BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bangsa sapi memiliki ciri-ciri tersendiri (khusus) yang berbeda dengan bangsa sapi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bangsa sapi memiliki ciri-ciri tersendiri (khusus) yang berbeda dengan bangsa sapi"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Sapi Bali Sapi bali (Bos sondaicus) merupakan sapi yang berdarah murni karena merupakan hasil domestikasi langsung dari banteng liar. Sapi bali sebagai salah satu bangsa sapi memiliki ciri-ciri tersendiri (khusus) yang berbeda dengan bangsa sapi lainnya (Guntoro, 2002). Menurut Haryana (1989), sapi bali jantan maupun betina sewaktu lahir memiliki bulu berwarna merah bata. Setelah dewasa kelamin, warna bulu sapi bali jantan berubah menjadi hitam karena adanya pengaruh hormon testosteron (hormon kelamin jantan), karena jika sapi bali jantan dikebiri, warna bulunya yang hitam akan berubah menjadi merah. Dibandingkan dengan sapi potong lainnya, sapi bali memiliki ciri yang khas, yaitu kaki pendek, badan panjang, ukuran lingkar dada cukup besar, fertilitas tinggi, kadar lemak karkas rendah, dan persentase karkas relatif tinggi (Payne dan Williamson, 1978). Darmadja dan Oka (1996) menyatakan pada kedua paha belakang sapi bali terdapat bulu putih (white mirror), warna bulu dibawah persendian dari keempat kaki berwarna putih (white stocking). Pada jalur garis punggung terdapat garis belut (garis hitam) dan bulu pada ujung ekor berwarna hitam. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tanduk sapi jantan besar, tumbuh kesamping keatas runcing, sedangkan tanduk betina lebih kecil (Darmadja, 1980).

2 5 Masudana (1990) menyatakan bahwa sapi bali memiliki kemampuan yang baik untuk cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Daya tahan terhadap panas atau hujan (tanpa dikandangkan) termasuk yang terbaik diantara sapisapi lain yang ada di Indonesia, bahkan ia dapat hidup dengan baik walaupun dengan pakan berupa daun bambu kering, pelepah kelapa, dan batang ketela pohon. Sapi bali mempunyai tinggi badan mencapai 130 cm, berat badan berkisar kg, dengan asumsi pertambahan bobot badan harian mencapai 0,7 kg. Persentase karkasnya berkisar 56-57% terdiri atas: daging 41,7%, tulang 9,2%, lemak 0,6%, ekor 0,4%, dan sisa-sisa 0,1% (Bandini, 1999). 2.2 Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia Sistem pencernaan adalah sebuah sistem yang terdiri atas saluran pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan, dan pencernaan bahan makanan dalam perjalanannya melalui saluran pencernaan mulai dari rongga mulut sampai ke anus (Sutardi, 1979). Lebih lanjut dijelaskan bahwa sistem pencernaan bertanggung jawab pula pada proses pengeluaran (ekskresi) bahan-bahan makanan yang tidak diserap atau yang tidak dapat diserap kembali, sedangkan proses pencernaan adalah proses perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan ransum menjadi partikel yang lebih kecil dan penguraian molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana (Tillman et al., 1984). Pencernaan sangat penting bagi ternak karena zat gizi yang terdapat pada ransum dalam bentuk yang tidak larut perlu dipecah menjadi senyawa yang lebih kecil.

3 6 Berdasarkan perubahan yang terjadi pada bahan makanan dalam alat pencernaan, maka proses pencernaan dibagi atas tiga yaitu pencernaan mekanik yang terjadi di dalam mulut, pencernaan fermentatif yang terjadi di rumen oleh mikroba rumen, dan pencernaan hidrolitik oleh enzim pencernaan. Proses pencernaan secara mekanik (di mulut), dimulai dengan penempatan makanan di dalam mulut, dimana terdapat pemamahan atau pelumatan dengan pengunyahan (Tillman et al., 1984). Davies (1982) melaporkan bahwa saliva merupakan cairan sekresi dalam jumlah banyak berupa senyawa alkali dan buffer yang dihasilkan oleh lima pasang kelenjar dan tiga kelenjar tidak berpasangan di dalam rongga mulut. Menurut Arora (1995), saliva dihasilkan oleh kelenjar parotid, submaksilaris dan sublingualis. Produksi saliva ini bergantung pada jenis pakan yang dikonsumsi, bila pakan yang dikonsumsi lebih banyak pakan berserat maka saliva yang dihasilkan juga banyak. Saliva juga berfungsi sebagai kontrol ph rumen dan kontrol tekanan osmotik cairan rumen. Pencernaan fermentatif pada ternak ruminansia terjadi di dalam rumen atau retikulorumen berupa perubahan senyawa-senyawa tertentu menjadi senyawa lain yang sama sekali berbeda dari molekul zat asalnya (Sutardi, 1980). Rumen sebagai tempat pencernaan fermentatif dihuni oleh tiga jenis mikroorganisme yaitu: bakteri, protozoa, dan fungi (jamur) kesemuanya memegang peranan penting dalam pencernaan makanan. Pada pakan yang banyak mengandung serat kasar, maka bakteri dan fungi akan berkembang dengan baik, sedangkan pada pakan yang banyak mengandung karbohidrat mudah larut (fermentable), maka protozoa akan berkembang lebih banyak (Preston dan Leng, 1987).

4 7 Perut ternak ruminansia dibagi menjadi empat bagian, yaitu retikulum, rumen, omasum, dan abomasum. Rumen merupakan bagian lambung yang terbesar, permukaan bagian dalamnya tidak halus, tetapi terdapat tonjolan-tonjolan halus yang disebut papillae, papillae berfungsi untuk memperbesar luas permukaan dinding rumen, sehingga absorbsi dari produk fermentasi (VFA) lebih besar. Rumen dan retikulum dihuni oleh mikroba dengan kondisi anaerob dengan suhu 39 o C dan ph rumen 6-7 (Sutardi, 1976). Rumen dan retikulum mempunyai kapasitas lebih dari 50% dari seluruh kapasitas organ pencernaan. Bagian ini besar karena berfungsi untuk tempat pencernaan digesta selulosa dan karbohidrat sejenis dengan bantuan enzim dari mikroorganisme, absorbsi, pencampuran ingesta, pembentukan vitamin B kompleks dan vitamin K (Arora, 1995). Retikulum ukurannya lebih kecil dari rumen. Sering disebut dengan retikulo rumen karena bersama-sama rumen berfungsi sebagai alat pencernaan fermentatif. Permukaan dalam retikulum menyerupai bentuk sarang tawon, yang berfungsi mendorong pakan padat dan ingesta ke dalam rumen atau mengalirkan ingesta selama ruminasi. Pola fermentasi di dalam organ ini serupa dengan yang terjadi di dalam rumen (Arora, 1995). Bagian ketiga dari lambung yang terletak di sebelah kanan rumen disebut omasum. Dinding bagian dalamnya ditaburi lamina sehingga menambah luas permukaannya (Arora, 1995). Fungsi omasum dalam proses pencernaan adalah

5 8 membantu memperkecil ukuran partikel pakan dalam mengendalikan aliran ingesta ke dalam perut bagian belakang serta absorbsi nutrien (Church dan Pond, 1982). Bagian terakhir disebut abomasum atau perut sejati, merupakan tempat pertama terjadinya pencernaan pakan secara kimiawi atau enzimatik karena adanya sekresi getah lambung. Abomasum mempunyai fungsi yang sama dengan perut ternak non-ruminansia yaitu tempat pencernaan pakan oleh enzim yang dihasilkan sel-sel dalam tubuh hewan maupun berupa getah-getah pencernaan serta penyerapan nutrien (Church dan Pond, 1982). Di dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa dan fungi. Kehadiran fungi di dalam rumen diakui sangat bermanfaat bagi pencernaan pakan serat, karena dia membentuk koloni pada jaringan selulosa pakan. Rizoid fungi tumbuh jauh menembus dinding sel tanaman sehingga pakan lebih terbuka untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen. Bakteri rumen dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat utama yang digunakan, karena sulit mengklasifikasikan berdasarkan morfologinya. Protozoa rumen diklasifikasikan menurut morfologinya yaitu: Holotrics yang mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yang fermentable, sedangkan oligotrics yang mempunyai silia di sekitar mulut umumnya merombak karbohodrat yang lebih sulit dicerna (Arora, 1995). Efisiensi ternak ruminansia dalam memanfaatkan pakan yang bervariasi berkaitan dengan tingginya jumlah mikroba di dalam rumen yang terdiri dari bakteri sebanyak sel/ml (50 jenis), protozoa sebanyak sel/ml (25 jenis),

6 9 fungi anaerob sebanyak zoospore/ml (5 jenis), dan bakteriophages sebanyak sel/ml (Kamra, 2005). 2.3 Konsumsi dan Koefisien Cerna Ternak Ruminansia Konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup dan menentukan produksi. Sehingga dengan mengetahui tingkat konsumsi dapat ditentukan kadar suatu zat makanan dalam ransum untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Hewan yang mempunyai sifat dan kapasitas konsumsi yang lebih tinggi, produksinya pun relatif akan lebih tinggi dibandingkan dengan hewan (yang sejenis) dengan kapasitas atau sifat konsumsi rendah dengan ransum yang sama (Kleiber, 1961 dalam Parakkasi, 1999). Tingkat konsumsi seekor sapi pedaging dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks yaitu jenis hewannya sendiri, pakan yang diberikan dan lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara. Menurut Parakkasi (1999) yang dimaksud faktor hewan adalah permintaan fisiologis dari hewan tersebut untuk hidup pokok dan produksi sesuai dengan kapasitas saluran pencernaan dari hewan bersangkutan. Oleh karena itu dapat dibagi menjadi beberapa faktor yang terkait dengan produksi dan kapasitas saluran pencernaan seperti bobot badan/ukuran besarnya tubuh, bobot badan dewasa, jenis kelamin, umur, faktor genetik dan tipe bangsa sapi. Lebih lanjut Tillman et al. (1998) menyatakan bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu berat badan, individu ternak, tipe dan tingkat produksi, jenis pakan serta lingkungan. Tingkat konsumsi akan nyata menurun bersama dengan tingkat kedewasaan sapi yang bersangkutan dan kegemukan juga akan menurunkan nafsu makan, hal ini mungkin

7 10 disebabkan oleh adanya kompetisi dalam pengisian rongga abdominalis atau adanya feedback dari jaringan lemak (Tylor, 1969 dalam Parakkasi, 1999). Faktor lingkungan pada dasarnya dapat berpengaruh langsung seperti temperatur, kelembaban dan sinar matahari ataupun berpengaruh tak langsung seperti pengaruh cuaca terhadap kualitas bahan makanan dan konsumsi (Parakkasi, 1999). Lebih lanjut dijelaskan temperatur lingkungan juga dapat mempengaruhi efisiensi penggunaan pakan, misalnya temperatur di bawah optimum, efisiensi menurun karena ternak lebih banyak makan guna mempertahankan temperatur tubuh yang normal. Sebaliknya, pada temperatur di atas optimum ternak akan menurunkan tingkat konsumsinya guna mengurangi temperatur tubuh. Arora (1995) menyatakan bahwa konsumsi pakan akan bertambah jika aliran atau lewatnya pakan cepat. Bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi seperti jerami padi menyebabkan sulit dicerna sehingga kecepatan aliran pakan akan rendah (Tillman et al., 1998). Sedangkan pada bahan pakan yang mudah dicerna, maka kecepatan alirannya akan meningkat sehingga konsumsi pakan akan meningkat. Peningkatan laju aliran pakan dapat disebabkan karena peningkatan aktivitas mikroba rumen (Meng et al., 1999 disitasi Bach et al., 2005). Parakkasi (1999) menyatakan bahwa dengan semakin meningkatnya nilai nutrisi suatu ransum akan meningkatkan konsumsi bahan kering sampai pada tingkat kecernaan bahan kering 70%. Ransum dengan tingkat kecernaan bahan kering yang lebih tinggi dari 70% akan menurunkan konsumsi bahan kering karena kebutuhan nutrisi ternak telah terpenuhi. Sebaliknya jika kecernaan rendah akan meningkatkan konsumsi bahan kering untuk memenuhi

8 11 kebutuhan nutrien akan tetapi sebelum kebutuhan nutrien belum terpenuhi, ternak akan berhenti makan karena kapasitas rumen tidak mampu untuk menampung pakan lagi. Faktor pakan erat kaitannya dengan kecernaan. Kecernaan adalah indikasi awal ketersediaan berbagai nutrisi yang terkandung dalam bahan pakan tertentu bagi ternak yang mengkonsumsinya. Kecernaan yang tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrien tertentu pada ternak, sementara itu pakan yang mempunyai kecernaan rendah menunjukkan bahwa pakan tersebut kurang mampu mensuplai nutrien untuk hidup pokok maupun untuk tujuan produksi ternak. Menurut Tillman et al. (1998), kemampuan mencerna bahan makanan ditentukan oleh berberapa faktor seperti jenis ternak, komposisi kimia makanan dan penyiapan makanan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa daya cerna suatu bahan makanan atau ransum tergantung pada keserasian zat-zat makanan yang terkandung didalamnya. Anggorodi (1994) menyatakan bahwa pengukuran kecernaan atau nilai cerna suatu bahan pakan adalah usaha menentukan jumlah nutrien dari suatu bahan pakan yang didegradasi dan diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna juga merupakan persentase nutrien yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrien yang dimakan dan jumlah nutrien yang dikeluarkan dalam feses. Nutrien yang tidak terdapat dalam feses inilah yang diasumsikan sebagai nilai yang dicerna dan diserap. Lebih lanjut Tillman et al. (1998) mendefinisikan daya cerna (digestibility) adalah bagian zat makanan dari makanan yang tidak

9 12 diekresikan dalam feses dan apabila dinyatakan dalam persentase disebut koefisien cerna. Menurut Parakkasi (1999) terdapat tiga hubungan kecernaan dan tingkat konsumsi yaitu : (1) tidak terdapat hubungan antara kecernaan dan tingkat konsumsi, jika ternak diberi silase yang banyak mengandung zat beracun sehingga konsumsi menurun, (2) terdapat hubungan positif antara keduanya yaitu pada pakan dengan kecernaan rendah akan mengurangi konsumsi, karena pakan akan lebih lama dalam rumen dan tidak ada ruang yang tersedia dalam saluran pencernaan untuk memasukkan pakan baru, (3) terdapat hubungan negatif yaitu jika pakan berkualitas tinggi sehingga konsumsi menurun, karena sebenarnya ternak makan adalah untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein, sehingga jika nilai nutrien pakan tinggi konsumsi akan menurun, akibatnya kebutuhan nutrien ternak lebih cepat terpenuhi. McDonald et al. (1995) menyatakan bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan makanan meliputi komposisi bahan makanan dan nilai gizi ransum, penyediaan makanan (bentuk fisik), faktor hewan dan pemberian makanan (frekuensi pemberian). Menurut Tillman et al. (1998) daya cerna pakan pada ternak sapi lebih baik dibandingkan kambing dan domba. Pakan yang tinggi kandungan serat kasarnya relatif tidak dapat dicerna oleh ternak monogastrik, namun pada ternak ruminansia kandungan serat kasar yang tinggi masih dapat dicerna dengan baik. Suplementasi pakan konsentrat dapat meningkatkan koefisien cerna nutrien karena kandungan serat kasar pada konsentrat adalah rendah (Anggorodi, 1994) dan kandungan nutrien energi dan proteinnya tinggi sehingga mudah dicerna. Proses penyiapan pakan

10 13 (pemotongan/pencacahan) berpengaruh positif terhadap daya cerna tetapi dapat mengurangi pemilihan bagian-bagian yang mudah dicerna, sehingga mengurangi daya cerna keseluruhan. Pemberian pakan yang berlebihan dapat menurunkan daya cerna karena dapat mempercepat laju alir pakan dalam usus sehingga kontak dengan enzim pencernaan relatif pendek. Konsumsi dan proses pencernaan pakan dalam rumen dapat dimaksimalkan dengan penambahan nutrien prekursor seperti vitamin, mineral, asam amino, energi yang siap pakai (karbohidrat yang fermentabel) dalam ransum yang diberikan. Menurut McDonal et al. (1995) penambahan mineral bertujuan untuk meningkatkan aktivitas mikroba sehingga menghasilkan enzim yang dapat mencerna pakan, baik yang mudah larut maupun yang sukar larut. Pearce (1983) melaporkan dampak dari penambahan S bagi kecernaan adalah dapat mengakibatkan lignin pada pakan serat akan terdegradasi sehingga kecernaan bahan organik meningkat. Menurut Putra (1999) suplementasi mineral Zn dapat meningkatkan aktivitas mikroba rumen sehingga dapat menyebabkan laju alir pakan dalam rumen meningkat, selanjutnya dapat merangsang ternak untuk mengkonsumsi ransum lebih banyak. Kehadiran mineral Cu dan Co dalam rumen juga dapat meningkatkan kecernaan pakan serat (Arora, 1995). 2.4 Rumput Raja sebagai Pakan Ternak Ruminansia Rumput raja (Pennisetum purpuphoides) berasal dari daerah tropis, sebagai hasil persilangan antara rumput gajah (Pennisetum purpureum) dengan Pennisetum thypoides. Hibrida dari persilangan kedua rumput tersebut memiliki nama beragam

11 14 di berbagai negara, diantaranya Bana Grass (Afrika Selatan), Pusat Giant Napiar (New Delhi), Taiwan Napier (Tawian). Rumput raja merupakan tanaman tahunan yang tumbuh tegak hidup membentuk rumpun dan setiap rumpun terdiri dari 20 sampai 45 batang. Tinggi dari tanaman rumput raja bisa mencapai 5 meter, dengan helaian daun selebar 3 sampai 6 cm dan panjangnya bisa mencapai 1 meter. Warna daunnya hijau tua, dengan bagian permukaan maupun bagian dalam daun yang kasar, tulang daun berwarna lebih putih dari pada tulang daun rumput gajah. Batangnya bulat dengan lingkaran batang lebih kurang berdiameter 2,55 cm. Rumput ini jarang berbunga sehingga perbanyakannya lebih banyak digunakan dengan stek atau anakannya (Isworo dkk., 1989). Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, produksi rumput raja 2-3 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan 2 cultivar rumput gajah lainnya yaitu rumput gajah cv. Hawai dan rumput gajah cv. Afrika. Produksinya lebih kurang ton hijauan segar/ha/tahun sedangkan produksi rumput gajah cv. Hawai 525 ton hijauan segar/ha/tahun dan rumput gajah cv. Afrika 376 ton hijauan segar/ha/tahun (Susila, 1990). Dilaporkan juga oleh Susila (1990) kandungan zat-zat makanan yang dimiliki oleh rumput raja juga tinggi yaitu protein kasar (13,5%), abu (18,6%), Ca (0,37%) dan P (0,35%). Rumput raja mudah ditanam, dapat tumbuh dari dataran rendah hingga dataran tinggi, menyukai tanah subur dan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Produksi rumput ini jauh lebih tinggi dibandingkan rumput lainnya. Sinar matahari juga sangat dibutuhkan oleh rumpt raja dan pertumbuhannya akan terganggu apabila

12 15 ditanam dibawah naungan. Rumput raja dapat beradaptasi dengan baik mulai dari dataran rendah sampai meter diatas permukaan laut, terutama di daerah tropis. Kelembaban yang tinggi sangat mengganggu pertumbuhan pada banyak jenis tanaman makanan ternak tropis, tetapi berlainan dengan rumput raja yang memerlukan kelembaban yang retaif tinggi yaitu 90% untuk tumbuh dengan baik (Isworo dkk., 1990). 2.5 Konsentrat sebagai Pakan Ternak Ruminansia Pakan konsentrat atau penguat yang berbentuk tepung adalah sejenis pakan jadi yang dibuat khusus untuk meningkatkan produksi dan berperan sebagai penguat. Kecernaan akan lebih baik, karena pakan dibuat dari campuran beberapa bahan pakan sumber energi (biji-bijian, sumber protein jenis bungkil, kacang-kacangan, vitamin dan mineral). Tujuan dari suplementasi konsentrat adalah meningkatkan daya cerna pakan, menambah nilai gizi pakan, mengurangi zat-zat pakan yang defisien serta meningkatkan konsumsi dan kecernaan pakan (Murtidjo, 1993). Adanya suplementasi pakan konsentrat, dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, bahan organik, dan energi lebih tinggi daripada tanpa suplementasi. Pemberian konsentrat yang kaya akan protein penting bagi ternak ruminansia sebagai penyedia amonia yang akan digunakan bakteri dalam mensintesis protein mikroba, sedangkan konsentrat yang kekurangan kandungan protein, menyebabkan konsentrasi amonia rumen akan turun sehingga pertumbuhan mikroorganisme rumen menjadi lambat akibatnya pemecahan karbohidrat akan terhambat (Tillman et al., 1991).

13 16 Pemberian pakan mengandung serta kasar bersamaan konsentrat dapat saling melengkapi. Menurut Parakkasi (1999) pemberian konsentrat terlebih dahulu sebelum pemberian hijauan (serat) memberikan kecenderungan mikroba rumen dapat memanfaatkan pakan konsentrat terlebih dahulu sebagai sumber energi. Hal ini menyebabkan mikroorganisme dalam rumen lebih mudah dan cepat berkembang populasinya, sehingga semakin banyak pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Selain itu, protein mikroba yang tersedia juga bertambah. Hal ini penting artinya bagi pertumbuhan dan perkembangan ternak. Menurut Putra dan Puger (1995) nisbah hijauan yang ideal adalah 50:50, karena menciptakan ekosistem mikroba rumen yang layak untuk aktivitas fisiologinya, terutama ditinjau dari aspek keseimbangan zat-zat makanan. 2.6 Suplementasi Multivitamin dan Mineral dalam Ransum Ternak Ruminansia Pakan ternak yang berasal dari daerah tropis umumnya defisiensi mineral (Murtidjo, 1993) disamping itu juga kondisi pakan yang ada di Indonesia baik hijauan maupun konsentrat dalam keadaan defisiensi mineral Zn (Little, 1986). Terdapat minimal 15 mineral yang esensial bagi ternak yang terdiri dari 7 mineral makro dan 8 mineral mikro untuk pokok produksi (Parakkasi, 1999). Mineral yang tergolong mineral makro antara lain Ca, P, K, Mg, Na, Cl dan S. Sedangkan yang tergolong mineral mikro antara lain Fe, I, Zn, Cu, Mn, Co, Mo, Se dan Cr (Tillman et al., 1991) Mineral Ca dan P mempunyai peranan dalam proses pembentukan tulang dan gigi. Kelebihan mineral Ca dapat menyebabkan defisiensi mineral yang lain seperti Mg, Fe, I, Mn, Zn dan Cu. Defisiensi mineral Ca dan P dalam ransum dapat

14 17 menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan ternak terhambat, tidak sehat dan menekan nafsu makan (Wodzicka Tomaszewska et al., 1993). Mineral Mg juga sangat penting sebagai komponen tulang dan gigi. Mineral Na, K dan Cl berperan dalam sistem buffer (mempertahankan keseimbangan asam dan basa) dan tekanan osmose dalam tubuh. Mineral Fe, I, Zn, Cu, Mn, Co, Mo dan Se merupakan bagian yang penting dari enzim atau hormon tertentu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ternak dan fungsi utamanya adalah mengatur proses oksidasi dan reduksi dalam metabolisme energi (Parakkasi, 1999). Lebih lanjut dilaporkan oleh Arora (1995) bahwa mineral Co dan Cu bersama-sama dapat memperbaiki kecernaan pakan serat dalam rumen. Mineral Co dibutuhkan untuk sintesis vitamin B12 yang penting bagi mikroba rumen untuk sintesis protein, menjaga fungsi sel serta aktivitas dalam proses degradasi pakan. Mineral yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan aktivitas mikroba rumen diantaranya S dan Zn (Arora, 1995). Mineral S dapat meningkatkan laju pertumbuhan mikroba rumen, sehingga meningkatkan produk fermentasi dan pasokan nutrien untuk induk semang. Selain itu sulfur juga sangat diperlukan untuk pertumbuhan fungi di dalam rumen. Fungi memiliki aktivitas fibrolisik yang tinggi dan dikenal sebagai pelopor dalam pencernaan fraksi serat pakan (Gulati et al., 1985). Selanjutnya Miles dan McDowell (1983) dalam Parakkasi (1999) melaporkan suplementasi S pada ransum yang defisiensi S, nyata meningkatkan tingkat konsumsi ruminan 7-200%. Gulati et al. (1985) melaporkan bahwa populasi fungi dalam rumen meningkat drastis pada ransum yang disuplementasi S.

15 18 Mineral Zn dapat meningkatkan aktivitas mikroba dalam rumen (Arora, 1995). Suplementasi mineral Zn dalam ransum dapat mengaktifkan beberapa enzim seperti karbonat anhidrase, alkali fosfatase, timidin kinase dan hormon serta berperan dalam sintesis asam nukleat (RNA dan DNA) melalui pengaktifan enzim RNA polymerase dan DNA polymerase. Lebih lanjut dilaporkan pula bahwa Zn juga berperan dalam sintesa protein dan metabolisme karbohidrat serta terlibat dalam sistem kekebalan tubuh dan keseimbangan asam basa (McDonald et al., 1995). Menurut Putra (1999) suplementasi Zn dalam bentuk Zn asetat dapat meningkatkan aktivitas mikroba dalam rumen, sintesis protein mikroba, kecernaan ransum dan pertambahan bobot hidup sapi. Defisiensi Zn dapat menyebabkan parakerotis jaringan usus halus dan mengganggu peranan Zn dalam metabolisme mikroorganisme rumen (Tillman et al., 1991) serta dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat sebagai akibat kurang dimanfaatkannya protein dan sulfur. Ternak juga memerlukan vitamin untuk pertumbuhan dan kehidupan. Vitamin didefinisikan sebagai senyawa organik yang tidak ada hubungannya satu dengan yang lain dan yang diperlukan dalam jumlah kecil untuk pertumbuhan normal dan kehidupan (Tillman et al., 1991). Vitamin sebagai zat organik yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil, digolongkan menjadi dua kelompok berdasarkan kelarutannya, yaitu vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, K) dan vitamin yang larut dalam air (vitamin B kompleks dan vitamin C). Vitamin yang dikonsumsi oleh ternak dapat berasal dari hijauan, hasil sintesa dalam tubuh dan dari bahan suplemen (Parakkasi, 1999). Seperti mineral, vitamin juga mempunyai peranan yang penting

16 19 dalam tubuh ternak. Ketersediaan vitamin dalam rumen terutama vitamin A dan E cukup besar pengaruhnya terhadap penampilan sapi bali penggemukan. Sedangkan vitamin B kompleks dan K tidak terlalu bermasalah bagi ruminansia karena dapat disintesis oleh mikroba rumen. Namun ketersediaan vitamin B kompleks dalam rumen juga dipengaruhi kondisi rumen dan jenis pakan yang dikonsumsi. Sehingga pada kondisi tertentu seperti peningkatan pemberian konsentrat pada ternak atau pengolahan bahan pakan sebelum diberikan pada ternak, perhatian terhadap vitamin B kompleks cukup penting untuk dilakukan (Parakkasi, 1999). Dalam pembentukan protein melalui stimulasi aliran energi yang efisien melalui mitokondria, vitamin A memegang peranan penting. Sapi dewasa membutuhkan ketersediaan vitamin A sebesar µg%, namun tingkat ketersediaan vitamin A bagi mikroba rumen sangat dipengaruhi oleh sumber dan beberapa faktor lain penghambat ketersediaanya seperti adanya etanol (dalam silase), nitrat, defisiensi energi dan mineral serta perlakuan bahan pakan sebelum diberikan pada ternak (Parakkasi, 1999). Vitamin D pada ternak ruminansia tidak dapat disintesis oleh mikroba rumen, tetapi vitamin ini dapat rusak oleh mikroba rumen. Vitamin D bersama-sama dengan mineral Ca dan P berperan dalam proses pertumbuhan tulang. Defisiensi vitamin D mempengaruhi sistem pertulangan hewan muda, akan tetapi tidak mempengaruhi proses mineralisasi tulang (Parakkasi, 1999). Vitamin E memegang peranan penting dalam pertumbuhan sel mikroba melalui pencegahan peroksidasi asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid) di dalam atau pada dinding sel mikroba rumen (Parakkasi, 1999). Konsentrasi

17 20 vitamin E yang optimal dalam rumen akan dapat mendukung pertumbuhan dan aktivitas mikroba rumen yang maksimal. Vitamin A, D dan E adalah jenis vitamin yang tidak dapat disintesis oleh mikroba rumen (Parakkasi, 1999). Vitamin K dikenal sebagai anti hemoragi karena dibutuhkan oleh hati untuk membentuk protrombin yang penting dalam pembekuan darah. Vitamin K adalah satu-satunya vitamin yang larut dalam lemak yang dapat disintesis oleh mikroba rumen atau mikroba segmen saluran pencernaan lainnya (Parakkasi, 1999).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sapi Bali termasuk familia Bovidae, Genus Bos dan Sub-Genus Bovine,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sapi Bali termasuk familia Bovidae, Genus Bos dan Sub-Genus Bovine, 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Sapi Bali Sapi Bali termasuk familia Bovidae, Genus Bos dan Sub-Genus Bovine, yang termasuk dalam sub-genus tersebut adalah; Bibos gaurus, Bibos frontalis dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ternak yang berperan penting untuk mencapai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi asli

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi asli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia. Sapi bali merupakan keturunan asli banteng (Bibos banteng) yang telah mengalami proses domestikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging Ternak kambing merupakan komponen peternakan rakyat yang cukup potensial sebagai penyedia daging. Ternak kambing mampu beradaptasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI I. Pendahuluan Ternak ruminansia diklasifikasikan sebagai hewan herbivora karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat yakni pada tahun 2011 berjumlah 241.991 juta jiwa, 2012 berjumlah 245.425 juta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penampilan Produksi Sapi Madura Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) dengan sapi PO maupun sapi Brahman, turunan dari Bos indicus. Sapi

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales. 1 Strategi Pemberian Pakan Berkualitas Rendah (Jerami Padi) Untuk Produksi Ternak Ruminansia Oleh Djoni Prawira Rahardja Dosen Fakultas Peternakan Unhas I. Pendahuluan Ternak menggunakan komponen zat-zat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN. Perlu dipelajari. Harus tahu nasib BM dalam perjalanannya di setiap organ pencernaan: dicerna. diserap. Hidup pokok.

SISTEM PENCERNAAN. Perlu dipelajari. Harus tahu nasib BM dalam perjalanannya di setiap organ pencernaan: dicerna. diserap. Hidup pokok. SISTEM PENCERNAAN Harus tahu nasib BM dalam perjalanannya di setiap organ pencernaan: dicerna Perlu dipelajari diserap dimanfaatkan Hidup pokok produksi Diketahui makanan yang cocok Efisiensi efektifitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sedang dengan bentuk badan memanjang, dada dalam, badan padat, bertanduk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sedang dengan bentuk badan memanjang, dada dalam, badan padat, bertanduk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Sapi Bali Sapi Bali termasuk famili Bovidae, genus Bos, sub genus Bovine (Hardjosubroto, 1994). Sapi Bali memiliki ukuran badan yang termasuk kategori sedang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Total Mixed Ration (TMR) Pakan komplit atau TMR adalah suatu jenis pakan ternak yang terdiri dari bahan hijauan dan konsentrat dalam imbangan yang memadai (Budiono et al.,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan ternak lokal yang sebarannya hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan subsektor peternakan provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan ini sejalan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. : Artiodactyla, famili : Bovidae, genus : Ovis, spesies : Ovis aries (Blackely dan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. : Artiodactyla, famili : Bovidae, genus : Ovis, spesies : Ovis aries (Blackely dan 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Domba Garut Domba merupakan ternak yang sudah umum dipelihara oleh peternak secara turun temurun. Semua jenis domba memiliki karakteristik yang sama dan termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi TINJAUAN PUSTAKA Jerami Padi Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya (Shiddieqy, 2005). Tahun 2009 produksi padi sebanyak 64.398.890 ton,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN 1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ruminansia Pakan merupakan semua bahan pakan yang dapat dikonsumsi ternak, tidak menimbulkan suatu penyakit, dapat dicerna, dan mengandung zat nutrien yang dibutuhkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KambingKacang Kambing Kacang merupakan salah satu kambing lokal di Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral Biomineral cairan rumen adalah suplemen mineral organik yang berasal dari limbah RPH. Biomineral dapat dihasilkan melalui proses pemanenan produk inkorporasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi, serta memiliki wilayah kepulauan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Sapi Fries Holland (FH) berasal dari Propinsi Belanda Utara dan Propinsi Friesland Barat. Bulu sapi FH murni umumnya berwarna hitam dan putih, namun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, menyebabkan ketersediaan produk hewani yang harus ditingkatkan baik dari segi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Babi Babi adalah binatang yang dipelihara dari dahulu, dibudidayakan, dan diternakkan untuk tujuan tertentu utamanya untuk memenuhi kebutuhan akan daging atau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menyusutnya luas lahan pertanian karena sudah beralih hngsi menjadi kawasan

PENDAHULUAN. menyusutnya luas lahan pertanian karena sudah beralih hngsi menjadi kawasan PENDAHULUAN Latar Belakang Untuk meningkatkan produksi daging sapi dalam upaya mencukupi kebutuhan protein hewani secara nasional, di samping kualitas yang baik juga diperlukan kontinuitas ketersediaan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pedet Pedet merupakan ternak replacement stock. Pemberian suplemen pada pedet prasapih pada awal laktasi diharapkan akan dapat mengendalikan penyebab terjadinya penurunan kemampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas ternak ruminansia sangat tergantung oleh ketersediaan nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan produktivitas ternak tersebut selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign TINJAUAN PUSTAKA Asam Fulvat Humat dibentuk dari pelapukan bahan tanaman dengan bantuan bakteri yang hidup di tanah. Komposisi humat terdiri dari humus, asam humat, asam fulvat, asam ulmik dan trace mineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Pakan Bahan pakan sapi perah terdiri atas hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah bahan pakan yang sangat disukai oleh sapi. Hijauan merupakan pakan yang memiliki serat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan. TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba dan Potensinya Ternak domba menyebar rata diseluruh wilayah Nusantara. Hal ini menunjukkan bahwa domba mempunyai potensi cepat menyesuaikan diri baik dengan lingkungan maupun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawa (PE) Kambing merupakan jenis ruminansia kecil yang memiliki tingkat pemeliharaan lebih efesien dibandingkan domba dan sapi. Kambing dapat mengkomsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang dengan kambing Peranakan Etawa (PE). Kambing jenis ini mampu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Ettawa (PE) Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari India dengan kambing Kacang lokal dari Indonesia dan termasuk kedalam jenis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Potong Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan populasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merah bata dan kaki bagian bawah berwarna putih (Gunawan, 1993). Menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merah bata dan kaki bagian bawah berwarna putih (Gunawan, 1993). Menurut 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura memiliki ciri-ciri antara lain berwana kecoklatan hingga merah bata dan kaki bagian bawah berwarna putih (Gunawan, 1993). Menurut Sugeng(2005) sapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternak Indonesia pada umumnya sering mengalami permasalahan kekurangan atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai pakan

Lebih terperinci

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi bali merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler atau lebih dikenal dengan ayam pedaging adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai penghasil daging (Kartasudjana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Konsetrasi N-NH 3 Fermentasi pakan di dalam rumen ternak ruminansia melibatkan aktifitas mikroba rumen. Aktifitas fermentasi tersebut meliputi hidrolisis komponen bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki keunggulan antara lain pemeliharaan yang mudah serta memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci