BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self Esteem. Self esteem merupakan cara bagaimana individu melakukan evaluasi terhadap diri. Evaluasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self Esteem. Self esteem merupakan cara bagaimana individu melakukan evaluasi terhadap diri. Evaluasi"

Transkripsi

1 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self Esteem 1. Definisi Self Esteem Self esteem merupakan cara bagaimana individu melakukan evaluasi terhadap diri. Evaluasi ini akan memperlihatkan bagaimana penilaian individu mengenai penghargaan terhadap diri, percaya bahwa individu memiliki kemampuan atau tidak, serta adanya pengakuan atau tidak. Definisi self esteem menurut Coopersmith (1967), self esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang diri, terutama mengenai sikap menerima atau menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap keberartian, kemampuannya, kesuksesan, dan keberhargaan. Beane (1987), menyatakan bahwa self esteem berhubungan dengan efikasi diri individu tentang yang bernilai dalam dirinya. Individu yang tidak menghargai atau menghormati dirinya sendiri akan merasa kurang percaya diri dan banyak berjuang dengan segala keterbatasan dirinya, sehingga sering mereka terlibat dalam tingkah laku yang salah atau rentan untuk dieksploitasi dan disalahgunakan oleh orang lain. Individu yang memiliki perasaan menghargai diri yang rendah timbul karena persepsi yang subjektif dan tidak selalu akurat dengan pandangan orang lain. Rasa menghargai diri yang rendah seringkali berasal dari perbandingan yang tidak menyenangkan tentang dirinya sendiri dan orang lain. Menurut Rosenberg (1982), bahwa individu yang memiliki self esteem tinggi akan menghormati dirinya dan menganggap dirinya sebagai individu yang berguna, sedangkan individu yang memiliki self esteem yang rendah kurang mampu menerima dirinya dan cenderung menganggap diri tidak berguna serta serba kekurangan.

2 2 Dapat disimpulkan bahwa self esteem menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten. Individiu dengan self esteem tinggi menunjukkan perilaku menerima diri apa adanya, percaya diri, puas dengan karakter, dan kemampuan diri sedangkan individu yang memiliki self esteem rendah, akan menunjukkan penghargaan buruk terhadap diri sehingga kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. 2. Aspek-Aspek Self Esteem Menurut Coopersmith (1967) self-esteem merupakan penilaian diri yang dilakukan oleh seorang individu dan cenderung berkaitan dengan diri sendiri, evaluasi diri tersebut merupakan hasil interaksi antara individu dengan lingkungan serta perlakuan orang lain terhadap dirinya. Penilaian tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil, serta berharga. Perkembangan self esteem pada individu akan berpengaruh terhadap proses pemikiran, perasaan-perasaan, keinginankeinginan, nilai-nilai dan tujuan-tujuan. Aspek-aspek pada self esteem menurut Coopersmith (1967) adalah: a. Keberartian (significance) Keberartian atau significance merupakan sikap yang menunjukkan kepedulian, perhatian, afeksi, dan ekspresi cinta yang diterima oleh individu dari lingkungan atau orang lain. Adanya penerimaan dari lingkungan yang ditandai dengan kehangatan, ketertarikan lingkungan terhadap individu, dan penerimaan dari lingkungan dengan apa adanya terhadap individu. b. Kompetensi (Competence) Setiap individu memiliki kemampuan atau competence yang berbeda dalam menunjukkan performasi. Performasi yang tinggi dibutuhkan untuk mencapai sebuah prestasi (need of

3 3 achievement).terjadi peningkatan self esteem yang lebih tinggi pada masa remaja ketika mencapai tujuan. Remaja yang menghadapi masalah dan mampu untuk mengatasi masalah mengalami peningkatan pada self esteem. c. Kekuatan (Power) Kekuatan atau power adalah kemampuan individu untuk dapat mengatur dan mengontrol perilaku dan mendapatkan pengakuan dari orang lain. Kekuatan atau power ditunjukkan dengan adanya pengakuan dan penghormatan yang diterima oleh individu dari orang lain. kemampuan mengajukan pendapat yang berkualitas, serta penerimaan pendapat yang diutarakan oleh individu pada orang lain. d. Kebajikan (Virtue) Kebajikan atau virtue merupakan suatu ketaatan untuk mengikuti aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat, moral, etika, dan agama. Individu menghindari hal-hal yang buruk dan melakukan perilaku yang baik menurut aturan, moral, etika, dan agama yang berlaku. Individu yang memiliki sikap positif cenderung dapat membuat evaluasi positif terhadap diri, yang berarti individu dapat mengembangkan self esteem positif terhadap diri sendiri. Menurut Braden (dalam Coopersmith, 1967) hal-hal yang dapat menghambat pembentukan self esteem adalah: a. Perasaan takut dalam kehidupan sehari-hari untuk menempatkan diri secara realistis. Cara menempatkan diri ini berbeda bagi setiap individu. Ada yang menghadapi fakta-fakta kehidupan dengan penuh keberanian akan tetapi ada juga yang menghadapi dengan perasaan yang tidak berdaya. Pangkal dari pada perasaan tidak berdaya ini adalah negatif terhadap individu sehingga individu hidup dalam ketakutan. Ketakutan ini akan memengaruhi alam perasaan individu, sehingga akan mengganggu keseimbangan alam emosinya, dan dalam

4 4 keadaan emosi yang labil, individu tidak dapat berfikir secara wajar, segala sesuatu diluar dirinya dipersepsikan secara terdistorsi. Kecemasan ini akan membuat individu ragu-ragu yang berarti tidak menunjang pembentukan self esteem. b. Perasaan bersalah, terdapat 2 macam perasaan bersalah digolongkan menurut cara individu mengalaminya yaitu: 1) Perasaan salah karena melanggar nilai-nilai moral sendiri. Perasaan ini dimiliki individu yang mempunyai pegangan hidup berdasarkan kesadaran dan keyakinan sendiri. Individu telah menentukan kriterianya mengenai mana yang baik dan buruk. 2) Individu menghayati kesalahannya sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai kehidupan yang tidak ditanamkan oleh orang-orang penting dalam kehidupannya. Apabila individu dididik untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, maka akan mengatasi secara represif yaitu mencoba melupakan, menghilangkannya dalam alam bawah sadar. Rasa bersalah akan bertambah besar dan lambat laun akan menjelma dalam bentuk kecemasan. Coopersmith (1967), menyimpulkan 4 faktor utama yang memberi kontribusi pada perkembangan self esteem, yaitu: a. Respectful Penerimaan dan perlakukan yang diterima individu dari significant others. Significant others adalah orang yang penting dan berarti bagi individu, dimana individu menyadari peran dari significant others dalam memberi dan menghilangkan ketidaknyamanan, meningkatkan dan mengurangi ketidakberdayaan serta meningkatkan dan mengurangi keberhargaan diri. Self esteem bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, tetapi merupakan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu ketika berinteraksi dengan lingkungan

5 5 sosialnya. Dalam berinteraksi tersebut akan terbentuk suatu penilaian atas dirinya berdasarkan reaksi yang ia terima dari orang lain. b. Keberhasilan, status dan posisi yang pernah dicapai individu Status dan posisi yang pernah dicapai individu tersebut akan membentuk suatu penilaian terhadap dirinya, berdasarkan dari penghargaan yang diterima dari orang lain. Status merupakan suatu perwujudan dari keberhasilan yang diindikasikan dengan pengakuan dan penerimaan dirinya oleh masyarakat. c. Nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi Pengamalan-pengalaman individu akan diinterpretasi dan dimodifikasi sesuai dengan nilai-nilai dan aspirasi yang dimilikinya. Individu akan memberikan penilaian yang berbeda terhadap berbagai bidang kemampuan dan prestasinya. Perbedaan ini merupakan fungsi dari nilai-nilai yang mereka internalisasikan dari orang tua dan individu lain yang signifikan dalam hidupnya. Individu pada semua tingkat self esteem mungkin memberikan standar nilai yang sama untuk menilai keberhargaannya, namun akan berbeda dalam hal bagaimana mereka menilai pencapaian tujuan yang telah diraihnya. d. Cara individu merespon evaluasi terhadap dirinya Individu dapat mengurangi, mengubah, atau menekan dengan kuat perlakuan yang merendahkan diri dari orang lain atau lingkungan, salahsatunya adalah ketika individu mengalami kegagalan. Pemaknaan individu terhadap kegagalan tergantung pada caranya mengatasi situasi tersebut, tujuan, dan aspirasinya. Cara individu mengatasi kegagalan akan mencerminkan bagaimana ia mempertahankan self esteem dari perasaan tidak mampu, tidak berkuasa, tidak berarti, dan tidak bermoral. Individu yang dapat mengatasi kegagalan dan kekurangannya adalah dapat mempertahankan self esteem.

6 6 B. Citra Tubuh 1. Definisi Citra Tubuh Papalia, Olds, dan Feldman (2008) mengartikan citra tubuh sebagai keyakinan deskriptif dan evaluasi individu terhadap penampilan. Citra tubuh (body image) merupakan evaluasi dari pengalaman subjektif individu tentang persepsi, pikiran, dan perasaan serta sikap terhadap penampilan tubuh individu. Hal ini diperkuat oleh pendapat Fallon dan Ackard (dalam Cash dan Pruzinky, 2002) yang menyatakan bahwa citra tubuh merupakan representasi mental dari tubuh yang meliputi persepsi dari penampilan, perasaan dan pikiran tentang tubuh, bagaimana rasanya berada di dalam tubuh, dan fungsi-fungsi tubuh dan kemampuannya. Cash (dalam Mukhlis 2013), juga mengatakan bahwa citra tubuh mulai terbentuk pada saat anak-anak prasekolah menginternalisasikan pesan-pesan dan standar-standar dari masyarakat dan kemudian menilai diri mereka sendiri berdasarkan standar-standar tersebut. Citra tubuh merupakan pemikiran individu mengenai penampilan tubuh yang menarik di hadapan orang lain (Chaplin, 2011). Menurut Honigman dan Castle (2007) citra tubuh adalah gambaran mental individu terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana individu mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya. Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa citra tubuh adalah persepsi, penilaian, dan gambaran mental individu mengenai bentuk dan ukuran tubuh, serta bagaimana individu mempersepsikan dan memberikan penilaian mengenai apa yang dipikiran, dirasakan terhdap bentuk tubuh yang dimiliki, dan adanya persepsi terhadap diri sendiri dari sudut pandang orang

7 7 lain. Citra tubuh berhubungan dengan bagaimana individu melakukan evaluasi mengenai penampilan diri. 2. Aspek-aspek Citra Tubuh Perasaan mengenai bagian-bagian tubuh, penampilan, aspek perbandingan diri dengan orang lain, serta aspek reaksi dengan orang lain mewakili tingkat kepuasan dan ketidakpuasan individu terhadap tubuh dan sikap diwakili oleh harapan-harapan terhadap tubuh dengan akibat menjadi tindakan demi mewujudkan harapan tersebut (Anwar, 2004). Hardy dan Hayes (1988) menyatakan bahwa tingkat penerimaan citra tubuh sebagian besar individu didasarkan pada pengaruh sosial budaya yang terdiri dari empat aspek yaitu, reaksi orang lain, perbandingan dengan orang lain, peranan individu, dan indentifikasi terhadap orang lain. Citra tubuh dalam Multidimensional Body-Self Relations Questions Appearance Scales (MBSRQ-AS) yang dikembangkan oleh Cash (1996) dibagi menjadi lima dimensi yaitu: a. Evaluasi Penampilan (Appearance Evaluation) Pengukuran menggunakan dimensi berhubungan dengan evaluasi penampilan dan keseluruhan tubuh mengenai menarik atau tidak menarik dan memuaskan atau tidak memuaskan. Menurut Foland (2009), evaluasi penampilan merupakan perasaan daya tarik fisik individu mengenai menarik atau tidak, serta memuaskan atau tidak penampilan individu tersebut. Penilaian mengenai tubuh dengan hasil yang tinggi, sebagian besar menunjukkan perasaan puas dan positif terhadap penampilan tubuhnya. Sedangkan penilaian dengan hasil yang rendah memiliki rasa tidak bahagia dan perasaan kurang puas. Evaluasi terhadap penampilan berkaitan dengan bagaimana individu merasa nyaman dengan citra tubuh yang dimiliki, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Semakin baik penampilan individu, maka persepsi yang dihasilkan terhadap dirinya akan baik, serta begitu

8 8 pula sebaliknya. Hal ini sangat berpengaruh dalam menghasilkan rasa nyaman terhadap kesesuaian diri yang dirasakan oleh individu b. Orientasi Penampilan (Appearance Orientation) Dimensi yang diukur adalah tingkat perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha yang dilakukan untuk memperbaiki serta meningkatkan penampilan diri. Sedangkan menurut Foland (2009), orientasi penampilan merupakan tingkat investasi dalam penampilan individu. Orientasi penampilan perlu dilakukan dalam memperbaiki citra tubuh individu, karena orientasi yang tinggi merupakan suatu usaha untuk mencapai citra tubuh yang baik dan dapat membuat individu mampu menyesuaikan diri dan lingkungan sekitar. Dalam hal ini individu meminta nasihat dari orang yang lebih berpengalaman, yang dapat menjadi bahan pertimbangan untuk disesuaikan dengan lingkungan individu. c. Kepuasan terhadap Bagian Tubuh (Body Areas Satisfaction) Kepuasan terhadap bagian tubuh diukur melalui bagian tubuh secara spesifik seperti wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian atas (dada, bahu, lengan), dan penampilan secara keseluruhan. Kepuasan adalah keadaan kesenangan dan kesenjangan yang disebabkan karena individu telah mencapai satu tujuan atau sasaran (Chaplin, 2011). Kepuasan terhadap bagian tubuh didapat dari bagaimana individu memberikan orientasi pada penampilan, dengan kepuasan yang dimiliki individu akan membanggakan dirinya kepada lingkungan, hal itu merupakan hasil penilaian tinggi dari orientasi yang dilakukan. d. Kecemasan menjadi Gemuk (Overweight Preocupation)

9 9 Kecemasan menjadi gemuk adalah pengukuran kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadaan individu terhadap berat badan, kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan. Sedangkan menurut Foland (2009) kecemasan menjadi gemuk adalah ketika individu merasa cemas terhadap bentuk tubuhnya yang bisa menjadi gemuk. Sehingga hal ini memberikan dampak peningkatan perhatian pada penampilan individu. e. Pengkategorian Ukuran Tubuh (Self-Clasified Weight) Pengkategorian ukuran tubuh merupakan pengukuran bagaimana individu mempersepsikan dan menilai berat badan, dari yang dikategorikan sangat kurus hingga sangat gemuk. Dijelaskan juga oleh Foland (2009) pengkategorian ukuran tubuh yaitu, persepsi individu pada berat badannya, mulai dari kekurangan hingga kelebihan berat badan. Pandangan individu mengenai proporsi tubuh sangat berpengaruh pada penampilan dihadapan masyarakat, sehingga mereka akan sering melakukan perbandingan ukuran bentuk tubuh antara diri sendiri dengan figure lain yang terlihat menarik menurut individu. 3. Faktor Faktor yang Memengaruhi Citra Tubuh Menurut Cash dan Fruzinsky (2002) mengemukakan faktor-faktor yang memengaruhi citra tubuh adalah: a. Usia Santrock (2007) mengatakan bahwa perhatian terhadap citra tubuh pada individu sangat kuat terjadi pada usia tahun, baik pada remaja putra maupun remaja putri. Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2008) pada tahap perkembangan remaja, body image menjadi penting. Ketidakpuasan remaja putri meningkat pada hingga pertengahan usia remaja

10 10 sedangkan pada remaja putra yang semakin berotot juga semakin tidak puas dengan tubuhnya (Papalia dan Olds, 2008). b. Jenis Kelamin Cash dan Pruzinsky (2002) mengatakan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang memengaruhi citra tubuh individu. Pada penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa wanita lebih negatif memandang citra tubuh dibandingkan dengan pria. c. Media Massa Tiggemann (dalam Cash dan Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa media yang muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai figur perempuan dan laki-laki sehingga dapat memengaruhi gambaran tubuh individu. Tiggemann (dalam Cash dan Pruzinsky, 2002) juga menyatakan media massa menjadi pengaruh yang paling kuat dalam budaya sosial. d. Keluarga Fisher, Fisher dan Strack (dalam Cash dan Purzinsky, 2002) menyatakan bahwa gambaran tubuh melibatkan bagaimana orangtua menerima keadaan bayi yang dilahirkan baik terhadap jenis kelamin dan bagaimana wajah bayi kelak. Ikeda dan Narworski (dalam Cash dan Purzinsky, 2002) menyatakan bahwa komentar yang dibuat oleh orangtua dan anggota keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam gambaran tubuh anak-anak. e. Hubungan Interpersonal Rosen dan koleganya (dalam Cash dan Purzinsky, 2002) menyatakan bahwa feedback terhadap penampilan dalam hubungan interpersonal dapat memengaruhi bagaimana pandangan dan perasaan mengenai tubuh. Menurut Dunn dan Gokee (dalam Cash dan Pruzinsky, 2002) menerima feedback mengenai penampilan fisik berarti individu mengembangkan persepsi tentang bagaimana orang lain memandang dirinya.

11 11 Berdasarkan faktor-faktor yang dapat memengaruhi citra tubuh, dapat disimpulkan bahwa bagaimana usia, jenis kelamin pria maupun wanita, media massa yang memunculkan figur ideal, lingkungan keluarga, serta hubungan interpersonal dapat memengaruhi terbentuknya citra tubuh pada individu. C. Penerimaan Diri 1. Definisi Penerimaan Diri Menurut Hurlock (2011) penerimaan diri adalah suatu tingkat kemampuan dan keinginan dari individu itu sendiri untuk hidup dengan segala karakteristik yang dimiliki individu tersebut. Individu yang dapat menerima dirinya diartikan sebagai individu yang tidak bermasalah dengan dirinya sendiri, yang tidak memiliki beban perasaan terhadap diri sendiri sehingga individu lebih banyak memiliki kesempatan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Bernard (2013) mengungkapkan penerimaan diri melibatkan unsur realistis, subjektif, dan menyadari kelebihan dan kekurangan dalam diri. Menunjukkan kondisi psikologis individu yang sehat mental dan matang, yang dapat mendukung terciptanya kondisi well-being di dalam diri individu itu sendiri merupakan salah satu karakteristik sentral penerimaan diri (Ryff, 1996). Burns (1993) mengatakan bahwa penerimaan diri sebagai bentuk tidak adanya sikap sinis terhadap diri sendiri dan hal ini mengindikasikan bahwa orang yang menerima diri sendiri memandang dunia sebagai sebuah tempat yang lebih menyenangkan. Menurut Shepard (dalam Bernard, 2013) penerimaan diri dapat dicapai dengan berhenti mengkritik dan memperbaiki kekurangan dalam diri, lalu menerima semua hal itu untuk ada di dalam diri, sehingga akan muncul toleransi diri akan ketidaksempurnaan di beberapa bagian dalam diri. Fromm (dalam Burns, 1993) mengungkapkan bahwa dengan penerimaan diri dan rasa

12 12 puas terhadap diri sendiri yang dapat membuat individu merasa aman di dalam diri dan menunjukkan kasih sayang terhadap orang lain di sekitarnya. Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri dan tidak bermasalah dengan dirinya sendiri sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. 2. Aspek-Aspek Penerimaan Diri Ada beberapa tokoh yang mengemukakan mengenai aspek-aspek dari penerimaan diri yaitu Sheerer dan Supratiknya. Sheerer (dalam Sutadipura, 1984) menyebutkan beberapa aspek penerimaan diri, yaitu: a. Kepercayaan atas kemampuannya untuk dapat menghadapi hidupnya Artinya individu tersebut memiliki keyakinan akan kemampuannya dalam menghadapi setiap permasalahan. b. Menganggap dirinya sederajat dengan orang lain Artinya bahwa individu tidak merasa rendah diri dan merasa bahwa ia mampu berguna bagi orang lain yang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. c. Tidak menganggap dirinya sebagai orang yang hebat atau abnormal dan tidak mengharapkan bahwa orang lain mengucilkannya Artinya bahwa individu tidak menganggap dirinya berbeda dengan orang lain sehingga individu dapat menyesuaikan diri dengan baik di lingkungannya. d. Tidak malu-malu atau serba takut dicela orang lain Artinya bahwa individu tidak malu dalam bersosialisasi dan tidak takut apabila dicela oleh orang lain.

13 13 e. Mempertanggungjawabkan perbuatannya Artinya bahwa individu berani mempertanggungjawabkan dan mengambil resiko dari perbuatan yang telah dilakukannya. f. Mengikuti standar pola hidupnya dan tidak ikut-ikutan Artinya bahwa individu mampu untuk menjadi diri sendiri dengan kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki tanpa harus mengikuti orang lain. g. Menerima pujian atau celaan secara objektif Artinya bahwa individu dapat menerima pujian dan celaan dari orang lain dan akan dijadikan pembelajaran untuk menjadi lebih baik kedepannya. h. Tidak menganiaya diri sendiri Artinya bahwa individu tidak memaksakan dirinya untuk mencapai sesuatu di luar kemampuan yang dimilikinya. Supratiknya (1995), mengatakan bahwa aspek-aspek dari penerimaan diri adalah sebagai berikut: a. Penerimaan Diri yang Direfleksikan (Reflected Self Acceptance) Jika orang lain menyukai diri kita maka kita akan cenderung untuk menyukai diri kita juga. b. Penerimaan Diri Dasar (Basic Self Acceptance) Perasaan yakin bahwa dirinya tetap dicintai dan diakui oleh orang lain walaupun tidak mencapai patokan yang diciptakannya oleh orang lain terhadap dirinya. c. Penerimaan Diri yang Dikondisikan (Conditional Self Acceptance) Penerimaan diri yang didasarkan pada seberapa baik individu memenuhi tuntutan dan harapan orang lain terhadap dirinya.

14 14 d. Evaluasi Diri (Self Evaluation) Penelitian individu tentang seberapa positifnya berbagai atribut yang dimiliki orang lain yang sebaya dengannya, individu membandingkan keadaan dirinya dengan keadaan orang lain yang sebaya dengannya. e. Perbandingan Diri Ideal dan Diri Sebenarnya (Real Ideal Comparison) Derajat kesesuaian antara pandangan individu mengenai diri yang sebenarnya dan diri yang diciptakan yang membentuk rasa berharga terhadap diri sendiri. Berdasarkan beberapa aspek penerimaan diri yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penelitian ini menggunakan aspek-aspek penerimaan diri yang dikemukakan oleh Supratiknya (1995). Aspek-aspek penerimaan diri tersebut adalah penerimaan diri yang direfleksikan, penerimaan diri dasar, penerimaan diri yang dikondisikan, evaluasi diri, serta perbandingan diri ideal dan diri sebenarnya. Aspek-aspek tersebut dirasa tepat untuk digunakan sebagai indikator dalam penelitian karena aspek-aspek tersebut dianggap dapat menjelaskan ciri-ciri yang ada dalam diri individu yang memiliki penerimaan diri. 3. Ciri-Ciri Penerimaan Diri Ciri-ciri penerimaan diri menurut Allport (dalam Hjelle dan Zieglar, 1992), antara lain: a. Memiliki gambaran yang positif tentang diri Individu yang memiliki gambaran positif tentang diri akan memiliki sikap percaya diri yang tinggi dan menghargai dirinya sendiri. b. Dapat mengatur dan dapat bertoleransi dengan keadaan emosi

15 15 Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik dapat mengatur keadaan emosinya. c. Dapat berinteraksi dengan orang lain Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik dapat melakukan interaksi dengan orangorang di sekitarnya. d. Memiliki persepsi yang realistik dan kemampuan untuk menyesaikan masalah Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik dapat menyelesaikan masalah dan memiliki persepsi yang realistik. Menurut Johnson (1993), ciri-ciri orang yang memiliki penerimaan diri, antara lain: a. Menerima diri sendiri apa adanya Jika individu mau menerima diri apa adanya, maka individu tersebut akan lebih menghargai diri sendiri dan memberi tahu orang lain bahwa mereka seharusnya mau menerima dan menghormati dirinya apa adanya. Individu tersebut juga mampu untuk menerima orang lain dan tidak menuntut bahwa mereka harus mencoba untuk menyamai dirinya. Menerima diri sendiri berarti merasa senang terhadap apa dan siapa diri sesungguhnya. b. Tidak menolak dirinya sendiri apabila memiliki kelemahan dan kekurangan Sikap atau respon dari lingkungan membentuk sikap terhadap diri individu. Individu yang mendapat sikap yang sesuai dan menyenangkan dari lingkungannya cenderung akan menerima dirinya. Tidak menolak diri adalah suatu sikap menerima kenyataan diri sendiri, tidak menyesali diri sendiri, baik dulu maupun sekarang, tidak membenci diri sendiri dan jujur pada diri sendiri. c. Memiliki keyakinan bahwa untuk mencintai diri sendiri, maka individu tidak harus dicintai dan dihargai oleh orang lain Individu yang dapat mengidentifikasi diri ataupun dengan orang lain dan memiliki penyesuaian diri yang baik cenderung dapat menerima diri dan dapat melihat diri sama dengan

16 16 apa yang orang lain lihat pada dirinya. Mencintai diri sendiri dengan menerima segala kekurangan yang ada pada diri sendiri, memaafkan kesalahan yang telah diperbuat, dan menghargai setiap apa yang telah dicapai merupakan sebuah kekuatan besar untuk membangun diri dan memiliki penghormatan tertinggi bagi pikiran, tubuh, dan jiwa. d. Individu tidak perlu merasa benar-benar sempurna untuk merasa bahagia Memandang diri secara positif merupakan sikap mental yang melibatkan proses memasukkan pikiran, kata, dan gambaran yang konstruktif bagi pikiran. Pikiran positif tersebut akan menghadirkan kebahagiaan, suka cita, kesehatan, dan kesuksesan dalam setiap situasi dan tindakan. Santrock (2003) menyebutkan beberapa ciri-ciri orang yang menerima diri, yaitu: a. Individu yang menerima dirinya memiliki penghargaan yang realistis tentang sumber-sumber dan kebergunaan pada dirinya. Individu yang menerima dirinya juga memiliki pandangan yang realistis tentang keterbatasan pada diri tanpa menimbulkan penolakan diri yang rasional. b. Individu yang menerima dirinya mengetahui dan menghargai potensi diri dan bebas mengikuti perkembangannya. c. Ciri yang paling menonjol pada individu yang menerima dirinya adalah spontanitas dan tanggungjawabnya untuk dirinya sendiri. Mereka menerima kualitas-kualitas kemanusiaannya tanpa mempermasalahkan dirinya bila terjadi hal-hal yang di luar kemampuannya untuk mengontrolnya. 4. Faktor yang Berperan dalam Penerimaan Diri Hurlock (2011) menjelaskan tentang faktor yang berperan dalam penerimaan diri yang positif, yaitu:

17 17 a. Adanya pemahaman tentang diri sendiri Individu dapat memahami bagaimana keadaan yang dialaminya, memahami kemampuan dan ketidakmampuannya. Semakin individu dapat memahami dirinya, semakin ia dapat menerima dirinya. b. Adanya harapan yang realistis Setiap individu memiliki harapan, akan tetapi harapan yang dimiliki harus realistis. Harapan yang dimiliki oleh individu disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya, bukan diarahkan oleh orang lain. c. Tidak adanya hambatan di dalam lingkungan Individu dapat berinteraksi dengan baik di lingkungan sekitarnya untuk mencapai harapan dan tujuan yang diinginkannya. d. Sikap masyarakat yang menyenangkan Jika individu memiliki lingkungan yang menyenangkan dan mendukung, hal ini dapat menyebabkan individu memiliki penerimaan diri yang positif. e. Tidak ada gangguan emosional yang berat. Individu tidak memiliki gangguan emosional yang dapat mengganggu proses penerimaan dirinya. Individu yang tanpa gangguan emosional akan merasa bahagia dan dapat bekerja dengan baik. f. Pengaruh keberhasilan yang dialami, baik secara kualitatif maupun kuantitatif

18 18 Keberhasilan yang dialami individu dalam meningkatkan penerimaan diri, sedangkan individu yang mengalami kegagalan akan melakukan penolakan diri. g. Identifikasi dengan orang lain yang memiliki penyesuaian diri yang baik Individu mengamati dan mencari informasi bagaimana individu bisa memiliki penyesuaian diri yang baik. Individu yang mengidentifikasi orang lain dapat membangun sikap yang positif terhadap penerimaan diri sendiri. h. Adanya perspektif diri yang luas Individu memiliki pandangan tentang diri yang luas, dapat melihat potensi-potensi yang dimilikinya melalui pengalaman dan belajar. i. Pola asuh masa kecil yang baik Saat individu dididik dengan pola asuh yang baik saat kecil, ia akan cenderung menjadi orang yang memiliki penerimaan diri yang positif. j. Konsep diri yang stabil Orang yang memiliki konsep diri yang stabil dapat menunjukkan siapa dia sebenarnya dan individu tersebut akan memiliki penerimaan diri yang positif. Bastaman (2006) menjelaskan beberapa komponen yang menentukan keberhasilan individu dalam penerimaan diri, yaitu: a. Pemahaman diri (self-insight) Yakni peningkatan kesadaran atas buruknya kondisi diri saat ini dan adanya keinginan yang kuat untuk melakukan perubahan kearah kondisi yang lebih baik. b. Makna hidup (the meaning of life) Yakni nilai-nilai penting bagi kehidupan pribadi individu yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan pengarah kegiatan-kegiatannya.

19 19 c. Pengubahan sikap (changing attitude) Yakni perubahan sikap dalam diri untuk menjadi positif dan lebih tepat dalam menghadapi permasalahan. d. Keikatan diri (self-commitment) Yakni komitmen individu terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan yang ditetapkan. e. Kegiatan terarah (directed activities) Yakni upaya yang dilakukan secara sadar untuk pengembangan potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan, keterampilan) yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya tujuan dan makna hidup. f. Dukungan sosial (social support) Yakni kehadiran individu atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya, dan selalu bersedia memberi bantuan pada saat-saat diperlukan. D. Remaja 1. Definisi Remaja Masa remaja (adolescence) merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanakkanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional. Ketiga perubahan tersebut dapat berkisar mulai dari perkembangan fungsi seksual, proses berpikir abstrak, hingga kemandirian (Santrock, 2007). Menurut Papalia, dkk (2008), masa remaja merupakan perubahan perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mengakibatkan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial. Menurut Sarwono (2013), remaja adalah

20 20 masa pertumbuhan ke arah kematangan fisik, sosial, maupun psikologis, dan perubahan dari kanak-kanak menuju dewasa. Hurlock (2011) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimulai ketika individu mengalami kematangan seksual dan berakhir ketika mencapai usia matang secara hukum. Menurut WHO (2004), definisi mengenai remaja dibagi menjadi tiga kriteria yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Menurut WHO, remaja merupakan suatu masa di mana individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda seksual sekundernya sampai mencapai kematangan seksual individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anakanak menjadi dewasa. WHO menetapkan batasan usia konkritnya adalah berkisar antara tahun. Kemudian WHO membagi kurun usia tersebut dalam dua bagian yaitu remaja awal tahun, dan remaja akhir tahun. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum menikah. Berdasarkan penjelasan sebelumnya masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia tahun adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Remaja memiliki tiga tahap proses perkembangan dalam proses menuju kedewasaan, dengan karakteristiknya (Monks, 2001), yaitu: a. Remaja awal (13 16 tahun) Remaja pada tahap ini masih terkaget-kaget dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya, serta dorongan-dorongan yang menyertai perubahan tersebut. Adanya pikiran-pikiran baru yang berkembang, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Hal

21 21 ini dihadapi dengan kurangnya pengendalian terhadap ego dan menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa. b. Remaja madya (16-18 tahun) Remaja pada tahap ini sangat membutuhkan teman dan terdapat kecenderungan yang berhubungan dengan narsistik yaitu, mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Adanya perasaan kebingungan dan keraguan harus memilih peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, dan sebagainya. c. Remaja akhir (18-21 tahun) Masa ini ditandai dengan beberapa pencapaian, yaitu: 1. Memiliki minat yang lebih besar terhadap fungsi-fungsi intelek. 2. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan mendapatkan pengalaman baru. 3. Terbentuknya identitas seksual 4. Terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri atau egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. 5. Muncul pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum. Pada masa remaja mengalami perubahan sosial yang meliputi meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, pola perilaku sosial yang lebih matang, pengelompokkan sosial baru, dan nilainilai baru dalam pemilihan pemimpin, serta dalam dukungan sosial. Remaja menengah ditandai dengan hampir lengkapnya pertumbuhan pubertas, munculnya keterampilan berpikir yang baru, meningkatnya pengenalan terhadap masa dewasa dan keinginan untuk meningkatkan kemapanan jarak emosional dan psikologis dengan orangtua. Remaja akhir ditandai dengan persiapan untuk

22 22 peran sebagai seorang dewasa, termasuk klarifikasi dan tujuan pekerjaan dan internalisasi suatu system nilai pribadi (Hurlock, 2011). Berdasarkan pemaparan uraian teori diatas dapat dikatakan bahwa ciri-ciri masa remaja adalah periode yang penting, meliputi periode peralihan, periode usia yang bermsalah, mencari identitas, usia yang menimbulkan ketakutan, masa yang tidak realistik dan diambang masa kedewasaan. 2. Ciri-Ciri Masa Remaja Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 2011), ciri-ciri masa remaja adalah sebagai berikut: a. Masa remaja sebagai periode yang penting b. Remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan semua perkembangan itu menimbulkan penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru. c. Masa remaja sebagai periode peralihan d. Peralihan merupakan perpindahan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya. Dapat di artikan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya akan memengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada tahap berikutnya. e. Masa remaja sebagai periode perubahan f. Perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja memiliki tingkat yang sama dengan perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga berlangsung pesat. Sebaliknya juga jika perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun. g. Masa remaja sebagai usia bermasalah

23 23 Menurut Hurlock (2011) masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh laki-laki ataupun perempuan dengan alasan, yaitu: a. Remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah karena sepanjang masa kanak-kanak sebagian masalah diselesaikan oleh orangtua dan guru. b. Remaja merasa mandiri, sehingga mereka memiliki keinginan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. c. Masa remaja sebagai masa mencari identitas d. Penyesuaian diri dengan kelompok pada masa remaja merupakan hal yang penting. Namun seiring berjalannya waktu mereka mulai menginginkan identitas diri dengan menjadi pribadi yang berbeda dengan orang lain. e. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan f. Stereotype budaya mengatakan bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak. Hal ini menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis h. Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain seperti apa yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya. Remaja akan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau ketika tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan. i. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa j. Remaja mulai memfokuskan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yang termasuk perilaku dewasa yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks dengan anggapan perilaku tersebut memberikan citra yang mereka inginkan.

24 24 3. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja Menurut Hurlock (2011) tugas-tugas perkembangan pada masa remaja adalah sebagai berikut: a. Menuntut perubahan besar dalam sikap dan perilaku anak hanya sedikit anak laki-laki dan anak perempuan yang dapat diharapkan untuk menguasai tugas-tugas tersebut selama awal masa remaja, apalagi bagi remaja yang terlambat dalam kematangan. b. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif seringkali sulit bagi para remaja untuk menerima keadaan fisiknya bila sejak kanak-kanak remaja tersebut telah mengagungkan konsep tentang penampilan diri pada waktu dewasa nantinya. c. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya bagi remaja yang sangat mendambakan kemandirian, usaha untuk mandiri secara emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lain merupakan tugas perkembangan yang mudah. Kemandirian emosi tidaklah sama dengan kemandirian perilaku. Hal ini menonjol pada remaja yang statusnya dalam kelompok sebaya tidak meyakinkan atau yang kurang memiliki hubungan yang akrab dengan anggota kelompok. 4. Perubahan Sosial pada Masa Remaja Menurut Hurlock (2011) salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Perubahan- perubahan yang terjadi ketika memasuki masa remaja adalah sebagai berikut: a. Kuatnya pengaruh kelompok sebaya remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok. Pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga.

25 25 b. Perubahan dalam perilaku sosial wawasan sosial semakin membaik pada remaja awal. Semakin banyak partisipasi sosial, semakin besar kompetensi sosial remaja. Bertambah dan berkurangnya prasangka dan diskriminasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan teman sebaya. c. Pengelompokan sosial baru geng pada masa kanak-kanak berangsur-angsur bubar pada masa pubertas dan awal masa remaja, maka terjadi pengelompokan sosial baru. Kelompok sosial remaja diantaranya adalah teman dekat, kelompok kecil, kelompok besar, kelompok yang terorganisir, kelompok geng. d. Nilai baru dalam memilih teman remaja menginginkan teman yang mempunyai minat dan nilai yang sama, dapat mengerti, membuatnya aman, dan dapat mempercayakan masalahmasalahnya. e. Nilai baru dalam penerimaan sosial penerimaan bergantung pada sekumpulan sifat dan pola perilaku yang disenangi remaja dan dapat menambah gengsi dari klik atau kelompok besar yang diidentifikasikannya. f. Nilai baru dalam memilih pemimpin-pemimpin kelompok sebaya mewakili remaja di dalam masyarakat, remaja menginginkan pemimpin yang berkemampuan tinggi, yang akan dikagumi dan dihormati oleh orang lain. 5. Perubahan Minat pada Masa Remaja Menurut Hurlock (2011) perubahan-perubahan minat yang dimulai pada masa remaja adalah sebagai berikut: a. Minat rekreasi pada awal masa remaja, aktivitas permainan dari tahun-tahun sebelumnya beralih dan diganti dengan bentuk rekreasi baru dan lebih matang. Permainan kekanak- kanakan

26 26 menghilang, oleh karena itu remaja memilih jenis-jenis kegiatan yang paling disukai atau yang paling dikuasai remaja. b. Minat sosial minat yang bersifat sosial bergantung pada kesempatan yang diperoleh remaja untuk mengembangkan minat tersebut. Kepopulerannya di dalam kelompok sangat berpengaruh terhadap minat tersebut. Remaja yang tidak populer memiliki minat sosial yang terbatas. c. Minat pribadi remaja sadar bahwa dukungan sosial sangat dipengaruhi oleh penampilan diri. Kelompok sosial menilai dirinya berdasarkan benda-benda yang dimilikinya, sekolah, dan keanggotaan sosial. Hal tersebut merupakan simbol status. d. Minat pendidikan remaja yang tidak berminat pada pendidikan biasanya membenci sekolah. Remaja yang kurang berminat pada pendidikan biasanya menunjukkan prestasi yang rendah. E. Remaja Putri 1. Karakteristik Perkembangan Remaja Putri Karakteristik perkembangan remaja putri menurut Hurlock (2011), yakni: a) Perubahan Tubuh pada Masa Puber 1. Perubahan ukuran tubuh Perubahan fisik yang utama terjadi pada masa pubertas adalah perubahan ukuran tubuh dalam tinggi dan berat badan. Remaja perempuan, mengalami rata-rata peningkatan sebanyak 3 inci sebelum mengalami menstruasi, namun peningkatan dapat pula terjadi sebanyak 5 hingga 6 inci. Setelah mengalami menstruasi tingkat pertumbuhan mengalami penurunan sebanyak 1 inci, serta pertumbuhan berakhir pada usia 18 tahun. 2. Perubahan proporsi tubuh Kematangan yang tercapai lebih cepat dari bagian tubuh yang lain, dimana bagian

27 27 tubuh yang sebelumnya kecil ketika kematangan terjadi lebih cepat seringkali berubah menjadi terlampau besar. Ukuran badan yang kecil dan panjang cenderung melebar dibagian pinggul dan bahu, pinggang tampak panjang akibat kaki menjadi lebih panjang dari badan. 3. Karakteristik Seks Primer Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa pubertas, meskipun dalam tingkat kecepatan yang berbeda. Berat uterus anak usia sebelas atau dua belas tahun berkisar 5,3 gram, pada usia enam belas tahun rata-rata beratnya 43 gram. Tuba faloppi, telur- telur, dan vagina juga tumbuh pesat pada saat ini. Petunjuk pertama bahwa mekanisme reproduksi perempuan menjadi matang adalah ketika sudah mengalami menstrusai. Ini adalah permulaan dari serangkaian pengeluaran darah, lendir, dan jaringan sel yang hancur dari uterus secara berkala, yang akan terjadi kira-kira setiap dua puluh delapan hari sampai mencapai menopause. Periode menstruasi umumnya terjadi pada jangka waktu yang sangat tidak teratur dan durasi berbeda pada tahun-tahun pertama. 4. Karakteristik Seks Sekunder a. Pinggul Pinggul menjadi bertambah lebar dan bulat sebagai akibat membesarnyya tulang pinggul dan berkembangnya lemak bawah kulit. b. Payudara Segera setelah pinggul mulai membesar, payudara juga berkembang. Puting susu membesar dan menonjol, dan dengan berkembangnya kelenjarr susu, payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat. c. Rambut

28 28 Rambut kemaluan timbul setelah pinggul dan payudara mulai berkembangg. Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah mulai tampak setelah haid. Semua rambut kecuali rambut wajah mulai lurus dan terang warnanya, kemudian menjadi lebih subur, lebir kasar, lebih gelap dan agak keriting. d. Kulit Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat dan lubang pori-pori bertambah besar. e. Kelenjar Kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat di ketiak mengeluarkan banyak keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama masa haid. f. Otot Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan dan tungkai kaki. g. Suara Suara menjadi lebih penuh dan lebih semakin merdu. Suara serak dan suara yang pecah jarang terjadi pada anak perempuan. F. Peran Citra Tubuh dan Penerimaan Diri terhadap Self Esteem Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah citra tubuh, penerimaan diri, dan self esteem. Ketiga variabel diasumsikan memiliki keterkaitan, yaitu citra tubuh dan penerimaan diri terhadap self esteem remaja putri. Pernyataan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

29 29 Terdapat tiga variabel dalam penelitian ini yaitu, variabel citra tubuh, penerimaan diri, dan self esteem. Pengertian citra tubuh (body image) menurut Arthur dan Emily (2010), adalah suatu imaginasi subjektif yang dimiliki individu mengenai tubuh, terkait dengan penilaian orang lain, dan gambaran ideal mengenai tubuh individu disesuaikan dengan persepsi- persepsi diri dan lingkungan. Sejak masa anak-anak, pola pikir individu sangat dipengaruhi oleh media hal ini terus terjadi hingga remaja sehingga individu melakukan identifikasi terhadap figur tubuh ideal. Selama masa remaja, citra tubuh mengalami perubahan seiring dengan perubahan fisik remaja. Hal tersebut dapat melalui proses pembandingan antara perubahan yang terjadi pada tubuh dan standar ideal dengan penampilan fisik yang diinginkan, oleh karena itu citra tubuh perlu diperhatikan untuk kehidupan remaja. Kesalahan mengenai pandangan citra tubuh pada remaja dapat dikarenakan oleh membandingan atau meniru terhadap objek yang salah, sehingga akhirnya remaja sulit memahami kondisi diri sendiri. Individu yang memiliki pandangan mengenai tubuh yang positif maka akan memiliki citra tubuh yang positif, sedangkan apabila individu memiliki pandangan negatif terhadap tubuh maka akan memiliki citra tubuh yang negatif. Individu yang memiliki persepsi positif terhadap citra tubuh akan lebih mampu menghargai diri, cenderung menilai diri memiliki kepribadian cerdas, asertif, dan menyenangkan. Individu yang memasuki masa remaja tentu mengalami perubahan-perubahan yang terjadi pada diri, baik secara fisik seperti peningkatan tinggi dan berat badan, perubahan kognitif yang meliputi perubahan cara berpikir individu, maupun secara psikologis. Setiap remaja memiliki perasaan dan penerimaan yang berbeda-beda dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Ada remaja yang mampu menerima perubahan diri dengan positif namun ada juga yang memiliki persepsi negatif terhadap diri. Penerimaan diri muncul ketika individu memiliki persepsi yang positif mengenai diri, dapat mengatur dan

30 30 bertoleransi dengan keadaan emosi, dapat berinteraksi dengan orang lain, serta memiliki pandangan yang realistik. Terdapat hubungan antara citra tubuh dan self esteem, tinggi rendahnya self esteem pada individu juga dipengaruhi oleh adanya komparasi sosial karena individu cenderung membandingkan diri dengan teman sebaya yang mengakibatkan self esteem menjadi rendah. Menurut Santrock (2007) penerimaan diri merupakan kesadaran untuk menerima diri sendiri apa adanya. Penerimaan diri yang dimaksukan adalah tidak hanya berarti menerima begitu saja kondisi diri tanpa berusaha mengembangkan diri lebih lanjut. Proses bagaimana seorang individu mendapat keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungannya. Merupakan suatu proses yang dialami sepanjang kehidupan manusia. Konfik dapat saja muncul dalam proses penerimaan diri remaja, adanya tekanan, frustrasi, yang dapat mendorong remaja untuk mengamati berbagai kemungkinan perilaku untuk menghindari diri dari kegagalan. Remaja putri yang memiliki penerimaan diri positif diharapkan dapat memiliki harga diri yang tinggi sehingga memudahkan remaja untuk menjalin hubungan interpersonal yang baik dalam kehidupan. Terdapat dimensi fisik dalam self esteem yang tentu saja berpengaruh terhadap perkembangan citra tubuh dan penerimaan diri individu. Self esteem pada individu terbentuk dari citra tubuh yang dimiliki, hal tersebut muncul dari reaksi lingkungan yang memberikan pengaruh terhadap diri individu tersebut. Beane (1987), menyatakan bahwa self esteem berhubungan dengan kemampuan diri individu mengenai nilai dalam dirinya. Individu yang tidak menghargai atau menghormati dirinya sendiri akan merasa kurang percaya diri dan banyak berjuang dengan segala keterbatasan dirinya, sehingga sering mereka terlibat dalam tingkah laku yang salah atau rentan untuk dieksploitasi serta disalahgunakan oleh orang lain. Individu yang memiliki perasaan menghargai diri yang rendah timbul karena

31 31 persepsi yang subjektif dan tidak selalu akurat dengan pandangan orang lain. Rasa menghargai diri yang rendah seringkali berasal dari perbandingan yang tidak menyenangkan tentang dirinya sendiri dan orang lain. Penelitian ini telah dperkuat dengan penelitian-penelitian sebelumnya, Ratnasari, Yunani, Prasida (2014) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa adanya hubungan citra tubuh dengan harga diri pada remaja putri. Penelitian yang dilakukan Rahmania dan Yuniar (2012) menunjukkan beberapa faktor yang menyebabkan individu mengalami body dysmorphic disorder, salah satunya ialah self esteem yang rendah. Penelitian yang dilakukan Rahmania dan Yuniar (2012) dapat memperkuat penelitian ini terkait dengan citra tubuh dan penerimaan diri terhadap self esteem remaja putri yang sedang memasuki masa remaja. Dinamika antar variabel tersebut dapat dilihat pada bagan berikut ini:

32 32 a. Evaluasi penampilan b. Orientasi penampilan c. Kepuasan terhadap bagian tubuh d. Kecemasan menjadi gemuk Citra Tubuh (X1) Self Esteem (Y) Penerimaan Diri (X2) a. Mengontrol emosi yang berlebihan b. Meminimalkan mekanisme pertahanan diri c. Mengurangi rasa frustrasi d. Berpikir rasional dan mampu mengarahkan diri e. Kemampuan untuk belajar f. Memanfaatkan pengalaman masa lalu g. Sikap realistis dan objektif a. Kesuksesan b. Value c. Aspirasi d. Defens Gambar 1. Diagram Citra Tubuh dan Penerimaan Diri terhadap Self Esteem Keterangan: : Menghubungkan antara variabel bebas dengan variabel tergantung : Menghubungkan dimensi dengan variabel : Variabel yang diteliti : Dimensi variabel yang diteliti

33 33 G. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pertanyaan penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Hipotesis Mayor Citra tubuh dan penerimaan diri berperan terhadap self esteem pada remaja putri di Kota Denpasar. a. Hipotesis Minor I: Citra tubuh berperan terhadap self esteem pada remaja putri di Kota Denpasar. b. Hipotesis Minor II: Penerimaan diri berperan terhadap self esteem pada remaja putri di Kota Denpasar. 2. Hipotesis Nol Citra tubuh dan penerimaan diri tidak berperan terhadap self esteem pada remaja putri di Kota Denpasar.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Body Image (Citra Tubuh) 2.1.1 Definisi Body Image (Citra Tubuh) Body Image (Citra Tubuh) merupakan evaluasi dari pengalaman subjektif individu tentang persepsi, pikiran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya berdasarkan cara berpakaian, cara berjalan, cara duduk, cara bicara, dan tampilan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Perilaku 1. Defenisi Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk dapat menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) menyatakan bahwa kepercayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keseluruhan, termasuk karakteristik fisik dan fungsional dan sikap. terhadap karakteristik tersebut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keseluruhan, termasuk karakteristik fisik dan fungsional dan sikap. terhadap karakteristik tersebut. 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body Image Menurut Schilder (dalam Carsini, 2002), body image adalah gambaran mental yang terbentuk tentang tubuh seseorang secara keseluruhan, termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet 1. Pengertian Perilaku Diet Perilaku diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangai berat badan (Kim & Lennon, 2006). Demikian pula Hawks (2008) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan manusia terbagi menjadi beberapa fase selama rentang kehidupan. Beberapa fase tersebut diantaranya fase bayi, anak-anak, remaja hingga dewasa.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks

Lebih terperinci

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sendiri. Di dalam menilai dirinya sendiri, bangga, puas dan bahagia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sendiri. Di dalam menilai dirinya sendiri, bangga, puas dan bahagia BAB II KAJIAN PUSTAKA A. BODY IMAGE 1. Pengertian Body Image Disadari atau tidak manusia akan selalu menilai perasaan dirinya sendiri. Di dalam menilai dirinya sendiri, bangga, puas dan bahagia akan muncul,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga seseorang tidak terpengaruh oleh orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan seseorang tentang dirinya sendiri dan yang mempengaruhi hubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan seseorang tentang dirinya sendiri dan yang mempengaruhi hubungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep diri Willoughby, King & polatajko (1996, dalam Wong,et al 2009, hlm 121) mengemukakan bahwa konsep diri adalah bagaimana individu menggambarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumtif 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumtif Menurut Fromm (1995) perilaku konsumtif merupakan perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan berlebihan dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai

BAB II KAJIAN TEORI. karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai BAB II KAJIAN TEORI A. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempat kerjanya. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 RUSTAM ROSIDI F100 040 101 Diajukan oleh: FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi antara masa anak-anak dan dewasa, di mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya fertilitas, dan terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan mengalami periode pubertas terlebih dahulu. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang berada diantara masa anak dan dewasa. Masa ini dianggap sebagai suatu bentuk transisi yang cukup penting bagi pembentukan pribadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

Standar Kompetensi 1. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Kompetensi Dasar 1.2. Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia

Standar Kompetensi 1. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Kompetensi Dasar 1.2. Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Jenjang Sekolah : SMP 3 Pajangan Mata Pelajaran : IPA Terpadu Kelas / Semester : VIII / I Alokasi waktu : 1 X 40 (1 x Pertemuan) Standar Kompetensi 1. Memahami

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Harga Diri 1.1. Pengertian harga diri Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan individu yang merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang meliputi perubahan biologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu menginginkan kehidupan yang bahagia dan tubuh yang ideal. Harapan ini adalah harapan semua wanita di dunia, tetapi kenyataannya tidak semua wanita memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan tingkat pendidikan dasar secara formal setelah melalui tingkat sekolah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan tingkat pendidikan dasar secara formal setelah melalui tingkat sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan tingkat pendidikan dasar secara formal setelah melalui tingkat sekolah dasar. Pada umumnya peserta tingkat pendidikan ini berusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara manusia yang satu dengan yang lainnya. perkembangan yang terjadi pada remaja laki-laki meliputi tumbuhnya rambut,kulit

BAB I PENDAHULUAN. antara manusia yang satu dengan yang lainnya. perkembangan yang terjadi pada remaja laki-laki meliputi tumbuhnya rambut,kulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam siklus kehidupan manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari segi fisik maupun psikologinya. Ini dapat dilihat dari semasa bayi sampai dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian keluarga Menurut Friedmen (1998) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Harga Diri 2.1.1 Pengertian Harga Diri Harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang mempunyai peran penting dan berpengaruh besar terhadap sikap dan perilaku individu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Individu akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya dan ketergantungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto

KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto Ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar yang perlu diketahui para guru, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang melibatkan berbagai perubahan, baik dalam hal fisik, kognitif, psikologis, spiritual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Dissatisfaction 1. Pengertian Body Dissatisfaction Body image pada awalnya diteliti oleh Paul Schilder (1950) yang menggabungkan teori psikologi dan sosiologi. Schilder

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KETIDAKPUASAN SOSOK TUBUH (BODY DISSATISFACTION) PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KETIDAKPUASAN SOSOK TUBUH (BODY DISSATISFACTION) PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KETIDAKPUASAN SOSOK TUBUH (BODY DISSATISFACTION) PADA REMAJA PUTRI Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Menurut Coopersmith (1967 ; dalam Sert, 2003; dalam Challenger, 2005; dalam Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu BAB 1 PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu membutuhkan kehadiran orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari masa pranatal, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, dan masa tua. Masing-masing fase memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konsep Diri Istilah konsep diri biasanya mengarah kepada sebuah pembentukan konsep pribadi dari diri seseorang. Secara umum konsep diri adalah pandangan dan sikap

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan fisik seseorang memang dianggap sebagai suatu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan fisik seseorang memang dianggap sebagai suatu hal yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penampilan fisik seseorang memang dianggap sebagai suatu hal yang penting dalam kehidupan di masa kini. Dengan tampil menarik, wanita akan merasa lebih berharga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan bentuk tubuh satu sama lain seringkali membuat beberapa orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengandung dan melahirkan adalah hal yang diharapkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Mengandung dan melahirkan adalah hal yang diharapkan dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengandung dan melahirkan adalah hal yang diharapkan dalam kehidupan pernikahan. Wanita, memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda dengan pria setelah

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes KESEHATAN REPRODUKSI Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes Introduction Kespro keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit dan kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja itu berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, pendidikan semakin menjadi suatu kebutuhan yang tidak terelakkan. Pendidikan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ainsworth (dalam Helmi, 2004) mengartikan kelekatan sebagai ikatan afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini berlangsung lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengetahuan 1.1. Defenisi Pengetahuan 1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengetahuan 1.1. Defenisi Pengetahuan 1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengetahuan 1.1. Defenisi Pengetahuan 1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Remaja tentang Perubahan Fisik dan Psikososial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS 14 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Masa Dewasa Awal 2.1.1 Definisi Dewasa Awal Istilah adult atau dewasa berasal dari kata kerja latin yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Oleh karena itu orang dewasa adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. Remaja yang

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.4

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.4 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.4 1. Apabila seorang telah berpikir kritis dan menetapkan pendirian dalam mengambil keputusan, dia berada dalam tahap perkembangan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci