ISOLASI BAKTERI DAN UJI AKTIVITAS KITINASE TERMOFILIK KASAR DARI SUMBER AIR PANAS TINGGI RAJA, SIMALUNGUN SUMATERA UTARA TESIS.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISOLASI BAKTERI DAN UJI AKTIVITAS KITINASE TERMOFILIK KASAR DARI SUMBER AIR PANAS TINGGI RAJA, SIMALUNGUN SUMATERA UTARA TESIS."

Transkripsi

1 ISOLASI BAKTERI DAN UJI AKTIVITAS KITINASE TERMOFILIK KASAR DARI SUMBER AIR PANAS TINGGI RAJA, SIMALUNGUN SUMATERA UTARA TESIS O l e h ICHE MARINA DEWI /BIO SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

2 ISOLASI BAKTERI DAN UJI AKTIVITAS KITINASE TERMOFILIK KASAR DARI SUMBER AIR PANAS TINGGI RAJA, SIMALUNGUN SUMATERA UTARA TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si) dalam Program Studi Biologi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh ICHE MARINA DEWI /BIO SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

3 Judul Tesis : ISOLASI BAKTERI DAN UJI AKTIVITAS KITINASE TERMOFILIK KASAR DARI SUMBER AIR PANAS TINGGI RAJA, SIMALUNGUN SUMATERA UTARA Nama Mahasiswa : Iche Marina Dewi Nomor Pokok : Program Studi : Biologi Menyetujui Komisi Pembimbing (Dr. Dwi Suryanto, M.Sc.) Ketua (Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc.) Anggota Ketua Program Studi, Direktur, (Dr. Dwi Suryanto, M.Sc.) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc.) Tanggal lulus : 26 September 2008

4 Telah diuji pada Tanggal : 26 September 2008 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Dr.Dwi Suryanto, M.Sc. Anggota : 1. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc 2. Dr. Delvian, SP.MP 3. Dr. Ir. Eddy Batara Mulya Siregar, MS

5 ABSTRAK Isolasi dan pengujian kitinase kasar bakteri termofilik penghasil kitinase telah dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, FMIPA USU dari Bulan Februari 2008 sampai dengan Juni Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengetahui suhu optimum aktifitas kitinase bakteri yang diisolasi dari sumber air panas Tinggi Raja. Lima isolat (TR1, TR2, TR3, TR4, TR5) telah diseleksi untuk pemeriksaan lebih lanjut. TR 4 dan TR 5 menunjukkan suhu optimum dari aktifitas kitinase adalah 60 o C dengan melepaskan µmol/ml dan µmol/ml N- asetilglukosamin,berturut-turut, kemudian TR 2 dan TR 3 menunjukan suhu optimum 65 o C dengan melepaskan µmol/ml dan 0,019 µmol/ml N-asetilglukosamin. Aktifitas kitinase TR1 belum dapat ditetapkan, sebab pada suhu 70 o C aktifitas masih meningkat. Kata kunci : Kitin, Bakteri Kitinase, Bakteri Termofilik, Kitinolitik Termofilik

6 ABSTRACT An isolation and examination of crude chitinase of thermofilic bacteria were carried out in Laboratory of Microbiology, Departement of Biologi, FMIPA, USU from Februari to June The objective of the study was to isolated and to know the optimum temperature of the chitinase activity of bacterial isolates from Tinggi Raja hot spring. Five isolates (TR1, TR2, TR3, TR4, TR5) were selected for futher study. TR4 and TR5 showed optimum temperature of chitinase activity at 60 o C by releasing µmol/ml and µmol/ml N-acetylglucosamine, respectively, while TR2 and TR3 showed optimum temperature at 65 o C by releasing µmol/ml and 0,019 µmol/ml N- acetylglucosamine, respectively. However, chitinase activity of TR1 have not been determinate yet since by of 70 o C the activity was still increase. Keyword : Chitin, Chitinase bacteria, thermofilic bacteria, chitinolitic thermofilic

7 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan berkat berlimpah, kesempatan dan kesehatan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul, Isolasi Bakteri dan Uji Aktivitas Kitinase Termofilik Kasar Dari Sumber Air Panas Tinggi Raja, Simalungun Sumatera Utara. Tesis ini ditulis untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Magister Sains di Program Studi S2 Biologi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Dalam penulisan tesis ini, saya banyak mendapat bantuan moril maupun materil, bimbingan petunjuk, saran-saran serta nasehat yang besar nilainya dalam penyelesaian tesis ini. Untuk itu perkenankan saya terlebih dahulu mengucapkan terima kasih banyak yang sedalam-dalamnya kepada : Ketua Komisi Pembimbing Dr.Dwi Suryanto, M.Sc, yang telah banyak membimbing dan memberi saran serta dorongan dengankesabaran selama saya menyusun usulan penelitian, menjalani penelitian sampai penyelesaian tesis ini. Pembimbing 2, Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc yang telah meluangkan waktu, membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian tesis ini.

8 Dosen Penguji Dr. Delvian, SP.MP dan Dr. Ir. Eddy Batara Mulya Siregar, MS yang telah bersedia dengan sabar membantu saya dalam penyempurnaan tesis ini. Secara khusus saya persembahkan pada yang tercinta Ir. Sunawardi, M.Si (suami), ananda Syifa Marini Thurfah dan ananda Ahmad Fauzan Syauqhi tiada kata yang setara untuk mengutarakan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas dukungan, cinta, kasih sayang, pengertian, pengorbanan dan kesabaran yang diberikan kepada saya. Segenap pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan moril. Atas segala jerih payah serta bantuan yang telah saya terima, kiranya Allah SWT berkenan membalasnya. Akhir kata saya menyadari sepenuhnya bahwa isi tesis ini masih memiliki kekurangan-kekurangan, maka saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar tesis ini dapat lebih baik. Saya berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat. Medan, 26 September 2008 Penulis Iche Marina Dewi

9 RIWAYAT HIDUP Iche Marina Dewi, lahir pada tanggal 7 Maret 1976 di Serui Irian Jaya, merupakan anak ke dua dari Bapak Djamidan dengan Ibu Sri Sukasih. Latar belakang pendidikan dan pengalaman yang pernah didapat adalah : 1. SD Inpres Serui, Irian Jaya : lulus SMPN 2 Banda Aceh : lulus SMAN 2 Banda Aceh : lulus Sarjana S1 Fakultas MIPA/ Biologi Unsyiah : lulus Guru SMAN 2 Kutacane : 2000-sekarang 6. Program Magister Biologi, SPs USU : 2006

10 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK.. ABSTRACT... UCAPAN TERIMA KASIH.... RIWAYAT HIDUP... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.. i ii iii v vi viii ix x BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Rumusan Masalah Hipotesis Manfaat Penelitian... 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Mikroorganisme Termofilik Kitin Kitinase Biosintesis Enzim Kitinase pada Mikroorganisme Klasifikasi Enzim Kitinase Metode Pemekatan Cairan Enzim dan Pengukuran Aktifitas Kitinase Kegunaan Enzim Kitinase Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktifitas Enzim 17

11 2.9. Deskripsi daerah sumber Air Panas Tinggi Raja, Sumatera Utara BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian Alat Dan Bahan Pengambilan Sampel Air Panas Preparasi Koloidal Kitin Preparasi Larutan Buffer Fosfat Pembuatan Larutan Mc Farland Isolasi dan Seleksi Bakteri Kitinase Karakterisasi Morfologi Dan Biokimia Bakteri Kitinase Ekstrak Kitinase Kasar Pengukuran Aktifitas Kitinase Kasar Berdasarkan Pengaruh Suhu Analisis Data. 26 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Seleksi Bakteri Kitinase Termofilik Karakterisasi Morfologi Dan Biokimia Bakteri Kitinase Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Kitinase Kasar. 35 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 43 DAFTAR PUSTAKA.. 44

12 DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 1. Struktur tabel sidik ragam Karakteristik morfologi bakteri kitinolitik termofilik asal Tinggi Raja Karakterisasi sifat biokimia isolat kitinolitik termofilik Aktivitas kitinase kasar pada suhu yang berbeda. 36

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman 1. Unit kitin 8 2. Mekanisme kerja enzim eksokitinase dan endokitinase Beberapa isolat dengan zona bening (a) di sekitar koloni bakteri (b) pada hari ketiga Diameter zona bening bakteri kitinolitik termofilik dalam uji nisbi Pewarnaan gram bakteri kitinolitik termofilik (perbesaran 16 X 100) Rataan aktivitas kitinase kasar (µgr/ml) pada berbagai suhu Pengaruh suhu terhadap kitinase total bakteri termofil Tinggi Raja.. 38

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman 1. Preparasi koloidal kitin Isolasi bakteri Penyiapan biakkan murni bakteri kitinolitik Karakterisasi sifat morfologi dan biokimia isolat Isolasi enzim kitinase kasar Penentuan aktifitas kitinase dengan variasi suhu Pembuatan kurva standar N-asetil Glukosamin Peta lokasi sumber isolat Pengamatan uji biokimia sederhana Data penentuan kurva standar GlcNAc dengan menggunakan spektrofotometer λ = 538 nm Daftar sidik ragam & uji duncan 5 isolat bakteri kitinase termofilik Tinggi Raja Foto-foto pengamatan sifat fisik air panas Tinggi Raja 63

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya sumber air panas sebagai media bagi pertumbuhan bakteri termofilik yang dikenal memproduksi enzim yang bernilai ekonomi. Namun sampai saat ini bakteri dari sumber air panas belum banyak dieksplorasi. Salah satu tempat di Indonesia yang memiliki beberapa sumber mata air panas, antara lain daerah panas bumi Tinggi Raja, di Desa Tinggi Raja, Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Manifestasi sumber air panas tersebut sampai saat ini hanya dimanfaatkan untuk obyek pariwisata pemandian air panas yang itupun pemanfaatannya belum optimal (Sundoro, 2006). Beberapa penelitian juga sudah diarahkan untuk pengelolaan energi pembangkit listrik tenaga air tetapi belum dapat diaplikasikan. Sumber mata air panas ini diduga memiliki potensi bakteri termofil yang belum dieksplorasi sebelumnya. Bakteri termofil merupakan bakteri dengan kemampuan bertahan hidup pada kondisi panas sampai dengan kondisi ekstrim panas, bahkan bakteri termofil ada yang mampu bertahan hidup pada suhu 250 o C (Vieille & Zeikus, 2001).Bakteri sebagai salah satu mikroorganisme yang berperan sebagai penghasil enzim yang paling banyak digunakan dibanding tanaman dan hewan. Sebagai sumber enzim, bakteri dianggap lebih menguntungkan karena pertumbuhannya cepat,

16 dapat tumbuh pada subtrat yang relatif murah, kondisi pertumbuhan dan rekayasa genetik dapat diatur serta mampu menghasilkan enzim yang ekstrim seperti pada suhu tinggi sangat menguntungkan dibidang industri dan penelitian ilmiah (Lestari, 2000). Pada tahun-tahun belakangan ini, enzim termostabil dari ekstrim termofil menjadi sangat penting karena sifat termostabilitas intrinsik dan resistensinya terhadap perubahan faktor-faktor fisik dan kimia. Enzim termostabil sangat penting dalam aplikasi bioteknologi dan industri, seperti dalam teknik-teknik biologi molekuler untuk kegunaan penelitian dan diagnostik (enzim yang memproses DNA dan RNA) dan kemampuan enzim mengubah tepung, makanan, pengelolaan sampah, sintesis organik, pembuatan kertas dan industri kulit. Hingga saat ini, lebih dari 70 genus dan 140 spesies termofil telah diisolasi dari berbagai lingkungan termis (George, 2001). Untuk lebih memanfaatan bakteri termofilik strain lokal, dilakukan studi terhadap enzim termostabil bakteri ini. Beberapa enzim yang telah diteliti antara lain selulase, amilase, protease, kreatinase, xylanase, kitinase dan lain lain. Penelitian tentang enzim kitinase telah dilakukan, baik uji potensi enzim bakteri kitinolitiknya hingga cara mempelajari gen yang menyandi enzim yang terlibat dalam proses proses kimiawi khususnya. Kitinase juga dihasilkan oleh jamur, tumbuhan tingkat tinggi, serangga, udang, kepiting, cumi-cumi dan artropoda lainnya (Rahayu, 2000). Di alam, polimer kedua terbanyak setelah selulosa adalah kitin. Indonesia sangat berpotensi menghasilkan kitin dan produk turunannya. Limbah cangkang rajungan di Cirebon saja berkisar 10 ton perhari yang berasal dari sekurangnya 20 industri kecil

17 (Lestari, 2000). Turunan kitin tersebut masih menjadi limbah yang dibuang dan menimbulkan masalah lingkungan. Pada hewan, kitin dikonversi menjadi monomer atau oligomernya dengan menggunakan enzim kitinase. Kitin juga merupakan sumber karbon dan nitrogen yang dimanfaatkan oleh bakteri kitinase (Poernomo, 2004). Kitinase merupakan enzim ekstraseluler yang berperan dalam pemecahan kitin. Secara umum kitinase diklasifikasikan atas endokitinase, eksokitinase dan β-1,4-nasetilglukosaminidase. Endokitinase adalah enzim yamg memotong acak ikatan β-1,4 bagian internal mikrofibril kitin dengan produk akhir yang bersifat mudah larut yaitu berupa N-asetilglukosamin dengan berat molekul rendah seperti kitotetraose. Eksokitinase merupakan enzim yang mengkatalisis secara aktif pembebasan unit unit diasetil kitobiose tanpa pembentukan unit unit monosakarida dan oligosakarida disebut eksokitinase, sedangkan β-1,4-n-asetilglukosaminidase merupakan kitinase yang bekerja pada pemutusan diasetilkitobiose, kitotriose, kitotetraose dan menghasilkan monomer GlcNAc (Harman et al, 1993). Kemampuannya menghidrolisis kitin pada suhu tinggi merupakan hal yang menarik dalam pengisolasian bakteri kitinase termofilik. Produk hidrolisis berupa derivat kitin banyak dimanfaatkan untuk keperluan medis, farmakologi, industri, pertanian, pakan ternak, kapsul obat dan obat-obatan seperti obat anti tumor dan anti kanker, juga sebagai agen pengendalian hama dan penyakit tanaman yang merupakan hal yang tergolong baru dalam ilmu pengetahuan.

18 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk : a. Mendapatkan bakteri kitinolitik termofilik, memperoleh isolat murni dan mengidentifikasi bakteri kitinolitik yang ditemukan b. Mengetahui suhu dan aktifitas kitinase optimum bakteri kitinolitik termofil dari sumber air panas Tinggi Raja c. Mengetahui pengaruh suhu terhadap aktifitas enzim kitinase termofil 1.3. Rumusan Masalah Penelitian dibatasi pada masalah-masalah yang berhubungan dengan penelitian ini saja, yaitu a. Ada tidaknya bakteri kitinolitik termofilik di sumber air panas Tinggi Raja b. Apakah bakteri yang ditemukan tersebut memiliki suhu optimum dalam proses produksi enzim kitinolitik termofil, c. Berapakah suhu optimum aktifitas kitinase termofilik kasar asal Tinggi Raja 1.4. Hipotesis Terdapat beberapa isolat bakteri kitinolitik termofilik Tinggi Raja yang memiliki aktifitas kitinase pada suhu optimum yang berbeda.

19 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya informasi mengenai sumber daya alam yang memiliki potensi bakteri kitinolitik (bioprospecting chitinase) dan memberi kontribusi bagi penelitian lebih lanjut dalam pemanfaatan enzim kitinase bakteri kitinolitik termofilik dari sumber air panas Tinggi Raja.

20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mikroorganisme Termofilik Berdasarkan suhu optimum pertumbuhan, mikroorganisme secara umum dibedakan atas psikrofil, mesofil, termofil, ekstrim termofil dan ultra termofil. Psikrofil hidup pada kisaran suhu o C, mesofil pada suhu o C dan termofil antara o C bahkan ada yang memiliki kemampuan hidup pada suhu ekstrim termofil yakni antara o C dan hipertermofil pada suhu di atas 85 o C (Rudiger, 1994). Bakteri yang mampu hidup pada kisaran suhu di atas 110 o C disebut bakteri ultratermofil (Sharmili & Ramasay, 2003). Termofilik didefinisikan sebagai organisme yang hidup pada suhu di atas 45 o C. Organisme ini telah memunculkan pengetahuan baru selama beberapa tahun belakangan. Minat para ilmuwan terhadap organisme termofil semakin tinggi terutama dipicu dengan adanya penemuan bakteri-bakteri yang dapat hidup pada suhu titik didih air atau bahkan lebih tinggi (Lestari, 2000). Termofil sangat menarik untuk dikaji baik dari sudut pandang ilmu dasar maupun terapan. Bidang penelitian dasar yang berkaitan yaitu biologi molekuler, genetika, biokimia, evolusi, taksonomi, ekologi dan asal usul kehidupan. Berdasarkan sudut pandang terapan atau bioteknologi, termofil merupakan sumber enzim-enzim yang unik dengan sifat spesifik, terutama yang tahan terhadap suhu tinggi. Contoh, penerapan

21 enzim termostabil yang telah dilakukan dalam bidang industri antara lain sebagai agen aktif dalam fermentasi bersuhu tinggi, proses penggolahan limbah dan proses pelarutan mineral (Lestari, 2000). Pemakaian enzim termostabil disamping tahan terhadap denaturasi panas, juga dapat meminimalkan resiko kontaminan dan dapat menggeser reaksi ke arah pembentukan produk (Rudiger, 1994). Penggunaan enzim termostabil dalam bioteknologi telah dapat menurunkan biaya operasi, disamping dapat meningkatkan kecepatan reaksi-reaksi biokimianya (Aguilar et al., 1998). Menurut Edwar (1991) dan Madigan (1997), mikroorganisme termofilik dapat diisolasi dari berbagai sumber, termasuk sumber air panas baik yang terdapat di darat maupun di laut, tanah yang selalu terkena sinar matahari, bahan yang mengalami fermentasi seperti kompos dan instalasi air panas. Bakteri termofil merupakan bakteri dengan kemampuan bertahan hidup pada kondisi panas sampai ekstrim panas, pada beberapa litelatur bahkan disebutkan ada yang mampu bertahan hidup pada suhu 250 o C (Vieille & Zeikus, 2001). Di Sumatera Utara kekayaan alam berupa sumber air panas terdapat di beberapa daerah. Pada kondisi hutan, dimana daun-daunan gugur, biji-bijian, rerumputan, serbuk sari dan bangkai serangga merupakan sumber bahan organik yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme yang terdapat di dalam sumber air panas tersebut. Hal ini memberikan peluang besar bagi mikroorganisme termofilik penghasil enzim hidrolitik ekstraselluler seperti protease, manase, amilase, kitinase dan xilanase pada sumber air

22 panas tersebut. Salah satu enzim termostabil yang banyak digunakan dalam bidang bioteknologi adalah enzim DNA polymerase yang biasa digunakan dalam proses PCR Kitin Kitin merupakan polimer N-asetilglukosamin yang cukup banyak ditemukan dalam dinding sel jamur dan eksoskeleton dari serangga dan krustasea (Cohen-Kupiec & Chet, 1998). Kitin (C 6 H 9 O 4. NHCOCH 3 ) n merupakan zat padat yang larut dalam asam-asam mineral pekat, tetapi tidak larut dalam air, pelarut organik, alkali pekat, dan asam mineral lemah. Dengan adanya ikatan hidrogen yang sangat kuat pada rantai kitin, membuat kitin tidak dapat larut dalam air dan membentuk fibril. Kitin dapat larut dalam fluoroalkohol dan asam mineral pekat. Koloidal kitin merupakan kitin yang banyak digunakan sebagai substrat dalam medium fermentasi (Haran et al., 1995). Satu unit kitin dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 1. Unit kitin (Cabib, 1987).

23 Berdasarkan pola penyusun rantai polimer, kitin fibril terbagi atas α-kitin, β-kitin, γ-kitin (Cabib, 1987). Pada α-kitin, rantai-rantai polimer yang berdekatan tersusun secara antiparalel. Bentuk ini banyak ditemukan pada jamur dan arthropoda. Jenis β- kitin mempunyai rantai polimer yang tersusun paralel, sedangkan γ-kitin fibrilnya masing-masing tersusun dari tiga rantai, dua rantainya tersusun paralel dan rantai ketiga antiparalel (Cabib, 1987). Sumber kitin bermacam-macam, namun secara komersial kitin dieksplorasi dari cangkang udang-udangan dan Crustacea. Sebanyak 50 60% dari limbah udang, dihasilkan 25% kitin dari 32% berat kering limbah tersebut (Meidina et al., 2005) Kitin terdapat melimpah di tanah dengan struktur dan karakteristik yang unik. Banyak hewan dan mikroorganisme (seperti jamur, dan alga) memberikan kontribusi terbanyak atas ketersedian kitin di dalam tanah Kitinase Secara umum enzim sering digunakan dalam proses produksi. Enzim yang digunakan pada umumnya berasal/diisolasi dari bakteri. Penggunaan enzim dalam proses produksi dapat meningkatkan efisiensi yang kemudian meningkatkan jumlah produksi. Bidang bioteknologi industri mengembangkan teknologi dan bioproses dengan segala ilmu pendukungnya, seperti mikrobiologi, rekayasa genetika, biokimia atau ilmu pendukung lainnya.bioproses, yang di dalamnya meliputi bidang produksi

24 antara lain antibiotika, asam amino, pengendalian limbah, ataupun enzim (Poernomo, 2004). Enzim adalah kelompok protein yang berperan penting dalam aktifitas biologi. Enzim berfungsi sebagai katalisator di dalam sel dan sifatnya sangat khas. Dalam jumlah yang kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga dalam keadaan normal tidak terjadi penyimpangan hasil reaksi. Karena enzim mengkatalisator reaksireaksi di dalam sistem biologis, maka enzim disebut sebagai biokatalisator (Murray, 2003). Di bidang industri, enzim yang digunakan sebagian besar diisolasi dari mikroorganisme. Pemilihan mikroorganisme sebagai sumber enzim mempunyai beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan yang diisolasi dari tanaman maupun dari hewan. Antara lain adalah sel mikroorganisme relatif lebih mudah ditumbuhkan, kecepatan pertumbuhan relatif lebih cepat, skala produksi sel lebih mudah ditingkatkan bila dikehendaki produksi yang lebih besar, biaya produksinya relatif rendah, kondisi selama produksi tidak tergantung oleh adanya pergantian musim dan waktu yang dibutuhkan dalam proses produksi lebih pendek (Poernomo & Purwanto, 2003). Enzim kitinase mampu mendegradasi kitin. Kitinase banyak dihasilkan oleh berbagai organisme seperti bakteri, fungi, tumbuhan tingkat tinggi, dan hewan. Organisme ini biasanya memiliki beragam gen kitinase yang ekspresinya diinduksi oleh ekstraseluler kitin dan derivatnya. Pada hewan, kitinase digunakan untuk mengkonversi kitin menjadi monomer atau oligomernya. Kitinase juga dimanfaatkan oleh bakteri

25 untuk asimilasi kitin sebagai sumber karbon dan nitrogen (Tsujibo et al., 1999). Sejumlah besar organisma memiliki enzim yang mampu menurunkan kitin fibril dan dikenal secara kolektif sebagai kitinase (Inbar & Chet, 1991). Kitinase menjadi perhatian yang besar, terutama karena peranannya dalam morfogenesis jamur dan parasitisme. Pemanfaatan enzim ini telah banyak dilakukan dalam aplikasi pengendalian hayati (Sahai & Manocha, 1993). Kitinase yang dihasilkan mikroorganisme memiliki berat molekul berkisar antara KDA. Pada bakteri, berat molekul antara KDA, sedangkan pada aktinomisetes yaitu atau lebih rendah (Wang et al, 1997). Bakteri kitinolitik merupakan bakteri yang kompeten memproduksi enzim kitinase dan memanfaatkan kitinase untuk asimilasi kitin sebagai sumber karbon dan nitrogen (Wu et al, 2001). Genus bakteri yang sudah banyak dilaporkan menghasilkan kitinase antara lain Aeromonas, Alteromonas, Chromobacterium, Enterobacter, Ewingella, Pseudoalteromonas, Pseudomonas, Serratia, Vibrio (Chernin et al, 1998). Beberapa spesies yang telah dipelajari antara lain Aeromonas sp, Bacillus cereus, B. licheniformis (Pleban et al, 1997), Clostridium sp, Enterobacter liquefaciens, Flavobacterium indolthecium, Klebsiella sp, Micrococcus colpogenes, Pseudomonas sp, Serratia marcencens, Vibrio parahaemaluticus, V. alginolyticus, Bacillus dan Pyrococcus (Gao et al, 2003) Di Indonesia, sejumlah bakteri yang mempunyai aktifitas enzim kitinase telah diisolasi dari berbagai sumber air panas di daerah Tompasso, Manado. Dari 45 isolat

