Embriogenesis Somatik dari Eksplan Benih Gandum Tropis (Triticum aestivum L.)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Embriogenesis Somatik dari Eksplan Benih Gandum Tropis (Triticum aestivum L.)"

Transkripsi

1 iota Vol. 17 (2): , Juni 2012 ISSN Embriogenesis Somatik dari Eksplan enih Gandum Tropis (Triticum aestivum L.) Somatic Embryogenesis in Seed Explant of Tropical Wheat (Triticum aestivum L.) Endang Pudjihartati * dan Maria Marina Herawati Fakultas Pertanian, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Jln. Diponegoro Salatiga endangeps@staff.uksw.edu *Penulis untuk korespondensi bstract Somatic embryogenesis of tropical wheat, Dewata variety and two wheat lines collection of the Wheat Studies enter, SWU griculture and usiness Faculty, namely R-036 and R-040, were investigated using mature embryos (seeds) as explants. These studies consists of the embryogenic callus induction and proliferation phase, to obtain tropical wheat genotypes that can be cultured in vitro and the best medium in order to get somatic embryos (SE). In induction phase, the wheat seeds explants were cultured on four concentrations of 2,4-d (2; 2.5; 3 and 3.5 ppm). Four compositions media containing 2.5 and 3 ppm 2,4-D with and without 0.5 ppm P has been studied for proliferation phase. The results showed that the number of primary SE and SE score relatively high on the Dewata variety at 3 ppm 2,4-d, the R-040 line at 2.5 ppm 2,4-d, and R-036 line at 2 ppm 2.4-d. The R-036 wheat line produces the number of primary SE and SE scores are relatively high compared to the other genotypes. The quality of seeds affect explant response to the primary SE and SE scores and less affect to the number of secondary ES and ES score. In the proliferation phase, the relatively highest number of secondary ES, from R- 036 line at 2.5 ppm 2,4-d, while the Dewata variety and R-040 at 2.5 ppm and 3.0 ppm 2,4-d, respectively. pplication of 2,4-d with P decrease the number of SE, but only small decrease the secondary ES scores on three genotypes. The maximum secondary SE score of R-036 line at 2.5 ppm d but there was no influence PGR compositions studied (2,4-D and P) to the SE scores proliferation on Dewata variety and R-040 line. Keywords: Tropical wheat, callus induction, proliferation, 2.4-d, P bstrak Embriogenesis somatik dalam penelitian ini menggunakan eksplan embrio dewasa (benih) gandum tropis varietas Dewata dan galur R-036 dan R-040 koleksi Pusat Studi Gandum Fakultas Pertanian dan isnis UKSW, meliputi tahap induksi dan proliferasi. Penelitian ini bertujuan mendapatkan genotipe gandum tropis yang mudah di kultur secara in vitro dan medium yang baik dalam rangka memperoleh Embrio Somatik (ES). Pada tahap induksi, benih gandum dikultur pada empat konsentrasi 2,4-d (2; 2,5; 3 dan 3,5 ppm). Pada tahap proliferasi diteliti empat komposisi media yang mengandung 2,5 dan 3 ppm 2,4-d dengan dan tanpa 0,5 ppm P. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah ES dan skor ES primer relatif tertinggi dari varietas Dewata pada 3 ppm 2,4-d, galur R-040 pada 2,5 ppm 2,4-d, dan galur R-036 pada 2 ppm 2,4-d. Eksplan gandum galur R-036 menghasilkan jumlah ES dan skor ES primer relatif tertinggi dibandingkan genotipe lain. Mutu benih yang digunakan mempengaruhi respons eksplan dalam menghasilkan jumlah ES dan skor ES primer dan kurang mempengaruhi jumlah ES dan skor ES sekunder. Pada tahap proliferasi, jumlah ES sekunder relatif tertinggi, dari galur R-036 pada 2,5 ppm 2,4-d, sedangkan varietas Dewata dan R-040 berturut-turut pada 2,5 ppm dan 3,0 ppm 2,4-d. plikasi 2,4-d yang dikombinasikan dengan P dapat menurunkan jumlah ES, tetapi hanya cenderung menurunkan skor ES sekunder pada ketiga genotipe. Pada skor ES hasil proliferasi tidak diamati adanya pengaruh komposisi ZPT yang diteliti (2,4-d dan P) pada varietas Dewata dan galur R-040, sedangkan pada galur R-036 skor ES sekunder maksimum pada 2,5 ppm 2,4-d. Kata kunci: Gandum tropis, induksi kalus, proliferasi, 2,4-d, P Diterima: 01 gustus 2011, disetujui: 16 Maret 2012

2 Embriogenesis Somatik dari Eksplan enih Gandum Tropis Pendahuluan Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan makanan pokok kedua setelah padi (Eva, 2012), padahal selama ini kebutuhan industri gandum Indonesia 100% dipasok dari gandum impor dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Loppies dalam Suhendra, 2009). erdasarkan data statistik pada 4 tahun terakhir, impor gandum Indonesia tahun 2009 sebesar 4,5 juta ton, tahun 2010 sebesar 4,85 juta ton, tahun 2011 sebesar 5,2 juta ton dan pertengahan tahun 2012 impor gandum sebesar 5,85 dan diperkirakan akan menembus 6,6 juta ton sampai akhir tahun 2012 (PS, 2012) Gandum juga dikenal sebagai bahan pangan dengan kandungan gluten dan proteinnya yang cukup tinggi dibandingkan bahan makanan lainnya sesama serealia. Menurut Direktorat Gizi Depkes RI (1981) kandungan protein gandum sebesar 13,8 gram sedangkan kandungan protein dalam beras sebesar 7,5 gram dan jagung 9,2 gram per 100 gram bahan. Tanaman gandum jarang ditemukan di Indonesia karena kondisi lingkungan fisik memang tidak cocok untuk tanaman gandum yang merupakan tanaman subtropis (rini, 2010). Kesenjangan antara permintaan dan ketersediaan gandum membuka peluang pemulia untuk menghasilkan varietas gandum yang dapat dibudidayakan di daerah tropis, yaitu varietas gandum yang hasil produksinya tinggi pada kondisi lingkungan tropis. Pemanfaatan bioteknologi, khususnya kultur jaringan dalam pemuliaan sudah banyak dilakukan, seperti rekayasa genetika untuk memperoleh tanaman transgenik dan induksi mutasi secara in vitro (induksi variasi somaklonal), baik menggunakan bahan kimia (Soedjono, 2003), senyawa metabolit organisme pengganggu tanaman maupun radiasi (Endang dkk., 2006). Dalam teknik rekayasa genetika untuk menghasilkan tanaman transgenik dan induksi mutasi secara in vitro membutuhkan dukungan teknik kultur jaringan yang mantap, baik untuk tahap regenerasi maupun dalam penyediaan embrio somatik. Zat pengatur tumbuh auksin, khususnya 2,4-d banyak digunakan untuk induksi kalus (embriogenik) gandum. plikasi 2,4-d dengan kisaran konsentrasi 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 mg/l yang dilakukan oleh Shah dkk., (2003) menggunakan varietas Lu-26S, kalus terbaik (remah berwarna kuning pucat) diamati pada konsentrasi 3,5 mg/l, sedangkan yang dilakukan oleh Noor dkk., (2009) pada dua kultivar Kohsar dan Khyber-87 menunjukkan bahwa hasil induksi maksimum berturut-turut pada konsentrasi 2,4-d sebesar 3,0 dan 3,5 mg/l. eberapa peneliti juga telah mencoba mengombinasikannya 2,4-d dengan 2- benzothiazoleoxyacetic acid (Yasmin dkk., 2001), N (yse dkk., 2006) dan Kinetin (Rashid dkk., 2009), tetapi kalus embriogenik atau embrio somatik terbanyak diperoleh bila hanya menggunakan 2,4-d. Penelitian untuk tahap proliferasi ES gandum sangat sedikit. eberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan 2,4-d dengan konsentrasi terlalu tinggi justru menurunkan perolehan kalus embriogenik (ES). Dalam penelitiannya, Malik dkk., (2004) melakukan pemeliharaan embrio somatik gandum pada media MS ditambah 2,4-d dengan konsentrasi 2 mg/l. Hasil penelitian Rashid dkk., (2009) menggunakan empat varietas (Inqilab-91, hakwal-97, Tatara dan Manthar) menunjukkan bahwa proliferasi terbaik pada penggunaan 2,4-d berkisar antara 2 dan 3 mg/l. Pada aplikasi 4 mg/l diamati bobot kalus meningkat tetapi tidak embriogenik, jumlah embrio somatic menurunkan dan aplikasi pada konsentrasi 5 mg/l menurunkan bobot kalus. Untuk meningkatkan perolehan kalus yang embriogenik (ES), Shah dkk., (2003) mengkombinasi zat pengatur tumbuh 2,4-d dengan P dan Kin pada proliferasi kalus gandum varietas Lu-26S. Kalus embriogenik terbaik diperoleh pada kombinasi 2,4-d dan P. Prinsip kultur jaringan sendiri adalah sederhana, tetapi dalam pelaksanaannya sangat spesifik untuk jenis maupun genotipe tertentu. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan genotipe gandum koleksi Pusat Studi Gandum yang mudah dikultur secara in vitro dan komposisi zat pengatur tumbuh khususnya auksin jenis 2,4-d yang paling baik pada induksi kalus embriogenik dan proliferasi, dalam rangka untuk memperoleh kalus yang embriogenik (embrio somatik) gandum. 114 iota Vol. 17 (2), Juni 2012

3 Pudjihartati dan Herawati Metode Penelitian Teknik kultur jaringan gandum dalam penelitian ini meliputi tahapan induksi kalus dan proliferasi untuk memperoleh kalus embriogenik (embrio somatik/es) sekunder, yang dapat digunakan untuk transformasi genetik dan induksi variasi somaklonal. Genotipe gandum yang digunakan adalah varietas Dewata dan 2 genotipe gandum koleksi Pusat Studi Gandum (PSG) Fakultas Pertanian dan isnis (FP), Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), yaitu R-036 dan R-040. Induksi kalus dan pembentukan embrio somatik primer Untuk mengetahui respons genotipe pada media induksi kalus gandum dan kisaran 2,4-d yang akan ditetapkan menggunakan media dasar MS, digunakan eksplan embrio dewasa (benih) dari 6 genotipe gandum (var. Dewata serta beberapa galur koleksi PSG FP UKSW, yaitu R035, R036, R039, R040 dan R043). Medium induksi menggunakan MS ditambah dua macam konsentrasi 2,4-d, yaitu 2,5 ppm dan 3,5 ppm. Setelah 2 x 24 jam dan satu minggu, perkembangan eksplan diamati dan dibedakan atas tipe perkembangan = tumbuh tunas dan akar, = tumbuh kalus dan akar, = benih belum memperlihatkan perkembangan. Percobaan induksi kalus embriogenik selanjutnya menggunakan eksplan benih gandum var Dewata serta dua galur R036 dan R040 yang dikultur pada media MS ditambah berbagai konsentrasi 2,4-d (2 ppm, 2,5 ppm, 3,0 ppm dan 3,5 ppm 2,4-d). Kultur induksi kalus menggunakan 10 eksplan untuk tiap unit percobaan dan diulang sebanyak 3 kali. Kultur dilakukan selama 1 (satu bulan) pada ruang inkubasi dengan fotoperiodisitas 12 jam, sumber cahaya matahari. Proliferasi kalus dan pembentukan embrio somatik sekunder Setelah dipotong dan dibuang bagian pucuk dan akarnya, kalus dan ES primer hasil induksi yang terbentuk pada bagian pangkal daun (leaf base) disubkultur dan digunakan sebagai eksplan untuk percobaan proliferasi. Untuk tahap proliferasi, dicoba empat komposisi media yang mengandung auksin dan sitokinin, yaitu 2,5 dan 3,0 ppm 2,4-d, dengan atau tanpa ditambah 0,5 ppm P. Kultur tetap diletakkan pada ruang penyimpanan dengan kondisi terang 12 jam/gelap 12 jam hingga membentuk ES sekunder. Hasil ES primer dan sekunder yang diperoleh pada tahap induksi dan proliferasi dilakukan pengamatan jumlah ES total, jumlah ES pada setiap tahap perkembangan (globular, heart-shape dan torpedo) dan skoring proses embriogenesis berdasarkan perkembangan embrio somatik hasil proliferasi. Skoring proses embriogenesis somatik gandum Penskoran kalus dan embrio somatic primer dan sekunder (skor 1 sampai skor 5) berdasarkan jumlah ES total dan tahap perkembangan ES (globular, heart-shape dan torpedo). Skor 0: Kalus embriogenik kurang dari 10%, belum terlihat struktur embrio somatik; Skor 1: Kalus embriogenik 10 19%, 0 4 ES/eksplan, fase globular; Skor 2: Kalus embriogenik 20 39%, 5 8 ES/eksplan, fase globular dan Heart Shape; Skor 3: Kalus embriogenik 40 59%, 9 12 ES/eksplan, fase globular dan Heart Shape; Skor 4: Kalus embriogenik 60 79%, ES/eksplan, fase globular, Heart Shape dan Torpedo; Skor 5: Kalus embriogenik lebih dari 80%, > 16 ES/eksplan, fase globular, Heart Shape dan Torpedo. Hasil dan Pembahasan Induksi embriogenesis somatik Induksi kalus dan ES primer semula menggunakan eksplan pangkal daun kecambah in vitro gandum umur satu minggu, yaitu prosedur untuk menginduksi ES gandum dan proliferasinya menggunakan metode rapid induction Somatic Embryo (SE) hasil penemuan Mahalakshmi dkk., (2003). Metode tersebut dirasakan terlalu rumit dan membutuhkan waktu lebih lama. Selanjutnya, penelitian ini menggunakan benih gandum sebagai eksplan, berdasarkan hasil penelitian Shah dkk., (2003) dan i dkk., (2007) yang menyatakan bahwa embrio dewasa (benih) gandum dapat langsung digunakan sebagai iota Vol. 17 (2), Juni

4 Embriogenesis Somatik dari Eksplan enih Gandum Tropis eksplan untuk menginduksi kalus embriogenik. Metode ini lebih praktis dan membutuhkan waktu lebih singkat. Induksi kalus gandum menggunakan eksplan embrio dewasa berupa benih gandum pada medium yang mengandung 2,4-d pada konsentrasi 2,5 ppm dan 3,5 ppm, diamati menghasilkan tiga tipe perkembangan, yaitu benih hanya berimbibisi tetapi tidak memperlihatkan perkembangan (tipe ), hanya terbentuk atau tumbuh kalus saja (tipe ) dan tumbuh tunas dan akar serta kalus di pangkal daunnya (tipe ). Ketiga tipe perkembangan eksplan dapat dilihat pada Gambar 2. Jumlah dan persentase tiap-tiap tipe perkembangan dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi 2,4-d dari 2,5 ppm menjadi 3,5 ppm mampu meningkatkan persentase benih yang membentuk kalus saja (), kecuali pada galur R-039 dan R-040. Pada galur R-039 justru menurunkan persentase benih yang membentuk kalus saja dan meningkatkan jumlah benih yang membentuk tunas, akar dan kalus (). Respons galur terhadap perubahan konsentrasi 2,4-d menunjukkan bahwa galur R- 040 kurang responsif karena tidak menunjukkan pengaruh yang berarti dan sebagian besar masih membentuk tunas dan akar. Hal ini karena dipengaruhi oleh ZPT endogen pada tiap-tiap genotype Interaksi dan perimbangan antara 2,4-d eksogen yang diaplikasikan dalam medium dan ZPT endogen pada tiap-tiap genotipe menentukan arah perkembangan eksplan. Selain itu, banyak eksplan varietas Dewata tidak menunjukkan perkembangan, baik pada konsentrasi 2,5 ppm maupun 3,5 ppm 2,4-d. Diduga mutu benih var. Dewata kurang baik atau memiliki vigor rendah. Hal ini didukung oleh pengamatan persentase benih yang terkontaminasi pada saat kultur in vitro, yaitu var. Dewata 26,24%, galur R-036 sebanyak 6,25% dan galur R-040 sebanyak 7,50%. Untuk mengetahui respons embriogenesis somatik pada medium induksi kalus dengan empat konsentrasi 2,4-d (yaitu 2,0 ppm; 2,5 ppm; 3,0 ppm; dan 3,5 ppm) dilakukan penelitian menggunakan tiga genotipe gandum, yaitu varietas Dewata (varietas yang dihasilkan PSG FP UKSW), galur R-036 yang sangat responsif dan galur R-040 yang tidak/kurang responsif terhadap peningkatan konsentrasi 2,4- d. Jumlah eksplan yang membentuk kalus dapat dilihat pada Tabel 2. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada induksi kalus eksplan benih gandum, diamati jumlah eksplan yang membentuk kalus paling sedikit terbentuk dari genotipe Dewata, yaitu pada media 2 hingga 3 ppm 2,4-d dengan kisaran 5,33 hingga 9,67. Pada konsentrasi 2,4- d sebanyak 3,5 ppm, jumlah eksplan gandum var. Dewata yang membentuk kalus relatif rendah, yaitu sebanyak 12 buah. Pada eksplan galur R-036 menunjukkan jumlah eksplan yang membentuk kalus paling banyak bila digunakan 2,4-d dengan konsnetrasi 2,5 ppm, yaitu berkisar antara 16,3 hingga16,67. Eksplan galur R-040 tetap menunjukkan respons yang rendah terhadap perubahan konsentrasi 2,4-d, seperti halnya yang diamati pada Tabel 1. erdasarkan jumlah eksplan gandum yang membentuk kalus diduga menggambarkan bahwa apabila menggunakan eksplan embrio dewasa dalam bentuk benih, respons genotipe dalam membentuk kalus terhadap aplikasi konsentrasi 2,4-d juga dipengaruhi oleh mutu benih, yang digunakan sebagai eksplan (Tabel 1). Pengaruh mutu benih yang digunakan sebagai eksplan, juga diamati pada variable jumlah ES total primer (Tabel 3). Mutu benih var. Dewata yang rendah juga menghasilkan jumlah ES total primer yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan genotype R-036 dan R-040. Pengaruh konsentrasi 2,4-d pada berbagai genotipe (Tabel 3) menunjukkan bahwa pada genotipe Dewata, peningkatan konsentrasi dari 2 ppm menjadi 2,5 ppm belum dapat meningkatkan jumlah ES total primer. Jumlah ES primer nyata mengalami peningkatan pada konsentrasi 3 ppm, tetapi pada konsentrasi 3,5 ppm jumlah ES primer mengalami penurunan. Hal ini karena peningkatan konsentrasi 2,4-d menjadi 3,5 ppm menghambat pembentukan ES karena konsentrasi 2,4-d yang terlalu tinggi dapat bersifat racun, seperti yang dinyatakan Djojosumarto (2008), dalam takaran yang sangat rendah senyawa ini berfungsi sebagai hormon untuk merangsang pertumbuhan tanaman, tetapi dalam takaran yang lebih tinggi senyawa ini dapat bekerja sebagai herbisida 116 iota Vol. 17 (2), Juni 2012

5 Pudjihartati dan Herawati yang bersifat post-emergence (setelah berkecambah). Pada kultur jaringan gandum varietas Inqilab-91, hakwal-97 and Manthar, yang dilakukan Rashid dkk., (2009), pembentukan kalus embriogenik maksimum pada konsentrasi 3 mg/l dan menunjukkan penurunan ES yang diperoleh apabila konsentrasi 2,4-d ditingkatkan. Genotipe R-036 menunjukkan bahwa berbagai konsentrasi 2,4-d yang dicoba tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (Tabel 3). Diduga pada konsentrasi 2 ppm genotipe R-036 sudah dapat menghasilkan jumlah ES primer secara maksimal. Peningkatan konsentrasi hingga 3,5 ppm tidak menjadi penghambat dalam pembentukan jumlah ES primer. Diduga respons genotipe R- 036 dalam membentuk ES primer kurang peka terhadap berbagai konsentrasi 2,4-d. Pengaruh konsentrasi 2,4-d pada genotipe R-040 menunjukkan peningkatan konsentrasi dari 2 ppm menjadi 2,5 ppm nyata meningkatkan jumlah ES primer. Peningkatan konsentrasi yang lebih tinggi hingga 3,5 ppm tidak meningkatkan atau menurunkan jumlah ES primer secara nyata. Hal itu menunjukkan bahwa aplikasi 2,4-d hingga konsentrasi tertinggi yang dicoba (3,5 ppm) belum bersifat menghambat. Respons genotipe yang berbeda pada aplikasi berbagai konsentrasi 2,4-d terhadap induksi kalus dengan eksplan benih juga diamati pada penelitian Noor dkk., (2009) yang menggunakan dua varietas komersial gandum Pakistan, Kohsar dan Khyber-87. Induksi kalus varietas Kohsar optimum pada konsentrasi 3,0 ppm 2,4-d (83,3%) sedangkan varietas Khyber-87 pada konsentrasi 3,5 ppm (71,7%). Skor 0 Skor 1 a Skor 2 b Skor 3 Skor 4 c Skor 5 Gambar 1. Skoring embrio somatic (ES) primer dan sekunder gandum (skor 0 sampai skor 5). Tampak bentuk embrio somatik fase globular (a), fase heart-shape (b) dan fase torpedo (c). iota Vol. 17 (2), Juni

6 Embriogenesis Somatik dari Eksplan enih Gandum Tropis (c) (a) (b) (d) Gambar 2. Perkembangan eksplan embrio dewasa dua hari (a) dan (b) serta satu minggu (c) dan (d) setelah diinduksi. () benih tidak memperlihatkan perkembangan, () hanya membentuk kalus, () membentuk kalus, tumbuh tunas dan akar. Tabel 1. Perkembangan eksplan benih pada tahap induksi kalus pada media yang mengandung 2,4-d dengan konsentrasi 2,5 ppm dan 3,5 ppm. Persentase (%) tiap Tipe Perkembangan Eksplan setelah 2x24 jam Jumlah Eksplan Genotipe 2,5 ppm 3,5 ppm 2,5 ppm 3,5 ppm 2,5 ppm 3,5 ppm 2,5 ppm 3,5 ppm Dewata ,0 37,5 40,0 54,5 20,0 8,0 R ,4 1,8 20,7 43,9 75,9 54,4 R ,0 5,3 0,0 36,8 0,0 57,9 R ,0 2,6 43,9 16,9 56,1 80,5 R ,3 4,1 16,7 14,3 80,0 81,6 R ,7 6,5 26,7 33,6 66,7 59,8 Keterangan: = benih tidak/belum memperlihatkan perkembangan, = tumbuh kalus saja, = tumbuh tunas, akar dan kalus pada pangkal daun Tabel 2. Jumlah eksplan gandum yang membentuk kalus untuk varietas Dewata, galur R-036 dan R-040 pada berbagai konsentrasi 2,4-d. Genotipe Konsentrasi 2,4-d 2 ppm 2,5 ppm 3 ppm 3,5 ppm Dewata 6 9,67 5,33 12 R ,33 16,67 16,3 16,3 R ,67 12, ,7 Tabel 3. Jumlah ES total primer dari genotipe Dewata, R-036 dan R-040 pada berbagai konsentrasi 2,4-d. Konsentrasi 2,4-D Genotipe 2 ppm 2,5 ppm 3 ppm 3,5 ppm 2,778 a 2,553 a 3,500 b 2,601 a Dewata 4,620 c 4,414 c 4,601 c 4,359 c R-036 3,600 b 4,405 c 4,562 c 4,481 c R-040 Keterangan: Huruf besar di bawah bilangan ke arah vertikal, berguna untuk membedakan adanya pengaruh genotipe, sedangkan huruf kecil di sisi bilangan ke arah horizontal, berguna untuk membedakan pengaruh konsentrasi 2,4-d. 118 iota Vol. 17 (2), Juni 2012

7 Pudjihartati dan Herawati Pengaruh genotipe pada berbagai konsentrasi terhadap jumlah ES primer menunjukkan pada semua konsentrasi 2,4-d yang dicoba jumlah ES genotipe R-036 dan R- 040 nyata lebih tinggi dibandingkan genotipe Dewata. Diduga perbedaan ini dipengaruhi kondisi ZPT endogen pada tiap-tiap genotipe. plikasi ZPT dengan konsentrasi tertentu pada media induksi kalus akan menimbulkan interaksi dan membentuk perimbangan ZPT tertentu pada tiap-tiap genotipe dan menyebabkan tiap genotipe memberikan respons yang berbeda, yang dapat dilihat pada Tabel 3. Pada perimbangan auksin/sitokinin yang tinggi akan memacu perbanyakan jumlah ES, sehingga diduga jumlah auksin endogen dari genotipe R-036 dan R-040 lebih tinggi dibandingkan genotipe Dewata. Pada konsentrasi 2,4-d yang tinggi pun jumlah ES primer genotipe Dewata nyata lebih rendah dibandingkan kedua genotipe lain. danya perbedaan respons tiap genotipe pada berbagai konsentrasi dalam pembentukan ES primer diduga juga dipengaruhi mutu benih, yang dapat ditunjukkan dengan jumlah benih membentuk ES (Tabel 2), yaitu pada genotipe R-036 dan R-040 lebih tinggi dibandingkan genotipe Dewata. Untuk variable skor ES primer, pengaruh konsentrasi 2,4-d dan genotipe dapat dilihat pada Tabel 4. Pengaruh konsentrasi pada berbagai genotipe menunjukkan bahwa pada genotipe Dewata penambahan konsentrasi 2,4- d tidak menunjukkan skor yang berbeda nyata. Peningkatan jumlah ES total primer yang nyata pada konsentrasi 3 ppm 2,4-d (Tabel 3) tetapi sebagian besar masih pada tahap globular (Tabel 5) yang membuat skor kalus primer genotipe Dewata menunjukkan kecenderungan yang berbeda dengan variable jumlah ES total primer. Tabel 4 juga menunjukkan bahwa pada genotipe R-036, peningkatan konsentrasi 2,4-d yang ditambahkan pada media juga tidak meningkatkan skor kalus primer. Hal ini memperkuat dugaan bahwa genotipe R-036 kurang responsif terhadap peningkatan konsentrasi 2,4-d yang diteliti. Pada genotipe R-040, peningkatan konsentrasi 2,4-d yang ditambahkan pada media induksi kalus dari 2 ppm menjadi 2,5 ppm nyata meningkatkan skor kalus primer. Peningkatan konsentrasi 2,4-d selanjutnya hingga 3,5 mg/l 2,4-d menunjukkan adanya penurunan skor kalus. Skor kalus primer tertinggi pada konsentrasi 2,5 ppm 2,4-d ini disebabkan adanya peningkatan jumlah ES pada tahap torpedo (lihat Tabel 5). Hal ini berarti pada aplikasi 2,4-d yang optimum mampu meningkatkan jumlah ES total primer dan memacu proses diferensiasi kalus menjadi kalus embriogenik. Peningkatan konsentrasi 2,4-d yang diaplikasikan, meski tidak menurunkan jumlah ES total primer (Tabel 3) tetapi mampu menghambat proses diferensiasi. plikasi 2,4-d dengan konsentrasi yang terlalu tinggi cenderung akan memacu pembelahan sel dan tidak mendorong proses diferensiasi sehingga menjadi kalus embriogenik atau pendewasaan embrio. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5, yang menunjukkan bahwa jumlah ES pada tahap globular meningkat pada aplikasi 3,5 ppm 2,4-d. Pengaruh genotipe pada berbagai konsentrasi 2,4-d terhadap skor ES primer (Tabel 4) juga menunjukkan bahwa skor kalus tertinggi diamati pada genotipe R-040 dan aplikasi 2,4-d dengan konsentrasi 2,5 ppm. Pada media dengan aplikasi 2,4-d konsentrasi 2 ppm, 3 ppm dan 3,5 ppm, skor tertinggi terdapat pada genotipe R-036 sedangkan genotipe Dewata dan R-040 skor ES primer tidak berbeda nyata. Pengaruh mutu benih (Tabel 2) juga diamati pada variabel skor kalus primer. Dari ketiga genotipe yang diteliti, skor ES primer terendah diamati pada genotipe Dewata yang disebabkan oleh rendahnya jumlah ES total primer dan lambatnya proses diferensiasi. Proliferasi embrio somatik Embrio Somatik primer yang diperoleh pada tahap induksi kalus embriogenik eksplan biji gandum, selanjutnya disubkultur ke media proliferasi untuk memperbanyak jumlah ES. erdasarkan hasil penelitian induksi kalus embriogenik (ES primer), diketahui bahwa konsentrasi 2,4-d yang optimum pada tiga genotipe berkisar antara 2,5 ppm dan 3,0 ppm, sehingga hanya dua konsentrasi ini yang dilanjutkan untuk tahap proliferasi, selain itu juga dicoba dengan menambahkan 0,5 P iota Vol. 17 (2), Juni

8 Embriogenesis Somatik dari Eksplan enih Gandum Tropis agar diperoleh kalus embriogenik (ES sekunder) yang lebih banyak. erdasarkan hasil analisis statistik data jumlah ES sekunder yang dilakukan (Tabel 6) menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi 2,4- d pada berbagai genotipe terhadap jumlah ES hasil proliferasi menunjukkan kecenderungan yang berbeda dibandingkan tahap induksi kalus primer (Tabel 3) dengan aplikasi konsentrasi 2,4-d yang sama. Pada genotipe Dewata dan R- 040 peningkatan konsentrasi 2,4-d dari 2,5 ppm menjadi 3 ppm menghasilkan jumlah ES yang sama. Hal ini karena rasio auksin/sitokinin endogen ES primer termasuk rendah. Selain itu juga karena selang peningkatan konsentrasi 2,4-d (0,5 ppm) yang terlalu kecil sehingga tidak memberikan respons peningkatan jumlah ES hasil proliferasi secara nyata. Pengaruh konsentrasi 2,4-d pada genotipe R-036 terhadap jumlah ES hasil proliferasi menunjukkan media dengan konsentrasi 2,5 ppm 2,4-d sudah menunjukkan proliferasi ES maksimal, sedangkan peningkatan konsentrasi 2,4-d menjadi 3 ppm nyata menurunkan jumlah ES hasil proliferasi. Diduga pada konsentrasi 2,4-d tinggi akan menghambat proliferasi ES. erbeda dengan hasil induksi ES primer, pembentukan ES tahap proliferasi sudah tidak dipengaruhi mutu benih. Hal ini terbukti bahwa pada aplikasi 2,5 ppm 2,4-d diamati bahwa jumlah ES total sekunder yang dihasilkan dari var. Dewata tidak paling rendah dibandingkan galur R-036 dan R-040, seperti halnya jumlah ES total primer pada induksi kalus (bandingkan antara Tabel 3 dan Tabel 6). Proliferasi kalus gandum yang dilakukan oleh Shah dkk., (2003) menunjukkan bahwa kalus akan menunjukkan pertumbuhan yang baik apabila pada media proliferasi gandum yang menggunakan media dasar MS dengan 2,4-d dengan konsentrasi rendah (2 ppm) ditambahkan 0,5 ppm P. Kalus yang terbentuk, selanjutnya akan berkembang menjadi kalus yang bernas, remah dan berwarna hijau muda. Oleh karena itu, penambahan zat pengatur tumbuh Kinetin, khususnya P, dalam penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah kalus embriogenik, yang diindikasikan oleh peningkatan skor kalus. Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan 0,5 ppm P, baik pada konsentrasi 2,5 ppm maupun 3 ppm nyata menurunkan jumlah ES hasil proliferasi pada genotipe Dewata, R-036 dan R-040. Diduga pemberian P, yang dimaksudkan untuk memacu proses diferensiasi dan semakin banyak ES yang terbentuk, juga bersifat menghambat proliferasi ES karena penambahan P akan menurunkan rasio auksin/sitokinin yang menghambat proses pembelahan sel. erdasarkan hasil analisis statistik, pengaruh genotipe pada berbagai komposisi media yang dicoba menunjukkan bahwa pada media dengan konsentrasi 2,5 ppm dan 3 ppm 2,4-d diamati jumlah ES hasil proliferasi pada genotipe R-036 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe Dewata dan R-040 (Tabel 6). Diduga interaksi antara ZPT endogen dan aplikasi 2,4-d (eksogen) yang diberikan pada genotipe R-036 mampu memacu proliferasi ES lebih tinggi jika dibandingkan dengan genotipe Dewata dan R-040. plikasi 2,4-d yang dikombinasikan dengan P ternyata mampu mempengaruhi respons genotipe, sehingga pada konsentrasi 2,5 ppm 2,4-d jumlah ES sekunder tertinggi diamati pada varietas Dewata dan pada konsentrasi 3 ppm 2,4-d jumlah ES sekunder var. Dewata sama dengan genotipe R-036 (Tabel 6). Fakta tersebut menunjukkan bahwa interaksi ZPT eksogen (2,4-d dan P) dengan ZPT endogen akan menentukan arah pertumbuhan kalus sehingga tiap-tiap genotipe akan memberi respons proliferasi yang berbeda. Genotipe R-036 dan R-040 sangat responsif terhadap penambahan P sehingga sangat menurunkan kemampuan proliferasinya. Pada perlakuan dengan penambahan P ke dalam medium proliferasi, peningkatan konsentrasi 2,4-d dari 2,5 ppm menjadi 3 ppm dapat mempengaruhi perimbangan auksinsitokinin sehingga diamati ada kecenderungan peningkatan kemampuan proliferasi meskipun secara statiktik peningkatannya tidak nyata. Interaksi antara pengaruh genotipe dan komposisi ZPT yang diteliti, menunjukkan bahwa kombinasi genotipe dan komposisi media yang menghasilkan jumlah ES hasil proliferasi tertinggi adalah genotipe R-036 pada media 2,5 ppm 2,4-d. Jumlah ES hasil 120 iota Vol. 17 (2), Juni 2012

9 Pudjihartati dan Herawati proliferasi terendah diamati pada genotipe R- 040 yang dikultur pada media 2,5 ppm dengan penambahan P. Hal ini menunjukkan bahwa untuk proliferasi tidak memerlukan penambahan auksin (dalam hal ini 2,4-d) dengan konsentrasi terlalu tinggi. Konsentrasi 2,4-d yang terlalu tinggi dapat bersifat racun, sedangkan penambahan P 0,5 ppm yang sebetulnya dimaksudkan untuk memacu kematangan ES justru menurunkan kemampuan proliferasi. Pengaruh peningkatan konsentrasi 2,4-d dari 2,5 ppm menjadi 3 ppm, pada genotipe Dewata dan R-040 terhadap skor ES hasil proliferasi menunjukkan tidak ada peningkatan skor secara nyata (Tabel 7). Meskipun jika dilihat pada pengamatan tahap perkembangan ES hasil proliferasi (Tabel 8) menunjukkan bahwa peningkatkan konsentrasi 2,4-d cenderung meningkatkan jumlah ES pada tahap heart-shape dan menurunkan jumlah ES pada tahap globular tetapi tidak meningkatkan jumlah ES hasil proliferasi (Tabel 6), sehingga belum mampu meningkatkan skor ES. Pada genotipe R-036, peningkatan konsentrasi 2,5 ppm dan 3 ppm menunjukkan penurunan skor ES hasil proliferasi secara nyata. Hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah ES sekunder (Tabel 6) dan penurunan jumlah ES tahap heart-shape dan torpedo (Tabel 8). Fakta ini menunjukkan bahwa pada genotipe R-036, peningkatan konsentrasi 2,4-d selain menurunkan pembelahan sel juga menghambat diferensiasi. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan P pada kedua konsentrasi 2,4-d yang diteliti tidak ditemukan adanya peningkatan skor ES hasil proliferasi dibandingkan dengan media tanpa P, baik pada genotipe Dewata, R-036 maupun R-040. Namun bila dilihat nilai nominal skor ES hasil proliferasi menurun pada media dengan penambahan P, hal ini menunjukkan bahwa penambahan P selain menurunkan kemampuan proliferasi (jumlah ES sekunder, lihat Tabel 6) juga cenderung menghambat diferensiasi. Pada Tabel 8 diamati bahwa jumlah ES globular semakin meningkat, heartshape dan torpedo menurun. Penambahan P pada media proliferasi dalam penelitian ini, semula diharapkan dapat meningkatkan skor ES, yang dapat ditunjukkan dengan diferensiasi kalus, bahkan menurut Salisbury dan Ross (1995) penambahan P berperan dalam pembelahan sel dan pembentukan organ. Oleh karena itu, diduga P bukan jenis sitokinin yang tepat untuk ketiga genotipe yang dicoba. Pengaruh genotipe pada berbagai komposisi ZPT terhadap skor ES hasil proliferasi menunjukkan bahwa pada media 2,5 ppm 2,4-d skor tertinggi diamati pada genotipe R-036, sedangkan kedua genotipe lain yaitu Dewata dan R-040 menunjukkan skor yang tidak berbeda nyata. Skor ES yang tinggi pada genotipe R-036 disebabkan jumlah ES yang tinggi (Tabel 6) dan pada Tabel 8 dapat dilihat genotipe R-036 menghasilkan jumlah ES pada tahap heart-shape lebih tinggi dibandingkan genotipe Dewata dan R-040. Pengaruh genotipe pada berbagai komposisi ZPT terhadap skor ES hasil proliferasi menunjukkan pada media dengan konsentrasi 3 ppm 2,4-d pada semua genotipe tidak ada perbedaan skor secara nyata. Jika dibandingkan dengan jumlah ES hasil proliferasi, didapati ada kecenderungan berbeda pada genotipe R-036, pada proliferasi ES, genotipe R-036 nyata lebih tinggi dibandingkan genotipe Dewata dan R-040 sedangkan pada pengamatan skor ES hasil proliferasi, tidak diamati adanya perbedaan skor. Hal ini didukung pengamatan tahap perkembanagn ES (lihat Tabel 8) pada konsentrasi 3 ppm 2,4-d, jumlah ES pada tahap heart-shape dari genotipe R-036 lebih rendah dibandingkan genotipe Dewata dan R-040. Diduga pada genotipe R-036, penggunaan media dengan konsentrasi 2,4-d 3 ppm menghasilkan interaksi ZPT eksogen dan endogen yang lebih memacu pembelahan sel tetapi menghambat diferensiasi dibandingkan dengan genotipe Dewata dan R-040. Pada komposisi ZPT 2,4-d 2,5 mg/l dengan penambahan P diamati adanya kecenderungan yang berbeda antara skor ES (Tabel 7) dengan jumlah ES hasil proliferasi (Tabel 6), jumlah ES hasil proliferasi dari genotipe Dewata nyata lebih tinggi dibandingkan kedua genotipe lain, sedangkan pada pengamatan skor ketiga genotipe tidak berbeda nyata. Diduga komposisi 2,4-d 2,5 iota Vol. 17 (2), Juni

10 Embriogenesis Somatik dari Eksplan enih Gandum Tropis ppm dengan penambahan P pada genotipe Dewata menghambat proses diferensiasi yang ditunjukkan dengan tahap perkembangan ES genotipe Dewata lebih banyak di tahap globular dibandingkan dengan tahap hearthape, sehingga menyebabkan skor ketiga genotipe tidak berbeda nyata. Pengaruh genotipe pada komposisi ZPT 2,4-d 3 ppm dengan penambahan P terhadap skor ES hasil proliferasi menunjukkan tidak ada perbedaan skor secara nyata. Diamati juga adanya kecenderungan yang berbeda dengan jumlah ES hasil proliferasi, jumlah ES hasil proliferasi genotipe Dewata dan R-036 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe R-040, sedangkan pada skor tidak menunjukkan perbedaan secara nyata. ila dilihat berdasarkan nilai skor tiap-tiap genotipe, pada genotipe R-040 menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan genotipe Dewata dan R-040. Tidak ada perbedaan skor secara nyata diduga karena variabilitas pengamatan skor ES hasil proliferasi tinggi, sehingga menurunkan kepekaan dalam menentukan nyata tidaknya nilai skor. Penambahan P pada kedua konsentrasi 2,4-d yang dicoba menunjukkan tidak ada peningkatan skor ES hasil proliferasi pada ketiga genotipe yang dicoba. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian tidak sesuai dengan yang diharapkan (hipotesis) yaitu penambahan P dapat meningkatkan skor. Penelitian yang dilakukan Rashid dkk., (2002) untuk mengetahui pengaruh media, ZPT dan genotipe dalam proliferasi kalus gandum, juga menunjukkan hal yang sama. Pada ketiga genotipe yang dicoba yaitu Triticum aestivum L. kultivar hakwal 86, Rawal 87 penggunaan 3 konsentrasi P (0,1; 0,5 dan 1 ppm), terbukti tidak berperan dalam proliferasi kalus. Selain itu, kemungkinan penggunaan Sitokinin dalam bentuk lain lebih efektif memacu proliferasi ES gandum. erdasarkan penelitian Rashid dkk., (2009) kombinasi hormon terbaik untuk induksi kalus gandum Pakistan ketiga genotipe yaitu Inqilab-91, hakwal-97 dan Manthar adalah pada media dengan Kinetin dan 6-γ-γ-dimethylallylaminopurine (2iP). pabila proliferasi kalus gandum yang diinkubasi pada kondisi 12 jam terang/12 jam gelap diperpanjang hingga 2 bulan, pada beberapa ES diamati mulai muncul bintik hijau, seperti dapat dilihat pada Gambar 3. Diduga, kalus yang berbintik hijau merupakan kalus embriogenik yang potensial tumbuh menjadi planlet. Tabel 4. Skor ES primer untuk varietas Dewata, galur R036 dan R040 pada berbagai konsentrasi 2,4-d. Konsentrasi 2,4-d Genotipe 2 mg/l 2,5 mg/l 3 mg/l 3,5 mg/l 1,089 ab 0,914 a 1,095 ab 0,917 a Dewata 1,393 b 1,297 b 1,269 b 1,334 b R-036 1,050 ab 1,423 c 1,154 ab 1,289 b R-040 Keterangan: Huruf besar di bawah bilangan ke arah vertikal, berguna untuk membedakan adanya pengaruh genotipe, sedangkan huruf kecil di sisi bilangan ke arah horizontal, berguna untuk membedakan pengaruh konsentrasi 2,4-d. Tabel 5. Jumlah ES primer pada tahap perkembangan globular, heart-shape dan torpedo yang terbentuk dari genotipe Dewata, R-036 dan R-040 pada berbagai konsentrasi 2,4-d. Konsentrasi 2,4-d Genotipe 2 ppm 2,5 ppm 3 ppm 3,5 ppm G HS T G HS T G HS T G HS T Dewata 2,00 0,60 0,00 1,14 0,89 0,03 2,06 0,75 0,05 1,03 1,08 0,03 R-036 1,60 2,54 0,18 1,37 2,25 0,20 1,57 2,25 0,09 1,42 2,41 0,17 R-040 0,80 2,06 0,12 1,92 2,07 0,29 1,27 2,04 0,14 2,35 1,53 0,12 Keterangan: G: globular; HS: heart-shape; T: torpedo 122 iota Vol. 17 (2), Juni 2012

11 Pudjihartati dan Herawati Tabel 6. Jumlah ES total sekunder hasil proliferasi dari genotipe Dewata, R-036 dan R-040 pada berbagai konsentrasi 2,4-d. Genotipe Komposisi ZPT 2,5 ppm 2,4-d 3 ppm 2,4-d 2,5 ppm 2,4-d + 0,5 ppm P 3 ppm 2,4-d + 0,5 ppm P Dewata 6,58 c 7,00 c 5,11 b 4,71 b R ,18 e 8,53 d 4,08 ab 5,45 b E D R-040 6,62 c 7,21 c 3,38 a 4,08 ab Keterangan : Huruf besar di bawah bilangan ke arah vertikal, berguna untuk membedakan pengaruh genotipe, sedangkan huruf kecil di sisi bilangan ke arah horizontal, berguna untuk membedakan pengaruh komposisi ZPT. Tabel 7. Skor kalus sekunder untuk varietas Dewata, galur R036 dan R040 pada berbagai komposisi ZPT. Komposisi ZPT Genotipe 2,5 ppm 2,4-d 3,0 ppm 2,4-d 2,5 ppm 2,4-d + 0,5 ppm P 3,0 ppm 2,4-d + 0,5 ppm P 2,010 a 2,023 a 1,547 a 1,680 a Dewata 2,823 b 2,017 a 1,400 a 1,637 a R-036 1,940 a 1,933 a 1,017 a 1,267 a R-040 Keterangan: Huruf besar di bawah bilangan ke arah vertikal, berguna untuk membedakan adanya pengaruh genotipe, sedangkan huruf kecil di sisi bilangan ke arah horizontal, berguna untuk membedakan adanya pengaruh komposisi ZPT. Tabel 8. Jumlah ES sekunder hasil proliferasi pada tahap perkembangan globular, heart-shape dan torpedo yang terbentuk dari genotipe Dewata, R-036 dan R-040 pada berbagai konsentrasi 2,4-d. Komposisi ZPT Genotipe 2,5 ppm 2,4-d 3,0 ppm 2,4-d 2,5 ppm 2,4-d + 0,5 ppm P 3,0 ppm 2,4-d + 0,5 ppm P G HS T G HS T G HS T G HS T Dewata 2,79 3,38 0,28 1,48 5,08 0,17 3,49 1,34 0,02 2,51 2,20 0,00 R-036 2,54 7,21 0,49 2,18 4,27 0,38 2,29 1,42 0,05 2,79 2,16 0,06 R-040 1,80 4,06 0,33 0,99 5,22 0,22 2,17 0,47 0,00 1,47 1,77 0,05 Keterangan: G: globular; HS: heart-shape; T: torpedo. (a) (b ) Gambar 3. Embrio somatik sekunder hasil proliferasi kalus (a). Sebagian ES sekunder diamati ada yang berbintik hijau (b) iota Vol. 17 (2), Juni

12 Embriogenesis Somatik dari Eksplan enih Gandum Tropis Simpulan erdasarkan hasil penelitian induksi embriogenesis somatik dari eksplan benih tiga genotipe gandum tropis ini, dapat disimpulkan bahwa jumlah ES dan skor ES primer relatif tertinggi dari varietas Dewata pada 3 ppm 2,4- d, galur R-040 pada 2,5 ppm 2,4-d, dan galur R-036 pada 2 ppm 2,4-d. Eksplan gandum galur R-036 menghasilkan jumlah ES dan skor ES primer relatif tertinggi dibandingkan dengan genotipe lain. Mutu benih yang digunakan memengaruhi respons eksplan dalam menghasilkan jumlah ES dan skor ES primer dan kurang mempengaruhi jumlah ES dan skor ES sekunder. Pada tahap proliferasi, jumlah ES sekunder relatif tertinggi, dari galur R-036 pada 2,5 ppm 2,4-d, sedangkan varietas Dewata dan R-040 pada 2,5 ppm dan 3,0 ppm 2,4-d. plikasi 2,4-d yang dikombinasikan dengan P dapat menurunkan jumlah ES, tetapi hanya cenderung menurunkan skor ES sekunder pada ketiga genotipe. Pada skor ES hasil proliferasi tidak diamati adanya pengaruh komposisi ZPT yang diteliti (2,4-d dan P) pada varietas Dewata dan galur R-040, sedangkan pada galur R-036 skor ES sekunder maksimum pada 2,5 ppm 2,4-d. Daftar Pustaka riani, M Trend Konsumsi Pangan Produk Gandum di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, ogor. wr pdf. 27/10/2010. i, R.M., Kou, M., hen, L.G., Mao, S.R. dan Wang, H.G Plant regeneration through callus initiation from mature embryo of Triticum. Plant reeding, 126 (1): Direktorat Gizi Depkes RI Daftar Komposisi ahan Makanan. hratara Karya ksara. Jakarta. Djojosumarto, P Pestisida dan plikasinya. PT gromedia Pustaka. Jakarta. Endang, G.L., Mariska, I., Roostika, I. dan Kosmiatin, M Induksi Mutasi dan Seleksi In Vitro Menggunakan sam Fusarat untuk Ketahanan Penyakit Layu pada Pisang mbon Hijau. erita iologi, 8 (1): Eva Ratna Sari Loppies: Terigu Kini Makanan Pokok Setelah eras. 11/5/2012. Mahalakshmi,., Khurana, J.P. dan Khurana, P Rapid Induction of Somatic Embryogenesis by 2,4-d in Leaf ase ultures of Wheat (Triticum aestivum L.). Plant iotechnology, 20 (4): Malik, S.I., Rashid, H., Yasmin, T. dan Minhas, N.M Plant Regeneration by Somatic Embryogenesis from allus of Mature Seed Explants of read Wheat (Triticum aestivum L.). Pakistan Journal otany, 36 (3): Noor, S., li, G., Rashid, U., rshad, M., li, S. dan Zafar, Y Optimization of allus Induction and Regeneration System for Pakistani Wheat ultivars Kohsar and Khyber-87. frican Journal of iotechnology, 8 (20): Rashid, H., Ghani, R.., haudhry, Z., Naqvi, S.M.S. dan Quraishi, Effect of Media, Growth Regulators and Genotypes on allus Induction and Regeneration in Wheat (Triticum aestivum). sian Network for Scientific Information. iotechnology, 1 (1): Rashid, U., li, S., li, G.M., yub, N. dan Masood, M.S Establishment of an efficient callus induction and plant regeneration system in Pakistani wheat (Triticum aestivum) cultivars. Electronic Journal of iotechnology, 12 (3): Salisbury, F.. dan Ross,.W Fisiologi Tumbuhan (terjemahan). Jilid 3. Penerbit IT, andung. Shah, M.I., Jabeen, M. dan Ilahi, I In vitro callus induction, its proliferation and regeneration in seed explants of wheat (Triticum aestivum), var. LU-26S. Pakistan Journal otany, 35 (2): Soedjono, S plikasi Mutasi Induksi dan Variasi Somaklonal dalam Pemuliaan Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian, 22 (2): Suhendra RI Masih Sulit Miliki Gandum Lokal. 26/10/2010. Yasmin, R., Javed, F. dan rfan, M Somatic Embryogenesis in alus ulture of Wheat (Triticum aestivum L.). International Journal of griculture & iology, 3 (2): Yasmin, R., Javed, F. dan rfan, M Somatic Embryogenesis in alus ulture of Wheat (Triticum aestivum L.). International Journal of griculture & iology, 3 (2): iota Vol. 17 (2), Juni 2012

RESPON EKSPLAN EMBRIO DEWASA TIGA GENOTIPE GANDUM (Triticum aestivum) TERHADAP KONSENTRASI 2,4D DAN KONDISI INKUBASI SECARA IN VITRO

RESPON EKSPLAN EMBRIO DEWASA TIGA GENOTIPE GANDUM (Triticum aestivum) TERHADAP KONSENTRASI 2,4D DAN KONDISI INKUBASI SECARA IN VITRO Respon Eksplan Embrio Dewasa Tiga Genotipe Gandum (Triticum aestivum) Terhadap Konsentrasi 2,4D dan...(maria Marina Herawati, dkk) RESPON EKSPLAN EMBRIO DEWASA TIGA GENOTIPE GANDUM (Triticum aestivum)

Lebih terperinci

REGENERASI DAN UJI RESPON TOLERANSI TERHADAP NaCl PADA GANDUM (Triticum aestivum L.) GALUR R-036 DAN R-040

REGENERASI DAN UJI RESPON TOLERANSI TERHADAP NaCl PADA GANDUM (Triticum aestivum L.) GALUR R-036 DAN R-040 REGENERASI DAN UJI RESPON TOLERANSI TERHADAP NaCl PADA GANDUM (Triticum aestivum L.) GALUR R-036 DAN R-040 REGENERATION AND NaCl TOLERANCE RESPONSE TESTING OF R-036 AND R-040 WHEAT LINES (Triticum aestivum

Lebih terperinci

2012 FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

2012 FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA PENGARUH KONDISI INKUBASI, KONSENTRASI DAN KOMPOSISI ZAT PENGATUR TUMBUH AUKSIN DAN SITOKININ TERHADAP PROLIFERASI DAN REGENERASI GANDUM (Triticum aestivum) VARIETAS DEWATA THE EFFECT OF INCUBATION CONDITION,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup penting. Komoditas kacang tanah diusahakan 70% di lahan kering dan hanya 30% di

Lebih terperinci

REGENERASI DAN UJI RESPON TOLERANSI TERHADAP NaCl PADA GANDUM (Triticum aestivum L.) GENOTIPE R-039 DAN DEWATA

REGENERASI DAN UJI RESPON TOLERANSI TERHADAP NaCl PADA GANDUM (Triticum aestivum L.) GENOTIPE R-039 DAN DEWATA REGENERASI DAN UJI RESPON TOLERANSI TERHADAP NaCl PADA GANDUM (Triticum aestivum L.) GENOTIPE R-039 DAN DEWATA REGENERATION AND NaCl TOLERANCE RESPONSE TESTING OF WHEAT (Triticum aestivum L.) GENOTYPES

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat

I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan penghasil beras sejak jaman prasejarah.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons pertumbuuhan tertinggi diperoleh pada eksplan biji panili yang ditanam dalam medium tomat. Pada perlakuan tersebut persentase rata-rata

Lebih terperinci

2012 FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

2012 FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA REGENERASI GANDUM (Triticum aestivum L.) GENOTIPE R-036, R-040, DAN DEWATA PADA BERBAGAI KOMPOSISI ZAT PENGATUR TUMBUH WHEAT REGENERATION (Triticum aestivum L.) OF R-036, R-040, AND DEWATA GENOTYPES IN

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN 0 PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN (Leaflet) TERHADAP INDUKSI EMBRIO SOMATIK DUA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) SECARA IN VITRO Oleh Diana Apriliana FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta. Reny Fauziah Oetami 1)

Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta. Reny Fauziah Oetami 1) Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta Reny Fauziah Oetami 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan yang menjadi andalan nasional karena merupakan sumber protein nabati penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang berguna untuk bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Selain itu, kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

INDUKSI KALUS EMBRIOGENIK PADA PERBANYAKAN LEEK (Allium porrum L.) EMBRYOGENIC CALLUS INDUCTION ON THE MULTIPLICATION OF LEEK (Allium porrum L.

INDUKSI KALUS EMBRIOGENIK PADA PERBANYAKAN LEEK (Allium porrum L.) EMBRYOGENIC CALLUS INDUCTION ON THE MULTIPLICATION OF LEEK (Allium porrum L. Induksi Kalus Embriogenik Pada Perbanyakan Leek (Reskhi Oktaviani, Endang Pudjihartati, Maria Marina Herawati) INDUKSI KLUS EMRIOGENIK PD PERNYKN LEEK (llium porrum L.) EMRYOGENIC CLLUS INDUCTION ON THE

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan komoditas pangan sebagai sumber

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan komoditas pangan sebagai sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan komoditas pangan sebagai sumber utama protein nabati dan minyak nabati yang sangat penting karena gizinya dan aman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. Selama masa inkubasi, kalus mulai terlihat tumbuh pada minggu ke-5. Data hari tumbuhnya kalus seluruh

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO Zohiriah 1, Zulfarina 2, Imam Mahadi 2 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK

REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK MODUL - 3 DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK Oleh: Pangesti Nugrahani Sukendah Makziah RECOGNITION AND MENTORING PROGRAM PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya produktivitas tebu dan rendahnya tingkat rendemen gula. Rata-rata produktivitas tebu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah didomestikasi sebelum masa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati, dalam setiap 100 g kacang tanah mentah mengandung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk Bahan tanam awal (eksplan) merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Eksplan yang baik untuk digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Saat ini, manggis merupakan salah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Kultur in vitro merupakan suatu budidaya dalam botol. Salah satu kegiatan dalam kultur in vitro adalah kultur jaringan yaitu budidaya in vitro yang menggunakan

Lebih terperinci

III. INDUKSI DAN PERBANYAKAN POPULASI KALUS, REGENERASI TANAMAN SERTA UJI RESPON KALUS TERHADAP KONSENTRASI PEG DAN DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA

III. INDUKSI DAN PERBANYAKAN POPULASI KALUS, REGENERASI TANAMAN SERTA UJI RESPON KALUS TERHADAP KONSENTRASI PEG DAN DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA III. INDUKSI DAN PERBANYAKAN POPULASI KALUS, REGENERASI TANAMAN SERTA UJI RESPON KALUS TERHADAP KONSENTRASI PEG DAN DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan komposisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi dan Perkecambahan Biji Hasil penelitian menunjukkan biji yang ditanam dalam medium MS tanpa zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut

Lebih terperinci

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc. PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc. PENDAHULUAN Metode kultur jaringan juga disebut dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I. Induksi Kalus Awalnya percobaan ini menggunakan rancangan percobaan RAL 2 faktorial namun terdapat beberapa perlakuan yang hilang akibat kontaminasi kultur yang cukup

Lebih terperinci

Staf pengajar PS Pemuliaan Tanaman, Jurusan BDP FP USU Medan

Staf pengajar PS Pemuliaan Tanaman, Jurusan BDP FP USU Medan KULTUR EMBRIO SEBAGAI EMBRYO RESQUE PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril) (Embryo Culture as the Embryo Rescue for Soybean [Glycine max L. Merril]) Syafrudin Ilyas Staf pengajar PS Pemuliaan Tanaman,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara.

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis anggrek asli Indonesia yang penyebarannya meliputi daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.

Lebih terperinci

Biosaintifika 4 (1) (2012) Biosantifika. Berkala Ilmiah Biologi.

Biosaintifika 4 (1) (2012) Biosantifika. Berkala Ilmiah Biologi. Biosaintifika 4 (1) (2012) Biosantifika Berkala Ilmiah Biologi http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/biosaintifika EFEKTIVITAS ZPT 2,4 D PADA MEDIUM MS DAN LAMA PENCAHAYAAN UNTUK MENGINDUKSI KALUS DARI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap tumbuhan menghasilkan berbagai macam senyawa baik metabolit primer maupun sekunder. Metabolit sekunder seperti alkaloid, terpenoid, fenol dan flavonoid sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam industri otomotif dan merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memberikan sumbangan besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas pangan yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas pangan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas pangan yang sangat penting dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat. Kandungan gizi dalam

Lebih terperinci

Regenerasi Tanaman secara In Vitro dan Faktor-Faktor Yang Mempenaruhi

Regenerasi Tanaman secara In Vitro dan Faktor-Faktor Yang Mempenaruhi Regenerasi Tanaman secara In Vitro dan Faktor-Faktor Yang Mempenaruhi Berita, Institusi - Kamis, September 20, 2012 http://biogen.litbang.deptan.go.id/index.php/2012/09/regenerasi-tanaman-secara-in-vitro-dan-faktor-faktor-yang-mempenaruhi/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman sumber daya hayati yang tinggi, khususnya tumbuhan. Keanekaragaman genetik tumbuhan di

Lebih terperinci

KULIAH DASAR BIOTEKNOLOGI

KULIAH DASAR BIOTEKNOLOGI KULIAH DASAR BIOTEKNOLOGI REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK DR. IR. PANGESTI NUGRAHANI, M.SI. MORPHOGENENSIS Proses pembentukan bagian-bagian tanaman (tunas, kalus, akar)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas atau Pineapple bukan tanaman asli Indonesia Penyebaran nanas di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pengisi di lahan pekarangan, lambat laun meluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang merupakan salah satu jenis tanaman asal Asia Tenggara yang kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tanaman pisang memiliki ciri spesifik

Lebih terperinci

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011 Teknologi Kultur Jaringan Tanaman materi kuliah pertemuan ke 9 Isi Materi Kuliah Kultur Kalus Sri Sumarsih Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk.

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. KDS.) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang keberadaannya telah langka dan berdasarkan tingkat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit disebut dengan nama latin Elaeis guineensis Jacq. Elaeis berasal dari Elaion yang dalam bahasa Yunani berarti minyak. Guineensis

Lebih terperinci

Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN

Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN MK. BIOTEKNOLOGI (SEM VI) Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN Paramita Cahyaningrum Kuswandi (email : paramita@uny.ac.id) FMIPA UNY 2015 16 maret : metode biotek tnmn 23 maret : transgenesis 30 maret

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh: Uswatun Khasanah NIM K4301058 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang dikenal sebagai sumber utama penghasil minyak nabati sesudah kelapa. Minyak sawit kaya akan pro-vitamin

Lebih terperinci

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT ` ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP Anna Rufaida 1, Waeniaty 2, Muslimin 2, I Nengah Suwastika 1* 1 Lab.Bioteknologi,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BENIH PISANG dan STRAWBERI

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BENIH PISANG dan STRAWBERI TEKNOLOGI PERBANYAKAN BENIH PISANG dan STRAWBERI Definisi Kultur jaringan : teknik mengisolasi bagian tanaman (sel,jaringan, organ) dan menanamnya dalam media buatan dalam botol tertutup serta lingkungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di Indonesia yang memiliki keunikan berupa rasa manis pada daunnya. Daun stevia ini mengandung sejumlah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Umum Kultur Pada Kultivar Jerapah dan Sima

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Umum Kultur Pada Kultivar Jerapah dan Sima IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Perkembangan Umum Kultur Pada Kultivar Jerapah dan Sima Respon awal eksplan leaflet yang ditanam pada media MS dengan picloram 16 µm untuk konsentrasi sukrosa 10,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

Teknik Kultur In Vitro Tanaman. Bab I : Pendahuluan 9/16/2012

Teknik Kultur In Vitro Tanaman. Bab I : Pendahuluan 9/16/2012 Teknik Kultur In Vitro Tanaman Sri Sumarsih Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

INDUKSI VARIASI SOMAKLONAL EMPAT GENOTIPE KEDELAI MELALUI EMBRIOGENESIS SOMATIK. Abstrak

INDUKSI VARIASI SOMAKLONAL EMPAT GENOTIPE KEDELAI MELALUI EMBRIOGENESIS SOMATIK. Abstrak 17 INDUKSI VARIASI SOMAKLONAL EMPAT GENOTIPE KEDELAI MELALUI EMBRIOGENESIS SOMATIK Abstrak Keragaman genetik yang tinggi pada kedelai (Glycine max (L.) Merr.) sangat penting untuk program pemuliaan tanaman.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari

I. PENDAHULUAN. sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisan merupakan salah satu tanaman hias berupa perdu dengan sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari dataran Cina. Bunga yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.)

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.) REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.) Oleh : Toni Herawan disampaikan pada : Seminar Nasional Bioteknologi Hutan YOGYAKARTA, OKTOBER 2012 PENDAHULUAN Cendana tumbuh dan berkembang secara alami

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu rumput-rumputan. Saccharum officinarum merupakan spesies paling penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya Brasil (Lingga dkk., 1986 ; Purwono dan Purnamawati, 2007). Ubi kayu yang juga dikenal sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan sejak jaman prasejarah.

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO Delfi Trisnawati 1, Dr. Imam Mahadi M.Sc 2, Dra. Sri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perbanyakan tanaman cabai secara in vitro dapat dilakukan melalui organogenesis ataupun embriogenesis. Perbanyakan in vitro melalui organogenesis dilakukan dalam media MS dengan penambahan

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh 2,4-Dikhlorofenoksiasetat...Wahyu Indria

Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh 2,4-Dikhlorofenoksiasetat...Wahyu Indria PENGARUH PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2,4- DIKHLOROFENOKSIASETAT (2,4-D) TERHADAP INDUKSI KALUS DAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH BENZYL ADENINE (BA) TERHADAP INDUKSI KALUS EMBRIOGENIK RUMPUT GAJAH VARIETAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Proliferasi Kalus Embriogenik Kalus jeruk keprok Garut berasal dari kultur nuselus yang diinduksi dalam media dasar MS dengan kombinasi vitamin MW, 1 mgl -1 2.4 D, 3 mgl -1 BAP, 300

Lebih terperinci

Embriogenesis somatik pada kultur in vitro daun kopi robusta (coffea canephora var. Robusta chev.)

Embriogenesis somatik pada kultur in vitro daun kopi robusta (coffea canephora var. Robusta chev.) Embriogenesis somatik pada kultur in vitro daun kopi robusta (coffea canephora var. Robusta chev.) Embriogenesis somatik pada kultur in vitro daun kopi robusta (coffea canephora var. Robusta chev.) Pinta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggrek merupakan jenis tanaman hias yang digemari konsumen. Jenis anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan Phalaenopsis dari Negara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di dunia setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang

I. PENDAHULUAN. di dunia setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang sangat penting di dunia setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang sangat penting karena beras masih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Kacang Tanah Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pule pandak (Rauvolfia serpentina (L.) Benth. ex Kurz) merupakan salah satu spesies tumbuhan hutan tropika yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat. Menurut Word Health Organisation

Lebih terperinci

MICROPROPAGATION OF Jatropha curcas

MICROPROPAGATION OF Jatropha curcas Jurnal Natural Vol., No., 0 COMBINATIONN EFFECT OF NAPHTALENE ACETIC ACID (NAA) AND BENZYL AMINOPURINE (BAP) ON MICROPROPAGATION OF Jatropha curcas L. Meutia Zahara, Zairin Thomy, Essy Harnelly Alumni

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) merupakan tumbuhan obat asli

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) merupakan tumbuhan obat asli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) merupakan tumbuhan obat asli Indonesia. Tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan asli Indonesia yang hidup secara endemic di daerah

Lebih terperinci

IV. SELEKSI IN VITRO EMBRIO SOMATIK KACANG TANAH PADA MEDIA DENGAN POLIETILENA GLIKOL YANG MENSIMULASIKAN CEKAMAN KEKERINGAN*)

IV. SELEKSI IN VITRO EMBRIO SOMATIK KACANG TANAH PADA MEDIA DENGAN POLIETILENA GLIKOL YANG MENSIMULASIKAN CEKAMAN KEKERINGAN*) IV. SELEKSI IN VITRO EMBRIO SOMATIK KACANG TANAH PADA MEDIA DENGAN POLIETILENA GLIKOL YANG MENSIMULASIKAN CEKAMAN KEKERINGAN*) Abstrak Pengembangan kultivar kacang tanah yang toleran terhadap cekaman kekeringan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Histodifferensiasi Embrio Somatik

BAHAN DAN METODE. Histodifferensiasi Embrio Somatik BAHAN DAN METODE Histodifferensiasi Embrio Somatik Bahan Tanaman Kalus embriogenik yang mengandung embrio somatik fase globular hasil induksi/proliferasi dipisahkan per gumpal (clump) dan diletakkan diatas

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan Perkembangan Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) secara In Vitro pada beberapa Konsentrasi BAP dan IAA

Pertumbuhan dan Perkembangan Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) secara In Vitro pada beberapa Konsentrasi BAP dan IAA Pertumbuhan dan Perkembangan Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) secara In Vitro pada beberapa Konsentrasi BAP dan IAA Growth and Development of In Vitro Curly Pepper (Capsicum annuum L.) in some Concentration

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.) Kultur jaringan merupakan teknik budidaya untuk meningkatkan produktifitas tanaman.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring

Lebih terperinci

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Riau-Pekanbaru

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Riau-Pekanbaru MIKROPROPAGASI NANAS BOGOR (Ananas comosus (L.) Merr.) cv. QUEEN DENGAN PEMBERIAN NAFTALEN ACETYL ACYD (NAA) DAN KINETIN PADA MEDIA MURASHIGE SKOOG (MS) Desi Ekavitri 1, Sri Wulandari, Imam Mahadi Fakultas

Lebih terperinci

KULTUR MERISTEM PUCUK STROBERI (Fragaria chiloensis dan F. Vesca) DENGAN PEMBERIAN BEBERAPA ZAT PENGATUR TUMBUH SKRIPSI OLEH:

KULTUR MERISTEM PUCUK STROBERI (Fragaria chiloensis dan F. Vesca) DENGAN PEMBERIAN BEBERAPA ZAT PENGATUR TUMBUH SKRIPSI OLEH: KULTUR MERISTEM PUCUK STROBERI (Fragaria chiloensis dan F. Vesca) DENGAN PEMBERIAN BEBERAPA ZAT PENGATUR TUMBUH SKRIPSI OLEH: LYDIA R SIRINGORINGO 060307026 BDP- PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI PEMULIAAN

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO Imam Mahadi, Sri Wulandari dan Delfi Trisnawati Program

Lebih terperinci

V. INDUKSI KALUS DAN REGENERASI TUNAS DAN AKAR CABAI (Capsicum annuum) MELALUI KULTUR IN VITRO. Abstrak

V. INDUKSI KALUS DAN REGENERASI TUNAS DAN AKAR CABAI (Capsicum annuum) MELALUI KULTUR IN VITRO. Abstrak V. INDUKSI KALUS DAN REGENERASI TUNAS DAN AKAR CABAI (Capsicum annuum) MELALUI KULTUR IN VITRO Abstrak Kultur in vitro merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman yang cepat dan efektif tetapi metode

Lebih terperinci

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Keragaman Somaklonal Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Mekanisme Terjadinya Keragaman Somaklonal Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik tanaman yang terjadi sebagai hasil kultur

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat

Lebih terperinci

TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN PERBANYAKAN TANAMAN SELAIN BENIH. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Pertama BBP2TP Surabaya

TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN PERBANYAKAN TANAMAN SELAIN BENIH. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Pertama BBP2TP Surabaya TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN PERBANYAKAN TANAMAN SELAIN BENIH Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Pertama BBP2TP Surabaya Dengan semakin berkembangnya teknologi pertanian penyediaan benih tidak hanya dapat diperoleh

Lebih terperinci

Induksi Kalus dan Regenerasi Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.) secara In Vitro

Induksi Kalus dan Regenerasi Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.) secara In Vitro Jurnal AgroBiogen 6(2):57-64 Induksi Kalus dan Regenerasi Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.) secara In Vitro Atmitri Sisharmini*, Aniversari Apriana, dan Sustiprijatno Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN MULTIPLIKASI TUNAS DARI TUNAS IN VITRO (TANAMAN ANGGREK DAN KRISAN) Disusun Oleh : Puji Hanani 4411413023 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pengaruh Auksin (2,4 D) Dan Air Kelapa Terhadap Induksi Kalus Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting bagi beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia. Cabai dimanfaatkan sebagai bumbu

Lebih terperinci

Induksi Kalus dan Embrio Somatik Tanaman Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.) Callus and Somatic Embryo Induction of Guava (Psidium guajava L.

Induksi Kalus dan Embrio Somatik Tanaman Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.) Callus and Somatic Embryo Induction of Guava (Psidium guajava L. Induksi Kalus dan Embrio Somatik Tanaman Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.) Callus and Somatic Embryo Induction of Guava (Psidium guajava L.) Reza Ramdan Rivai 1, Ali Husni 2, Agus Purwito 1* 1 Departemen

Lebih terperinci

REGENERASI PADI VARIETAS CIHERANG SECARA IN VITRO [THE IN VITRO REGENERATION OF THE RICE CIHERANG VARIETY]

REGENERASI PADI VARIETAS CIHERANG SECARA IN VITRO [THE IN VITRO REGENERATION OF THE RICE CIHERANG VARIETY] REGENERASI PADI VARIETAS CIHERANG SECARA IN VITRO [THE IN VITRO REGENERATION OF THE RICE CIHERANG VARIETY] Muhammad Hazmi *) dan Maulida Dian Siska Dewi *) *) Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) Kultur Jaringan Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) Kultur Jaringan Tanaman 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Klasifikasi botani jarak pagar menurut Hambali et al. (2006) yaitu : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae

Lebih terperinci

UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO

UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO 11 Buana Sains Vol 9 No 1: 11-16, 2009 UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO Ricky Indri Hapsari dan Astutik PS Agronomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain. Selain itu, kencur juga dapat digunakan sebagai salah satu bumbu

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain. Selain itu, kencur juga dapat digunakan sebagai salah satu bumbu 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kencur merupakan tanaman tropis yang cocok untuk dibudidayakan diberbagai daerah di Indonesia. Rimpang tanaman kencur dapat digunakan sebagai ramuan obat tradisional

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Spermatophyta Superdivisio : Angiospermae Divisio

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya

I. PENDAHULUAN. energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Energi merupakan salah satu hal yang sangat penting di dunia. Saat ini sumber energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya sekarang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah di domestikasi disana

Lebih terperinci

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI. REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI Oleh: RAHADI PURBANTORO NPM : 0825010009 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS PENDAHULUAN. Kultur jaringan adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah the Queen of fruits ratu dari buah- buahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah the Queen of fruits ratu dari buah- buahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Wilayah yang beriklim tropis di dunia memiliki keragaman sumber daya tanaman buah-buahan cukup banyak untuk digali dan didayagunakan potensi sosial-ekonominya

Lebih terperinci