BIOTEKNOLOGI DAN MASA DEPAN. Inseminasi Buatan Pengantar ke Genetika Veteriner

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BIOTEKNOLOGI DAN MASA DEPAN. Inseminasi Buatan Pengantar ke Genetika Veteriner"

Transkripsi

1 BIOTEKNOLOGI DAN MASA DEPAN Banyaknya hal mengenai buku ini berisi aplikasi berbagai macam bioteknologi pada pemuliaan ternak. Tujuan dari bab ini adalah mengisi kekurangan yang masih ada --mengomentari aspek-aspek bioteknologi yang belum tercakup dalam bab-bab terdahulu. Untuk itu, kita sebaiknya menatap masa depan, yang merupakan suatu usaha yang selalu mengandung resiko. Oleh karena itu, prediksi yang mengikutinya dibuat dalam bentuk pengetahuan secara menyeluruh yang tidak semuanya cenderung terlaksana dengan baik. Inseminasi Buatan IB adalah jenis pertama dari teknologi reproduksi yang telah diterapkan dalam skala besar untuk peningkatan mutu genetika. Karena pada dasarnya IB merupakan metode untuk meningkatkan potensi reproduksi hewan jantan, teknologi tersebut memungkinkan penggunaan sedikit hewan jantan untuk dipilih sebagai tetua bagi generasi berikutnya. Oleh karena itu, pengaruh genetiknya adalah meningkatkan intensitas seleksi hewan jantan. Segera setelah IB diterapkan dalam industri sapi perah pada tahun 1950-an, program pemuliaan dirancang untuk memungkinkan seluruh potensi genetikanya dapat dicapai. Pada dasarnya program tersebut melibatkan uji zuriat dari pejantan sapi perah, dengan menyebarkan semen dari sekelompok pejantan muda ke sejumlah kelompok peternak yang berpartisipasi, yang pada setiap kelompok tersebut, anak betina dari pejantan muda yang digunakan tersebut, anak betina dari berbagai pejantan muda yang digunakan tersebut dibandingkan secara langsung. Walaupun hal ini memerlukan interval generasi yang panjang (karena pejantan tersebut tidak akan diseleksi sampai anak betinanya telah menyelesaikan laktasi pertamanya), itu mengakibatkan akurasi seleksi yang tinggi, dan Pengantar ke Genetika Veteriner

2 pertambahan potensi genetika sangat lebih besar dari pertambahan potensi genetika yang mungkin dihasilkan dari perkawinan alami. Misalnya pada sapi perah, IB dapat menghasilkan peningkatan genetika sekitar 1% dari produksi rata-rata per tahun (walaupun itu tampaknya merupakan nilai yang sangat kecil, ingat bahwa peningkatan tersebut bersifat akumulatif, yaitu suatu peningkatan tambahan secara konstan yang diperoleh setiap tahun. Juga sekali peningkatan tiap tahun dicapai, itu akan terus berlangsung, tanpa kebutuhan input tambahan untuk mempertahankannya). Kritikan mengenai IB mengarah pada potensinya untuk meningkatkan tingkat silang dalam, dengan semua kerugian yang menyertainya, khususnya berkaitan dengan cacat yang bersifat resesif autosom, seperti didiskusikan pada Bab 13. Tentunya IB mempunyai potensi ini, dan dalam populasi tertutup, perlu perhatihan untuk memastikan bahwa ukuran populasi efektif cukup besar bagi tingkat silang dalam untuk dapat dipertahankan pada level rendah yang dapat diterima. Dalam prakteknya, kebanyakan program peningkatan IB mempunyai suatu ukuran populasi efektif yang cukup besar, dan selain itu imigrasi yang terus-menerus memastikan bahwa tingkat silang dalam tetap pada level rendah yang memuaskan. Apa yang membuat kritikan tentang IB umumnya gagal menyadari bahwa, pada level produksi komersial, IB memiliki potensi untuk menurunkan tingkat silang dalam tersebut, karena IB memberikan pilihan pejantan tak berkerabat yang jauh lebih luas daripada yang tersedia pada perkawinan alami. Ini sangat penting, karena hal itu berarti bahwa IB menjadi alat yang sangat ampuh untuk mencegah kejadian cacat turunan. Jadi daripada mencoba menyalahkan IB sebagai suatu teknologi yang berbahaya sebagaimana beberapa otoritas kehewanan yang berkompeten mencoba melakukannya dari waktu ke waktu, semua pihak yang tertarik sebaiknya terus-menerus mencoba merangsang penerapan IB secara benar. Dengan banyak keuntungannya, tampaknya IB akan terus digunakan secara ekstensif dalam peningkatan sapi perah, dan dalam bentuk lain dari produksi ternak dimana siklus reproduksi betina dapat dimonitor atau dikontrol dengan mudah. Ovulasi Ganda dan Pindah Janin (multiple ovulation and embryo transfer-moet) Sebagaimana IB yang meningkatkan potensi reproduksi jantan, demikian juga MOET meningkatkan reproduksi betina. Alternatifnya, MOET dapat digunakan untuk menurunkan interval generasi betina, dengan memungkinkan calon-calon induk akan dapat diperoleh hanya dari betinabetina muda dalam satu populasi. Bioteknologi dan Masa Depan - 325

3 Bagi sebagian industri dimana program peningkatannya masih bersifat tradisional menggunakan uji penampilan (misalnya sapi dan domba), MOET memberikan keuntungan besar yang menghasilkan sekitar 50% respon tambahan pertahun. Jika diterapkan secara bersamaan pada program peningkatan IB yang menggunakan uji zuriat pada jantan, MOET mempunyai pengaruh yang relatif kecil, karena intensitas seleksi betina untuk dikawinkan dengan kelompok jantan berikutnya sudah sangat tinggi. Akan tetapi, jika MOET digunakan dalam lingkungan di mana seleksi jantan berdasarkan uji zuriat diganti dengan seleksi jantan pada umur yang jauh lebih muda berdasarkan penampilan saudara betinanya, maka walaupun akurasi seleksi berkurang, interval generasi berkurang dengan cukup besar, dengan hasil bahwa tingkat peningakatan genetika per tahun sesungguhnya adalah sebesar, jika tidak lebih besar daripada program uji zuriat. Program uji zuriat merupakan pekerjaan berskala besar yang melibatkan pencatatan penampilan ribuan atau puluhan ribu ternak, dan memerlukan kerjasama banyak peternak komersial. Sebaliknya, program peningkatan MOET dapat dilaksanakan dengan sangat berhasil dalam suatu populasi inti dengan hanya sekitar beberapa ratus ternak, yang dapat dikerjakan sebagai suatu kelompok ternak di bawah pengawasan oleh hanya beberapa orang. Karena jumlah ternak yang relatif sedikit harus dicatat, merupakan hal yang mudah untuk mengukur sifat-sifat tambahan selain sifat-sifat yang umumnya diukur. Misalnya dalam suatu populasi inti MOET sapi perah, merupakan hal yang mungkin untuk mengukur konsumsi pakan individu dan berbagai metabolit darah, dan menentukan genotipe ternak dengan penciri DNA yang sesuai. Sebaliknya, dalam suatu program uji zuriat nasional atau seluruh negara bagian, aktivitas tambahan seperti itu tidak mungkin, baik secara ekonomis maupun praktis. Selain itu karena inti MOET secara pasti menerapkan kemampuan bioteknologi penting, kelompok ternak seperti itu secara ideal digunakan untuk mengadopsi bioteknologi baru seperti didiskusikan di bawah ini. Akhirnya, di negaranegara yang sedang berkembang, di mana pola pencatatan berskala besar dan penggunaan IB secara luas hampir tidak mungkin dilakukan. Inti MOET dapat disebarkan ke level komersial melalui pemberian pejantan pemacek dari inti tersebut, atau jika sumber ini tidak cukup mempunyai permintaan dari satu atau lebih pengganda. Alternatifnya, jika teknologi yang sesuai tersebut tersedia, IB dari jantan yang dihasilkan di dalam inti dapat digunakan. Sebagaimana dengan IB, MOET berpotensi meningkatkan tingkat silang dalam. Jika MOET digunakan dalam populasi tertutup, ukuran populasi efektif harus cukup besar untuk menghindari tingkat silang dalam yang terlalu tinggi. Dalam prakteknya, seperti juga pada IB, imigrasi sementara merupakan cara yang sangat bermanfaat untuk menghindari Pengantar ke Genetika Veteriner

4 masalah silang dalam. Sudah barang tentu upaya yang dilakukan adalah mencari ternak yang tak berkerabat yang memiliki keunggulan genetika yang sama, lebih disukai dan lebih superior. Dalam prakteknya, kebanyakan populasi inti MOET tetap terbuka selama bertahun-tahun; tiap tahun sejumlah perkawinan memanfaatkan semen dari pejantan luar. Jika keturunan yang dihasilkan mempunyai EBV yang cukup tinggi, mereka dipelihara yang berarti bahwa gen dari semen yang diimpor dari luar tersebut tergabung dalam inti tersebut. Jika keturunan tersebut tidak cukup baik, mereka disisihkan. Dalam mengevaluasi potensi MOET, perlu disadari bahwa teknologi ini efeknya mengubah spesies monotocous menjadi spesies polytocous: dengan kata lain, MOET mengubah sapi menjadi babi. Itu berarti bahwa MOET kurang mempunyai pengaruh yang besar terhadap perbaikan genetika pada spesies polytocous. Akibatnya, sapi (baik perah maupun pedaging), domba, kambing adalah spesies yang memperoleh banyak perbaikan dari penggunaan populasi inti MOET. In Vitro Maturation (IVM) dan In Vitro Fertilisation (IVF) Sel Telur Dua teknologi ini mempunyai potensi besar. Dari sudut pandang produksi ternak komersial, mereka memberikan potensi bagi IB semen untuk digantikan dengan penbuahan buatan (PB) dari janin-janin yang dibuat secara masal dengan tujuan spesifik. Tergantung pada kebutuhan industri, janin tersebut bisa merupakan bangsa murni, atau persilangan F1, atau bahkan persilangan 3 bangsa atau 4 bangsa. Berkaitan dengan perbaikan genetika, IVM dan IVF mempunyai potensi untuk mengurangi keragaman dalam produksi janin, dan oleh karena itu meningkatkan efektivitas program MOET konvensional. Selain itu, dengan memungkinkan pengambilan sel telur dari betina yang sangat muda, mereka memberikan harapan pengurangan interval generasi dan akibatnya meningkatkan tingkat perbaikan dalam inti MOET. IVM dan IVF juga memunculkan kemungkinan-kemungkinan baru, misalnya semua jantan terseleksi bisa dikawinkan ke semua betina terseleksi, yang oleh karena itu menciptakan suatu keluarga bersaudara tiri dari bapak (paternal half-sib), keluarga bersaudara tiri dari ibu (maternal half-sib), dan keluarga bersaudara kandung (full-sib) untuk setiap kombinasi yang mungkin dari jantan terseleksi dan betina terseleksi. Program perbaikan yang menggunakan rancangan perkawinan ini dapat memperoleh tingkat respon yang dapat dibandingkan dengan tingkat respon yang dapat dibandingkan dengan tingkat respon yang diperoleh dalam program MOET. Bioteknologi dan Masa Depan - 327

5 Multiplikasi dan Pindah Janin (Embryo Multiplication and Transfer-EMT) EMT berskala besar (sebelumnya disebut kloning janin) mempunyai potensi ampuh baik untuk program perbaikan maupun untuk produksi ternak komersial. Dalam hal program perbaikan, EMT memberikan kemungkinan memperoleh EBV yang sangat akurat untuk tiap-tiap dari sejumlah keturunan (janin) yang berbeda dari hasil perkawinan individuindividu dalam populasi inti yang terbaik dengan melakukan uji klon tiap janin. Sekali klon terbaik telah teridentifikasi selanjutnya tinggal merupakan masalah penyimpanan dalam alat pembeku dan ekstraksi janin lebih banyak dari klon-klon terbaik tersebut, serta menumbuhkannya menjadi ternak dewasa, yang kemudian dikawinkan untuk menghasilkan klon berikutnya lagi. Gambar 20.1 mengilustrasikan bagaimana EMT dapat digabungkan ke dalam suatu program perbaikan. Phase Activity Selection and re-breeding Select the best x male clones y female clones per year Mate Embryos Clone testing and selection Test a sample of each clones for economic merit Select best clone(s) from embryo store Clones Freeze sample of each clones as embryos Commercial use Multiply clone(s) for embryo transfer Commercial stock Gambar Suatu program peningkatan yang melibatkan penggunaan EMT Pengantar ke Genetika Veteriner

6 Pada level produksi komersial, EMT bisa memberikan efek yang sangat besar. Misalnya dalam hal produksi sapi perah, induk biasa bisa menghasilkan janin dengan persilangan sapi perah betina (persilangan 2 bangsa, 3 bangsa, atau 4 bangsa) untuk memproduksi generasi berikutnya dari sapi induk komersial. Ini hanya melibatkan sebagian dari seluruh induk sapi perah. Sisanya bisa diberikan janin yang diklon untuk digunakan dalam industri sapi potong, misalnya jantan persilangan F1 digunakan sebagai pejantan pemacek dalam populasi sapi potong, betina persilangan F1 digunakan sebagai induk dalam populasi sapi potong, atau embrio sapi dari persilangan sapi potong 3 bangsa atau 4 bangsa. Konsekuensi menarik tentang aplikasi praktis yang meluas dari EMT adalah bahwa keunggulan genetika rata-rata dari klon yang digunakan dalam produksi komersial jauh lebih tinggi daripada keunggulan genetika dari populasi inti yang merupakan asal muasalnya klon tersebut. Ini jelas merupakan kebalikan dengan kelambanan yang terjadi dalan piramida perkawinan tradisional, yang telah diterangkan pada Bab 17. Adanya kemampuan untuk meraup keuntungan berskala besar, tampaknya EMT pasti akan menjadi kenyataan di masa mendatang. Akan tetapi ada beberapa masalah yang harus dipertimbangkan. Pertama, satu problem yang mendesak adalah bahwa berat lahir janin yang diklon jauh lebih besar dari berat lahir janin normal. Kelompok optimis berpendapat bahwa ini adalah halangan teknis yang dapat diatasi melalui pengembangan dan penelitian lebih lanjut. Kelompok lainnya khawatir bahwa ini mungkin merupakan suatu masalah yang tak dapat diatasi. Lebih umum lagi, ada kepedulian bahwa penggunaan ternak yang diklon secara luas akan menciptakan masalah yang berkaitan dengan biakan seragam (monoculture). Jika kondisi lingkungan berubah, misalnya jika bentuk patogen baru dan bersifat virulent muncul, seluruh populasi bisa terbinasakan. Akan tetapi, pendapat ini melampaui kenyataan bahwa berbagai macam klon yang berbeda akan tersedia bagi peternak komersial. Selain itu, klon-klon tersebut hanya akan digunakan pada level komersial saja; pada level inti, mempertahankan sebanyak mungkin keragaman genetika jelas diperlukan, sehingga perbaikan genetika yang berkelanjutan dapat dicapai, dan untuk memberikan bermacam-macam genotipe yang akan menjadi penting untuk memberikan kondisi yang berubah yang tentunya akan dihadapi oleh produsen komersial. Satu masalah yang sangat serius dalam EMT adalah kepedulian yang dirasakan oleh beberapa orang pada kekhawatiran tentang klon ternak. Kenyataan bahwa banyak di antara spesies tanaman pertanian yang digunakan secara luas merupakan klon, misalnya anggur, pisang, apel, tidak bisa memberikan ketenteraman kepada orang-orang yang percaya bahwa mengklon ternak merupakan satu tahap yang terlalu jauh dari intervensi manusia. Kepedulian semacam ini sebaiknya jangan diabaikan. Bioteknologi dan Masa Depan - 329

7 Pengendalian Rasio Jenis Kelamin Pada prinsipnya, dua pendekatan utama untuk mengatur rasio jenis kelamin adalah menentukan jenis kelamin janin (melalui pemanfaatan PCR dengan primer yang hanya dapat mensekuen pada kromosom Y saja) atau menggunakan berbagai pendekatan fisiologis atau fisik untuk memisahkan sperma yang menbawa X dari sperma yang membawa Y. Berkaitan dengan program perbaikan, kemampuan memanipulasi rasio jenis kelamin tidak akan mempunyai dampak penting. Misalnya jika rasio jenis kelamin diatur agar jantan lebih banyak, maka intensitas seleksi jantan tentunya meningkat, tetapi intensitas jenis kelamin betina menurun. Jika EMT menjadi kenyataan, ini akan sangat bermanfaat untuk mengetahui jenis kelamin dari tiap klon sebelum dilakukan penggandaan berskala besar. Akan tetapi karena setiap klon akan mengalami evaluasi dalam bentuk ternak yang sebenarnya, jenis kelamin dalam setiap klon tersebut akan diketahui segera setelah ternak pertama ditumbuhkan dari klon itu. Jadi tampaknya perlu sedikit metode canggih dalam menentukan jenis kelamin janin. Sebaliknya, penetuan jenis kelamin sperma, yang secara bertahap mendekati sedikit keberhasilan, barangkali mempunyai beberapa keunggulan, misalnya dalam industri sapi pedaging di mana jantan biasanya lebih menguntungkan dari betina. Akan tetapi penentuan jenis kelamin sperma tentunnya memerlukan penggunaan IB, yang belum dapat dikerjakan dengan mudah dalam sistem produksi sapi, domba, atau babi berskala besar. Selain itu premi yang harus dibayarkan oleh peternak sapi pedaging untuk sperma yang telah teridentifikasi jenis kelaminnya akan dibatasi oleh perbedaan keuntungan relatif kecil antara jenis kelamin tersebut. Pada produksi sapi perah, hasil perhitungan menunjukkan bahwa produsen sanggup membayar kira-kira dua kali harga untuk semen yang hanya akan menghasilkan anakan sapi betina. Mungkin keunggulan yang paling hebat untuk pnentuan jenis kelamin adalah dalam program IVM/IVF, karena program ini memungkinkan dihasilkannya kelompok janin yang berjenis kelamin sama. Pendekatan yang amat berbeda untuk mengubah jenis kelamin memanfaatkan penggunaan gen SRY atau satu di antara gen-gen lain yang terlibat dalam penetuan jenis kelamin mamalia. Seperti dijelaskan dalam Bab 4, peran gen SRY adalah memberikan pemicu awal yang menyebabkan gonad yang belum terdiferensiasi di dalam janin berkembang menjadi testis daripada sel telur. Jika banyak cetakan gen ini dapat disisipkan ke dalam autosom melalui transgenesis, maka selain 50% dari keturunan yang akan menjadi jantan XY normal, semua ternak XX yang menurunkan satu atau lebih autosom ini secara fenotipik akan menjadi jantan. Akan tetapi, mereka Pengantar ke Genetika Veteriner

8 juga akan menjadi mandul, yang akan membatasi pemanfaatannya untuk menghasilkan generasi sapi potong komersial. Protein Rekombinan Seperti diterangkan pada Bab 2, satu dari banyak keuntungan munculnya teknologi molekuler adalah kemampuan merekayasa satu spesies (biasanya mikroorganisme, tetapi juga ada mamalia biak-biakan sel atau transgenik) untuk menghasilkan protein secara masal dari spesies lain, yang mencakup mikrooganisme lain, mamalia dan burung. Protein semacam ini disebut protein rekombinan. Satu dari kegunaan teknologi ini adalah menghasilkan vaksin generasi baru yang dirancang untuk melawan berbagai penyakit parasit dan patogen, setelah mengklon dan mengekspresikan gen atau gen-gen yang menyandi bagian protein yang bersifat saling melindungi secara antigenik dari patogen atau parasit. Beberapa vaksin tersebut telah tersedia di pasaran, dan sangat berhasil; beberapa lainnya belum berhasil. Satu contoh menarik protein rekombinan adalah vaksin pelawan kutu sapi, Boophilus microplus. Setelah adanya penemuan bahwa ekstrak dari usus kutu memberikan resistensi yang bersifat melindungi, penelitian lebih lanjut secara ekstensif akhirnya menghasilkan sebagian sekuens protein dalam ekstrak tersebut, yang selanjutnya memungkinkan probe DNA dapat dibuat (membuat penggunaan kode genetik universal) yang cocok dengan gen kutu penyandi protein yang bersifat melindungi tersebut. Kemudian pustaka genom kutu diperiksa satu persatu (screening) dengan probe itu, dan akhirnya gen kutu yang diingingan diisolasi, diklon dan diekspresikan dalam E. coli. Walaupun vaksin merupakan satu contoh yang amat penting dari penggunaan protein rekombinan, ada juga banyak penggunaan penggunan lainnya. Pada kenyataannya, kemungkinan untuk protein rekombinan tidak ada habisnya. Sayang sekali, demikian juga untuk tantangan biaya dan teknis yang muncul dalam menterjemahkan suatu ide ke dalam produk yang laku secara komersial. Ada juga kepedulian masyarakat mengenai konsumsi makanan ternak dari yang menerima protein rekombinan seperti somatotrofin (hormon pertumbuhan). Selain itu, ada kepedulian mengenai pengaruh protein semacam itu terhadap ternak (akankah mereka ditekan terlalu jauh?), dan terhadap kehidupan peternak (akankah peningkatan secara dramatis produksi per peternak menyebabkan penurunan jumlah perusahaan peternakan yang baik?). Dalam hal somatotrofin sapi, ada juga kepedulian mengenai potensi penggunaan bovine somatotropin (bst) yang tak tersingkap dalam peternakan sapi perah untuk menghasilkan EBV yang bias. Pemberian izin akhir-akhir ini tentang somatotrofin babi dan sapi di Bioteknologi dan Masa Depan - 331

9 beberapa negara akan memberikan uji kasus dalam penerimaan bentuk bioteknologi ini. Trangenesis Teknologi transgenesis secara mendasar telah dijelaskan pada Bab 2. Satu dari tujuan utama penerapan transgenesis pada perusahan peternakan adalah untuk memperoleh perbaikan ekstra untuk sifat-sifat yang penting secara ekonomis, misalnya dengan menyisipkan gen hormon pertumbuhan. Akan tetapi pengaruh pemindahan gen (transgen) tersebut haruslah cukup besar sebelum penggunaan transgenesis ini lebih efektif daripada seleksi konvensional. Alasan untuk ini adalah bahwa pada saat ternak transgenik telah diciptakan, diperlukan beberapa generasi untuk menyebarkan gen yang dipindahkan ke ternak transgenik tersebut ke dalam populasi, dan untuk mengevaluasi efeknya. Selama kurun waktu tersebut, perbaikan ekstra akan bisa dibuat melalui seleksi konvensional. Akibatnya menjelang saat galur ternak transgenik siap untuk dilepaskan secara komersial, galur ternak non transgenik juga telah membuat kemajuan ekstra melalui seleksi konvensional. Berdasarkan keterbatasan seperti itu, tampaknya ada kecenderungan bahwa keuntungan terbesar dari transgenesis berkaitan dengan produksi ternak akan berasal dari mengenalkan novel effect, seperti memanfaatkan bahan makanan novel, atau mengatasi masalah yang berhubungan dengan kesejahteraan (daya tahan penyakit alamiah) atau polusi atau menghasilkan bentuk baru produk ternak konvensional yang mempunyai kesinambungan asam amino yang diinginkan. Potensi transgenesis dalam area ini hanya terbatas oleh kemampuan kita merancang pendekatan novel, dan pengetahuan kita tentang eksistensi dalam modes dari fungsi gen. Dalam jangka pendek, penggunaan transgenesis yang paling mungkin adalah dalam memproduksi polipeptida manusia yang diperlukan untuk aplikasi farmasi. Akan tetapi, karena hanya satu atau dua ternak transgenik sudah cukup untuk menghasilkan kebutuhan dunia untuk berbagai protein manusia, penggunaan transgenesis ini cenderung tidak mempunyai dampak pada produksi ternak secara praktis. Isu penting yang harus dihadapi berkaitan dengan transgenesis adalah pertanyaan resmi (siapa yang memiliki transgen tersebut, dan akankah ternak transgenik tersebut dipatenkan?) dan pertanyaan pertanyaan tentang kesejahteraan ternak dan etika. Sebagaimana dengan EMT, banyak orang merasa bahwa trasgenesis merupakan satu tahap yang terlalu jauh. Beberapa ilmuan yang bekerja dengan transgenesis telah menempatkan banyak waktu untuk menginformasikan kepada ilmuwan lain dan anggota masyarakat mengenai apa yang sedang terjadi, dan sebaliknya menerima masukan yang Pengantar ke Genetika Veteriner

10 bermanfaat seperti apa yang benar-benar dapat diterima. Ini merupakan pendekatan yang perlu disebarluaskan, dan sebaliknya diikuti oleh ilmuwan yang bekerja di semua bidang bioteknologi. Bacaan Lebih Lanjut Umum Anon. (1993). International Symposium on Animal Biotecnology. Molecular Reproduction and Development, 36, Anon. (1993). Issues arising from recent advances in biotecnology. Veterinary Record, 133, Harlander, S. (1993). Genetic engineering of food--a United-Stated perspective. Trends in Food Science & Tecnology, 4, Hess, C. E. (1992). Biotecnology derived foods from animals. Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 32, Robinson, J. J. and McEvoy, T. G. (1993). Biotecnology the possibilities. Animal Production, 57, Sellier, P. (1994) The future role of molecular genetics in the control of meat production and meat quality. Meat Science, 36, Stelwagen, K., Gibbins, A. M. V., and McBride, B. W. (1992). Application of recombinant DNA tecnology to improve milk production--a review. Livestock Production Science, 31, Wilmut, I., Haley, C. S. and Woolliams, J. A. (1992). Impact of biotecnology on animal breeding. Animal Reproduction Science, 28, Wilson, M. and Lindow, S. E. (1993). Release of recombinant microorganisms. Annual Review of Microbiology, 47, Ovulasi ganda dan transfer embrio Bondoc, O. L. and Smith, C (1993). Optimized testing schemes using nucleus progeny, adult MOET siblings, or juvenile MOET pedigrees in dairy cattle closed populations. Journal of Animal Breeding and Genetics, 110, Christie, W. B., McGuirk, B. J., Strahie, R. J., and Mullan, J. S. (1992). Practical experience with the implementation of a MOET breeding scheme with dairy cattle. Annales de Zootechnie, 41, Lohuis, M. M,. Smith, C,. and Dekkers, J. C. M. (1993). MOET result from of dispersed hybrid nucleus programme in dairy cattle. Animal Production, 57, Mpofu, N., Smith, C., Van Vuuren, W., and Burnside, E. B. (1993). Breeding strategies for genetic improvement of diary cattle in Zimbabwe. Journal of Dairy Science, 76, , Bioteknologi dan Masa Depan - 333

11 Multiplikasi dan transfer embrio Colleau, J. J. (1992). Combining use of embyo sexing and cloning within mixed MOETs for selection on dairy cattle. Génétique Sélection Evolutions 24, De Boer, I. J. M. and Van Arendonk, J. A. M. (1991). Genetic and clonal responses in closed dairy cattle nucleus scheme. Animal Production, 53, 1 9. Pengendalian rasio jenis kelamin Bishop, S. C. and Woolliams, J. A. (1991). Utilizationof the sexdeterminating region Y gene in beef cattle breeding scheme. Animal Production, 53, Halverson, J. L. and Dvorak, J. (1993). Genetic control of sex-determining in birds and potential for its manipulation. Poultry Science, 72, Johnson, L. A., Cran, D. G., and Polge, C (1994). Recent advances in sex preselection of cattle--flow cytometric sorting of X-chromosome and Y- chromoshome bearing sperm based on DNA to produce progeny. Theriogenology, 41, Kirkpatrick, B. W. and Monson, R. L. (1993). Sensitive sex determination assay applicable to bovine embryos derived from IVM and IVF. Journal of Reproduction and Fertility, 98, Protein rekombinan Etherton, T. D., Krisetherton, P. M., and Mills, E. W. (1993). Recombinant bovine and porcine somatotropin--safety and benefits of these biotechnologies. Journal of the American Dietetic Association, 93, Kimman, T. G. (1992). Risks connected with the use of conventional and genetically engineered vaccines. Veterinary Quarterly, 14, Transgenesis Berkowitz, D. B. and Kryspinsorensen, I. (1994). Transgenic fish--safe to eat-- a look at the safety considerations regarding foot transgenics. Bio/Technology, 12, Ebert, K. M. and Schindler, J. E. S. (1993). Transgenic farm animal--progress report. Theriogenology, 39, Gama, L. T., Smith, C., and Gibson, J. P. (1992). Transgene effects, introgression strategies and testing schemes in pigs. Animal Production, 54, Hafs, H. D, (ed.) (1993). Genetically modified livestock: progress, prospects and issues. Journal of Animal Science, 71, (Suppl. 3), Pengantar ke Genetika Veteriner

12 Martin, P. and Grosclaude, F. (1993). Improvement of milk protein quality by gene technology. Livestock Production Science, 35, Perry, M. M. and Sang, H. M. (1993). Transgenesis in chickens. Transgenic Research, 2, Paten pada hewan Lesser, W. H. (ed.) (1990). Animal patents. Macmillan, London. Etika dan kesejahteraan hewan Anon. (1993). Syimposium on biotechnology and animal welfare. Livestock Production Science, 36, Loew, F. M. (1994). Beyond transgenic--ethics and values. British Veterinary Journal, 150, 3 5. Mepham, T. B. (1993). Approaches to the ethical evaluation of animal biotechnologies. Animal Production, 57, Thomson, P. B. (1992). Designing animals--ethical issues for genetic engineers. Journal of Dairy Science, 75, Bioteknologi dan Masa Depan - 335

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi

Lebih terperinci

Pembentukan bangsa baru (ternak ruminansia dan non-ruminansia) 13. APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM PEMULIAAN TERNAK

Pembentukan bangsa baru (ternak ruminansia dan non-ruminansia) 13. APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM PEMULIAAN TERNAK 9. PROGRAM BREEDING TERNAK RUMINANSIA DI DAERAH TROPIS DAN SUB TROPIS 10. PROGRAM BREEDING TERNAK NON- RUMINANSIA DI DAERAH TROPIS DAN SUB TROPIS Perbandingan penerapan program breeding ternak ruminansia

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIK DAN PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI DI BIDANG PETERNAKAN

REKAYASA GENETIK DAN PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI DI BIDANG PETERNAKAN Pemakalah Utama 3 Proceeding Biology Education Conference (ISSN: 2528-5742), Vol 13(1) 2016: 23-27 REKAYASA GENETIK DAN PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI DI BIDANG PETERNAKAN Prof. Drs. Sutarno, M.Sc., Ph.D Guru

Lebih terperinci

Implementasi New Tech Anim Breeding: Analisis teknis dan ekonomis peningkatan kualitas genetik dan produksi ternak (KA,IB,TE, RG)

Implementasi New Tech Anim Breeding: Analisis teknis dan ekonomis peningkatan kualitas genetik dan produksi ternak (KA,IB,TE, RG) Implementasi New Tech Anim Breeding: Analisis teknis dan ekonomis peningkatan kualitas genetik dan produksi ternak (KA,IB,TE, RG) Program alternatif PT Program Alternatif PT: Inseminasi Buatan, TE, Kloning

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK BIOLOGI MOLEKULER

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK BIOLOGI MOLEKULER KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK BIOLOGI MOLEKULER H. Sofjan Sudardjad D. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan Jl.Harsono RM. No. 3 Gedung C Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12550

Lebih terperinci

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang populasinya

I. PENDAHULUAN. Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang populasinya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang populasinya menyebar di Sumatera Barat dan sebagai plasma nutfah Indonesia dan komoditas unggulan spesifik wilayah

Lebih terperinci

P = G + E Performans? Keragaman? Dr. Gatot Ciptadi PERFORMANS. Managemen. Breeding/ Repro. Nutrisi

P = G + E Performans? Keragaman? Dr. Gatot Ciptadi PERFORMANS. Managemen.  Breeding/ Repro. Nutrisi P = G + E Performans? Breeding/ Repro Keragaman? Nutrisi PERFORMANS Managemen Dr. Gatot Ciptadi Email: ciptadi@ub.ac.id, ciptadi@yahoo.com gatotciptadi.lecture.ub.ac.id www.bankselgamet.com PROBLEMATIKA

Lebih terperinci

Pengertian : ilmu aplikasi dari genetika dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak ilmu yang mempelajari cara peningkatan produktivitas dan

Pengertian : ilmu aplikasi dari genetika dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak ilmu yang mempelajari cara peningkatan produktivitas dan Pengertian : ilmu aplikasi dari genetika dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak ilmu yang mempelajari cara peningkatan produktivitas dan sekaligus populasi ternak melalui perbaikan mutu genetik

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK PTP101 Dasar Produksi Ternak 3(2-3) Mata kuliah ini memberikan pengetahuan kepada mahasiswa untuk dapat menjelaskan, memahami tentang arti, fungsi jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Domba Priangan Domba Priangan atau lebih dikenal dengan nama domba Garut merupakan hasil persilangan dari tiga bangsa yaitu antara domba merino, domba kaapstad dan domba lokal.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak tahun 1972 telah berkembang usaha rekayasa genetika yang memberikan harapan bagi industri peternakan, baik yang berkaitan dengan masalah reproduksi, pakan maupun kesehatan

Lebih terperinci

STRATEGI DAN MANAJEMEN PEMULIAAN (LAPANG DAN RISET STASIUN) Tim Pengajar: Dr.Gatot Ciptadi Fapet UB/LSIH UB

STRATEGI DAN MANAJEMEN PEMULIAAN (LAPANG DAN RISET STASIUN) Tim Pengajar: Dr.Gatot Ciptadi Fapet UB/LSIH UB STRATEGI DAN MANAJEMEN PEMULIAAN (LAPANG DAN RISET STASIUN) Tim Pengajar: Dr.Gatot Ciptadi Fapet UB/LSIH UB KETERKAITAN SELEKSI DAN SISTEM PERKAWINAN Seleksi (indv./populasi) (generasi n) Pengaturan Sistem

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing Peranakan Etawah atau kambing PE merupakan persilangan antara kambing kacang betina asli Indonesia dengan kambing Etawah jantan yang berasal dari daerah Gangga,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA ALASAN MELAKUKAN

Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA ALASAN MELAKUKAN BIOTEKNOLOGI HEWAN Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA ALASAN MELAKUKAN BIOTEKNOLOGI HEWAN Untuk mengisolasi, identifikasi dan karakterisasi gen agar dapat mempelajari fungsinya Untuk membantu menyiapkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan memegang peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama pada ternak penghasil susu yaitu sapi perah. Menurut Direktorat Budidaya Ternak

Lebih terperinci

GMO. Genetically Modified Organism (GMO): Peraturan dan Keresahan Pangan di Indonesia

GMO. Genetically Modified Organism (GMO): Peraturan dan Keresahan Pangan di Indonesia GMO Genetically Modified Organism (GMO): Peraturan dan Keresahan Pangan di Indonesia Mafrikhul Muttaqin (G34052008), Hirmas Fuady Putra (G34050863), Amaryllis Anindyaputri (G34050939), Alfa Mulia Wibowo

Lebih terperinci

SISTEM PEMULIAAN INTI TERBUKA UPAYA PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI POTONG. Rikhanah

SISTEM PEMULIAAN INTI TERBUKA UPAYA PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI POTONG. Rikhanah SISTEM PEMULIAAN INTI TERBUKA UPAYA PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI POTONG Rikhanah Abstrak The influence of beef meat stock in Center Java is least increase on 2002-2006. However beef meat supplier more

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN BIOTEKNOLOGI REPRODUKSI UNTUK PENINGKATAN MUTU GENETIK TERNAK

PEMBERDAYAAN BIOTEKNOLOGI REPRODUKSI UNTUK PENINGKATAN MUTU GENETIK TERNAK PEMBERDAYAAN BIOTEKNOLOGI REPRODUKSI UNTUK PENINGKATAN MUTU GENETIK TERNAK ADRIANA M. LUBIS Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002, Indonesia ABSTRAK Bioteknologi reproduksi dapat digunakan

Lebih terperinci

PARAMETER GENETIK BOBOT BADAN DAN LINGKAR DADA PADA SAPI PERAH

PARAMETER GENETIK BOBOT BADAN DAN LINGKAR DADA PADA SAPI PERAH Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 00 PARAMETER GENETIK BOBOT BADAN DAN LINGKAR DADA PADA SAPI PERAH (Genetic Parameter of Body Weights and Chest Girths in Dairy Cattle) SUCIK MAYLINDA

Lebih terperinci

KURIKULUM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

KURIKULUM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN 1. Minat Studi NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK 1.1. Semester Gasal KURIKULUM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN 1. PTN 6101 Biokimia Biochemistry 2. PTN 6103 Teknologi Fermentasi dan Enzim Fermentation

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hewan sebagai karunia dan amanat Tuhan Yang

Lebih terperinci

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik Definisi GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi

Lebih terperinci

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit BAB III PEMBIBITAN DAN BUDIDAYA PENGERTIAN UMUM Secara umum pola usahaternak sapi potong dikelompokkan menjadi usaha "pembibitan" yang

Lebih terperinci

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011) TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produksi Susu Sapi Perah Nasional Industri persusuan sapi perah nasional mulai berkembang pesat sejak awal tahun 1980. Saat itu, pemerintah mulai melakukan berbagai usaha

Lebih terperinci

Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Forest Genetics : adalah kegiatan yang terbatas pada studi genetika pada pohon hutan Forest Tree Breeding : Kegiatan yang

Lebih terperinci

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT P a g e 1 MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT TERNAK DOMBA POTONG EKOR GEMUK (DEG) DAN DOMBA EKOR TIPIS (DET )DI INDONESIA UNTUK SIFAT PRODUKSI DAGING MELALUI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos Banteng Syn Bos sondaicus) yang didomestikasi. Menurut Meijer (1962) proses penjinakan

Lebih terperinci

SISTEM PERBIBITAN TERNAK NASIONAL

SISTEM PERBIBITAN TERNAK NASIONAL PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 36/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG SISTEM PERBIBITAN TERNAK NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa bibit ternak merupakan

Lebih terperinci

KLONING. dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman.

KLONING. dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. KLONING dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. DI BID PERTANIAN KLON = sekelompok individu yang genetis uniform berasal dari

Lebih terperinci

Pemuliaan Tanaman dan Hewan

Pemuliaan Tanaman dan Hewan Pemuliaan Tanaman dan Hewan Apakah kamu tahu bahwasanya dewasa ini makin banyak macam-macam tanaman dan hewan apa itu pemuliaan tanaman dan hewan? Berbagai macam tanaman dan hewan yang memiliki bibit unggul

Lebih terperinci

Paramita Cahyaningrum Kuswandi* FMIPA UNY 2012

Paramita Cahyaningrum Kuswandi* FMIPA UNY 2012 MK. GENETIKA (BIOLOGI SEM 4) Kuswandi* FMIPA UNY 2012 Email *: paramita@uny.ac.id 2 1. From Mendel to DNA 2. The double helix 3. Genomics 4. The impact of genetic engineering 5. Model organisms 6. The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Babi domestik (Sus scrofa) merupakan hewan ternak yang dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut Sihombing (2006), daging babi sangat digemari

Lebih terperinci

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Program Studi : Teknologi Produksi Ternak Capaian Pembelajaran : 1. Mampu mengidentifikasi dan menganalisis masalah, menemukan solusi alternatif dan menyeleksi

Lebih terperinci

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60 BAB 1 PENDAHULUAN Di wilayah Indonesia, sejauh ini,ditemukan keturunan tiga bangsa besar ternak sapi potong yaitu bangsa sapi Ongole, bangsa sapi Bali dan bangsa sapi Madura serta peranakan beberapa bangsa

Lebih terperinci

Embrio ternak - Bagian 1: Sapi

Embrio ternak - Bagian 1: Sapi Standar Nasional Indonesia Embrio ternak - Bagian 1: Sapi ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembibitan Sapi Perah Dalam kerangka budidaya sapi perah, pembibitan merupakan unsur yang tidak terpisahkan dari ketiga pilar bidang peternakan yaitu, pakan, bibit dan manajemen.

Lebih terperinci

Bioteknologi, Peran dan Aplikasinya

Bioteknologi, Peran dan Aplikasinya Bioteknologi, Peran dan Aplikasinya I. Pendahuluan Bioteknologi merupakan teknologi yang memanfaatkan agen hayati atau bagian-bagiannya untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala industri untuk memenuhi

Lebih terperinci

MAKALAH PRODUKSI TERNAK DAN KAMBING. Seleksi dan Manfaat Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak. Disusun Oleh : Kelompok 3.

MAKALAH PRODUKSI TERNAK DAN KAMBING. Seleksi dan Manfaat Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak. Disusun Oleh : Kelompok 3. MAKALAH PRODUKSI TERNAK DAN KAMBING Seleksi dan Manfaat Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak Disusun Oleh : Kelompok 3 Kelas C Arbinissa Mayzura 200110100116 Andrianto 200110100117 Tsaniya Fitriani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3

LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3 LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3 MEMPELAJARI PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MANUSIA MELALUI BIOTEKNOLOGI Bioteknologi berkebang sangat pesat. Produk-produk bioteknologi telah dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID

Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID TERMINOLOGI P individu tetua F1 keturunan pertama F2 keturunan kedua Gen D gen atau alel dominan Gen d gen atau alel resesif Alel bentuk alternatif suatu gen yang terdapat

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 6. TEKNIK DASAR KLONING Percobaan pertama penggabungan fragmen DNA secara in vitro dilakukan sekitar 30 tahun yang lalu oleh Jackson et al. (1972). Melakukan penyisipan

Lebih terperinci

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian Menuju Bibit Ternak Berstandar SNI Jalan pintas program swasembada daging sapi dan kerbau (PSDSK) pada tahun 2014 dapat dicapai dengan melakukan pembatasan impor daging sapi dan sapi bakalan yang setara

Lebih terperinci

Deskripsi Mata KuliahCourse Subjects

Deskripsi Mata KuliahCourse Subjects Deskripsi Mata KuliahCourse Subjects Sebagai seorang dosen, Prof. Cece mengajar beberapa mata kuliah yang terkait dengan bidang keahliannya yaitu di bidang pemuliaan dan genetika ternak. Untuk program

Lebih terperinci

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA Nurgiartiningsih, V. M. A Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) 1. Mata Kuliah : Genetika dan Pemuliaan Ikan 2. Kode / bobot : PKB 363/ 3 SKS 3. Deskripsi Singkat : Genetika dan Pemuliaan Ikan merupakan mata kuliah dasar yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Tujuan umum pembangunan peternakan, sebagaimana tertulis dalam Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Peternakan Tahun 2010-2014, adalah meningkatkan penyediaan

Lebih terperinci

http://aff.fkh.ipb.ac.id Lanjutan EMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN II) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Konsep Organiser, yang menjelaskan tentang proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioteknologi reproduksi merupakan teknologi unggulan dalam memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di dalamnya pemanfaatan proses rekayasa fungsi

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam. Bioteknologi. Kelas IX L/O/G/O

Ilmu Pengetahuan Alam. Bioteknologi. Kelas IX L/O/G/O Ilmu Pengetahuan Alam Bioteknologi L/O/G/O Daftar Isi www.themegallery.com Sub-Topik yang akan dipelajari Pengertian Bioteknologi Manfaat Bioteknologi dalam Produksi Pangan Bioteknologi Konvensional dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Pemanfaatan. Pelestarian. Hewan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 338) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

PENGENALAN BIOINFORMATIKA

PENGENALAN BIOINFORMATIKA PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) PENGENALAN BIOINFORMATIKA Oleh: Syubbanul Wathon, S.Si., M.Si. Pokok Bahasan Sejarah Bioinformatika Istilah-istilah biologi Pangkalan data Tools Bioinformatika

Lebih terperinci

PENGERTIAN BIOTEKNOLOGI

PENGERTIAN BIOTEKNOLOGI I PENGERTIAN BIOTEKNOLOGI Bios hidup: Teuchos alat; Logos ilmu Penerapan prinsip-prinsip biologi, biokimia, dan rekayasa dalam mengolah suatu bahan dengan memanfaatkan organisme hidup dan komponenkomponennya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB

Lebih terperinci

KERAGAMAN KUANTITATIF

KERAGAMAN KUANTITATIF KERAGAMAN KUANTITATIF Mayoritas sifat-sifat yang menarik dalam program pemuliaan hewan bervariasi secara kontinyu dalam arti bahwa hewan tersebut tidak dapat diklasifikasikan menjadi kelas-kelas yang berbeda.

Lebih terperinci

Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN

Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN MK. BIOTEKNOLOGI (SEM VI) Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN Paramita Cahyaningrum Kuswandi (email : paramita@uny.ac.id) FMIPA UNY 2015 16 maret : metode biotek tnmn 23 maret : transgenesis 30 maret

Lebih terperinci

1. TAHAP-TAHAP PEMULIAAN TANAMAN: KONSEP LOKO DAN GERBONG

1. TAHAP-TAHAP PEMULIAAN TANAMAN: KONSEP LOKO DAN GERBONG 1. TAHAP-TAHAP PEMULIAAN TANAMAN: KONSEP LOKO DAN GERBONG 1.1. Konsep Loko dan Gerbong Pemuliaan tanaman merupakan paduan antara seni dan ilmu dalam memperbaiki pola genetik dari populasi tanaman. Tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila

TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila 6 TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila Ikan nila (Oreochromis niloticus) termasuk dalam family Chiclidae. Ciri yang spesifik pada ikan nila adalah adanya garis vertikal berwarna gelap di tubuh berjumlah 6-9 buah

Lebih terperinci

CROSSBREEDING PADA SAPI FH DENGAN BANGSA SAHIWAL. Oleh: Sohibul Himam Haqiqi FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008

CROSSBREEDING PADA SAPI FH DENGAN BANGSA SAHIWAL. Oleh: Sohibul Himam Haqiqi FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008 CROSSBREEDING PADA SAPI FH DENGAN BANGSA SAHIWAL Oleh: Sohibul Himam Haqiqi 0710510087 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008 PENDAHULUAN Saat ini jenis sapi perah yang ada di Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 9 TAHUN 2010 TENTANG GADUHAN TERNAK SAPI MADURA BANTUAN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : a. bahwa sapi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya menjadikan subsektor peternakan sebagai pendorong kemandirian pertanian Nasional, dibutuhkan terobosan pengembangan sistem peternakan. Dalam percepatan penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar

Lebih terperinci

APAKAH INI DITURUNKAN?

APAKAH INI DITURUNKAN? APAKAH INI DITURUNKAN? Apakah ini diturunkan? Ini merupakan pertanyaan umum yang diungkapkan dalam kaitannya dengan banyaknya macam kelainan/ cacat. Sayangnya, jawaban untuk sebagian besar cacat adalah

Lebih terperinci

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at : On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENDUGAAN KEUNGGULAN PEJANTAN KAMBING PERANAKAN ETTAWA BERDASARKAN BOBOT LAHIR DAN BOBOT SAPIH CEMPE DI SATKER SUMBEREJO KENDAL (Estimation of

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh merupakan ternak unggas yang cukup popular di masyarakat terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang mungil yang cocok untuk dimasukkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti daging, telur dan susu, semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan pendapatan.

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012 PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Peningkatan produksi ternak

Lebih terperinci

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 ANALISIS HERITABILITAS POLA REGRESI LAPORAN PRAKTIKUM Oleh Adi Rinaldi Firman 200110070044 LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

SELEKSI ANTAR POPULASI

SELEKSI ANTAR POPULASI SELEKSI ANTAR POPULASI Seleksi buatan terjadi ketika manusia memilih mengawinkan dari hewan tertentu dan bukan dari lainnya. Pilihan tersebut dapat dibuat antar populasi dan/atau dalam populasi. Pada seleksi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ikan patin siam (Pangasionodon hypophthalmus) merupakan salah satu spesies ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi di Indonesia. Dalam program peningkatan produksi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

- Pertama kali dikemukakan oleh Karl Ereky, seorang insinyur Hongaria (1917)

- Pertama kali dikemukakan oleh Karl Ereky, seorang insinyur Hongaria (1917) BIOTEKNOLOGI BIOTEKNOLOGI : - Pertama kali dikemukakan oleh Karl Ereky, seorang insinyur Hongaria (1917) - Berasal dari dua kata, yaitu 'bio' yang berarti makhuk hidup dan teknologi yang berarti cara untuk

Lebih terperinci

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Media Akuakultur Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 65-70 SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Didik Ariyanto Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl. Raya 2 Pantura Sukamandi, Patokbeusi, Subang 41263, Jawa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR..... i ii iii iv vi vii viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1 1.2

Lebih terperinci

Materi 06 Pemuliaan Tanaman untuk Masa Depan Pertanian. Benyamin Lakitan

Materi 06 Pemuliaan Tanaman untuk Masa Depan Pertanian. Benyamin Lakitan Materi 06 Pemuliaan Tanaman untuk Masa Depan Pertanian Benyamin Lakitan Pengertian & Tujuan Pemuliaan Tanaman Pemuliaan tanaman (plant breeding) adalah ilmu atau upaya untuk menghasilkan varietas, kultivar,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Klasifikasi Ternak Kambing Kingdom Bangsa Famili Subfamili Ordo Subordo Genus Spesies : Animalia : Caprini : Bovidae :Caprinae : Artiodactyla : Ruminansia : Capra : Capra sp.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan kloning pada organisme multiseluler melalui kultur sel tunggal.

Lebih terperinci

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sangat pokok dalam menunjang keberlanjutan kegiatan budidaya dan hasil

PENDAHULUAN. sangat pokok dalam menunjang keberlanjutan kegiatan budidaya dan hasil 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ketersediaan induk unggul dalam bidang akuakultur merupakan hal yang sangat pokok dalam menunjang keberlanjutan kegiatan budidaya dan hasil produksi untuk dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Oleh : Erwin Maulana Farda Arifta Nanizza Lidwina Roumauli A.S Ramlah Hardiani

Oleh : Erwin Maulana Farda Arifta Nanizza Lidwina Roumauli A.S Ramlah Hardiani BIOTEKNOLOGI JAGUNG BT DAN KULTUR JARINGAN PISANG Oleh : Erwin Maulana 115100301111050 Farda Arifta Nanizza 115100301111054 Lidwina Roumauli A.S 115100307111008 Ramlah Hardiani 115100307111006 JURUSAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR TAHUN I PROGRAM VUCER MULTITAHUN

LAPORAN AKHIR TAHUN I PROGRAM VUCER MULTITAHUN LAPORAN AKHIR TAHUN I- 2009 PROGRAM VUCER MULTITAHUN PENGUATAN AGRIBISNIS PEMBIBITAN KAMBING MELALUI APLIKASI MANAJEMEN KELEMBAGAAN UKM, INOVASI MANAJEMEN REPRODUKSI DAN PRODUKSI SERTA TEKNOLOGI PROSES

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

RNA (Ribonucleic acid)

RNA (Ribonucleic acid) RNA (Ribonucleic acid) Seperti yang telah dikemukakan bahwa, beberapa organisme prokaryot, tidak memiliki DNA, hanya memiliki RNA, sehingga RNA-lah yang berfungsi sebagai molekul genetik dan bertanggung

Lebih terperinci

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi)

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. CEKAMAN LINGKUNGAN BIOTIK 1. PENYAKIT TANAMAN 2. HAMA TANAMAN 3. ALELOPATI PEMULIAAN

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH Lusty Istiqomah Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia (BPPTK)-LIPI Jln. Jogja Wonosari Km. 31, Gading, Playen, Gunungkidul,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang strategis, mengingat dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan mencerdaskan bangsa, sektor peternakan berperan penting melalui penyediaan

Lebih terperinci

BIODIVERSITY & BIOSAFETY Ir. Sri Sumarsih, MP. Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.

BIODIVERSITY & BIOSAFETY Ir. Sri Sumarsih, MP.   Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk. Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi BIODIVERSITY & BIOSAFETY Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac,id Fusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inseminasi Buatan (IB) adalah proses perkawinan yang dilakukan dengan campur tangan manusia, yaitu mempertemukan sperma dan sel telur agar dapat terjadi proses pembuahan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi saudara tiri dan regresi anak-induk berturut turut 0,60±0,54 dan 0,28±0,52. Nilai estimasi heritabilitas

Lebih terperinci