilai tertinggi pada total Pendapatan Daerah adalah Kota Semarang sebesar Rp ,00. Data tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur lebih unggul. Namun, nilai total Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur dengan Provinsi Jawa Tengah lebih besar dibandingkan nilai PAD sehingga tingkat 32 EKOMAKS, Volume 6, Nomor 1, Maret 2017

10 Perbandingan Kemampuan Keuangan Daerah rasio derajat desentralisasi rendah. Maka yang diperlukan Provinsi Jawa Timur dengan Provinsi Jawa Tengah yaitu meminimalisir total Pendapatan Daerah dengan cara meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Pengujian Hipotesis 2: Untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan keuangan daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal tahun H 2 : Terdapat perbedaan antara Kemampuan keuangandaerah Pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihatdari Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal. Tabel II menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan keuangan daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari rasio derajat desentralisasi fiskal. Hal ini disebabkan karena pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah total pendapatan daerah lebih besar dibandingkan nilai PAD. Sehingga untuk meningkatkan desentralisasi yang baik maka, harus lebih meningkatkan nilai PAD. Sebagai contoh di Kota Surabaya pada tahun 2012 untuk tetap menjaga konsistensi dalam pemenuhan target penerimaan yang telah ditetapkan, maka dilakukan pendekatan secara konsisten baik melalui sosialisasi maupun dialog kepada wajib pajak dan retribusi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pajak dan retribusi serta Penggalian sumber PAD yang baru perlu dioptimalkan untuk meningkatkan capaian pendapatan di masa yang akan datang. Hasil tersebut didukung penelitian yang dilakukan oleh Rahman et, al (2014) yang menunjukkan bahwa kemampuan Kota Manado dan Bitung masih amat kecil dan tergolong kurang mampu untuk membiayai pengeluaran rutin yang dilakukan, hal ini dikarenakan tingkat kemampuan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam menopang total pendapatan daerah masih berada pada tingkatan di bawah 20% dan pertumbuhan yang hanya mencapai 2% per tahun menyebabkan sebagian besar pendapatan daerah masih bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat. c. Rasio Indeks Kemampuan Rutin di Jawa Timur dan Jawa Tengah tahun Rasio Indeks Kemampuan Rutin menggambarkan besarnya kemampuan pemerintah daerah untuk membiayai pengeluaran rutin dalam melaksanakan kegiatan pemerintahannya. Semakin tinggi rasio indeks kemampuan rutin, maka semakin tinggi pula kemampuan keuangan daerah dalam mendukung otonomi daerah (Halim, 2007). Untuk menyajikan hasil beda Maksimum, Minimum, Mean, Nilai F dan Nilai t terhadap nilai Rasio Indeks Kemampuan Rutin dapat dilihat pada tabel III sebagai berikut: Tabel III Nilai Mean dan Hasil Uji Beda t-test Rasio Indeks Kemampuan Rutin di Jawa Timur dan Jawa Tengah tahun TAHUN 2010 Maksimum 0,41 0,27 Minimum 0,04 0,05 Mean 11,42 11,51 Nilai F 0,175 Nilai t 0,948 TAHUN 2011 Maksimum 0,59 0,30 Minimum 0,06 0,06 Mean 12,74 11,83 Nilai F 0,322 Nilai t 0,608 Volume 6, Nomor 1, Maret 2017, EKOMAKS 33

11 Reni Susiati, Syarifah Ratih Kartika Sari, & Yogy Budi Yudawijaya TAHUN 2012 Maksimum 0,67 0,46 Minimum 0,06 0,07 Mean 14,26 14,29 Nilai F 0,401 Nilai t 0,992 TAHUN 2013 Maksimum 0,74 0,49 Minimum 0,07 0,08 Mean 15,76 15,69 Nilai F 0,360 Nilai t 0,975 TAHUN 2014 Maksimum 0,77 0,53 Minimum 0,11 0,10 Mean 20,53 20,29 Nilai F 0,283 Nilai t 0,923 TAHUN 2015 Maksimum 0,86 0,49 Minimum 0,11 0,12 Mean 22,03 21,06 Nilai F 0,146 Nilai t 0,713 Sumber: Data sekunder diolah, 2016 Berdasarkan tabel III Rasio Indeks Kemampuan Rutin ditunjukan oleh besar kecilnya PAD dibandingkan dengan total pengeluaran rutin. Dilihat dari nilai maksimum, minimum dan mean hasil Rasio Indeks Kemampuan Rutin pada tahun Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut dikarenakan nilai Belanja Operasional Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2015 Provinsi Jawa Timur yang memiliki nilai tertinggi terhadap Belanja Operasional adalah Kota Surabaya sebesar Rp ,00 sedangkan nilai Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp ,97 dan Provinsi Jawa Tengah yang memiliki nilai tertinggi belanja operasional adalah Kota Semarang sebesar Rp ,00 sedangkan nilai Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp ,00. Rasio Indeks Kemampuan Rutin menunjukkan semakin tinggi nilai PAD, maka semakin baik nilai indeks kemampuan rutin. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan nilai indeks kemampuan rutin suatu daerah harus meningkatan PAD dibandingkan Belanja Operasional. Pengujian Hipotesis 3: Untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan keuangan daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari Rasio Indeks Kemampuan Rutin tahun H 3 : Terdapat perbedaan antara Kemampuan Keuangan Daerah Pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari Rasio Indeks Kemampuan Rutin. Tabel III menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan keuangan daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari Rasio Indeks Kemampuan Rutin. Hal ini disebabkan karena nilai Belanja Operasional lebih besar dibandingkan nilai PAD. Maka, untuk meminimalisir Belanja Operasional melalui pengurangan terhadap belanja pegawai seperti Gaji PNS dan Honorarium. Hasil tersebut didukung penelitan yang dilakukan oleh Gomes et, al (2013) yang menunjukkan bahwa di kota-kota kecil, memiliki kondisi yang kurang menguntungkan untuk meningkatkan pajak dan mengurangi biaya, karena ketergantungan pada sumber daya eksternal. Kontribusi lain mengacu 34 EKOMAKS, Volume 6, Nomor 1, Maret 2017

12 Perbandingan Kemampuan Keuangan Daerah pada fakta bahwa kualifikasi walikota cenderung memiliki pengaruh yang kecil pada kinerja keuangan. Untuk meningkatkan kinerja keuangan di Kota Brazil, maka perlu meningkatkan jumlah pajak untuk mengurangi ketergantugan dari pemerintah pusat dan untuk meningkatkan administrasi otonomi daerah. d. Rasio Keserasian di Jawa Timur dan Jawa Tengah tahun Rasio Keserasian menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja modal secara optimal. Semakin tinggi presentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti presentase belanja modal yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Untuk menyajikan hasil beda Maksimum, Minimum, Mean, Nilai F dan Nilai t terhadap nilai Rasio Keserasiandapat dilihat pada tabel IV sebagai berikut: Tabel IV Nilai Mean dan Hasil Uji Beda t-test Rasio Keserasian di Jawa Timur dan Jawa Tengah tahun TAHUN 2010 Maksimum 16,63 9,83 Minimum 0,98 1,54 Mean 47,771 43,169 Nilai F 0,019 Nilai t 0,462 TAHUN 2011 Maksimum 13,11 20,89 Minimum 2,39 2,69 Mean 52,689 74,403 Nilai F 0,128 Nilai t 0,006 TAHUN 2012 Maksimum 12,30 10,76 Minimum 1,90 2,11 Mean 45,587 51,109 Nilai F 0,350 Nilai t 0,251 TAHUN 2013 Maksimum 10,28 49,57 Minimum 2,34 1,63 Mean 48,126 53,920 Nilai F 0,237 Nilai t 0,660 TAHUN 2014 Maksimum 7,56 8,61 Minimum 2,02 1,54 Mean 43,911 36,403 Nilai F 0,144 Nilai t 0,038 TAHUN 2015 Maksimum 5,60 5,00 Minimum 1,12 1,17 Mean 31,242 30,277 Nilai F 0,283 Nilai t 0,691 Sumber: Data sekunder diolah, 2016 Berdasarkan tabel IVRasio keserasian ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja modal secara optimal (Mahmudi, 2010). Dilihat dari nilai maksimum, minimum dan mean hasil rasio keserasian pada tahun Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Nilai Belanja operasional dan belanja modal Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Semakin tinggi presentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti presentase belanja modal yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana Volume 6, Nomor 1, Maret 2017, EKOMAKS 35

13 Reni Susiati, Syarifah Ratih Kartika Sari, & Yogy Budi Yudawijaya ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil (Mahmudi, 2010). Pada tahun 2015 Provinsi Jawa Timur yang memiliki nilai tertinggi terhadap total belanja operasional adalah Kota Surabaya sebesar Rp ,00 sedangkan nilai belanja modal sebesar Rp ,00 dan Provinsi Jawa Tengah yang memiliki nilai tertinggi terhadap total belanja operasional adalah Kota Semarang sebesar Rp ,00 sedangkan nilai belanja modal sebesar Rp ,00. Data tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur lebih unggul. Namun, untuk meningkatkan rasio keserasian perlu meminimalisir belanja APBD untuk memaksimalkan rasio keserasian dengan memperkecil pengeluaran daerah. Pengujian Hipotesis 4: Untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan keuangan daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari Rasio Keserasian tahun H 4 : Terdapat perbedaan antara Kemampuan Keuangan Daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari Rasio Keserasian. Tabel IV menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan keuangan daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari rasio keserasian. Nilai Belanja operasional dan belanja modal Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Hal ini sesuai dengan target yang telah dicapai. Hasil tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktavianus et, al (2015) menunjukkan bahwa Hasil penelitian menunjukkan Kota Bitung dalam tingkat kemampuan keuangan mengelola rumah tangganya lebih unggul dibandingkan Kota Tomohon. Akan tetapi kedua kota tersebut masih dikategorikan tidak mampu dalam melaksanakan otonomi daerah. e. Rasio Pertumbuhan di Jawa Timur dan Jawa Tengah tahun Untuk menyajikan hasil beda Maksimum, Minimum, Mean, Nilai F dan Nilai t terhadap nilai rasio pertumbuhandapat dilihat pada tabel V sebagai berikut: Tabel V Nilai Mean dan Hasil Uji Beda t-test Rasio Pertumbuhan di Jawa Timur dan Jawa Tengah tahun TAHUN 2010 Maksimum 0,26 0,18 Minimum -0,08-0,30 Mean 9,32 2,77 Nilai F 0,029 Nilai t 0,000 TAHUN 2011 Maksimum 0,40 0,36 Minimum -0,16-0,11 Mean 16,03 19,69 Nilai F 0,951 Nilai t 0,254 TAHUN 2012 Maksimum 0,28 0,35 Minimum -0,12 0,05 Mean 15,79 18,26 Nilai F 0,026 Nilai t 0,185 TAHUN 2013 Maksimum 0,29 0,43 Minimum -0,07 0,03 Mean 11,58 24,17 Nilai F 0,146 Nilai t 0, EKOMAKS, Volume 6, Nomor 1, Maret 2017

14 Perbandingan Kemampuan Keuangan Daerah TAHUN 2014 Maksimum 0,29 0,31 Minimum 0,07-0,27 Mean 21,26 17,83 Nilai F 0,094 Nilai t 0,067 TAHUN 2015 Maksimum 0,22 0,25 Minimum -0,11-0,46 Mean 12,29 08,69 Nilai F 0,047 Nilai t 0,099 Sumber: Data sekunder diolah, 2016 Berdasarkan tabel VRasio ini mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari satu periode ke periode berikutnya. Dilihat dari nilai maksimum, minimum dan mean hasil rasio pertumbuhan pada tahun Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Hal ini disebabkan karena Provinsi Jawa Timur nilai PAD, TPD dan belanja modal lebih tinggi yang diikuti oleh semakin rendahnya belanja operasional. Hal ini sesuai dengan tabel IV.9 Provinsi Jawa Timur mampu dalam meningktakan rasio pertumbuhan. Maka, pada Provinsi Jawa Tengah untuk meningkatkan rasio pertumbuhan perlu lebih meningkatkan nilai PAD, TPD dan belanja modal. Pengujian Hipotesis 5: Untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan keuangan daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari Rasio Pertumbuhan tahun H 5 : Tidak terdapat perbedaan antara Kemampuan Keuangan Daerah PadaProvinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari Rasio Pertumbuhan. Tabel V menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan keuangan daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah dilihat dari rasio pertumbuhan. Pada Provinsi Jawa Timur nilai PAD, TPD dan belanja modal lebih tinggi yang diikuti oleh semakin rendahnya belanja operasional. Hal ini sesuai dengan target yang telah dicapai. KESIMPULAN Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kemampuan keuangan daerah Kota dan Kabupaten pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah tahun Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah tahun menunjukkan bahwa nilai Maksimum, Minimum dan Mean Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut disebabkan karena nilai PAD Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Dari hasil uji beda t-test (independen sample t-test) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari hasil rasio kemandirian keuangan daerah Kota dan Kabupaten pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah tahun Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah tahun menunjukkan bahwa nilai maksimum, minimum dan mean Provinsi Jawa Timur lebih tinggi Volume 6, Nomor 1, Maret 2017, EKOMAKS 37

15 Reni Susiati, Syarifah Ratih Kartika Sari, & Yogy Budi Yudawijaya dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut dikarenakan total Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Dari hasil uji beda t-test (independen sample t-test) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari hasil rasio derajat desentralisasi fiskal Kota dan Kabupaten pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah tahun Rasio indeks kemampuan rutin pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah tahun menunjukkan nilai Maksimum, Minimum dan Mean Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut dikarenakan nilai Belanja Operasional Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Dari hasil uji beda t-test (independen sample t-test) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari hasil rasio indeks kemampuan rutin Kota dan Kabupaten pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah tahun Rasio keserasian pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah tahun menunjukkan Nilai Maksimum, Minimum dan Mean Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Hal ini disebabkan karena Nilai Belanja operasional dan belanja modal Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Dari hasil uji beda t-test (independen sample t-test) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari hasil rasio keserasian Kota dan Kabupaten pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah tahun Rasio pertumbuhan pada Provinsi Jawa Timur tahun menunjukkan bahwa nilai Maksimum, Minimum dan Mean Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut dikarenakan nilai Belanja operasional dan Belanja Modal Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah. Dari hasil uji beda t-test (independen sample t-test) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari hasil rasio keserasian Kota dan Kabupaten pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah tahun SARAN Berdasarkan hasil penelitian analisis perbandingan kemampuan keuangan daerah pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah tahun Maka penulis akan memberikan saran sebagai berikut bagi pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah agar lebih meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui hasil pajak daerah (tertib pajak), hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, serta dana perimbangan yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan kepada daerah melalui penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk meningkatkan pendapatan daerah. Oleh karena itu, kemampuan keuangan daerah sangat perlu dilakukan untuk menilai kinerja keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahannya dan melaksanakan otonomi daerah. REKOMENDASI PENELITIAN SELANJUTNYA Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang pada akhirnya mempengaruhi 38 EKOMAKS, Volume 6, Nomor 1, Maret 2017

16 Perbandingan Kemampuan Keuangan Daerah hasil dari penelitian. Keterbatasan yang terkait dengan penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagi penelitian selanjutnya, dapat memperluas objek penelitian yaitu perbandingan kemampuan keuangan daerah Kota dan Kabupaten diseluruh Indonesia. 2. Penelitian ini menggunakan lima variabel untuk membandingkan kemampuan keuangan daerah. Bagi penelitian selanjutnya, dapat menambah alat pengukuran rasio lainnya sebagai alat analisis kinerja keuangan pemerintah daerah seperti rasio tingkat ketergantungan keuangan daerah, rasio aktivitas, rasio efektifitas dan Debt Service Coverage Ratio (DSCR). DAFTAR PUSTAKA Bastian, Indra Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga. Gomes, Ricardo Correa, Solange Alfinito, Pedro Henrique Melo Albuquerque Analyzing Local Government Financial Performance: Evidence from Brazilian Municipalities Vol. 17: Halim, Abdul Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat. Halim, Abdul dan Kusufi Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat. Kusumawati, Oktiandri Chopsoh Krisis Ekonomi di Indonesia tahun (diakses pada tanggal 5 Oktober 2016 jam 19:27) Nazir, Mohammad Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta. Mahmudi Buku Seri Membudayakan Akuntabilitas Publik: Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Panduan bagi Eksekutif, DPRD, dan Masyarakat dalam Pengambilan Keputusan Ekonomi, Sosial, dan Politik. Edisi kedua. UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Mamogale, Majuta Judas Financial Performance of Local Government in Limpopo Province African Studies Quarterly. Vol. 15: Mianti, Rara Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Se-Provinsi Bengkulu Sepuluh Tahun Terakhir. Skripsi. Universitas Bengkulu. Oktavianus, Donny, Sri Murni dan Ivonne S. Saerang. 2015Analisis Perbandingan Kemampuan Keuangan Daerah pada Kota Bitung dan Kota Tomohon. Jurnal EMBA. Vol. 3, No 3. Patriati, Ratri Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Jawa Tengah. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Pemerintah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Jakarta. Rahman, Nikmah Astuti, Amran Naukoko dan Albert Londah Analisis Perbandingan Kemampuan Keuangan Daerah di Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Berkala Ilmiah EfisiensiVol.14, No. 03. Sugiyono Statistik untuk Penelitian. Cetakan ke-22. Bandung: Alfabeta. Wulandari, Anita Kemampuan Keuangan Daerah. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik. Vol. 5, No 2. Yuliati Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam Menghadapi Otonomi Daerah, Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP YKPN Volume 6, Nomor 1, Maret 2017, EKOMAKS 39

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH Tri Prastiwi 1 Muhammad Arfan 2 Darwanis 3 Abstract: Analysis of the performance of

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang 54 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ini berbentuk studi pustaka dengan data sekunder yang mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang dipublikasikan instansi

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH

ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH AFDHAL CHATRA 1, ARGA SUWITRA 2 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sakti Alam Kerinci 1,2 afdhalchatra@gmail.com ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo) ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo) MERI IMELDA YUSUF 921 409 130 PROGRAM STUDI SRATA 1 AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2011-2013 Anim Rahmayati Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakarta Jl. Pandawa, Pucangan, Kartasura, Surakarta anim.uci@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN 2010-2014 JAENURI PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tuban Email: Jaenuriumm12@gmail.com Abstract The research is aimed to find

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS KOTA SEMARANG TAHUN )

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS KOTA SEMARANG TAHUN ) ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS KOTA SEMARANG TAHUN 2009-2013) Sundari Rr. Suprantiningrum Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur Ratna Wulaningrum Politeknik Negeri Samarinda Email: ratna_polsam@yahoo.com ABSTRACT The purpose of this study is to determine the

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABANAN

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABANAN 733 ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABANAN I Gusti Ngurah Suryaadi Mahardika 1 Luh Gede Sri Artini 2 1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud),

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PENDAPATAN DAN BELANJA BADAN KEUANGAN DAERAH KOTA TOMOHON

ANALISIS KINERJA PENDAPATAN DAN BELANJA BADAN KEUANGAN DAERAH KOTA TOMOHON ANALISIS KINERJA PENDAPATAN DAN BELANJA BADAN KEUANGAN DAERAH KOTA TOMOHON PERFORMANCE ANALYSIS OF INCOME AND EXPENDITURE BADAN KEUANGAN DAERAH KOTA TOMOHON Oleh: Christin Marciah Poyoh1 Sri Murni2 Joy

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*) ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN Haryani 1*) 1) Dosen FE Universitas Almuslim Bireuen *) Haryani_68@yahoo.co.id ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk menganalisis

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2011-2013 WIRMIE EKA PUTRA*) CORIYATI**) *) Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi **) Alumni

Lebih terperinci

ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU

ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU Ahmad Soleh Fakultas Ekonomi Universitas Dehasen Bengkulu ABSTRAK Ahmad Soleh; Analisis Belanja Pemerintah Daerah Kota Bengkulu. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH ANTARA DAERAH INDUK DAN DAERAH OTONOM BARU SETELAH PEMEKARAN

PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH ANTARA DAERAH INDUK DAN DAERAH OTONOM BARU SETELAH PEMEKARAN PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH ANTARA DAERAH INDUK DAN DAERAH OTONOM BARU SETELAH PEMEKARAN Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Akuntansi Fakultas

Lebih terperinci

Selly Paat, Perbandingan Kinerja Pengelolaan. PERBANDINGAN KINERJA PENGELOLAAN APBD ANTARA PEMERINTAH KOTA TOMOHON DENGAN PEMERINTAH KOTA MANADO

Selly Paat, Perbandingan Kinerja Pengelolaan. PERBANDINGAN KINERJA PENGELOLAAN APBD ANTARA PEMERINTAH KOTA TOMOHON DENGAN PEMERINTAH KOTA MANADO PERBANDINGAN KINERJA PENGELOLAAN APBD ANTARA PEMERINTAH KOTA TOMOHON DENGAN PEMERINTAH KOTA MANADO Oleh: Selly Paat Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado email:

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH (DPKAD) KOTA SEMARANG TAHUN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH (DPKAD) KOTA SEMARANG TAHUN ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH (DPKAD) KOTA SEMARANG TAHUN 2012-2014 Baskoro Budhi Aji Dr. Nila Tristiarini, SE.,M.Si Program Studi Akuntansi S-1, Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang)

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang) ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang) Fitri Umi Hanik, Tutik Dwi Karyanti Jurusan Akuntansi, Politeknik

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp , BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Deskriptif Secara keseluruhan dari tahun 2010-2014 APBD di Kabupaten/

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang.

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Peneltian Penelitian ini dilakukan di BPKAD Kota Balikpapan, Kalimantan Timur yang beralamat di Jl. Jenderal Sudirman No.1 RT.13, Klandasan Ulu, Kota Balikpapan. B.

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR Dwi Wahyu Setyowati Program Studi Pendidikan Akuntansi FPIPS ABSTRAK

Lebih terperinci

Poppy Kemalasari et al., Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah dan Tingkat Kemandirian Daerah di Era Otonomi Daerah

Poppy Kemalasari et al., Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah dan Tingkat Kemandirian Daerah di Era Otonomi Daerah ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH: STUDI KASUS KABUPATEN PROBOLINGGO (TAHUN ANGGARAN 2002-2014) (Performance Analysis of Financial Management

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 1 April 2017

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 1 April 2017 ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PADA KABUPATEN DAIRI SAHALA PURBA DAN RUTHMANA CHIRISTIN HUTABARAT ABSTRACT This study aims to analyze the Financial Performance of Dairi District Government

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE 2005-2009 Muhammad Amri 1), Sri Kustilah 2) 1) Alumnus Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Muhammadiyah Purworejo 2) Dosen

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN 2013-2015 Nama : Hasna Nursholeha NPM : 24214849 Pembimbing : Sri Sapto Darmawati, SE., MMSi LATAR BELAKANG Pembangunan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH DINAMIKA EKONOMI, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.6.No.1. Maret 3013 KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH Muzdalifah Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999, yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA BOGOR TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA BOGOR TAHUN ANGGARAN Laboratorium Akuntansi, Program Vokasi Universitas Indonesia, h.mutiha@ui.ac.id, Diterima : 7 April 2016 Layak Terbit : 25 Juni 2016 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kinerja keuangan

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD 2009-2011 NASKAH PUBLIKASI Disusun Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Pada Fakultas

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan Samalua Waoma Program Studi Akuntansi STIE Nias Selatan Kabupaten Nias Selatan samaluawaoma@gmail.com Abstract Tujuan penelitian ini

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN 2004-2013 Anjar Nora Vurry, I Wayan Suwendra, Fridayana Yudiaatmaja Jurusan Manajemen Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PADA KOTA BITUNG DAN KOTA TOMOHON PERIODE ANGGARAN

ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PADA KOTA BITUNG DAN KOTA TOMOHON PERIODE ANGGARAN IN 2303-11 D. Oktavianus.,. Murni., I.. aerang. Analisis perbandingan kemampuan keuangan ANALII PRBANDINGAN KMAMPUAN KUANGAN DARAH PADA KOTA BITUNG DAN KOTA TOMOHON PRIOD ANGGARAN 2010-2014 COMPARATIV

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTODA DI KABUPATEN NGANJUK

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTODA DI KABUPATEN NGANJUK ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTODA DI KABUPATEN NGANJUK David Efendi Sri Wuryanti Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Ponorogo Jl. Budi Utomo 10, Ponorogo

Lebih terperinci

Keywords : income, improvement, local, government, original, tax

Keywords : income, improvement, local, government, original, tax ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2013-2014 Oleh : Suyatin Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda ======================================================================

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH: STUDI PADA KOTA MANADO (TAHUN )

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH: STUDI PADA KOTA MANADO (TAHUN ) ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH: STUDI PADA KOTA MANADO (TAHUN 2010-2014) ANALYSIS OF THE PERFORMANCE OF FINANCIAL MANAGEMENT AND DEGREE

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 %

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 % BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan hasil analisis data dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan rasio kemandirian keuangan daerah yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERMERINTAH KOTA SAMARINDA

ANALISIS KINERJA ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERMERINTAH KOTA SAMARINDA ANALISIS KINERJA ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERMERINTAH KOTA SAMARINDA Rani Febri Ramadani. Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Email: ranifebri94@yahoo.com

Lebih terperinci

Brian Sagay, Kinerja Pemerintah Daerah KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA KABUPATEN MINAHASA SELATAN

Brian Sagay, Kinerja Pemerintah Daerah KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA KABUPATEN MINAHASA SELATAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA KABUPATEN MINAHASA SELATAN Oleh : Brian Sagay Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan APBD Pada dasarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN ASLI DAERAH UNTUK BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KOTA TOMOHON

ANALISIS PENDAPATAN ASLI DAERAH UNTUK BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KOTA TOMOHON ANALISIS PENDAPATAN ASLI DAERAH UNTUK BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KOTA TOMOHON ANALYSIS OF LOCAL REVENUE TO DISTRICT EXPENDITURE ON TOMOHON CITY GOVERNMENT Oleh: Aprisilia Ristia Kaeng¹ David P.E. Saerang²

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kupang Ditinjau Dari Aktivitas

BAB VI PENUTUP. 1. Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kupang Ditinjau Dari Aktivitas BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kupang Ditinjau Dari Aktivitas Operasi

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Analisis Rasio untuk Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah 333 ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Vidya Vitta Adhivinna Universitas PGRI Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah termasuk didalamnya sumber penerimaan asli pada penerimaan PAD

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah termasuk didalamnya sumber penerimaan asli pada penerimaan PAD BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berbentuk data-data yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah termasuk didalamnya sumber penerimaan asli pada penerimaan PAD yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008 44 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Rasio keuangan yang digunakan dalam pembahasan pada bab IV ini adalah Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Indek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensi yang melanda Indonesia memberi dampak bagi upaya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD 2008-2010 NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN 2009-2011 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pada penelitian ini, penulis menganalisa laporan realisasi anggaran dan belanja daerah (LRA) Kabupaten Serang selama periode 2011-2016. Adapun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Definisi Desentralisasi Fiskal Desentralisasi fiskal secara singkat dapat diartikan sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semenjak reformasi, akuntansi keuangan pemerintah daerah di Indonesia merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi perhatian besar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif dan komparatif. Dalam penelitian ini langkah pertama yang akan

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif dan komparatif. Dalam penelitian ini langkah pertama yang akan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu penelitian berbentuk deskriptif dan komparatif. Dalam penelitian ini langkah pertama yang akan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA AMBON

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA AMBON ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA AMBON Muhammad Ramli Faud*) Abstract : This research measures financial perfomance of local government (PAD) at Ambon city using ratio analysis. Local

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD 2010-2012 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

Jurnal Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 10 Pages pp

Jurnal Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 10 Pages pp ISSN 2302-0164 10 Pages pp. 104-113 ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PERIODE OPINI WDP DAN PERIODE OPINI WTP (STUDI PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI ACEH TAHUN 2011-2012) 1) Muhammad

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG Nanik Wahyuni Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi UIN MALIKI Malang Jln. Gajayana 50 Malang HP. 081233381656 e-mail: n4nikw4hyuni@gmail.com

Lebih terperinci

Kemampuan anggaran pendapatan desa: studi komparatif pada Desa Tanjung Mulia dan Desa Ujung Tanjung di Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi

Kemampuan anggaran pendapatan desa: studi komparatif pada Desa Tanjung Mulia dan Desa Ujung Tanjung di Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi Kemampuan anggaran pendapatan desa: studi komparatif pada Desa Tanjung Mulia dan Desa Ujung Tanjung di Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi Andri Apriyanto; Parmadi; Erni Achmad Prodi Ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO LAPORAN REALISASI ANGGARAN 2010 KOTA TANGERANG SELATAN

ANALISIS RASIO LAPORAN REALISASI ANGGARAN 2010 KOTA TANGERANG SELATAN Jurnal Liquidity Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2012, hlm. 42-49 ANALISIS RASIO LAPORAN REALISASI ANGGARAN 2010 KOTA TANGERANG SELATAN Udin Saefudin STIE Ahmad Dahlan Jakarta Jl. Ciputat Raya No. 77 Cireundeu

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH PERIODE

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH PERIODE ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH PERIODE 2011-2013 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi

Lebih terperinci

ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA DEPOK WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT

ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA DEPOK WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA DEPOK WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT Lia Ekowati, Cathryna R.B.S, Rodiana Listiawati Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Jakarta, Depok, 16422 Email: liaekowati@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

ANALISIS KETERGANTUNGAN FISKAL PEMERINTAH DAERAH DI PROVINSI SULAWESI SELATAN PADA ERA OTONOMI DAERAH

ANALISIS KETERGANTUNGAN FISKAL PEMERINTAH DAERAH DI PROVINSI SULAWESI SELATAN PADA ERA OTONOMI DAERAH ANALISIS KETERGANTUNGAN FISKAL PEMERINTAH DAERAH DI PROVINSI SULAWESI SELATAN PADA ERA OTONOMI DAERAH Sanusi Fattah & Irman (Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin) ABSTRACT This study aims to determine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa sentralisasi pemerintahan telah berakhir diganti dengan otonomi daerah. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, setiap daerah diberi kewenangan yang luas

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN NATUNA (Tahun Anggaran )

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN NATUNA (Tahun Anggaran ) ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN NATUNA (Tahun Anggaran 2009-2013) Oleh: Gustra Arianda Nurazlina H. Mudrika Almsyah Hasan Faculty

Lebih terperinci

JURNAL. Oleh: APRI DIANA EKA RAHAYU NPM: Dibimbing oleh : 1. Dra. Puji Astuti, M.M., M.Si., Ak 2. Sigit Puji Winarko, SE, S.Pd., M.

JURNAL. Oleh: APRI DIANA EKA RAHAYU NPM: Dibimbing oleh : 1. Dra. Puji Astuti, M.M., M.Si., Ak 2. Sigit Puji Winarko, SE, S.Pd., M. JURNAL ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH UNTUK MENILAI KINERJA KEUANGAN DAERAH ( Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset Kabupaten Trenggalek Tahun Anggaran 2012 2015) REGIONS FINANCIAL RATIO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peralihan masa orde baru ke reformasi memberikan perubahan terhadap pemerintahan Indonesia. Salah satu perubahan tersebut adalah otonomi daerah yang merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN KLATEN TAHUN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN KLATEN TAHUN Analisi Kinerja Keuangan... (Bahrun Assidiqi) 1 ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN KLATEN TAHUN 2008-2012 FINANCIAL PERFORMANCE ANALISYS OF KLATEN REGENCY

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN ANGGARAN Susilowati 1) Suharno 2) Djoko Kristianto 3) ABSTRACT

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN ANGGARAN Susilowati 1) Suharno 2) Djoko Kristianto 3) ABSTRACT ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN ANGGARAN 2013 2015 Susilowati 1) Suharno 2) Djoko Kristianto 3) 1, 2, 3) Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Slamet Riyadi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2011-2014 Disusun Oleh : Nama : Andini NPM : 20212798 Program Studi : Akuntansi Pembimbing : Dr. Henny Medyawati, Skom., MM

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK 1 2 ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Farni Umar 1, Rio Monoarfa 2, Nilawaty Yusuf 3 Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yaitu oleh Pramono (2014) dengan judul Analisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintahan

Lebih terperinci

Fidelius, Analisis Rasio untuk Mengukur. ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MANADO.

Fidelius, Analisis Rasio untuk Mengukur. ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MANADO. ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MANADO oleh: Fidelius Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado email: fidel_trj@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN 2010-2015 Oleh: Febby Randria Ramadhani Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Muhammadiya Malang Email: febby.randria@gmail.com

Lebih terperinci

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN APBD DAN MENILAI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN ANGGARAN 20112015 Oleh : Sulis Rimawati (14115005) PENDAHULUAN Salah satu

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Dari analisis pertumbuhan belanja daerah untuk tahun 2012, 2013, dan

BAB VI PENUTUP. 1. Dari analisis pertumbuhan belanja daerah untuk tahun 2012, 2013, dan BAB VI PENUTUP 1.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari analisis pertumbuhan belanja daerah untuk tahun 2012, 2013, dan 2014, menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas dalam mengurus dan mengelola

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN )

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN ) 1 ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN 2009-2013) Sonia Fambayun soniafambayun@gmail.com Universitas Negeri Surabaya ABSTRACT This purpose

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan mencapai puncaknya pada tahun 1997 mendorong pemerintah pusat untuk melepaskan sebagian wewenang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menjelaskan sesuatu melalui sebuah penelitian (Ulum dan Juanda, 2016).

BAB III METODE PENELITIAN. menjelaskan sesuatu melalui sebuah penelitian (Ulum dan Juanda, 2016). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian berbentuk deskriptif. Penelitian Deskriptif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan sesuatu

Lebih terperinci

E.L. Tambuwun., S.S. Pangemanan., D.Afandi. Analisis Kinerja Keuangan. ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAHAN KOTA MANADO

E.L. Tambuwun., S.S. Pangemanan., D.Afandi. Analisis Kinerja Keuangan. ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAHAN KOTA MANADO ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAHAN KOTA MANADO Oleh: Evran Lexy Tambuwun 1 Sifrid S. Pangemanan 2 Dhullo Afandi 3 1,2,3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada

Lebih terperinci

M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri

M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri ANALISIS PENGALOKASIAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) (Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kota Kediri) M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub sistem pemerintahan Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KAUR

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KAUR ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KAUR Muhammad Zuhri Ahmad Soleh Fakultas Ekonomi Universitas Dehasen Bengkulu ABSTRAK Muhammad Zuhri dan Ahmad Soleh; Salah satu dampak positif dari

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah mencakup gambaran kinerja dan pengelolaan keuangan daerah tahuntahun sebelumnya (20102015), serta kerangka pendanaan. Gambaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Desentralisasi Fiskal a. Defenisi Desentralisasi Menurut UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 ayat 7 dan UU No 33 tentang Perimbangan

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS INDONESIA

1 UNIVERSITAS INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah di Indonesia memasuki babak baru seiring diberlakukannya desentralisasi fiskal. Dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang telah merasakan dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah menyebabkan pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, adanya desentralisasi pengelolaan pemerintah di daerah dan tuntutan masyarakat akan transparansi serta akuntabilitas memaksa pemerintah baik

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE 2011-2015 E-Journal Dibuat Oleh: Egi Nofrizal 022113233 FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN KETERGANTUNGAN KEUANGAN DAERAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SAROLANGUN. Amelia Sutriani C0E013027

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN KETERGANTUNGAN KEUANGAN DAERAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SAROLANGUN. Amelia Sutriani C0E013027 ANALISIS KEMANDIRIAN DAN KETERGANTUNGAN KEUANGAN DAERAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SAROLANGUN Amelia Sutriani C0E013027 ABSTRAK Skripsi ini berjudul Analisis Kemandirian dan ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada pembangunan nasional. Pembangunan nasional tidak hanya mengalami pertumbuhan, tetapi juga mengalami

Lebih terperinci

INUNG ISMI SETYOWATI B

INUNG ISMI SETYOWATI B PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE JAWA TENGAH PERIODE 2006-2007)

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI APBD ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI APBD 2001-2010 NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN A. Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan membuktikan secara empiris mengenai pengaruh positif pendapatan asli daerah, dana alokasi umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan layanan tersebut di masa yang akan datang (Nabila 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan layanan tersebut di masa yang akan datang (Nabila 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah adalah suatu organisasi yang diberi kekuasaan untuk mengatur kepentingan bangsa dan negara. Lembaga pemerintah dibentuk umumnya untuk menjalankan aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Otonomi daerah merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri tanpa campur tangan dari

Lebih terperinci