TINJAUAN PUSTAKA. dari elemen-elemen fisik dan sosial yang difungsikan untuk : mendapatkan air dari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. dari elemen-elemen fisik dan sosial yang difungsikan untuk : mendapatkan air dari"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Irigasi Sistem irigasi dalam Small dan Svendsen (1992) merupakan suatu set dari elemen-elemen fisik dan sosial yang difungsikan untuk : mendapatkan air dari suatu sumber terkumpulnya air secara alami, memfasilitasi dan mengendalikan perpindahan air dari sumbernya ke lahan atau tempat lain yang dimaksudkan untuk budidaya tanaman pertanian atau tanaman- tanaman lain yang diinginkan dan menyebarkan air ke zona atau daerah lingkungan (zone) perakaran di lahan yang diairi. Sistem irigasi merupakan suatu sistem yang terbuka, yang secara struktural dan fungsional peka dalam menanggapi perubahan berbagai lingkungannya (Pusposutardjo, 2001). Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi menyatakan bahwa : Pasal 1 (4) Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia, (5) Penyediaan air irigasi adalah penentuan volume air per satuan waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi yang didasarkan waktu, jumlah, dan mutu sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pertanian dan keperluan lainnya, (6) Pengaturan air irigasi adalah kegiatan yang meliputi pembagian, pemberian, dan penggunaan air irigasi, (7) Pembagian air irigasi adalah kegiatan membagi air di bangunan bagi dalam jaringan primer atau jaringan sekunder, (8) Pemberian air irigasi adalah kegiatan menyalurkan air dengan jumlah tertentu dari jaringan primer atau jaringan sekunder ke petak tersier (Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006). 5

2 6 Sistem irigasi dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu: prasarana fisik, produktifitas tanam, sarana penunjang, organisasi personalia, dokumentasi, dan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Bangunan irigasi mengalami penurunan fungsi akibat bertambahnya umur bangunan atau ulah manusia ( Rahajeng, 2001). Jaringan Irigasi Proses pengairan buatan pada tanah untuk pertumbuhan tanaman pertanian diistilahkan sebagai irigasi. Irigasi merupakan sebuah ilmu praktis dalam merencanakan dan merancang sistem pemberian air untuk daerah pertanian guna melindungi tanaman dari dampak buruk kekeringan ataupun curah hujan rendah. Irigasi berperan juga dalam pembangunan bendungan dan sistem kanal agar suplai air untuk tanaman bisa teratur. Berikut ini adalah faktor yang menegaskan pentingnya irigasi. a. Curah hujan rendah ( curah hujan tidak cukup) b. Pendistribusian atau penyaluran air yang tidak merata c. Perbaikan untuk tanaman sepanjang tahun d. Pengembangan pertanian pada daereah kering atau gurun ( Basak, 1999). Berdasarkan Tingkatan, jaringan irigasi terbagi atas : - Jaringan irigasi teknis ( seluruh sistem dapat diatur dengan cara teknis, ada alat ukur, dimulai dari bangunan utama, saluran induk, sampai dengan box tersier dan saluran pembuang), luas irigasi teknis di Sumatera Utara ± Ha. - Jaringan irigasi setengah teknis ( sistem irigasi sebagian memakai alat ukur dan sebagian lagi tidak), luasan jaringan ini di Sumatera Utara ± Ha.

3 7 - Jaringan irigasi sederhana ( sistem irigasi tanpa menggunakan alat ukur/ pintupintu masih sangat sederhana dan pada umumnya dimulai dari bangunan utama sampai dengan saluran tersier masih sangat sederhana dan sebahagian asli dari bangunan alam). Luas jaringan ini di Sumatera Utara ± Ha. Berdasarkan data di atas maka total luas irigasi di Sumatera Utara saat ini ialah Ha (Hasibuan, 1998). Saluran irigasi di daerah irigasi teknis dibedakan menjadi saluran irigasi pembawa dan saluran pembuang. Ditinjau dari jenis dan fungsinya saluran irigasi pembawa dapat dibedakan menjadi saluran primer, sekunder, tersier serta kuarter. Ditinjau dari letaknya, saluran irigasi pembawa dapat pula dibedakan menjadi saluran garis tinggi/ kontur dan saluran garis punggung (Mawardi, 2007). Jaringan irigasi teknis mempunyai bangunan sadap yang permanen serta bangunan bagi mampu mengatur dan mengukur. Disamping itu terdapat pemisahan antara saluran pemberi dan pembuang. Pengaturan dan pengukuran dilakukan dari bangunan penyadap sampai ke petak tersier. Untuk memudahkan sistem pelayanan irigasi kepada lahan pertanian, disusun suatu organisasi petak yang terdiri dari petak primer, petak sekunder, petak tersier, petak kuarter dan petak sawah sebagai satuan terkecil. Pembagian air, eksploitasi dan perneliharaan di petak tersier menjadi tanggungjawab para petani yang mempunyai lahan di petak yang bersangkutan dibawah bimbingan pemerintah. Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada urnumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Luas petak sukunder dapat

4 8 berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang bersangkutan. Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung air dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil air langsung dari bangunan penyadap ( Hariany, dkk., 2011). Kinerja Sistem Irigasi Kinerja jaringan irigasi tercermin dari kemampuannya untuk mendukung ketersediaan air irigasi pada areal layanan irigasi (command area) yang kondusif untuk penerapan pola tanam yang direncanakan. Kinerja jaringan irigasi yang buruk mengakibatkan luas areal sawah yang irigasinya baik menjadi berkurang. Secara umum, kinerja jaringan irigasi yang buruk mengakibatkan meningkatnya water stress yang dialami tanaman (baik akibat kekurangan ataupun kelebihan air) sehingga pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman tidak optimal. Kerugian yang timbul akibat water stress tidak hanya berupa produktivitas tanaman sangat menurun, tetapi mencakup pula mubazirnya sebagian masukan usaha tani yang telah diaplikasikan (pupuk, tenaga kerja, dan lain-lain). Perbaikan kinerja jaringan irigasi mencakup perangkat lunak maupun perangkat kerasnya. Secara normatif, monitoring dan evaluasi kinerja jaringan di level primer dan sekunder telah dilakukan oleh instansi terkait dan program rehabilitasinya telah pula dirumuskan (Sumaryanto, dkk., 2006). Pengurusan dan pengaturan air irigasi dan jaringan irigasi beserta bangunan pelengkapnya yang ada di dalam wilayah daerah, diserahkan kepada pemerintah daerah yang bersangkutan dengan berpedoman kepada ketentuanketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang bersangkutan, kecuali ditetapkan lain dalam suatu Peraturan Pemerintah atau Undang- Undang. Jadi pengurusan dan

5 9 pengaturan atas segala hal yang berhubungan dengan bidang irigasi menjadi tugas dan wewenang pemerintah daerah (Soediro, 1991). Setiap komponen indikator kinerja sistem irigasi memiliki rentang nilai 1 hingga 4. Komponen- komponen indikator kinerja sistem irigasi dalam Setyawan, dkk., (2011) dapat dilihat pada Lampiran 2. Komponen indikator yang telah diketahui nilai atau skornya, dikalikan dengan bobotnya, kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh jumlah nilai total komponen- komponen indikator dengan rentang nilai 1 hingga 4. Setelah itu ditentukan kriteria kinerja sistem irigasi berdasarkan Tabel 3. Secara sederhana perhitungan jumlah nilai total komponen komponen indikator kinerja sistem irigasi dapat dirumuskan sebagai berikut : Σ I = I1 x B1 + I2 xb2 + In x Bn (1) dimana : Σ I = Jumlah nilai total komponen indikator kinerja sistem irigasi I = Nilai komponen Indikator B = Bobot indikator ( % ) Kinerja Operasi dan Pemeliharaan Sistem Irigasi Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi menyatakan bahwa : Pasal 1 (37) Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya, termasuk kegiatan membuka menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan kalibrasi pintu/ bangunan, mengumpulkan data, memantau, dan mengevaluasi. (38) Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar

6 10 selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya. Operasi dan pemeliharaan merupakan masalah utama dalam sektor irigasi dan bagian dari manajemen irigasi. Operasi mengacu pada keseluruhan tugas yang harus diimplementasikan oleh mereka yang bertanggung jawab terhadap manajemen irigasi. Tugas pokoknya adalah pengalokasian dan pendistribusian untuk berbagai pemakai air yang berbeda dan perencanaan pola eksploitasi temporal yang menyeluruh bagi penyediaan air dari sumber utama. Pemeliharaan mengacu pada serangkaian upaya yang harus dilakukan untuk mempertahankan integritas bangunan- bangunan dan kemampuan jaringan untuk menyalurkan air secara terkendali (Varley, 1993). Adapun kegiatan operasi jaringan irigasi dalam Sudarmanto (2013) ialah : - Pengumpulan data ( debit, hujan, luas tanam, dan lain-lain). - Membuat rencana penyediaan air tahunan, rencana tata tanam tahunan, rencana pengeringan dan lain-lain. - Melaksanakan pembagian dan pemberian air ( termasuk pekerjaan membuat laporan permintaan air, mengisi papan operasi dan mengatur bukaan pintu). - Mengatur pintu- pintu air pada bending berkaitan dengan datangnya debit sungai banjir. - Mengatur pintu kantong lumpur untuk menguras endapan lumpur. - Koordinasi antar instansi terkait - Monitoring dan evaluasi kegiatan operasi jaringan irigasi. - Kalibrasi alat pengukur debit.

7 11 Komponen, kriteria dan katagori penilaian kinerja Operasi dan Pemeliharaan ( O& P) Irigasi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komponen penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi Komponen Penilaian Kriteria Penilaian Kategori Penilaian Kinerja Infrastruktur irigasi fungsional jaringan Kondisi Fisik Infrastruktur Kondisi Infrastruktur Fungsional Baik, Rusak Sedang, Rusak Berat Baik, Terganggu Ringan, Terganggu Berat Kinerja Pelayanan Air Tingkat Kecukupan Air Berlebih, cukup, kurang Tingkat Pemberian Air Ketepatan Kinerja Kelembagaan Manajemen Kelembagaan Pemerintah Ketersediaan Dana SDM Struktur Kelembagaan (AD/ART, anggota, Program Kinerja Kelembagaan Kerja), Prasarana (fasilitas Petani dan dana) dan keaktifan anggota Sumber : Setyawan, dkk., Tepat, kadang terlambat, Sering Terlambat Baik, Cukup, Kurang Berlebih, cukup, kurang Berlebih, cukup, kurang Baik, Cukup, Kurang Manajemen Operasi dan Pemeliharaan (O & P) yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi merupakan suatu kesatuan yang utuh dan merupakan sistem proses. Manajemen O & P yang optimal membutuhkan monitoring yang kontiniu untuk mendapatkan data dan informasi sebagai landasan evaluasi untuk menentukan langkah atau tindakan selanjutnya agar dapat dipertahankan keberlanjutan fungsi dan manfaat jaringan- jaringan irigasi tersebut sesuai dengan tujuan pengolahannya. Evaluasi sebagai bagian dalam Operasi dan Pemeliharaan (O & P) sistem irigasi merupakan umpan balik ( feedback ) dalam manajemen irigasi untuk mengakses derajat pencapaian tujuan sistem irigasi. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui hasil, akibat dan dampak dari pengelolaan irigasi (Suryono, dkk., 2003).

8 12 Tolok ukur yang diterapkan untuk mengevaluasi kinerja Operasi dan Pemeliharaan ( O&P) irigasi mencakup aspek-aspek berikut: 1. Tolok ukur keluaran O&P jaringan irigasi sebagai penyedia, penyalur, dan distribusi air. Terdapat empat indikator yang terkait dengan aspek ini: a. Kehandalan penyampaian air (Reliability of Delivery KPA): Q KPA = Q aktual rencana...(2) b. Kemerataan penjatahan air antar petak tertier (Water Allocation Equity/ WAE): KPA Hulu WAE =...(3) KPA Hilir dimana KPA = rata - rata KPA c. Kemampuan untuk melakukan drainase yang baik (tercermin dari perbandingan antara kondisi aktual dengan yang direncanakan). d. Ketersediaan dana O & P irigasi, baik dari swadaya petani maupun dari pemerintah. 2. Tolok ukur menurut sudut pandang petani. Ini dapat dinilai melalui: a. Tingkat kecukupan, yakni perbandingan tebal (depth) pemberian air irigasi aktual terhadap tebal air yang diinginkan petani (P3A). b. Ketepatan waktu, yakni perbandingan antara waktu pemberian air menurut kondisi akutal terhadap jadwal yang diinginkan petani. Dalam konteks ini difokuskan pada ketepatan waktu kedatangan pasokan air irigasi meskipun sebenarnya dimensinya juga mencakup durasinya. ( Sumaryanto, dkk., 2006).

9 13 Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, pedoman, dan manual yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 56 (1) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/ kota sesuai dengan kewenangannya. (2) Perkumpulan petani pemakai air dapat berperan serta dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. (3) Perkumpulan petani pemakai air dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder. (4) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder dilaksanakan atas dasar rencana tahunan operasi dan pemeliharaan yang disepakati bersama secara tertulis antara pemerintah, perkumpulan petani pemakai air, dan pengguna jaringan irigasi di setiap daerah irigasi. (5) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab P3A (Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006) Program pembangunan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengelolaan sumber daya air dalam Dinas PSDA (2013) adalah sebagai berikut : a. Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, rawa, dan jaringan pengelolaan sumber daya air yang merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap tahun pada daerah irigasi dan rawa untuk luasan 1000 sampai dengan 3000 Ha atau daerah lintas kabupaten/ kota. b. Rehabilitasi atau perbaikan dan pembangunan infrastruktur jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengelolaan sumber daya air untuk luasan 1000 sampai dengan 3000 Ha atau daerah lintas kabupaten/ kota.

10 14 c. Pembinaan dan pembiayaan organisasi pemakai air dalam pengelolaan jaringan pengelolaan sumber daya air untuk luasan 1000 sampai dengan 3000 Ha atau daerah lintas kabupaten/ kota. Untuk menilai kinerja operasi dan penialaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi, maka perlu diketahui bobot penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sisten irigasi untuk setiap kriteria penilaian. Bobot penilaian operasi dan pemeliharaan kinerja sistem irigasi, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Bobot penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi Komponen Penilaian Kinerja Fungsional Infrastruktur Jaringan Irigasi Kinerja Pelayanan Air Kinerja Kelembagaan Pemerintah Kinerja Kelembagaan Petani Kriteria Penilaian Kondisi Fisik Infrastruktur Kondisi Fungsional Infrastruktur Tingkat Kecukupan Air Tingkat Ketepatan Pemberian Air Manajemen Kelembagaan Sumber : Setyawan, dkk., 2011 Bobot (%) 14 Sangat Buruk 14 Sangat Buruk 15 Sangat Kurang 15 Sangat Terlambat 10 Sangat Buruk Ketersediaan Dana 11 Tidak Memadai SDM 10 Tidak Memadai Struktur 11 Sangat Kelembagaan Buruk (AD/ART, anggota, program kerja) Prasarana dan Keaktifan Anggota Nilai Buruk Baik Sangat Baik Buruk Baik Sangat Baik Kurang Cukup Sangat Cukup Terlambat Tepat Sangat Tepat Buruk Baik Sangat Baik Kurang Memadai Memadai Sangat Memadai Kurang Memadai Sangat Memadai Memadai Buruk Baik Sangat Baik

11 15 Setelah bobot penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi diketahui, maka dapat dianalisis kriteria kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi, dengan menggunakan Tabel 3. Tabel 3. Kriteria O & P sistem irigasi No Jumlah Skor Kriteria Sangat Baik ,9 Baik ,9 Sedang 4. < 1 Buruk Sumber : Setyawan, dkk., 2011 Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 32 Tahun 2007 dinyatakan bahwa : Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya melalui kegiatan perawatan, perbaikan, pencegahan dan pengamanan yang harus dilakukan secara terus menerus. Ruang lingkup kegiatan pemeliharaan jaringan meliputi : a. Inventarisasi kondisi jaringan irigasi. b. Perencanaan. c. Pelaksanaan. d. Pemantauan dan evaluasi. Kinerja Fungsional dan Infrastruktur Jaringan Irigasi Kinerja Fungsional dan Infrastruktur Jaringan Irigasi meliputi kondisi fisik infrastruktur dan kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi. Berdasarkan Peraturan Menteri No. 32 tahun 2007 Tentang Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi dinyatakan bahwa inventarisasi jaringan irigasi dilakukan untuk mendapatkan data jumlah, dimensi, jenis, kondisi dan fungsi seluruh aset irigasi serta data ketersediaan air, nilai aset jaringan irigasi dan areal pelayanan pada

12 16 setiap daerah irigasi. Inventarisasi jaringan irigasi dilaksanakan setiap tahun mengacu pada ketentuan/ pedoman yang berlaku. Untuk kegiatan pemeliharaan dari inventarisasi tersebut yang sangat diperlukan adalah data kondisi jaringan irigasi yang meliputi data kerusakan dan pengaruhnya terhadap areal pelayanan. Kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi Pemberian air irigasi dari hulu (upstream) sampai dengan hilir (downstream) memerlukan sarana dan prasarana irigasi yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa: bendungan, bendung, saluran primer dan sekunder, box bagi, bangunan-bangunan ukur, dan saluran tersier serta saluran Tingkat Usaha Tani (TUT). Rusaknya salah satu bangunan-bangunan irigasi akan mempengaruhi kinerja sistem yang ada, sehingga mengakibatkan efisiensi dan efektifitas irigasi menurun (Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, 2014). Pemeliharaan jaringan irigasi meliputi : perawatan, perbaikan, pencegahan dan pengamanan. Dalam pemeliharaan jaringan irigasi juga terdapat kegiatan inspeksi jaringan irigasi, yaitu : pemeriksaan jaringan irigasi yang dilakukan secara rutin setiap periode tertentu yaitu 7 hari sekali untuk mengetahui kondisi jaringan irigasi ( Mansoer, 2013). Kondisi fisik jaringan irigasi menyangkut jumlah, dimensi, jenis dan keadaan fisik suatu jaringan irigasi. Dalam Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007 kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi dapat diklasifikasikan seperti yang terlihat pada Tabel 4.

13 17 Tabel 4. Klasifikasi kondisi fisik jaringan irigasi No. Tingkat Kerusakan Jaringan Klasifikasi Keterangan 1. < 10 % Kondisi Baik Pemeliharaan rutin % Kondisi Rusak Ringan Pemeliharaan berkala % Kondisi Rusak Sedang Pemeliharaan berat 4. >40 % Kondisi Rusak Berat Rehabilitasi Sumber : Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007 Sedangkan untuk kriteria kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi No. Kondisi Fisik Infrastruktur Kriteria 1. Tingkat kerusakan < 10 % Sangat Baik 2. Tingkat kerusakan 10% - 20 % Baik 3. Tingkat kerusakan 21% - 40 % Buruk 4. Tingkat kerusakan > 40 % Sangat Buruk Penilaian kondisi fisik infrastruktur dalam Mansoer (2013) dapat diketahui dengan cara berikut : - Indikator bangunan utama ( Bu) : Mercu bendung, penguras, intake dan kantong lumpur yang berfungsi baik ( Buf ) / jumlah total bangunan utama (But) kemudian dikali bobotnya. Atau : Bu = Buf But x bobot... (4) - Indikator saluran irigasi (Is) : panjang saluran berfungsi baik (Sf) / panjang saluran total (St) kemudian dikali dengan bobotnya. Atau : Is = Sf St x bobot... (5) - Indikator bangunan (Ib) : Jumlah bangunan yang berfugsi baik (Bf) / jumlah bangunan total (Bt) kemdian dikali dengan bobotnya. Atau : Ib = Bf Bt x bobot... (6) Setelah nilai masing-masing indikator diketahui, maka dihitung persentase kondisi fisik infrastruktur dengan rumus :

14 18 Kondisi fisik infrastruktur = Bu + Is + Ib... (7) Bobot indikator untuk menentukan kriteria kondisi fisik jaringan irigasi, dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Bobot indikator kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi No. Indikator Bobot (%) 1. Bangunan Utama Saluran Pembawa Bangunan pada Saluran Sumber : Mansoer (2013) Kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi Kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi erat kaitannya terhadap kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi. Jika kondisi fisik infrastruktur baik, maka hampir dapat dipastikan kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasinya juga demikian. Penilaian kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi dapat dilakukan dengan cara berikut : - Indikator saluran irigasi (Is) : panjang saluran berfungsi baik (Sf) / panjang saluran total (St) kemudian dikali 100%. Atau : Is = Sf St x 100%... (8) - Indikator bangunan irigasi (Ib) : Jumlah bangunan irigasi yang berfugsi baik (Bf) / jumlah bangunan total (Bt) kemdian dikali dengan bobotnya. Atau : Ib = Bf Bt x 100%... (9) Setelah nilai masing-masing indikator diketahui, maka dihitung persentase kondisi fisik infrastruktur dengan rumus : Kondisi fungsional infrastruktur = Is+Ib 2. (10) Kriteria kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi, seperti yang disajikan pada Tabel 7.

15 19 Tabel 7. Kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi No. Kondisi Fungsional Infrastruktur Kriteria 1. Tingkat kerusakan fungsional jaringan < 10 % Sangat Baik 2. Tingkat kerusakan fungsional 10% - 20 % Baik 3. Tingkat kerusakan fungsional jaringan21% - 40 % Buruk 4. Tingkat kerusakan fungsional jaringan> 40 % Sangat Buruk Dalam pengelolaan irigasi, untuk menjaga fungsi irigasi perlu dilakukan kegiatan rehabilitasi. Praktek di lapangan selama ini dibedakan rehabilitasi ringan, sedang dan berat. Rehabilitasi ringan dilakukan akibat akumulasi sisa kerusakan yang tidak bisa dilakukan perbaikan dalam pemeliharaan tahunan. Rehabilitasi sedang dilakukan akibat kerusakan yang menumpuk akibat lalainya kegiatan O & P selama periode waktu menengah, yaitu tahun. Rehabilitasi berat dilakukan akibat bencana alam atau lalainya kegiatan O & P dalam jangka waktu yang lama, sehingga kinerja irigasi jatuh di bawah kinerja ekonomis. Kinerja Pelayanan Air Kinerja pelayanan air meliputi : tingkat kecukupan air dan tingkat ketepatan memperoleh air. Rencana penyediaan air tahunan dibuat oleh instansi teknis tingkat kabupaten/ tingkat provinsi sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketersediaan air (debit andalan) dan mempertimbangkan usulan rencana tata tanam dan rencana kebutuhan air tahunan, kondisi hidroklimatologi. Tingkat kecukupan air Masalah air bagi tanaman pangan tidak hanya didominasi oleh daerah beriklim kering. Di daerah beriklim basah air juga merupakan faktor pembatas terhadap tingkat pertumbuhan dan produksi tanaman. Keberhasilan suatu kegiatan pertanian sangat ditentukan oleh perimbangan antara jumlah air yang tersedia di lahan dengan jumlah air yang dibutuhkan tanaman selama masa pertumbuhannya.

16 20 Jumlah air yang tersedia pada suatu lahan pertanian dapat dilihat dari kondisi curah hujan, sedangkan jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman dapat digambarkan dengan jumlah air yang dibutuhkan untuk evapotranspirasi. Jumlah air yang tersedia dan jumlah air yang dibutuhkan akan mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu, sehingga pada suatu peiode dapat terjadi kelebihan air dan pada periode lainnya dapat terjadi kekurangan air bagi tanaman ( Hidayat, dkk., 2006) Tingkat kecukupan air ditandai dengan kemampuan suatu sumber air untuk memenuhi kebutuhan air untuk keperluan tertentu. Pada areal beririgasi, lahan dapat ditanami padi 3 kali dalam setahun, tetapi pada sawah tadah hujan harus dilakukan pergiliran tanaman dengan palawija. Pergiliran tanaman ini juga dilakukan pada lahan beririgasi. Biasanya setelah satu tahun menanam padi, untuk meningkatkan produktivitas lahan, seringkali dilakukan tumpang sari dengan tanaman semusim lainnya, misalnya padi gogo dengan jagung atau padi gogo di antara ubi kayu dan kacang tanah. Pada pertanaman padi sawah, tanaman tumpang sari ditanam di pematang sawah, biasanya berupa kacang- kacangan (Prihatman, 2000). Tingkat kecukupan air dapat diketahui dengan cara berikut ini : jika dalam satu tahun pada suatu areal sawah tertentu dapat ditanami padi 3 kali dan air yang dialirkan memadai, maka tingkat kecukupan airnya dapat dikatagorikan sangat cukup, jika areal sawah dapat ditanami dua kali, maka tingkat kecukupan airnya dapat dikatagorikan cukup. Jika areal sawah hanya dapat ditanami padi satu kali dalam setahun meskipun air yang dialirkan sangat memadai, tingkat kecukupan airnya dapat dikatagorikan kurang dan jika suatu areal sawah hanya dapat satu

17 21 kali ditanami padi dalam satu tahun serta air yang dialirkan tidak memadai, maka tingkat kecukupan air pada suatu daerah irigasi dapat dikatagorikan sangat kurang. Tingkat ketepatan pemberian air Dampak perubahan perilaku kekeringan memunculkan masalah dalam kegiatan pertanian, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan air tanaman. Data lapangan juga menunjukkan kekeringan agronomis tidak hanya terjadi pada lahan kering dan tadah hujan, tetapi juga melanda lahan sawah beririgasi, baik irigasi semiteknis maupun teknis. Sehingga kondisi ini memunculkan masalah baru pula terutama dalam hal ketepatan waktu pemberian air ke areal lahan. Penentuan kebutuhan air tanaman didasarkan pada jenis tanaman yang ada dan atau rencana tanam untuk masa yang akan datang. Sedangkan ketersediaan air didasarkan pada potensi air hujan, air sungai dan sumber air lainnya. Faktor kehilangan air, disamping untuk tanaman itu sendiri juga diperhitungkan kehilangan air karena perkolasi, evapotranspirasi serta efisiensi penyampaian atau penyaluran air dari sungai atau bendungan ( Suprapto, dkk., 2008). Tingkat ketepatan pemberian air erat kaitannya terhadap tingkat kecukupan air. Jika tingkat kecukupan air ditandai dengan kemampuan suatu sumber air untuk memenuhi kebutuhan air untuk keperluan tertentu, maka tingkat ketepatan pemberian air dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi untuk menyatakan kesesuaian waktu pemberian air sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama. Tingkat ketepatan pemberian air dapat dianalisis dengan cara berikut ini. Jika pemberian air telah sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama, maka tingkat ketepatan pemberian airnya dapat dikatagorikan sangat tepat. Jika

18 22 jadwal pemberian air terlambat beberapa jam dari jadwal yang telah disepakati bersama, maka tingkat ketepatan pemberian airnya masih dapat dikatagorikan tepat. Jika jadwal pemberian air terlambat lebih dari satu hari, maka tingkat ketepatan pemberian airnya dikatagorikan terlambat dan jika jadwal pemberian airnya terlambat hingga lebih dari 3 hari, maka tingkat ketepatan pemberian dikatagorikan sangat terlambat. Kinerja Kelembagaan Pemerintah Indikator kelembagaan pemerintah dapat meliputi : manajemen kelembagaan, ketersediaan dana dan Sumber Daya Manusia ( SDM). Manajemen kelembagaan. Manajemen kelembagaan meliputi elemen- elemen yang terkait dalam kegiatan O & P sistem irigasi serta tugas yang dimilikinya. a. Kepala ranting/ pengamat/ Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) / cabang dinas/ korwil Mempersiapkan penyusunan Rencana Tata Tanam Global (RTTG) dan Rencana Tata Tanam Detail (RTTD) sesuai usulan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) atau Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air (IP3A) Rapat di kantor ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil setiap minggu untuk mengetahui permasalahan operasi, hadir para mantri/ juru pengairan, Petugas Pintu Air (PPA), Petugas Operasi Bendung ( POB) serta P3A/ GP3A/ IP3A. Menghadiri rapat di kecamatan dan Dinas PSDA kabupaten.

19 23 Membina P3A/ GP3A/ IP3A untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan operasi Membantu proses pengajuan bantuan biaya operasi yang diajukan P3A/ GP3A/ IP3A. Membuat laporan kegiatan operasi ke dinas. b. Petugas mantri / juru pengairan Membantu kepala ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil untuk tugas- tugas yang berkaitan dengan operasi. Melaksanakan instruksi dari ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil tentang pemberian air pada tiap bangunan pengatur. Memberi instruksi kepada PPA untuk mengatur pintu air sesuai debit yang ditetapkan. Memberi saran kepada petani tentang awal tanam & jenis tanaman. Pengaturan giliran. Mengisi papan operasi/ eksploitasi. Membuat laporan operasi. Pengumpulan data debit. Pengumpulan data tanaman & kerusakan tanaman. Pengumpulan data curah hujan (sesuai kebutuhan daerah). Menyusun data mutasi baku sawah (sesuai kebutuhan daerah). Mengumpulkan data usulan rencana tata tanam. Melaporkan kejadian banjir kepada ranting/ pengamat. Melaporkan jika terjadi kekurangan air yang kritis kepada pengamat. c. Staf ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil

20 24 Membantu kepala ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil dalam pelaksanaan operasi jaringan irigasi. d. Petugas Operasi Bendung (POB) Melaksanakan pengaturan pintu penguras bendung terhadap banjir yang datang Melaksanakan pengurasan kantong lumpur Membuka dan menutup pintu pengambilan utama, sesuai debit dan jadwal yang direncanakan. Mencatat besarnya debit yang mengalir atau masuk ke saluran induk pada blangko operasi. Mencatat elevasi muka air banjir e. Petugas Pintu Air (PPA) Membuka dan menutup pintu air sehingga debit air yang mengalir sesuai dengan perintah juru/ mantri pengairan. ( Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007 ). Manajemen kelembagaan dapat dianalisis dengan cara berikut ini. Apabila kepala ranting, petugas mantri, staf ranting, POB dan PPA tersedia dalam suatu sistem irigsai maka manajemen kelembagaannya dapat dikategorikan sangat baik, jika salah satu petugas tidak tersedia, maka masih dapat dikategorikan manajemen kelembagaan irigasi tersebut baik. Jika dua dari lima kategori petugas di atas tidak tersedia, maka manajemen kelembagaannya dapat dikategorikan buruk dan jika lebih dari dua kategori petugas tidak tersedia dalam suatu sistem irigasi, maka dapat dikategorikan manajemen kelembagaannya sangat buruk.

21 25 Ketersediaan dana Urusan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dan juga daerah rawa menjadi wewenang dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air. Untuk itu, berbagai program dan kegiatan dilakukan guna meningkatkan kinerja operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, begitupula untuk daerah rawa. Adapun progam dari Dinas PSDA tersebut ialah : program pembangunan dan pengelolaan infrastruktur irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya dengan kegiatan diantaranya : perencanaan, pengendalian, pengawasan dan pembinaan O & P jaringan irigasi dan rawa, O & P jaringan Irigasi (1.000 Ha Ha) dan lintas kabupaten/ kota pada UPT PSDA, O & P jaringan rawa (1.000 Ha Ha) dan lintas kabupaten/ kota pada UPT PSDA, koordinasi pembina P3A untuk pemberdayaan P3A/ GP3A/ IP3A, konsultasi O & P pengelolaan SDA Provinsi Sumatera Utara dan kabupaten/ kota, rehabilitasi/ perbaikan dan peningkatan infrastruktur irigasi ( luasan Ha s/d Ha atau daerah lintas kabupaten/ kota) rehabilitasi/ perbaikan dan peningkatan infrastruktur rawa (luasan Ha s/d Ha atau daerah lintas kabupaten/ kota) penunjang kegiatan program lainnya (Dinas PSDA, 2013). Ketersediaan dana dapat diketahui melalui rencana anggaran biaya yang dihitung berdasarkan perhitungan volume dan harga satuan yang sesuai dengan standar yang berlaku di wilayah setempat. Sumber - sumber pembiayaan pemeliharaan jaringan irigasi berasal dari : a) Alokasi biaya pemeliharaan dari sumber APBN atau APBD. b) Kontribusi biaya pemeliharaan oleh perkumpulan petani pemakai air.

22 26 c) Alokasi biaya dari badan usaha atau sumber lainnya. ( Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007). Bantuan dana untuk irigasi seringkali tersendat- sendat dan sangat rentan terhadap perubahan jumlah dana imbangan rupiah yang harus disediakan dari tahun ke tahun. Akan tetapi, kekurangan kekurangan dalam O & P jaringan utama bukan hanya karena kurangnya dana, melainkan juga pada cara memanfaatkan dana- dana yang ada. Sebagian besar alokasi dana diserap untuk biaya administrasi kantor, sedangkan kebutuhan yang paling mendasar bagi petugas lapangan seperti alat- alat, material dan transportasi tidak terpenuhi (Varley, 1993). Sumber daya manusia Sumber daya manusia menyangkut ketersediaan personil untuk setiap elemen elemen yang dibutuhkan dalam suatu sistem irigasi. Berikut adalah kebutuhan tenaga pelaksana O & P sistem irigasi : a. Kepala ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil : 1 orang + 5 staff per Ha. b. Mantri / juru pengairan : 1 orang per Ha. c. Petugas Operasi Bendung (POB) : 1 orang per bendung, dapat ditambah beberapa pekerja untuk bendung besar. d. Petugas Pintu Air (PPA) : 1 orang per 3 5 bangunan sadap dan bangunan bagi pada saluran berjarak antara 2-3 km atau daerah layanan 150 sd. 500 Ha. e. Pekerja/ Pekarya Saluran (PS) : 1 orang per 2-3 km panjang saluran. ( Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007).

23 27 Sumber daya manusia dapat dianalisis dengan cara berikut ini. Apabila jumlah petugas pada masing masing kategori telah terpenuhi, maka SDM sangat memadai. Jika kategori petugas telah terpenuhi namun personil petugasnya belum memenuhi hal di atas, maka SDM masih dapat dikategorikan memadai, jika satu hingga dua kategori petugas tidak terpenuhi, maka SDM dikategorikan kurang memadai dan jika lebih dari dua kategori perugas yang tidak terpenuhi, maka SDM dikategorikan sangat buruk. Kinerja Kelembagaan Petani Pengembangan sistem irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab perkumpulan petani pemakai air. Artinya, segala tanggung jawab pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi di tingkat tersier menjadi tanggung jawab lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air atau P3A (pada beberapa daerah dikenal dengan Mitra Cai, Subak, HIPPA). Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) adalah kelembagaan yang ditumbuhkan/ dibentuk petani yang mendapat manfaat secara langsung dari pengelolaan air dan jaringan irigasi, air permukaan, embung dan air tanah untuk mewujudkan sistem pengembangan dan pengelolaan air irigasi yang baik dan berkelanjutan, diperlukan kelembagaan yang kuat, mandiri, dan berdaya yang pada akhirnya mampu meningkatkan produktivitas dan produksi pertanian dalam mendukung upaya peningkatan kesejahteraan petani. Kelembagaan petani pemakai air adalah lembaga/ institusi yang dibentuk oleh petani dan atau masyakarat dan atau pemerintah yang bertujuan untuk melaksanakan pengembangan dan atau pengelolaan air irigasi dalam rangka pemenuhan untuk mencukupi kebutuhan air irigasi di lahan pertanian para petani tersebut (Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, 2014).

24 28 Dalam rangka membentuk organisasi pemakai air pada tingkat desa, pemerintah telah berupaya mengorganisasikan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dengan memilih para pengurus dari kalangan petani sendiri. Upaya ini tidak selalu berhasil dan kira-kira hanya 15 % saja yang aktif. Tingkat keaktifan ini dapat dipengaruhi oleh tingkat kewengan P3A atas sumber utama yang terbatas (Varley, 1993) Kinerja kelembagaan petani dapat dilihat dari struktur kelembagaan petani, dalam hal ini ialah menyangkut P3A, yang meliputi ketersediaan AD/ ART, program kerja. Selain itu kinerja kelembagaan petani dapat pula dilihat dari prasarana dan keaktifan anggota. Kinerja kelembagaan petani dapat dianalisis dengan cara berikut ini. Apabila struktur kelembagaan, prasarana dan keaktifan anggota memadai, misalnya saja AD/ ART tersedia, program kerja berjalan dengan baik, prasarana seperti peralatan bertani, gudang dan lain sebainya lengakap serta anggota turut aktif dalam kegiatan yang menyangkut irigasi maka kinerja kelembagaan petani dapat dikategorikan sangat baik. Jika salah satu elemen tidak memadai, misalnya buruknya kondisi prasarana, maka kelembagaan petani masih dapat dikatakan baik, jika dua diantara elemen kelembagaan petani tidak berjalan dengan baik maka dikatakan kinerja kelembagaan petani ialah buruk dan jika ketiga elemen tesebut tidak tersedia, maka kinerja kelembagaan petani tersebut dikatagorikankan sangat buruk.

TINJAUAN PUSTAKA. menjangkau beberapa teknis sebagai berikut : 1. Pengembangan sumber air dan penyediaan air bagi keperluan usaha tani.

TINJAUAN PUSTAKA. menjangkau beberapa teknis sebagai berikut : 1. Pengembangan sumber air dan penyediaan air bagi keperluan usaha tani. TINJAUAN PUSTAKA Irigasi Irigasi merupakan kegiatan penyediaan dan pengaturan air untuk memenuhi kepentingan pertanian dengan memanfaatkan air yang berasal dari permukaan dan air tanah. Pengaturan pengairan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2006, pengertian irigasi

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2006, pengertian irigasi TINJAUAN PUSTAKA Sistem Irigasi Dalam Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2006, pengertian irigasi merupakan usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN SISTEM IRIGASI SUKA DAMAI DI KECAMATAN SEI BAMBAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN SISTEM IRIGASI SUKA DAMAI DI KECAMATAN SEI BAMBAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN SISTEM IRIGASI SUKA DAMAI DI KECAMATAN SEI BAMBAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI (The operation Performance Evaluation and Maintenance of Suka Damai Irrigation System

Lebih terperinci

Lampiran 1. Flowchart pelaksanaan penelitian. Mulai. Letak dan luas daerah irigasi Kondisi bangunan irigasi. Pendeskripsian Jaringan Irigasi

Lampiran 1. Flowchart pelaksanaan penelitian. Mulai. Letak dan luas daerah irigasi Kondisi bangunan irigasi. Pendeskripsian Jaringan Irigasi 53 Lampiran 1. Flowchart pelaksanaan penelitian Mulai Pendeskripsian Jaringan Irigasi Letak dan luas daerah irigasi Kondisi bangunan irigasi Pengamatan dan Pengumpulan Data Kondisi fisik dan fungsional

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN SISTEM IRIGASI BANDAR SIDORAS DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG

EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN SISTEM IRIGASI BANDAR SIDORAS DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN SISTEM IRIGASI BANDAR SIDORAS DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG (The Operation Performance Evaluation and Maintenance of Bandar Sidoras Irrigation

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan air untuk pertanian di Indonesia merupakan hal yang sangat penting, untuk tercapainya hasil panen yang di inginkan, yang merupakan salah satu program pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan otonomi,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen penting pendukung

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN SISTEM IRIGASI MEDAN KRIO DI KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG

EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN SISTEM IRIGASI MEDAN KRIO DI KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN SISTEM IRIGASI MEDAN KRIO DI KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG (The Operation Work Evaluation and Maintenance of Medan Krio Irrigation System in Sunggal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sumber daya air adalah merupakan

Lebih terperinci

Pendeskripsian Jaringan Irigasi. Pengamatan dan Pengumpulan Data

Pendeskripsian Jaringan Irigasi. Pengamatan dan Pengumpulan Data Lampiran 1. Flowchart Pelaksanaan Penelitian Mulai di i Pendeskripsian Jaringan Irigasi Letak dan luas daerah irigasi Kondisi bangunan irigasi Pengamatan dan Pengumpulan Data Kondisi fisik dan fungsional

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen yang mendukung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI 1 / 70 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa irigasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT, Menimbang Mengingat : : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 15A Tahun 2006 Lampiran : - TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG IRIGASI WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa keberadaan sistem irigasi beserta keberhasilan pengelolaannya

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, 1 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 21

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang irigasi di Kabupaten Ciamis telah diatur dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 5 TAHUN 2011 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP Menimbang : Mengingat : a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: BUPATI BOYOLALI, a. bahwa untuk mendukung produktivitas

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 24 TAHUN 2009 SERI E. 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIREBON, Menimbang : a.

Lebih terperinci

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i No.640, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Irigasi. Komisi. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan pembangunan sektor pertanian dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa keberadaan sistem

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007 MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Irigasi Indonesia adalah Negara yang sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian dengan makanan pokoknya bersumber dari beras, sagu, serta ubi hasil pertanian.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional dipusatkan dibidang pertanian. Salah satu sasaran pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka menunjang ketahanan

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

Lebih terperinci

BUPATI PIDIE QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF

BUPATI PIDIE QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF 1 BUPATI PIDIE QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI PIDIE, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI BUPATI LEBAK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI BUPATI LEBAK, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang a. bahwa irigasi merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang: Mengingat: a. bahwa irigasi merupakan modal utama

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa irigasi sebagai salah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KERANGKA TEORITIS BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. Penelitian Terdahulu Murtiningrum (2009), Kebutuhan Peningkatan Kemampuan Petugas Pengelolaan Irigasi Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan pembagian kewenangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan kemanfaatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR RANCANGAN (Disempurnakan) BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa fungsi irigasi memegang peranan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa peran sektor pertanian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan irigasi merupakan salah satu faktor pendukung bagi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT IRIGASI

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT IRIGASI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang Mengingat : a. bahwa air sebagai sumber kehidupan masyarakat yang

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa air sebagai sumber kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air memiliki

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2010 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa perubahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat GUBERNUR JAWA TIMUR, : a. bahwa dengan adanya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI KABUPATEN BIREUEN

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI KABUPATEN BIREUEN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang : a. b. BUPATI BIREUEN, bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif terhadap kelestarian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa pengelolaan irigasi sebagai bagian dari

Lebih terperinci

NO LD. 23 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI

NO LD. 23 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI I. UMUM 1. Peran sektor pertanian dalam struktur perekonomian nasional sangat strategis dan kegiatan pertanian tidak

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH SALINAN BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLA IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Air Pengelolaan air pada sistem irigasi adalah kunci keberhasilan pembangunan irigasi itu sendiri. Keadaan lingkungan air yang dipengaruhi evapotranspirasi yang harus

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG 1 BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TUGAS POKOK KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DALAM PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI PARTISIPATIF (PPSIP) KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 474 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 474 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 474 TAHUN 2011 TENTANG KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB KELEMBAGAAN PENGELOLA IRIGASI DALAM PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI PARTISIPATIF

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 616 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PRT/M/2015 TENTANG PENGELOLAAN ASET IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PRT/M/2015 TENTANG PENGELOLAAN ASET IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PRT/M/2015 TENTANG PENGELOLAAN ASET IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, GUBERNUR NU S A TE N GGA RA B AR AT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, DHARMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa salah

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KOMISI IRIGASI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. b. c. d. e. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

GUBERNUR BENGKULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU,

GUBERNUR BENGKULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, 1 GUBERNUR BENGKULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang : a.bahwa demi terselenggaranya penyediaan air yang dapat memberikan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

G U B E R N U R SUMATERA BARAT No. Urut: 09 G U B E R N U R SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI, Menimbang: a. bahwa untuk pengembangan dan pengelolaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Air merupakan karunia

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Air merupakan karunia

Lebih terperinci

BUPATI PESISIR SELATAN

BUPATI PESISIR SELATAN BUPATI PESISIR SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESISIR SELATAN, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.863, 2012 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Pengelolaan. Aset. Irigasi. Pedoman. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ASET IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ASET IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ASET IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 tentang Sungai ( Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3441 ); 10.

9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 tentang Sungai ( Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3441 ); 10. Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR :17 TAHUN 2004 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA bahwa dalam rangka meningkatkan produktivitas hasil pertanian

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci