BAB I PENDAHULUAN. menjadi kesepakatan dalam bentuk perjanjian jual beli.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. menjadi kesepakatan dalam bentuk perjanjian jual beli."

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kegiatan bisnis dan perdagangan sebagai salah satu pilar dari perekonomian suatu negara, pada prinsipnya adalah merupakan suatu proses yang secara mendasar ditandai dengan adanya transaksi perdagangan barang dan jasa antar pihak, proses mana adalah merupakan suatu aktivitas yang menggambarkan proses bernegosiasi dan bersepakat mengenai sesuatu hal yang menjadi obyek transaksi tersebut, khususnya dalam hal ini adalah terjadinya proses jual beli terhadap suatu obyek yang menjadi kesepakatan dalam bentuk perjanjian jual beli. Keberadaan obyek perjanjian jual beli semakin menjadi penting ketika menyangkut obyek yang berupa komoditi minyak bumi. Hal ini mengingat ketergantungan dunia terhadap kesinambungan ketersediaan minyak bumi hingga sampai saat ini tidak tergantikan, yang mana kondisi yang demikian tersebut secara umum juga terjadi di Indonesia. Begitu penting dan strategisnya komoditi minyak bumi tersebut, hingga kemudian negara Republik Indonesia secara tersurat dan tersirat memberikan proteksi yang kuat terhadap pengelolaan dan pemanfaatannya melalui Pasal 33 Undang Undang Dasar Sebagai perwujudan dari amanah yang diberikan oleh Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 tersebut di atas, pemerintah Indonesia kemudian memberlakukan Undang Undang Nomor 37 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan dan Undang 1

2 2 Undang nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, serta Undang Undang nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, yang kemudian pada tahun 2001 penerjemahan amanah Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 tersebut harus dirangkai ulang melalui pemberlakuan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 1 Undang-undang tentang migas yang baru ini memiliki beberapa perbedaan mendasar dengan regulasi yang berlaku sebelumnya, dan yang terpenting terkait dengan materi penelitian tesis ini adalah dengan berlakunya undang undang yang baru ini kegiatan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan perniagaan atas komoditi minyak dan gas bumi dapat pula dilaksanakan oleh koperasi, usaha kecil dan badan usaha swasta. 2 Pada saat masyarakat pelaku bisnis mulai diberikan keleluasaan untuk memperniagakan komoditi yang sebelumnya dilarang oleh undang undang, maka 1 Dana Moneter Internasional memiliki program penyelamatan krisis ekonomi yang bersifat baku dan mengikat bagi negara yang menerima bantuannya. Sebagaimana yang terjadi di Indonesia, Pemerintah Indonesia menandatangani letter of intent yang isinya berkaitan dengan sektor riil, yakni masalah privatisasi, restrukturisasi perbankan dan liberalisasi ekonomi, Lihat I. Wibowo, Negara Centeng : Negara dan Saudagar di Era Globalisasi, (Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2010) hlm. 113 yang secara konkrit harus dilaksanakan dalam beberapa program yang diantaranya adalah pembaharuan peraturan hukum sektor migas; restrukturisasi Pertamina; menjamin ketentuan fiskal dan peraturan tentang eksplorasi dan produksi tetap kompetitif dengan standard internasional; serta mengijinkan harga domestik produk migas bersaing dengan harga internasional. Lihat Rincian Langkah dan Jadwal Reformasi RI IMF, ( 24 Januari 2012) Alhasil tekanan-tekanan tersebut di atas melahirkan perubahan yang mendasar pada regulasi mengenai pengelolaan eksploitasi dan eksplorasi minyak bumi dan gas, negara pada akhirnya memang harus mengubah pandangan dalam menafsirkan amanah Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945, yakni dalam bentuk diberlakukannya Undang Undang nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. 2 Pasal 9 ayat (1), Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001, Tentang Minyak dan Gas Bumi.

3 3 tentunya terdapat hal-hal yang menarik untuk dikaji yakni bagaimana ketika suatu hukum positif di ranah hukum publik melahirkan subyek hukum baru di bidang hukum privat terkhusus hukum perjanjian, sehingga akan menjadi lebih lengkap jika kajian tersebut ditindak lanjuti dengan suatu penelitian yang mengambil judul. Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Jenis High Speed Diesel Antara PT. Prayasa Indomitra Sarana dengan PT. Buma Niaga Perkasa. Sebagaimana diketahui, transaksi bisnis sangatlah identik dengan kontrak, sebab bisnis saat sekarang, dalam bidang apapun hampir tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan suatu kontrak, 3 yang mana kontrak tersebut pada hakikatnya memiliki makna yang sama dengan perjanjian seperti yang disampaikan oleh Agus Yudha Hernoko yakni : Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disingkat BW) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. Hal ini secara jelas dapat disimak dari judul Buku III title Kedua Tentang Perikatan-perikatan yang Lahir dari Kontrak atau Perjanjian yang dalam bahasa aslinya (bahasa Belanda), yaitu : Verbintenissen die uit contract of overeenkomst geboren worden. 4 Selaras dengan hal tersebut di atas, maka dengan demikian transaksi bisnis yang dilakukan para pelaku bisnis perniagaan bahan bakar minyak selalu akan bersandar pada perjanjian yang disepakati, yang dalam hal ini perjanjian tersebut diartikan sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, 5 dan terhadap 3 Munir Fuadi, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek : Buku Keempat, (Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hlm Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian : Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm Subekti, Hukum Perdjanjian, (Jakarta : Penerbit PT. Pembimbing Masa, 1969), hlm. 1.

4 4 perjanjian ini kemudian melahirkan suatu perikatan di antara kedua belah pihak yang membuat perjanjian, perikatan mana ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat atau untuk tidak berbuat sesuatu. 6 Terkait dengan materi penelitian ini, maka dengan demikian bentuk prestasi yang penting untuk dicermati adalah prestasi untuk memberikan sesuatu, yakni suatu prestasi yang terlahir dari perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan, 7 yang di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata terhadap perjanjian ini diberikan title sebagai Perjanjian Jual Beli. Terdapat satu hal penting dari perjanjian jual beli bahan bakar minyak tersebut di atas yang patut mendapat perhatian, yakni para pihak yang melakukan transaksi, khususnya dari sisi keberadaan pihak penjual. Pada dasarnya para pihak yang membuat suatu perjanjian secara hukum selalu terikat untuk dapat membuktikan atau dibuktikan bahwa mereka adalah subyek hukum yang cakap dan wenang menurut hukum. Cakap dalam artian memiliki kecakapan bertindak ini mempunyai makna kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. 8 Namun demikian untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, khususnya terkait dengan pembahasan dalam tesis ini, cakap menurut hukum belumlah cukup untuk secara sempurna suatu 2003), hlm Lihat Pasal 1234 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. 7 Pasal 1457 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. 8 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta : Penerbit Sinar Grafika,

5 5 subyek hukum melakukan perjanjian jual beli bahan bakar minyak. Diperlukan suatu keadaan tertentu berikutnya yang wajib dipenuhi ketika subyek hukum yang dimaksud akan melakukan perbuatan hukum memperjual belikan komoditi minyak bumi tersebut di atas. Keadaan tertentu berikutnya yang wajib dipenuhi adalah suatu keadaan subyek hukum yang memiliki kewenangan menurut hukum, sebagaimana dapat digambarkan sebagai berikut : Kecakapan bertindak menunjuk kepada kewenangan yang umum, kewenangan umum untuk menutup perjanjian lebih luas lagi, untuk melakukan tindakan hukum pada umumnya sedang kewenangan bertindak menunjuk kepada yang khusus, kewenangan untuk bertindak dalam peristiwa yang khusus. Ketidakwenangan hanya menghalang-halangi untuk melakukan tindakan hukum tertentu. 9 Gambaran tersebut secara jelas menyatakan bahwa para pihak bisa saja dinyatakan sebagai pihak yang cakap menurut hukum akan tetapi untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, seperti salah satunya adalah membuat Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak membutuhkan kewenangan tertentu yang secara khusus akan diberikan oleh undang undang, dan bagaimana kewenangan tersebut dapat diperoleh pihak penjual adalah salah satu bagian dari obyek penelitian ini. Selain dari hal tersebut di atas, terdapat beberapa persoalan yang juga perlu mendapatkan perhatian, yakni yang pertama mengenai kesepakatan para pihak yang mendasari terwujudnya perjanjian tersebut di atas. Secara mendasar tercapainya kesepakatan tersebut ditandai dengan adanya persesuaian kehendak antara kedua 9 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian : Buku II, (Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 2 dan 3.

6 6 belah pihak yang membuat perjanjian, dan secara proses timbulnya persesuaian kehendak tersebut adalah sebagaimana yang diterangkan oleh J. Satrio yakni : Untuk tercapainya kesepakatan, maka tentu harus ada satu pihak yang menawarkan-ada penawaran (aanbond)-dan ada yang menerima penawaran tersebut-akseptasi. Diterimanya/diakseptirnya penawaran-kalau dipenuhi juga syarat-syarat yang lain-menimbulkan perjanjian. Dengan demikian, maka yang namanya kesepakatan sebenarnya terdiri dari penawaran dan akseptasi (akseptasi penawaran tersebut). 10 Kesepakatan yang menjadi syarat dari lahirnya perjanjian yang sah selalu harus melalui proses bertimbal balik yakni, menawarkan dan mengakseptasi tawaran tersebut. Sejalan dengan prinsip tersebut, di dalam perjanjian jual beli juga sangat bernuansa konsensualisme ketika mencermati bunyi pasal 1458 Kitab Undang Undang hukum Perdata yakni, Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang barang tersebut dan harganya, meskipun barang itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar. 11 Terkait dengan hal tersebut di atas, sangatlah mempunyai dasar yang kuat ketika kemudian Subekti lebih jauh menyatakan bahwa : Jual beli adalah suatu perjanjian konsensuil, artinya ia sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah ( mengikat atau mempunyai kekuatan hukum) pada detik tercapainya sepakat antara penjual dan pembeli mengenai unsur-unsur yang pokok (essentialia) yaitu barang dan harga. 12 Maka dengan demikian dalam konteks perjanjian jual beli, kesepakatan tersebut dapat dinyatakan sempurna ketika kedua belah pihak secara tegas J. Satrio, Hukum Perjanjian, (Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1992), hlm. 11 Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hlm , Hukum Perdjanjian, Op Cit, hlm. 89.

7 7 memberikan penawaran dan akseptasi secara bertimbal balik tentang harga dan barang yang dimaksud, harga dan barang mana adalah merupakan unsur pokok yang bersifat essensil, yang berarti unsur pokok tersebut selalu harus ada dalam suatu perjanjian, unsur mutlak, dimana tanpa adanya unsur tersebut, perjanjian tak mungkin ada. 13 Adalah sesuatu hal yang mustahil jika suatu perjanjian dibangun dari sebuah ketidaksepahaman ataupun ketidaksepakatan, kecuali perjanjian itu lahir dari suatu keadaan dwaling, dwang ataupun bedrog. Selain dari hal tersebut perjanjian adalah sebuah perbuatan hukum dua pihak, oleh karenanya dapat disebut sebagai duorum vel plurium in idem placitum consensus, atau dengan kalimat yang lain, perjanjian hanya dapat timbul dengan kerja sama dari dua orang atau lebih atau perjanjian dibangun oleh perbuatan dari beberapa orang, 14 yang kemudian pada proses berikutnya, kesepakatan tersebut mempunyai peran sentral dalam menentukan kapan saatnya sebuah perjanjian lahir ataupun menilai apakah terhadap suatu peristiwa tertentu telah lahir sebuah perjanjian. Kesepakatan adalah syarat yang bersifat subyektif di dalam perjanjian selain syarat subyektif tentang Kecakapan Para Pihak sebagaimana telah diulas sebelumnya, dan berikutnya adalah menyangkut hal-hal yang bersifat obyektif dari syarat-syarat yang harus mampu dipenuhi ketika pihak-pihak tertentu akan membuat perjanjian. Pemenuhan syarat-syarat keabsahan perjanjian tersebut diperlukan agar para pihak 13 J. Satrio, Hukum Perjanjian, Op Cit. hlm Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, (Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2011), hlm. 5.

8 8 dapat secara sah melahirkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi mereka atau pihak ketiga terkait dengan perjanjian yang dibuatnya tersebut. 15 Syarat obyektif yang pertama adalah apa yang lazim disebut sebagai suatu hal tertentu yang jika dimaknai sebagai apa yang diperjanjikan harus cukup jelas, maka syarat ini adalah suatu hal yang sangat penting untuk menetapkan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. 16 Sehingga dengan demikian adalah hal yang sangat logis ketika undang undang mensyaratkan agar prestasi yang menjadi obyek perjanjian adalah suatu hal tertentu, karena jika tidak disyaratkan demikian, maka bagaimana akan dapat ditentukan apakah seseorang telah memenuhi prestasinya atau belum. 17 Syarat obyektif yang kedua yang terhadapnya keabsahan perjanjian di sandarkan adalah suatu sebab yang halal. Di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata tidak secara terang menjelaskan perihal syarat ini selain yang dijelaskan di dalam Pasal 1320 yang tak lain memuat tentang syarat-syarat sahnya perjanjian itu sendiri. Namun demikian secara doktrin Kitab Udang Undang Hukum Perdata mengadopsi syarat kausa dari Code Civil Perancis yang bersumber dari pandangan Domat dan Ponthier. 18 Menurut pandangan mereka kausa suatu perikatan adalah sebagaimana yang didefinisikan sebagai berikut : 19 Daya / alasan yang menggerakkan debitur untuk mau menerima perikatan, yang dipakai sebagai dasar keterikatan debitur. Tetapi yang diterima sebagai 15 J. Satrio, Hukum Perjanjian, Op Cit. hlm Subekti, Hukum Perdjandjian, Op. Cit, hlm J. Satrio, Hukum Perjanjian, Op Cit. hlm Agus Yudha Hernoko, Op. Cit, hlm J. Satrio, Hukum Perjanjian, Op Cit. hlm. 294

9 9 kausa bukan semua daya / alasan penggerak yang menyebabkan debitur mau mengikatkan diri, tetapi hanya daya penggerak yang langsung saja. Apa yang dipaparkan tersebut di atas dapat lebih diperjelas oleh suatu peristiwa hukum jual beli suatu barang, yang menurut Subekti maksud dari sebab atau kausa suatu perjanjian jual beli tersebut adalah isi dari pada perjanjian itu sendiri yakni : pihak satu menghendaki hak milik sesuatu barang, pihak yang lain menghendaki uang dari harga penjualan barang tersebut. 20 Terkait dengan peristiwa tersebut, untuk selanjutnya Subekti lebih memperjelas lagi dengan menerangkan sebagai berikut : 21 Dengan demikian, maka kalau seseorang membeli pisau di toko dengan maksud untuk membunuh orang dengan pisau tadi, jual beli pisau tersebut mempunyai suatu sebab atau causa yang halal, seperti jual beli barang-barang lain. Lain halnya, apabila soal membunuh itu dimaksudkan dalam perjanjian, misalnya : si penjual hanya bersedia menjual pisaunya, kalau si pembeli membunuh orang. Isi perjanjian sekarang menjadi sesuatu hal yang terlarang. Hal-hal pokok dan mendasar tersebut di atas menjadi suatu hal yang prinsip untuk menjadi bahan kajian terhadap perjanjian jual beli bahan bakar minyak yang menjadi obyek penelitian tesis ini. Meskipun dalam kajiannya tersebut tidak dibatasi pada substansi perjanjian saja, namun demikian juga terhadap pelaksanaan perjanjian hingga nilai-nilai keseimbangan di dalam perjanjian yang dapat memberikan pengaruh terhadap keseimbangan hak dan kewajiban para pihak yang tertuang di dalam perjanjian, yakni apakah di dalamnya telah tercapai keseimbangan equilibrium 20 Subekti, Hukum Perdjandjian, Op. Cit, hlm Ibid.

10 10 atau telah sampai pada tahapan keseimbangan proporsional yang mengandung proses dan mekanisme pertukaran hak dan kewajiban yang berlangsung secara fair. 22 B. Perumusan Masalah. Dari paparan latar belakang masalah tersebut di atas, pada akhirnya dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak Jenis High Speed Diesel Antara PT. Prayasa Indomitra dengan PT. Buma Niaga Perkasa dapat memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian?. 2. Bagaimana pertanggung jawaban para pihak jika terjadi kegagalan pemenuhan kewajiban secara kontraktual? 3. Apakah telah tercapai Azas Keseimbangan di dalam Perjanjian Jual Beli tersebut?. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada permasalahan tersebut di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui bagaimana Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak Jenis High Speed Diesel Antara PT. Prayasa Indomitra dengan PT. Buma Niaga Perkasa dapat memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian. b. Untuk mengetahui bagaimana pertanggung jawaban para pihak dalam perjanjian jual beli bahan bakar minyak tersebut di atas ketika terjadi kegagalan pemenuhan kewajiban secara kontraktual. 22 Agus Yudha Hernoko, Op. Cit. hlm. 84.

11 11 c. Untuk mengukur tingkatan dan kualitas azas keseimbangan yang terkandung di dalam Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak Jenis High Speed Diesel Antara PT. Prayasa Indomitra dengan PT. Buma Niaga Perkasa. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dapat dilihat secara teoritis dan praktis, yakni seperti uraian sebagai berikut : a. Secara teoritis, penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu hukum dan dapat menambah pengetahuan mengenai Perjanjian Jual Beli dalam perniagaan domestik bahan bakar minyak. b. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan bahan kajian keilmuan di dalam khazanah ilmu hukum, serta dapat menjadi bahan masukan bagi para pelaku bisnis di bidang perniagaan secara umum maupun secara khusus untuk komoditi bahan bakar minyak, dalam melakukan proses negosiasi pra-kontraktual hingga penyusunan perjanjian jual belinya. E. Keaslian Penelitian. Dari hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, didapatkan kesimpulan bahwa belum pernah dilakukan penelitian dan penulisan ilmiah yang mengambil judul : Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak Jenis High Speed Diesel Antara PT. Prayasa Indomitra dengan PT. Buma Niaga Perkasa. Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat diyakini bahwa belum pernah ada penelitian dengan judul : Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak Jenis High Speed

12 12 Diesel Antara PT. Prayasa Indomitra dengan PT. Buma Niaga Perkasa. Namun demikian apabila terdapat materi penelitian yang serupa dengan materi penelitian tesis ini, maka penelitian tesis ini adalah tetap bagian dari rangkaian penelitian yang terkait dengan Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak, yang juga sebagai upaya untuk memperkaya khazanah keilmuan di bidang hukum. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori Di dalam kajian tesis ini tidak terlepas dari apa yang disebut sebagai kerangka teori yang memiliki peran sebagai landasan berfikir dan alat untuk melakukan analisis terhadap isu persoalan hukum yang diangkat di dalam tesisi ini, dengan tujuan untuk memberikan ilustrasi dan penjelasan terhadap suatu permasalahan tersebut. Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variable bebas tertentu dimasukkan dalam penelitian, karena berdasarkan teori variable bersangkutan memang dapat mempengaruhi variable tak bebas atau merupakan salah satu penyebab. 23 Menurut W.L. Neuman, yang pendapatnya dikutip oleh Otje Salman dan Anton F. Susanto, menyebutkan bahwa : teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang beriterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah cara yang ringkas untuk berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 2003), hlm HR. Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, (Bandung : Penerbit Refika Aditama, 2005), hlm 22.

13 13 Otje Salman dan Anton F. Susanto pada kelanjutannya memberikan kesimpulan mengenai pengertian teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli, yakni sebagaimana berikut : teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum 25 Dalam penelitian ini, menetapkan suatu kerangka teori adalah merupakan suatu keharusan. Hal ini dikarenakan kerangka teori itu digunakan sebagai landasan berfikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas. Adapun teori yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yang pertama adalah Teori Sociological Jurisprudence. Pada dasarnya Teori ini dipergunakan untuk memberikan jawaban atas kepentingan-kepentingan yang tidak seimbang di dalam kelompok masyarakat. Ada yang terlampau dominan, dan ada pula yang terpinggirkan, dan untuk menciptakan dunia yang beradab, ketimpangan-ketimpangan structural itu perlu ditata ulang dalam pola keseimbangan yang proporsional. 26 Di dalam teori ini mempunyai pandangan bahwa hukum bukan hanya merupakan kumpulan norma-norma abstrak atau suatu tertib hukum tetapi juga merupakan suatu proses untuk mengadakan keseimbangan antara kepentingankepentingan yang saling bertentangan, dan menjamin pemuasan kebutuhankebutuhan maksimal dengan pengorbanan yang minimal Ibid, hlm Bernard L. Tanya dkk, Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, (Yogyakarta: Penerbit Genta Publisihing, 2010), hlm Syafruddin Kalo, Teori dan Penemuan Hukum, (Medan, 2004), hlm. 19

14 14 Menurut Roscoe Pound, kepentingan-kepentingan yang dimaksudkan tersebut adalah terdiri dari tiga kelompok kepentingan, yaitu kepentingan umum (negara), sosial, dan kepentingan pribadi. 28 Hukum mempunyai beberapa tugas dan fungsi, yang salah satunya adalah sebagai regulasi penyeimbang, bahkan ketika dirasakan institusi negara dipandang terlalu dominan maka hukum akan menjadi dominan untuk mereduksinya hingga sampai pada titik keseimbangan kepentingan yang menjadi tujuan hukum tersebut diciptakan. Teori keseimbangan kepentingan ini atau lazim dikenal sebagai Teori Sociological Jurisprudence, mampu memberikan penjelasan ketika Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menggantikan Undang-Undang nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, dan Undang Undang nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, dan apabila dicermati pemberlakuan undang undang tentang migas yang baru tersebut dilatarbelakangi oleh keyakinan tentang adanya dominasi negara terhadap pengelolaan sumber daya alam khususnya minyak dan gas bumi yang harus lebih diseimbangkan, seperti yang menjadi keyakinan di dalam pandangan Roscoe Pound tersebut di atas. Sebagaimana yang tercermin di dalam Letter of Intent yang menjadi kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan IMF, sebuah tatanan masyarakat yang baru diyakini sebagai pilihan yang tepat bagi rakyat Indonesia saat itu (dengan segala problematikanya), yang berisikan harapan tentang keadaan masa depan gemilang 28 Bernard L. Tanya dkk, Loc. Cit.

15 15 umat manusia : Dengan pasar bebas umat manusia akan memasuki gerbang pintu keemasan yang membahagiakan. 29 Tatanan masyarakat baru tersebut di atas adalah apa menjadi tujuan hukum tersebut diciptakan, dan hal ini sejalan dengan apa yang menjadi focus utama dari konsep social engineering, yakni interest balancing, dan tujuan akhir dari hukum yang diterapkan dan mengarahkan masyarakat ke arah yang lebih maju. 30 Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketika Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tersebut diberlakukan, Pemerintah Indonesia (bersamasama IMF) bertujuan untuk melakukan perubahan tatanan masyarakat yang lebih baik, sebagaimana keyakinan Pound bahwa hukum tidak lagi dilihat sekedar sebagai tatanan penjaga status quo, tetapi juga diyakini sebagai sistem pengaturan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu secara terencana. 31 Teori yang kedua yang dipergunakan adalah Teori Kepastian Hukum, Teori Keadilan dan Teori Kemanfaatan Hukum. Radbruch mengatakan bahwa hukum itu harus memenuhi berbagai karya disebut sebagai nilai dasar dari hukum. Nilai dasar hukum tersebut adalah : keadilan, kegunaan dan kepastian hukum, namun demikian meskipun ketiganya tersebut merupakan nilai dasar dari hukum, namun diantara nilai-nilai tersebut terdapat suatu spannungsverhaltnis, yakni suatu ketegangan satu sama lainnya I.Wibowo, Op. Cit. hlm Bernard L. Tanya dkk,op. Cit. hlm Ibid. hlm Syafruddin Kalo, Op. Cit. hlm. 51

16 16 Di dalam pasal 1338 Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang undang berlaku sebagai undang undang bagi yang membuatnya, secara terang memberikan pemahaman bahwa pada prinsipnya perjanjian yang disepakati merupakan hukum bagi yang membuatnya dan kepada hukum itulah mereka tunduk dan mematuhinya, dan sebagai bagian dari suatu system hukum, maka dengan demikian perjanjian tersebut haruslah memenuhi nilai-nilai dasar hukum tersebut di atas Setiap perjanjian yang dibuat dan sepakati, di dalamnya pasti memuat berbagai kepentingan dari pihak-pihak yang membuatnya, yang sudah barang tentu terhadap kepentingan-kepentingan tersebut berposisi saling bertentangan satu dengan yang lainnya, dan untuk dapat membuatnya setimbang maka dibuatlah kesepakatan yang berisikan hak-hak dan kewajiban secara bertimbal balik, dengan demikian kesetimbangan yang sempurna tersebut merupakan nilai keadilan bagi kedua belah pihak. Keadilan di dalam perjanjian menjadi unsur yang sangat penting dan mutlak harus ada ketika Radburch menyatakan bahwa hukum mempunyai tugas untuk mengemban nilai keadilan bagi kehidupan konkret manusia, dengan demikian keadilan sebagai suatu nilai memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif. Normatif berarti keadilan sebagai landasan moral hukum sekaligus sebagai parameter bagi hukum positif, konstitutif bermakna keadilan harus menjadi unsur yang mutlak bagi hukum. 33 Keadilan sendiri oleh Aristoteles dimaknai sebagai berbuat kebajikan atau kebajikan yang utama yang berkonsisten terhadap asumsi untuk hal-hal yang sama 33 Bernard L. Tanya dkk, Op. Cit. hlm. 130

17 17 diperlakukan secara sama, dan yang tidak sama juga diperlakukan tidak sama, secara proporsional 34. Keadilan model ini lebih merujuk kepada keadilan distributive yakni suatu model keadilan yang identik dengan keadilan atas dasar kesamaan proporsional 35, namun demikian ketika keadilan merambah pada proses penegakan hukum maka konsep keadilan tersebut mulai bergeser pada model korektif (remedial), yakni bagaimana ketika hukum memberikan koreksi koreksi terhadap kesetimbangan yang terganggu, yang mana bentuk keadilan yang seperti ini pada prinsipnya menjadi ukuran bagi asas-asas tehnikal yang mengatur hal pengadministrasian atas proses penerapan aturan hukum 36. Pada saat perjanjian (sebagai hukum) disepakati dan dijalankan, pada intinya diharapkan terdapat sebuah kemanfaatan di dalamnya, khususnya bagi para pihak sebagaimana perjanjian tersebut dikonstruksikan. Apabila merujuk pada pemahaman kemanfaatan sebagai nilai dasar hukum adalah sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh hukum itu sendiri, maka dengan demikian di dalam perjanjian haruslah memiliki kemanfaatan atau finalitas yang dapat dikonstruksikan sebagaimana berikut : Setiap perjanjian mempunyai tujuannya sendiri yang khas, dan tiap perjanjian sebenarnya adalah upaya melaksanakan akibat tertentu dari perjanjian yang mereka sepakati bersama, di dalam mana terletak tujuan bersama atau kausa perjanjian. 37 Nilai dasar hukum yang ketiga adalah apa yang disebut dengan kepastian hukum. Perjanjian sebagai sebuah norma hukum, sebenarnya adalah sumber 34 Agus Yudha Hernoko, Op. Cit. hlm Bernard L. Tanya dkk, Op. Cit. hlm Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Tokoh-tokoh Ahli Pikir Negara dan Hukum Dari Zaman Yunani Kuno Sampai Abad Ke-20, (Bandung : Penerbit Nuansa,2010), hlm J. Satrio, Hukum Perjanjian, Op Cit. hlm. 313

18 18 kepastian tentang hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang membuatnya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Nieuwenhuis bahwa : Mekanisme kontrak menciptakan jaringan relasi kepercayaan (vertrouwensrelaties) yang memiliki pengaruh stabilisasi hubungan antar manusia tidak jauh berbeda dibandingkan dengan perundang-undangan,. 38 Maka cukup tepat bila dinyatakan bahwa, dalam hal perjanjian terbentuk, maka dapat dituntut (di muka hukum) pemenuhan dan akibat hukum dari perjanjian tersebut, dan oleh karenanya dalam konteks penegakan hukum, para penegak hukum tidak saja melekatkan sanksi hukum yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang undangan, tetapi juga berkenaan dengan pemenuhan perjanjian tersebut. 39 Terkait dengan hal tersebut, dalam tataran penerapan kepastian hukum, terdapat beberapa faktor yang menurut Jan Michiel Otto memberikan pengaruh terhadap timmbulnya ketidaksesuaian aturan hukum dengan pelaksanaannya, yang dapat mempengaruhi tingkat kepastian hukum yang nyata, yakni sebagai berikut : 40 a. Aturan-aturan hukum itu sendiri; b. Instalasi-instalasi yang membentuk dan menerapkan hukum, dan; c. Lingkungan sosial yang lebih luas yaitu politik, ekonomi dan sosial budaya. Lebih utuh lagi menurut Radburch, untuk dapat diterapkannya keadilan membutuhkan suatu keadaan finalitas atau kemanfaatan, dan untuk dapat memastikan keadilan dan keadaan kemanfaatan tersebut dapat tercapai maka dibutuhkan suatu kepastian, dan jika ketiga hal ini dikembalikan kepada pemahaman hukum sebagai 38 Herlien Budiono, Op. Cit. hlm Ibid, hlm Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 30

19 19 gagasan kultural, maka pada prinsipnya hukum memang terdiri dari tiga aspek, yakni keadilan (= menunjuk kesamaan hak dan kewajiban di depan hukum), kemanfaatan (=menunjuk kepada tujuan keadilan, yakni memajukan kebaikan dalam kehidupan manusia), dan aspek kepastian (= menunjuk pada jaminan bahwa hukum yang di dalamnya berisi keadilan dan norma kemanfaatan benar-benar berfungsi sebagai hukum yang ditaati) Konsepsi Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran atau ide. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas. 42 Selanjutnya, Sumaryadi Suryabrata memberikan arti khusus apa yang dimaksud dengan konsep, yang mana sebuah konsep berkaitan dengan definisi operasional. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasi dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional. 43 Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan dalam fakta-fakta tersebut. hlm Bernard L. Tanya dkk, Op. Cit. hlm Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survey, (Jakarta : Penerbit LP3ES, 1999), 43 Sumandi Suryasubrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta : Penerbit PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 3.

20 20 Definisi operasional perlu disusun, untuk memberikan pengertian yang jelas atas masalah yang dibahas. Karena istilah yang digunakan untuk membahas suatu masalah, tidak boleh memiliki makna ganda. Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan serangkaian definisi operasional atas beberapa variable yang digunakan, sehingga dengan demikian tidak akan menimbulkan perbedaan penafsiran atas sejumlah istilah dan masalah yang dibahas. Disamping itu, dengan adanya penegassan kerangka konsepsi ini, diperoleh suatu persamaan pandangan dalam menganalisis masalah yang diteliti, baik dipandang dari aspek yuridis, maupun dipandang dari aspek sosiologis. 44 Selanjutnya, untuk menghindari terjadinya pengertian dan pemahaman yang bias tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka sangatlah penting utnuk dikemukakan konsepsi dalam bentuk definisi operasional sebagai berikut : a. Yang dimaksudkan dengan Perjanjian Jual Beli disini adalah persetujuan saling mengikat antar penjual dan pembeli, penjual sebagai pihak yang menyerahkan barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang yang telah dibelinya. 45 atau sebagaimana yang telah diuraikan pada halaman 6 dan 7 dalam proposal tesis ini. b. Bahan Bakar Minyak Jenis High Speed Diesel, adalah merupakan obyek dari penjanjian jual beli tersebut di atas, yakni bahan bakar minyak solar yang memiliki angka performa cetane number 45, yang umumnya digunakan untuk 44 Ibid, hlm Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta : Penerbit PT. Rineka Cipta, 2007), hlm. 196.

21 21 mesin diesel yang umum menggunakan system injection pump dan electronic injection. 46 c. PT. Prayasa Indomitra Sarana dan PT. Buma Niaga Perkasa, adalah para pihak yang bersepakat dan membuat perjanjian jual beli di atas, dalam kedudukannya secara berturut-turut sebagai penjual dan pembeli. Pada dasarnya PT. Prayasa Indomitra Sarana adalah Badan Usaha Swasta yang mendapatkan ijin dari pihak yang berwenang untuk melakukan perniagaan umum bahan bakar minyak, yang dalam aktivitasnya adalah termasuk melakukan pembelian bahan bakar minyak melalui jalur impor yang kemudian menyimpannya sebagai stock persediaan sebelum kemudian diperjual belikan. Di dalam penelitian ini, khusus hanya untuk menelaah perbuatan hukum PT. Prayasa Indomitra ketika memasarkan bahan bakar minyak tersebut kepada konsumen di dalam negeri, yang salah satunya melalui perjanjian jual beli bahan bakar minyak dengan PT. Buma Niaga Perkasa. PT. Prayasa Indomitra sebagai salah satu badan usaha swasta cukup dapat mewakili subyek hukum yang diberikan keleluasaan memperdagangkan komoditi Minyak Bumi sebagaimana yang diatur oleh Undang Undang nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. G. Metode Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian 46 Mengenal Bahan Bakar Produk Pertamina, ( 26 Januari 2012)

22 22 Penelitian adalah pencarian atas sesuatu (inqury) secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan. 47 Sifat penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, yakni penelitian yang bertujuan untuk melukiskan keadaan obyek atau peristiwanya. Sedangkan analisis diartikan sebagai kegiatan menganalisis data secara komprehensif, yaitu data sekunder dari berbagai kepustakaan dan literatur baik yang berupa buku, peraturan perundangan, disertasi, tesis dan hasil penelitian lainnya maupun informasi dari media massa. 48 Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, yakni suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahanpermasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. 49 Di dalam penelitian yuridis normatif terbagi dalam beberapa kategori : 50 a. Penelitian terhadap azas-azas hukum, yang lazim disebut sebagai studi dogmatic atau doctrinal research. 47 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia, 1998), hlm Ibid, hlm Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit PT. Rajagrafindo Persada, 2010), hlm Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2010), hlm

23 23 b. Penelitian terhadap sistematika hukum, yang bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap pengertian pokok hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum, dan obyek hukum. c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, yang bertujuan untuk mengukur sampai sejauh mana hukum positif yang ada sinkron atau serasi satu sama lainnya. 2. Metode Pendekatan Di dalam suatu penelitian hukum dapat dilakukan dengan berbagai metode pendekatan untuk didapatkan berbagai informasi dari segala aspek mengenai persoalan ataupun fenomena yang sedang diteliti. Adapun pendekatan-pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan metode sebagai berikut : 51 a. Pendekatan undang undang (statute approach) b. Pendekatan kasus (case approach) c. Pendekatan histori (historical approach) d. Pendekatan komparatif (comparative approach) e. Pendekatan konseptual (conceptual approach) Maka dengan demikian di dalam penelitian ini metode pendekatan yang akan digunakan adalah Metode Pendekatan Undang Undang, yakni suatu metode pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm Ibid

24 24 3. Sumber Data. Berdasarkan sifat, jenis serta metode penelitian tersebut di atas, maka data yang dikumpulkan berasal dari data sekunder. Data sekunder yang dimaksudkan antara lain meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Dalam penelitian ini bahan hukum yang dijadikan sebagai rujukan adalah menggunakan : 53 a. Bahan Hukum Primer Untuk memperoleh data primer dilakukan dengan cara mengadakan wawancara secara langsung terhadap pihak yang terkait dengan permasalahan di atas untuk melengkapi dan mendukung data-data ini, agar penelitian menjadi lebih sempurna. b. Bahan Hukum Sekunder Data sekunder diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research) yang diperoleh dari berbagai literatur yang terdiri dari dokumendokumen resmi, buku-buku, dan hasil penelitian yang mempunyai hubungan erat terhadap permasalahan yang diteliti. c. Bahan Hukum Tertier Data tertier yaitu data yang memberikan petunjuk dan juga penjelasan terhadap data primer dan data sekunder yang berupa kamus, 1999), hlm Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Ubiversitas Indonesia Press,

25 25 ensiklopedia, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal, serta laporan-laporan ilmiah yang akan dianalisis dengan tujuan untuk lebih memahami dalam penelitian ini. 4. Tehnik Pengumpulan Data. Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, dikaitkan dengan jenis penelitian hukum yang bersifat normatif, maka tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) yakni upaya untuk memperoleh data dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan, majalah, koran, artikel dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian ini. Selain dari tehnik pengumpulan data tersebut di atas juga akan dilakukan wawancara dengan para pihak yang terkait sebagai informasi, untuk kepentingan informasi pelengkap menyangkut peristiwa hukum konkrit yang menjadi obyek penelitian, dan sepanjang memang diperlukan dalam penelitian ini. 5. Analisis Data. Analisis data adalah merupakan sebuah proses mengorganisasi dan mengurutkan data ke dalam pola kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan. Analisis data yang digunakan adalah secara deskriptif kualitatif. Analisa data dilakukan setelah diadakan terlebih dahulu pemeriksaan, pengelompokkan, pengolahan dan evaluasi sehingga diketahui rehabilitas data tersebut, lalu dianalisis secara kualitatif dengan mempelajari seluruh jawaban, kemudian dilakukan

26 26 pembahasan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Dengan demikian kegiatan analisis data ini diharapkan akan dapat memberikan kesimpulan dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang benar dan akurat serta dapat direpresentasikan dalam bentuk deskriptif Ibid, hlm. 10.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan masalah atau jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat dari gambaran Indonesia yang sangat luas dan menjadi salah satu penduduk terbanyak di dunia sudah pantas bila masyarakat Indonesia sangat membutuhkan moda transportasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROPINSI SUMATERA BARAT DENGAN CV. SARANA BARU PADANG SKRIPSI

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROPINSI SUMATERA BARAT DENGAN CV. SARANA BARU PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROPINSI SUMATERA BARAT DENGAN CV. SARANA BARU PADANG SKRIPSI Oleh : ANGGA ZIKA PUTRA 07 140 077 PROGRAM KEKHUSUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perjanjian merupakan bagian daripada Hukum Perdata pada umumnya, dan memegang peranan yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu transaksi jual beli, apapun jenis benda yang diperjual-belikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu transaksi jual beli, apapun jenis benda yang diperjual-belikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang mempunyai kepentingan terhadap orang lain sehingga timbullah hubungan hak dan kewajiban. Setiap orang mempunyai hak yang wajib selalu di perhatikan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang. dalam mendukung pembangunan nasional. Berhasilnya perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang. dalam mendukung pembangunan nasional. Berhasilnya perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, baik material maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dunia jelas dapat dibaca dari maraknya transaksi bisnis yang mewarnainya. Pertumbuhan ini menimbulkan banyak variasi bisnis yang menuntut para pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam menghadapi perkembangan era globalisasi pekerja dituntut untuk saling berlomba mempersiapkan dirinya supaya mendapat pekerjaan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah generasi penerus bangsa. Oleh karena itu setiap anak seharusnya mendapatkan haknya untuk bermain, belajar dan bersosialisasi. Tetapi keadaannnya akan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti perlengkapan rumah, transportasi dan lain-lain 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti perlengkapan rumah, transportasi dan lain-lain 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan adalah keinginan manusia untuk memiliki dan menikmati kegunaan barang atau jasa yang dapat memberikan kepuasan bagi jasmani dan rohani demi kelangsungan hidup.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 37 III. METODE PENELITIAN Metode artinya cara melakukan sesuatu dengan teratur (sistematis). Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Dalam perkembangannya tidak hanya orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Dalam perkembangannya tidak hanya orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak semula setiap orang memerlukan orang lain. Seseorang memerlukan orang lain untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Dalam perkembangannya tidak hanya orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memiliki peranan yang sangat penting. Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang peranan yang mutlak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui kesepakatan. Melalui perjanjian perbedaan tersebut diakomodir dan selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua macam, yaitu kontrak nominaat dan innominaat. Kontrak nominaat

BAB I PENDAHULUAN. dua macam, yaitu kontrak nominaat dan innominaat. Kontrak nominaat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kontrak merupakan terjemahan dari bahasa inggris, yaitu contract of law, sedangkan dalam bahasa belanda disebut dengan istilah overeenscom strecht. Menurut namanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia, karena manusia pasti membutuhkan tanah.tanah yang dapat memberikan kehidupan bagi manusia, baik untuk tempat

Lebih terperinci

PENERAPAN ASAS-ASAS PERJANJIAN JUAL BELI DALAM TRANSAKSI KONTRAK BERJANGKA (FUTURES CONTRACT) DI BURSA BERJANGKA BAB I PENDAHULUAN

PENERAPAN ASAS-ASAS PERJANJIAN JUAL BELI DALAM TRANSAKSI KONTRAK BERJANGKA (FUTURES CONTRACT) DI BURSA BERJANGKA BAB I PENDAHULUAN PENERAPAN ASAS-ASAS PERJANJIAN JUAL BELI DALAM TRANSAKSI KONTRAK BERJANGKA (FUTURES CONTRACT) DI BURSA BERJANGKA BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Perdagangan berjangka komoditi (yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 32 BAB 3 METODE PENELITIAN Dalam membuat suatu penelitian tentunya dibutuhkan suatu metode, begitu pula dalam pembuatan penelitian hukum dalam bentuk skripsi ini. Metode sendiri ialah suatu kerangka kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun waktu dalam menjalin bekerja sama. Transaksi-transaksi perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. maupun waktu dalam menjalin bekerja sama. Transaksi-transaksi perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya perdagangan secara global membuat transaksi baik dalam tingkat lokal maupun antar kota bahkan lintas negara (transnasional) pun makin meningkat.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN

TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai kebutuhan mulai dari kebutuhan utama ( primer), pelengkap

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai kebutuhan mulai dari kebutuhan utama ( primer), pelengkap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial, tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Manusia hidup selalu bersama dimulai dari keluarga, masyarakat, hingga membentuk satu suku bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan galian itu, meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi ( Migas ), batubara,

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI BAHAN BAKAR MINYAK JENIS HIGH SPEED DIESEL ANTARA PT. PRAYASA INDOMITRA SARANA DENGAN PT. BUMA NIAGA PERKASA

PERJANJIAN JUAL BELI BAHAN BAKAR MINYAK JENIS HIGH SPEED DIESEL ANTARA PT. PRAYASA INDOMITRA SARANA DENGAN PT. BUMA NIAGA PERKASA Raden Dian Nugroho Kusuma 107011065/MKn 1 PERJANJIAN JUAL BELI BAHAN BAKAR MINYAK JENIS HIGH SPEED DIESEL ANTARA PT. PRAYASA INDOMITRA SARANA DENGAN PT. BUMA NIAGA PERKASA RADEN DIAN NUGROHO KUSUMA ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum normatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup adalah pengetahuan dasar tentang bagaimana makhluk hidup berfungsi dan bagaimana merreka berinteraksi satu sama lain dengan lingkungan mereka.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to contract) penyelenggara jaringan telekomunikasi diwajibkan untuk memenuhi permohonan pihak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Era reformasi telah dimulai sejak tahun 1998 yang lalu. Latar belakang lahirnya era

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN. dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan ekspor sangat penting bagi Indonesia karena menghasilkan devisa dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada dan dapat

METODE PENELITIAN. menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada dan dapat III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

BAB I. mobil baru dengan banyak fasilitas dan kemudahan banyak diminati oleh. merek, pembeli harus memesan lebih dahulu ( indent ).

BAB I. mobil baru dengan banyak fasilitas dan kemudahan banyak diminati oleh. merek, pembeli harus memesan lebih dahulu ( indent ). BAB I A. LATAR BELAKANG Kemajuan teknologi di bidang transportasi yang demikian pesat,memberi dampak terhadap perdagangan otomotif, dibuktikan dengan munculnya berbagai jenis mobil baru dari berbagai merek.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena ia tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami isteri saja tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup umat manusia. Hubungan manusia dengan tanah bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup umat manusia. Hubungan manusia dengan tanah bukan hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting untuk kelangsungan hidup umat manusia. Hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan. Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan di antara para pihak. Perumusan hubungan kontraktual tersebut pada umumnya senantiasa diawali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia yang kemudian dilakukan secara berkesinambungan yang meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perjanjian melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub hak dan kewajiban.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barter merupakan suatu sistem pertukaran antara barang dengan barang atau

BAB I PENDAHULUAN. barter merupakan suatu sistem pertukaran antara barang dengan barang atau BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk yang saling ketergantungan yang tidak akan dapat hidup secara individual. Hal ini dibuktikan dengan adanya kegiatan untuk mendapatkan sebuah kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada akhirnya dapat meraih keberhasilan. Selain itu pemanfaatan pasar kerja

BAB I PENDAHULUAN. pada akhirnya dapat meraih keberhasilan. Selain itu pemanfaatan pasar kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki era globalisasi khususnya di sektor ketenagakerjaan akan menghadapi tantangan yang cukup besar, persaingan antara dunia usaha akan semakin ketat dan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 Konsumen sebagaimana yang dikenal dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa asing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini sedang giatnya melakukan pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana diberbagai sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, bangsa Indonesia telah melakukan pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarat yang

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memegang peranan yang sangat penting. Demikian juga halnya dalam peranan yang mutlak, bahkan pengakutan memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dengan arus lalu lintas transportasi. Semua kebutuhan dan kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan sehari-hari

Lebih terperinci

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Oleh Suyanto ABSTRAK Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke waktu. Pembangunan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan taraf hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan sektor perekonomian di Indonesia memiliki dampak terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan taraf hidup masyarakat.dewasa ini hampir tidak ada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 64 BAB III METODE PENELITIAN Menurut Peter Mahmud, Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya perkembangan aktivitas ekonomi. Masyarakat Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya perkembangan aktivitas ekonomi. Masyarakat Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberadaan hukum selalu berhubungan dengan keberadaan manusia oleh sebab itu dikenal istilah ubi societas ibi ius yang artinya dimana ada manusia,disitu ada hukum. Terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur, dan lain sebagainya membutuhkan sarana dan prasarana yang

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur, dan lain sebagainya membutuhkan sarana dan prasarana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan usaha di berbagai bidang baik bidang industri, pertanian, manufaktur, dan lain sebagainya membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada 44 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau III. METODE PENELITIAN 1. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

. METODE PENELITIAN. yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk menganalisis tentang apakah

. METODE PENELITIAN. yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk menganalisis tentang apakah . METODE PENELITIAN A. Jenis dan Tipe Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif, 1 yaitu meneliti berbagai peraturan perundangundangan yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah atau sebidang tanah dalam bahasa latin disebut ager. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agraria berarti

Lebih terperinci

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng 10 BAB II Landasan Teori 2.1. Uraian Teori Teori adalah suatu butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa BAB I PENDAHULUAN Salah satu perwujudan dari adanya hubungan antar manusia adalah dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling percaya satu dengan lainnya. Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara para pihak. Perumusan hubungan perjanjian tersebut pada umumnya senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung di manapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI KONTRAK KERJA KONSTRUKSI Suatu Tinjauan Sistematik Hukum dalam Perjanjian Pekerjaan Rehabilitasi Jembatan TUGU antara Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Sragen dengan CV. Cakra Kembang S K R I P

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DIVISI REGIONAL II SUMATERA BARAT DENGAN PIHAK KETIGA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan. tujuan dri pembangunan itu sendiri. Dalam dunia usaha yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan. tujuan dri pembangunan itu sendiri. Dalam dunia usaha yang selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang yang dilandasi akan kesadaran tentang pentingnya dinamika pertumbuhan ekonomi yang akan meningkat, dimana pertrumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. 2 Jadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. 2 Jadi BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode merupakan cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, termasuk juga metode dalam sebuah penelitian. Menurut Peter R. Senn, 1 metode merupakan suatu prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan merupakan bidang yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju mundurnya perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian pada hakikatnya sering terjadi di dalam masyarakat bahkan sudah menjadi suatu kebiasaan. Perjanjiaan itu menimbulkan suatu hubungan hukum yang biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri rekaman musik sepertinya melawan arus umum. 3 Industri rekaman musik terus

BAB I PENDAHULUAN. industri rekaman musik sepertinya melawan arus umum. 3 Industri rekaman musik terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam Ketetapan MPR Nomor 4 Tahun 1999-2004 Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mengenai kebudayaan dan kesenian diatur bahwa negara berusaha untuk:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda bergerak maupun yang tidak berwujud. Pesatnya perkembangan masyarakat dewasa ini, kebutuhan akan sarana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan ini adalah penelitian hukum normatif empiris.penelitian hukum

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan ini adalah penelitian hukum normatif empiris.penelitian hukum BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Pendekatan ini adalah penelitian hukum normatif empiris.penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Investasi secara harfiah diartikan sebagai aktifitas atau kegiatan penanaman modal, sedangkan investor adalah orang atau badan hukum yang mempunyai uang untuk

Lebih terperinci