LAPORAN PENELITIAN. Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS (Voter Turn Out) Studi Pemilihan Gubernur 2015 di Sumatera Barat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PENELITIAN. Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS (Voter Turn Out) Studi Pemilihan Gubernur 2015 di Sumatera Barat"

Transkripsi

1 LAPORAN PENELITIAN Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS (Voter Turn Out) Studi Pemilihan Gubernur 2015 di Sumatera Barat R e v o l t I n s t i t u t e m e n j a d i b e n a r d e n g a n c a r a b e n a r Ketua ; Dr. Eka Vidya Putra, M.Si Anggota ; M. Taufik, M.Si Abrar, M.Ag Heru Permana Putra, S.IP., M.IP Reno Fernandez, S.Pd., M.Pd P a d a n g

2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat partisipasi masyarakat untuk mengikuti voting dalam Pemilihan Umum dibanyak negara mulai dari negara yang dititelkan demokrasi maupun di negara sedang mengalami transisi ke demokrasi menunjukan penurunan (Arend Lijphart; 1998). Bahkan sejumlah khasus menunjukan golongan putih (Golput) atau warga yang tidak mendatangi bilik suara menjadi pemenang dalam perhelatan demokrasi (Wattenberg 1998). Tak terkecuali di Indonesia, eforia kebebasan sipil - dilihat dari partisipasi dalam Pemilu menunjukan penurunan. Simpulan tersebut dapat ditunjukan dengan data penurunan angka partisipasi. Pada Pemilu legislatif, angka statistik menunjukan Pemilu 1999, 2004 dan 2009 rata-rata mengalami penurunan sebesar 10%. Sedangkan dalam penyelengaraan pemilihan eksektif, pada pemilihan presiden tingkat partisipasi mengalami penurunan sebesar 3%. Kekhawatiran terus menurunnya angka partisipasi pemilih, penyelenggaraan Pemilu 2014, KPU ditargetkan untuk partisipasi pemilih sebesar 75%. Hasilnya, pada penyelengaraan Pemilu 2014, secara nasional tingkat partisipasi politik warga adalah 75,11%. Artinya, KPU berhasil melewati target yang ditetapkan. Sedangkan pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tingkat partisipasi secara nasional mencapai anggka 71,31%, berarti jauh dari target nasional 75%. Bagaimana pada aras lokal? Pada Pemilu legislatif 2014 angka partisipasi 68,37%, sedangkan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2015 angka partisipasi 63,98%. Angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan Pemilu sebelumnya. Selanjutnya, bagaimana dengan penyelengaraan Pemilihan Kepala Daerah, yang dilakukan serentak pada tanggal 9 Desember Target partisipasi KPU dalam penyelenggaraan Pilkada meningkat dibandingkan dengan Pemilu legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, yakni 77,5%. Hasilnya, pada pemilihan Gubernur, tingkat partisipasi pemilih tercatat sebesar 58,62 %. Angka tersebut jelas, jauh dari target 77,5% yang ditetapkan oleh KPU. Lebih lanjut akan dipaparkan

3 tingkat partisipasi pemilih di kabupaten/kota di Sumatera Barat pada Pemilihan Gubernur Tabel 1 : Tingkat Partisipasi Pemilih pada Pemilihan Gubernur 9 Desember 2015 Sumber : KPU Sumatera Barat Data di atas menunjukan jamak diseluruh kabupaten/kota tingkat partisipasi pemislih tidak ada yang mencapai angka 75% seperti yang ditargetkan oleh KPU. Tercatat hanya Kabupaten Damasraya dan Kota Solok yang jumlah pemilihnya melebihi dari angka 70%. Sebahagian besar berada di bawah angka 60% dan satu diantaranya yakni Kota Padang Pariaman malah di bawah angka 50%. Artinya kecenderungan yang terjadi di Sumatera Barat jamak dengan apa yang terjadi secara nasional. Studi ini akan fokus pada kasus di Sumatera Barat dalam Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Permasalahan Rekomendasi yang selalu muncul saat dilakukan evaluasi terhadap penyelengaraan Pemilu adalah usulan untuk melakukan revisi terkait regulasi yang terkait dengan ke-pemilu-an. Tujuan dari revisi terhadap regulasi adalah untuk meningkatkan kualitas Pemilu. Upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan Pemilu dapat diarahkan pada penyelengara, peserta atau pada masyarakat sebagai pemilih.

4 Terkait dengan pemilih, rata-rata bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Namun hasilnya dari data yang telah ditampilkan tidak terjadi keselarasan antara regulasi dengan peningkatan jumlah pemilih. Disemua level pelaksanaan Pemilu (nasional maupun lokal) dan jenis Pemilu (legislatif maupun eksekutif) menunjukan kecenderungan penurunan angka partisipasi. Maka menarik untuk mencermati lebih lanjut misteri apa yang kemudian mempengaruhi angka partisipasi dari pemilih. Untuk lebih fokus, studi ini akan melihat bagaimana partisipasi pemilih pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat yang diselengarakan pada tanggal 9 Desember Pertanyaan Penelitian Terkait dengan rumusan dari permasalahan di atas, studi ini mengajukan satu pertanyaan utama yakni bagaimana perilaku dalam warga menggunakan hak pilih pada saat pemilihan Gubernur Sumatera Barat. Untuk itu sejumlah pertanyaan pendukung yang akan dijadikan panduan dalam studi ini adalah: Pertama, kerangka kelembagaan apa saja yang berhubungan dengan voter turn out? Kedua, bagaimana regulasi tersebut efektif mendorong warga menggunakan hak pilihnya dengan mendatangi TPS? Ketiga, faktor lain apakah yang dapat diidentifikasi sebagai pendorong pemilih untuk mendatangi TPS? 1.4. Tujuan Penelitian Berangkat dari pertanyaan penelitian di atas, maka studi yang dilakukan bertujuan untuk: Pertama, mengetahui seberapa efektif kerangka kelembagaan (kebijakan atau regulasi) mempengaruhi voter turn out dari pemilih; kedua, mengetahui faktor lain (informal) yang mempengaruhi partisipasi pemilih; dan ketiga, mendapatkan rekomendasi yang tepat untuk meningkatkan voter turn.

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKAN Voter turn-out dapat diartikan sebagai the percentage of eligible voters who cast a ballot in an election. Voter turn-out, merupakan berapa banyak warga yang mempunyai hak pilih menggunakan haknya dengan mendatangi TPS untuk memberikan suara dalam Pemilu. Biasanya ditampilkan dengan menggunakan presentase dari total pemilih. Siapa saja warga yang telah memiliki hak pilih? Ia harus memenuhi semua unsur yang menjadi syarat untuk didaftarkan sebagai pemilih. Jamak disemua negara garis batas seseorang memiliki hak pilih adalah usia (voting age). Masing-masing negara menetapkan batas usia yang berbeda-beda. Malaysia dan Singapura misalnya, memberi voting age 21 tahun. Amerika Serikat, di sebahagian besar negara bahagiannya menetapkan voting age 18 tahun, dan sebahagian kecilnya menetapakan usia 17 tahun. Di Austria dan Brazil batasan usia lebih kecil lagi yakni 16 tahun. Bagaimana dengan Indonesia? Voting age di Indonesia adalah 17 tahun. Selain usia, kelayakan seseorang untuk didaftarkan sebagai pemilih, juga ditentukan atas pertimbangan lainnya. Misalnya di Indonesia ada ketentuan bagi warga yang pernah memiliki status pernikahan, meski belum berusia 17 tahun diberikan hak pilih. Namun, memenuhi syarat untuk memilih tidak secara otomatis membuat warga akan menggunakan hak pilihnya. Di banyak tempat menunjukan, tingkat partisipasi dari warga yang terdaftar sebagai pemilih berkisar dianggka persen. Pertanyaan yang selalu menjadi perhatian dari ahli adalah Kenapa ada warga yang menggunakan hak pilihnya dan ada warga lain tidak menggunakan hak pilihnya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut telah banyak ahli melakukan studi. Benny Geys (2005), mengumpulkan 83 studi tentang partisipasi warga dalam Pemilu di sejumlah negara. Melalui meta analisis, Geys ingin menemukan sejumlah faktor yang mempengaruhi partisipasi warga dalam Pemilu. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah sejumlah variabel independen (sosio-ekonomi, politik dan kelembagaan) memiliki dampak pada variabel dependen (jumlah pemilih). Geys sendiri dalam meta analisisnya menemukan jawaban yang berbeda diantara data yang tersedia. Satu

6 variabel dapat berdampak positif bagi partisipasi pemilih tapi pada kasus lain ia tidak berdampak positif bagi partisipasi masyarakat. Lingkungan kelembagaan formal dan informal menjadi faktor yang layak untuk dipertimbangkan saat melihat partisipasi pemilih. Tabel 2 : Variabel yang Mempengaruhi Partisipasi dari Pemilih Variabel Variabel Sosio-Ekonomi Fokus 1. Ukuran Populasi Ukuran dari masyarakat dan pemilih di satu wilayah 2. Konsentrasi Populasi Srtuktur sosial dari masyarakat 3. Stabilitas Populasi Mobilitas dari pemilih 4. Homogenitas Kohesi sosial 5. Partisipasi Sebelumnya Variabel Politik Kebiasaan dalam berpartisipasi dalam Pemilu 1. Kedekatan Interaksi antara elite dan pemilih 2. Kampanye Pesan dari kampanye 3. Fragmentasi Jumlah kandidat yang muncul Variabel Kelembagaan Sumber: 1. Sistem Pemilu Menentukan pemenang 2. Voting Wajib Kebiasaan dalam berpartisipasi dalam Pemilu 3. Pemilu Serentak Pemilu diselengarakan pada waktu yang sama 4. Syarat Pendaftaran Mekanisme pendaftaran pemilih Diolah dari Benny Geys (2005). Explaining voter turnout: A review of aggregate-level research. Pertama, Variabel Sosio Ekonomi. Varibel ini fokus pada karakteristik seperti kondisi demografis, tempat tinggal, kelas sosial, dan agama. Sejumlah studi yang pernah dilakukan, variabel sosio ekonomi merupakan faktor yang banyak dipakai untuk mengukur kenapa atau alasan pemilih berpartisipasi atau tidak

7 berpartisipasi dalam Pemilu. Faktor sosial ekonomi yang sering dijadikan proxy untuk diukur adalah pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, etnis, agama dan pendapatan. Secara umum penelitia yang ada menunjukan ting pendidikan mempengaruhi partisipasi. Contoh lainnya, dilihat dari penghasilan, orang kaya lebih mungkin untuk memilih, terlepas dari latar belakang pendidikan mereka. Namun, faktor di atas belakangan mengalami koreksi. Sejumlah ilmuwan politik melihat faktor-faktor di atas tidak lagi memiliki pengaruh yang signifikan. Pada konteks lain pada variabel ini Geys membuat kelompok baru. Geys membagi variabel sosial ekonomi menjadi lima proxy. Pertama, ukuran populasi. Ukuran populasi berhubungan dengan jumlah populasi. Dalam hal ini Geys mencatat, pada kasus dimana jumlah penduduk yang sedikit ditemui partisipasi pemilih meningkat. Kedua, konsentrasi populasi. Konsentrasi populasi berhubungan dengan struktur dari masyarakat, dalam hal ini struktur masyarakat. Secara sosiologi, pengelompokan masyarakat dibagai atas struktur masyarakat pedesaan dan struktur masyarakat perkotaan. Struktur masyarakat perkotaan jauh lebih kompleks dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Hal itu ditandai dengan masyarakatnya perkotaan yang lebih individualis sedangkan daerah pedesaan lebih komunal. Daerah perkotaan memiliki kepadatan penduduk dan daerah pedesaan lebih longgar. Filer (1977) menyatakan bahwa daerah yang memiliki populasi yang padat dengan lebih berpotensi untuk dimobilisasi mendatangi bilik-bilik suara. Hal sama juga dapat ditemukan pada masyarakat komunal, mobilitas akan jauh lebih mudah dibandingkan pada masyaralat yang individual. Ketiga, stabilitas populasi. Stabilitas populasi berhubungan dengan tingkat mobilitas masyarakatnya. Geys mencatat masyarakat dengan mobilitas tinggi tingkat partisipasinya lebih rendah. Tingkat mobilisasi masyarakat salah satu ditentukan dengan kepemilikan rumah. Masyarakat dengan kepemilikan rumah sendiri lebih mungkin untuk berada di daerah yang sama untuk jangka waktu yang lebih lama dibandingkan yang belum memiliki rumah pribadi. Selain itu, mobiltas juga dipengaruhi oleh usia. Orang tua seiring dengan mulai berkurangnya produktifitas cenderung lebih menetap. Berbeda dengan pemilih yang lebih muda, usia produktif membuat tingkat mobilitas lebih tinggi. Geys

8 menyebutkan, pertama, masyarakat yang populasinya stabil akan lebih mudah untuk mengidentifikasi keberadaanya dan membentuk solidaritas kelompok (Hoffman- Martinot, 1994; Ashworth et al., 2002) Kedua, pada masyarakat yang populasinya stabil dan berada di daerah yang sama untuk waktu yang cukup lama cenderung memiliki pengetahuan yang memadai terkait isu-isu lokal dan calon. (Filer et al., 1993). Keempat, homogenitas populasi. Homogenitas berhubungan dengan keragaman masyarakat, Pada populasi yang homogen seperti kelompok etnis lebih mudah untuk mobilisasi. Mobilisasi bisa diarahkan untuk memilih atau tidak memilih. Proxy ini juga dihubungkan dengan kohesi sosial. Kohesi akan meningkatkan solidaritas kelompok. Homogenitas akan mendorong peningkatan partisipasi ketika ia terakomodir dalam politik, tapi bisa juga menjadi faktor yang melemahkan jika ia tidak terakomodir. Jumlah pemilih cenderung lebih tinggi di negara-negara di mana kesetiaan politik terkait erat dengan kelas, etnis, bahasa, atau kesetiaan agama. Seterusnya, di negara-negara yang sangat multikultural dan multibahasa, bisa sulit untuk kampanye pemilu nasional untuk melibatkan semua sektor dari populasi. Terakhir, tingkat partisipasi pemilih sebelumnya. Proxy ini berkaitan dengan pengalaman memilih. Keinginan berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dipengaruhi oleh pengalaman memilih sebelumnya. Artinya, orang yang memilih di masa lalu lebih mungkin untuk mengulang tindakan ini dalam pemilihan mendatang dan sebaliknya. Kebiasaan akan menjadi perulangan bergantung pada pengalaman dari apa yang mereka lakukan sebelumnya. Pada sisi lain kebiasaan juga dipengaruhi oleh budaya. Dorongan untuk memilih tidak dapat dilepaskan dari keyakinaan masyarakat terhadap sistem demokrasi. Untuk mengembangkan kebiasaan atau budaya demokrasi membutuhkan waktu dan kondisi sosial tertentu. Kedua, Variabel Politik. Variabel berikutnya yang dibuat oleh Geys adalah variabel politik. Variabel ini juga dipakai oleh banyak peneliti untuk melihat tingkat partisipasi dari masyarakat. Varibel ini oleh Geys dibagi menjadi tiga proxy. Pertama, kedekatan (atau keterpinggiran), salah satu tujuan dari Pemilu adalah mempengaruhi kebijakan, maka seberapa besar ia dapat mempengaruhi kebijakan

9 akan mempengaruhi minat dari pemilih dalam menggunakan hak pilihnya. Kedekatan juga dapat dilihat dari hubungan antara elite/kandidat dan pemilih. Semakin kecil kesenjangan antara dua pihak tersebut, semakin dekat pemilu dan tingkat partisipasi pemilih lebih tinggi diharapkan menjadi. Jumlah pemilih cenderung lebih tinggi di negara-negara di mana kesetiaan politik dengan kelas, etnis, bahasa, dan agama. Kedua, kampanye, kampanye mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik, karena; Pertama, kampanye akan meningkatkan informasi dan kesadaran tingkatan dalam pemilih. Kedua peningkatan probabilitas dari masyarakat. Kampanye akan tidak selalu memberikan informasi terkait tentang calon, tapi juga tanggungjawab dari masyarakat untuk berpartisipasi. Namun tidak semua kampanye akan melahirkan tingkat partisipasi, sebaliknya bisa juga melahirkan penurunan karena kampanye yang mereka dapatkan adalah kampanye hitam atau kampanye negatif. Di Amerika Serikat, kampanye negatif menjadi salah satu faktor yang menjadikan jumlah pemilih mengalami penurunan. Dengan demikian pengaruh kampanye pada peningkatan atau penurunan jumlah partisipasi bergantung pada pesan yang dibawa dalam kampanye. Dimana kampanye dilakukan (pemasaran) dapat memiliki efek terhadap suara dan minat oarang untuk berpartisipasi. Keberpihakan merupakan dorongan penting untuk pemilih, dengan sangat partisan lebih mungkin untuk memilih. Ketiga, fragmentasi politik, secara umum mengacu pada pengertian jumlah dari partai yang ikut dalam pemilu. Meski dalam sejumlah penelitian lainnya fragmentasi diartikan tidak hanya sebatas jumlah partai tapi juga menyangkut hal-hal lain dalam kepemiluan. Secara teoretis, fragmentasi politik ikut mempengaruhi baik dalam meningkatkan atau menurunkan jumlah dari pemilih. Jumlah partai yang banyak pada satu sisi akan berdampak pada kelapangan pemilih dalam menentukan pilihannya. Banyak alternatif yang ditawarkan pada pemilih, sehingga ia dapat melihat platform dari masingmasing partai dan mencari mana yang sesuai. Sejumlah penelitian menunjukan Negara dengan sistem multipartai cenderung memiliki tingkat partisipasi yang lebih tinggi. Namun pada sisi lain jumlah partai yang banyak juga berdampak pada kompleksitas dari sistem politik, sehingga pemilih lebih sulit untuk mengambil

10 keputusan. Maka jumlah partai yang lebih sedikit akan lebih mempermudah untuk menentukan pilihan. Ketiga, Variabel Kelembagaan. Variabel ketiga adalah kelembagaan, variabel ini berhubungan dengan penyelenggaraan Pemilu. Perubahan sistem dalam kenegaraan selalu dimulai dengan pergeseran dari sisi aturan formal. Aturan formal yang diterbitkan oleh negara sebagai pemegang otoritas dominan. Salah satu kekuatan dari otoritas yang dimiliki oleh negara adalah kemampuannya untuk memaksa. Maka faktor institusional memiliki potensi untuk mengubah dari prilaku dari warganya. Terkaid dengan penyelenggaraan Pemilu, institusional menjadi fokus dari perhatian banyak peneliti. Meningkatkan jumlah pemilih salah satunya dipengaruhi oleh faktor institusioanl. Prosedur mengatur jalannya Pemilu seperti sistem pemilu, persyaratan pendaftaran, voting wajib dan sebagainya dapat memiliki efek pada jumlah orang yang terlibat dalam pemungutan suara. Pertama, sistem pemilu, sistem pemilu memiliki efek pada tingkat partisipasi. Sistem poporsional dinilai lebih memberi peluang partisipasi lebih tinggi karena alasan semua partai baik yang besar maupun kecil memiliki potensi untuk mendapatkan kursi. Sehingga pemilih potensial akan tetap berupaya untuk mendatanggi TPS (Jackman 1987). Argumentasi lainnya adalah dengan sistem porposional hubungan kelompok akan lebih kuat sehingga berkorelasi dengan meningkatkan jumlah pemilih. Namun, argumentasi lainnya menyatakan bahwa pemilihan dengan sisitem porposional juga berdampak pada penurunan jumpalh pemilih karena sistem ini lebih rumit dipahami oleh rata-rata masyarakat dan kedua sistem ini memungkinkan terjadi banyak koalisi sehingga memunculkan ketidakpuasan. Kerumitan tersebut menjadi argumentasi kenapa sisitem porposional ini menjadi penyebab rendahnya anggak dari pemilih. (Ladner dan Milner 1999). Akhirnya sistem distrik atau sistem mayoritas lebih mendorong partisipasi dari pemilih. Ketiga, voting wajib, mewajibkan kepada warga negara untuk mengikuti Pemilu akan berdampak pada partisipasi pemilih. Karena pemilih berusaha untuk menghindari diri dari sanksi yang diakibatkan jika mereka tidak menggunakan hak pilih yang mereka miliki. Sehingga bagi sejumlah ahli menyebutkan wajib voting merupakan temuan yang kuat dalam meningkatakn

11 anggka partisipasi. Salah satu contoh negara yang menerapkan wajib voting adalah Australia. Hasilnya anggka partisipasi mencapai 93,23% untuk DPR dan 93,88% untuk Senat. Ketiga, Pemilu serentak, pemilu serentak dibanyak negara menunjukkan peningkatan anggka partisipasi. Hal ini disebabkan karena sejumlah argumentasi. Pertama, dengan pemilu serentak dapat mengoptimalkan kampanye, sehingga dari kampanye tersebut dapat menigktakan kesadaran pemilih untuk ikut berpartisipasi. Kedua, berkaitan dengan biaya atau pengorbanan yang dikeluarkan oleh pemilih lebih sedikit, karena dengan pemilu serentak mereka hanya satu kali datang untuk semua level Pemilu. Hal ini juga harus menyebabkan tingkat partisipasi pemilih lebih tinggi. Pemilu yang dilakukan secara terpisah dapat menyebabkan kelelahan pemilih. Kelelahan pemilih dapat menurunkan jumlah pemilih. Jika ada banyak pemilu dalam suksesi dekat, jumlah pemilih akan menurun. Swiss misalnya pemilih rata-rata diundang untuk pergi ke tempat pemungutan suara rata-rata tujuh kali dalam setahun. Keempat, persyaratan pendaftaran, persyaratan yang lebih mudah akan memungkinkan untuk tinggi tingkat partisipasi dibandingkan dengan persyaratan yang rumit. Hal ini berkaitan dengan prosedural yang akan dilalui oleh pemilih untuk menjadi pemilih. berkaitan dengan pendataan siapa saja warga negara yang telah memenuhi persyaratan sebagai pemilih. Secara umum pendataan pemilih bukanlah hal yang rumit, terutama bagi negara-negara yang telah melakukan banyak Pemilu. Karena proses pendaftaran pemilih hanya memastikan dua hal yakni mencatat siapa saja yang telah memasuki usia pilih (pemilih pemula) dan memastikan yang sudah terdaftar masih tercatat sebagai pemilih dan tidak kehilangan hak pilihnya. Parancis dapat menjadi contoh, di negara ini ketika salahsatu warga memasuki usia 18 tahun secara otomatis langsung terdaftar sebagai pemilih. Pendataan pemilih biasanya diintegralkan data kependudukan. Kendala dalam pendataan pemilih adalah mobilitas, semakin tinggi mobilitas masyarakat maka proses pendataan pemilih semakin sulit dilakukan. Di beberapa negara proses pendataan pemilih dilakukan secara periodik dan berlaku dalam selang waktu tertentu. Inggris misalnya, pendataan pemilih dilakukan pada bulan Oktober, dan akan mulai berlaku pada Februari dan berlaku sampai

12 Januari pada tahun berikutnya. Artinya, jika pemilihan dilakukan jauh setelah proses pendataan pemilih dilaksanakan, besar kemungkinan banyak pemilih yang belum tercatat. Namun, ada juga yang melakukan pendataan pemilih setiap akan diadakan Pemilu, tujuanya untuk menjaga keakuratan data dan memberi kesempatan yang luas pada masyarakat untuk mengikuti Pemilu. Lebih maju lagi, ada negara yang tidak membutuhkan pendaftaran, artinya pemilih dapat datang ke TPS saat dilakukan Pemilu. Terobosan lain adalah memudahkan dalam memilih, seperti voting melalui saluran internet. Ide akan bahwa jumlah pemilih akan meningkat karena orang bisa memberikan suara mereka dari kenyamanan rumah mereka sendiri, meskipun beberapa percobaan dengan voting internet telah menghasilkan hasil yang beragam Berdasarkan di variabel di atas yang merupakan hasil dari proses agregasi atau meta analisis, menunjukan bahwa banyak hal yang menentukan kenapa partisipasi masyarakat dapat meningkat maupun dapat mengalami penurunan. Untuk kepentingan penelitian ini, tentu tidak memungkinkan melihat semua variabel secara utuh. Maka, penelitian ini akan lebih fokus pada faktor kelembagaan. Karena dengan melihat faktor kelembagaan akan dapat melihat sejauhmana kebijakan yang dibuat selama ini mempengaruhi tingkat partisipasi dari pemilih. Selanjutnya, bagaimana perbaikan secara kelembagaan yng dapat dilakukakan kedepan juga akan lebih mudah terpotret dan dirumuskan. Faktor-faktor tersebut dapat bersifat formal dan dapat juga non formal. Faktor formal berkaitan dengan regulasi. Sedangkan faktor informal berhubungan dengan nilai, norma yang berlaku dalam masyarakat.

13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah strategi penelitian yang lebih menekankan pada kata-kata daripada kuantifikasi data dan analisisnya (Bryman; 2004:266). Penelitian kualitatif biasanya cenderung induktif, konstruksionis atau interpretif. Induktif karena penelitian kualitatif biasanya berangkat dari temuan empiris di lapangan yang kemudian diangkat dan diabstraksikan menjadi sebuah teori atau konsep baru. Pilihan kualitatif sebagai pendekatan didasari atas harapan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam terhadap pertanyaan yang diajukan dalam studi ini. Adapun argumentasi pemilihan pendekatan kualitatif dalam penelitian adalah Pertama, ketersediaan data. Pada penelitian dokumentasi yang dimiliki oleh KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota akan dijadikan sumber utama. Adapun data yang dimaksud sebagai sumber utama tersebut adalah evaluasi yang dilakukan dimasing-masing KPU (KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota) setelah penyelengaraan Pemilukada. Setidaknya ada tiga alasan kenapa data tersebut layak dijadikan sumber utama dari penlitian. Pertama, dari sisi waktu pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh KPU relatif tidak lama setelah perhelatan Pemilukada tersebut diselenggarakan. Artinya, informasi relatif masih segar dalam pengalaman dan ingatan peserta. Kedua, dilihat dari aktor yang terlibat dalam evaluasi. Penyelengaraan evaluasi biasanya melibatkan seluruh elemen yang terlibat dalam Pemilukada. Mulai dari penyelenggara (level terendah, komisioner, dan pengawasan), peserta pemilu (partai politik, calon, tim sukses), kelompok masyarakat sipil (akademisi, media massa, tokoh masyarakat). Artinya, informasi yang diterima dalam evaluasi dapat mewakili dari berbagai sudut pandang. Ketiga, secara metodologi yang digunakan dala proses evaluasi. KPU melakukan evaluasi melalui FGD. Dalam penelitian kualitatif FGD dapat dikelompokkan sebagai salah satu teknik pengumpulan data. Selain data evaluasi pelaksanaan Pemilukada, sumberdaya lainnya yang juga dijadikan sumber utama adalah penelitian yang dilakukan sebelumnya. Terutama penelitian yang dilakukan oleh sejumlah lembaga bekerjasama dengan KPU. Dalam hal ini, tercatat ada

14 empat KPU kabupaten/kota yang melakukan penelitian dengan tema serupa dengan penelitiaan ini. Berpedoman pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan mengumpulkan sumber informasi, mirip dengan penelitian dengan mengunakan meta teori Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui dua cara, yakni : Pertama, pengumpulan data melalui dokumentasi. Dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan mempelajari arsip atau dokumen-dokumen, yaitu bahan tertulis baik internal maupun eksternal yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian (Moleong: 2006). Dalam hal ini dokumen yang menjadi sumber data adalah evaluasi terkait penyelengaraan Pilkada serentak 9 Desember 2015 yang dilakukan oleh KPU Sumatera Barat dan KPU Kabupaten/Kota. Penelitian Partisipasi dalam Pemilu yang dilaksanakan pada tahun Dokumentasi berikutnya adalah hasil penelitian yang belumnya juga pernah dilakukan oleh KPU kabupaten/kota bekerjasama dengan sejumlah lembaga penelitian. Setidaknya sejumlah penelitian topiknya sama dengan studi yang dilakukan. Terakhir, dokumentasi terkait dengan penyelengaraan Pemilukada, mulai dari tahap awal sampai akhir. Seperti data pemilih, dinamika pada tahapan Pemilukada, perolehan suara dan tingkat partisipasi dari pemilih. Kedua, pengumpulan data melalui wawancara. Metode wawancara adalah cara pengumpulan data yang dilakukan antar peneliti dengan nara sumber atau informan. Wawancara disini ditujukan untuk mengkonfirmasi dan memperdalam data-data yang telah didapat dari dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan mandatangi sejumlah responden baik yang belatar pekerjaan sebagai akademisi dan praktisi. Selain wawancara juga dilakukan dengan sejumlah penyelengara dan peserta Pemilu Peran Peneliti dalam Penelitian Salah satu kekuatan dari penelitian kualitatif adalah keterlibatan peneliti dengan objek penelitian. Keterlibatan tersebut berkaitan dengan kemampuan si peneliti dalam melebur dengan penelitian yang dilakukan, berinteraksi dengan akrap dan dekat

15 dengan sabjek penelitian. Karena dari kedekatan tersebut, si peneliti dapat menangkap dan memahami makna dari apa yang ditelitinya. Berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, keterlibatan peneliti secara aktif maupun pasif dapat dikatakan sudah lama. Secara formal (pribadi dan kolektif) peneliti terlibat dalam sejumlah rangkaian diskusi, seminar workshop terkait persiapan, pelaksanaan dan evaluasi penyelenggaraan Pemilukada. Pada konteks ini penulis dapat menjadi pembiacara maupun sebagai peserta. Secara informal, penulis (pribadi dan kolektif) aktif dalam pengawasan, pengamat pelakasanaan Pemilukada. Terkait dengan topik dari studi yang dilakukan ini, sebelumnya peneliti (pribadi dan kolektif) juga telah melakukan penelitian serupa di dua daerah Kabupaten. Disamping empat penelitian lain yang tidak persisi sama, tapi data yang diperoleh dapat dijadikan referensi dan rujuakan dalam proses analisis Pernyataan Penelitian Untuk memberi batasan sekaligus fokus dari penelitian, dibuatlah beberapa penyataan tesis (thesis statement). 1. Struktur atau lingkungan kelembagaan terdiri dari kerangka formal. Regulasi berupa Undang-undang, dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Sedangkan secara informl berupa kebiasan, nilai dan norma. Struktur tersebut mempengaruhi prilaku dari masyarakat terutama dalam partisipasi dalam Pemilu. 2. Selain kernagka formal, struktur atau lingkungan kelembagaan yang mempengaruhi perilaku adalah kerngka informal. Kebiasaan, nilai dan norma merupakan bentuk kernagkan informal dan mempengaruhi perilaku masyarakat terutama dalam partisipasi dalam Pemilu.

16 BAB IV DISKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Umum Geografis, Demografis. Provinsi Sumatera Barat, merupakan salah satu daerah provinsi di wilayah bagian Barat Indonesia. Secara administratif Provinsi Sumatera Barat berbatasan langsung dengan sejumlah provinsi tentanga dan Samudera Indonesai. Lebih lengkap Provinsi Sumatera Barat berbatasan dengan di sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara, di sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi dan Provinsi Bengkulu, di sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Riau dan di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia dan Madagaskar. Hubungan Sumatera Barat dengan daerah tetangga relatif mudah dan lancar, didukung dengan fasilitas transportasi darat yang dapat dikatakan baik. Luas wilayah Provinsi Sumatera Barat ,30 Km² atau setara dengan 2,27% dari luas Republik Indonesia. Dilihat dari sudut geografis, wilayah Sumaterab Barat terletak pada 0 54 Lintang Utara sampai dengan 3 30 Lintang Selatan dan dari sampai Bujur Timur. Secara administratif, Provinsi Sumatera Barat terdiri dari 19 wilayah kabupaten/kota. Daerah kabupaten terluas adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai (6.011,35 km²). Selain daerah terbesar, sesuai dengan namanya Mentawai merupakan daerah di Sumatera Barat yang berupa kepulaan. Meski Kepulauan Mentawai merupakan daerah terbesar di Sumatera Barat, namun dilihat dari struktur penduduk, masyarakat Mentawai merupakan kelompok minoritas. Budaya misalnya, Mentawai merupakan suku minoritas, dengan mayoritasnya Suku Minangkabau. Selanjutnya, daerah terbesar kedua adalah Kabupaten Pesisir Selatan (5.794,95 km²). Pesisi Selatan terbentang di pesisir pantai barat dengan pemandangan alam yang menawan. Sedangkan kabupaten terkecil adalah Kabupaten Padang Pariaman (1.328,79 km²), daerah yang memiliki keunikan budaya dibandingkan Suku Minangkabau lainnya. Masyarakat Padang Pariaman juga terkenal dengan kekuatan dari perantaunya. Organisasi perantau PKDP tidak hanya sekedar paguyuban tapi juga sebagai salah satu sumber referensi politik bagi

17 masyarakat Padang Pariaman. Kabupaten terkecil berikutnya adalah Kabupaten Tanah Datar (1.336,00 km²). Kabupaten yang dikenal dengan Luhak Nan Tuo, daerah yang dalam Tambo merupakan asal muasal masyarakat Minangkabau. Di pusat kota Kabupate Tanah Datar berdiri sebuah bangunan Kerajaan Pagaruyuang, yang oleh sebahagian masyarakat dipahaminya sebagai kerajaan Minangkabau. Sedangkan untuk daerah perkotaan, Kota Padang dengan luas 694,96 Km² merupakan kota terluas. Kota Padang dengan moto Ku Jaga dan Ku Bela merupakan ibu kota pemerintahan Sumatera Barat. Status sebagai Ibu Kota Provinsi menjadikan Kota Padang juga merupakan pusat pendidikan. Jika sebelumnya perguruan tinggi tersebar disejumlah kabupaten kota, sejak orde baru semu digabungkan dengan berkampus di Kota Padang. Dilihat dari kecamatan, hanya dua kecamatan yang tidak berdiri sebuah perguruan tinggi. Selain itu, Kota Padang juga dapat dikataan sebagai pusat dari perdagangan. Kehadiran pelabuhan Teluk Bayur, dekat dengan Bandara Internasional Minangkabu, tersedianya fasilitas gudang yang banyak mendukung Kota Padang sebagi daerah perdagangan. Sebagai pusat perdagangan Kota Padang sampai saat ini masih terkendala dengan kelengakpan fisik, setelah hancur saat gempa bumi Kota terbesar berikunya adalah Kota Sawahlunto dengan luas 273,45 km². Kota Sawahlunto terkenal dengan pusat tambang Batubaranya. Telah menjadi kunjungan mancanegara sejak zaman kolonial. Masayarakatnya heterogen, faktor kehetoregenan Kota Sawahlunto adalah keberadaan tambang batubara. Setelah tambang ditutup, Kota Sawahlunto menjadi objek wisata baru di Sumatera Barat dengan icon Wisata Tambang. Berikutnya Kota Padang Panjang dengan seluas 23,00 km² adalah kota terkecil di Sumatera Barat. Kota Padang Panjang dikenal sebagai Kota Serambi Mekkah. Pada kota kecil ini berdiri dua pesantren yang namanya dikenal sampai ke luar negeri. Diniyah Putri Padang Panjang yang didirikan oleh Rahmah El Yunusiah pada tahun 1927 telah menjadi pusat pendidikan wanita muslim terkenal di Asia. Begitu juga dengan kehadiran pesantren Tawalib yang berdiri tahun 1919, santrinya tersebar di Asia. Kota Padang Panjang menjadi salah pintu perlintasan masuk ke daerah darek. Kota keci, lainnya yang penting di catat dalah Kota Bukittinggi dengan luas 25,24 km

18 persegi. Kota Bukitting merupakan pusat wisata dan menjadi kunjungan wisata. Sejak zaman kolonial telah dijadikan oleh VOC, Belanda, Jepang sebagai pusat pemeritahan dan pertahanan, terlihat dengan sejumlah peninggalan sejarah yang ada di Bukittinggi. Gambar 1 : Peta Sumatera Barat

19 Luas wilayah Sumatera Barat dihuni oleh 5,13 juta jiwa penduduk, dengan ratarata pertumbuhan penduduk 1,29 persen per tahun. Tingkat kepadatan penduduk Sumatera Barat tahun 2014, rata-rata 121 orang per KM ². Sementara itu jika dilihat dari sisi komposisinya, jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki-laki yaitu sebanyak 2.58 juta jiwa perempuan dan sebanyak 2.55 jiwa laki-laki. Melihat jauh ke belakang, wilayah Sumatera Barat sebelumnya merupakan bahagian dari Sumatera Tengah. Pasca perang PRRI, provinsi Sumatera Tengah mengalami perpecahan yang di sebabkan adanya peraturan perundangan nomor 19 tahun Sumatera Tengah di jadikan 3 provinsi yaitu Riau, Jambi, dan Provinsi Sumatera Barat. Kerinci yang sebelumnya masuk dalam bagian Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci, dimasukkan ke dalam Provinsi Jambi menjadi kabupaten sendiri. Untuk wilayah Rokan Hulu, Kampar, dan Kuantan Singingi digabungkan ke wilayah Riau Struktur Masyarakat Sumatera Barat Secara keseluruhan struktur masyarakat Sumatera Barat dapat dikatakan homogen. Dilihat dari suku bangsa mayoritas masyarakat Sumatera Barat, bersuku Minangkabau. Adapun suku bangsa lain jumlahnya jauh lebih sedikit seperti Suku Bangsa Tionghoa yang tinggal di daerah perkotaan, seperti Bukittinggi, Padang, dan Payakumbuh. Kedatangan orang Tionghoa berhubungan dengan budaya berdagang suku bangsa tersebut. Karenanya ia banyak ditemui pada daerah perkotaan. Sedangkan suku bangsa Jawa banyak ditemui pada daerah transmigrasi seperti Padang Gelugur, Lunang Silaut, dan Sitiung. Di Sawahlunto kedatangan orang Jawa berhubungan dengan keberadaan orang rantai dipertambangan Batubara. Munculnya daerah perkebunan di daerah Damasraya dan Solok Selatan juga mendorong munculnya suku bangsa Jawa di kedua darah tersebut. dan lainnya. Sedangkan kehadiran suku bangsa Mandailing dan Batak dapat dilacak sejak abad ke-18, dimasamasa Perang Paderi. Selain faktor geografus dimana kedua suku tersebut berbatasan dengan Kabupaten Pasaman. Sedangkan suku bangsa Mentawai mayoritas ditemukan di Kabupaten Kepulauan Mentawai, dimana masyarakatnya berkembang bersama

20 hutan adatnya. Memasuki Indonesia modern kehadiran suku bangsa lain di Sumatera Barat semakin beragam seiring dengan berkembangnya birokrasi pemerintahan. Bahasa yang umumnya di gunakan bagi penduduk Sumatera Barat adalah bahasa Minangkabau. Bahasa MInagkabu merupakan bahasa Ibu yang sampai sekarang menjadi alat komunikasi keseharian masyarakat. Perbedaan antar daerah hanya pada dialek, seperti dialek Pariaman, dialek Payakumbuh, dialaek Pesisir Selatan, dan dialek Bukittinggi. Struktur bahasa yang sederhana, masyarakt pendatangpun relatif mudah menguasai bahasa Minang dan menjadikan alat komunikasi dalam keseharian. Sedangkan penggunaan bahas dari suku bangsa lain lebih terbatas digunakan dalam komunitas masing-masing Profil Pemerintah Daerah dan Dinamika Politik Lokal Kontemporer Provinsi Sumatera Barat yang terdiri atas 19 wilayah Kabupaten/Kota, meliputi 12 Kabupaten dan 7 Kota 1. Empat diantaranya merupakan Kabupaten baru, hasil pemekaran yakni Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Solok Selatan. Dalam penyelengaraan Pemilu legislatif ke 19 kabupaten/kota tersebut dikelompokan menjadi dua daerah Pemilihan (Dapil), Dapil 1 2 dan Dapil 2 3. Selanjutnya pada pemerintahan berikutnya, Sumatera Barat terdiri atas 179 kecamatan, 760 nagari, 259 kelurahan, dan 126 desa. Pemerintahan nagari merupakan pemerintahan terendah di Sumatera Barat, kecuali Mentawai pemerintahan terendahnya adalah Desa. Pengecualian tersebut terkait dengan perbedaan budaya lokal dengan daerah Sumatera Barat lainnya. Pengecualian lainnya adalah daerah perkotaan, pemerintahan terendahnya adalah kelurahan, menyesuaikan dengan tata pemerintahan yang telah ada. 1 Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Kota Padang, Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh, Kota Padang Panjang, Kota Sawahlunto, Kota Solok dan Kota Pariaman 2 Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan, Kota Padang, Kota Solok, Kota Sawahlunto, dan Kota Padang Panjang 3 Kabupaten Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Kota Payakumbuh, Kabupaten Limapuluh Koto, Kota Bukit Tinggi, Kabupaten Agam, Kota Pariaman, dan Kabupaten Padang Pariaman.

21 Dalam penyelengaraan Pemilu, untuk DPRD Sumatera Barat dibagi menjadi delapan Dapil. Dari delapan Dapil tersebut terpilih 65 orang anggota DPRD Sumatera Barat 4. Jumlah tersebut meningkat, sebelumnya pada tahun 2014 jumlah anggota DPRD tercatat hanya 55 orang. Anggota DPRD provinsi Sumatera Barat periode terdiri dari perwakilan 11 partai politik hasil pemilihan umum legislatif Perwakilan Partai Golkar mengisi perolehan kursi terbanyak. Berdasarkan UU Nomor 27 tahun 2009, struktur pimpinan DPRD Sumatera Barat terdiri atas satu orang ketua dan tiga orang wakil ketua yang dipilih dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak. Dominasi Partai Golkar di Sumatera Barat sudah berjalan panjang. Pembeda antara Pemilu hanya pada jumlah kursi yang mereka ambil. Terakir berdasarkan hasil Pemilu 2014, Partai Golkar mendapat kursi sebanyak 9 kursi. Kemudian diikuti oleh Partai Gerindra 8 kursi, PAN 8 kursi, PPP 8 kursi, PKS 7 kursi, Partai Demokrat 6 kursi, Partai Nasdem 6 kursi, Partai Hanura 5 kursi, PDI-P 4 kursi, PBB 1 kursi, dan PKB 1 kursi. Dilihat dari latar belakang pendidikan anggota DPRD Sumatera Barat hasil Pemili 2014 berpendidikan Sarjana (S1) berjumlah 37 orang, 18 orang berpendidikan S2/S3, dan 9 orang berpendidikan SMA, serta sisanya bependidikan D-III sebanyak 1 orang. Selanjutnya dalam konteks kepemimpinan daerah. Pemerintahan Gubernur di Sumatera Barat mulai pada tahun 1958, dengan Kaharudin Datuk Rangkayo Basa 4 Dapil I, Trianda Farhan S (PKS), Rahmat Saleh (PKS), Afrizal (Golkar), Suwirpen Suib (Demokrat), Indra Dt. Rajo Lelo (PAN), Hidayat (Gerindra), Yuliarman (PPP), Taufik Hidayat (Hanura), Apris (Nasdem), Albert Indra Lukman (PDI P).Dapil II masing-masing Siti Izzati(Golkar), Endarmy(Nasdem), Eri Zulfian(Demokrat), Jasma Juni Dt. Gadang(Gerindra), Komi Chaniago(PBB), Zalman Zaufit(PPP), Darmon(PAN).Dapil III masing-masing, Aristo Munandar (Golkar), Nofrizon (Demokrat), Martias Tanjung (PPP), Asmiati (Hanura), Rafdinal (PKS), Ismunandi (Gerindra), Murdani (Nasdem), Guspardi Gaus (PAN).Dapil IV masing-masing, Zulkenedi Said(Golkar), Muzli M Nur(PAN), Syahiran(Gerindra), Riva Mela(PDI P), Sabar(Demokrat), Zusmawati(Hanura), Suharto(PKB), Muslim M Yatim (PKS), Amora Lubis (PPP).Dapil V masing-masing, Darman Syahladi(Demokrat), Supardi(Gerindra), Yulfitni Djasiran(Golkar), Irsyad Syafar(PKS), Novi Yuliasni(PPP), Herman Mawardi(PAN).Dapil VI masing-masing Hendra Irwan Rahim (Golkar), Marlina Suswanti (Golkar), Arkadius (Demokrat), Liswandi(Demokrat), Rizanto Algamar (PDI P), Irradatillah (PPP), Sultani (PKS), Darmawi (Gerindra), Bukhari Dt. Rajo Tuo (PAN), Evel Murfi Saifoel (Nasdem) dan Marlis (Hanura).Dapil VII masing-masing Zigo Rolanda (Golkar), Sabrana (Gerindra), Asrul (Demokrat), Zulfadri Nurdin (PPP), Irwan Afriadi (Nasdem), Nazar Bakri (PKS), Ahmad Rius (PAN).Dan Dapil VIII masing-masing, Sudarmi Saogo (Gerindra), Syaiful Ardi (Hanura), Saidal Masfiyuddin (Golkar), Iswandi Latief (PAN), Ridnaldi (Nasdem), Syafril Ilyas (PPP), dan Achiar (PDI P).

22 sebagai pejabat Gubernur. Selanjutnya sirkulasi kepemimpinan provinsi bergulir dalam periode lima tahunan 5. Tercatat sembilan orang Gunbernur, beberapa diantaranya menduduki jabatan gubernur lebih dari satu kali periode. Catatan pada tahun 1987, kepemimimpinan Provinsi dilengkapi dengan posisi wakil gubernur. Hal yang beda dari struktur pemerintahan daerah di Sumatera Barat dibandingkan dengan daerah lain adalah ditetapkannya Nagari sebagai lapisan terendah pemerintahan daerah. Meski pilihan itu sediri tidak dapat dikatakan baru. Karena sampai tahun 1979, pemerintahan Nagari telah menjadi pemerintahan terendah di Sumatera Barat. Beralih ke pemerintahan desa ketika diberlakukannya Undang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa. Meski mendapat tantangan dari sejumlah akademisi dan budayawan status nagari dihilangkan diganti dengan desa, dan beberapa jorong ditingkatkan statusnya menjadi desa. Kedudukan wali nagari juga dihapus dan administrasi pemerintahan dijalankan oleh para kepala desa. Peluang di era reformasi kemudian dimanfaatkan oleh elite politik Sumatera Barat untuk mengembalikan sistem pemerintahan Desa ke Nagari. Maka munculah jargon Baliak ka Nagari. Namun, belakangan sistem pemerintahan nagari kembali di gugat oleh elit daerah, alasanya adalah dengan jumlah nagari yang sedikit merugikan Sumatera Barat, terutama terkaid dana untuk Desa. Akibatnya sejumlah daerah memekarkan nagaru dan sejumlah daerah lainnya mulai mengambil ancang ancang untuk hal serupa. 5 Berikut Gubernur Sumatera Barat dari masa ke masa Harun Zain , , Azwar Anas 18 Oktober Oktober 1982, 18 Oktober Oktober 1987, Hasan Basri Durin Sjoerkani 30 Oktober Oktober 1992, Hasan Basri Durin - Muchlis Ibrahim 30 Oktober November 1997, Muchlis Ibrahim - Zainal Bakar 29 November Maret 1999, Dunidja 27 Maret Februari 2000, Zainal Bakar - Fachri Ahmad 24 Februari Maret 2005, Thamrin 14 Maret Agustus 2005, Gamawan Fauzi - Marlis Rahman 15 Agustus Oktober 2009, Marlis Rahman 7 November Agustus 2010, Irwan Prayitno - Muslim Kasim 15 Agustus Agustus 2015, Reydonnyzar Moenek 15 Agustus Februari 2016, Irwan Prayitno - Nasrul Abit 12 Februari 2016 sekarang.

23 BAB V TEMUAN DAN ANALISA PENELITIAN 5.1. Kerangka Kelembagaan Formal Struktur Organisasi KPU Tugas dan kewenangan KPU secara umum mencakup tiga hal yakni pertma, menetapkan peraturan setiap tahapan Pemilu berdasarkan UU Pemilu; kedua merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan proses penyelenggaraan tahapan Pemilu berdasarkan UU Pemilu; serta terakhir ketiga menegakkan ketentuan administrasi Pemilu 6. Untuk melaksankan kewenangannya tersebut KPU memiliki organisasi mulai dari level daerah tingkat dua, kemudia dibantu oleh panitia pelaksana di tingkat kecamtan sampai ke level TPS. Dilihat dari struktur organisasi, hubungan KPU dengan KPU yang ada diatasnya bersifat hierarkis. Dimana KPU yang ada diatasnya memiliki kewenagan atas KPU yang ada dibawahnya. Kewenangan tersebut menyangkut dalam pertangungjawabab perkerjaan, memberikan pengawasan dan memberikan sanksi. Regulasi tersebut menunjukan secara struktural keberadaan KPU Kabupaten/Kota tidak dapat dilepaskan dari KPU Provinsi dan KPU Pusat. Dalam hal ini KPU yang berada dibawahnya secara periodik akan menyampaikan laporan kinerja kepada KPU di atasnya. Begitu juga dalam penyelengaraan Pemilukada. Dalam hal ini, KPU Provinsi dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada KPU Pusat. Sedangkan tahapan penyelengaraan Pemilukada KPU akan menyampaikan kepada gubernur dan DPRD Provinsi. KPU Kabupaten/Kota. Disamping sifahubungan KPU yang sifatnya hierarkis dengan KPU di atasnya, struktur organisasi lain yang juga penting dalam penyelengaraan Pemilukada adalah keberadaan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggaran Pemungutan Suara (KPPS). Terkait dengan organisasi tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun Adapun 6 Ramlan surbakti, kris nugroho, Studi tentang Desain Kelembagaan Pemilu yang Efektif, Jakarta : Kemitraan Partnership, 2015, hal 1.

24 kedudukan dari panitia pemilihan di atas adalah bersifat ad hoc. Teknis pembentukan panitia penyelengara adalah pada KPU, untuk selanjutnya organisasi dibawahnya akan melibatkan panitia pelaksana diatasnya. Secara keseluruhan keberadaan dari KPU dan organisasi panitia pelaksana berdasarkan pasal 10 UU No. 3 tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum, memiliki tugas kewenangan Pertama, merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilu; kedua, menerima, meneliti serta menetapkan Partai Politik yang berhak sebagai Peserta Pemilihan Umum; ketiga, membentuk Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilu mulai dari tingkat Pusat sampai di TPS keempat mengumpulkan dan mensistemasikan bahan serta data hasil Pemilu; dan kelima, memimpin tahapan kegiatan Pemilu Pemilukada 2015 Pelaksanaan Pemilukada tahun 2015 didasari pad Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Perubahan ini berkaitan dengan pelaskanaan Pemilukada serentak. Untuk melakukan penyesuain dengan rencana Pemilukada serentak tersebut maka terjadi perubahan jadwal Pemilukada. Sebelumnya akan dilaksankan pada semester pertama tahun 2016 menjadi dilaksanakan pada tanggal 9 Desember tahun Lebih lanjut perubahan tersebut dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 mengatur bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2015 dan semester pertama tahun 2016 melaksanakan Pilkada Serentak pada tahun Untuk penyelengaran Pemilukada serentak tersebut kemudian diterbitkan Peraturan KPU Nomor 2 tahun 2015 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati

25 dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. Adapun tahapan dari pelaksanaan Pemilukada tahun 2015 terdiri dari tujuh tahapan, yakni : 1. Perencanaan, program dan anggaran; 2. penyusunan peraturan penyelenggaraan pemilihan; 3. sosialisasi, penyuluhan dan bimbingan teknis; 4. pembentukan, PPK, PPS dan KPPS; 5. pendaftaran Pemantau pemilihan; 6. pengelolaan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) dan. 7. pemutakhiran data dan daftar pemilih Selain itu terkait dengan penyelengaraan Pemilukada serentak tersebut KPU RI menerbitkan Peraturan KPU. Terdapat 12 (dua belas) peraturan KPU yang dikeluarkan, yaitu: 1. Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota; 2. Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2015 tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi/Komisi Independen Pemilihan Aceh dan Komisi Pemilihan Umum/Komisi Independen Pemilihan Kabupaten/Kota, Pembentukan dan Tata Kerja Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota; 3. Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota; 4. Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota; 5. Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2015 tentang Norma, Standar, Prosedur, Kebutuhan Pengadaan dan Pendistribusian Perlengkapan Penyelenggaraan

26 Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota; 6. Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota; 7. Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Dana Kampanye Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota; 8. Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota; 9. Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2015 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota; 10. Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2015 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota; 11. Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2015 Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota; 12. Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan satu pasangan calon Faktor yang Mempengaruhi Kehadiran Pemilih Masalah kehadiran pemilih ke TPS masih menjadi pekerjaan rumah bagi KPU sebagai penyelengara Pemilu. Selain itu sepertinya anggka partisipasi pemilih menjadi alat ukur sukses atau tidaknya penyelengaranan Pemilu di negeri ini. Untuk itu upaya sunguh-sunguhpun dilaukan untuk meningkatkan angka partisispasi.

27 Sehingga dalam RPJP Nasional diamanahkan kepada KPU untuk meningkatkan anggka partisipasi dengan memberi batas atau target partisipasi dalam Pemilu. Pada pemilihan umum legislatif dan presiden misalnya, KPU ditargetkan memenuhi 75 persen angkat partisipasi. Sedangkan untuk Pemilukada, KPU ditargetkan mencapai angka 77,5 persen. Terkaid dengan penyelengaraan Pemilukada, target 77,5 parsen pada awalnya direspon positif oleh para komisoner, meski ada juga kekhawatiran. Optimisme, mengingat Pemilukada merupakan pertarungan antar elite lokal. Dalam hal ini, masing-masing kandidat akan bekerja keras untuk mendatangkan pemilihnya ke TPS. Pada sisi masyarakat, Pemilukada akan mendorong partisipasi karena berhubungan langsung dengan kepentingan mereka pada aras lokal. Begitu juga dorongan dari masing-masing kandidat ke pendukungnya untuk mendatangi TPS untuk memberikan suara. Selanjutnya, untuk melihat bagaimana keterminatan pemilih datang ke TPS akan dilihat dengan mengunakan tiga variabel yang dibuat oleh Benny Geys (2005). Pertama, Variabel Sosio Ekonomi. Terkait dengan variabel ini, ditemukan sejumlah data terkait kedatangan pemilih ke TPS pada kasus pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat pada 9 Desember Pertama, terkait dengan konsentrasi populasi. Data menunjukan pemilih yang tingal di daerah perkotaan tingkat partisipasinya lebih rendah dari pada pemilih yang tinggal di daerah pedesaan (kabupaten). Temuan serupa juga ditemui pada daerah perkotaan, tingkat pasrtisipasi pemilih dipusat perkotaan jauh lebih rendah dibandingkan pemilih di daerah pinggiran kota. Hal yang sama ditemui di daerah Kabupaten, partisipasi akan lebih rendah pada pusat-pusat Ibu Kota Kabupaten dibandingkan dengan daerah yang berada jauh dari perkotaan.

28 Tabel 3 Tingkat Partisipasi Pemilih pada Pemilukada Gubernur dan Wakil Gubernur 2015 Sumber : KPU Sumatera Barat Pada tabel di atas menunjukan kecuali Kota Bukittinggi dengan partisipasi 58% rata-rata tingkat partisipasi di daerah perkotaan berada di bawah kabupaten. Khusus untuk Kota Bukittinggi, dua kali pemilihan Gubernur selalu lebih unggul dibandingkan dengan kota lainnya. Bahkan dibandingkan dengan sejumlah daerah kabupaten, Kota Bukittinggi lebih tinggi. Artinya, kepadatan jumlah penduduk dalam khasus pada daerah perkotaan tidak berpengaruh kedatangan ke orang datang ke TPS saat pemungutan suara. Kedua, berhubungan stabilitas populasi. Penelitian ini juga menemukan data bahwa partisipasi masyarakat dipengaruhi juga oleh stabilitas dari populasi. Rendahnya tingkat partisipasi pada masyarakat perkotaan salah satunya disebabkan oleh stabilitas dari populasi ini. Masyarakat perkotaan cenderung dinamis. Salah satunya ditandai dengan status kepemilikan rumah kontrakan. Masyarakat yang tinggal di rumah kontrakan cenderung berpindah-pindah tidak menetap dalam kurun waktu yang lama. Berbeda dengan penduduk yang rumahnya kepemilikan peribadi, akan tinggal dalam durasi waktu yang lama. Sebaran perpindahan bisa saja dekat dengan rumah yang lama atau pindah ke kecamatan atau kelurahan yang lain. Dampaknya mereka ini terdaftar sebagai pemilih dibanyak tempat. Pada konteks ini

KEPUTUSAN PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT. NOMOR : 1 /Kep.Pimp./2016

KEPUTUSAN PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT. NOMOR : 1 /Kep.Pimp./2016 KEPUTUSAN PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH NOMOR : 1 /Kep.Pimp./2016 T E N T A N G PENETAPAN PIMPINAN DAN SUSUNAN ANGGOTA KOMISI-KOMISI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH MASA JABATAN TAHUN 2014-2019

Lebih terperinci

KE PU TU SAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR: 2 / SB/ TAHUN 2016

KE PU TU SAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR: 2 / SB/ TAHUN 2016 KE PU TU SAN PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR: 2 / SB/ TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN KEANGGOTAAN KOMISI-KOMISI MASA JABATAN TAHUN 2014-2019 MASA TUGAS TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINS! SUMATERA BARAT NOMOR: 6 / SB/ TAHUN 2016 TENTANG

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINS! SUMATERA BARAT NOMOR: 6 / SB/ TAHUN 2016 TENTANG KEPUTUSAN NOMOR: 6 / SB/ TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN NOMOR 2 /SB/ 2016 TENTANG PENETAPAN KEANGGOTAAN KOMISI-KOMISI MASA JABATAN TAHUN 2014-2019 MASA TUGAS TAHUN 2016 DEN GAN RAH MAT TUHAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT. NOMOR : 08 / Kep-Pimp / 2015 T E N T A N G

KEPUTUSAN PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT. NOMOR : 08 / Kep-Pimp / 2015 T E N T A N G KEPUTUSAN PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH NOMOR : 08 / Kep-Pimp / 2015 T E N T A N G PENETAPAN PIMPINAN DAN KEANGGOTAAN PANITIA KHUSUS PENYUSUNAN DAN PERUMUSAN REKOMENDASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUMM PROVINSI SUMATERA BARAT KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 81 TAHUN 2015 TENTANG

KOMISI PEMILIHAN UMUMM PROVINSI SUMATERA BARAT KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 81 TAHUN 2015 TENTANG KOMISI PEMILIHAN UMUMM KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 81 TAHUN 2015 TENTANG JUMLAH BADAN PENYELENGGARA AD HOCK PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KETUA KOMISI PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan, kedaulatan berada pada tangan rakyat. Demokrasi yang kuat,

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan, kedaulatan berada pada tangan rakyat. Demokrasi yang kuat, BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Di negara yang menganut sistem demokrasi rakyat merupakan pemegang kekuasaan, kedaulatan berada

Lebih terperinci

PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINS! SUMATERA BARAT Ketua,

PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINS! SUMATERA BARAT Ketua, KOMIS! V BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT 1. H. HIDAYAT, S.S. M.H F. P. GERINDRA KETUA 2. MARLINA SUSWATI F. P. GOLKAR WAKIL KETUA 3. H. RAFDINAL, SH F. PKS SEKRETARIS 4. H.SAIDAL MASFIYUDDIN, SH F. P. GOLKAR

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT. NOMOR : 2 /Kep.Pimp./2016

KEPUTUSAN PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT. NOMOR : 2 /Kep.Pimp./2016 KEPUTUSAN PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH NOMOR : 2 /Kep.Pimp./2016 T E N T A N G PENETAPAN PIMPINAN DAN SUSUNAN ANGGOTA BADAN LEGISLASI DAERAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH MASA JABATAN TAHUN

Lebih terperinci

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD 1945 yang diamandemen Hukum, terdiri dari: Pemahaman Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pemahaman

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana adanya pemberian kebebasan seluas-luasnya. untuk berpendapat dan membuat kelompok. Pesatnya

BAB I PENDAHULUAN. dimana adanya pemberian kebebasan seluas-luasnya. untuk berpendapat dan membuat kelompok. Pesatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan politik di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat, diawali dengan politik pada era orde baru yang bersifat sentralistik dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan BAB I I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Selain itu akan dijelaskan pula tentang pemerintahan, visi-misi Kabupaten Luwu

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Selain itu akan dijelaskan pula tentang pemerintahan, visi-misi Kabupaten Luwu BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN 4.1 Deskripsi Kabupaten Luwu Utara Pada bab ini penulis akan mendeskripsikan wilayah penelitian dimana wilayah penelitian ini berada di Kabupaten Luwu Utara Provinsi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI LOKASI. demi terciptanya demokrasi Indonesia yang berkualitas berdasarkan Pancasila dan

BAB II DESKRIPSI LOKASI. demi terciptanya demokrasi Indonesia yang berkualitas berdasarkan Pancasila dan BAB II DESKRIPSI LOKASI A. Komisi Pemilihan Umum (KPU) 1. Visi Terwujudnya Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pemilihan Umum yang memiliki integritas, profesional, mandiri, transparan dan akuntabel,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperlakukan rakyat sebagai subjek bukan objek pembangunan, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. memperlakukan rakyat sebagai subjek bukan objek pembangunan, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parameter paling utama untuk melihat ada atau tidaknya pembangunan politik di sebuah negara adalah demokrasi. Meskipun sebenarnya demokrasi tidak sepenuhnya menjadi

Lebih terperinci

PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU

PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU DIAN KARTIKASARI, KOALISI PEREMPUAN INDONESIA DISKUSI MEDIA PUSKAPOL, PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM KPU DAN BAWASLU, JAKARTA,

Lebih terperinci

Penutup. Sekapur Sirih

Penutup. Sekapur Sirih Penutup Sekapur Sirih Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 Provinsi Sumatera Barat merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan. Pembangunan yang melalui

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan menduduki lembaga perwakilan rakyat, serta salah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pemilihan umum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 101, 2011 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. pendidikan dan kebudayaan, kota ini juga merupakan urat nadi perekonomian

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. pendidikan dan kebudayaan, kota ini juga merupakan urat nadi perekonomian BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN.1. Kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung selain sebagai ibukota Provinsi Lampung. Oleh karena itu, selain merupakan pusat keiatan pemerintahan, sosial, politik, pendidikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan SEMINAR KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI) Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan 20 Januari 2016 Hotel Ambhara 1 INDONESIA SAAT INI Jumlah Penduduk Indonesia per 201 mencapai 253,60 juta jiwa, dimana

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JATENG DAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KUDUS TAHUN 2018

MEKANISME PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JATENG DAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KUDUS TAHUN 2018 MEKANISME PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JATENG DAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KUDUS TAHUN 2018 Disampakain pada acara Jogja Campus Fair Keluarga Kudus Yogyakarta 28 JANUARI 2018 Oleh

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK PENYELENGGARA PEMUNGUTAN SUARA DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN

Lebih terperinci

Peraturan...

Peraturan... - 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Komisi ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan

Lebih terperinci

C. Tujuan Penulisan. Berikut adalah tujuan penulisan makalah pemilukada (Pemilihan Umum Kepala. Daerah).

C. Tujuan Penulisan. Berikut adalah tujuan penulisan makalah pemilukada (Pemilihan Umum Kepala. Daerah). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa demokrasi ini, pelaksanaan pemiliham umum secara langsung tidak hanya untuk lembaga legislatif serta presiden dan wakil presiden. Pemilihan umum kepala daerah

Lebih terperinci

TAHAPAN PILPRES 2014 DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA DEMOKRASI

TAHAPAN PILPRES 2014 DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA DEMOKRASI TAHAPAN PILPRES 2014 DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA DEMOKRASI ENI MISDAYANI, S.Ag, MM KPU KABUPATEN KUDUS 26 MEI 2014 DASAR HUKUM Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM BAB 1 Pendahuluan SI L IHA N PEM UMUM MI KO I 2014 PEMILIHAN UMUM A. Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan yang telah mengalami

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI, KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN/KOTA, PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 11/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 11/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN NOMOR : 11/Kpts/KPU Kab 014329920/2010 TENTANG TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN, PANITIA PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi memberikan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia. Perubahan tersebut dapat dilihat pada hasil amandemen ketiga Undang-

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN 28 BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN Dalam bab tiga ini akan menjelaskan analisis sistem yang sedang berjalan dan pemecahan masalah. Analisis dan pemecahan masalah di dapat dari sumber data yang diperoleh

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN WONOGIRI

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN WONOGIRI KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN WONOGIRI SALINAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 02/Kpts/KPU-Wng-012329512/2010 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung sejak sistem otonomi daerah diterapkan. Perubahan mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung sejak sistem otonomi daerah diterapkan. Perubahan mekanisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi sebagai pilar penting dalam sistem politik sebuah Negara, termasuk Indonesia yang sudah diterapkan dalam pemilihan secara langsung seperti legislatif, Presiden

Lebih terperinci

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... 133 I. Umum... 133 II. Pasal Demi Pasal...

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... 133 I. Umum... 133 II. Pasal Demi Pasal... DAFTAR ISI Hal - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum... - BAB I Ketentuan Umum... 4 - BAB II Asas Penyelenggara Pemilu... 6 - BAB III Komisi Pemilihan

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SOLOK KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SOLOK NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SOLOK KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SOLOK NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SOLOK KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SOLOK NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SOLOK, PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA

Lebih terperinci

- 2 - pada Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Papua, dan Papua Barat;

- 2 - pada Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Papua, dan Papua Barat; - 2 - pada Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Papua, dan Papua Barat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001

Lebih terperinci

Kajian Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana Kampanye Partai Politik

Kajian Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana Kampanye Partai Politik Koalisi Pemantauan Dana Kampanye Transparansi Internasional Indonesia dan Indonesia Corruption Watch Kajian Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BAHAN UJI PUBLIK 12 MARET 2015 RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2015 TENTANG TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM, KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI/KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH, KOMISI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JUNI 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JUNI 2015 No.43/08/13/Th. XVIII, 3 Agustus 2015 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JUNI 2015 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan global yang begitu cepat terjadi di masa sekarang disebabkan oleh bertambah tingginya tingkat pendidikan masyarakat, tingkat pendapatan, arus informasi serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI SULAWESI TENGGARA S A L I N A N KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI SULAWESI TENGGARA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOMOR : 49/PP.02.3-Kpt/74/Prov/IX/2017 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA KOMISI

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT AGUSTUS 2014 No. 66/11/13/Th XVII, 5 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT Jumlah angkatan kerja di Sumatera Barat pada Agustus mencapai 2,33 juta orang, naik 110 ribu orang dibandingkan dengan jumlah angkatan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT NOVEMBER 2013

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT NOVEMBER 2013 No. 03/1/13/Th. XVII, 2 Januari 2014 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT NOVEMBER 2013 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM, PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM, KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI/KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH DAN KOMISI PEMILIHAN UMUM/KOMISI INDEPENDEN

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG

RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DHARMASRAYA, KABUPATEN SOLOK SELATAN, DAN KABUPATEN PASAMAN BARAT DI PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

Pengantar. Purnomo S. Pringgodigdo

Pengantar. Purnomo S. Pringgodigdo Pengantar Membaca peraturan perundang undangan bukanlah sesuatu yang mudah. Selain bahasa dan struktur, dalam hal Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tantangan ini bertambah dengan perubahan

Lebih terperinci

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei Sejak reformasi dan era pemilihan langsung di Indonesia, aturan tentang pemilu telah beberapa kali mengalami penyesuaian. Saat ini, empat UU Pemilu yang berlaku di Indonesia kembali dirasa perlu untuk

Lebih terperinci

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan

Lebih terperinci

TUGAS DAN FUNGSI KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2017

TUGAS DAN FUNGSI KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2017 TUGAS DAN FUNGSI KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2017 KPU Kabupaten 1) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Lebih terperinci

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.773, 2015 BAWASLU. Pemilihan Umum. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya Pemilu legislatif adalah untuk memilih anggota DPR dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT AGUSTUS 2014 No.56/10/13/Th. XVII, 1 Oktober 2014 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT AGUSTUS 2014 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS Anang Dony Irawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No. 59 Surabaya 60113 Telp. 031-3811966,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Daftar Informan. Waktu. Tanggal 1 Novemvber 2016 pukul WIB. Tanggal 1 November WIB

LAMPIRAN. Daftar Informan. Waktu. Tanggal 1 Novemvber 2016 pukul WIB. Tanggal 1 November WIB LAMPIRAN Daftar Informan No. Daftar Informan Tanggal dan Waktu Topik Wawancara 1. Sutanto Nugroho (Pendiri Relawan Jas Merah) 2. Rajut Sukasworo, S.E. (Ketua Suharsono center) 3. Heru Jaka Widada (Ketua

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KPU TENTANG SOSIALISASI, PENDIDIKAN PEMILIH, DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM

RANCANGAN PERATURAN KPU TENTANG SOSIALISASI, PENDIDIKAN PEMILIH, DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM RANCANGAN PERATURAN KPU TENTANG SOSIALISASI, PENDIDIKAN PEMILIH, DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM 1. Untuk mengakomodir asas kepentingan umum dan untuk menjamin kemudahan

Lebih terperinci

BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014

BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 SUMATERA JAVA KALIMANTAN Disampaikan pada: IRIAN JAYA Rapat Koordinasi Nasional dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DHARMASRAYA, KABUPATEN SOLOK SELATAN, DAN KABUPATEN PASAMAN BARAT DI PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT DESEMBER 2015 No.08/02/13/Th. XIX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT DESEMBER 2015 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : /Kpts/KPU-Prov-011/ /2012 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM, DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DHARMASRAYA, KABUPATEN SOLOK SELATAN, DAN KABUPATEN PASAMAN BARAT DI PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

02/Kpts/KPU-Prov-011/VII/2012

02/Kpts/KPU-Prov-011/VII/2012 LAMPIRAN I KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 02/Kpts/KPU-Prov-011/VII/2012 TANGGAL : 20 JULI 2012 TENTANG : PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN,

Lebih terperinci

RENCANA PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TAHUN 2017 NO JUDUL RANCANGAN PERATURAN UNIT KERJA

RENCANA PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TAHUN 2017 NO JUDUL RANCANGAN PERATURAN UNIT KERJA - 2-2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246); 3. Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DHARMASRAYA, KABUPATEN SOLOK SELATAN, DAN KABUPATEN PASAMAN BARAT DI PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016

BAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016 BAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016 NO. ISU STRATEGIS URAIAN PERMASALAHAN USULAN KPU 1. Penyelenggara - KPU dalam relasi dengan lembaga lain terkesan ditempatkan sebagai subordinat.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT FEBRUARI 2015 No.22/04/13/Th. XVIII, 1 April 2015 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT FEBRUARI 2015 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA TANJUNGBALAI. NOMOR: 5 /Kpts/KPU /2015

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA TANJUNGBALAI. NOMOR: 5 /Kpts/KPU /2015 KEPUTUSAN NOMOR: 5 /Kpts/KPU-002.434894/2015 TENTANG PENETAPAN JUMLAH MINIMAL PEROLEHAN KURSI DAN AKUMULASI PEROLEHAN SUARA SAH PARTAI POLITIK ATAU GABUNGAN PARTAI POLITIK SEBAGAI SYARAT PENDAFTARAN BAKAL

Lebih terperinci

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187);

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187); -2- Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pengawasan Tahapan Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta

Lebih terperinci

BAB II. Deskripsi Lokasi Penelitian. Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian

BAB II. Deskripsi Lokasi Penelitian. Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian BAB II Deskripsi Lokasi Penelitian Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian di setiap bagian yang diperlukan dalam penelitian ini. Kita dapat mulai untuk meneliti apa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 11 TAHUN

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SAROLANGUN

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SAROLANGUN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SAROLANGUN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SAROLANGUN NOMOR: 20/Kpts/KPU-Kab/005.435316/Pilbup/Tahun 2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA KERJA PANITIA PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT No.08/2/13/Th. XVIII, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT DESEMBER 2014 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); 2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintaha

2016, No Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); 2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintaha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.567, 2016 KPU. Pemilihan. Tahapan. Program. Jadwal. Tahun 2017 PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM, DAN JADWAL

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT DESEMBER 2013

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT DESEMBER 2013 No. 8/2/13/Th. XVII, 3 Februari 2014 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT DESEMBER 2013 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN DONGGALA

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN DONGGALA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN DONGGALA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN DONGGALA NOMOR : 12/Kpts/KPU.KAB-161/VII/2017 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TAHAPAN, PROGRAM, DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Untuk menghimpun seluruh program dan kegiatan yang dilakukan oleh Komisi

BAB I PENDAHULUAN. 1. Untuk menghimpun seluruh program dan kegiatan yang dilakukan oleh Komisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud Maksud penyusunan laporan ini adalah : 1. Untuk menghimpun seluruh program dan kegiatan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Pohuwato selama Pelaksanaan Pemilihan

Lebih terperinci