BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia seperti yang dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia seperti yang dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan masyarakat yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pasal 4 Undang Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 definisi kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Penyelenggaraan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh diperlukan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan kesehatan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang penting karena diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan. Meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga mendorong 1 Sri Siswati, 2015, Etika dan Hukum Kesehatan dalam Persfektif UU Kesehatan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 3 1

2 2 masyarakat untuk menuntut pelayanan kesehatan termasuk pelayanan obat yang semakin berkualitas dan profesional. 2 Obat tradisional merupakan salah satu jenis obat selain obat sintetik/modern. Obat tradisional telah lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat di Indonesia untuk tujuan pengobatan maupun perawatan kesehatan. Hal ini didukung oleh keanekaragaman hayati Indonesia yang merupakan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Tercatat lebih kurang jenis tanaman hidup di Indonesia, dan sekitar 2500 jenis diantaranya berkhasiat sebagai tanaman obat. 3 Beragamnya tanaman obat yang tumbuh di Indonesia membuat masyarakat berinisiatif untuk memanfaatkannya untuk pengobatan jika ada keluarga atau masyarakat yang sedang menderita suatu penyakit. Sebagai contoh masyarakat menggunakan jahe merah untuk mengobati batuk dan daun katuk untuk mengobati sembelit. 4 Masyarakat di daerah Jawa dan Madura telah mengenal obat tradisional dengan sebutan jamu, salah satu jamu yang dikenal seperti seduhan temulawak (Curcuma xanthorrhiza) untuk memelihara kesegaran tubuh. Masyarakat Kalimantan sangat akrab dengan obat tradisional pasak bumi (Eurycoma longifolia) untuk meningkatkan aktivitas seksual pria. Masyarakat di wilayah timur Indonesia yakni Papua memanfaatkan tanaman seperti rumput kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) untuk meningkatkan kesuburan wanita, tanaman akwani (Drymis 2 Purwanto Hardjosaputra, 2008, Daftar Obat Indonesia edisi 11, PT Mulia Purna Jaya Terbit, Jakarta, hlm. 5 3 Setiawan Dalimartha dan Felix Adrian, 2013, Ramuan Herbal Tumpas Penyakit, Penebar Swadaya, Jakarta, hlm.5 4 Obi Andareto, 2015, Apotik Herbal di Sekitar Anda, Pustaka Ilmu Semesta, Jakarta, hlm

3 3 anthon) untuk kemampuan seksual pria serta tanaman watu (Piper methytiscom) untuk penenang. 5 Masyarakat Indonesia meyakini obat tradisional memiliki beberapa kelebihan dibanding obat sintetik seperti efek samping yang relatif lebih kecil, harga yang lebih terjangkau, serta ketersediaan bahan baku yang lebih mudah didapat. 6 Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, obat tradisional telah diproduksi secara modern. Obat tradisional diproduksi dengan sajian yang praktis, seperti dalam bentuk tablet, kapsul, serbuk maupun dibuat dalam bentuk minuman dalam kotak. Hal inilah yang membuat minat masyarakat untuk menggunakan obat tradisional semakin meningkat dan menjadikan industri obat tradisional juga semakin berkembang. Pada tahun 2007, industri obat tradisional skala besar 97% berada di pulau Jawa dan 3% berada di luar pulau Jawa dengan laju pertumbuhan 6,4% pertahun, sedangkan industri obat tradisional skala kecil 73% berada di pulau Jawa dan 27% berada di luar pulau Jawa dengan laju pertumbuhan 1,8% per tahun. 7 Obat tradisional memiliki fungsi yang cukup vital dalam pelayanan kesehatan masyarakat sehingga pemerintah memandang perlu untuk mengatur produksi dan peredaran obat tradisional agar tetap terjaga keamanan, mutu dan khasiatnya. Regulasi tentang produksi dan peredaran obat tradisional di Indonesia diatur dengan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, serta 5 Hendri wasito, 2011, Obat Tradisional Kekayaan Alam Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm Ibid., hlm Martha Tilaar dan Bernard T. Widjaja, 2015, The Tale of Jamu: The Green Gold of Indonesia, Gramedia Pustaka Utama Publisher, Jakarta, hlm. 89

4 4 dalam peraturan pelaksananya seperti Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 007 Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Nomor HK Tahun 2008 tentang Pengawasan Pemasukan Obat Tradisional. Obat tradisional bersama-sama dengan obat, bahan obat, dan kosmetika tergolong dalam kategori sediaan farmasi. 8 Pasal 106 ayat (1) UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar. Hal ini diatur lebih lanjut dalam Permenkes Nomor 007 Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional pada Pasal 4, yaitu obat tradisional yang boleh beredar di Indonesia hanyalah obat tradisional yang telah memiliki nomor izin edar dari Badan POM, kecuali terhadap obat tradisional yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong, simplisia dan sediaan galenik untuk keperluan industri dan keperluan layanan pengobatan tradisional, dan sampel untuk penelitian, registrasi atau pameran dalam jumlah terbatas dan tidak diperjualbelikan. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memberikan ancaman pidana bagi produksi dan peredaran obat tradisional tanpa izin edar, yaitu dalam Pasal 197 yang berbunyi Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat 8 Pasal 1 angka 4 UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

5 5 kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp ,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Ancaman pidana ini jauh lebih tinggi dibanding ancaman pidana dalam UU sebelumnya (UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 9 pada Pasal 81 ayat (2) huruf c) yang hanya mengancam dengan pidana penjara maksimal 7 tahun dan atau denda paling banyak 140 juta rupiah. Pasal 189 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga memberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) disamping penyidik Polri. Berdasarkan Keppres Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departeman sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Perpres Nomor 145 Tahun 2015, PPNS yang berwenang dalam hal penyidikan peredaran sediaan farmasi (termasuk obat tradisional) tanpa izin edar adalah PPNS Badan POM. PPNS Badan POM selain berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana obat tradisional, juga berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku pada tanggal 13 Oktober 2009 berdasarkan Pasal 204 dan Pasal 205 UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 10 Pasal 341 Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2004 dan Pasal 13 Peraturan Kepala Badan POM Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.

6 6 Diantara semua kasus tindak pidana yang ditangani PPNS Badan POM, tindak pidana peredaran obat tradisional tanpa izin edar termasuk kasus yang sering ditangani. Berdasarkan data perkara tindak pidana yang ditangani PPNS Badan POM di seluruh Indonesia, pada tahun 2014 dari total 291 kasus yang ditangani terdapat 84 kasus peredaran obat tradisional tanpa izin edar (29%), 11 sedangkan pada tahun 2015, dari total 277 kasus yang ditangani terdapat 60 kasus peredaran obat tradisional tanpa izin edar (22%). 12 Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai salah satu provinsi di Indonesia juga tak luput dari peredaran obat tradisional tanpa izin edar. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta (BBPOM di Yogyakarta) pada tahun 2015 menemukan ribuan produk ilegal yang diantaranya adalah produk obat tradisional tanpa izin edar. 13 Pada tahun 2016, di bulan Maret 2016 BBPOM di Yogyakarta menyita ribuan obat tradisional tanpa izin edar 14 dan pada bulan September 2016 ditemukan lagi ribuan obat tradisional tanpa izin edar. 15 Maraknya peredaran obat tradisional tanpa izin edar di Provinsi D.I. Yogyakarta membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimanakah kebijakan kriminal dalam penanggulangan peredaran obat 11 Badan POM, 2015, Laporan Tahunan Badan POM Tahun 2014, Badan POM, Jakarta, hlm Badan POM, 2016, Laporan Tahunan Badan POM Tahun 2015, Badan POM, Jakarta, hlm Liputan 6, BPOM DIY Sita Ribuan Obat dan Kosmetik Ilegal, diakses pada 17 Oktober Tribunnews, BBPOM DIY Amankan Empat Truk Jamu Tak Berizin, diakses pada 01 Maret Kedaulatan Rakyat, BBPOM Sita Obat Tradisional Ilegal, diakses pada 13 Desember 2016

7 7 tradisional tanpa izin edar. Kebijakan kriminal adalah usaha-usaha yang rasional dari masyarakat untuk menanggulangi kejahatan. 16 Kebijakan kriminal ini terbagi dua yaitu kebijakan penal dan kebijakan non penal. Menurut Barda Nawawi Arief yang mengutip pendapat Marc Ancel, kebijakan penal adalah ilmu sekaligus seni yang bertujuan untuk membuat peraturan hukum pidana dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan untuk menerapkan undang-undang dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan. 17 Kebijakan non penal adalah upaya penanggulangan kejahatan di luar hukum pidana melalui penanganan faktorfaktor yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan. 18 Instansi yang diberi tugas mengawasi peredaran sediaan farmasi (termasuk obat tradisional) dan pangan di Indonesia adalah Badan POM, dan untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tugas tersebut dijalankan oleh BBPOM di Yogyakarta. BBPOM di Yogyakarta melakukan penanggulangan peredaran obat tradisional tanpa izin edar melalui jalur penal dan non penal. Jalur penal dilakukan melalui penegakan hukum yang dilakukan oleh PPNS BBPOM di Yogyakarta sedangkan jalur non penal dilakukan melalui programprogram pencegahan dan penyuluhan kepada masyarakat. 16 Sudarto, 1986, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, hlm Barda Nawawi Arief, 2014, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Kencana, Jakarta, hlm Ibid., hlm. 46

8 8 Instansi lain yang turut berperan dalam penanggulangan peredaran obat tradisional tanpa izin edar adalah Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda D.I. Yogyakarta) dan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinkes D.I. Yogyakarta). Polda D.I. Yogyakarta berperan dalam jalur penal karena mempunyai peran sebagai Koordinator dan Pengawas (Korwas) bagi PPNS termasuk PPNS BBPOM di Yogyakarta serta memiliki penyidik umum yang juga berwenang menangani kasus peredaran obat tradisional tanpa izin edar. Dinkes D.I. Yogyakarta berperan dalam jalur non penal karena bertugas dalam memberikan pembinaan kesehatan kepada masyarakat dan pelaku usaha termasuk memberikan pembinaan yang terkait dengan obat tradisional. Kerja sama dan upaya yang konsisten dari BBPOM di Yogyakarta, Polda D.I. Yogyakarta dan Dinkes D.I. Yogyakarta dalam penanggulangan peredaran obat tradisional tanpa izin edar penting agar dicapai hasil yang maksimal. Selain itu, diperlukan pemikiran-pemikiran ke depan untuk menentukan faktor-faktor yang perlu dilakukan perbaikan dan bagaimana sebaiknya perbaikan tersebut dilakukan. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian serta pembahasan terkait permasalahan tersebut yang akan disajikan dalam bentuk tesis dengan judul Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Peredaran Obat Tradisional Tanpa Izin Edar.

9 9 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah upaya penanggulangan peredaran obat tradisional tanpa izin edar di Provinsi D.I. Yogyakarta? 2. Bagaimanakah seharusnya kebijakan penanggulangan peredaran obat tradisional tanpa izin edar di masa mendatang? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas yang menjadi tujuan penelitian adalah : 1. Mengetahui dan mengkaji upaya penanggulangan peredaran obat tradisional tanpa izin edar di Provinsi D.I. Yogyakarta. 2. Mengkaji prospek kebijakan penanggulangan peredaran obat tradisional tanpa izin edar di masa mendatang. D. Manfaat Penelitian 1. Kegunaan Akademis Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya hukum pidana yang berkaitan dengan kebijakan kriminal dan hukum kesehatan yang berkaitan dengan obat tradisional.

10 10 2. Kegunaan Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pemerintah dan DPR dalam mengambil kebijakan terkait penanggulangan peredaran obat tradisional tanpa izin edar. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi masyarakat untuk lebih mewaspadai peredaran obat tradisional tanpa izin edar. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran yang penulis lakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan media elektronik/online, penulis belum menemukan penelitian yang sama atau identik dengan judul penelitian ini. Namun demikian, terdapat beberapa penelitian yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini yaitu : 1. Dini Harpina Suci Sitorus, 19 Program Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dengan judul skripsi Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dari Jamu Tradisional Yang Mengandung Bahan Kimia Obat Di Kota Yogyakarta. Dalam penelitian ini yang bersangkutan mengambil 2 rumusan masalah yaitu : 19 Dini Harpina Suci Sitorus, 2015, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dari Jamu Tradisional Yang Mengandung Bahan Kimia Obat Di Kota Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

11 11 a. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi konsumen dari jamu tradisional yang mengandung bahan kimia obat di Kota Yogyakarta? b. Apa yang menjadi hambatan Balai Besar POM (BBPOM) di Yogyakarta dalam mengawasi peredaran jamu tradisional yang mengandung bahan kimia obat dan bagaimana cara mengatasinya? Kesimpulan dari penelitian ini adalah pertama, pelaksanaan perlindungan hukum terhadap konsumen dari jamu tradisional yang mengandung BKO tidak bisa hanya mengandalkan pengetahuan konsumen maupun kepatuhan pelaku usaha saja, melainkan perlu dilakukan pengawasan oleh instansi pemerintah yaitu terhadap substansi jamu tradisional dilakukan oleh BBPOM di Yogyakarta sedangkan pengawasan terhadap sarana produksi jamu tradisional berupa UMOT (Usaha Mikro Obat Tradisional) untuk tingkat kota atau kabupaten dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Kedua, terdapat dua jenis hambatan yang dihadapi BBPOM di Yogyakarta yaitu hambatan internal berupa kurangnya jumlah dan pengetahuan petugas serta hambatan eksternal yaitu kurangnya pengetahuan masyarakat serta pelaku usaha yang mengejar keuntungan bisnis semata. Upaya mengatasinya adalah dengan melakukan edukasi baik terhadap masyarakat maupun terhadap petugas. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian penulis adalah pertama, penelitian di atas mengkaji tentang perlindungan konsumen, sedangkan penelitian penulis mengkaji tentang kebijakan kriminal. Kedua, penelitian di atas mengkaji obat tradisional yang mengandung bahan kimia

12 12 obat sedangkan penelitian penulis mengkaji obat tradisional tanpa izin edar. 2. Dwi Maryati, 20 Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dengan judul tesis Pelaksanaan Pengawasan Perlindungan Konsumen oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Terhadap Kasus Peredaran Obat, Makanan dan Minuman, Kosmetik dan Obat Tradisional Ilegal di Sumatera Barat (Studi Kasus Toko AMD Aziz). Dalam penelitian ini yang bersangkutan mengambil 2 rumusan masalah yaitu : a. Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Padang terhadap peredaran kosmetik ilegal dalam kasus Toko AMD Aziz? b. Bagaimanakah fungsi dan peranan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Padang dalam melindungi konsumen terhadap peredaran obat, makanan dan minuman, kosmetik dan obat tradisional ilegal, serta hambatan-hambatan yang dijumpai dan cara mengatasinya? Kesimpulan dari penelitian ini adalah pertama, pengawasan yang dilakukan oleh BBPOM ditekankan pada kegiatan pengawasan peredaran produk ilegal dalam studi kasus Toko AMD Aziz untuk melindungi konsumen yaitu dalam bentuk pengawasan pre-market dan post-market. Pengawasan pre-market dilakukan dengan mengawasi pemenuhan 20 Dwi Maryati, 2012, Pelaksanaan Pengawasan Perlindungan Konsumen oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Terhadap Kasus Peredaran Obat, Makanan dan Minuman, Kosmetik dan Obat Tradisional Ilegal di Sumatera Barat (Studi Kasus Toko AMD Aziz), Tesis, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

13 13 kewajiban produsen terhadap sarana produksi yang harus memenuhi syarat standar produksi dan alat produksi yang baik serta surat izin edar yang wajib dimiliki oleh produsen agar produk yang dihasilkan dapat diedarkan ke masyarakat. Pengawasan post-market dilakukan dengan mengevaluasi produk-produk yang beredar apakah sudah sesuai dengan mutu dan standar yang ditetapkan oleh BPOM dan dimana produk tersebut tidak masuk dalam daftar public warning BPOM, pengawasan post-market dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap pencegahan dan penyuluhan serta tahap penindakan hukum. Kesimpulan yang kedua adalah, pelaksanaan fungsi dan peranan BBPOM di Padang dalam upaya perlindungan konsumen adalah sesuai tugas dan fungsinya dengan melakukan pengawasan mutu, keamanan dan kemanfaatan produk terapetik/obat. Pengawasan tersebut dilakukan secara berkesinambungan yaitu pengawasan yang dimulai sebelum produk beredar yaitu dengan evaluasi produk pada saat didaftarkan (pre-market), inspeksi sarana produksi sampai kepada pengawasan produk di peredaran (post-market). Pelaksanaan fungsi dan peranan BBPOM tidak luput dari hambatan-hambatan yang harus dihadapi seperti kurangnya sumber daya manusia, anggaran yang minim, dan rendahnya pengetahuan konsumen maupun pelaku usaha mengenai produk ilegal dan mengandung bahan berbahaya. Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut maka BBPOM perlu berperan lebih aktif dalam menyebarkan informasi dan melakukan penyuluhan di masyarakat.

14 14 Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian penulis adalah pertama, penelitian di atas mengkaji tentang perlindungan konsumen, sedangkan penelitian penulis mengkaji tentang kebijakan kriminal. Kedua, meskipun dalam judulnya mencakup obat tradisional, namun dalam pembahasan penelitian tersebut lebih berfokus kepada peredaran kosmetik ilegal. 3. Gaery Rahman Saputra, 21 Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten, dengan judul skripsi Pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Banten dalam Peredaran Obat Tradisional di Kota Serang. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam peredaran obat-obatan tradisional di Kota Serang? Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengawasan BPOM dalam peredaran obat-obatan tradisional di Kota Serang masih belum optimal, karena permasalahan dan hambatan sebagai berikut. Pertama, jumlah pegawai pengawas peredaran obat tradisional masih minim dan rendahnya partisipasi masyarakat. Kedua, minimnya jumlah SDM tersebut membuat BPOM menetapkan skala prioritas yang lebih difokuskan pada wilayah yang lebih banyak melakukan pelanggaran. Ketiga, sumber daya peralatan khususnya sarana transportasi belum memadai. Keempat, kurangnya sosialisasi BPOM kepada masyarakat. 21 Gaery Rahman Saputra, 2014, Pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Banten dalam Peredaran Obat Tradisional di Kota Serang, Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten

15 15 Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian penulis adalah pertama, karena penelitinya adalah mahasiswa dari fakultas ilmu sosial dan ilmu politik, maka pembahasannya merupakan penelitian ilmu sosial dengan menggunakan teori ilmu sosial sedangkan penelitian penulis merupakan penelitian hukum dengan menggunakan teori-teori dalam ilmu hukum. Kedua, penelitian di atas dilakukan di Kota Serang sedangkan penelitian penulis akan dilakukan di wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta. Dengan demikian terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini dianggap telah memenuhi kaidah keaslian penelitian. Apabila di kemudian hari ditemukan bahwa permasalahan dalam penelitian ini pernah diteliti oleh peneliti lain, maka diharapkan penelitian ini dapat saling melengkapi dengan penelitian tersebut.

I. PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD

I. PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya dari berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan masyarakat merupakan program kesejahteraan yang harus diwujudkan pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya dari berbagai persoalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa suatu negara pada kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

Lebih terperinci

STUDI KASUS Berdasarkan laporan dari masyarakat bahwa disinyalir Toko Kosmetik Berkah yang beralamat di JMP Lt. I Blok 22 Surabaya menjual kosmetik

STUDI KASUS Berdasarkan laporan dari masyarakat bahwa disinyalir Toko Kosmetik Berkah yang beralamat di JMP Lt. I Blok 22 Surabaya menjual kosmetik STUDI KASUS Berdasarkan laporan dari masyarakat bahwa disinyalir Toko Kosmetik Berkah yang beralamat di JMP Lt. I Blok 22 Surabaya menjual kosmetik tidak terdaftar/ illegal dan mengandung bahan terlarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pendapat Ta adi, Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan salah satu unsur penting dalam pelayanan kesehatan. Diawali dari pencegahan, diagnosa, pengobatan dan pemulihan, obat menjadi salah satu komponen

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KASUS VAKSIN PALSU DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG Oleh: Ophi Khopiatuziadah * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 14 Oktober 2016 Kejahatan yang dilakukan para tersangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan diartikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap keberadaan dan ketahanan hidup manusia. Mengingat kadar

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap keberadaan dan ketahanan hidup manusia. Mengingat kadar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar karena berpengaruh terhadap keberadaan dan ketahanan hidup manusia. Mengingat kadar kepentingan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat. Kesehatan merupakan hak asasi

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sudah ada dan semakin berkembang dari waktu ke waktu, disamping itu pula kosmetik berperan penting untuk menunjang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KESEHATAN NO. 36 TH. 2009

UNDANG-UNDANG KESEHATAN NO. 36 TH. 2009 UNDANG-UNDANG KESEHATAN NO. 36 TH. 2009 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN LAPANGAN MENGENAI KASUS PELAKU USAHA YANG MEMPRODUKSI DAN MENJUAL KOSMETIK ILEGAL YANG BERBAHAYA

BAB III HASIL PENELITIAN LAPANGAN MENGENAI KASUS PELAKU USAHA YANG MEMPRODUKSI DAN MENJUAL KOSMETIK ILEGAL YANG BERBAHAYA BAB III HASIL PENELITIAN LAPANGAN MENGENAI KASUS PELAKU USAHA YANG MEMPRODUKSI DAN MENJUAL KOSMETIK ILEGAL YANG BERBAHAYA A. Kronologi Kasus Produksi dan Penjualan Kosmetik Ilegal yang Berbahaya 1. Kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kejahatan dan pelanggaran hukum dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kejahatan dan pelanggaran hukum dalam bidang kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kejahatan dan pelanggaran hukum dalam bidang kesehatan yang marak terjadi pada saat ini adalah kejahatan dibidang farmasi. Sebab dalam dunia farmasi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kesehatan merupakan hak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI KARANGANYAR, : a. Bahwa kesehatan merupakan hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan menjadi hak semua orang. Kesehatan yang dimaksud tidak hanya sekedar sehat secara fisik atau jasmani, tetapi juga secara mental,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana Penegak hukum adalah petugas badan yang berwenang dan berhubungan dengan masalah peradilan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA. (Skripsi) Oleh BEKI ANTIKA

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA. (Skripsi) Oleh BEKI ANTIKA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA (Skripsi) Oleh BEKI ANTIKA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 ABSTRAK UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP

Lebih terperinci

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat Sejalan dengan prioritas pembangunan jangka menengah, tantangan, beban dan tanggung jawab pengawasan obat dan makanan dirasakan semakin berat. Untuk itu, Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA Dalam uraian-uraian yang telah di jelaskan sebelumnya maka dalam hal ini penulis berpendapat bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman. aktivitas keseharian dan pola pengobatan masyarakat di Indonesia. Saat jenis penyakit akibat

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman. aktivitas keseharian dan pola pengobatan masyarakat di Indonesia. Saat jenis penyakit akibat Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman Perkembangan tingkat kehidupan masyarakat dunia ke arah modern turut mempengaruhi gaya hidup masyarakat. Hal ini secara tidak langsung juga berdampak pada perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah Negara Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahannya mempunyai kewajiban untuk melindungi kepentingan rakyatnya, baik dalam bidang kesejahteraan,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA YANG DISALAHGUNAKAN DALAM PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik. dan responsibilitas yang diuraikan sebagai berikut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik. dan responsibilitas yang diuraikan sebagai berikut. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan yang

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/ LEMBAGA : BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) 1 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM 1.1

Lebih terperinci

Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional

Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional disampaikan oleh: Drs. Ondri Dwi Sampurno, M.Si, Apt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.226,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.21.3592 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 05018/SK/KBPOM TAHUN 2001 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang salah satunya adalah kesehatan. Pengertian dari kesehatan tidak hanya sebatas sehat secara jasmani dan rohani, namun sehat

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA YANG DISALAHGUNAKAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program Lampiran 1 RKT RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian mutu, keamanan, dan khasiat permohonan pendaftaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering terjadi di dalam tindak pidana keimigrasian. Izin tinggal yang diberikan kepada

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan.

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan. Lampiran 2 PKK PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian permohonan pendaftaran produk permohonan Dana (Rp)

Lebih terperinci

Kajian Thd Penegakan Hukum Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Ilegal Berdasarkan UU Kesehatan - Author: Swante Adi Krisna

Kajian Thd Penegakan Hukum Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Ilegal Berdasarkan UU Kesehatan - Author: Swante Adi Krisna SKRIPSI HUKUM PIDANA Kajian Thd Penegakan Hukum Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Ilegal Berdasarkan UU Kesehatan - Author: Kajian Thd Penegakan Hukum Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatannya banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat mulai dari melakukan

I. PENDAHULUAN. kesehatannya banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat mulai dari melakukan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan manusia akan kesehatan yang layak, setiap hari semakin meningkat. Hal ini berdampak pada usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kualitas

Lebih terperinci

FUNGSI BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DALAM PRODUK KOSMETIKA DI KOTA SAMARINDA

FUNGSI BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DALAM PRODUK KOSMETIKA DI KOTA SAMARINDA ejournal Administrasi Negara, 2016, 4 (2): 4189-4198 ISSN 0000-0000, ejournal.an.fisip-unmul.ac.id Copyright 2016 FUNGSI BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DALAM PRODUK KOSMETIKA DI KOTA SAMARINDA Rosaria

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENGELOMPOKAN OBAT BAHAN ALAM

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENGELOMPOKAN OBAT BAHAN ALAM Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat tanggal 15 Juni 2016 RANCANGAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM)Pekanbaru. Pembentukan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Pekanbaru diawali oleh terbentuknya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA YANG DISALAHGUNAKAN DALAM PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 72 TAHUN 1998 (72/1998) Tanggal: 16 SEPTEMBER 1998 (JAKARTA) Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT

Lebih terperinci

BAB XX KETENTUAN PIDANA

BAB XX KETENTUAN PIDANA Undang-undang Kesehatan ini disyahkan dalam sidang Paripurna DPR RI tanggal 14 September 2009 1 PASAL-PASAL PENYIDIKAN DAN HUKUMAN PIDANA KURUNGAN SERTA PIDANA DENDA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan perundang-undangan. Izin menurut definisi yaitu perkenan atau

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan perundang-undangan. Izin menurut definisi yaitu perkenan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Izin merupakan perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ketentuan

Lebih terperinci

PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN DALAM TINDAK PIDANA DI BIDANG FARMASI DI KOTA PALU IRWAN SYAH / D

PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN DALAM TINDAK PIDANA DI BIDANG FARMASI DI KOTA PALU IRWAN SYAH / D PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN DALAM TINDAK PIDANA DI BIDANG FARMASI DI KOTA PALU IRWAN SYAH / D 101 10 511 ABSTRAK Tulisan serta penelitian ini,akan menunjukkan

Lebih terperinci

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 KEBIJAKAN KRIMINAL PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) BERSUBSIDI Oleh : Aprillani Arsyad, SH,MH 1 Abstrak Penyalahgunaan Bahan Bakar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetik dan alat kesehatan. Melalui

Lebih terperinci

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO.

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO. BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO. 109 TAHUN 2012 3.1 Kewenangan Pengawasan Terhadap Label Produk Rokok Kewenangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut ini disajikan kesimpulan

BAB III PENUTUP. telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut ini disajikan kesimpulan 53 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maupun pembahasan, serta analisis yang telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut ini disajikan kesimpulan yang merupakan jawaban

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGAWASAN ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

KEBIJAKAN PENGAWASAN ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI/KABUPATEN/KOTA KEBIJAKAN PENGAWASAN ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI/KABUPATEN/KOTA Disampaikan oleh: Ir. Sodikin Sadek, M.Kes Direktur Pengawasan Alkes dan PKRT OUTLINE 1 2 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi global yang semakin terbuka berpengaruh pada kegiatan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi global yang semakin terbuka berpengaruh pada kegiatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi global yang semakin terbuka berpengaruh pada kegiatan ekspor dan impor barang. Kegiatan ekspor dan impor barang yang tidak dikendalikan oleh kebijakan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN (Studi tentang Pembinaan dan Pengawasan Obat Tradisional Hasil Industri Kecil Obat Tradisional oleh Dinas Kesehatan dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM)

Lebih terperinci

UPAYA PENAL DAN NON PENAL DALAM PENANGGULANGAN PEREDARAN KOSMETIK ILEGAL DIWILAYAH HUKUM KOTA JAMBI ARTIKEL. Oleh Firsleydent Simbolon Nim ERB

UPAYA PENAL DAN NON PENAL DALAM PENANGGULANGAN PEREDARAN KOSMETIK ILEGAL DIWILAYAH HUKUM KOTA JAMBI ARTIKEL. Oleh Firsleydent Simbolon Nim ERB UPAYA PENAL DAN NON PENAL DALAM PENANGGULANGAN PEREDARAN KOSMETIK ILEGAL DIWILAYAH HUKUM KOTA JAMBI ARTIKEL Oleh Firsleydent Simbolon Nim ERB10012080 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Upaya

Lebih terperinci

OPERASI PANGEA VIII TAHUN 2015 BERANTAS PEREDARAN ONLINE PRODUK OBAT ILEGAL. Roy Sparringa Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

OPERASI PANGEA VIII TAHUN 2015 BERANTAS PEREDARAN ONLINE PRODUK OBAT ILEGAL. Roy Sparringa Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan OPERASI PANGEA VIII TAHUN 2015 BERANTAS PEREDARAN ONLINE PRODUK OBAT ILEGAL Roy Sparringa Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Press Release Hasil Operasi Pangea VIII tahun 2015 Jakarta, 25 Juni 2015

Lebih terperinci

BAB III WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BBPOM DALAM PENGAWASAN TERHADAP DISTRIBUSI OBAT TRADISIONAL DI KOTA BANDUNG

BAB III WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BBPOM DALAM PENGAWASAN TERHADAP DISTRIBUSI OBAT TRADISIONAL DI KOTA BANDUNG 35 BAB III WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BBPOM DALAM PENGAWASAN TERHADAP DISTRIBUSI OBAT TRADISIONAL DI KOTA BANDUNG A. Gambaran Umum Kota Bandung Kota Bandung terletak di antara 107 36 Lintang Selatan,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN FILE EDIT 16 November 2016 Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2013

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2013 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN OBAT DAN MAKANAN ILEGAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. harus di wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana di

BAB 1 PENDAHULUAN. harus di wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang kesehatan merupakan salah satu bagian dari pembangunan Nasional. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus di wujudkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung 1. Sejarah Singkat BBPOM Kota Bandar Lampung Pada awalnya Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.498, 2016 BPOM. Obat Tradisional Tidak Memenuhi Persyaratan. Penarikan dan Pemusnahan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENGAWASAN TERHADAP PRODUKSI OBAT TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF NEGARA HUKUM

BAB II TEORI PENGAWASAN TERHADAP PRODUKSI OBAT TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF NEGARA HUKUM 23 BAB II TEORI PENGAWASAN TERHADAP PRODUKSI OBAT TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF NEGARA HUKUM A. Teori Negara Hukum Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan,

Lebih terperinci

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta 1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini

Lebih terperinci

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut : Apa sanksi hukum penyalahguna narkoba? Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut : Pasal 111 UU RI No. 35 Tahun 2009 [bagi tersangka kedapatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2008 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2008 T E N T A N G PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2008 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA KESEHATAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DAN SERTIFIKASI BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN 392 LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 393 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, penyalahgunaan narkotika dapat berdampak negatif, merusak dan mengancam berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pasal 28 huruf H ayat (1), Undang undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. melalui pasal 28 huruf H ayat (1), Undang undang Dasar Negara Republik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang telah dijamin oleh Konsitusi melalui pasal 28 huruf H ayat (1), Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai

I. PENDAHULUAN. dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia, dan menduduki urutan kedua setelah Brazil.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1714, 2015 KEMENKES. Etalase dan Gerai. Djamoe. Terdaftar. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG GERAI DJAMOE TERDAFTAR DAN ETALASE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah menentukan cita-cita dan

BAB I PENDAHULUAN. Tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah menentukan cita-cita dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sebagai bangsa merdeka dan berdaulat yang telah diproklamirkan pada Tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah menentukan cita-cita dan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Rumah Tangga Usaha rumah tangga dapat didefinisikan sebagai berikut: 1. Usaha rumah tangga adalah usaha yang melakukan kegiatan mengolah barang dasar menjadi barang

Lebih terperinci

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik sangat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis dari Pengaturan Tindak Pidana dan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis dari Pengaturan Tindak Pidana dan 84 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis dari Pengaturan Tindak Pidana dan PertanggungjawabanPidana Terhadap Tindak Pidana Penjualan Obat Herbal Palsudi Indonesia melalui media elektronik maka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan, diperlukan merupakan suatu usaha yang mana. maupun non-fisik. Dalam rangka mencapai hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan, diperlukan merupakan suatu usaha yang mana. maupun non-fisik. Dalam rangka mencapai hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan merupakan hal terpenting yang diperlukan oleh tubuh manusia. Dalam upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan, diperlukan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495]

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495] UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 80 (1) Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG II. KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG 2.1 Sejarah dan Perkembangan BPOM RI Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertugas untuk mengawasi obat dan makanan sehingga dapat melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan

Lebih terperinci

Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol : 20-27

Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol : 20-27 20 Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol 2.1.2012 : 20-27 Kajian Peraturan...(Sudibyo Supardi, e t.al) sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun non elektronik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak hanya menyangkut masalah substansinya saja, akan tetapi selalu berkaitan dengan nilai-nilai yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan mencakup berbagai macam jenis dan cara. Pembajakan sudah. dianggap menjadi hal yang biasa bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan mencakup berbagai macam jenis dan cara. Pembajakan sudah. dianggap menjadi hal yang biasa bagi masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembajakan merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang sering kita dengar dan sering kita jumpai dengan mudah pada saat ini. Pembajakan yang dilakukan mencakup berbagai

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oleh : Wahab Ahmad, S.HI., SH (Hakim PA Tilamuta, Dosen Fakultas Hukum UG serta Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas

Lebih terperinci