BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga berencana (KB) merupakan program yang bertujuan membantu individu dan pasangannya membatasi dan menjarakkan kelahiran anak melalui penggunaan kontrasepsi (Graff and Bremner, 2014). Kebijakan KB telah dipromosikan menjadi bagian dari kesehatan reproduksi sejak International Conference on Population and Development (ICPD) tahun KB merupakan komponen yang sangat penting dalam pengembangan kebijakan nasional yang ditujukan pada pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kualitas hidup penduduk (Hayes, 2016). Memperbaiki pelayanan kesehatan umum, termasuk didalamnya pelayanan KB dapat meningkatkan penggunaan kontrasepsi dan menurunkan angka kelahiran (Creel et al., 2002). Prevalensi penggunaan kontrasepsi atau contraceptive prevalence rate (CPR) di dunia pada tahun 2015 sebesar 64%, metode kontrasepsi modern atau mcpr sebesar 57%, dan unmetneed sebesar 12% (United Nations, 2015). Penggunaan metode kontrasepsi di beberapa negara tidak seimbang, lebih dari setengah pengguna kontrasepsi hanya disediakan pilihan 1 atau 2 metode saja (Ross and Stover, 2013). Beberapa negera hampir setengah prevalensi penggunaan kontrasepsi didominasi oleh satu metode saja yaitu pil (United Nations, 2015). Persentase CPR Indonesia meningkat dari 49,7% tahun 1991 menjadi 61,9% tahun Angka Total Fertility Rate (TFR) juga menurun dari 5,6 tahun 1970 menjadi 2,6 tahun 2012 (BPS et al., 2013). Idealnya CPR dan TFR memiliki hubungan negatif, yaitu jika CPR meningkat maka TFR akan turun. Namun pada tahun 2015 CPR Indonesia menurun menjadi 61,1% dan TFR menurun menjadi 2,3 (National Population and Family Planning Board of Indonesia (BKKBN) et al., 2015) Metode kontrasepsi yang disediakan oleh pelayanan KB di Indonesia 60,9% sudah menyediakan 5 atau lebih jenis metode kontrasepsi, tetapi persentase CPR 1

2 2 rendah dan unmetneed nya tinggi (National Population and Family Planning Board of Indonesia (BKKBN) et al., 2015). Penggunaan kontrasepsi modern atau modern contraceptive prevalence rate (mcpr) di Indonesia meningkat dari 54,7% tahun 2012 menjadi 59,9% tahun 2015 (BPS et al., 2013), tetapi prevalensi penggunaanya juga tidak seimbang. Metode penggunaan kontrasepsi pada Wanita Usia Subur (WUS) didominasi oleh metode kontrasepsi jangka pendek yaitu pil dan suntik (BPS et al., 2013). Persentase penggunaan suntik tinggi pada kelompok wanita berusia > 30 tahun, sudah memiliki anak 3 lebih, dan sudah tidak meminginkan anak lagi dalam waktu dekat serta tidak ingin menambah anak lagi lebih banyak menggunakan kontrasepsi metode suntik dan pil dibandingkan metode jangka panjang (BPS, et al.,2013). Ketidaksesuaian ini dapat mengakibatkan permasalahan seperti berisiko mengalami kehamilan 3 bulan setelah mengalami putus pakai, dan kehamilan tidak terencana yang dapat memperburuk outcome maternal (Bertrand et al., 2014, National Population and Family Planning Board of Indonesia (BKKBN) et al., 2015). Persentase penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (IUD, implan dan sterilisasi) lebih rendah digunakan daripada metode kontrasepsi jangka pendek (suntik dan pil) (National Population and Family Planning Board of Indonesia (BKKBN) et al., 2015). Padahal kontrasepsi jangka panjang memiliki efektivitas yang tinggi, aman, dan murah daripada kontrasepsi jangka pendek (Teferra and Wondifraw, 2015). Rendahnya penggunaan jangka panjang dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu rendahnya pengetahuan tentang metode tersebut (Weisberg, 2014), pemahaman dan informasi yang salah (Wellings et al., 2007, Garrett et al., 2015) dan permasalahan terkait faktor akses pelayanan (Lunde et al., 2014). Penggunaan kontrasepsi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor individu, sosial, dan program pelayanan (Bertrand et al., 1994). Program pelayanan yang dinilai dari kualitas pelayanan juga merupakan faktor yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi (Bruce, 1990). Hasil beberapa menyatakan bahwa kualitas pelayanan KB berhubungan signifikan dengan penggunaan kontrasepsi (Arends-Kuenning and Kessy, 2007).

3 3 Indikator kualitas pelayanan ada enam yaitu metode kontrasepsi pilihan, pemberian informasi, hubungan interpersonal, kompetensi teknis, mekanisme follow up dan keadaan fasilitas pelayanan (infrastruktur layanan) (Bruce, 1990). Kualitas interaksi pasien dengan klien (konseling) berhubungan secara signifikan dengan kepuasan pasien dan kelangsungan dalam menggunakan kontrasepsi (Hutchinson et al., 2011). Pemberian informasi tentang kontrasepsi, efek samping dan cara mengatasi efek samping dapat meningkatkan kontinuitas penggunaan KB dan kepuasan pada layanan (Gubhaju, 2009), (Bertrand et al., 2014). Hasil Rattan et al. (2016) menyatakan konselor hanya memberikan informasi kontrasepsi yang dipilih oleh pasien, padahal pemberian informasi kontrasepsi lain penting untuk diberikan. Pemberian informasi tentang penggunaan kontrasepsi pil lebih sering dibahas daripada metode lain. Informasi efek samping tentang IUD juga lebih banyak disampaikan, semantara kontrasepsi kondom jarang dibahas karena merasa enggan dan malu. Kualitas pelayanan KB dari sistem infrastruktur dan kesiapan pelayanan yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi dikelompokkan beberapa indeks yaitu infrastruktur pelayanan konseling, pemeriksaan, penyediaan metode kontrasepsi, dan manajemen pelaksanaan serta penyediaan pelayanan pengobatan infeksi menular seksual (Hong et al., 2006, Leisher SH, 2016). Pelayanan KB yang memiliki prasarana (infrastruktur) ketersediaan ruang konseling, ruang pemeriksaan akan membuat pasien merasa aman (kerahasiaan percakapan), serta tersedianya materi tentang KB akan memudahkan proses konseling, informasi dan edukasi (KIE) kepada klien (Tuoane et al., 2004). Penelitian (Wang et al., 2012) yang dilakukan di empat negara, dalam hal infrastruktur dan sumber daya untuk mendukung pelayanan KB yang berkualitas, menyatakan kebanyakan fasilitas kesehatan di keempat negara tersebut menjamin kerahasiaan saat konseling (tersedia ruang audio visual) dan menyediakan bantuan visual kepada pasien KB. Berdasarkan hasil sebelumnya peneliti tertarik untuk menganalisis hubungan lingkungan pelayanan KB dan penggunaan kontrasepsi modern dengan menggunakan data PMA 2020 round pertama di Indonesia.

4 4 B. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan kualitas lingkungan pelayanan KB dengan penggunaan metode kontrasepsi modern di tingkat kabupaten? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Menguji hubungan kualitas lingkungan pelayanan keluarga berencana dengan penggunaan metode kontrasepsi modern di tingkat kabupaten? 2. Tujuan khusus a. Menganalisis penggunaan metode kontrasepsi modern di tingkat kabupaten. b. Menganalisis hubungan faktor kualitas lingkungan pelayanan KB dengan skew penggunaan kontrasepsi modern di tingkat kabupaten. c. Menganalisis hubungan faktor kualitas lingkungan pelayanan KB dengan mempertimbangkan variabel memiliki anak 3, pengetahuan tentang KB, kunjungan tenaga kesehatan (nakes)/kader, tingkat pendidikan, sosial ekonomi, region dengan skew penggunaan kontrasepsi modern di tingkat kabupaten. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah tentang kualitas pelayanan KB dengan penggunaan kontrasepsi modern di Puskesmas. 2. Manfaat praktis Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam penyusunan proyeksi kebutuhan KB dimasa yang akan datang dan kaitannya dengan kualitas pelayanan KB.

5 5 Tabel 1. Keaslian No Nama peneliti 1 (Wang et al., 2012) 2 (Bertrand et al., 2014) 3 (Tuoane et al., 2004) Judul E. Keaslian Penelitian How family planning supply and the service environment affect contraceptive use: Findings from four east african countries. Tujuan untuk menganalisis hubungan kualitas lingkungan pelayanan KB dengan penggunaan kontrasepsi. Hasil menunjukkan bahwa semakin banyak metode kontrasepsi yang disediakan oleh pelayanan KB dan semakin tersedia fasilitas pelayanan KB maka persentase penggunaan kontrasepsi meningkat. Contraceptive Method Skew and Shifts in Method Mix In Low- and Middle-Income Countries. Tujuan untuk melihat faktor yang memepengaruhi pola yang mempengaruhi pola penggunaan kontrasepsi di 109 Negara sedang berkembang. Hasil menunjukkan bahwa faktor wilayah mempengaruhi penggunaan kontrasepsi. Provision of Family Planning Service in L esotho Tujuan untuk menilai kesiapan pelayanan KB dan persepsi wanita terhadap layanan. Hasil menunjukkan bahwa wanita merasa tidak puas dengan pelayanan di fasilitias yang tidak memiliki ruang konsultasi dan persediaan metode kontrasepsi yang mereka inginkan. Persamaan dependen - Desain crosssectional - Desain - pesain crosssectional Perbedaan