26 yang didapat, Bacillus licheniformis MB-2 menunjukkan indeks kitinolitik yang terbesar (Jayanti, 2002). Enzim kitosanase yang dihasilkan dari isolat MB-2 telah pula dimurnikan dan dikarakterisasi (Chasanah, 2004) Biosintesis Enzim Kitinase Pada Mikroorganisme Pengaturan biosintesis enzim kitinase melalui sistem represor-induser. Kitin dan produk hasil degradasinya (oligomer/monomer) berperan sebagai induser (Sahai & Manocha, 1993). Glukosamin dapat menginduksi kitinase karena pada kitosan (kitin yang mengalami deasetilasi) masih terdapat sekitar 10 20% residu asetil (Sahai & Manocha, 1993). Pengaturan sintesis kitinase dipengaruhi juga oleh produk akhir (katabolit) berupa GlcNAc dan glukosa. Kitin yang dipreparasi dengan hidrolisis parsial dengan HCl 10 N akan menghasilkan koloidal kitin yang mampu menginduksi kitinase kompleks seperti N-asetilglukosaminidase, endokitinase dan kitobiosidase pada Aeromonas caviae (Inbar & Chet, 1991), Enterobacter agglomerans (Chernin et al., 1995) dan Trichoderma harzianum (Haran et al., 1995). Kemampuan menginduksi sintesis kitinase dipengaruhi kemampuan sel mikroorganisme untuk mengenal struktur fisik kitin seperti susunan rantai. Beberapa mikroorganisme memproduksi protein seperti lektin yang mengikat secara khusus kristal α-kitin. Sel juga dapat mengenal derajat deasetilasi dari jumlah glukosamin dan GlcNAc relatif yang dibebaskan selama degradasi kitin.

27 2.5. Klasifikasi enzim kitinase Kitinase poli 1,4 β (2 asetamido 2 deoksi D glukosaminide) glikanohidrolase adalah enzim yang menghidrolisis ikatan β-1,4-asetamido 2 deoksi-d-glikosida dari kitin dan kitodekstrin (Bielka et al., 1984). Mekanisme proses hidrolisis tersebut tergantung dari tipe-tipe kitinase dan kemampuan mengkatalisis dengan produk akhir yang berbeda. Polimer N-asetilglukosamin yang cukup banyak ditemukan dalam dinding sel jamur dan eksoskeleton dari serangga dan krustasea, dimana kesamaan rangkaian peptida telah digunakan untuk mengelompokkan kitinase ke dalam lima kelas. Kelas I, II, dan IV terdiri dari kitinase yang bersumber dari tanaman dan secara struktural tidak berhubungan dengan kelas III dan V. Kitinase kelas III diperoleh terutama dari tumbuhan dan jamur, sedangkan kelas V mewakili sebagian besar bakteri kitinase (Cohen-Kupiec & Chet, 1998). Sistim tata nama dan penggolongan enzim kitinase masih banyak menimbulkan kerancuan. Harman et al., (1993) membagi kitinase dalam tiga tipe yaitu: a. Eksokitinase (belum memiliki nomor entry dalam Enzyme Nomenclature) dinamakan juga kitobiosidase atau kitin 1,4-β-khitobiosidase, yaitu enzim yang mengkatalisis secara aktif pembebasan unit-unit diasetilkitobiose tanpa ada unitunit monosakarida atau oligosakarida yang dibentuk (Gambar 2). Pemotongan hanya terjadi pada ujung non reduksi mikrofibril kitin dan tidak secara acak.

28 b. Endokitinase (EC ) yaitu enzim yang memotong secara acak ikatan β - 1,4 bagian internal mikrofibril kitin (Gambar 2). Produk akhir yang terbentuk berupa oligomer pendek N-asetilglukosamin (GlcNAc) yang mempunyai berat molekul rendah seperti kitotetraose, kitotriose dengan didominasi oleh diasetilkitobiose. Produk yang dihasilkan bersifat mudah larut. c. β -1,4 N asetilglukosamidase (EC ) adalah suatu enzim kitinolitik yang bekerja pada pemutusan diasetilkitobiose, kitotriose dan kitotetraose dengan menghasilkan monomer-monomer GlcNAc. Aktifitas enzim Gambar 2. Mekanisme kerja enzim eksokitinase dan endokitinase (Sahai & Manocha, 1993)

29 2.6. Metode pemekatan cairan enzim dan pengukuran aktifitas kitinase Enzim yang berada pada cairan kultur belum 100% terdiri atas protein enzim yang diinginkan, sehingga perlu pemurnian untuk memisahkannya dari senyawa-senyawa lain. Tahap awal dalam pemurnian enzim adalah pemekatan medium kultivasi. Pemekatan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu ultrafiltrasi, liofiliasi dan mengendapkan protein dengan ammonium sulfat, aseton, etanol, atau polietilen glikol (PEG) (Scopes, 1994). Pemekatan enzim kitinase dari Streptomyces dengan ammonium sulfat pada kejenuhan 70% dan etanol dingin, dapat meningkatkan kemurnian enzim berturut-turut 5 dan 3,5 kali dibanding enzim kasarnya (Lloyd et al., 1965). Sementara itu Singh et al.,(1999) menyatakan bahwa protein kitinase dari Streptomyces sp. 385 yang dipekatkan dengan polietilen glikol (PEG), kemurniannya meningkat sebanyak 11,9 kali dibanding enzim kasarnya. Pengendapan protein dengan ammonium sulfat adalah cara yang paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena ammonium sulfat mudah didapatkan, harganya relatif murah, bersifat menstabilkan enzim serta dapat mencegah aktifitas enzim proteolitik. Garam ammonium sulfat konsentrasi 2-3 M dapat menstabilkan enzim selama beberapa tahun. Kelemahannya adalah tidak dapat mengendapkan seluruh protein yang telah larut dan bila mengandung logam dapat merusak enzim (Scopes, 1994).

30 Pengukuran aktifitas kitinase dalam memecah kitin dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti yang disebutkan Jeaniaux (1966) dan Cabib (1987) yaitu : a. Berdasarkan pengurangan substrat. 1). Metode turbidimetri (nepelometri) yaitu mengukur variasi turbiditas (kekeruhan) suspensi koloidal kitin selama kitinolisis. Pengukuran ini hanya cocok untuk enzim dengan aktifitas tinggi tapi bersifat cepat dan akurat. Misalnya pengukuran aktifitas enzim endokitinase. 2). Metode viskosimetri yaitu pengukuran aktifitas enzim kitinase terhadap derivat kitin yakni kitosan, glikol kitin atau karboksimetilkitin yang ditandai dengan terjadinya pengurangan viskositas substrat. b. Berdasarkan pembentukan produk akhir yaitu GlcNAc (Metode Reissig, 1955). Yaitu pengukuran secara kolorimetrik produk akhir berupa GlcNAc yang dibebaskan dari kitin dengan p-dimetilaminobenzaldehida. µmol GlcNAc yang dibebaskan selama 1 jam dalam kondisi yang ditetapkan dianggap sebagai satu unit aktifitas kitinase c. Spectrometer Assay Yaitu proses yang menggunakan subtrat dari kromogen 3,4, dinitrofenil tetra N- asetilkitotetraose. d. Radiometer Assay. Pengukuran produk diuji dengan menentukan radioaktifitasnya setelah penghilangan kitin yang belum dipecah dengan cara penyaringan atau disentrifugasi.

31 Pengujian ini untuk mengetahui sensitifitas enzim kitinase dengan menggunakan subtrat yang berlabel 14 C atau 3 H. 2.7 Kegunaan enzim kitinase Enzim kitinase berperanan penting dalam kontrol fungi patogen tanaman secara mikoparasitisme. Kemampuan beberapa spesies sebagai mikroorganisme biokontrol yang sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan fungi patogen tanaman dikaitkan dengan kemampuannya menghasilkan enzim kitinase (Paulitz & Belanger, 2001). Kitinase yang diproduksi mikroorganisme dapat menghidrolisis struktur kitin, senyawa utama penyusun dinding sel tabung kecambah spora dan miselia, sehingga jamur tidak mampu menginfeksi tanaman (Priyatno et al., 2000). Kitinase mendapat perhatian yang besar, terutama karena peranan mereka dalam morfogenesis jamur dan parasitisme. Kepentingan enzim ini dalam banyak aplikasi kontrol biologi juga telah didokumentasikan (Sahai & Manocha, 1993). Salah satu contoh penyakit sasaran yang potensial dikendalikan dengan mikroorganisme kitinolitik adalan penyakit karat daun kedelai yang disebabkan jamur Phakopsora pachyrhizi Syd (Priyatno et al., 2000). Kemampuan bakteri untuk memproduksi kitinase sangat bervariasi, mungkin disebabkan perbedaan kecil pada gen yang mengkodenya (Tronsmo & Harman, 1993). Variasi ini tidak saja terlihat dari jumlah aktifitas kitinase total yang diproduksi setiap speciesnya, tetapi juga pada jenis kitinase yang dihasilkan. Semua enzim yang dapat

32 mendegradasi kitin, disebut kitinase total atau kitinase non-spesifik (Nugroho et al., 2003). 2.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktifitas Enzim Enzim mampu mempercepat reaksi kimia paling sedikit 1 juta kali lebih cepat dari reaksi yang tidak dikatalis. Laju reaksi yang dikatalis enzim lebih cepat dari katalis lain. Dalam sintesis enzim, parameter lingkungan sangat mempengaruhi (Darwis & Sunarti, 1992). Aktifitas suatu enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ph, konsentrasi subtrat dan enzim, suhu dan adanya aktivator atau inhibitor (Lehninger, 1998). ph berpengaruh karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi ph. Hal ini menyebabkan daerah katalitik dan konformasi enzim jadi berubah. Perubahan ph juga menjadi penyebab denaturasi protein dan megakibatkan hilangnya aktifitas enzim. Untuk mempelajari enzim, terlebih dahulu harus dicari ph optimum dengan menggunakan buffer yang sesuai (Girindra, 1993). Pengaruh suhu terlihat pada reaksi-reaksi kimia, karenanya reaksi yang dikatalisis enzim peka terhadap suhu. Hal ini disebabkan karena enzim merupakan struktur protein pula yang akan mengalami denaturasi jika suhunya dinaikan dan menyebabkan menurunnya daya kerja enzim. Girindra (1993) menyebutkan bahwa kecepatan enzim bereaksi dipengaruhi pada konsentrasi enzim yang berperan sebagai katalisator. Suatu reaksi yang dikatalis oleh

33 enzim terlebih dahulu terbentuk komplek enzim subtrat (ES), yang kemudian terurai menjadi enzim dan produknya. Aktifitas enzim sendiri diperbesar dengan adanya aktifator yang mengaktifkan enzim. Aktifator tersebut dapat berupa logam dan non logam yang merupakan zat-zat non spesifik yang menggiatkan proses enzimatis. Umumnya aktivator ini merupakan bahan yang tahan panas dan berberat molekul relatif rendah (Baldwin, 1973) Deskripsi Daerah Sumber air Panas Tinggi Raja, Sumatera Utara Tinggi Raja merupakan objek pariwisata cagar alam dan sumber air panas/belerang. Sampai sekarang ini pengelolaannya masih ditangani oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kadis Kehutanan Propinsi Sumatera Utara (Khairul, 2007). Sumber air panas berada pada satu bukit kapur sekitar setengah hektar. Ada tiga bukit, masing-masing di arah selatan, timur dan barat. Ketiganya dihubungkan dengan retakan yang seolah membelah bukit. Retakan inilah tempat luapan air panas, dengan lebar yang beragam mulai cm, tinggi cipratan air rata-rata 30 cm 1 m (Khairul, 2007). Sumber air panas Tinggi Raja kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun terletak dalam suatu lokasi cagar alam (CA) dengan luas 176 ha di desa Tinggi Raja. Berjarak 80 Km dari Pematang Siantar dan 116 km dari Desa Tinggi Raja. Peta lokasi pengambilan sumber isolat dapat dilihat pada Lampiran 8.

34 Secara geografis Tinggi Raja terletak di antara 3º 08 s.d 3º 09 lintang Utara dan 98º s.d 98º bujur timur. Berdasarkan letak pada ketinggian di atas permukaan laut (dpl) maka Cagar Alam Tinggi Raja terletak pada ketinggian sampai dengan 450 m dpl. Cagar Alam ini terletak di antara desa Dolok Merawa dan dusun Bahoan (BKSDA Sumatera Utara, 2003). Tanah di kawasan Cagar Alam Tinggi Raja sebagian besar termasuk ke dalam struktur tanah laterit berkapur dengan humus yang tipis (terutama pada kawasan yang dekat dengan endapan kapur), ph tanah 6,5 >7. Keadaan iklim menurut klasifikasi Scmith dan Ferguson, dikelompokkan ke dalam iklim tipe A yaitu dengan curah hujan berkisar antara mm per tahun, dengan suhu rata-rata saat ini antara 24-30ºC (BKSDA Sumatera Utara, 2003)

35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Sampel air yang diduga mengandung bakteri termofilik diambil dari sumber air panas Tinggi Raja, di Desa Tinggi Raja, Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Isolasi, identifikasi sederhana dan pengujian bakteri dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Pelaksanaan kegiatan penelitian dilakukan dari Februari sampai Juli Alat dan Bahan Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah air dari sumber air panas Tinggi Raja sebagai sumber pengambilan isolat. Media koloidal kitin yang dipreparasi dengan HCl 10 N. Media Garam Minimum Kitin tersusun atas MgSO 4.7H 2 O 0,5 gram, MnCl 2 0,001 gram, KH 2 PO 4 0,3 gram, K 2 HPO 4 0,7 gram, FeSO 4.7H 2 O 0,01 gram, ZnSO 4 0,001 gram dipreparasi dalam 1000 ml aquadest steril (Atlas, 1990). Tepung agar-agar, indikator ph, bahan pewarnaan bakteri (kristal violet, iodin, aseton alkohol dan safranin). Untuk uji biokimia menggunakan media SIM, TSIA, SA, SCA, 2H 2 0 2, gelatin dan oksidase.

36 Peralatan yang dibutuhkan yaitu cawan petri, tabung reaksi, ose, hoki stik, kapas, alumunium foil, label, lampu Bunsen, voter, inkubator, otoklaf, botol sampel, botol erlenmeyer, pipet, propipet, kuvet, termometer, ph meter merek Hanna, GPS 60 merek Garmin, termos, sentrifus merek IEC Minimax, jangka sorong, shaker water bath merek Jilabo, mikroskop, spektrofotometer merek Shimadzu Pengambilan Sampel Air Panas Sampel air sebagai sumber isolat diambil dan disimpan dalam botol sampel yang telah disterilkan. Isolasi bakteri dilakukan di laboratorium. Suhu dan ph air diukur pada saat pengambilan sampel air, juga pengukuran koordinat tempat pengambilan sampel air dengan menggunakan Geography Posisioning System (GPS) Preparasi Koloidal Kitin Koloidal kitin diperoleh dengan cara pembuatan koloidal kitin menurut metode Arnold dan Solomon (1986). Dalam metode ini digunakan 20 gram kitin diperoleh dari Laboratorium Penelitian FMIPA-USU. Kitin dihaluskan dan dilarutkan dalam 400 ml asam klorida, lalu didiamkan 24 jam pada suhu 4 o C, kemudian disaring dengan glass wool dan diambil filtratnya. Filtrat ditambah 200 ml aquades dingin dan 10 N natrium hidroksida sampai ph 7, disentrifus pada kecepatan 6000 rpm selama 20 menit hingga berbentuk pelet. Pelet diresuspensi aquades, disentrifus 15 menit dan disimpan pada suhu 4 o C (Rochima, 2006). Preparasi koloidal kitin disajikan dalam diagram alur pada Lampiran 1.

37 3.5. Preparasi Larutan Buffer Fosfat Larutan buffer fosfat terdiri atas KH 2 PO 4 (Y) dan K 2 HPO 4 (X). Untuk ph yang diinginkan yaitu 7,0 maka X gram yang dibutuhkan 8,6722 gram/l dan Y gram yang dibutuhkan 0,0218 gram/l. Larutan X dan Y diencerkan sampai 200 ml (Sudarmadji & Bambang, 1984) Pembuatan Larutan Mc Farland Untuk pembuatan larutan Mc Farland, bahan-bahan yang digunakan yaitu BaCl 2 (1,175% 10/v. BaCl 2.2H 2 O) dan H 2 SO 4 (1% v/v). Komposisi larutan Mc Farland ádalah 0,05 ml 0,048 M BaCl 2 (1,175% 10/v. BaCl 2.2H 2 O) pada 99,5 ml dari 0,35 N H 2 SO 4 (1% v/v) (Lorian, 1980) Isolasi Dan Seleksi Bakteri kitinase Sebanyak 1 ml air dari sumber air panas diinokulasikan ke dalam 10 ml media kitin padat dengan komposisi koloidal kitin ditambahkan garam minimum, tepung agar dan aquadest sesuai formulasi. Kultur tersebut disimpan dalam inkubator pada suhu termofil, 60 o C. Kultur bakteri yang hidup dan membentuk zona halo diambil. Zona halo di sekitar koloni membuktikan bahwa bakteri tersebut adalah bakteri kitinase yang mampu mendegradasikan kitin (Rahayu, 2000). Bakteri kitinase tersebut dibiakkan kembali pada media agar garam minimum kitin berikutnya agar diperoleh biakan murni. Isolat murni di inkubasi pada suhu 60 o C

38 selama 1-5 hari. Zona halo diukur dengan menggunakan jangka sorong berdasarkan penampakan nilai hidrolisisnya. Alur kerja dipaparkan pada Lampiran 2 dan Karakterisasi Morfologi dan Biokimia Bakteri Kitinase Isolat kemudian diseleksi lagi berdasarkan Indeks Kitinolitik (IK) yaitu perbandingan diameter halo dengan diameter koloni untuk memperoleh isolat yang potensial. Isolat yang telah diseleksi kemudian diidentifikasi secara morfologi untuk mengetahui bentuk sel, jenis gram bakteri, motilitas, spora, sifat aerob/anaerob (Rahayu, 2000). Pengamatan motilitas dengan menggunakan medium semi padat Sulfide Indol Motility (SIM), untuk mengamati sifat pewarnaan gram digunakan safranin, iodin, aseton alkohol dan kristal violet. Uji biokimia meliputi uji sitrat (Simmons Citrate Agar), uji katalase menggunakan larutan 3% H 2 O 2, uji karbohidrat dengan media Triple Sugar Indol Agar, uji amilase dengan media Starch Agar dan uji oksidase dengan menggunakan Bactident oxidase. Lampiran 4, memperlihatkan alur kerja karekterisasi morfologi dan biokimia bakteri kitinolitik Ekstrak Kitinase Kasar Pembuatan kultur awal bakteri (starter) yaitu dengan menggunakan isolat bakteri kitinolitik sebanyak 10 8 sel/ml yang disuspensikan pada larutan fisiologis 0,85% NaCl dan ditumbuhkan dalam 100 ml medium MGMC cair dengan ph 7 dan diinkubasi di atas water bath shaker merek Julabo dengan goncangan 120 rpm pada suhu ruang

39 selama 24 jam. Masing-masing starter (5% starter) dari bakteri kitinolitik ditumbuhkan dalam 100 ml medium MGMK cair dengan ph 7. Kultur diinkubasi di atas whater bath shaker dengan goncangan 120 rpm selama 72 jam pada suhu 60 o C. Enzim dipanen dengan cara sentrifugasi dengan menggunakan sentrifuse merek IEC Minimax. Medium kultivasi berkecepatan 6000 rpm selama 20 menit pada suhu ruang. Endapan yang terbentuk dibuang sedangkan supernatan yang diperoleh merupakan kitinase kasar, kemudian langsung diujikan. Alur kerja isolasi kitinase kasar dapat dilihat pada Lampiran Pengukuran Aktivitas Kitinase Kasar berdasarkan Pengaruh Suhu Kitinase kasar dari masing-masing isolat dipipet sebanyak 3 ml dan ditambahkan subtrat kitin (1% koloidal kitin (b/v) dalam 50 mm buffer fosfat, ph 7) dengan volume yang sama dan diinkubasi pada suhu yang berbeda yaitu 50 o C, 55 o C, 60 o C, 65 o C dan 70 o C selama 30 menit. Kisaran suhu yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat Brock (1986) yang mengemukakan bahwa kecepatan tumbuh maksimal dari beberapa bakteri termofilik berkisar pada suhu optimal o C. Semua kultivasi dilakukan tiga ulangan. Reaksi dihentikan dengan cara terapi dingin 4 o C selama 15 menit dan kemudian disentrifugasi pada kecepatan 6000 rpm selama 20 menit. Campuran yang didinginkan, diambil supernatannya dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi steril sebanyak 0,5 ml. Supernatan ditambahkan 0,1 ml larutan Na 2 B 4 O 7

40 0,8 M dan dipanaskan selama 3 menit. Campuran didinginkan dan ditambahkan 3 ml larutan B (10 ml p-dimetilaminobenzaldehid 1% dalam asam asetat glasial + 10 ml HCl 1,25%). Campuran divortek dan diukur serapannya pada panjang gelombang 538 nm (Wijaya, 2002). Densitas optik (OD 538 ) diukur dengan menggunakan spektrofotometer merk Shimadzu Aktivitas kitinase dihitung berdasarkan selisih antara kadar N-asetil glukosamin (GlcNAc) yang dibebaskan pada perlakuan dengan kadar GlcNAc yang terdapat dalam kitinase kasar yang tidak diperlakukan (kontrol). GlcNAc yang dihasilkan dianalisis secara kolorimetri dengan metode Reissig (1955) dalam Jeanoux (1966). Satu unit aktivitas kitinase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang membebaskan sebanyak 1 µmol GlcNAc/jam pada kondisi tertentu (Sing et al, 1999). Alur kerja penentuan kadar (GlcNAc) pada sampel dapat dilihat pada Lampiran 6. Aktifitas kitinase dihitung berdasarkan N-asetilglukosamin yang terbentuk dari hidrolisis kitin seperti pada persamaan berikut : A = [N AGA] x 1000 x 2 x t BM N - AGA Dimana : A = aktivitas [N-AGA] = konsentrasi N-asetilglokosamin [BM N-AGA]= Berat Molekul N-Asetilglukosamin T = waktu inkubasi

41 Satu unit (U) aktivitas enzim setara dengan 1 µmol N-asetilglokosamin yang dihasilkan selama satuan inkubasi (Wijaya, 2002) Analisis Data Data berupa hasil pengamatan morfologi dan biokimia dipaparkan secara deskriftif, sedangkan hasil berupa data kuantitatif pengaruh suhu dilakukan perhitungan statistik analisa varian dilanjutkan dengan uji Duncan (Hanafiah, 1993). Mengingat semua media dan kondisi lingkungan serta perlakuan terhadap kitinase kasar dikondisikan sama kecuali perlakuan suhu aktivitas enzim, maka dilakukan perhitungan dalam Rancangan Acak Lengkap Tunggal. Perlakuan suhu terhadap kitinase kasar adalah rentang suhu termofil antara o C sebanyak 3 kali ulangan. Parameter yang diukur adalah konsentrasi GlcNAc (µg/ml) terhadap berbagai kondisi suhu. Data hasil penelitian dihitung dalam struktur tabel sidik ragam yang disajikan sebagai berikut : Tabel 1. Struktur tabel sidik ragam Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung F tabel Perlakuan Galat p-1 P(n-1) ( Y ij ) 2 /n-fk JK t - JK p JK Perl /db Perl JK G / db G KTP / KTG Tabel F α(0.05) Tabel F α (0.01) Total P(n-1) JK total Pengujian hipotesis dilanjutkan bila nilai F hitung > F tabel maka hipotesis nol ditolak yang berimplikasi bahwa perlakuan suhu memberikan pengaruh nyata terhadap aktifitas

42 GlcNAc (µg/ml), dialanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) untuk melihat jarak antar perlakuan suhu (Hanafiah, 1993).

43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Dan Seleksi Bakteri kitinase Termofilik Isolasi bakteri dilakukan dengan metode agar sebar pada media agar garam minimum kitin ph 7,0 (ph rata-rata di lokasi sumber air panas Tinggi Raja). Dengan teknik biakan murni diperoleh 32 isolat tunggal bakteri kitinase dari Tinggi Raja. Masing-masing isolat tunggal diinokulasikan kembali pada media selektif kitin untuk mengamati dan mengukur zona hidrolitik yang terbentuk. Zona hidrolitik diamati pada hari keempat dengan diameter rata-rata 9 49 mm. Seluruh tahap inkubasi pada proses isolasi dan seleksi dilakukan pada suhu tinggi (65 o C). Suhu tinggi dimaksudkan agar bakteri kitinolitik yang terseleksi merupakan bakteri penghasil kitinase yang memiliki aktivitas optimum dan stabilitas tinggi pada suhu tinggi. Untuk mengetahui produksi kitinasenya dapat dilihat dari warna medium menjadi lebih transparan (terbentuknya zona halo) di sekeliling koloni bakteri. Zona bening/halo dapat dilihat pada Gambar 3. Warna medium transparan disebabkan oleh enzim kitinase yang dikeluarkan ke dalam medium merupakan metabolit yang tidak berwarna (membentuk zona bening di sekitar koloni bakteri). Kitinase merupakan enzim ekstraseluler yang dihasilkan bakteri kitinolitik yang berperan penting dalam menghidrolisis kitin (Tsujibo et al., 1999). Enzim ekstraseluler adalah enzim yang

44 dihasilkan di dalam sel, tetapi dikeluarkan ke dalam medium tumbuhnya (Wijaya, 2002). a b TR 1 TR 2 TR 3 TR 4 TR 5 Gambar 3. Beberapa isolat dengan zona bening(a) di sekitar koloni bakteri(b) pada hari ketiga Lima isolat yang memiliki zona bening terlebar adalah isolat TR1 diameter zona bening 17,60 mm, isolat TR2 diameter zona bening 15,53 mm, TR3 diameter zona bening 49,44 mm, TR4 diameter zona bening 46,94 mm dan isolat TR5 diameter zona bening 38,65 mm. Besar kecilnya zona bening sangat tergantung pada kemampuan bakteri untuk memproduksi kitinase yang sangat bervariasi. Perbedaan tersebut mungkin disebabkan perbedaan kecil pada gen yang mengkodenya (Tronsmo & Harman, 1993).

45 Gambaran lebar diameter zona bening dapat dilihat pada Gambar 4 berikut : Gambar 4. Diameter zona bening bakteri kitinolitik termofilik dalam uji nisbi Isolat TR3 dan TR4 yang memiliki diameter zona bening terluas diperoleh dari sumber isolat pada titik 1 dengan ph air 7,2, suhu air 63 o C. Sumber isolat titik 2 suhu air 57 o C dan ph air 7,1 diperoleh isolat TR5. Isolat TR1 dan isolat TR2 diperoleh dari titik 3 dengan suhu air yang terdeteksi 59 o C dan ph air 6,9. Variasi diameter zona bening yang ditemukan dari tiap isolat diduga disebabkan perbedaan suhu dan ph baik pada kondisi alami maupun perlakuan di laboratorium selama penelitian berlangsung. Seperti dikemukakan Lehninger (1998), bahwa aktivitas suatu enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ph, konsentrasi subtrat dan enzim, suhu dan adanya aktivator atau inhibitor.

46 Berdasarkan data observasi yang memberikan informasi hasil pengukuran ph air yang diperoleh dari sumber air panas berkisar antara 6,9-7,2 atau rata-rata ph 7, maka perlakuan pengaruh ph tidak dilakukan mengingat kisaran ph dari ketiga tempat pengambilan sumber isolat berada pada ph normal dengan hasil aktifitas kitinase kasar sudah maksimal Karakterisasi Morfologi dan Biokimia Bakteri Kitinase Menurut Lay (1994), koloni yang tumbuh di atas lempengan agar, perlu diperhatikan warna, sifat tembus cahaya, pinggiran (tepi), sifat permukaan (elevasi) dan bentuknya. Hal ini memungkinkan diperoleh ciri-ciri morfologi koloni bakteri. Tahap penting yang juga harus dilakukan dalam pencirian dan pengidentifikasian bakteri adalah proses pewarnaan gram yang merupakan proses pewarnaan diferensial. Hasil pengamatan morfologi koloni dan morfologi bakteri dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut. Tabel 2. Karakteristik morfologi bakteri kitinolitik termofilik asal Tinggi Raja Kode Morfologi Koloni Morfologi Bakteri Isolat Warna Bentuk Tepi Elevasi Bentuk Penataan warna gram TR 1 TR 2 TR 3 TR 4 TR 5 putih putih krem putih krem bulat bulat bulat bulat bulat gelombang rata rata gelombang rata tinggi cembung cembung cembung cembung bulat batang bulat batang bulat diplo strepto diplo strepto strepto ungu merah ungu merah merah

47 Dari warna koloni, 2 isolat yaitu TR3 dan TR5 berwarna krem sedang TR1, TR2, dan TR4 koloni berwarna putih. Bentuk koloni umumnya sirkuler, koloni TR1 dan TR4 bertepi gelombang sedang yang lain rata. Permukaan koloni umumnya cembung kecuali TR1. Setelah proses pewarnaan dapat dilihat morfologi bakteri. Bentuk bervariasi antara kokus dengan basil dan penataan bakteri bervariasi antara diplo dengan strepto. TR1 dan TR3 memiliki persamaan bentuk, penataan, warna dan sifat gram yaitu bentuk diplococus, warna ungu dan sifat gram positif. TR2 dan TR4 juga memiliki persamaan, bentuk dan penataan bakteri streptobasil dengan warna bakteri merah menunjukkan uji gram negatif. Menurut Lay (1994), bakteri gram positif pada pewarnaan gram berwarna ungu disebabkan kompleks zat warna kristal violet-yodium tetap dipertahankan meskipun diberi larutan pemucat aseton alkohol. Sedangkan gram negatif berwarna merah sebab kompleks tersebut larut pada saat pemberian aseton alkohol dan mengambil warna merah safranin. Perbedaan warna menunjukkan perbedaan struktur dinding sel bakteri. Umumnya bakteri gram negatif memiliki dinding sel dengan kandungan lipida yang tinggi, sehingga lipida larut oleh aseton alkohol. Sedangkan bakteri gram positif memiliki struktur dinding sel berkomposisi peptidoglikan yang membentuk persenyawaan kompleks kristal violet-yodium ribonukleat dan tidak larut dalam aseton alkohol. Hasil pewarnaan bakteri dapat dilihat pada Gambar 5 berikut

48 TR 1 TR 2 TR 3 TR 4 TR 5 Gambar 5. Pewarnaan gram bakteri kitinolitik termofilik (perbesaran 16 X 100) Uji biokimia sederhana yang telah dilakukan seperti uji motilitas, uji gelatin, uji sitrat, uji oksidase, uji katalase, uji TSIA dan uji pati. Gambar hasil pengamatan uji biokimia sederhana dapat dilihat pada lampiran 9. Uji biokimia lebih rinci pada Tabel berikut. Tabel 3. Karakterisasi sifat biokimia isolat kitinolitik termofilik Isolat TSIA SA Gelatin SIM SCA Katalase Oksidase TR 1 TR 2 TR 3 TR 4 TR 5 M - K M - M M - K M - K M - K Keterangan : Merah (M) Kuning (K) Simon citrate agar (SCA) Starch agar (SA) Triple sugar iron agar (TSIA) S ulfide Indol Motility (SIM)

49 Reaksi yang terlihat pada TSIA menurut Lay (1994) adalah bila slant (basa) berwarna merah dan butt (asam) berwarna kuning artinya bakteri tersebut mampu memfermentasikan glukosa, dapat diamati pada isolat TR1, TR3, TR4 dan TR5. TR2, slant dan butt berwarna merah yang berarti tidak mampu memfermentasikan ketiga jenis gula (glukosa, laktosa atau sukrosa). Pada uji pati semua isolat memberikan hasil yang positif dengan adanya zona bening di sekitar koloni yang telah diinkubasi selama 24 jam ketika ditetesi dengan beberapa tetes larutan lugol pada permukaan koloni. Hal ini menandakan bahwa isolat tersebut mampu menghidrolisis pati. Pada uji gelatin hanya isolat TR2 dan TR4 menunjukkan hasil yang positif dengan mencairnya media gelatin yang ditumbuhi mikroorganisme setelah dimasukkan ke dalam kulkas selama 30 menit. Motilitas diamati dengan menggunakan médium semi padat SIM. Hasil uji menunjukkan bahwa 5 isolat bersifat motil yang ditandai dengan jejak pergerakan bakteri di dalam medium. Hasil uji sitrat yang ditandai dengan perubahan media dari hijau menjadi biru, mengindikasikan hanya isolat TR3 yang mampu menggunakan Na sitrat sebagai satusatunya sumber karbon. Dari uji katalase dengan penambahan larutan 3% H 2 O 2 mengindikasikan bahwa isolat TR2 dan TR3 tidak memiliki enzim katalase yang ditandai dengan tidak terbentuknya gelembung udara disekitar koloni tapi pada isolat TR1, TR4 dan TR5 uji bersifat katalase positif.

50 Semua isolat menunjukkan uji positif untuk oksidase. Uji positif oksidase ditandai dengan perubahan warna koloni menjadi hitam saat ditetesi dengan reagen dimetil-pfenillendiamin dalam waktu 30 menit. Menurut Lay (1994), perubahan warna disebabkan oksidase sitokrom mengoksidasikan larutan reagen. Reagen yang dioksidasekan berwarna hitam, hal ini tidak terjadi bila terjadi reaksi reduksi. Uji katalase dilakukan untuk membuktikan adanya enzim katalase yang berfungsi dalam penguraian H 2 O 2 yang bersifat racun. Pada uji gelatin dapat diketahui kemampuam mikroorganisme dalam menghidrolisis gelatin. Uji positif gelatinase ditandai dengan medium gelatin yang tetap cair setelah dimasukkan ke dalam lemari pendingin selama 30 menit, sedangkan uji positif sitrat ditandai dengan berubahnya medium dari warna hijau menjadi biru karena terjadi penghilangan asam dan peningkatan ph media Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Kitinase Kasar Pengujian pengaruh suhu terhadap aktifitas kitinase kasar dilakukan pada lima isolat yang telah dikarakterisasikan. Uji ini dilakukan dengan menggunakan medium kitin cair untuk mengetahui kemampuan kelima isolat dalam merombak kitin secara kuantitatif. Data hasil pengamatan tertera pada Tabel 3 berikut.

51 Tabel 4. Aktifitas kitinase kasar pada suhu berbeda. No. Rata-rata Rata-rata kode Suhu Notasi Isolat ( o Konsentrasi Konsentrasi C) GlcNAc (µg/ml) GlcNAc (Unit) 0,05 1 TR d Cd C B A 2 TR TR B Ab A A A 4 TR C Bc A Ab Ab 5 TR B B A C D Keterangan : Notasi berdasarkan hasil uji Duncan, angka-angka yang diikuti oleh huruf dan pada kolom yang sama artinya tidak berbeda nyata Aktifitas kitinase dihitung berdasarkan N-asetilglukosamin yang terbentuk dari hidrolisis kitin. Satu unit aktivitas kitinase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang membebaskan sebanyak 1µmol GlcNAc/jam pada kondisi tertentu (Sing et al, 1999).

52 Aktifitas kitinase kasar akan semakin meningkat seiring dengan kenaikan suhu sampai ke tingkat optimal, setelah itu menurun. Penurunan aktifitas kitinase diduga karena enzim mengalami denaturasi sehingga kehilangan sebagian aktifitasnya. Hasil pengukuran aktifitas kitinase kasar bakteri termofilik asal Tinggi Raja menunjukkan suhu optimal masing-masing spesies. Suhu optimum aktifitas kitinase TR1 belum dapat ditetapkan sebab sampai suhu tertinggi yang diujikan (suhu 70 o C) aktifitasnya masih meningkat. Walaupun demikian, dari data dapat diketahui bahwa kitinolitik yang dihasilkan TR1 adalah kitinolitik yang aktif pada suhu tinggi. Profil aktifitas kitinase kasar bakteri termofilik terlihat pada Gambar 6 sebagai berikut. Gambar 6. Rataan aktifitas kitinase kasar (µg/ml) pada berbagai suhu

53 TR2 menunjukkan aktifitas yang tinggi pada suhu 65 o C dan aktifitas menurun pada suhu 70 o C. Seperti halnya TR2, aktifitas kitinase TR3 juga menunjukkan suhu optimum 65 o C namun berbeda pada aktifitas kitinase kasar yang dihasilkan. TR4 dan TR5 menunjukkan suhu optimum aktifitas kitinase kasar yakni 60 o C untuk kemudian aktifitas kitinase menurun pada suhu 70 o C Menurut Rochima (2006), meningkatnya suhu menyebabkan energi kinetik enzim semakin tinggi. Akibatnya, gerakan vibrasi, translasi dan rotasi enzim dengan subtrat akan meningkat sehingga peluang keduanya bereaksi bertambah besar. Pemanasan pada suhu o C menyebabkan protein labil akan terdenaturasi. Untuk lebih jelas, aktifitas kitinase kasar terlihat pada histogram di bawah ini (Gambar 7). Gambar 7. Pengaruh suhu terhadap kitinase total bakteri termofil Tinggi Raja

54 Dari hasil pengamatan ditemukan adanya perbedaan nilai aktifitas berdasarkan besarnya zona bening yang terbentuk dengan kemampuan menghasilkan enzim. TR3 yang memiliki zona bening terbesar ternyata memiliki kemampuan menghasilkan enzim kasar yang tak sebanding, sebaliknya isolat TR1 memiliki zona bening yang relatif kecil jika dibandingkan dengan isolat TR3, tetapi memiliki enzim yang tinggi pada suhu diatas 70 o C. Pada suhu tersebut TR1 masih menunjukkan peningkatan nilai aktifitas kitinase totalnya. Diduga zona bening yang terbentuk pada saat itu kecil disebabkan karena kondisi suhu yang diinginkan isolat TR1 tidak optimum. Pada uji nisbi yang dilakukan menunjukkan fase pertumbuhan TR1 memiliki fase lag yang panjang sebelum sampai ke fase log. Hal ini terlihat pada pengukuran hari ke tujuh TR1 menunjukkan diameter zona bening dan koloni terus melebar, pada TR3 menunjukkan diameter zona bening dan koloni yang sama dengan hari ketiga (tetap).seperti yang dilaporkan Yurnaliza (2001), beberapa faktor seperti perbedaan jenis mikroorganisme, kecepatan pertumbuhan setiap isolat pada medium padat dan cair, jumlah inokulum yang diberikan pada kedua medium, dan tipe enzim kitinase yang dihasilkan, diduga menjadi penyebab tidak berkorelasinya nilai aktivitas hidrolisis secara kualitatif dengan nilai aktivitas enzim secara kuantitatif. Kehadiran enzim kitinolitik pada medium pertumbuhan dapat dilihat dari reaksi pelepasan GlcNAc dari koloidal kitin. Jeuniaux (1966), melaporkan kitinase mampu

55 menghidrolisis kitin menjadi kitobiose dan kitotriose, serta asetiglukosamin bebas juga dapat dihasilkan terutama ketika substrat dalam bentuk koloidal kitin. Kemampuan bakteri untuk memproduksi kitinase sangat bervariasi, mungkin disebabkan perbedaan kecil pada gen yang mengkodenya (Tronsmo & Harman, 1993). Nilai aktifitas unit enzim µmol/ml diperoleh dari konsentrasi kitinase kasar µg/ml berbanding terbalik dengan berat molekul N-asetil glukosamin dalam satuan waktu inkubasi. Setiap spesies memiliki variasi terhadap perlakuan suhu yang berimplikasi terhadap diproduksi dan disekresikannya enzim ke dalam medium. Beda sangat nyata dicatat sebagai rentang suhu optimum bakteri termofilik dalam menghasilkan kitinase kasar yang ditandai dengan besar aktifitas kitinase kasar yang terdeteksi oleh spektrofotometer. Hasil uji statistik sidik ragam yang digunakan untuk setiap isolat menunjukkan bahwa untuk TR1 suhu memberikan pengaruh nyata pada α = 5%. Aktifitas pada suhu 70 o C berbeda nyata terhadap suhu 50 o C, 55 o C, 60 o C, dan 65 o C, sedangkan aktifitas pada suhu 50 o C dan 55 o C berbeda tidak nyata. Hasil uji sidik ragam pada isolat TR 2 tidak memberikan pengaruh terhadap perlakuan suhu. Pada TR 3 aktifitas kitinase pada suhu 65 o C berbeda nyata terhadap suhu 50 o C tetapi berbeda tidak nyata terhadap suhu 60 o C,70 o C dan 55 o C. Aktifitas kitinase pada suhu 60 o C berbeda nyata terhadap suhu 50 o C, tapi berbeda tidak nyata terhadap aktifitas kitinase pada suhu 70 o C dan 55 o C. Aktifitas kitinase pada suhu 70 o C berbeda

56 nyata dengan suhu 50 o C tapi berbeda tidak nyata terhadap aktifitas kitinase pada suhu 55 o C. Pada TR4 aktifitas kitinase pada suhu 60 o C, berbeda nyata dengan aktifitas kitinase pada suhu 50 o C, tetapi berbeda tidak nyata terhadap aktifitas kitinase pada 65 o C dan 70 o C. Aktifitas kitinase pada suhu 70 o C berbeda nyata terhadap perlakuan suhu 50 o C tetapi tidak nyata terhadap aktifitas kitinase pada suhu 65 o C. Pada TR5 aktifitas kitinase pada suhu 60 o C berbeda nyata terhadap perlakuan suhu 70 o C, 65 o C, 55 o C dan 50 o C. Aktifitas kitinase pada suhu 55 o C berbeda nyata terhadap suhu 70 o C, 65 o C dan 60 o C tetapi berbeda tidak nyata dengan aktifitas kitinase pada suhu 50 o C. Aktifitas kitinase pada suhu 50 o C berbeda nyata dengan aktifitas kitinase pada suhu 65 o C. Perhitungan sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 11. Hasil pengukuran aktifitas enzim pada berbagai suhu memperlihatkan beberapa puncak aktifitas enzim kasar, kecuali isolat TR1 yang masih menunjukkan peningkatan kadar konsentrasi N-asetil glukosamin walaupun telah berada pada suhu 70 o C. Hal ini jelas terlihat pada hasil uji jarak Duncan, pada rentang 60 o C-70 o C setiap isolat menunjukkan hasil beda sangat nyata yang identik dengan rentang suhu optimum untuk aktifitas U/ml kitinase kasar. Variasi aktifitas kitinase kasar tersebut selain dipengaruh oleh temperatur juga dipengaruhi oleh jenis dan komposisi media, fase pertumbuhan bakteri itu sendiri, kemampuan bakteri dan koloninya dalam mengekstraksi enzim kasar. Variasi ini tidak saja terlihat dari jumlah aktivitas kitinase total yang diproduksi setiap speciesnya, tetapi

57 juga pada jenis kitinase yang dihasilkan. Semua enzim yang dapat mendegradasi kitin, disebut kitinase total atau kitinase non-spesifik (Nugroho et al., 2003).

58 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : a. Dari 32 isolat yang berasal dari sumber air panas Tinggi Raja diperoleh 5 isolat bakteri termofilik penghasil kitinase yang memiliki zona bening terbesar. b. Kelima isolat memiliki karakteristik biokimia dan morfologi yang berbeda. c. Isolat TR3 menghasilkan zona bening terbesar 49,44mm. d. Isolat TR1 menunjukkan aktifitas kitinase tertinggi dan masih terus meningkat pada suhu 70 o C Saran Berdasarkan hasil penelitian terhadap bakteri kitinolitik termofil dari Tinggi Raja maka perlu dilakukan penelitian lanjutan, sehingga dapat ditetapkan waktu pemanenan, ph dan faktor fisik lain yang memungkinkan diperolehnya kondisi optimal agar kitinase termofil dapat maksimal diproduksi. Isolat TR1 agar ditindaklanjuti dalam penelitian berikutnya, sebab kemampuan memproduksi kitinase kasar yang tahan terhadap suhu panas dalam penelitian ini belum terdeteksi secara tuntas.

59 DAFTAR PUSTAKA Aguilar, C.F.I. Sanderson, M. Moracci, M. Claramella, R. Nucci, M. Rossi & L.H. Pearl Crystal Structure Hyperthermophilic Archeon Sulfolobus solfatoricus as a Key Factor In Thermostability, Mol. Biol, 271: Arnold, L.D. & Solomon, N.A Manual Industrial Microbiology, American Society for Microbiology, Washington D.C. Atlas, R.M Handbook of Media for Enviromental Microbiologi, University Of Louisville CRC Perss, Boca Roton, New York. Baldwin, E Dynamyc Aspects of Biochemistry, Cambridge : University Perss. Bielka, H. H.B.F. Dixon, P. Karlson, C. Liebeeg, N. Sharon, F. J. Van Lenten, S. F.Velix, J. F. G. Vliegenhart & E. C. Webb Enzyme Nomenclature.Academic Press, Inc. New york. BKSDA Sumatera Utara Rencana Pengelolaan Cagar Alam Dolok Tinggi Raja Kabupaten Simalungun, Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Sumatera Utara : BKSDA Sumatera Utara Laporan Evaluasi Fungsi Kawasan Cagar Alam Dolok Tinggi Raja Kabupaten Simalungun Tahun 2003 Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara :18-19 Brock,T.D Thermophiles: General, Moleculer & Applied Microbiology, University of Wisconsin Madison, USA. Cabib, E The Synthesis & Degradation of Chitin. Dalam A. Meister (Ed) Advances in Enzymology. An Interscience Publication John Willey & Sons Inc. New York. 59 : Chasanah, E Characterization of chitosanase of Bacillus licheniformis MB-2 from Manado hot spring water. J. Mikrobiol. Institut Pertanian Bogor. Chernin, L.S. Michael, K.W. Jacquelyn, M. T. Shoshan, H. Barrie, W.B. Cheat, W & Gordon, S.A. B, Stewart Chitinolytic Activity in Chromobacterium violaceum: J. Bacteriol. 18 :

60 Cohen-Kupiec R & Chet, I The Molecular Biology of Chitin Digestion, Curr. Opinion Biothecnol. 93: Darwis, A.A. & Sunarti, T.C Teknologi Mikrobial, Institut Pertanian Bogor. Edward, C Thermophiles, Microbiology of Extreme Environtments. Alden Perss, oxford. Gao, J. M.W. Bauer, K.R. Shockley, M.A. Pysz, & R.M. Kelly Growth of Hiperthermophilic Archaeon Pyrococcus furiosus on Chitin Involves Two Family 18 Chitinases. Appl. Environ. Microbiol. 69: George, G Bergey s Manual of systematic bacteriology. Springer verling, New York, USA. Vol. 1 Girindra, A Biokimia I, Cetakan 3, Jakarta, Gramedia, Haran, S. & Chet, I New Components of the Chitinolytic System of Thrichoderma harzianum, Mycol Rev. 94 : Harman, G.E. Hayes, C.K. Lorito, M. Broadway, R.M. Di Pietro, A. Peterbauer, C. & Tronsmo A Chitinolytic Enzymes of Trichoderma harzianum: Purification of Chitobiosidase & Endochitinase. Phytopathology. 83: Hanafiah, K.A Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi, F.P. Universitas Sriwijaya Palembang, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 68 Inbar, J. & I. Chet Evidence That Chitinase Produced by Aeromonas caviae is Involved in The Biological Control of Soil-Borne. Plant Pathogens by The Bacterium Soil Biol. Biochem. 23: Indrajaya, W. F.M. Akhmaloka Isolation & Identification of Thermophilic Microorganism from Wayang Crater, J. Mikrobiol. 8: Jayanti, J.F.L Thermostable Chitinase & Chitin Deacetylase From Manado Isolates. Skripsi Sarjana Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Jeaniaux, C Chitinases, Dalam E, F. Neufeld & V. Ginburg (Eds.) Complex Carbohydrates. Methods in Enzymology. Academic Press, New York. 8:

61 Khairul Tinggi Raja Salju di tengah Air Panas, < (13 Maret 2005) Lay, B.W Analisa Mikroba di Laboratorium. Edisi 1. Cetakan 1. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada p. Lehninger, A.L Dasar-Dasar Biokimia, alih Bahasa Maggy Thenawijaya, Jilid 1, Jakarta, Erlangga Lestari, P Eksplorasi Enzim Termostabil dari Mikroba Termofil, fakultas Biologi, Univ. Jendral Sudirman, Purwokerto. J. Hayati. l7: Lloyd, A. B., R. L. Noveroske & J. L. Lockwood Lysis of Fungal Mycelium by Streptomyces spp. and Their Chitinase Systems. Phytopathology. 55: Lorian,V, N.D Antibiotic In Laboratory Medicine. Williams & Wilkins. Baltimore. London. Madigan, M.T. 1997, Extremophiles Scientific American Meidina, Sugyono, Jenie, B.S.L. Suhartono, M.T Aktifitas Antibakteri Oligomer Kitin yang Diproduksi Menggunakan Kitin Dari Isolat B. licheniformis MB-2, Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor Murray, R.K.,Granner, D.K., Rodwell, V.W., 2003, Biokimia, Jakarta, EGC Muzzarelli, R.A. A Chitin, Dalam G. O. Aspinal (Ed.) The polysaccharides. Academic Press Inc., New York. 3: Nugroho, T.T. Ginting, C. Ali, M. Dahliaty, A. Wahyuningsih, Devi, S. & Sukmarisa, Y Isolasi dan Karakterisasi Sebagian Kitinase Trichoderma viride, J. Natur Indonesia. 5: Paulitz, T.C. & Belanger, R.R Biological Control In Greenhouse Systems Annu. Rev. Phytopathol. 39: Priyatno, T.P. Sudjono, M.S. Y. Chaerani, Suryadi, & Sudjadi, M Tehnik Produksi Dan Formulasi Bakteri Kitinolitik Untuk Pengendalian Penyakit Karat Kedelai. J. Natur Indonesia. 5:

62 Poernomo, A.T. Purwanto, D.A Enzim Kitinase. Majalah Farmasi Airlangga. Jakarta. 3(3): Poernomo Kitinase Dalam Pengendalian Hayati. Majalah Farmasi Airlangga. Jakarta. 4(2): Rahayu, S Eksplorasi Bakteri Termofilik Penghasil Kitinase Asal Indonesia, Prosiding Seminar Penelitian Bidang Ilmu Hayat ke-2, IPB, Bogor. Reissig, J. L. Strominger, J.L. Leloir L.F A Modified Colorimetric Methods for the Estimation of N acetylamino Sugars. J. Biol. Chem. 217, 959. Rochima, E Pemurnian Dan Karakterisasi Kitin Deasetilase Termostabil dari Bacillus papandayan Asal Kawah Kamojang Jawa Barat, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Bandung. 8: Rogis, A Karakterisasi Uji Efikasi Bahan Senyawa Alami Chitosan Terhadap Patogen Pasca Panen Antraknosa Colletotricum musae, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. J. Ilmu-ilmu Pertanian. 9: Rudiger, A Enzym From Extremethermophili & Hyperthermophilic Archea & Bacteria, VCH Verllagsgesellschraf mbh Sahai, A.S. & M.S. Manocha Chitinases of Fungi & Plants: Their Involvement in Morphogenesis & Host-Parasite Interaction. FEMS Microbiol.Rev. 11: Sanford, P.T World Market of Chitin & its Derivatives. Di dalam Varum KM, Domard A & Smidsrod O, editors. Advances in Chitin Science. Trondheim, Norway.6: Scopes, R. K Protein Purification, Principles & Practice. Third edition. Springer- Verlag, New York. Sharmili, S.A. Ramasay, P Occurrence & Antibiotic Resistance of Thermophilic Bacteria From The Coramandal Coast, bay of Benggal, Tamilnandu, India, Department of Biotechnology University of Madras Guindy Campus Chennai Singh,P.P., Y.C. Shin, C.S. Park & Y.R. Chung, Biological Control of Fusarium Wilt of Cucumber By Chitinolytic Bacteri. Phytopathol I. 89: 92-99

63 Sudarmadji, H.S. & Bambang S Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian, Edisi Ketiga, Cetakan 1.Yogyakarta, Penerbit Liberty. Sundoro, H Penyelidikan Geologi dan Geokimia Daerah Panas Bumi Kabupaten Simalungun SUMUT, Proceding Pemaparan hasil kegiatan lapangan, Pusat Sumber Daya Geologi Suryanto, D. Munir, E. & Yurnaliza Eksplorasi Bakteri Kitinolitik: Keragaman Genetik Gen Penyandi Kitinase pada Berbagai Jenis Bakteri dan Pemanfaatannya, Laporan Penelitian, FMIPA, Universitas Sumatera Utara, Medan Tronsmo, A. & Harman, G.E Detection & Quantification of N-acetyl-Beta-D- Glucosaminidase, Chitobiosidase, & Endochitinase in Solutions & On Gels. Anal. Biochem. 208: Tsujibo, H., N. Kondo, K. Tanaka, K. Miyamoto, N. Bao, & Y. Imamori Molecular Analysis of The Gene Encoding a Novel Transglycosylative Enzyme from Alteromonas sp. Strain 0-7 & Its Physiological Role in The Chitinolitic System. J. Bacteriol. 81: Vieille, C. & Zeikus, G.J Hyperthermophilic Enzymes: Sources, Uses, & Molecular Mechanisms for Thermostability. Biochemistry Department, Michigan State University, East Lansing, Michigan 48824,1 & MBI International. 65: 20 Wang, S. Wu, J. Rao, P. Ng T.B. & Ye, X A Chitinase With Antifungal Activity From the Mung bean. Protein Expr Pufif 40: Wijaya, S Isolasi Kitinase dari Scleroderma columnare dan Thricoderma harzianum, J. Ilmu Dasar. Kalimantan, Fakultas MIPA Universitas Jember. 3: Wu, M.L., Y. C. Chuang, J.P. Chen, C. S. Chen & M. C. Chang Identification & characterization of the Three Chitin-Binding Domains within the Multidomain Chitinase Chi92 from Aeromonas hydrophila jp 101. Appl Environ Microbiol. 67: Yurnaliza, 2002, Senyawa Kitin dan Kajian Aktivitas Enzim Mikrobial Pendegradasinya. Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara. 1-12

64 Lampiran 1. Preparasi koloidal kitin 20 gram kitin komersial filtrat Pellet dilarutkan dalam 400 ml HCl didiamkan 24 jam,suhu 4 o C disaring dengan glass wool ditambah 200ml aquades dingin dan 10 N natrium hidroksida sampai ph 7. Disentrifus pada 7000 rpm, 20 menit Diresuspensi aquades Disentrifus 15 menit Disimpan pada suhu 4 o C Pellet

65 Lampiran 2. Isolasi Bakteri Sumber air Panas Disimpan dalam botol sampel sampel dibawa ke laboratorium 1 ml air panas Diinokulasi kedalam 10 ml media kitin Kultivasi pada suhu 65 o C Biakan campuran

66 Lampiran 3. Penyiapan Biakan Murni Bakteri Kitinolitik Isolasi campuran Kultur dari isolat campuran Koloidal Kitin, Garam minimum, Agar,aquades Diisolasi pada Media Kitin Diinkubasi pada suhu 65 o C, selama 1-5 hari. Isolat kitinolitik Analisis diameter zona halo dan diameter koloni bakteri dimurnikan Isolat murni bakteri kitinase Penentuan Aktifitas kitinase

67 Lampiran 4. Karakterisasi Sifat Morfologi dan Biokimia Isolat Isolat Terpilih karakterisasi Morfologi Pewarnaan Gram Uji Biokimia Bentuk koloni Warna koloni Tepi koloni Elevasi koloni Bentuk dan Penataan Sel Uji motilitas, Uji sitrat, Uji gelatin, Uji katalase Uji oksidase, uji karbohidrat Analisis

68 Lampiran 5. Isolasi enzim kitinase kasar 2 Ose isolat bakteri kitinolitik Ditumbuhkan dalam labu erlenmenyer 250 ml yang berisi 100 ml kitin cair dengan ph 7 Starter Digoncang dengan shaker pada kecepatan 120 rpm Pada suhu ruang selama 24 jam Dipipet 1 ml ( 5% starter ) Ditumbuhkan dalam labu erlenmenyer 100 ml yang berisikan 20 ml kitin cair dengan ph 7 Digoncang dengan shaker pada kecepatan 120 rpm pada suhu ruang selama 72 jam Kultur bakteri kitinolitik Disentrifungsikan dengan kecepatan 6000 rpm selama 20 menit pada suhu ruang supernatan endapan Kitinase kasar Uji aktifitas berdasarkan pengaruh Suhu Hasil

69 Lampiran 6. Penentuan Aktifitas Kitinase dengan variasi Suhu 3 ml Kitinase kasar Dimasukan kedalam tabung reaksi Ditambahkan 3 ml subtrat kitin dalam 50 mm buffer pospat dengan ph 7. Diinkubasi pada berbagai suhu (50, 55, 60, 65 dan 70 o C) Disentrifugasi (6000 rpm, 20 menit) Supernatant N-asetil glikosamin Endapan Dipipet 0,5 ml Dimasukan kedalam tabung reaksi Ditambah 0,1 ml larutan Na2B4O7 0,8 M Dipanaskan 3 menit Didinginkan Ditambah 3 ml larutan B Divorteks Diukur serapan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 538 nm Serapan

70 Lampiran 7. Alur Kerja Pembuatan Kurva Standard N-asetil Glukosamin (GlcAc) Larutan standar GlcNAc dibuat pengenceraan 20, 30, 50, 80, 100 µg/ml dipipet 0,5 ml kedalam tabung reaksi 0,5 ml larutan standar GlcNac dalam tabung reaksi ditambahkan 0,1 ml larutan A dipanaska selama 30 menit didinginkan ditambahkan 3ml larutan B divorteks diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37ºC diukur absorbansi warna dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 538 nm Absorbansi Dibuat kurva standar dan persamaan regresinya Kurva standar

71 Lampiran 8. Peta Lokasi Sumber Isolat Peta Situasi Tinggi Raja

72 Lampiran 9 Pengamatan Uji Biokimia Sederhana. TR 1 TR 2 TR 3 TR 4 TR 5 TR 1 TR 2 TR 3 TR 4 TR 5 A. Keterangan : Gambar A Gambar B Uji SCA Uji SIM Uji TSIA B Uji Gelatin

73 58 Lampiran 10. Data penentuan kurva standar GlcNAc dengan menggunakan spektrofotometer λ = 538 nm No Konsentrasi GlcNAc (µg/ml) Absorbansi Dari tabel di atas dapat ditentukan persamaan garis regresi kurva standar larutan GlcNAc dengan metode Least Square sebagai berikut : Y = a + bx Dimana: a = intersep b = slope (koefisien regresi) a = Y bx b n( XY ) ( X )( n( X 2 ) ( X ) = 2 Y ) No X Y X 2 Y 2 XY n=6 X= 280 Y=1.338 X2 =15400 Y2 = XY=92.57

74 59 n( b = 6 b = XY ) ( X )( 2 2 n( X ) ( X ) ( 92,57) ( 280)( 1,338) 2 6( 20200) ( 280) b = 0,0042 Y ) a = Y bx a = 0,223 0,0042 a = 0,027 r = X 92,57 r = r = 0,9925 ( 46,67) ( )( ) X Y XY n 2 ( ) ( ) 2 X 2 Y Y n ( 280)( 1,338) 6 2 ( 280) ( 1,338) 0,4276 n Persamaan garis regresinya adalah : Y = 0, ,0042X dengan korelasi r = 0,9925

75 60 Lampiran 11. Daftar Sidik Ragam & Uji Duncan 5 isolat bakteri Kitinase Termofilik Daftar Sidik Ragam Konsentrasi Kitinase Kasar TR 1 terhadap Suhu. F tabel SK Db JK KT F hitung Suhu ** Galat Percobaan Total Keterangan ** = berbeda Sangat nyata pada α (0.01) KK = 6.50 % Daftar Sidik Ragam Konsentrasi Kitinase Kasar TR 2 terhadap Suhu. F tabel SK Db JK KT F hitung Suhu tn Galat Percobaan Total Keterangan tn = tidak berbeda nyata pada α (0.01) dan α (0.05) KK = % Karena tidak berbeda nyata maka tidak dilakukan uji Duncan

76 61 Daftar Sidik Ragam Konsentrasi Kitinase Kasar TR 3 terhadap Suhu. SK Db JK KT F hitung F tabel Suhu 4 6, ** Galat Percobaan Total Keterangan ** = berbeda sangat nyata pada α (0.01) * = berbeda nyata pada α (0.05) KK= 20.33% Daftar Sidik Ragam Konsentrasi Kitinase Kasar TR 4 terhadap Suhu. SK Db JK KT F hitung F tabel Perlakuan ** Galat Percobaan Total Keterangan ** = berbeda Sangat nyata pada α (0.01) Koefisien Keragaman KK = 7.46 %.

77 62 Daftar Sidik Ragam Konsentrasi Kitinase Kasar TR 5 terhadap Suhu. SK Db JK KT F hitung F tabel Perlakuan Galat Percobaan Total Keterangan ** = berbeda Sangat nyata pada α (0.01) Koefisien Keragaman. = 5.17 %

78 63 Lampiran 12. Foto-foto pengamatan sifat fisik air panas Tinggi Raja Foto 1. pengukuran ph air panas Tinggi Raja Foto 2. pengukuran suhu

79 64 suhu 63 o C ph 7.2 x suhu 57 o C ph 7,1 x Suhu 59 o C ph 6,9 x Foto 3. Beberapa titik pengambilan air panas

80 65 Foto 4. Panorama Alam Sumber Air Panas Tinggi Raja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Kitinase Kitin adalah homopolimer yang tersusun dari GlcNAc yang saling berhubungan melalui ikatan linier β-1,4 dan merupakan biopolimer terbesar kedua di alam setelah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif 75 Lampiran 1. Metode Kerja L.1.1 Bagan kerja Air Panas - Isolasi dan Seleksi Bakteri Pemurnian Bakteri Isolat Murni Bakteri Uji Bakteri Penghasil Selulase Secara Kualitatif Isolat Bakteri Selulolitik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014. 14 III. METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

Isolasi, Karakterisasi dan Uji Potensi Bakteri Penghasil Enzim Termostabil Air Panas Kerinci

Isolasi, Karakterisasi dan Uji Potensi Bakteri Penghasil Enzim Termostabil Air Panas Kerinci ISSN: 2503-4588 Isolasi, Karakterisasi dan Uji Potensi Bakteri Penghasil Enzim Termostabil Air Panas Kerinci Priya Tri Nanda 1, Sinta Anggraini Siregar 1, Rifky Kurniawan 1, Hairuidin 1, Meriyanti 1, Yatno

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung dari bulan Januari sampai dengan April 2014.

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 6 ulangan,

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1: Komposisi dan Penyiapan Media Skim Milk Agar, Komposisi Media Feather Meal Agar, Komposisi Media Garam Cair.

LAMPIRAN Lampiran 1: Komposisi dan Penyiapan Media Skim Milk Agar, Komposisi Media Feather Meal Agar, Komposisi Media Garam Cair. LAMPIRAN Lampiran 1: Komposisi dan Penyiapan Media Skim Milk Agar, Komposisi Media Feather Meal Agar, Komposisi Media Garam Cair. a. Komposisi media skim milk agar (Widhyastuti & Dewi, 2001) yang telah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas mikrobiologi pada udara di inkubator

Lebih terperinci

III. METODE PERCOBAAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2014 di

III. METODE PERCOBAAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2014 di 18 III. METODE PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2014 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode descriptive analitic

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode descriptive analitic 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode descriptive analitic karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas mikrobiologi

Lebih terperinci

Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis)

Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis) Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis) Str Isolasi dan Karakteristik Bakteri Asam Laktat Isolat Bakteri Asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin

BAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam bidang teknologi fermentasi, rekayasa genetika, dan teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin meningkat. Enzim

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. 10 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Hutan mangrove Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Analisis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

METODE PENELITIAN. Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung dari bulan Juni 2011 sampai dengan Januari 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi-reaksi kimia dalam sistem biologis. Enzim memiliki daya katalitik yang tinggi dan mampu meningkatkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran A: Alur Kerja Isolasi Bakteri Penghasil Biosurfaktan

LAMPIRAN. Lampiran A: Alur Kerja Isolasi Bakteri Penghasil Biosurfaktan 56 LAMPIRAN Lampiran A: Alur Kerja Isolasi Bakteri Penghasil Biosurfaktan Air laut Dimasukkan ke dalam botol Winkler steril Diisolasi bakteri dengan pengenceran 10 0, 10-1, 10-3 Dibiakkan dalam cawan petri

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (LTB- PTB-BPPT)-Serpong.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini, pemakaian enzim yang sifatnya efisien, selektif, mengkatalisis reaksi tanpa produk samping dan ramah lingkungan meningkat pesat. Industri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Komposisi Media MGMK Padat dan Cara Pembuatannya Bahan: Koloidal kitin 12,5% (b/v) 72,7 ml. Agar 20 g.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Komposisi Media MGMK Padat dan Cara Pembuatannya Bahan: Koloidal kitin 12,5% (b/v) 72,7 ml. Agar 20 g. 29 LAMPIRAN Lampiran 1. Komposisi Media MGMK Padat dan Cara Pembuatannya Bahan: K 2 HPO 4 0,7 g KH 2 HPO 4 0,3 g M g SO 4. 7H 2 O 0,5 g FeSO 4.7H 2 O 0,01 g ZnSO 4 0,001 g MnCl 2 0,001 g Koloidal kitin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya sebagai tempat pengambilan sampel limbah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif meliputi karakteristik

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

III. METODE KERJA. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas 14 III. METODE KERJA A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari 2015

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Sterilisasi Alat dan Bahan Semua peralatan yang akan digunakan dalam penelitian disterilisasikan terlebih dahulu. Peralatan mikrobiologi disterilisasi dengan oven pada suhu 171 o C

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian. Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus licheniiformis dan Saccharomyces.

Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian. Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus licheniiformis dan Saccharomyces. 43 Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian Limbah Udang Pengecilan Ukuran Sterilisasi suhu 121 c, tekanan 1 atm Dianalisis kadar air dan bahan keringnya Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik Tahap I BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik Hasil pengukuran sampel tanah yang digunakan pada percobaan 1 meliputi ph tanah, kadar

Lebih terperinci

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU LAMPIRAN

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU LAMPIRAN LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian Peremajaan Bacillus Isolasi Bakteri Oportunistik Produksi Antimikrob Penghitungan Sel Bakteri Oportunistik Pengambilan Supernatan Bebas Sel Pemurnian Bakteri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto LAMPIRAN Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto Lampiran 2. Pembuatan Media dan Reagen 2.1 Pembuatan Media Skim Milk Agar (SMA) dalam 1000 ml (Amelia, 2005) a. 20 gram susu

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH :

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : NAMA : NUR MUH. ABDILLAH S. NIM : Q1A1 15 213 KELAS : TPG C JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 Mei 2015 di. Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 Mei 2015 di. Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung. 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 Mei 2015 di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung. 3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian 6 mudah pada medium nutrien sederhana (Pelczar dan Chan 1988). Escherichia coli bersifat motil atau non-motil dengan kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40 o C, dengan suhu pertumbuhan optimum adalah

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Danau Kakaban menyimpan berbagai organisme yang langka dan unik. Danau ini terbentuk dari air laut yang terperangkap oleh terumbu karang di sekelilingnya akibat adanya aktivitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif meliputi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 1. Pengamatan Pertumbuhan Jamur Hasil pengamatan pertumbuhan T. asperellum TNC52 dan T. asperellum TNJ63 dari proses inokulasi ke media agar miring ditumbuhi spora pada hari

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian diadakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Pengambilan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi

LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi LAMPIRAN Lampiran 1. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi Bagian akar dan batang (3-5 cm) Dicuci dengan air mengalir selama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kualitatif meliputi

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kualitatif meliputi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kualitatif

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel dilakukan di pasar di sekitar kota Bandar Lampung,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel dilakukan di pasar di sekitar kota Bandar Lampung, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel dilakukan di pasar di sekitar kota Bandar Lampung, sebanyak 7 sampel diambil dari pasar tradisional dan 7 sampel diambil dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk penelitian dasar dengan metode penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga pada bulan Januari-Mei

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2016. Uji potensi mikroba pelarut fosfat dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Maret 2014 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Maret 2014 di Laboratorium 11 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Maret 2014 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Mei 2015 di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Mei 2015 di Laboratorium 15 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Mei 2015 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan, yakni mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2011. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Ilmu

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada pellet calf starter dengan penambahan bakteri asam laktat dari limbah kubis terfermentasi telah dilaksanakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Komposisi Media Bushnell-Haas, Larutan Standar Mc. Farland, Larutan Orsinol

LAMPIRAN. Lampiran 1. Komposisi Media Bushnell-Haas, Larutan Standar Mc. Farland, Larutan Orsinol LAMPIRAN Lampiran 1. Komposisi Media Bushnell-Haas, Larutan Standar Mc. Farland, Larutan Orsinol a. Komposisi Media Bushnell-Haas per liter (Atlas, 1946) 1) KH 2 PO 4 = 1,0 g 5) FeCl 3 = 0,05 g 2) K2HPO

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai

Lebih terperinci

1 atm selama 15 menit

1 atm selama 15 menit 85 Lampiran 1. Prosedur Kerja L.1.1 Pembuatan Media Nutrient Agar Media Nutrient Agar - ditimbang sebanyak 20 gram dan dimasukkan dalam erlenmeyer 1000 ml - dilarutkandengan aquades 1000 ml - dipanaskan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda pada pollard terhadap kandungan total bakteri, Gram positif/negatif dan bakteri asam laktat telah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini sudah dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini sudah dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2013 di 24 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini sudah dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Biokimia Jurusan Kimia FMIPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara tropis yang dikelilingi oleh perairan dengan luas lebih dari 60% dari wilayah teritorialnya. Perairan Indonesia memiliki sumberdaya hayati

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

Y ij = µ + B i + ε ij

Y ij = µ + B i + ε ij METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai bulan September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Perah dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah variasi jenis kapang yaitu Penicillium sp. dan Trichoderma sp. dan

BAB III METODE PENELITIAN. adalah variasi jenis kapang yaitu Penicillium sp. dan Trichoderma sp. dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September 21 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September 2014 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia, Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Penghasil Enzim Kitinase Termofil pada Permandian Air Panas Prataan, Tuban Steven Yasaputera, Tjandra Pantjajani, Ruth Chrisnasari * Departemen Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari Hutan Larangan Adat Rumbio Kabupaten Kampar. Sedangkan Enumerasi dan Analisis bakteri dilakukan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

Koloni bakteri endofit

Koloni bakteri endofit Lampiran : 1 Isolasi Bakteri Endofit pada tanaman V. varingaefolium Tanaman Vaccinium varingaefolium Diambil bagian akar tanaman Dicuci (menghilangkan kotoran) Dimasukkan ke dalam plastik Dimasukkan ke

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Genetika Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. sampai Maret Pengambilan sampel tanah rizosfer Zea mays di Kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. sampai Maret Pengambilan sampel tanah rizosfer Zea mays di Kecamatan BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan Desember 2013 sampai Maret 2014. Pengambilan sampel tanah rizosfer Zea mays di Kecamatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Komposisi Media Bushnell-Haas,Larutan Standar Mc -Farland

LAMPIRAN. Lampiran 1. Komposisi Media Bushnell-Haas,Larutan Standar Mc -Farland LAMPIRAN Lampiran 1. Komposisi Media Bushnell-Haas,Larutan Standar Mc -Farland a. Komposisi Media Bushnell-Hass per liter(atlas, 1946) 1. KH 2 PO 4 = 1,0 g 4. MgSO 4.7H 2 O = 0,2 g 2. K 2 HPO 4 = 1,0 g

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu kambing segar ini menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) faktorial yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimia sebagai katalis suatu reaksi. Enzim sangat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian eksplorasi keberadaan mikroba pelarut fosfat dilaksanakan di ekowisata Mangrove kelurahan Wonorejo, kecamatan Rungkut, kota Surabaya

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur Kerja Subkultur Bakteri Penghasil Biosurfaktan dari Laut dalam Mendegradasi Glifosat

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur Kerja Subkultur Bakteri Penghasil Biosurfaktan dari Laut dalam Mendegradasi Glifosat DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Alur Kerja Subkultur Bakteri Penghasil Biosurfaktan dari Laut dalam Mendegradasi Glifosat Isolat bakteri koleksi Laboratorium Mikrobiologi hasil isolasi Laut Belawan ditumbuhkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis Kesehatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis Kesehatan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode deskriptif. B. Tempat dan waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian Deskriptif. Hal ini dikarenakan tujuan

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian Deskriptif. Hal ini dikarenakan tujuan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian Deskriptif. Hal ini dikarenakan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi pasien ISK dan untuk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci