STUDI PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN PROPINSI JURUSAN BINJAI TIMBANG LAWANG (STA )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN PROPINSI JURUSAN BINJAI TIMBANG LAWANG (STA )"

Transkripsi

1 STUDI PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN PROPINSI JURUSAN BINJAI TIMBANG LAWANG (STA ) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat Uuntuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh : IMMANUEL SYAM NAEK NABABAN SUB JURUSAN TRANSPORTASI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008

2 KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Tugas akhir ini berjudul STUDI PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN PROPINSI JURUSAN BINJAI TIMBANG LAWANG (STA ) yang disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil bidang Transportasi pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini, penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihakpihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis, khususnya kepada : 1. Bapak Medis S. Surbakti, ST,MT selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, dan bimbingan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. 2. Bapak Ir. Waldenhoff S Napitu, Ir. Joni Harianto, Ir.Torang Sitorus, selaku pembanding yang telah memberi kritik dan masukan. 3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Ir. Teruna Jaya, MSc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. i

3 5. Bapak dan Ibu Dosen/Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 6. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan. 7. Khusus buat kedua orangtua saya tercinta yang telah mendidik, membimbing, dan memberikan dukungan dan doa kepada penulis. 8. Buat kakak saya yang telah memberikan dukungan dan doa. 9. Terima kasih kepada seluruh teman-teman 2004 yang telah membantu. Yang tak bisa saya ucapkan satu persatu, terima kasih saya ucapkan. Saya menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman serta referensi yang saya miliki. Penulis sangat mengharapkan saran-saran dan kritik demi perbaikan pada masa mendatang. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat berguna bagi ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya pada bidang teknik sipil. Medan, Oktober 2008 Hormat Saya, Immanuel Syam Naek Nababan ii

4 ABSTRAK STUDI PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN PROVINSI JURUSAN BINJAI TIMBANG LAWANG (Sta Sta ) KABUPATEN LANGKAT Oleh : Immanuel Syam Naek Nababan ( ) Jalan Binjai-Timbang Lawang ini merupakan jalan propinsi yang menghubungkan kabupaten Deli Serdang dan Langkat. Jalan ini termasuk dalam klasifikasi jalan primer kolektor yaitu jalan yang dilalui oleh kendaraan yang cukup banyak dan mempunyai beban yang berat. Karena seringnya jalan ini dilalui oleh kendaraan yang berbeban berat mengakibatkan kondisi jalan tersebut menjadi rusak, maka jalan tersebut perlu direhabilitasi. Dalam laporan ini, penulis akan memaparkan proses perencanaan perhitungan tebal lapis tambahan (overlay) pada Proyek Peningkatan Jalan Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang sekaligus menjelaskan kekurangan (misalnya ada kesilapan dalam perhitungan) dan kelebihan (misalnya ada metodemetode lain yang dilakukan dalam perencanaan tebal lapisan perkerasan tambahan) dalam merencanakan tebal lapisan perkerasan tambahan yang dilakukan konsultan perencana pada proyek tersebut. Laporan Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat bagi penulis sendiri untuk menambah pengetahuan dalam menghitung tebal lapisan tambahan dan mahasiswa yang lain dalam membahas hal yang sama. Topik bahasan ini dititikberatkan pada perhitungan tebal lapisan perkerasan tambahan (overlay). Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui bagaimana perhitungan tebal lapisan perkerasan tambahan (overlay) yang dilakukan oleh Konsultan Perencana dan untuk mengetahui kesesuaian antara Penulis dengan Konsultan Perencana dalam menghitung tebal lapisan perkerasan tambahan (Overlay). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: melakukan survey lalu lintas, mengadakan studi literatur, mendapatkan data dari Dinas PU Jalan dan Jembatan jl Sakti Lubis No. 7R Medan. Teknik pengolahan data dilakukan dengan cara: menggunakan metode Benkelman Beam. Dari hasil pembahasan diperoleh: 1) Teknik yang digunakan dalam perhitungan tebal lapisan perkerasan adalah dengan menggunakan metode Benkelman Beam; 2) Konstruksi lapis perkerasan pada jalan Binjai Timbang Lawang ini terdiri dari 3 lapis, yaitu: lapis existing (perkerasan lama), lapis permukaan bawah/lapis pengikat (AC-BC), dan lapis permukaan (AC-WC). Simpulan: 1) Mengenai hasil perhitungan tebal lapisan perkerasan, pihak Konsultan Perencana Mendapatkan Tebal AC-BC = 6 cm, sedangkan penulis memperoleh tebal AC-BC = 5 cm dengan menggunakan metode Bina marga 2005 dan aplikasi RDS )Perbedaan tebal lapisan tambahan dengan metode Bina

5 Marga 2005 dengan perencana dikarenakan adanya faktor faktor baru yang diperhitungkan dalam metode ini. ABSTRACT THICK PLANNING STUDY OF OVERLAY BY INCREASING OF PROVINCE STREET ACROSS BINJAI TIMBANG LAWANG OF LANGKAT (Sta Sta ) KABUPATEN LANGKAT iii By: Immanuel Syam Naek Nababan ( ) The Timbang Lawang road is a road that connect Deli Serdang and Langkat. This road include in primere collector classification that means the road that across by a big truck or heavy ride. The road have been damaged because of routinity of the road that always across by the heavy ride. In this report the writer shall show us the overlay planning process on the Timbang Lawang reconstruct project and also explain the minus (like a miscounting) and the plus point (like the metods on the overlay project) at the overlay planning on this project. This last report was hopely usefull for the writer their self and for increase their knowledge the overlay count and for the other collage student to disqust the same topic. We are gonna disqust about the overlay count. The vision on this report is to know overlay planning count that the planning consult do and to know the result count between the consult and the writer about the overlay. The information collect technic was doing by a traffic survey, and literate study, and collect file from the PU on jl. Sakti Lubis number 7R Medan. The file process was using the Benkelman Beam method. The result is 1) The Benkelman Beam technic was use on the overlay; 2) The Binjai Timbang Lawang overlay contruct by using existing,sub-surface coarse (AC-BC) and surface coarse (AC-WC). Result is 1) The AC-BC thicknees result by consult is 6 cm, otherwise the writer result is 5 cm with Bina marga 2005 methode and RDS 5.01 application ; 2) The thick difference of overlay that gotten by the writer by the consult is caused there are new factor in this methode. Key word: Broken street, Overlay, Benkleman Beam iv

6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR GRAFIK... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR ISTILAH... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR NOTASI... xv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Permasalahan... 4 I.3 Maksud dan Tujuan... 4 I.4 Pembatasan Masalah... 5 I.5 Metodologi Pembahasan... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6 II.1 Umum... 6 II.2 Penggolongan Jalan... 6 II.2.1 Berdasarkan Fungsinya... 6 II.2.2 Berdasarkan lalu Lintas II.2.2 Berdasarkan Volume dan Sifat lalu Lintas II.3 Konstruksi Perkerasan Jalan II.3.1 Konstruksi Perkerasan Lentur II.3.1 Tanah Dasar II.3.2 Lapisan Pondasi bawah II.3.3 Lapisan Pondasi Atas II.3.4 Lapisan Permukaan... 21

7 II.3.5 Pelapisan Tambahan... II.3.2 Konstruksi Perkerasan Kaku... v II.3.3 Konstruksi Perkerasan Komposit... II.4 Dasar dasar Perencanaan... II.4.1 Umum... II.4.2 Analisa Perhitungan dengan Benkelman Beam... II /MB/1983 (Bina Marga 1983)... II a Perhitungan Lendutan Balik... II b Faktor Keseragaman..... II c Lendutan Balik Mewakili II d Lalu Lintas Rencana II e Lendutan Balik yang diijinkan.. II f Tebal Lapis Tambahan. II Pd T B (Bina Marga 2005)... II a Lalu Lintas... II b Lendutan... II c Keseragaman Lendutan. II d Lendutan Wakil (D wakil ).... II e Lendutan Rencana (D rencana ).. II f Tebal Lapis Tambah (Ho)... II g Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) II h Tebal Lapis Tambah Terkoreksi (Ht)... II i Jenis lapis Tambah... II Aplikasi Komputer RDS II a Perkembangan RDS... II b Pengumpulan Data Lapangan.... II c Pembagian Aplikasi RDS.. II c.1 RDSINPUT... II c.2 RDSESA... II c.3 RDSSORT

8 II c.4 RDSDESIGN..... BAB III PEMBAHASAN... III.1 Pelaksanaan... vi III.2 Perhitungan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan... III.2.1 Metode Pd T B (Bina Marga 2005)... III Perhitungan untuk seluruh stasiun.. III a Faktor Keseragaman... III b Menghitung D wakil /D sbl ov.... III c Menentukan N.... III d Menentukan C..... III e Menentukan E..... III f Perhitungan CESA III g Menghitung D rencana /D stl ov..... III h Menghitung Tebal Lapis Tambah (Ho)... III i Menentukan Fo III j Menghitung Ht..... III k Menentukan FK TBL III l Menghitung tebal Lapis Tambah Koreksi. III Perhitungan Ulang seluruh stasiun.. III a Faktor Keseragaman.... III b Menghitung D wakil /D sbl ov..... III c Menentukan N..... III d Menentukan C..... III e Menentukan E... III f Perhitungan CESA III g Menghitung D rencana /D stl ov III h Menghitung Tebal Lapis Tambah (Ho)... III i Menentukan Fo III j Menghitung Ht

9 III k Menentukan FK TBL.... III l Menghitung tebal Lapis Tambah Koreksi vii III.2.1 Aplikasi RDS 5.01 (Roadworks Design System)... BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... V.1 Kesimpulan... V.2 Saran DAFTAR PUSTAKA

10 DAFTAR GAMBAR viii Gambar 2.1 Skema penyebaran gaya tekan ban roda terhadap perkerasan jalan Gambar 2.2 Struktur perkerasan lentur Gambar 2.3 Struktur perkerasan kaku Gambar 2.4 Tampilan RDSINPUT Gambar 2.5 Tampilan RDSESA Gambar 2.6 Tampilan RDSSORT ISIAN Gambar 2.7 Tampilan RDSSORT PENGELOMPOKAN Gambar 2.8 Kode Penanganan (Treatment Code) menurut IRMS Gambar 2.9 Tampilan RDSDESIGN Gambar 2.10 Alat Benkelman Beam

11 DAFTAR GRAFIK ix Grafik 2.1 Grafik 2.2 Grafik 2.3 Grafik 2.4 Faktor koreksi lendutan dengan temperatur standard (Ft) Faktor koreksi tebal lapis tambah / overlay (Fo) Hubungan antara lendutan rencana dengan lalu lintas Tebal lapis tambah (Ho) Grafik 2.5 Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FK TBL )

12 DAFTAR TABEL x Tabel 2.1 Nilai SMP untuk masing masing jenis kendaraan Tabel 2.2 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Nilai SMP Tabel Nilai nilai faktor keseragaman Tabel Angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E) menurut metode 01/ M B/ 1983 (Bina Marga 1983) Tabel Faktor Hubungan antara Umur Rencana dengan Perkembangan Lalu Lintas (N) menurut metode 01/ M B/ 1983 (Bina Marga 1983) Tabel Hubungan antara lendutan balik dengan lapis tambah Tabel Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan Tabel Koefisien distribusi kendaraan

13 Tabel Angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E) menurut metode Pd T B Tabel Faktor Hubungan antara umur rencana dengan perkembangan lalu lintas (N) menurut metode Pd T B Tabel Faktor koreksi tebal lapis penyesuaian (FK TBL ) Tabel Vehicle damage factor (VDF) xi Tabel Perbedaan Metode MN/01/83, Pd T B, dan Metode Aplikasi RDS 5.01

14 DAFTAR ISTILAH xii Surface Course Granular Soil Wearing Coarse Existing Pavement Roadworks Design System Angka ekivalen kendaraan : Lapisan Permukaan : Tanah berbutir kasar : Aspal Permukaan Lapis Aus : Perkerasan yang ada atau Perkerasan lama : Aplikasi Komputer berbasis Microsoft Excel yang dapat digunakan untuk menghitung tebal lapisan perkerasan, dapat menghitung berbagai penanganan seperti pelapisan tambahan (overlay), rekonstuksi, pelebaran jalan, pemeliharaan : Angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban sumbu standar Benkelman Beam (BB) : Alat untuk mengukur lendutan balik dan lendutan langsung perkerasan yang

15 menggambarkan kekuatan struktur perkerasan jalan Cumulative Equivalent : Akumulasi ekivalen beban sumbu standar Standart Axle selama umur rencana Laston/Aspal Beton : Campuran beraspal dengan gradasi agregat gabungan yang rapat/menerus dengan menggunakan bahan pengikat aspal keras tanpa dimodifikasi (Straight Bitumen) Laston modifikasi : Campuran beraspal dengan gradasi agregat gabungan yang rapat/menerus dengan menggunakan bahan pengikat aspal keras yang dimodifikasi (seperti aspal polimer, aspal multigrade dan aspal keras yang dimodifikasi asbuton) Lataston/Hot Rolled Sheet : Campuran beraspal dengan gradasi agregat xiii gabungan yang senjang dengan menggunakan bahan pengikat aspal keras tanpa dimodifikasi (Straight Bitumen) Lendutan maksimum Lendutan balik : Besar gerakan turun vertikal maksimum suatu permukaan perkerasan akibat beban : Besar lendutan balik vertikal suatu permukaan perkerasan akibat beban Lendutan langsung : Besar lendutan vertikal suatu permukaan perkerasan akibat beban langsung Lendutan rencana/ijin Pusat beban (load center) : Besar lendutan rencana atau yang diijinkan sesuai dengan akumulasi ekivalen beban sumbu standar selama umur rencana (Cummulative Equivalent Standard Axle, CESA) : Letak beban pada permukaan perkerasan yang berada tepat dibawah garis sumbu gandar belakang dan ditengah-tengah ban ganda sebuah truk

16 Perkerasan jalan Perkerasan lentur : Konstruksi jalan yang diperuntukan bagi lalu lintas yang terletak diatas tanah dasar : Konstruksi perkerasan jalan yang dibuat dengan menggunakan lapis pondasi agregat dan lapis permukaan dengan bahan pengikat aspal Tebal lapis tambah (overlay) : Lapis perkerasan tambahan yang dipasang di atas konstruksi perkerasan yang ada dengan tujuan meningkatkan kekuatan struktur perkerasan yang ada agar dapat melayani lalu lintas yang direncanakan selama kurun waktu yang akan datang Road Condition Index : Skala dari tingkat kenyamanan atau kinerja dari jalan, diukur dengan alat roughometer DAFTAR LAMPIRAN xiv Lampiran 1 : Data Lalu Lintas Harian Rata Rata (LHR) Lampiran 2 : Angka Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E) Lampiran 3 : Data Temperatur Harian Rata Rata Tahunan (TPRT) Lampiran 4 : Data CBR (California Bearing Ratio) Lampiran 5 : Grafik Guitar Binjai Timbang Lawang Lampiran 6 : Data Lendutan Benkelman Beam Lampiran 7 : Grafik Lendutan Balik

17 Lampiran 8 : Hasil Marshall AC - BC Lampiran 9 : Desain Perkerasan Perencana Binjai Timbang Lawang Lampiran 10 : Peta Lokasi Binjai Timbang Lawang Lampiran 11 : Typical Cross Section / Penampang Melintang Perkerasan DAFTAR NOTASI xv SMP : Satuan mobil penumpang LHR : Lalu lintas harian rata rata CBR : California bearing ratio DCP : Dynamic cone penetrometer MR : Modulus resilient K : Modulus reaksi tanah dasar

18 PI : Indeks plastisitas AASHTO : American Association of state highway and transportation Officials) RDS : Roadworks design system C : Koefisien distribusi kendaraan Ca : Faktor pengaruh muka air tanah D rencana : Lendutan rencana (mm) D sbl ov : Lendutan sebelum overlay (mm) D stl ov : Lendutan setelah overlay (mm) D wakil : Lendutan wakil (mm) xvi d : Lendutan (mm) d 1 : Lendutan pada saat beban tepat pada titik awal pengukuran (mm) d 2 : Lendutan pada saat beban berada pada jarak X 12 (30 cm) dari titik awal d 3 : Lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik awal (mm)

19 dr : Lendutan balik kanan (Deflection Right) dl : Lendutan balik kiri (Deflection Left) d L : Lendutan langsung d R : Lendutan rata rata pada suatu seksi jalan (mm) Fm : Faktor beban (Load Deflection Factor) Fl : Faktor alat (Wheel Gauge Multiplying Factor) Fe : Faktor lingkungan atau regional (Environment Factor) E : Ekivalen beban sumbu kendaraan FK FK ijin : Faktor keseragaman : Faktor keseragaman yang diijinkan xvii Fo : Faktor koreksi tabal lapis tambah atau overlay Ft : Faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 35 o c FK B-BB : Faktor koreksi beban uji Benkelman Beam (BB) FKTB L : Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (untuk Laston Modifikasi atau Lataston) Ho : Tebal lapis tambah sebelum dikoreksi (cm)

20 HL : Tebal lapis beraspal (cm) Ht : Tebal lapis tambah setelah dikoreksi (cm) L : Lebar perkerasan (m) m : Jumlah masing-masing jenis kendaraan MR : Modulus resilien N : Faktor hubungan antara umur rencana dengan perkembangan lalu lintas s : Deviasi standar atau simpangan baku SDRG : Sumbu Dual Roda Ganda STRG STRT : Sumbu Tunggal Roda Ganda : Sumbu Tunggal Roda Tunggal xviii STrRG : Sumbu Triple Roda Ganda TPRT : Temperatur Perkerasan Rata-rata Tahunan T b : Temperatur bawah lapis beraspal ( 0 c) T L : Temperatur lapis beraspal ( 0 c) T p : Temperatur permukaan perkerasan beraspal ( 0 c)

21 T t : Temperatur tengah lapisan beraspal ( 0 c) UE 18KSAL : Unit Equivalent 18 Kip Single Axle Load AE 18KSAL : Accumulative Equivalent 18 Kip Single Axle Load m : Jumlah masing masing jenis kendaraan r : Angka pertumbuhan lalu lintas (%) n : Umur rencana (tahun) n s : Jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan VDF : Vehicle Damage Factor RCI : Skala dari tingkat kenyamanan atau kinerja dari jalan, diukur dengan alat roughometer IRI : Kekasaran jalan xix T 0 : Tahun saat survey dilakukan T 1 : Tahun pertama lalu lintas dibuka T 2 : Koefisien kendaraan

22 BAB I PENDAHULUAN xx I.1. LATAR BELAKANG Jaringan Jalan Raya yang merupakan prasarana transportasi darat memegang peranan yang sangat penting dalam sektor perhubungan terutama

23 untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa, baik dari daerah maupun ke daerah yang lainnya. Maka syarat yang penting untuk perkembangan dan kesejahteraan masyarakat ialah adanya suatu sistem transportasi yang baik dan bermanfaat. Keberadaan jalan raya sangat diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya kebutuhan sarana transportasi yang dapat menjangkau daerah-daerah terpencil yang merupakan sentral produksi pertanian. Perkembangan kapasitas maupun kwantitas kendaraan yang menghubungkan kota-kota antar propinsi dan terbatasnya sumber dana untuk pembangunan jalan raya serta belum optimalnya pengoperasian prasarana lalu lintas yang ada, merupakan persoalan yang utama di Indonesia dan di banyak Negara, terutama Negara-negara yang sedang berkembang. Untuk membangun ruas jalan baru maupun peningkatan yang diperlukan sehubungan dengan penambahan kapasitas jalan raya, tentu akan memerlukan metode efektif dalam perancangan maupun perencanaan agar diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis, tetapi memenuhi unsur keselamatan pengguna jalan dan tidak menggangu ekosistem. Sekilas kita bisa melihat bahwa banyak jalan darat yang merupakan sarana penghubung utama mengalami kerusakan sehingga tidak dapat dipakai lagi karena sudah mengalami kondisi kritis. Kondisi seperti ini sudah sering terjadi sebelum mencapai umur rencana. Hal ini bisa saja terjadi karena data perhitungan perkerasan jalan pada masa perencanaan sampai pada pelaksanaannya tidak sesuai

24 dengan spesifikasi parameter yang sudah ditetapkan oleh peraturan dan pedoman perencanaan jalan yang dalam hal ini dikeluarkan oleh peraturan dan pedoman perencanaan jalan yang dalam hal ini dikeluarkan oleh Dinas Bina Marga. Oleh karena itu, jalan yang merupakan sarana transportasi tersebut, perlu dibangun dan dirawat sebaik mungkin. Dalam hal pembangunan dan perawatan jalan, yang sangat perlu diperhatikan adalah dari segi perencanaannya, yaitu perhitungan tebal lapisan perkerasan tambahan (overlay). Karena dengan perencanaan yang baik, maka akan diperoleh hasil yang baik pula, yang dilihat dari segi mutu, keefektifan dan kelancaran pelaksanaannya. Dalam suatu proyek pembangunan jalan, yang menjadi penentu tercapainya keberhasilan proyek tersebut adalah dari segi perencanaannya. Oleh karena itu sangatlah diperlukan tenaga-tenaga ahli yang mampu membuat perencanaan jalan. Dalam laporan ini, penulis akan memaparkan proses studi perencanaan perhitungan tebal lapis tambahan (overlay) pada Proyek Peningkatan Jalan Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang sekaligus menjelaskan masalah yang dihadapi oleh pihak perencana dalam merencanakan proyek tersebut. Jalan Binjai Timbang Lawang ini merupakan jalan provinsi yang menghubungkan kabupaten Deli Serdang dan Langkat. Jalan ini termasuk dalam klasifikasi jalan primer kolektor yaitu jalan yang dilalui oleh kendaraan yang cukup banyak dan mempunyai beban yang berat. Karena seringnya jalan ini dilalui oleh kendaraan yang berbeban berat mengakibatkan kondisi jalan tersebut menjadi kurang baik, maka jalan tersebut perlu direhabilitasi.

25 Alasaan yang mendukung penulis dalam pemilihan judul ini adalah perlunya metode efektif dalam perancangan dan perencanaan suatu jalan agar diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis serta memenuhi unsur keselamatan dan penggunaan jalan, sehingga penulis terdorong untuk membahas dan merencanakan tebal lapis perkerasan pada Proyek Peningkatan Jalan Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang. Pada laporan tugas akhir ini penulis akan menggunakan Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan metode lendutan dengan nomor : Pd. T B (Bina Marga 2005) dan Aplikasi Komputer RDS 5.01 (Roadworks Design System) untuk merencanakan tebal lapisan tambahan (overlay) pada proyek jalan Binjai Timbang Lawang ini. Hal ini didukung dengan tersedianya data proyek yang mendukung penyelesaian Laporan tugas akhir ini, meskipun penulis mengalami sedikit kesulitan dalam memperoleh data tersebut. I.2. PERMASALAHAN Untuk meningkatkan kualitas jalan jurusan Binjai Timbang Lawang ini maka dilakukan perencanaan tebal lapisan tambahan (overlay). Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana perhitungan tebal lapisan perkerasan

26 tambahan (overlay) yang dilakukan oleh Konsultan Perencana pada proyek Peningkatan Jalan Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang ini. I.3. MAKSUD DAN TUJUAN Adapun maksud penulisan dari tugas akhir ini adalah bagaimana perhitungan tebal lapisan perkerasan tambahan yang dilakukan pada proyek Peningkatan Jalan Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang. Kemudian tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk membandingkan hasil perhitungan perencana dengan hasil perhitungan penulis dalam menghitung tebal lapisan perkerasan tambahan (overlay). Hasil perhitungan ini mengacu pada ketentuan spesifikasi teknis yang ada. I.4. PEMBATASAN MASALAH Pada tugas akhir ini akan dibahas mengenai perhitungan tebal lapisan perkerasan tambahan (overlay) yang dilakukan oleh perencana pada proyek Peningkatan Jalan Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang dengan menggunakan alat Benkelman Beam. Pada laporan tugas akhir ini penulis tidak membahas seluruh stasiun (sta) pada jalan Binjai Timbang lawang ini. Penulis hanya membahas pada (sta ). Perencanaan tebal lapisan tambahan (overlay) ini mengacu pada Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan metode lendutan dengan nomor : Pd. T B (Bina Marga 2005) dan Aplikasi Komputer RDS 5.01 (Roadworks Design System) yang mengunakan program Microsoft Excel.

27 I.5. METODOLOGI PEMBAHASAN Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah literatur yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan pada tugas akhir ini serta masukan-masukan dari dosen pembimbing. Adapun Teknik Pembahasan yang digunakan adalah: 1. Teknik Pengumpulan Data: a. Mengadakan studi pendahuluan. b. Melakukan survey lalu lintas di lapangan c. Mengadakan studi literatur. d. Mendapatkan data dari Dinas PU Jalan dan Jembatan Jl. Sakti Lubis No.7 R Medan. 2. Teknik Pengolahan Data: a. Menggunakan metode Benkelman Beam ; Menggunakan Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan metode lendutan dengan nomor : Pd. T B (Bina Marga 2005). Menggunakan bantuan Aplikasi Komputer RDS 5.01 (Roadworks Design System) yang mengunakan program Microsoft Excel. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

28 II.1 Umum Perencanaan tebal perkerasan merupakan dasar dalam menentukan tingkat pelayanan sebuah jalan baik perkerasan baik menggunakan bahan pengikat semen maupun bahan pengikat aspal. Perkerasan lentur umumnya menggunakan bahan campuran aspal sebagai bahan lapisan permukaan (surface course). Yang dimaksud dengan perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan bahan campuran aspal sebagai bahan pengikat agregat penyusunnya. Hasil interpretasi, evaluasi dan simpulan dari perencanaan perkerasan jalan memperhitungkan hal hal sebagai berikut : Perencanaan secara ekonomis sesuai dengan kondisi setempat. Tingkat keperluan. Kemampuan pelaksanaan. Syarat teknis lainnya. Sebagai konstruksi jalan yang direncanakan itu adalah optimal. II.2 Penggolongan Jalan 1. Berdasarkan Fungsinya a. Jalan arteri adalah jalan jalan yang melayani angkutan utama dengan cirri cirri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien; b. Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan/ pembagian dengan cirri cirri perjalanan jarak sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi;

29 c. Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi; d. Jalan Arteri Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan, atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua. Persyaratan jalan arteri primer adalah : Kecepatan rencana > 60 km/jam; Lebar badan jalan > 8,0 m; Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata rata; Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan dapat tercapai; Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal, lalu lintas ulang alik; Indeks permukaan tidak kurang dari 2. e. Jalan Kolektor Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga. Persyaratan jalan kolektor primer adalah : Kecepatan rencana > 40 km/ jam; Lebar badan jalan > 7,0 m; Kapasitas jalan lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas rata rata;

30 Jalan kolektor primer tidak terputus walupun memasuki daerah kota; Jalan masuk dibatasi sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan tidak terganggu; Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal, lalu lintas ulang alik; Indeks permukaan tidak kurang dari 2. f. Jalan Lokal Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil. Persyaratan jalan lokal primer adalah : Kecepatan rencana > 20 km/ jam; Lebar badan jalan > 6,0 m; Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki desa; Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5. g. Jalan arteri sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua; Persyaratan jalan arteri sekunder yaitu : Kecepatan rencana > 30 km/ jam; Lebar jalan > 8,0 m;

31 Kapasitas jalan sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata rata; Tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat; Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5. h. Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga; Persyaratan jalan kolektor sekunder adalah : Kecepatan rencana > 20 km/ jam; Lebar badan jalan > 7,0 m; Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5. Jalan tol sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan; Persyaratan jalan lokal sekunder adalah : Kecepatan rencana > 10 km/ jam; Lebar badan jalan > 5,0 m; Indeks permukaan tidak kurang dari 1,0. Disamping jenis jalan tersebut diatas, terdapat juga jalan bebas hambatan atau jalan tol. Jalan bebas hambatan merupakan alternative lintas yang ada, dan mempunyai spesifikasi tersendiri. i. Jalan lokal sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumuhan, menghubungkan kawasan

32 sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. Persyaratan jalan lokal sekunder adalah : Kecepatan rencana > 10 km/ jam; Lebar badan jalan > 5,0 m; Indeks permukaan tidak kurang dari 1,0. Disamping jenis jalan tersebut diatas, terdapat juga jalan bebas hambatan atau jalan tol. Jalan bebas hambatan merupakan alternatif lintas yang ada, dan mempunyai spesifikasi tersendiri. j. Jalan utama, yaitu jalan yang melayani lalu lintas yang tinggi antara kota kota yang penting atau pusat pusat produksi dan pusat eksport. Jalan jalan dalam golongan ini harus direncanakan untuk dapt melayani lalu lintas yang cepat dan berat. k. Jalan sekunder, yaitu jalan yang melayani lalu lintas yang cukup tinggi antar kota kota penting dan kota kota yang lebih kecil atau daerah sekitarnya. l. Jalan penghubung, yaitu jalan untuk keperluan aktivitas daerah yang juga di pakai sebagai jalan penghubung antara jalan jalan dari golongan yang sama atau yang berlainan. 2. Berdasarkan Lalu lintas

33 Pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari campuran kendaraan cepat, kendaraan lambat, kendaraan berat, kendaraan ringan dan kendaraan yang tidak bermotor. Dalam hubungannya dengan kapasitas jalan, pengaruh dari setiap jenis kendaraan tersebut terhadap keseluruhan arus lalu lintas, diperhitungkan dengan membandingkan terhadap pengaruh mobil penumpang. Pengaruh mobil penumpang dalam hal ini di pakai sebagai satuan dan disebut Satuan Mobil Penumpang atau disingkat smp. Untuk setiap jenis kendaraan kedalam satuan mobil penumpang (smp), bagi jalan jalan di daerah datar digunakan koefisien dibawah ini : Tabel 2.1 Nilai SMP untuk masing masing jenis kendaraan Jenis Kendaraan Nilai SMP Sepeda Mobil Penumpang Truk Ringan (berat kotor < 5 ton) Truk Sedang (berat > 5 ton) Bus Truk Besar (berat > 10 ton) Kendaraan tak bermotor

34 Di daerah perbukitan dan pegunungan, koefisien untuk kendaraan bermotor diatas dapat dinaikan, sedang untuk kendaraan tidak bermotor tidak perlu dihitung. 3. Berdasarkan Volume dan sifat lalu lintas Penggolongan jalan berdasarkan volume dan sifat sifat lalu lintas ini didasarkan pada besarnya Lalu lintas Harian Rata rata (LHR) dan dalam satuan Mobil Penumpang (SMP) yang melewati jalan tersebut. Volume menyatakan jumlah lalu lintas per hari dalam satu tahun untuk kedua jurusan/ arah. Jumlah lalu lintas perhari dalam satu tahun dinyatakan sebagai LHR. LHR = Berhubung karena pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari gabungan kendaraan berat, kendaraan ringan dan kendaraan tak bermotor (kendaraan fisik), maka dalam hubungannya dengan kapasitas jalan (jumlah kendaraan maksimum yang melewati satu titik / tempat dalam satuan waktu) yang mengakibatkan adanya pengaruh dari setiap jenis kendaraan terhadap keseluruhan arus lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan dengan mengekivalenkan terhadap kendaraan standar.

35 Tabel 2.2 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Nilai SMP Klasifikasi Lalu Lintas Harian UTAMA Fungsi SEKUNDER Kelas I II A II B II C rata rata (LHR) dalam smp > sampai sampai 8.00 PENGHUBUNG III < Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya. No. 13/ 1870 (hal 4)s Dalam menghitung besarnya volume lalu lintas untuk keperluan penetapan kelas jalan, kecuali untuk jalan jalan yang tergolong dalam kelas II C dan III, kendaraan yang tidak bermotor tidak diperhitungkan.

36 Khusus untuk perencanaan jalan jalan kelas I, sebagai dasar harus digunakan volume lalu lintas pada saat saat sibuk. Sebagai volume waktu sibuk yang digunakan untuk dasar suatu perencanaan sebesar 15 % dari volume harian rata rata. Volume waktu sibuk ini selanjutnya disebut volume tiap jam untuk perencanaan atau disingkat VDP, jadi VDP = 15 % LHR. Klasifikasi jalan tersebut adalah sebagai berikut : a. Jalan Kelas I Jalan ini mencakup semua jalan utama dan dimaksudkan untuk dapat melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu lintasnya tidak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tidak bermotor. Jalan raya dalam kelas ini merupakan jalan jalan yang berjalur banyak dengan konstruksi perkerasan dan jenis yang terbaik dalam arti tingginya tingkat pelayanan terhadap lalu lintas. b. Jalan Kelas II Kelas jalan ini mencakup semua jalan jalan sekunder. Dalam komposisi lalu lintasnya terdapat lalu lintas lambat. Jalan kelas II ini berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya dibagi 3 (tiga) yaitu : 1. Jalan Kelas II A

37 Adalah jalan jalan raya sekunder dua jalur atau lebih dengan konstruksi permukaan jalan dari jenis aspal beton (hot mix) atau yang setaraf, dimana komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat, harus disediakan jalur tersendiri. 2. Jalan Kelas II B Adalah jalan jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan dari jenis penetrasi tunggal dimana komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat, tetapi tanpa kendaraan tidak yang bermotor. 3. Jalan Kelas II C Adalah jalan jalan raya sekunder dua jalur dengan kontruksi permukaan jaln dari jenis penetrasi tunggal dimana komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat dan kendraan tidak bermotor. c. Jalan Kelas III Jalan ini mencakup semua jalan jalan penghubung dan merupakan konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua. Konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua. Konstruksi permukaaan jalan yang paling tinggi adalah pelaburan dengan aspal. II.3 KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN

38 Yang dimaksud dengan konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan suatu bahan yang diletakkan di atas tanah dasar pada jalur jalan rencana. Adapun funsi dari konstruksi perkerasan jalan adalah : a. Sebagai pelindung tanah dasar terhadap erosi akibat air. b. Sebagai lapisan perantara untuk menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Latar belakang digunakannya lapisan perkerasan dalam pembuatan suatu jalan raya adalah karena kondisi tanah dasar yang kurang baik sehingga tidak mampu menahan beban roda yang ditimbulkan oleh berat kendaraan diatasnya. Berdasarkan uraian diatas, konstruksi perkerasan harus terdiri dari bahan bahan yang mempunyai sifat meneruskan setiap gaya tekan ke segala penjuru dengan sudut rata rata 45 0 terhadap garis vertikal, sehingga penyebaran gaya tersebut merupaka bentuk kerucut dengan sudut puncak 90 0.

39 Gambar 2.1 Skema penyebaran gaya tekan ban roda terhadap perkerasan jalan Dari skema penyebaran gaya tersebut di atas tampak bahwa bagian perkerasan sebelah atas akan menerima tekanan paling besar. Tekanan ini semakin ke bawah semakin kecil karena penyebaran gaya semakin luas sehingga pada kedalaman/ tebal perkerasan tertentu (h) tekanan dari atas sudah lebih kecil atau sama dengan daya dukung tanah dasar yang diperbolehkan. Perkerasan lentur jalan pada umumnya terdiri dari beberapa lapis bahan dengan kualitas yang berbeda beda dimana lapisan yang paling kuat diletakkan paling atas. Berdasarkan sifat bahan pengikat yang digunakan, konstruksi perkerasan jalan dibedakan atas : 1. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Konstruksi perkerasan jenis ini merupakan perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan lapisan perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Jadi, kekuatan perkerasan ini tergantung dari kemampuan penyebaran tegangan oleh lapisan perkerasan (sangat di pengaruhi oleh kekuatan tanah dasar). Konstruksi perkerasan lentur biasanya terdiri dari beberapa lapisan seperti diperlihatkan pada gambar di bawah ini : Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai Lapis Timbang Permukaan Lawang (STA (Surface ), Coarse) Lapis Pondasi Atas (Base Coarse) Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Coarse) Tanah Dasar (Subgrade)

40 Adapun Struktur Lapisan Perkerasan Lentur sebagai berikut : 1. Tanah Dasar (Sub Grade) Tanah dasar (sub grade) pada perencanaan tebal perkerasan akan menentukan kualitas konstruksi perkerasan sehingga sifat sifat tanah dasar menentukan kekuatan dan keawetan konstruksi jalan raya. Banyak metode yang dipergunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar, dari cara yang sederhana sampai kepada cara yang rumit seperti CBR (California Bearin Ratio), MR (Resilient Modulus), DCP (Dynamic Cone Penetrometer), K (Modulus Reaksi Tanah Dasar). Di Indonesia daya dukung tanah dasar untuk kebutuhan perencanaaan tebal lapisan perkerasan ditentukan dengan menggunakan pemeriksaan CBR. Penentuan daya dukung tanah dasar berdasarkan evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium tidak dapat mencakup secara detail (tempat demi tempat), sifat sifat daya dukung tanah dasar sepanjang suatu bagian jalan. Koreksi koreksi perlu dilakukan baik dalam tahap perencanaan detai

41 maupun tahap pelaksanaan, disesuaikan dengan kondisi tempat. Koreksi koreksi semacam ini akan di berikan pada gambar rencana atau dalam spesifikasi pelaksanaan. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut : a. Perubahan bentuk tetap (deformasi Permanen) dari macam tanah tertentu akibat beban lalu lintas. b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air. c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan. d. Lendutan dan lendutan selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu. e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang diakibatkanya, yaitu pada tanah berbutir kasar (Granular Soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan. 2. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course) Lapisan pondasi bawah (Sub Base Coarse) adalah bagian dari konstruksi perkerasan jalan yang terletak diantara tanah dasar (Sub Grade) dan lapisan pondasi atas (Base Coarse). Fungsi lapisan pondasi bawah adalah sebagai berikut : a. Bagian dari konstruksi perkerasan yang telah mendukung dan menyebarkan beban roda ke tanah dasar.

42 b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang murah agar lapisan lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi). c. Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapisan pondasi atas. d. Sebagai lapisan pertama agar pelaksanaan dapat berjalan dengan lancer. Hal ini sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda roda alat besar. Jenis lapisan pondasi bawah yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain : Agregat bergradasi baik, dibedakan atas : a. Sirtu kelas A b. Sirtu kelas B c. Sirtu kelas C. Sirtu kelas A bergradasi lebih kasar dari sirtu kelas B, Sirtu kelas B lebih kasar dari sirtu kelas C. 3. Lapisan Pondasi Atas (Base Coarse) Lapisan pondasi atas (Base Coarse) adalah bagian dari perkerasan jalan yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan. Fungsi lapisan pondasi atas adalah sebagai berikut : a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban lapisan dibawahnya.

43 b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. c. Bantalan terhadap lapisan pondasi bawah. Material yang akan di pergunakan untuk lapisan pondasi pondasi atas adalah material yang cukup kuat. Untuk lapisan pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnya menggunakan material dengan CBR > 50 % dan Indeks Plastisitas (IP < 4 %). Bahan bahan alam seperti batu pecah, kerikil pecah, stabilitas tanah dengan semen dan kapur dapat digunakan sebagai lapis pondai atas. Jenis lapis pondasi atas yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain : Agregat bergradasi baik, dapat dibagi atas : Batu pecah kelas A Batu pecah kelas B Batu pecah kelas C. Batu pecah kelas A bergradasi lebih kasar dari batu pecah kelas B, batu pecah kelas B bergradasi lebih baik dari batu kelas C. 4. Lapisan Permukaan (Surface Coarse) Lapisan permukaan (Surface Coarse) adalah lapisan yang terletak paling atas. Lapisan ini berfungsi sebagai berikut : a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan yang mempunyai stabilitas yang tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.

44 b. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap ke lapisan dibawahnya. c. Lapisan aus (wearing Coarse), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah nenjadi aus. d. Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga lapisan bawah yang memikul daya dukung lebih kecil akan menerima beban yang kecil juga. Bahan untuk lapisan permukaan umumnya adalah sama dengan bahan lapisan pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan lapisan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, di samping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan untuk lapisan permukaan perlu dipertimbangkan kegunaanya, umur rencana serta pentahapan konstruksi agar tercapai manfaat yang sebesar besarnya dari biaya yang dikeluarkan. Sesuai dengan fungsinya lapisan permukaan digunakan di Indonesia ada dua jenis antara lain : 1. berdasarkan fungsi sebagai lapisan kedap air dan lapisan aus. a. Burtu (Laburan Aspal Satu Lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm.

45 b. Burda (Laburan Aspal Dua Lapis), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi agregat yang dikerjakan 2 kali secara berurutan dengan tebal padat maksimum 3,5 cm. c. Buras (Laburan Aspal), merupakan lapisan penutup terdiri dari lapisan aspal laburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8. d. Latasbun (Lapis Tipis Asbuton murni), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal padat maksimum 1. e. Laston (lapis Tipis Aspal Beton), dikenal dengan nama Hot Rolled Sheet (HRS), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari campuran dengan agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (Filler) dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dansipadatkan dala keadaan padat. Jenis lapisan ini terutama digunakan untuk pemeliharaan jalan. 2. berdasarkan fungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda. a. Penetrasi Macadam (Lapen), merupakan lapis permukaan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Di atas lapenini

46 biasanya diberi laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan satu lapis dapat bervariasi dari 4 10 cm. b. Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi lapisan jalan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton, dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal padat tiap lapisannya antara 3 5 cm. c. Laston (Lapisan Aspal Beton), merupakan suatu konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi penerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. 5. Pelapisan Tambahan (Overlay) Untuk perhitungan lapisan tambahan (overlay), kondisi perkerasan jalan lama (existing pavement) dinilai sebagai berikut : a. Lapisan Permukaan Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur ( %). Terlihat retak halus sedikit deformasi pada jalur roda namun masih tetap stabil (70 90 %). Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan (50 70 %). Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda, menunjukkan gejala kestabilan (30 50 %).

47 b. Lapis Pondasi : Pondasi Aspal Beton atau Penetrasi Macadam Umumnya tidak retak ( %) Terlihat halus, namun masih tetap stabil (70 90 %) Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan (50 70 %) Retak banyak, menunjukkan gejala kestabilan (30 50 %) Stabilitas Tanah dengan Semen atau Kapur : Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) 10 ( %) Pondasi Macadam atau batu Pecah : Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) 6 ( %) c. Lapis Pondasi Bawah : Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) 6 ( %) Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) > 6 (70 90 %) Sumber : SNI F : Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

48 Perkerasan jenis ini menggunakan semen Portland sebagai bahan pengikat. Plat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh plat beton. Hal ini di sebabkan oleh sifat plat beton yang cukup kaku sehingga dapat menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan lapisan di bawahnya. Lapisan pondasi bawah hanya berfungsi untuk menyeragamkan daya dukung terhadap tanah dasar. Konstruksi perkerasan kaku biasanya terdiri dari lapisan seperti diperlihatkan gambar di bawah ini : Bahan Penutup/ kedap air Tulangan/ Pendowel Plat beton Lapis Pondasi Bawah Tanah Dasar Gambar 2.3 Struktur Perkerasan kaku

49 3. Konstruksi Perkerasan Komposit (composite Pavement) Jenis ini merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur. Dapat berupa perkerasan lentur di atas perkerasan kaku atau perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Karena sifat penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh masing masing lapisan berbeda, apabila semakin ke bawah maka muatan akan semakin kecil. Ketiga lapisan perkerasan lentur (surface coarse, Base coarse, Sub base coarse) dan tanah dasar harus mampu mendukung gaya gaya yang ditimbulkan oleh muatan lalu lintas diatasnya. Ada tiga gaya penting yang ditimbulkan oleh muatan lapisan ini : a. Gaya Vertikal (Berat Muatan Kendaraan) b. Gaya Horizontal (Gaya Geser atau Rem) c. Getaran getaran (Akibat Pukulan pukulan Roda).

50 II.4 Dasar dasar Perencanaan 1. Umum Perencanaan tebal perkerasan adalah dasar dalam menentukan tebal dari perkerasan, baik itu perkerasan lentur maupun tebal perkerasan kaku sesuai dengan yang dibutuhkan untuk suatu jalan. Perencanaan tebal lapis perkerasan lentur jalan baru umumnya dapat dibedakan atas dua metode yaitu : a. Metode Empiris, metode ini dikembangkan berdasarkan pengalaman dan penelitian dari jalan jalan yang dibuat khusus untuk penelitian atau dari jalan yang sudah ada. b. Metode Teoritis, metode ini dikembangkan berdasarkan teori lapis matematis dari sifat tegangan dan regangan pada lapisan perkerasan akibat beban berulang dari lalu lintas. Metode Empiris. Dalam menghitung tebal lapisan perkerasan jalan baru, terdapat bermacam macam metode empiris yang telah dikembangkan berbagai Negara, seperti : 1. road Note 29 dan Road ote 31 dari Inggris. Metode ini digunakan untuk tebal lapis perkerasan lentur di negara Negara beriklim sub tropis dan tropis seperti Negara Malaysia, Singapura dan Thailand. 2. AASHTO dan Asphalt Institute dari Amerika dimana cara AASHTO dijadikan perhitungan perkerasan di Indonesia.

51 3. Manual pemeriksaan perkerasan jalan dengan alat Benkleman Beam sesuai dengan nomor : 01/ M B/ Metode HRODI. 5. Metode Bina Marga Pd. T B. Metode ini merupakan revisi dari Manual Pemeriksaan Perkersasan Jalan Dengan Alat Benkelman Beam dengan nomor : 01/ MB/ 1983 (Bina marga 1983). Modifikasi dilakukan untuk penyesuaian dengan kondisi alam, lingkungan, sifat tanah dasar, dan jenis lapisan perkerasan yang umum dipergunakan di Indonesia. 6. Metode NAASRA, dari Australia yang dapat dibaca pada Interim Guide to Pavement Thickness Design. Metode Teoritis Metode teoritis yang umum dipergunakan saat ini berdasarkan teori elastis (elastic layered theory). Teori ini membutuhkan nilai Modulus elastisitas dan poison ratio dari setiap lapisan perkerasan. Sumber : Silvia Sukirman dalam Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1999 : 12. Cara yang digunakan dalam laporan ini untuk menghitung kembali tebal lapis perkerasan adalah menghitung tebal lapis tambahan dengan metode Benkleman Beam.

52 2. Analisa Perhitungan dengan Benkleman Beam Analisa perhitungan yang dibahas pada laporan ini menggunakan metode: Manual pemeriksaan perkerasan jalan dengan alat Benkleman Beam sesuai dengan nomor : 01/ M B/ 1983 (Bina Marga 1983). Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan metode lendutan dengan nomor : Pd. T B (Bina Marga 2005). Aplikasi Komputer RDS 5.01 (Roadworks Design System) yang mengunakan program Microsoft Excel Manual pemeriksaan perkerasan jalan dengan alat Benkleman Beam sesuai dengan nomor : 01/ M B/ 1983 (Bina Marga 1983) Lendutan balik adalah besar lendutan vertical suatu permukaan jalan akibat dihilangkannya beban, diambil dari lendutan balik maksimum pada kelompok roda belakang kiri dan kanan.

53 a. Perhitungan lendutan balik. Lendutan balik (rebound deflection) tiap tiap titik dapat dihitung dengan rumus : dl, dr = Fm. Fe (d4 d1). (1) d max > dl atau dr dimana : d1 d4 Fm = Pembacaan lendutan awal (mm) = Pembacaan lendutan akhir (mm) = Faktor beban (Load Deflection Factor) Fl Fe dr d1 = Faktor alat (Wheel Gauge Multiplying Factor) = Faktor lingkungan atau regional (Environment Factor) = Lendutan balik kanan (Deflection Right) = Lendutan balik kiri (Deflection Left) Setelah mendapatkan nilai lendutan balik, gambarlah nilai lendutan balik tersebut dan hubungkan nilai nilai lendutan balik itu sehingga merupakan grafik lendutan balik. b. Faktor Keseragaman Tempatkan panjang seksi jalan dengan mengusahan agar tiap tiap seksi jalan tersebut mempunyai lendutan balik yang kurang lebih seragam. FK = x 100 %...(2)

54 Dimana : FK s d = Faktor Keseragaman = Standar Deviasi = Lendutan balik rata rata Tabel Nilai nilai faktor keseragaman < 15 % Sangat Seragam % Seragam % Baik % Cukup % Jelek > 40 % Tidak Seragam Pembagian seksi seksi diusahakan dengan keseragaman tidak lebih besar dari 40 % untuk mempermudah pelaksanaan overlay di lapangan. c. Lendutan balik mewakili (D) Lendutan balik yang mewakili adalah lendutan balik yang mewakili masing masing seksi sesuai dengan seksi pengamatan. Untuk menentukan besar lendutan balik yang mewakili suatu seksi

55 jalan, digunakan rumus rumus yang disesuaikan dengan fungsi jalan dan jumlah lalu lintas, yaitu : D = d + 2S...(3) Untuk jalan arteri/ tol Untuk lalu lintas. Kelas jalan : Kelas I ( smp) Kelas II A ( smp) D = d + 1,64S..(4) Untuk jalan kolektor Untuk lalu lintas/ kelas jalan : Kelas III (1.500 smp) d. Lalu Lintas Rencana Lalu lintas rencana digunakan sesuai dengan ekivalen beban standart dari masing masing kendaraan.

56 Tabel Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan Beban Sumbu Angka Ekivalen Kg Lb Sumbu Sumbu Tunggal Ganda

57 Sumber : Pengujian lendutan Perkerasan Lentur dengan Alat Benkleman Beam, PU. Bina Marga a) Unit Ekivalen Beban Standart (UE 18 KSAL) Dalam perhitungan selanjutnya setiap jenis kendaraan dianggap dalam keadaan isi. b) AE 18 KSAL (Accumulative Eqivalent 18 Kip Single Axle Load) Menentukan jumlah lalu lintas secara akumulatif selama umur rencana dengan rumus sebagai berikut : AE 18 KSAL = 365 x N x KSAL.(5) Menentukan jumlah lalu lintas secara akumulatif selama umur rencana berdasarkan lebar perkerasan jalan : Lebar perkerasan jalan AE 18 KSAL (operasi) m 100 % N. (ITN kr + ITN kb) m 50 %. 35. N. (ITN kr + ITN kb)

58 m 365. N. (40 % ITN kr % ITN kb) m 365. N. (30 % ITN kr % ITN kb) Dimana : AE KSAL 18 = Accumulative Equivalent 18 Kip Single Axle Load UE 18 KSAL = Unit Equivalent 18 Kip Single Axle Load 365 = Jumlah hari dalam satu tahun N = Faktor umur rencana yang sudah disesuaikan dengan perkembangan lalu lintas, dapat dilihat pada table 2.6. M = jumlah masing masing jenis lalu lintas Tabel Faktor Hubungan antara Umur Rencana dengan Perkembangan Lalu Lintas r % N % % % % % % 1 Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun

59 10 Tahun Tahun Tahun Atau dengan tabel : D (mm) Tebal Lapis tambahan t (cm) 3 cm 4 cm 5 cm 6 cm 7 cm 8cm 9 cm 0,90 0,5737 0,5735 0,5702 0,5652 0,5600 0,5553 0,5516 1,00 0,5947 0,5918 0,5853 0,5769 0,5686 0,5614 0,5556 1,10 0,6195 0,6137 0,6033 0,5910 0,5790 0,5689 0,5610 1,20 0,6488 0,6398 0,6251 0,6080 0,5917 0,5780 0,5672 1,30 0,6836 0,6709 0,6512 0,6287 0,6072 0,5890 0,5749 1,40 0,7247 0,7081 0,6827 0,6537 0,6260 0,6026 0,5843 1,50 0,7734 0,7525 0,7206 0,6839 0,6489 0,6191 0,5958 1,60 0,8311 0,8056 0,7662 0,7206 0,6767 0,6393 0,6100 1,70 0,8995 0,8690 0,8210 0,7649 0,7106 0,6640 0,6273 1,80 0,9805 0,9447 0,8870 0,8187 0,7518 0,6941 0,6486 1,90 1,0764 1,0351 0,9665 0,8338 0,8020 0,7310 0,6746 2,00 1,1200 1,1131 1,0621 0,9626 0,8630 0,7760 0,7066 2,10 1,3246 1,2722 1,1772 1,0580 0,9374 0,8310 0,7457 2,20 1,4840 1,4264 1,3157 1,1736 1,0278 0,8983 0,7937 2,30 1,6729 1,6105 1,4625 1,3136 1,1379 0,9303 0,8525

60 2,40 1,8966 1,8305 1,6831 1,4832 1,2217 1,0806 0,9276 2,50 2,1616 2,0932 1,9246 1,6884 1,4337 1,2030 1,0128 2, ,2151 1,9369 1,6329 1,3525 1,1209 2, ,2377 1,8739 1,5350 1,2531 2, ,1671 1,7577 1,4151 2, ,0295 1,6132 3, ,8556 3, N = ½.(6) e. Lendutan balik yang diijinkan Berdasarkan hubungan antara AE 18 KSAL dengan lendutan balik akan diperoleh lendutan balik yang diijinkan berdasarkan grafik. f. Tebal lapis tambahan Berdasarkan lendutan balik yang ada (lendutan balik sebelum diberi lapis tambahan), dapat ditentukan tebal lapis tambahan yang nilai lendutan baliknya tidak boleh melebihi lendutan balik yang diijinkan. Dalam hal menentukan tebal lapis tambahan ini, selain memperhatikan faktor stabilitas konstruksi, faktor ekonomis juga menjadi pertimbangan. Tebal lapis tambahan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

61 Tabel Tabel Hubungan antara Lendutan Balik (D) dengan Lapis Tambahan D (mm) Tebal Lapis Tambahan t (cm) 10 cm 11 cm 12 cm 13 cm 14 cm 15 cm 0,90 0,5488 0,5469 0,5455 0,5455 0,5439 0,5434 1,00 0,5517 0,5487 0,5466 0,5442 0,5442 0,5436 1,10 0,5551 0,5509 0,5480 0,5460 0,5447 0,5437 1,20 0,5593 0,5536 0,5497 0,5470 0,5452 0,5440 1,30 0,5645 0,5570 0,5518 0,5483 0,5459 0,5443 1,40 0,5708 0,5612 0,5545 0,5499 0,5468 0,5447 1,50 0,5786 0,5663 0,5577 0,5519 0,5479 0,5452 1,60 0,5882 0,5726 0,5618 0,9943 0,5493 0,5459 1,70 0,6000 0,5805 0,5668 0,5574 0,5511 0,5468 1,80 0,6145 0,5901 0,5731 0,6313 0,5534 0,5480 1,90 0,6324 0,6021 0,5808 0,5662 0,5563 0,5496 2,00 0,6544 0,6168 0,5905 0,5723 0,5600 0,5517 2,10 0,6814 0,6350 0,6024 0,5800 0,5447 0,5544 2,20 0,7147 0,6574 0,6172 0,5895 0,5706 0,5579 2,30 0,7555 0,6651 0,6355 0,6013 0,5780 0,5623 2,40 0,8057 0,7192 0,6582 0,6161 0,5873 0,5679 2,50 0,8673 0,7621 0,6862 0,6344 0,5890 0,5751 2,60 0,9430 0,8129 0,7208 0,6570 0,6135 0,5841 2,70 1,0358 0,8765 0,7635 0,6852 0,6317 0,5955

62 2,80 1,1498 0,9547 0,8161 0,7200 0,6542 0,6097 2,90 1, ,8810 0,7630 0,6822 0,6297 3,00 1,4608 1,1690 0,9609 0,8161 0,7170 0,6499 3,10 1,6709 1,3141 1,0592 0,8817 0,7601 0,6776 3,20 1,9283 1,4922 1,1802 0,9626 0,8133 0,7121 3,30 2,2438 1,7110 1,3290 1,0622 0,8791 0,7549 3,40-1,9794 1,5118 1,1849 0,9601 0,8080 3,50-2,3087 1,7365 1,3360 1,0606 0, Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan metode lendutan dengan nomor : Pd. T B (Bina Marga 2005) a. Lalu Lintas - Jumlah Lajur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C). Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan, yang menampung lalu-lintas terbesar.

63 Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel Tabel Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada lajur rencana ditentukan sesuai Tabel Tabel Koefisien distribusi kendaraan(c) - Ekivalen beban sumbu kendaraan (E). Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut Rumus 1, 2, 3 dan 4 atau pada Tabel 3. Angka Ekivalen STRT = (1) Angka Ekivalen STRG = (2) Angka Ekivalen SDRT = (3)

64 Angka Ekivalen SDRG =..... (4) Dengan pengertian : - SDRG : Sumbu Dual Roda Ganda - STRG : Sumbu Tunggal Roda Ganda - STRT : Sumbu Tunggal Roda Tunggal - STrRG : Sumbu Triple Roda Ganda Tabel Angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E) - Faktor umur rencana dan perkembangan lalu lintas Faktor hubungan umur rencana dan perkembangan lalu lintas ditentukan menurut Rumus 5 atau Tabel 4 dibawah ini. N = ½

65 Tabel Faktor hubungan antara umur rencana dengan perkembangan lalu lintas (N) - Akumulasi ekivalen beban sumbu standar (CESA) Dalam menentukan akumulasi beban sumbu lalu lintas (CESA) selama umur rencana ditentukan dengan Rumus 6. CESA =..(6) dengan pengertian : CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar m = jumlah masing-masing jenis kendaraan 365 = jumlah hari dalam satu tahun E = ekivalen beban sumbu (Tabel 3) C = koefisien distribusi kendaraan (Tabel 2)

66 N = faktor hubungan umur rencana yang sudah disesuaikan dengan perkembangan lalu lintas b. Lendutan Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil pengujian dengan alat Benkelman Beam (BB). Apabila pada waktu pengujian lendutan ditemukan data yang meragukan maka pada lokasi atau titik tersebut dianjurkan untuk dilakukan pengujian ulang atau titik pengujian dipindah pada lokasi atau titik disekitarnya. Lendutan balik adalah besar lendutan vertical suatu permukaan jalan akibat dihilangkannya beban, diambil dari lendutan balik maksimum pada kelompok roda belakang kiri dan kanan. Nilai lendutan tersebut harus dikoreksi dengan, faktor muka air tanah (faktor musim) dan koreksi temperatur serta faktor koreksi beban uji (bila beban uji tidak tepat sebesar 8,16 ton). Lendutan balik (rebound deflection) tiap tiap titik dapat dihitung dengan rumus : dengan pengertian : db = 2 x (d3 d1) x Ft x Ca x FK B-BB (7) db d1 d3 = lendutan balik (mm) = lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik pengukuran

67 Ft = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 350C, sesuai Rumus 8, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm atau Rumus 9, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama dengan 10 cm atau menggunakan Tabel 5 atau pada Gambar 1 (Kurva A untuk HL < 10 cm dan Kurva B untuk HL > 10 cm). = 4,184 x untuk HL < 10 cm...(8) = 14,785 x untuk HL 10 cm..(9) TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung dilapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara,yaitu: TL Tp = 1/3 (Tp + Tt + Tb).....(10) = temperatur permukaan lapis beraspal Tt = temperatur tengah lapis beraspal atau dari Tabel 6 Tb = temperatur bawah lapis beraspal atau dari Tabel 6 Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim) = 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau muka air tanah rendah = 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka air tanah tinggi FK B-BB = faktor koreksi beban uji Benkelman Beam (BB) = 77,343 x (Beban Uji dalam ton)(-2,0715).(11)

68 Cara pengukuran lendutan balik mengacu pada SNI (Metoda Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur Dengan Alat Benkelman Beam) dan gambar alat Benkelman Beam (BB) ditunjukkan pada Gambar C2. Grafik 2.1 Faktor koreksi lendutan dengan temperatur standard (Ft)

69 Tabel Faktor koreksi lendutan dengan temperatur standard (Ft) Catatan : - Kurva A adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (HL) kurang dari 10 cm. - Kurva B adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (HL) minimum 10 cm

70 Tabel Temperatur tengah (T t ) dan bawah (T b ) lapis beraspal berdasarkan data temperatur udara (T u ) dan temperatur permukaan (T p )

71 c. Keseragaman lendutan Perhitungan tebal lapis tambah dapat dilakukan pada setiap titik pengujian atau berdasarkan panjang segmen (seksi). Apabila berdasarkan panjang seksi maka cara menentukan panjang seksi jalan harus dipertimbangkan terhadap keseragaman lendutan. Keseragaman yang dipandang sangat baik mempunyai rentang faktor keseragaman antara 0 sampai dengan 10, antara 11 sampai dengan 20 keseragaman baik dan antara 21 sampai dengan 30 keseragaman cukup baik. Untuk menentukan faktor keseragaman lendutan adalah dengan menggunakan Rumus 15 sebagai berikut: FK = x 100% < FK ijin (12) dengan pengertian : FK = faktor keseragaman FK ijin = faktor keseragaman yang diijinkan = 0 % - 10%; keseragaman sangat baik = 11% - 20%; keseragaman baik = 21% - 30%; keseragaman cukup baik = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan =..(13)

72 s = deviasi standar = simpangan baku =....(14) d = nilai lendutan balik (db) atau lendutan langsung (dl) tiap titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan ns = jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan d. Lendutan wakil ( ) Untuk menentukan besarnya lendutan yang mewakili suatu sub ruas/seksi jalan, digunakan Rumus 15, 16 dan 17 yang disesuaikan dengan fungsi/kelas jalan, yaitu: - D wakil = dr + 2 s ; untuk jalan arteri / tol....(15) - D wakil = dr + 1,64 s ; untuk jalan kolektor....(16) - D wakil = dr +1,28 s ; untuk jalan lokal.....(17) dengan pengertian : Dwakil = lendutan yang mewakili suatu seksi jalan dr = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan sesuai Rumus 13

73 s = deviasi standar sesuai Rumus 14 e. Lendutan rencana/ijin ( ) Lendutan rencana/ijin dengan alat BB dapat dihitung dengan rumus:.(18) dengan pengertian : = lendutan rencana, dalam satuan milimeter. CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar, dalam satuan ESA atau dengan memplot data lalu-lintas rencana (CESA) pada Gambar 4 Kurva D untuk lendutan balik dengan alat BB. f. Tebal Lapis Tambah/overlay (Ho) Tebal lapis tambah/overlay (Ho) dengan menggunakan Rumus 19 atau dengan memplot pada Gambar 5. Ho =...(19)

74 dengan pengertian : Ho = tebal lapis tambah sebelum dikoreksi temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter. D sbl ov = lendutan sebelum lapis tambah/dwakil, dalam satuan milimeter. D stl ov = lendutan setelah lapis tambah atau lendutan rencana, dalam satuan milimeter. g. Faktor koreksi tebal lapis tambah (Fo) Tebal lapis tambah/overlay yang diperoleh adalah berdasarkan temperatur standar C, maka untuk masing-masing daerah perlu dikoreksi karena memiliki temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) yang berbeda. Data temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk setiap daerah atau kota ditunjukkan pada Lampiran A, sedangkan faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay (Fo) dapat diperoleh dengan Rumus 20 atau menggunakan Gambar 2. Fo = x.(20) dengan pengertian : Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay

75 TPRT = temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk daerah/kota tertentu (Tabel A1 pada Lampiran A) Grafik 2.2 Faktor koreksi tebal lapis tambah / overlay (Fo) h. Tebal lapis tambah terkoreksi (Ht) Tebal lapis tambah terkoreksi (Ht) dihitung dengan mengkalikan Ho dengan faktor koreksi overlay (Fo), yaitu sesuai dengan Rumus 21.

76 Ht = Ho x Fo...(21) dengan pengertian : Ht = tebal lapis tambah/overlay Laston setelah dikoreksi dengan temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter. Ho = tebal lapis tambah Laston sebelum dikoreksi temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter. Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay (sesuai Rumus 20 atau dengan menggunakan Gambar 2) Catatan: bila jenis atau sifat campuran beraspal yang akan digunakan tidak sesuai dengan ketentuan di atas maka tebal lapis tambah harus dikoreksi dengan faktor koreksi tebal tebal lapis tambah penyesuaian (FK TBL ) sesuai Rumus 22 atau Gambar 3 atau Tabel 7.

77 Grafik 2.3 Hubungan antara lendutan rencana dengan lalu lintas Grafik 2.4 Tebal lapis tambah (Ho) i. Jenis lapis tambah Pedoman ini berlaku untuk lapis tambah dengan Laston, yaitu modulus resilien ( ) sebesar 2000 MPa dan Stabilitas Marshall minimum 800 kg. Nilai modulus resilien ( ) diperoleh berdasarkan pengujian

78 UMATTA atau alat lain dengan temperatur pengujian C. Apabila jenis campuran beraspal untuk lapis tambah menggunakan Laston Modifikasi dan Lataston atau campuran beraspal yang mempunyai sifat berbeda (termasuk untuk Laston) dapat menggunakan faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FK TBL ) sesuai Rumus 22 atau Gambar 3 dan Tabel7....(22) dengan pengertian : = faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian = Modulus Resilien (MPa) Grafik 2.5 Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FK TBL )

79 Tabel Faktor koreksi tebal lapis penyesuaian (FK TBL ) 2.3 Aplikasi Komputer RDS 5.01 (Roadworks Design System) yang mengunakan program Microsoft Excel Program Road Design System adalah suatu Alat Bantu Sistem Perencanaan Teknis Jalan dengan menggunakan komputer yang pada mulanya dikembangkan oleh Central Design Office BIPRAN pada tahun Kemudian seiring dengan perkembangan teknologi komputer, teknologi perkerasan jalan dan perkembangan spesifikasi, maka RDS dimodifikasi disesuaikan dengan kebutuhan. a. PERKEMBANGAN RDS

80 Versi 1, Tahun 1983 RDS dibuat oleh CDO (CP Corn in Associated) dengan mempergunakan program aplikasi Symphony. Versi 2, Tahun 1994 berdasarkan perkembangan teknologi perencanaan dan saran serta masukan dari pemakai RDS, maka RDS dimodifikasi oleh Sub Dit Perencanaan Teknik Jalan dan Wilayah. Versi 3, Tahun 1996 RDS berdasarkan perkembangan teknologi Informatika RDS dirubah menjadi program aplikasinya menjadi aplikasi Microsoft Excel oleh Sub Dit Perencanaan Teknik Jalan dan Wilayah. Versi 4, Tahun 1997 RDS program aplikasi dicoba mempergunakan Visual Basic oleh N.D. Lea International Ltd, in Association. Versi 5.00, Tahun 2003, RDS disesuaikan dengan spesifikasi 2002 oleh Sub Dit Penyiapan Standard dan Pedoman. Versi 5.01, Tahun 2005, RDS disesuaikan dengan spesifikasi 2003 oleh Sub Dit Penyiapan Standard dan Pedoman. Pada laporan ini penulis menggunakan versi ini. Beberapa prinsip utama dari RDS antara lain :

81 Penyeragaman dalam metoda pengambilan data lapangan dan metoda perencanaan untuk seluruh Indonesia, sehingga memudahkan dan mempercepat pemantauan (monitoring). Koordinasi pekerjaan lebih mudah, sehingga seluruh pekerjaan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan dikerjakan sesuai dengan metoda yang ditetapkan. Penyeragaman dokumen kontrak, sehingga memudahkan untuk mengadakan penyesuaian penyesuaian bila terdapat perubahan kebijakan dari Pemerintah. Seluruh kegiatan Perencanaan sampai dengan tahap PHO dapat disimpan dalam satu file perencanaan. Mempermudah Perencanan dalam mengerjakan beberapa perencanaan konstruksi perkerasan jalan, (dapat mendisain dalam beberapa alternatif disain dalam waktu yang bersamaan). Dalam program Betterment maupun Periodic Maintenance, RDS mulai berperan setelah adanya penentuan ruas-ruas jalan yang diindikasikan ke dalam program Betterment atau Periodic Maintenance. Hal terpenting yang harus diketahui daftar indikasi ini adalah panjang effektif sublink dari setiap ruas yang termasuk dalam program Betterment atau Periodic Maintenance dan lokasinya, sehingga dapat segera disiapkan

82 rencana pengumpulan data lapangan yang diperlukan untuk proses perencanaan teknis. b. PENGUMPULAN DATA LAPANGAN Untuk Perencanaan Teknis dengan menggunakan RDS, memerlukan data sebagai berikut : Data kekuatan jalan yang ada, yang diperoleh dengan pengukuran B/Beam (untuk jalan yang beraspal) atau dengan pengukuran CBR sub-grade menggunakan alat Dinamic Cone Penetrometer (untuk jalan tanah, jalan rusak dan pelebaran).

83 Data Geometrik Jalan Data sumber material Harga satuan Peta lokasi proyek yang menunjukkan secara pasti titik awal dan titik akhir proyek berikut datumnya. Data perkiraan kebutuhan lapangan lainnya ( contoh : Galian, Timbunan, dll ). Data Lalu Lintas - Pengukuran Kekuatan Jalan yang ada. Data Kekuatan Jalan diperlukan yaitu untuk menentukan ketebalan pelapisan tambahan yang diberikan. Pengukuran lendutan balik menggunakan Benkelman Beam. Pengukuran dilakukan untuk setiap 200 m (tergantung intervalnya). Peralatan yang diperlukan untuk pengukuran ini adalah : Truk dengan beban gandar belakang kira-kira 8.2 ton Jembatan Timbang atau alat timbang Portable Benkelman Beam lengkap dengan Dial Rambu-rambu pengaman Meteran Alat tulis ( kapur, ballpoint, dll ) Formulir lapangan

84 - Pengukuran CBR menggunakan Dynamic Cone Penetrometer Seperti pada pengukuran B/Beam, pengujian DCP pun dilakukan setiap 200 m (tergantung intervalnya), tetapi hanya dilakukan pada jalan tanah, kerikil dan jalan beraspal yang lapisan permukaannya sudah terkelupas. Pengukuran dilakukan di sumbu jalan pada permukaan sub-grade ( bila terdapat lapisan kerikil, harus digali hingga mencapai permukaan subgrade ). Peralatan dan metoda pelaksanaan dapat dipelajari dalam buku petunjuk pelaksanaan survey. - Pemeriksaan Geometrik Jalan Yang diamati dalam pemeriksaan ini adalah kondisi rata-rata jalan untuk setiap 200 meter jalan yang dilalui. Tetapi bila ada permasalahan pada daerah antar interval maka permasalahan tersebut harus diamati dan pada saat mendisain permasalahan tersebut harus dimasukan.

85 c. Pembagian Apikasi RDS RDS merupakan suatu paket program yang terdiri dari beberapa subpaket program, yaitu : RDSINPUT yaitu : Sub-paket program untuk mengisi data data proyek RDSESA yaitu : Sub-paket program untuk perhitungan beban lalu lintas pada suatu ruas jalan dalam suatu umur rencana tertentu. RDSSORT yaitu : Sub-paket program yang digunakan untuk menganalisa data lapangan sebelum digunakan dalam perencanaan (Disain). RDS DISAIN yaitu : Merupakan program utama untuk perhitungan perencanaan teknis konstruksi jalan dengan menggunakan hasil dari analisa RDSESA, RDSSORT dan data tambahan lainnya.

86 RDSBID yaitu : Sub-paket program untuk mencetak Bid Schedule dan Engineering Estimate. SUMMARY yaitu : Sub-paket program untuk membuat summary. c.1. RDSINPUT Pada sub-paket program dapat dilakukan pengisian data data umum mengenai proyek.

87 Gambar 2.4 Tampilan RDSINPUT c.2. RDS ESA merupakan Sub-paket program untuk perhitungan beban lalu lintas pada suatu ruas jalan dalam suatu umur rencana tertentu ditambah koreksi terhadap VDF (Vehicle Damage Factor).

88 Gambar 2.5 Tampilan RDSESA Dalam sub-paket program ini dilakukan perhitungan sebagai berikut: Vehicle Damage Factor (VDF) adalah Faktor perusak yang ditimbulkan oleh masing masing kendaraan. Tabel Vehicle damage factor (VDF) VDF (V 1 ) Vehicle Type Flat Arterial Rolling Arterial/Flat Collector Local HB MT HT

89 Klasifikasi kendaraan yang digolongkan pada Aplikasi RDS adalah: 1. M+B+T : Mobil penumpang, bus Sedang, truk kecil, minibus, oplet, pick up, mikro truk, dll. 2. HB : bus besar 3. MT : truk sedang 4. HT & TT : truk berat dan truk tandem Average Vehicle Damage Factor (Avg VDF) Merupakan Faktor perusak kendaraan yang telah dirata ratakan Avg VDF = V 1 (T T 2 ) dimana; V 1 = vehicle damage factor T 1 = tahun pertama lalu lintas dibuka T 2 = koefisen kendaraan L = umur rencana Average Daily Traffic (Avg ADT) Merupakan Volume lalu lintas harian (24 jam) rata rata, pada suatu penempatan spesifik

90 Avg ADT = ADT dimana; r 1 = angka pertumbuhan lalu lintas sebelum jalan dibuka r 2 = angka pertumbuhan lalu lintas setelah jalan dibuka T 0 = tahun saat survey dilakukan ADT = jumlah masing masing kendaraan Equivalent Standart Axle (ESA) Merupakan akumulasi ekivalen beban sumbu standar (8.2 T) ESA x 10 6 = dimana; Avg ADT i = Volume lalu lintas harian (24 jam) rata rata Avg VDF i = Faktor perusak kendaraan rata rata c.3. RDSSORT Merupakan sub-paket program untuk pengisian data data yang diukur di lapangan, yaitu:

91 - Lebar perkerasan yang ada (m) - Nilai lendutan Benkelman beam (mm) - CBR / California Bearing Ratio (%)

92 Gambar 2.6 Tampilan RDSSORT ISIAN Setelah data data telah dimasukkan pada isian, maka selanjutnya akan dilakukan pengelompokan untuk 4 kriteria, yaitu: - Lebar - BB / Benkelman Beam - RCI - CBR Pada proses ini dibutuhkan kehati hatian dalam melakukan isian data, jika terdapat kesalahan maka harus mengulang dari awal.

93 Gambar 2.7 Tampilan RDSSORT PENGELOMPOKAN Apabila proses pengelompokan telah selesai, maka selanjutnya dilakukan pengisian data data geometrik. Adapun hal penting yang terdapat pada proses ini adalah : - Existing jenis perkerasan Diisi dengan (kode type perkerasan yang ada), yaitu: 1 = jalan tanah 2 = jalan kerikil 3 = macadam terbuka 4 = burtu 5 = burda 6 = lapen 1 lapis 7 = lapen 2 lapis 8 = lasbutag 9 = AC

94 10 = NACAS 11 = HRS - Tingkat penanganan (Treatment Code) Diisi dengan (kode tingkat penanganan) yang sesuai dengan IRMS atau bila tidak ada, diisi sesuai dengan penanganan yang diinginkan. Pemeliharaan Rutin dan Penunjangan : P 01 = Rutin P 02 = Penunjangan Pelaburan : P 11 = Burtu P 12 = Burda Rehabilitasi / Pemeliharaan : P 21 P 22 P 23 Peningkatan Jalan : P 31 P 32 P 33 P 41 P 51

95 P 52 P 53 Gambar 2.8 Kode Penanganan (Treatment Code) menurut IRMS c.4. RDS DESAIN Sub paket program inilah yang menentukan tebal lapisan perkerasan rencana, dengan menggunakan data hasil RDSESA dan RDSDORT.

96 Gambar 2.9 Tampilan RDSDESIGN Secara umum, rumus yang dipakai aplikasi RDS untuk menghitung tebal lapisan perkerasan : t = dimana. t = tebal lapisan tambah (cm) D = lendutan rencana (mm) L = total lalu lintas selama umur rencana (juta,equivalent 8.2T)

97 Sumber : Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan metode lendutan dengan nomor : Pd. T B (Bina Marga 2005) Gambar 2.10 Alat Benkelman Beam

98 NO HAL MN/01/83 Pd T B RDS CBR - - ( data CBR dimasukkan pada RDSSORT) (1. Bila pemeriksaan dilakukan (1. Bila pemeriksaan dilakukan pada musim pada musim kemarau, Ca = 1.1) kemarau, Ca = 1.2) 2 Faktor Musim (Ca) (2. Bila pemeriksaan dilakukan pada 2. Bila pemeriksaan dilakukan pada musim (diisi pada RDSINPUT baris CUACA ) musim hujan, Ca = 1.0) hujan, Ca = 0.9) Faktor Koreksi 3 Beban Uji Faktor Koreksi 4 Temperatur Faktor Koreksi 5 Stabilitas Marshall 6 Desain Perkerasan Cumulative 7 Equivalent Standart Axle 8.2 T - (FK B-BB = 77,343 x (beban uji dalam ton) (-2,0715) ) (diisi pada RDSINPUT baris BEBAN GANDAR ) (T t, T b, T L ) (T t, T b, T L ) - - Berlaku hanya untuk tingkat penanganan overlay (lapisan permukaan saja) (AE 18KSAL=365 x N x KSAL ) (Nilai Stabilitas Marshall mempengaruhi tebal - lapis tambah penyesuaian, FK TBL ) Memiliki keunggulan dalam mendesain, dimana Berlaku hanya untuk tingkat penanganan overlay terdapat berbagai tingkat penanganan, sehingga (lapisan permukaan saja) desain tebal lapisan tidak hanya permukaan saja (merupakan hasil dari RDSESA dalam (CESA = ) ESA x 10 6 ) 8 Index Traffic Number (% kend.berat & % kend ringan) (ITN kb = kend.berat x angka ekivalen kend) (ITN kr = kend.ringan x angka ekivalen kend) - (tetapi dalam pengertian berbeda, ada 4 kelompok) : 1. M+B+T 3. MT 2. HB 4. HT & TT Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang (STA ), 2008.

99 Tabel Perbedaan Metode MN/01/83, Pd T B, dan Metode Aplikasi RDS 5.01 Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang (STA ), 2008.

100 BAB III PEMBAHASAN Tahapan Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan Pada Proyek Peningkatan Jalan Provinsi Binjai Timbang Lawang (Sta Sta ) Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Bagan Alir (Flow Chart) di bawah ini: LATAR BELAKANG TUJUAN PEMBAHASAN MEMBANDINGKAN HASIL PERHITUNGAN TEBAL LAPIS TAMBAHAN OLEH PERENCANA DENGAN HASIL PERHITUNGAN PENULIS PEMBATASAN MASALAH - BEBAN OVERLOAD YANG MELINTASI JALAN DIANGGAP BEBAN STANDAR SESUAI JENIS KENDARAAN - PERHITUNGAN TEBAL LPIS TAMBAH OLEH PENULIS HANYA MENCAKUP PADA STA STA TINJAUAN PUSTAKA PENGUMPULAN DATA DATA PRIMER SURVEI VOLUME LALU LINTAS DATA SEKUNDER - DATA BENKELMAN BEAM - DATA VOLUME LALU LINTAS - DATA CBR - DATA MARSHALL STABILITY - MANUAL PEMERIKSAAN PERKERASAN JALAN DENGAN ALAT BENKELMAN BEAM (NO.01/MN/B/1983) - ANALISA KOMPONEN PD T B (BINA MARGA 2005) ROADWORKS DESIGN SYSTEM (RDS 5.01) TENTUKAN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN PEMBAHASAN KESIMPULAN

101 III.1 Pelaksanaan Peralatan yang digunakan: 1. Truk dengan spesifikasi standar sebagai berikut: Berat kosong ( 5 ± 0,1 ) ton. Jumlah gandar 2 buah dengan roda belakang ganda. Beban masing-masing roda belakang ban ganda ( 4,08 ± 0,045 ) ton. Ban dalam keadaaan kondisi baik dan dari jenis kembang halus ( zig zag ) dengan ukuran 25,4 x 50,8 cm. Tekanan angin ban ( 5,5 ± 0,07 ) kg/cm ( 80 psi ). Jarak sisi kedua bidang kontak ban dengan permukaan jalan cm. 2. Alat Benkelman Beam terdiri dari 2 batang yang mempunyai panjang total pada umumnya (366 ± 0,16) cm yang terbagi menjadi dua bagian dengan perbandingan 1 : 2 oleh sumbu o, dengan perlengkapan sebagai berikut: a. Arloji pengukur, berskala mm dengan ketelitian 0,01 mm b. Alat penggetar (busser) c. Alat pendatar (waterpass) 3. Pengukur tekanan yang dapat mengukur tekanan angin ban minimum 80psi. 4. Thermometer C dengan Pembagian skala 1 0 C. 5. Rolmeter 3 dan 30,00 m. 6. Formulir lapangan. 7. Minyak arloji alkohol murni.

102 8. Perlengkapan keamanan bagi petugas dan tempat pemeriksaan. 9. Tanda batas kecepatan lalu lintas. 10. Tanda petunjuk lalu lintas. 11. Tanda lampu peringatan jika dilakukan malam hari. 12. bendera merah kuning yang dipasang pada truk. Prosedur pelaksanaan: 1. Persiapan Alat: Truk dimuati sebuah beban (misal batu atau tanah) hingga berat truk menjadi berat standart (8,2 ton), dan beban masing masing roda belakang ban ganda 4,1 ton. Ban belakang diperiksa dan tekanan angin pada ban dibuat 80 psi (5,5 ± 0,07 kg/cm 2 ) dan diukur tiap 4 jam sekali. Pasang batang Benkelman Beam sehingga sambungan kaku. Periksa arloji pengukur, dan untuk mengurangi karat bersihkan dengan alkohol murni. Pasang arloji pengukur pada tangkai sedemikian rupa sehingga batang arloji pengukur berarah vertikal terhadap rangka Benkelman Beam. 2. Jalannya pemeriksaan: Tentukan titik titik pemeriksaan. Tentukan titik pada permukaan jalan yang akan diperiksa dan beri tanda dengan kapur tulis.

103 3. Pusatkan salah satu ban ganda pada titik telah ditentukan tersebut. Jika yang diperiksa sebelah kiri jalur jalan, maka yang dipusatkan adalah ban kiri truk dan sebagainya. 4. Tumit batang Benkelman Beam diselipkan ditengah ban tersebut, sehingga tepat berada dibawah pusat muatan sumbu gandar dan batang Benkelman Beam/dengan arah truk. 5. Atur ketiga kaki sehingga batang Benkelman Beam dalam keadaaan mendatar. 6. Lepaskan kunci Benkelman Beam sehingga batang tersebut dapat digerakkan turun naik. 7. Aturlah batang arloji pengukur sehingga bersinggung dengan bagian atas dari batang belakang. 8. Hidupkan penggetar untuk memeriksa kestabilan jarum arloji pengukur. 9. Setelah jarum arloji pengukur stabil, atur jarum pada angka nol, sampai kecepatan perubahan jarum sebesar 0,01 mm/menit, atau sampai 3 menit. Catat pembacaan ini sebagai pembacaan awal. 10. Jalankan truk perlahan-lahan maju kedepan dengan kecepatan maksimum km/jam sejauh 6,00 m. Setelah truk berhenti, arloji pengukur dibaca setiap menit atau sampai 3 menit. Catat pembacaan ini sebagai pembacaan akhir. 11. Catat suhu permukaan jalan dan suhu udara pada tiap titik pemeriksaan (dapat dilihat pada Lampiran II). 12. Periksa kembali data data yang telah diperoleh.

104 III.2 Perhitungan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (overlay) III.2.1 Metode Pd T B (Bina Marga 2005) 1. Perhitungan untuk seluruh stasiun ( ) Hasil lendutan dengan Benkelman Beam pada proyek Peningkatan Jalan Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang Kabupaten Langkat adalah pada seksi 3 (section IV). Seksi 3 (section IV) Sta = 2,08 mm Sta = 1,38 mm Sta = 1,32 mm Sta = 1,78 mm Sta = 1,34 mm Sta = 2,70 mm Sta = 1,32 mm Sta = 2,65 mm Sta = 4,27 mm Sta = 4,19 mm Gambar 3.1 Grafik lendutan balik pada Sta

105 Tabel 3.1 Data Lendutan hasil pengujian dengan alat Benkelman Beam Sta Beban Uji Lendutan balik/bb (mm) Temperatur ( o C) (ton) d 1 d 2 d 3 T u T p T t T b T L

106 Data teknis : Data lalu lintas harian rata rata : Kendaraan penumpang (2,0 ton) = 135 kend/hari/2 arah Minibus, Oplet (2,5 ton) = 144 kend/hari/2 arah Pick Up, Micro Truk (6,0 ton) = 160 kend/hari/2 arah Bus sedang (8,0 ton) = 14 kend/hari/2 arah Bus besar (9 ton) = 42 kend/hari/2 arah Truk sedang (8,3 ton) = 390 kend/hari/2 arah Truk 3 sumbu (25 ton) = 10 kend/hari/2 arah Jumlah = 95 kend/hari/2 arah Tahun Pengamatan Data (T 0 ) = 2006 Tahun Awal Pelaksanaan (T 1 ) = 2008 Panjang Jalan Efektif = 25,6 km Nomor Ruas = 023 Perkembangan lalu lintas (r) Umur rencana (UR) Fungsi jalan Lebar Perkerasan Rata-rata Lebar Bahu Jalan = 5% /tahun = 5 tahun = Primer kolektor = 6 m = 2 x 0.5 m Kelandaian Jalan = 2 % Jenis perkerasan Data Lendutan Benkleman Beam Gambar Peta Situasi = AC WC dan AC BC = lampiran II = lampiran IV

107 Perhitungan nilai lendutan balik Benkelman Beam terkoreksi. Seksi 3 (Sta ) (n s = 10) NILAI LENDUTAN BENKELMAN BEAM TERKOREKSI Sta Beban Uji Lendutan balik/bb Temperatur ( o C) Koreksi Koreksi Lendutan Terkoreksi (mm) Koreksi pada Temperatur Musim Beban Standart (Ft) (ton) d 1 d 2 d 3 T u T p T t T b T L (Ca) (FK B-BB) d B= 2(d 3 -d 1 )xftxcaxfk B-BB d B Faktor Musim (Ca); - bila survey dilakukan pada musim kemarau maka Ca = bila survey dilakukan pada musim hujan maka Ca = 0.9 Faktor Koreksi Beban (FK B-BB) ; (FK B-BB) = x (beban uji dalam ton) ( ) Jumlah Lendutan balik rata-rata (d R ) Jumlah titik (n s ) 10 Deviasi standart (s)

108 a. Faktor keseragaman (FK) Untuk menentukan tingkat keseragaman lendutan menggunakan Rumus 15, yaitu : FK = (s/d R ) x 100% = (1,167/2,349) x 100% = 49,68% b. Nilai lendutan balik yang mewakili satu seksi jalan/lendutan wakil (D wakil atau D sbl ov ) Fungsi jalan adalah untuk jalan primer kolektor, maka D dapat dihitung dengan menggunakan rumus 18: D sbl ov = d rata-rata + 1,64 s = 2,302+1,64(1,167) = 4,178 mm c. Menentukan faktor hubungan antara umur rencana dengan perkembangan lalu lintas (N) Jika; r = 5 % n = 5 tahun Dengan menggunakan tabel hubungan antara umur rencana (UR) dengan perkembangan lalu lintas (r) maka diperoleh, N = 5,66 Atau dengan menggunakan rumus 19; N = ½

109 N = ½ N = 5,66 d. Menentukan koefisien distribusi kendaraan (C) Dari tabel 1, dengan lebar jalan 6 m (L = 6 m) Maka jumlah lajurnya = 2 Jumlah lajur = 2, dan 2 arah. Dari tabel 2 nilai C = 0,50 e. Menentukan angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E) Angka ekivalen kendaraan (E) untuk masing masing kendaraan dapat dilihat pada Lampiran I (Tabel III) dimana;

110 NO Type Kendaraan E 1 Kendaraan penumpang 0, Minibus, Oplet 0, Pickup, Micro Truk 0, Bus sedang 0, Bus besar 0, Truck sedang 0, Truk 3 sumbu 2, Truk semi trailler 6, Truk trailler 10,1829 f. Perhitungan Akumulasi beban sumbu standart (CESA) CESA = CESA kendaraan penumpang = 135 x 365 x 0,00045 x 0,50 x 5,66 = 62,752 CESA Minibus, Oplet = 144 x 365 x 0,00110 x 0,50 x 5,66 = 163,619 CESA Pickup, Micro Truk = 160 x 365 x 0,05937 x 0,50 x 5,66 = 9812,199 CESA Bus sedang = 14 x 365 x 0,18764 x 0,50 x 5,66 = 2713,518 CESA Bus besar = 42 x 365 x 0,30057 x 0,50 x 5,66 = 13039,899 CESA Truck sedang = 390 x 365 x 0,21741 x 0,50 x 5,66 = 87583,727 CESA Truk 3 sumbu = 10 x 365 x 2,7416 x 0,50 x 5,66 = 28319,357 CESA total = ,071 CESA total = ,071 ESA CESA total = 0,142 x 10 6 ESA

111 g. Menghitung ledutan rencana / ijin (D rencana atau D stl ov ) dapat menggunakan Gambar 4 Kurva D atau dengan rumus 18. Jika menggunakan gambar 4 kurva D; - tarik garis vertikal searah positif pada CESA = 0,142 x 10 6 ESA - pertemuan garis CESA pada kurva D dihubungkan ke D rencana Jika menggunakan rumus ; 1,438 mm x (0,142x10 6 ) (-0,2307)

112 h. Menghitung tebal lapis tambah (H o ) sesuai Gambar 5 atau dengan menggunakan rumus 19 sebagai berikut ; Ho = Ho = Ho = 18,46 cm i. Menentukan koreksi tebal lapis tambah (Fo) Lokasi ruas jalan Binjai Timbang Lawang, diperoleh temperatur perkerasan rata rata tahunan (TPRT) = 35,4 o C. Dengan menggunakan Gambar 2 atau dengan menggunakan Rumus 20 maka faktor koreksi tebal lapis tambah (Fo) diperoleh : Fo = x Fo = x Fo = 1,00 j. Menghitung tebal lapis tambah terkoreksi (Ht) dengan menggunakan Rumus 21 yaitu : Ht = Ho x Fo Ht = 18,46 x 1,00 Ht = 18,46 cm

113 k. Menentukan Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FK TBL ) Berdasarkan data yang diperoleh, Marshall Stability = 1041 kg. Maka dengan menggunakan tabel faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian; Modulus Resilien,M R (MPa) Stabilistas Marshall (kg) FK TBL 3000 Min , Min , Min ,23 Maka; FK TBL = 0.85 l. Menghitung tebal lapis tambah koreksi Ht = Ho x FK TBL Ht = 18,46 x 0.85 Ht = 15,689 cm ~ 16 cm Karena lapisan perkerasan terdiri dari 2 lapisan yaitu AC WC dan AC-BC, maka tebal untuk setiap lapisan adalah: AC-WC AC-BC = 4 cm (berdasarkan syarat spesifikasi bahan) = Ht (AC-WC) = 16 4 = 12 cm

114 GAMBAR SUSUNAN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN

115 Dari hasil perhitungan pada seksi III ini, terdapat hasil perhitungan yang mencurigakan yaitu pada Perhitungan Faktor Keseragaman (FK). Faktor Keseragaman (FK) didapat 49,68%. Nilai FK ini tidak bisa dipakai untuk menghitung lapis tambah perkerasan, karena nantinya akan mendapatkan hasil tebal perkerasan tambahan yang sangat besar dan tidak cocok untuk lapis tambah lagi, melainkan dilakukan rekonstruksi (perbaikan yang dimulai dari lapisan pondasi bawah). Adapun nilai FK ini diduga kemungkinan pada titik titik tertentu nilai lendutan melonjak tinggi akibat kerusakan setempat, untuk itu data data yang melonjak tersebut dikeluarkan dari perhitungan, namun di lokasi dimana data melonjak harus mendapat perhatian khusus dengan melakukan perbaikan setempat sebelum melakukan pelapisan tambah, misalnya melakukan perbaikan tanah terlebih dahulu. Gambar 3.1 Grafik lendutan balik pada Sta

116 Dari grafik lendutan balik diatas terdapat 3 nilai lendutan extreme (melonjak tinggi), yaitu pada : Sta = 2,70 mm Sta = 4,27 mm Sta = 4,19 mm Sehingga nilai nilai lendutan yang melonjak ini dikeluarkan dari perhitungan, dan dilakukan perhitungan ulang kembali. 2. Perhitungan Ulang (Sta ) dengan mengeluarkan nilai lendutan pada Sta , Sta , Sta Hasil lendutan dengan Benkelman Beam pada proyek Peningkatan Jalan Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang Kabupaten Langkat adalah pada seksi 3 (section IV). Seksi 3 (section IV) Sta = 2,08 mm Sta Sta Sta Sta Sta Sta = 1,38 mm = 1,32 mm = 1,78 mm = 1,34 mm = 1,32 mm = 2,65 mm

117 Gambar 3.1 Grafik lendutan balik pada Sta Tabel 3.1 Data Lendutan hasil pengujian dengan alat Benkelman Beam Sta Beban Uji Lendutan balik/bb (mm) Temperatur ( o C) (ton) d 1 d 2 d 3 T u T p T t T b T L

118 Data teknis : Data lalu lintas harian rata rata : Kendaraan penumpang (2,0 ton) = 135 kend/hari/2 arah Minibus, Oplet (2,5 ton) = 144 kend/hari/2 arah Pick Up, Micro Truk (6,0 ton) = 160 kend/hari/2 arah Bus sedang (8,0 ton) = 14 kend/hari/2 arah Bus besar (9 ton) = 42 kend/hari/2 arah Truk sedang (8,3 ton) = 390 kend/hari/2 arah Truk 3 sumbu (25 ton) = 10 kend/hari/2 arah Jumlah = 895 kend/hari/2 arah Tahun Pengamatan Data (T 0 ) = 2006 Tahun Awal Pelaksanaan (T 1 ) = 2008 Panjang Jalan Efektif = 25,6 km Nomor Ruas = 023 Perkembangan lalu lintas (r) Umur rencana (UR) Fungsi jalan Lebar Perkerasan Rata-rata Lebar Bahu Jalan = 5% /tahun = 5 tahun = Primer kolektor = 6 m = 2 x 0.5 m Kelandaian Jalan = 2 % Jenis perkerasan Data Lendutan Benkleman Beam Gambar Peta Situasi = AC WC dan AC BC = lampiran II = lampiran IV

119 Perhitungan nilai lendutan balik Benkelman Beam terkoreksi. Seksi 3 (Sta ) (n s = 7) NILAI LENDUTAN BENKELMAN BEAM TERKOREKSI Sta Beban Lendutan balik/bb Temperatur ( o C) Koreksi pada Koreksi Uji Koreksi Lendutan Terkoreksi (mm) Temperatur Beban Musim (Ca) (ton) d 1 d 2 d 3 T u T p T t T b T L Standart (Ft) (FK B-BB) d B= 2(d 3 -d 1 )xftxcaxfk B-BB 2 d B Faktor Musim (Ca); Jumlah bila survey dilakukan pada musim kemarau maka Ca = 1.2 Lendutan balik - bila survey dilakukan pada musim hujan maka Ca = rata-rata (d R ) Faktor Koreksi Beban (FK B-BB) ; Jumlah titik (ns) (FK B-BB) = x (beban uji dalam ton) ( ) 7 Deviasi standart (s) 0.515

120 a. Faktor keseragaman (FK) Untuk menentukan tingkat keseragaman lendutan menggunakan Rumus 15, yaitu : FK = (s/d R ) x 100% = (0,515/1,694) x 100% = 30,4% b. Nilai lendutan balik yang mewakili satu seksi jalan/lendutan wakil (D wakil atau D sbl ov ) Fungsi jalan adalah jalan primer kolektor, maka D dapat dihitung dengan menggunakan rumus 18: D sbl ov = d rata-rata + 1,64 s = 1,694+1,64(0,515) = 2,538 mm c. Menentukan faktor hubungan antara umur rencana dengan perkembangan lalu lintas Jika; r = 5 % n = 5 tahun Dengan menggunakan tabel hubungan antara umur rencana (UR) dengan perkembangan lalu lintas (r) maka diperoleh, N = 5,66 Atau dengan menggunakan rumus 19;

121 N = ½ N = ½ N = 5,66 d. Menentukan koefisien distribusi kendaraan (C) Dari tabel 1, dengan lebar jalan 6 m (L = 6 m) maka jumlah lajurnya = 2 Jumlah lajur = 2, dan 2 arah. Dari tabel 2 nilai C = 0,50

122 e. Menentukan angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E) Angka ekivalen kendaraan (E) untuk masing masing kendaraan dapat dilihat pada Lampiran I (Tabel III) dimana; NO Type Kendaraan E 1 Kendaraan penumpang 0, Minibus, Oplet 0, Pickup, Micro Truk 0, Bus sedang 0, Bus besar 0, Truck sedang 0, Truk 3 sumbu 2, Truk semi trailler 6, Truk trailler 10,1829 f. Perhitungan Akumulasi beban sumbu standart (CESA) CESA = CESA kendaraan penumpang = 135 x 365 x 0,00045 x 0,50 x 5,66 = 62,752 CESA Minibus, Oplet =,144 x 365 x 0,00110 x 0,50 x 5,66 = 163,619 CESA Pickup, Micro Truk = 160 x 365 x 0,05937 x 0,50 x 5,66 = 9812,199 CESA Bus sedang = 14 x 365 x 0,18764 x 0,50 x 5,66 = 2713,518 CESA Bus besar = 42 x 365 x 0,30057 x 0,50 x 5,66 = 13039,899 CESA Truck sedang = 390 x 365 x 0,21741 x 0,50 x 5,66 = 87583,727 CESA Truk 3 sumbu = 10 x 365 x 2,7416 x 0,50 x 5,66 = 28319,357 CESA total = ,071

123 CESA total = ,071 ESA CESA total = 0,142 x 10 6 ESA g. Menghitung ledutan rencana / ijin (D rencana atau D stl ov ) dapat menggunakan Gambar 4 Kurva D atau dengan rumus 18. Jika menggunakan gambar 4 kurva D; - tarik garis vertikal searah positif pada CESA = 0,142 x pertemuan garis CESA pada kurva D dihubungkan ke D rencana Jika menggunakan rumus ; 1,438 mm x (0,142x10 6 ) (-0,2307)

124 h. Menghitung tebal lapis tambah (H 0 ) sesuai Gambar 5 atau dengan menggunakan rumus 19 sebagai berikut ; Ho = Ho = Ho = 10,1 cm i. Menentukan koreksi tebal lapis tambah (Fo) Lokasi ruas jalan Binjai Timbang Lawang, diperoleh temperatur perkerasan rata rata tahunan (TPRT) = 35,4 o C. Dengan menggunakan Gambar 2 atau dengan menggunakan Rumus 20 maka faktor koreksi tebal lapis tambah (Fo) diperoleh : Fo = x Fo = x Fo = 1,00 j. Menghitung tebal lapis tambah terkoreksi (Ht) dengan menggunakan Rumus 21 yaitu : Ht = Ho x Fo Ht = 10,1 x 1,00 Ht = 10,1 cm

125 k. Menentukan Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FK TBL ) Berdasarkan data yang diperoleh, Marshall Stability = 1041 kg. Maka dengan menggunakan tabel faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian; Modulus Resilien,M R (MPa) Stabilistas Marshall (kg) FK TBL 3000 Min , Min , Min ,23 Maka; FK TBL = 0.85 l. Menghitung tebal lapis tambah koreksi Ht = Ho x FK TBL Ht = 10,1 x 0.85 Ht = 8,59 cm ~ 9 cm Karena lapisan perkerasan terdiri dari 2 lapisan yaitu AC WC dan AC-BC, maka tebal untuk setiap lapisan adalah: AC-WC AC-BC = 4 cm (berdasarkan syarat spesifikasi bahan) = Ht (AC-WC) = 9 4 = 5 cm

126 GAMBAR SUSUNAN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN

127 PERHITUNGAN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN seksi KM-KM Σd (Σd) 2 (Σd 2 ) d R s FK Ht Jenis & Tebal Lapisan N PATOK (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (%) (cm) (cm) A B C D E G G H I J K (section IV) 7 11,86 140,647 21,681 1,69 0,51 30,4 9 9 = 4 AC-WC + 5 AC-BC

128 II. Dengan Aplikasi RDS 5.01 (Roadworks Design System) Aplikasi Roadworks Design System (RDS) ini memiliki beberapa subprogram yaitu : 1. RDSINPUT 2. RDSESA 3. RDSSORT 4. RDSDESIGN 5. SUMMARY

129 Tampilan Utama Aplikasi RDS 5.01

130 Tampilan RDINPUT

131 Tampilan RDSESA

132 Tampilan RDSSORT

133 Tampilan RDSDESIGN

134 Tampilan RDSDESIGN

135 Tampilan SUMMARY

136 Hasil Analisa Aplikasi RDS 5.01 Rangkaian Stasiun ke Stasiun Jarak Stasiun ke Stasiun Lebar yang ada Lebar Disain Bahu Jalan Aspal Jenis dan ketebalan bahu jalan Kiri Kanan Lebar Disain Permukaan Permukaan Bawah Kiri/Kanan ke AC WC 5.0 AC BC 15Agg B ke AC WC 5.0 AC BC 15Agg B ke AC WC 5.0 AC BC 15Agg B ke AC WC 5.0 AC BC 15Agg B ke AC WC 5.0 AC BC 15Agg B ke AC WC 5.0 AC BC 15Agg B ke AC WC 5.0 AC BC 15Agg B ke AC WC 5.0 AC BC 15Agg B ke AC WC 5.0 AC BC 15Agg B

137 GAMBAR SUSUNAN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN

138 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN IV.1 Kesimpulan Dari pembahasan yang telah penulis lakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil perhitungan tebal lapis tambahan (overlay) Sta Sta Jurusan Binjai Timbang Lawang yang dilakukan penulis; A. Metode Pd T B Tebal Lapisan Tambahan sebesar 9 cm; JENIS DAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN Aspal Permukaan Permukaan Bawah 4 cm AC-WC 5 cm AC-BC Metode ini hanya dapat digunakan untuk tingkat penanganan tebal lapis tambahan (overlay) pada permukaan saja. B. Aplikasi Roadworks Design System (RDS 5.01) Tebal Lapisan Tambahan sebesar; JENIS DAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN Aspal Gravel Permukaan Permukaan Bawah Bahu Jalan 4 cm AC-WC 5 cm AC-BC 15 cm Agregat B Metode ini dapat digunakan untuk berbagai tingkat penanganan mulai dari overlay sampai rekonstruksi.

139 Sedangkan hasil perhitungan tebal lapisan perkerasan tambahan (overlay) yang direncanakan oleh Konsultan Perencana adalah: JENIS DAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN Aspal Gravel Permukaan Permukaan Bawah Pondasi Bahu Jalan 4 cm AC-WC 6 cm AC-BC 16 cm Agregat A 16 m Agregat B 2. Perbedaan tebal lapisan tambahan yang diperoleh Penulis dengan Konsultan Perencana adalah pada Aspal Permukaan bawah sebesar 1 cm. Selain itu perencana juga melakukan penambahan Agregat A pada bagian pondasi sebesar 16 cm. IV.2 Saran 1. Pertimbangan pertimbangan teknis terutama harus diberikan pada daerah daerah kritis seperti daerah dengan lendutan balik yang jauh lebih besar dibandingkan dengan daerah di sekitarnya. 2. Pembagian segmen / section jalan yang lebih banyak akan memungkinkan didapatkan faktor keseragaman yang lebih kecil.

140 LAMPIRAN I DATA LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)

141

142 LAMPIRAN II ANGKA EKIVALEN BEBAN SUMBU KENDARAAN (E)

143

144 LAMPIRAN III DATA TEMPERATUR HARIAN RATA RATA TAHUNAN (TPRT) UNTUK BEBERAPA KOTA DI INDONESIA

145

146

147

148 LAMPIRAN IV DATA CBR (CALIFORNIA BEARING RATIO)

149

150 LAMPIRAN V GRAFIK GUITAR BINJAI TIMBANG LAWANG

151

152 LAMPIRAN VI DATA LENDUTAN BENKELMAN BEAM

153 LAMPIRAN VII GRAFIK LENDUTAN BALIK

154

155 LAMPIRAN VIII HASIL MARSHALL AC - BC

156 LAMPIRAN IX DESAIN PERKERASAN PERENCANA BINJAI TIMBANG LAWANG

157

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG Reza Wandes Aviantara NRP : 0721058 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk. Dengan demikian, ketersediaan

Lebih terperinci

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA PERKERASAN JALAN BY DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA Perkerasan Jalan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :

Lebih terperinci

Sumber : SNI 2416, 2011) Gambar 3.1 Rangkaian Alat Benkelman Beam

Sumber : SNI 2416, 2011) Gambar 3.1 Rangkaian Alat Benkelman Beam BAB III LANDASAN TEORI A. Benkelman Beam (BB) Menurut Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan Pd. T-05-2005-B, tebal lapis tambah (overlay) merupakan lapis perkerasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan pada penelitian penulis yang berjudul Perbandingan Tebal Perkerasan Lentur Metode Manual Desain Perkerasan 2013 dengan Metode AASHTO 1993 (Studi Kasus: Jalur JLS Ruas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas umum,yang berada pada permukaan tanah, diatas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Menurut Totomihardjo (1995), perkerasan adalah suatu lapis tambahan yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus yang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Jalan Jalan merupakan suatu akses penghubung asal tujuan, untuk mengangkut atau memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Infrastrukur jalan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA 0+900 2+375) Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM. EVALUASI PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR METODE PT T-01-2002-B DENGAN METODE SNI-1732-1989-F DAN METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN PADA PAKET RUAS JALAN BATAS KOTA SIDIKALANG BATAS PROVINSI

Lebih terperinci

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN MAKALAH Disusun untuk Memenuhi Tugas Rekayasa Perkerasan Jalan DOSEN PEMBIMBING Donny DJ Leihitu ST. MT. DISUSUN OLEH NAMA : KHAIRUL PUADI NPM : 11.22201.000014 PROGRAM

Lebih terperinci

PENENTUAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR BERDASARKAN LENDUTAN BALIK PADA RUAS JALAN WANAYASA BATAS PURWAKARTA SUBANG ABSTRAK

PENENTUAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR BERDASARKAN LENDUTAN BALIK PADA RUAS JALAN WANAYASA BATAS PURWAKARTA SUBANG ABSTRAK PENENTUAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR BERDASARKAN LENDUTAN BALIK PADA RUAS JALAN WANAYASA BATAS PURWAKARTA SUBANG Dinar Ryan Ariestyand NRP: 0121027 Pembimbing : Tan Lie Ing, S.T., M.T. ABSTRAK

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN

STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil RINTO

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

PERENCANAAN LAPIS TAMBAHAN PERKERASAN JALAN DENGAN METODE HRODI (RUAS JALAN MELOLO WAIJELU) Andi Kumalawati *) ABSTRACT

PERENCANAAN LAPIS TAMBAHAN PERKERASAN JALAN DENGAN METODE HRODI (RUAS JALAN MELOLO WAIJELU) Andi Kumalawati *) ABSTRACT PERENCANAAN LAPIS TAMBAHAN PERKERASAN JALAN DENGAN METODE HRODI (RUAS JALAN MELOLO WAIJELU) Andi Kumalawati *) ABSTRACT The condition of street damage at route of Melolo waijelu (Km 53+130, Km 68+133)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana

Lebih terperinci

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas: 17 BABUI LANDASAN TEORI 3.1 Perkerasan Jalan Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas: 1. Konstmksi perkerasan lentur ("fleksibel pavement"), yaitu perkerasan yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan Menggunakan Metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 1. Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Baru a. Umur Rencana Penentuan umur rencana

Lebih terperinci

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015 Reka Racana Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN Nomor 02/M/BM/2013 FAHRIZAL,

Lebih terperinci

A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR

A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR Kontruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dapadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban

Lebih terperinci

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM. ANALISIS PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DAN PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN SAMPING PADA PROYEK PELEBARAN JALAN PANJI BATAS KABUPATEN DAIRI-DOLOK SANGGUL LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah

Lebih terperinci

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN Citra Andansari NRP : 0221077 Pembimbing Utama : Ir. Silvia Sukirman Pembimbing Pendamping : Ir. Samun Haris, MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang digunakan berupa batu pecah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Klasifikasi Jalan Menurut Peraturan Pemerintah (UU No. 22 Tahun 2009) Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pada dasarnya jalan memiliki umur pelayanan dan umur rencana. Dengan berjalannya waktu tingkat pelayanan jalan akan berkurang, oleh karena itu untuk menjaga tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(www.thefreedictionary.com/underpass;

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(www.thefreedictionary.com/underpass; BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Underpass Underpass adalah tembusan di bawah sesuatu terutama bagian dari jalan atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(www.thefreedictionary.com/underpass; 2014). Beberapa

Lebih terperinci

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM. EVALUASI PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR METODE SNI 2002 PT T-01-2002-B DENGAN METODE SNI 1732-1989-F PADA PAKET RUAS JALAN BATAS KOTA TARUTUNG BATAS KAB. TAPANULI SELATAN (SECTION

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN A. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB IV METODE PENELITIAN A. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: BAB IV METODE PENELITIAN A. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI 1732-1989-F DAN Pt T-01-2002-B Pradithya Chandra Kusuma NRP : 0621023 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalulintas. Agregat yang dipakai antara lain adalah batu pecah,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Disusun Oleh: FIQRY PURNAMA EDE

TUGAS AKHIR. Disusun Oleh: FIQRY PURNAMA EDE TUGAS AKHIR PERANCANGAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN JALAN (OVERLAY) DENGAN METODE LENDUTAN BALIK MENGGUNAKAN ALAT BENKELMEN BEAM (BB) (Studi Kasus Ruas Jalan Imogiri Timur Sta 09+000 Sampai Sta 11+200)

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BATAS DELI SERDANG DOLOK MASIHUL-BATAS TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BATAS DELI SERDANG DOLOK MASIHUL-BATAS TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BATAS DELI SERDANG DOLOK MASIHUL-BATAS TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan oleh:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perencanaan dan perancangan secara umum adalah kegiatan awal dari rangkaian fungsi manajemen. Inti dari sebuah perencanaan dan perancangan adalah penyatuan pandangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Sebelum tahun 1920-an, desain perkerasan pada dasarnya adalah penentuan ketebalan bahan berlapis yang akan memberikan kekuatan dan perlindungan untuk tanah dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Menurunnya tingkat pelayanan jalan ditandai dengan adanya kerusakan pada lapisan perkerasan jalan, kerusakan yang terjadi bervariasi pada setiap segmen di sepanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA Awal mulanya jalan hanya berupa jejak manusia dalam menjalani kehidupannya dan berinteraksi dengan manusia lain (jalan setapak). Baru setelah manusia menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

VARIAN LENDUTAN BALIK DAN OVERLAY JALAN DURI SEI RANGAU

VARIAN LENDUTAN BALIK DAN OVERLAY JALAN DURI SEI RANGAU Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 216 ISSN: 2459-9727 VARIAN LENDUTAN BALIK DAN OVERLAY JALAN DURI SEI RANGAU Muhammad Shalahuddin Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Riau Email : mhdshalahuddin@gmail.com

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga 1987 1. Data Perencanaan Tebal Perkerasan Data perencanaan tebal perkerasan yang digunakan dapat

Lebih terperinci

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN KOTA BULUH BTS. KOTA SIDIKALANG KM KM TUGAS AKHIR

PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN KOTA BULUH BTS. KOTA SIDIKALANG KM KM TUGAS AKHIR PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN KOTA BULUH BTS. KOTA SIDIKALANG KM. 196.40 KM 198.40 TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan oleh RIZA BATARIN SIREGAR NIM.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Falling Weight Deflectometer (FWD) Menurut Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan Pd. T-05-2005-B, tebal lapis tambah (overlay) merupakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Benkelman Beam (BB) Menurut Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan Pd. T-05-2005-B,tebal lapis tambah (overlay) merupakan lapis perkerasan

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN LINGKAR MAJALAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS KOMPONEN SNI

ANALISIS TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN LINGKAR MAJALAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS KOMPONEN SNI ANALISIS TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN LINGKAR MAJALAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS KOMPONEN SNI 03-1732-1989 Irwan Setiawan NRP : 0021067 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, pertumbuhan ekonomi di suatu daerah juga semakin meningkat. Hal ini menuntut adanya infrastruktur yang cukup memadai

Lebih terperinci

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Lalu lintas Konstruksi perkerasan jalan menerima beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda-roda kendaraan. Besarnya tergantung dari berat total kendaraan, konfigurasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain BAB III LANDASAN TEORI A. Parameter Desain Dalam perencanaan perkerasan jalan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu berdasarkan fungsi jalan, umur rencana, lalu lintas, sifat tanah dasar, kondisi

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN Eka Prasetia 1)., Sutarto YM 2)., Eti Sulandari 2) ABSTRAK Jalan merupakan

Lebih terperinci

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Agustus 2014 Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perkerasan Jalan Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan yaitu : perkerasan lentur, perkerasan kaku dan gabungan dari keduanya

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Pada penelitian ini mengambil studi kasus pada ruas Jalan Goa Selarong, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan ruas jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk di suatu daerah, maka peranan sebuah jalan sangat penting sebagai prasarana perhubungan darat terutama untuk kesinambungan distribusi

Lebih terperinci

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT Oleh : Dwi Sri Wiyanti Abstract Pavement is a hard structure that is placed on the subgrade and functionate to hold the traffic weight that

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkerasan jalan raya dibagi menjadi dua jenis yaitu perkerasan kaku (Rigid Pavement) dan perkerasan lentur (flexible Pavement) dan pada perkerasan lentur terdapat

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN

ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana

Lebih terperinci

Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011

Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011 Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah ADITYA, HANGGA E 1., PRASETYANTO, DWI 2 1 Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakkan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama untuk menggerakkan roda perekonomian nasional, hal ini karena jalan memiliki peran penting dan strategis untuk mendorong

Lebih terperinci

Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014)

Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014) Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014) PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ANTARA BINA MARGA DAN AASHTO 93 (STUDI KASUS: JALAN LINGKAR UTARA PANYI NG KI RA N- B ARI BIS AJ AL E NGKA) Abdul Kholiq, S.T.,

Lebih terperinci

ANALISA KERUSAKAN PERKERASAN JALAN DITINJAU DARI DAYA DUKUNG TANAH DAN VOLUME LALU LINTAS

ANALISA KERUSAKAN PERKERASAN JALAN DITINJAU DARI DAYA DUKUNG TANAH DAN VOLUME LALU LINTAS ANALISA KERUSAKAN PERKERASAN JALAN DITINJAU DARI DAYA DUKUNG TANAH DAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Ruas Jalan Metro Tanjung Kari di Kecamatan Sekampung Lampung Timur STA 10+600 s/d 11+600) Ida Hadijah

Lebih terperinci

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR ( FLEXIBEL PAVEMENT) PADA PAKET PENINGKATAN STRUKTUR JALAN SIPIROK - PAL XI (KM KM. 115.

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR ( FLEXIBEL PAVEMENT) PADA PAKET PENINGKATAN STRUKTUR JALAN SIPIROK - PAL XI (KM KM. 115. ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR ( FLEXIBEL PAVEMENT) PADA PAKET PENINGKATAN STRUKTUR JALAN SIPIROK - PAL XI (KM. 114.70 KM. 115.80) LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh:

LAPORAN TUGAS AKHIR. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: EVALUASI PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR METODE SNI 2002 PT T-01-2002-B DENGAN METODE SNI-1732-1989-F PADA PAKET RUAS JALAN BATAS DOLOK SANGGUL SIBORONG BORONG LAPORAN TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kasifikasi Jalan Perencanaan peningkatan ruas jalan Bayah Cikotok yang berada di Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor menjadi Jalan Nasional.

Lebih terperinci

ROSEHAN ANWAR. Abstract

ROSEHAN ANWAR. Abstract ANALISA TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE SNI 1989 DAN METODE NCSA (NATIONAL CRUSHED ASSOCIATION DESIGN) PADA RUAS JALAN PENDIDIKAN KABUPATEN BALANGAN. ROSEHAN ANWAR Abstract Along with the development

Lebih terperinci

BAB III METODA PERENCANAAN

BAB III METODA PERENCANAAN BAB III METODA PERENCANAAN START PENGUMPULAN DATA METODA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU JALAN LAMA METODE BINA MARGA METODE AASHTO ANALISA PERBANDINGAN ANALISA BIAYA KESIMPULAN DAN SARAN

Lebih terperinci

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III NIM NIM

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III NIM NIM ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR (FLEXIBLE PAVEMENT) PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN AKSES KUALA NAMU DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SNI 1732 1989 F LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G 9 BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu-lintas. Jenis konstruksi perkerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Perkembangan Teknologi Jalan Raya Sejarah perkembangan jalan dimulai dengan sejarah manusia itu sendiri yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan

Lebih terperinci

PROGRAM KOMPUTER UNTUK DESAIN PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA

PROGRAM KOMPUTER UNTUK DESAIN PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA PROGRAM KOMPUTER UNTUK DESAIN PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA Vinda Widyanti Hatmosarojo 0021070 Pembimbing : Wimpy Santosa, ST., M.Eng., MSCE., Ph.D FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN

Lebih terperinci

STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA Said Jalalul Akbar 1), Wesli 2) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh Email:

Lebih terperinci

PERHITUNGAN KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR AKIBAT PENGARUH TEMPERATUR (STUDY LITERATUR) TUGAS AKHIR

PERHITUNGAN KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR AKIBAT PENGARUH TEMPERATUR (STUDY LITERATUR) TUGAS AKHIR PERHITUNGAN KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR AKIBAT PENGARUH TEMPERATUR (STUDY LITERATUR) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Lebih terperinci

KONSTRUKSI JALAN ANGKUT

KONSTRUKSI JALAN ANGKUT KONSTRUKSI JALAN ANGKUT Tujuan utama perkerasan jalan angkut adalah untuk membangun dasar jalan yang mampu menahan beban pada poros roda yang diteruskan melalui lapisan fondasi, sehingga tidak melampaui

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR Oleh : Andini Fauwziah Arifin Dosen Pembimbing : Sapto Budi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Bina Marga Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan saat melakukan survei visual adalah kekasaran permukaan, lubang, tambalan, retak, alur,

Lebih terperinci

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan BAB HI LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Konstruksi perkerasan lentur terdiri dan lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Tebal Perkerasan Dalam usaha melakukan pemeliharaan dan peningkatan pelayanan jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah daerah yang mengalami kerusakan

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V.1 TINJAUAN UMUM Dalam Bab ini, akan dievaluasi tanah dasar, lalu lintas, struktur perkerasan, dan bangunan pelengkap yang ada di sepanjang ruas jalan Semarang-Godong. Hasil evaluasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN START Jalan Lama ( Over Lay) Data data sekunder : - Jalur rencana - Angka ekivalen - Perhitungan lalu lintas - DDT dan CBR - Faktor Regional - Indeks Permukaan - Indeks Tebal

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

Perbandingan Kekerasan Kaku I Gusti Agung Ayu Istri Lestari 128

Perbandingan Kekerasan Kaku I Gusti Agung Ayu Istri Lestari 128 ABSTRAKSI GaneÇ Swara Vol. 7 No.1 Maret 2013 PERBANDINGAN PERKERASAN KAKU DAN PERKERASAN LENTUR I GUSTI AGUNG AYU ISTRI LESTARI Fak. Teknik Univ. Islam Al-Azhar Mataram Perkerasan jalan merupakan suatu

Lebih terperinci

PENGGUNAAN LIMBAH HANCURAN GENTENG SEBAGAI ALTERNATIF AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN HOT ROLLED ASPHALT

PENGGUNAAN LIMBAH HANCURAN GENTENG SEBAGAI ALTERNATIF AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN HOT ROLLED ASPHALT PENGGUNAAN LIMBAH HANCURAN GENTENG SEBAGAI ALTERNATIF AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN HOT ROLLED ASPHALT Irwanto Sinaga NRP : 0221038 Pembimbing : Prof. Ir. Bambang Ismanto S, M.Sc, Ph.D FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013 ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013 Ricky Theo K. Sendow, Freddy Jansen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi Email:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan konstruksi yang berfungsi untuk melindungi tanah dasar (subgrade) dan lapisan-lapisan pembentuk perkerasan lainnya supaya tidak mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan untuk menunjang dan menggerakkan bidang bidang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan untuk menunjang dan menggerakkan bidang bidang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi darat yang sangat dibutuhkan untuk menunjang dan menggerakkan bidang bidang kehidupan lainnya, terutama bidang perekonomian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting

BAB I PENDAHULUAN. Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting pada pengembangan kehidupan dalam memajukan kesejahteraan masyarakat. Jalan dikembangkan melalui

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058 BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR Proyek pembangunan areal parkir Rukan ini terdapat di areal wilayah perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058 m2. Berikut

Lebih terperinci

Perancangan Tebal Lapis Ulang (Overlay) Menggunakan Data Benkelman Beam. DR. Ir. Imam Aschuri, MSc

Perancangan Tebal Lapis Ulang (Overlay) Menggunakan Data Benkelman Beam. DR. Ir. Imam Aschuri, MSc Perancangan Tebal Lapis Ulang (Overlay) Menggunakan Data Benkelman Beam DR. Ir. Imam Aschuri, MSc RUANG LINGKUP Standar uji ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian perkerasan lentur jalan dengan

Lebih terperinci

Djoko Sulistiono, Amalia FM, Yuyun Tajunnisa Laboratorium Uji Material Program Diploma Teknik Sipil FTSP ITS ABSTRAK

Djoko Sulistiono, Amalia FM, Yuyun Tajunnisa Laboratorium Uji Material Program Diploma Teknik Sipil FTSP ITS ABSTRAK Tinjauan Teknis dan Ekonomi Penggunaan Aspal Beton dan Hot Rolled Sheet Sebagai Bahan Pelapisan Ulang Permukaan Jalan ( Kasus Ruas Widang Gresik Sta 7+150 s/d Sta 10+200 ) Djoko Sulistiono, Amalia FM,

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY) DAN PELEBARAN PERKERASAN LENTUR PADA PROYEK JALAN SEI RAMPAH-TANJUNG BERINGIN

PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY) DAN PELEBARAN PERKERASAN LENTUR PADA PROYEK JALAN SEI RAMPAH-TANJUNG BERINGIN PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY) DAN PELEBARAN PERKERASAN LENTUR PADA PROYEK JALAN SEI RAMPAH-TANJUNG BERINGIN TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Syarat Menyelesaikan Pendidikan Program Sarjana Sains

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan itu berfungsi untuk

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM 121+200 KM 124+200 JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR DIDI SUPRYADI NRP. 3108038710 SYAMSUL KURNAIN NRP. 3108038710 KERANGKA PENULISAN BAB I. PENDAHULUAN BAB

Lebih terperinci

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL 63 Bab V Analisa Data V.1. Pendahuluan Dengan melihat kepada data data yang didapatkan dari data sekunder dan primer baik dari PT. Jasa Marga maupun dari berbagai sumber dan data-data hasil olahan pada

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE AASHTO PADA RUAS

PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE AASHTO PADA RUAS PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE AASHTO PADA RUAS JALAN KALIANAK STA 0+000 5+350 SURABAYA TUGAS AKHIR Diajukan oleh : M.SULTHONUL

Lebih terperinci