BAB I PENDAHULUAN. Keragaman curah hujan (rainfall variability) menurut ruang (spatial) dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Keragaman curah hujan (rainfall variability) menurut ruang (spatial) dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keragaman curah hujan (rainfall variability) menurut ruang (spatial) dan waktu (temporal) menyebabkan jumlah, waktu dan penyebaran curah hujan berbeda antar wilayah dan antar waktu. Keragaman ini sering kali sulit diprediksi dan diantisipasi akibat dinamika atmosfer, sehingga selalu terjadi ketidaksesuaian antara yang diperlukan dan yang tersedia. Pada musim kemarau, pasokan air sangat terbatas, sementara kebutuhannya relatif tetap, sehingga pasokan air untuk pertanian menjadi terbatas. Pada musim kering dapat menyebabkan terjadinya kegagalan usaha pertanian, perkebunan, peternakan dan lainnya, sementara kondisi sebaliknya pada musim hujan terjadi kelebihan air dan ketika sungaisungai maupun saluran lainnya tidak mampu mengalirkan air maka terjadilah banjir. Menurut laporan Kajian Kebijakan Penanggulangan Banjir pada Deputi Bidang Sarana dan Prasarana tahun 2010 yang dilakukan oleh Direktorat Pengairan dan Irigasi dinyatakan bahwa di seluruh Indonesia tercatat sungai induk dan 600 diantaranya berpotensi menimbulkan banjir. Daerah rawan banjir yang dicakup oleh sungai-sungai induk ini mencapai 1,4 juta hektar. Menurut suripin (2008) dinyatakan bahwa banjir yang terjadi di daerah-daerah rawan pada dasarnya disebabkan oleh kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya

2 perubahan tata guna lahan dan berdampak pada perubahan alam. Penyebab lainnya adalah peristiwa alam seperti curah hujan yang sangat tinggi, kenaikan permukaan air laut, badai, dan sebagainya. Disamping itu banjir juga dapat terjadi akibat dari degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada catchment area, pendangkalan sungai akibat sedimentasi, penyempitan alur sungai dan sebagainya. Lebih lanjut dilaporkan oleh Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Direktorat Pengairan dan Irigasi bahwa hampir seluruh kegiatan penanganan masalah banjir yang dilakukan pemerintah melalui berbagai proyek pembangunan dengan lebih mengandalkan pada upaya yang bersifat fisik atau struktur (structural approach). Berbagai upaya struktural (infrastruktur) yang telah dilakukan pada umumnya masih sangat kurang memadai bila dibandingkan dengan laju peningkatan masalah. Masyarakat baik yang secara langsung menderita masalah maupun yang tidak langsung menyebabkan terjadinya masalah masih kurang berperan baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan operasi serta pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana fisik pengendali banjir maupun terhadap upaya-upaya nonfisik. Hal ini kemungkinan besar disebabkan adanya berbagai kendala yang ada dimasyarakat antara lain menyangkut kondisi sosial ekonomi serta belum adanya kesamaan pemahaman terhadap upaya mengatasi masalah banjir. Masalah banjir berdampak sangat luas terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, oleh sebab itu upaya untuk mengatasinya harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai kegiatan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perubahan lingkungan yang terjadi

3 sebagai dampak dari berbagai kegiatan manusia termasuk perubahan iklim berkenaan dengan pemanasan global, berpengaruh sangat signifikan terhadap upaya mengatasi masalah banjir, antara lain dengan terjadinya kenaikan muka air laut dan peningkatan frekuensi curah hujan yang tinggi. Pembangunan fisik baik di perkotaan maupun di perdesaan dengan membudidayakan kawasan yang berupa dataran banjir yang rawan tergenang banjir masih terus berlangsung, demikian pula perusakan lingkungan di daerah aliran sungai (DAS), sehingga masalah banjir masih terus meningkat dari waktu ke waktu. Sehubungan dengan hal tersebut maka upaya mengatasinya perlu lebih ditingkatkan. Untuk itu diperlukan penyempurnaan atau bahkan perubahan paradigma, kebijakan, strategi dan kegiatan penanganan masalah banjir ke depan baik yang menyangkut aspek-aspek teknis maupun nonteknis. Secara visual genangan dapat terjadi sebagai akibat luapan air dari sungai, akibat hujan setempat yang kurang lancar masuk ke saluran drainase atau ke sungai sehingga menimbulkan genangan. Ada kalanya genangan akibat air laut masuk ke daratan pada saat air pasang yang lazim disebut rob atau gabungan dari keduanya maupun ketiganya. Banjir merupakan fenomena alam berupa kelebihan air yang menjadi limpasan permukaan akibat sungai maupun saluran-saluran yang ada (drainase) tidak mampu lagi mengalirkan air yang berlebihan tersebut. Selain itu bentuk sungai yang berliku-liku (meander) juga menyebabkan kecepatan aliran relatif rendah untuk mengalirkan air yang berlebih sehingga menimbulkan genangan di kiri kanan sungai. Dari aspek tataguna lahan juga dapat berpengaruh sebagai

4 pemicu terjadinya banjir di mana.perubahan atau alih fungsi lahan sebagian hutan menjadi lahan pertanian, pemukiman atau lainya sesuai kebutuhan pembangunan daerah mengakibatkan luas daerah resapan air menjadi berkurang sehingga penyerapan air hujan ke dalam tanah menjadi kecil dan sebaliknya limpasan permukaan menjadi lebih besar. Intensitas hujan yang tinggi sebagai penyebab banjir merupakan fenomena alam yang datangnya tidak dapat dihindari sebab hal ini merupakan gejala alam yang berusaha membuat perimbangan akibat perlakuan manusia terhadap alam, namun manusia dapat membuat perlakuan teknis terhadap alam untuk dapat mengendalikan kelebihan air tersebut sehingga mengurangi atau mengiliminir dampaknya sekecil mungkin dan tidak menimbulkan korban baik harta maupun nyawa manusia. Akibat tingginya intensitas hujan maka terjadi limpasan permukaan sehingga ada korelasi antara hujan dan limpasan (kelebihan air yang dapat menyebabkan banjir) merupakan dua fenomena yang tidak dapat dipisahkan yang saling terkait satu sama lainnya (Soemarto, 1993). Hujan merupakan fenomena alam yang tidak dapat diketahui secara pasti namun dapat dilakukan perkiraan-perkiran berdasarkan data-data hujan terdahulu. Semakin banyak data hujan maka akan semakin mendekati akurasi perkiraanperkiran yang akan dilakukan (Subarkah, 1980). Dalam suatu perencanaan, kebutuhan akan data yang akurat tidak dapat dihindari sebab jika data yang ada tidak akurat niscaya hasil dari perencanaanpun tidak seperti yang diharapkan. Sebagaimana diketahui bahwa ketersediaan data di Indonesia sangat minim dan tingkat akurasinya juga rendah.

5 Menurut Rencana Aksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Pusat tahun 2010 bahwa ditinjau dari karakteristik geografis dan geologis wilayah Indonesia adalah salah satu kawasan rawan bencana banjir. Sekitar 30% dari 600 sungai yang ada di Indonesia melintasi wilayah padat penduduk. Kondisi penduduk sebagian adalah miskin dan tinggal di daerah rawan banjir. Pada umumnya bencana banjir tersebut terjadi di wilayah Indonesia bagian barat yang menerima curah hujan lebih tinggi dibandingkan dengan di bagian Timur. Berdasarkan kondisi morfologis, penyebab banjir adalah karena relief bentang alam Indonesia yang sangat bervariasi dan banyaknya sungai yang mengalir diantaranya. Daerah rawan banjir tersebut diperburuk dengan penggundulan hutan atau perubahan tata-guna lahan yang tidak memperhatikan daerah resapan air. Perubahan tataguna lahan yang kemudian berakibat menimbulkan bencana banjir, dapat dibuktikan antara lain di daerah perkotaan sepanjang pantai terutama yang dialiri oleh sungai. Penebangan hutan secara tidak terkontrol juga menyebabkan peningkatan aliran permukaan (run off), sehingga dapat menimbukan banjir bandang dan kerusakan lingkungan di daerah satuan wilayah sungai. Berdasarkan Pedoman Penanggulangan Bencana Banjir (2008), dinyatakan bahwa dampak bencana banjir akan terjadi pada beberapa aspek dengan tingkat kerusakan berat, Aspek-aspek tersebut meliputi: 1. Aspek penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut, tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah dan penduduk terisolasi, sekolah terpaksa diliburkan

6 2. Aspek pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya dokumen, arsip, peralatan dan perlengkapan kantor dan terganggunya pelayanan masyarakat. 3. Aspek ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusakan atau hilangnya harta benda, ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat. 4. Aspek sarana/prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk, jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi. 5. Aspek lingkungan, antara lain berupa kerusakan eko sistem, obyek wisata, persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan tanggul/jaringan irigasi. Dari sisi lain kebutuhan air bagi sumber kehidupan manusia merupakan dilema di mana pada waktu tertentu terjadi kekurangan air sehingga fenomena ini berbanding terbalik dengan kondisi banjir, untuk itu perlu dilakukan pengelolaan sumber daya air demi menjamin ketersediaan dan kelestarian sumber daya air. Terkait dengan pembangunan sumber daya air di daerah, beberapa faktor yang mempengaruhi: 1. Kondisi daerah setempat, setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik kondisi geografis, geologis, demografis, dan sosial budaya. Hal tersebut sangat mempengaruhi pembangunan sumber daya air di daerah tersebut. Daerah dengan kondisi alam yang menjamin

7 ketersediaan air bagi masyarakatnya akan lebih memprioritaskan pembangunan di bidang lain dari pada pembangunan sumber daya air. Kondisi sosial masyarakat juga sangat menentukan khususnya dalam memberikan dukungan dan partisipasi pada pengelolaan dan pembangunan sumber daya air. 2. Kapasitas dan peran dari lembaga pengelola sumber daya air di daerah merupakan faktor penting dalam pengelolaan sumber daya air di daerah, terutama dalam melakukan perencanaan maupun koordinasi dalam melaksanakan program-program yang telah ditetapkan, serta evaluasi dan monitoring. 3. Ketersediaan dan keterbatasan sumber dana sering menjadi hambatan bagi daerah dalam melaksanakan program-program pembangunannya. Untuk itu perlu ada terobosan-terobosan baru dalam penyediaan dana pembangunan sumber daya air. Perencanaan wilayah melalui pembangunan infrastruktur yang berfungsi untuk pengendalian banjir tidak hanya dikaitkan dengan satu wilayah saja melainkan berkaitan erat dengan wilayah lainnya karena biasanya sungai-sungai besar sering melintasi beberapa wilayah administrasi. Pengendalian banjir sangat diperlukan khususnya untuk melindungi daerah-daerah permukiman dan pertanian agar aktivitas perekonomian dapat tetap berjalan dan produksi pertanian dapat mencapai target yang ditetapkan. Berdasarkan hasil pemetaan resiko bencana banjir yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

8 Pusat (2010), dinyatakan bahwa kabupaten Aceh Utara merupakan wilayah yang mempunyai tingkat resiko bencana banjir yang tinggi dibandingkan kabupaten lainnya di propinsi Aceh. Wilayah rawan bencana banjir umumnya terjadi pada daerah pesisir seperti diperlihatkan pada Gambar 1.1. Pemetaan ini merupakan kondisi faktual di lapangan di mana pada setiap tahunnya kabupaten Aceh Utara selalu dilanda banjir bahkan yang lebih memprihatinkan lagi banjir terjadi hampir pada setiap kejadian hujan yang berdampak sangat luas terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat oleh sebab itu upaya untuk mengatasinya harus merupakan komponen atau bagian dari kegiatan pembangunan daerah. Masalah tersebut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan sudah menjadi agenda rutin yang harus dihadapi setiap tahunnya. Peningkatan masalah terutama disebakan oleh pembudidayaan dataran banjir yang kurang adaptif terhadap kejadian banjir, serta dipacu oleh terjadinya kerusakan lingkungan akibat pertumbuhan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi dan juga terjadinya perubahan iklim, dilain pihak upaya untuk mengatasi masalah tersebut yang telah dilaksanakan masih jauh tertinggal dibanding dengan laju pertumbuhan masalah. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11A/PRT/M/2006 pada lampiran IV dinyatakan bahwa sungai Krueng Keureto berada pada wilayah sungai lintas kabupaten yaitu Satuan Wilayah Sungai Pase- Peusangan yang terdiri dari sungai Krueng Pase di kabupaten Aceh Utara, sungai Krueng Peusangan di kabupaten Bireuen, sungai Krueng Peudada di kabupaten Bireuen, sungai Krueng Keureuto di kabupaten Aceh Utara, sungai Krueng Mane di kabupaten Bireuen dan sungai Krueng Geukeuh di kota Lhokseumawe

9 Gambar 1.1 Peta Indeks Resiko Bencana Banjir Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Pusat (2010)

10 Sungai Krueng Keureuto merupakan salah satu sungai yang melalui kota Lhoksukon pada kondisi terkini tidak mampu menampung limpasan yang terjadi di daerah aliran sungai (DAS) sehingga setiap tahunnya terjadi banjir yang menimbulkan kerugian besar terutama bagi masyarakat sekitar (Badan Penanggulangan Bencana Daerah Aceh Utara, 2011). Kota Lhoksukon yang ditetapkan menjadi ibukota kabupaten Aceh Utara melalui Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2003 dipersiapkan sebagai kawasan pertumbuhan dan perkembangan pusat pemerintahan kabupaten Aceh Utara serta sebagai pusat pereokomian yang diperkirakan akan berkembang pesat di mana jumlah penduduknya juga akan bertambah secara signifikan. Kabupaten Aceh Utara mempunyai luas wilayah sebesar Km 2 terdiri dari 27 kecamatan 852 desa merupakan wilayah rawan banjir. Menurut Rayakonsult (1992), DAS Sungai Krueng Keureuto luasnya sebesar 931 km 2 mempunyai anak sungai terdiri dari sungai Krueng Peuto dan sungai Krueng Pirak terletak di kabupaten Aceh Utara. Sungai Krueng Keureuto mengalir dari arah selatan ke utara menuju Selat Malaka dengan panjang sungai 77,5 km dan lebarnya 60 m serta kemiringan rata-rata (S) 0, Selama ini sungai Krueng Keureuto menimbulkan bencana banjir hampir di seluruh daerah pengalirannya khususnya pada curah hujan yang tinggi karena daerah pengaliran sungai krueng Keureto merupakan dataran banjir di wilayah pesisir pantai utara. Frekwensi banjir yang berakibat buruk bagi masyarakat terutama terjadi di kecamatan Matangkuli yang terdiri dari 49 desa, kecamatan Lhoksukon yang terdiri dari 75 desa, kecamatan Baktiya terdiri dari 57 desa, kecamatan Tanah Pasir terdiri dari 18 desa, dan kecamatan Baktiya Barat terdiri

11 dari 26 desa. Lama genangan akibat banjir berkisar 7 hari sampai 15 hari dengan tinggi genangan 60 cm sampai 100 cm. Menurut laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Utara (2011), dinyatakan bahwa besarnya tingkat kerugian yang diderita masyarakat secara ekonomi dapat mencapai Rp 60 milar sampai Rp. 70 miliar per tahun. Perubahan kondisi hidrologi kawasan di daerah aliran sungai Krueng Keureuto menyebabkan terjadinya intensitas hujan yang tinggi. Perubahan ini akibat terjadinya penebangan hutan secara tidak terkendali dan penggunaan lahan yang tidak pada peruntukannya diduga merupakan salah satu aspek penyebab terjadinya limpasan permukaan yang besar sehingga terjadi banjir. Disamping itu perencanaan tata ruang wilayah (RTRW) yang dilakukan oleh pemerintah daerah yang masih simpang siur dan belum adanya Qanun (Perda) sebagai dasar hukum pengaturan penggunaan lahan, sehingga perubahan tataguna lahan yang tidak terencana juga diduga merupakan penyumbang penyebab terjadinya banjir. Seyogyanya dengan dinyatakannya Kota Lhoksukon sebagai ibukota kabupaten Aceh Utara harusnya sudah dipersiapkan perencanaan sistem drainase kota yang memenuhi standar agar dapat mengalirkan air hujan ke laut sehingga banjir dapat dieliminir, namun kenyataannya sistem drainase yang ada belum tertata dengan baik. Kondisi tataguna lahan (land use) kabupaten Aceh Utara pada saat ini berdasarkan laporan dari Bappeda pada Aceh Utara Dalam Angka Tahun 2011 dinyatakan bahwa kondisi lahan terdiri dari sawah Ha (12,41%), pekarangan/bangunan Ha (10,57%), tegalan/kebun Ha (11,44%), ladang/huma Ha (6,42%), padang rumput Ha (1,36%), Lahan yang

12 tidak diusahakan Ha (3,15%), hutan rakyat Ha, hutan negara Ha (14,07%), perkebunan 54,764 Ha (16,61%), lahan lain-lain Ha (8,70%), tambak Ha (2,61%), kolam/tebat/empang 639 Ha (0,19%), dan rawa-rawa Ha (1,38%). Kondisi tataguna lahan di kabupeten Aceh utara tahun 2010 seperti diperlihatkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Tataguna lahan kabupaten Aceh Utara tahun 2010 No Tataguna Lahan (Land Use) Sawah Pekarangan/Bangunan Tegalan/Kebun Ladang/Huma Padang Rumput Tidak diusahakan Hutan Rakyat Hutan Negara Perkebunan Lain - lain Tambak Kolam/Tebat/Empang Rawa-rawa Jumlah/Total Sumber: Aceh Utara Dalam Angka (2011) Besarnya debit kawasan dipengaruhi oleh tataguna lahan melalui variabel koefisien pengaliran di mana debit banjir dipengaruhi oleh koefisien pengaliran, intensitas hujan dan luas daerah pengaliran (Chow et al, 1988). Koefisien pengaliran tergantung dari jenis tataguna lahan atau peruntukan lahan yang berpengaruh terhadap peresapan air ke dalam tanah khususnya lahan hutan sebagai penyangga air. Kondisi tataguna lahan di Aceh Utara terjadi perubahan dari tahun ke tahun seperti diperlihatkan Tabel T.1 pada lampiran, hal ini

13 menunjukkan bahwa debit banjir juga akan terjadi perubahan sesuai dengan penggunaan lahan. Pada penelitian ini ingin menelusuri dan menjawab besarnya pengaruh perubahan tataguna lahan terhadap debit kawasan yang dapat menyebabkan terjadinya limpasan permukaan yang akan menjadi bencana banjir di Aceh Utara. Partisipasi masyarakat dalam pembiayaan kegiatan operasi dan pemeliharaan dalam pelaksanaan program pengendalian banjir dapat teratasi apabila pelaksanaan program pengendalian banjir dapat berjalan secara maksimal maka akan didapat manfaat atau dampak terhadap pertumbuhan ekonomi (Yudho, 2002). Pada penelitian ini ingin menelusuri dan menjawab besarnya pengaruh partisipasi masyarakat terhadap debit kawasan yang dapat menyebabkan terjadinya limpasan permukaan yang akan menjadi bencana banjir di Aceh Utara. Selain itu juga ingin diketahui seberapa besar pengaruh hubungan perubahan tataguna lahan dan partisipasi masyarakat terhadap banjir di Aceh Utara. Pasca bencana tsunami di Provinsi Aceh, berbagai bantuan datang dari dalam dan luar negeri dan para donatur menyalurkan dananya melalui NGO (Non Government Organization) dalam bentuk bantuan secara komunitas maupun perorangan khususnya bantuan langsung membuat masyarakat menjadi manja dan malas sehingga terjadi perubahan budaya yang berakibat kepada masyarakat menjadi kurang peduli terhadap nilai kegotongroyongan serta aspek lainnya yang diperlukan untuk menjaga lingkungan. Disamping itu volume sampah rumah tangga dan sejumlah pusat pasar yang ada di Aceh Utara mencapai 250 ton/hari. Tingginya produksi sampah itu membuat penanganan kebersihan di daerah ini

14 belum maksimal. Menurut Dinas Kebersihan Pasar dan Pertamanan Aceh Utara, kurang lebih 5 ton/hari dibuang ke sungai dan saluran, hal ini menunjukkan bahwa rendahnya partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan sungai dan saluran drainase sehingga menyebabkan penyempitan aliran dan pada saat terjadinya hujan air meluap dari sungai dan saluran secara berlebihan. Masalah banjir dapat dipastikan selalu muncul pada setiap tahun dan selalu menjadi pusat perhatian masyarakat, namun demikian beberapa istilah, pengertian dan pemahaman yang menyangkut banjir, masalah banjir dan upaya untuk mengatasinya yang telah populer dan beredar luas di masyarakat, media masa, maupun di lingkungan aparatur pemerintah sendiri sampai saat ini tampaknya masih rancu. Kerancuan dan ketidak seragaman pengertian dan pemahaman terhadap masalah ini berdampak kurang kondusif terhadap upaya mengatasi masalah banjir. Dampak tersebut antara lain dapat berupa kesalahan dalam menetapkan kebijakan, strategi dan upaya yang dilakukan, serta kurangnya kepedulian dan peran serta masyarakat dalam mengatasi masalah banjir. Sebagian besar masyarakat pada saat ini masih beranggapan bahwa upaya mengatasi masalah banjir adalah merupakan kewenangan dan tanggung jawab pemerintah sepenuhnya, demikian pula dengan adanya pemahaman yang tidak tepat terhadap kinerja sistem pengendali banjir, yang menganggap bahwa begitu sistem pengendali banjir selesai dibangun maka masalah banjir pasti atau harus hilang dan apabila ternyata masih terjadi maka dianggap ada sesuatu yang tidak beres. Rendahnya partisipasi masyarakat juga disebabkan kurangnya kesempatan yang

15 diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat baik secara kelembagaan apalagi secara individual. Pada tahun 2011 menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Utara jumlah kejadian bencana sangat tinggi di setiap kecamatan. Kejadian yang sangat dominan adalah kejadian pada dataran rendah seperti pada kecamatan Seuneudon 1 kali kejadian, kecamatan baktiya 3 kali kejadian, kecamatan Lhoksukon 4 kali kejadian, kecamatan Matangkuli 4 kali kejadian, kecamatan Pirak Timu 1 kali kejadian, kecamatan Paya Bakong 1 kali kejadian, kecamatan Tanah Luas 1 kali kejadian, kecamatan Tanah Pasir 3 kali kejadian, kecamatan Simpang Keramat 1 kali kejadian. Jumlah kejadian banjir yang dominan terjadi pada kecamatan Baktiya, Lhoksukon, Matang Kuli, Tanah Pasir dan Baktiya Barat. Selama tahun 2012 kondisi sampai bulan Agustus 2012 tercatat sudah 6 kali terjadi kejadian banjir dengan tinggi genangan rata-rata 50 sampai 100 cm. Kecamatan Matangkuli mengalami 4 kali kejadian, kecamatan Lhoksukon mengalami 3 kali kejadian, kecamatan Baktiya 3 kali kejadian, kecamatan Baktiya Barat 2 kali kejadian. Secara teknis, kelebihan air yang mengakibatkan banjir ini diperkirakan juga penyebabnya adalah kapasitas penampang palung sungai untuk melewatkan aliran sungai jauh lebih kecil dibandingkan dengan besarnya debit sungai yang mengalir. Selain itu bentuk sungai Krueng Keureuto yang berliku-liku (meander) menyebabkan kecepatan aliran relatif rendah untuk mengalirkan debit banjir sehingga menimbulkan genangan di kiri kanan sungai. Dari sisi penggunaan tataguna lahan, banjir sungai Krueng Keureuto juga disebabkan karena perubahan

16 sebagian hutan pada tataguna lahan menjadi lahan pertanian dan pemukiman sehingga penyerapan air hujan ke dalam tanah menjadi kecil dan sebaliknya limpasan menjadi lebih besar. Akibat terjadinya banjir setiap tahun di kota Lhoksukon yang akan berdampak pada sosial ekonomi masyarakat dan menimbulkan kerugian yang besar, hal ini juga berdampak kepada aspek ekonomi secara kabupaten menyeluruh dan perlu penanganan yang tepat dalam mengatasi banjir di kota Lhoksukon. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan menggambarkan bahwa tataguna lahan khususnya hutan dan kebun sangat berpengaruh terhadap penyangga air dan apabila daya sangga air tersebut kurang maka dapat mengakibatkan terjadi banjir (Talaohu et al, 2006). Pada sisi lain dinyatakan bahwa terjadi peningkatan kebutuhan lahan oleh penduduk menyebabkan perubahan tataguna lahan. Pemerintah telah melakukan upaya mengatasi banjir dengan pembuatan tanggul, larangan membuang sampah ke sungai dan sebagainya namun belum mampu mengatasi banjir (Murdiono, 2007). Penelitian lainya dinyatakan bahwa penanggulangan banjir secara struktural, hanya bersifat solusi jangka pendek. Upaya struktural harus dibarengi dengan upaya non struktural yang bersifat jangka panjang, seperti pengelolaan DAS, penyuluhan masyarakat tentang banjir, upaya penyelamatan diri terhadap banjir dan sebagainya. (Murdiono,2007). Penyelesaian masalah banjir dengan membangun infrastruktur yang memadai cenderung membutuhkan anggaran/biaya yang tidak sedikit, sementara kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakan anggaran sangat terbatas dan minim, hal ini dapat dimaklumi mengingat bahwa

17 pemerintah harus membangun berbagai aspek, tidak hanya kebutuhan infrastruktur pengendali banjir. Untuk itu perlu adanya suatu upaya mereduksi banjir melalui aspek non struktural dengan penyusunan ruang (spatial) yang optimal dengan pengaturan tataguna lahan dan melibatkan partisipasi masyarakat sebagai stake holders. Upaya ini dapat membantu mereduksi banjir dan dampak akibat banjir tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah kontradiksi antara kebutuhan lahan untuk pengembangan pembangunan wilayah dengan kebutuhan lahan yang mampu menjadi penyangga air dalam upaya meminimalkan debit pada saat intensitas hujan tinggi. Untuk mengatasinya perlu suatu perencanaan optimasi tataguna lahan agar kedua kebutuhan tersebut dapat terpenuhi namun juga dapat mereduksi kelebihan air yang akan berakibat banjir. Disamping itu perlu dilakukan upaya partisipasi masyarakat sebagai salah satu stakeholders dalam melakukan tindakan preventif terhadap bencana banjir termasuk pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air. Perumusan masalah pada penelitian ini adalah untuk menjawab hal-hal sebagai berikut: 1. Seberapa besar tataguna lahan berpengaruh terhadap terjadinya banjir 2. Seberapa besar partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap terjadinya banjir

18 3. Seberapa besar tataguna lahan dan partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap terjadinya banjir 4. Seberapa besar partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap pengendalian banjir 5. Seberapa besar partisipasi masyarakat dan pengendalian banjir berpengaruh terhadap banjir 6. Seberapa besar pengendalian banjir berpengaruh terhadap banjir 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai upaya pengendalian banjir melalui upaya non structural dengan mengatur tataguna lahan serta meningkatkan peran aktif masyarakat baik secara individu maupun secara kelompok sehingga nantinya dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan wilayah. Berdasarkan perumusan masalah di atas maka dapat ditentukan tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis dan mengkaji seberapa besar pengaruh tataguna lahan terhadap terjadinya banjir 2. Untuk menganalisis dan mengkaji seberapa besar pengaruh partisipasi masyarakat terhadap terjadinya banjir 3. Untuk menganalisis dan mengkaji seberapa besar pengaruh tataguna lahan dengan partisipasi masyarakat terhadap terjadinya banjir 4. Untuk menganalisis dan mengkaji seberapa besar pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pengendalian banjir

19 5. Untuk menganalisis dan mengkaji seberapa besar pengaruh partisipasi masyarakat dengan pengendalian banjir terhadap terjadinya banjir 6. Untuk menganalisis dan mengkaji seberapa besar pengaruh pengendalian banjir terhadap terjadinya banjir 1.4 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini nantinya akan memberikan beberapa manfaat seperti dijelaskan berikut ini: 1. Dengan mengetahui pengaruh perubahan tataguna lahan terhadap terjadinya banjir sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menyusun regulasi terhadap penggunaan lahan atau penyusunan Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) termasuk dalam mengatur perizinan penggunaan lahan 2. Dengan mengetahui pengaruh partisipasi masyarakat terhadap terjadinya banjir sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam mengakomodir dan memberi ruang bagi masyarakat untuk berperan sebagai mitra dalam penanganan bencana banjir 3. Dengan mengetahui pengaruh perubahan tataguna lahan dan partisipasi masyarakat terhadap terjadinya banjir sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan yang lebih efektif dengan mengkombinasikan upaya struktural dengan non struktural 4. Dengan mengetahui pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pengendalian banjir sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah

20 dalam menyusun manajemen pengelolaan banjir dengan melibatkan masyarakat 5. Dengan mengetahui pengaruh partisipasi masyarakat dan pengendalian banjir terhadap kejadian banjir sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam strategi pelibatan masyarakat dalam pengelolaan infrastruktur banjir 6. Dengan mengetahui pengaruh pengendalian banjir terhadap banjir sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam mempersiapkan strategi pengendalian banjir termasuk dengan strategi kesiagaan dalam bencana banjir

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah , I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bencana banjir dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab: (a) Fenomena alam, seperti curah hujan,

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL DAN PARTISIPASI MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN BANJIR DI KABUPATEN ACEH UTARA

KAJIAN SPASIAL DAN PARTISIPASI MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN BANJIR DI KABUPATEN ACEH UTARA KAJIAN SPASIAL DAN PARTISIPASI MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN BANJIR DI KABUPATEN ACEH UTARA Wesli Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh email: ir_wesli@yahoo.co.id Abstrak Setiap tahun

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan manusia. Dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan manusia. Dalam hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana alam merupakan suatu fenomena alam yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan manusia. Dalam hal ini, bencana alam dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir sudah menjadi masalah umum yang dihadapi oleh negaranegara di dunia, seperti di negara tetangga Myanmar, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapore, Pakistan serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, dimana hampir semua aktifitas ekonomi dipusatkan di Jakarta. Hal ini secara tidak langsung menjadi

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,

Lebih terperinci

MEREDUKSI BANJIR MELALUI OPTIMASI TATAGUNA LAHAN (Studi Kasus DAS Sungai Krueng Keureuto)

MEREDUKSI BANJIR MELALUI OPTIMASI TATAGUNA LAHAN (Studi Kasus DAS Sungai Krueng Keureuto) MEREDUKSI BANJIR MELALUI OPTIMASI TATAGUNA LAHAN (Studi Kasus DAS Sungai Krueng Keureuto) Wesli 1), Hamzani 2) Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh Abstrak Penyelesaian masalah banjir melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga kelestarian dan pemanfaatannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai Pasal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan peristiwa alam yang tidak bisa dicegah namun bisa dikendalikan. Secara umum banjir disebabkan karena kurangnya resapan air di daerah hulu, sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang ada, berbagai macam aktifitas manusia pasti berhubungan dengan lingkungan. Salah atu kelebihan

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 I-1 BAB I 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pemali-Comal yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Brebes Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dapat datang secara tiba-tiba, dan mengakibatkan kerugian materiil dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan menanggulangi dan memulihkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG Banjir yang sering terjadi di beberapa daerah merupakan peristiwa alam yang tidak dapat dicegah. Peristiwa banjir merupakan akibat misalnya curah hujan yang tinggi dan berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian bencana mewarnai penelitian geografi sejak tsunami Aceh 2004. Sejak itu, terjadi booming penelitian geografi, baik terkait bencana gempabumi, banjir,

Lebih terperinci

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG (Studi Kasus: Kelurahan Mangunharjo dan Kelurahan Mangkang Wetan) T U G A S A K H I R Oleh : LYSA DEWI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan air memungkinkan terjadinya bencana kekeringan.

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan air memungkinkan terjadinya bencana kekeringan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air adalah salah satu sumberdaya alam yang sangat berharga bagimanusia dan semua makhluk hidup. Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di bumi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Hal ini terungkap mengingat bahwa negara indonesia adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Hal ini terungkap mengingat bahwa negara indonesia adalah salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara kesatuan republik indonesia bertanggung jawab melindungi segenap bangsa indonesia dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banjir merupakan salah satu peristiwa alam yang seringkali terjadi. Banjir dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia memiliki peranan yang sangat penting sebagai pusat administrasi, pusat ekonomi dan pusat pemerintahan. Secara topografi, 40

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 -

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 - BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Dengan pembangunan dan industrialisasi, pemerintah berusaha mengatasi permasalahan yang timbul akibat pertumbuhan penduduk yang pesat. Dan dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banjir merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi pada saat musim hujan. Peristiwa ini hampir setiap tahun berulang, namun permasalahan ini sampai saat

Lebih terperinci

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini Abstract Key words PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sumberdaya alam wilayah kepesisiran dan pulau-pulau kecil di Indonesia sangat beragam. Kekayaan sumberdaya alam tersebut meliputi ekosistem hutan mangrove,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL SIG UNTUK MENENTUKAN RUTE EVAKUASI BENCANA BANJIR (Studi Kasus: Kec. Semarang Barat, Kota Semarang) TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN MODEL SIG UNTUK MENENTUKAN RUTE EVAKUASI BENCANA BANJIR (Studi Kasus: Kec. Semarang Barat, Kota Semarang) TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN MODEL SIG UNTUK MENENTUKAN RUTE EVAKUASI BENCANA BANJIR (Studi Kasus: Kec. Semarang Barat, Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh: ARGO MULYANTO L2D 004 299 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kali Tuntang mempuyai peran yang penting sebagai saluran drainase yang terbentuk secara alamiah dan berfungsi sebagai saluran penampung hujan di empat Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di

I. PENDAHULUAN. Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di I. PENDAHULUAN Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di wilayah pesisir pantai dan berkaitan dengan kenaikan muka air laut. Dampak banjir pasang dirasakan oleh masyarakat, ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang curah hujannya cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang curah hujannya cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang curah hujannya cukup tinggi, dengan curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun. Air merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Sungai Sragi terletak pada perbatasan antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Pemalang. Di bagian hulu sungai, terdapat percabangan membentuk dua alur sungai yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Banjir sebagai fenomena alam terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

Lebih terperinci

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir Pengendalian Banjir 1. Fenomena Banjir 1 2 3 4 5 6 7 8 Model koordinasi yang ada belum dapat menjadi jembatan di antara kelembagaan batas wilayah administrasi (kab/kota) dengan batas wilayah sungai/das

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan fenomena lingkungan yang sering dibicarakan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan fenomena lingkungan yang sering dibicarakan. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banjir merupakan fenomena lingkungan yang sering dibicarakan. Hal ini tentu saja dikarenakan banyak wilayah di Indonesia pada saat musim hujan sering dilanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan suatu kejadian dan fenomena baik alam non alam dan sosial yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan dan pertumbuhan properti di Yogyakarta semakin pesat dari tahun ke tahun, mengingat kota Yogyakarta dikenal dengan kota pelajar. Hal ini menyebabkan kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana telah mengakibatkan suatu penderitaan yang mendalam bagi korban serta orang yang berada di sekitarnya. Kerugian tidak hanya dialami masyarakat yang terkena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

BAB VI PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA BANJIR[13]

BAB VI PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA BANJIR[13] Kuliah ke 7 PERENCANAAN KOTA BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 410-2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB VI PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA BANJIR[13] Bencana banjir dapat dikatagorikan sebagai proses alamiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaan bumi yang luasnya 510 juta km 2, oleh karena itu persediaan air di

BAB I PENDAHULUAN. permukaan bumi yang luasnya 510 juta km 2, oleh karena itu persediaan air di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara maritim dimana sebagian besar wilayahnya terdiri dari wilayah perairan kurang lebih 70,8 % dari luas permukaan bumi yang luasnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisa Hidrologi Analisis hidrologi merupakan salah satu bagian dari keseluruhan rangkaian dalam perencanaan bangunan air seperti sistem drainase, tanggul penahan banjir dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan menunjukkan bahwa manusia dengan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara kepulauan yang secara astronomis terletak di sekitar garis katulistiwa dan secara geografis terletak di antara dua benua dan dua samudra, Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, masalah lingkungan telah menjadi isu pokok di kota-kota

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, masalah lingkungan telah menjadi isu pokok di kota-kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, masalah lingkungan telah menjadi isu pokok di kota-kota besar di Indonesia. Mulai dari banjir, polusi udara, longsor, hingga kurangnya air bersih. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub DAS Cikapundung berada di bagian hulu Sungai Citarum dan merupakan salah satu daerah yang memberikan suplai air ke Sungai Citarum, yang meliputi Kab. Bandung Barat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim

BAB I PENDAHULUAN. cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa yang mendapat cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim yaitu musim penghujan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Polusi maupun efek rumah kaca yang meningkat yang tidak disertai. lama semakin meninggi, sehingga hal tersebut merusak

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Polusi maupun efek rumah kaca yang meningkat yang tidak disertai. lama semakin meninggi, sehingga hal tersebut merusak BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Meningkatnya frekuensi curah hujan, khususnya yang terjadi di musimmusim penghujan dan bertambahnya populasi serta permukiman penduduk di daerah Kota Medan setiap

Lebih terperinci

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang MPS Kabupaten Bantaeng 1.1. Latar Belakang Kondisi sanitasi di Indonesia memang tertinggal cukup jauh dari negara-negara tetangga, apalagi dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura yang memiliki komitmen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada sifat-sifat arus tetapi juga pada sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sifat-sifat di dalam proses

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa penelitian dan kajian berkaitan dengan banjir pasang antara lain dilakukan oleh Arbriyakto dan Kardyanto (2002),

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2 PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2 Balai Penelitian Kehutanan Solo. Jl. A. Yani PO Box 295

Lebih terperinci

0 BAB 1 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

0 BAB 1 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 0 BAB 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis Kota Semarang terletak di pantai utara Jawa Tengah, terbentang antara garis 06 o 50 07 o 10 Lintang Selatan dan garis 110 o 35 Bujur Timur. Sedang

Lebih terperinci

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang 1.1. Latar Belakang yang terletak sekitar 120 km sebelah selatan Kota Surabaya merupakan dataran alluvial Kali Brantas. Penduduk di Kabupaten ini berjumlah sekitar 1.101.853 juta jiwa pada tahun 2001 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir.

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan kata yang sangat popular di Indonesia, khususnya dalam musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. Permasalahan banjir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghujan mempunyai curah hujan yang relatif cukup tinggi, dan seringkali

BAB I PENDAHULUAN. penghujan mempunyai curah hujan yang relatif cukup tinggi, dan seringkali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia berada di daerah yang beriklim tropis dimana pada musim penghujan mempunyai curah hujan yang relatif cukup tinggi, dan seringkali mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

KAJIAN KONDISI EMPIRIS DRAINASE KAWASAN PESISIR MENUJU SANITASI BERKELANJUTAN

KAJIAN KONDISI EMPIRIS DRAINASE KAWASAN PESISIR MENUJU SANITASI BERKELANJUTAN KAJIAN KONDISI EMPIRIS DRAINASE KAWASAN PESISIR MENUJU SANITASI BERKELANJUTAN Suning 1, Ela Rolita Arifianti 2 1 Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas PGRI Adi Buana Surabaya 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Jumlah Bencana Terkait Iklim di Seluruh Dunia (ISDR, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Jumlah Bencana Terkait Iklim di Seluruh Dunia (ISDR, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air di bumi ini sebagian besar terdapat di laut dan pada lapisan-lapisan es (di kutub dan puncak-puncak gunung), air juga hadir sebagai awan, hujan, sungai, muka air

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian dengan mengumpulkan data skunder dari instansi terkait, dan data primer hasil observasi dan wawancara maka dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan salah satu peristiwa bencana alam yang sering melanda sejumlah negara termasuk Indonesia. Kejadian banjir ini berupa genangan air yang berlebihan terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan salah satu permasalahan yang terjadi pada saat musim hujan. Hal ini terjadi hampir di seluruh kota di Indonesia. Peristiwa ini hampir setiap tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan manusia seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan manusia seiring dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan manusia seiring dengan perkembangan teknologi saat ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan permukiman sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan yang pada akhirnya menimbulkan dampak dampak negatif

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan yang pada akhirnya menimbulkan dampak dampak negatif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wacana tentang perubahan iklim merupakan isu global yang dianggap penting untuk dikaji. Kemajuan pesat pembangunan ekonomi memberi dampak yang serius terhadap iklim

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi secara tiba-tiba dalam tempo relatif singkat dalam hubungan antara manusia dengan lingkungannya

Lebih terperinci