BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara anggota World Trade Organization (WTO)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara anggota World Trade Organization (WTO)"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara anggota World Trade Organization (WTO) terikat untuk tunduk pada persetujuan-persetujuan multilateral terkait perdagangan internasional yang berada di bawah pengaturan WTO. Salah satu persetujuan perdagangan internasional tersebut ialah persetujuan tentang hambatan teknis perdagangan atau Technical Barriers to Trade (TBT) Agreement. Persetujuan TBT mengatur tentang standar, regulasi teknis, serta skema/prosedur penilaian kesesuaian untuk tidak menciptakan hambatan perdagangan yang tidak diperlukan, seiring dengan disepakatinya penurunan tarif perdagangan antar negara di dunia yang tergabung sebagai anggota WTO. 5 Persetujuan ini menghormati hak-hak anggota WTO untuk menggunakan standar-standar kelayakan tertentu untuk melindungi manusia, hewan, tumbuhan, kesehatan, lingkungan, dan kepentingan konsumen. 6 Persetujuan TBT di sisi lain juga tidak melarang negara anggota untuk membuat kebijakan-kebijakan guna memenuhi standar mereka. Bertujuan untuk mengurangi banyaknya perbedaan kebijakan yang diterapkan, Persetujuan TBT menganjurkan negara-negara anggota untuk mengacu pada standar-standar internasional dalam menyusun kebijakan nasionalnya, tanpa 5 Badan Standarisasi Nasional, Technical Barriers to Trade, diakses pada 20 Juni Pembukaan TBT Agreement, para. 5

2 2 mengurangi tingkat perlindungan yang diberikan. 7 Perdagangan internasional tidak jarang menimbulkan permasalahan-permasalahan antar negara terkait regulasi nasional yang diberlakukan yang dianggap merugikan ataupun menyalahi aturan; dalam pembahasan ini aturan yang terdapat pada TBT Agreement. Salah satu permasalahan terbaru pada perdagangan internasional sedang dihadapi Indonesia yang mendapat protes dari Negara Brazil. Brazil telah secara resmi mengadukan Indonesia ke WTO terkait aturan impor daging sapi yang diberlakukan Indonesia. Brazil menilai bahwa kebijakan yang diterapkan Indonesia perihal impor tersebut diskriminatif bagi produk dagingnya. 8 Request for Consultations telah diajukan Brazil ke WTO pada tanggal 4 april 2016 dengan kode register Dispute DS Request for Consultation ini mengutarakan tentang langkah-langkah tertentu yang diberlakukan oleh Indonesia pada impor daging sapi dari sapi spesies Bos taurus, yang selanjunya disebut sebagai daging sapi (bovine meat). 10 Brazil menyatakan dalam Request for Consultation tersebut bahwa: Indonesia imposes prohibitions or restrictions on the importation of bovine meat through (1) the maintenance by Customs of positive lists that do not include several Harmonized System codes for bovine products; (2) the imposition of quarterly import quotas, randomly defined by the 7 Direktorat Perdagangan, Perindustrian, Investasi dan Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 2010, Sekilas WTO, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta, hlm Septian Deny, Brasil Diminta Pahami Kebijakan Impor Daging RI, diakses pada 21 Juni World Trade Organization, Indonesia Measures Concerning the Importation of Bovine Meat, diakses pada 21 Juni Indonesia Measures Concerning the Importation of Bovine Meat, Request for Consultations by Brazil., hlm. 2.

3 3 Indonesian authorities, which represent a quantitative restriction on the importation of products authorized in the positive lists; (3) discriminatory assignment of the mentioned quota among importers; (4) sanitary measures which are not based on international standards, guidelines or recommendations nor are scientifically justified, and which are also more restrictive than necessary for achieving a given appropriate level of protection; (5) technical regulations applied in a discriminatory manner and (6) non-transparent and restrictive import licensing requirements. 11 Yang artinya: Indonesia memberlakukan larangan atau pembatasan impor daging sapi melalui (1) emeliharaan oleh Pabean dari daftar positif yang tidak mencakup beberapa kode Sistem Harmonisasi untuk produk sapi; (2) Pengenaan kuota impor triwulan, yang didefinisikan secara acak oleh pihak berwenang Indonesia, yang mana merupakan pembatasan kuantitatif atas impor produk yang diotorisasi dalam daftar positif; (3) Penetapan kuota yang diskriminatif antara importir; (4) Tindakan sanitasi yang tidak didasarkan pada standar internasional, pedoman atau rekomendasi atau pembenaran secara ilmiah, yang mana lebih ketat daripada yang diperlukan untuk mencapai tingkat perlindungan yang sesuai; (5) Peraturan teknis yang berlaku secara diskriminatif; dan (6) Persyaratan lisensi impor yang tidak transparan dan ketat. 12 Terkait pernyataan Brazil yang menyatakan bahwa peraturan teknis yang berlaku secara diskriminatif, sebagaimana dikatakan pada poin ke lima di atas, Brazil menyebutkan pula bahwa peraturan teknis ini terkait dengan pengaturan halal Indonesia. Ini mengindikasikan bahwa poin ke lima di atas memang berkaitan dengan pengaturan halal Indonesia. Hal ini sebagaimana disampaikan Brazil dalam Request for Consultations: Brazil also understands that Indonesia adopts technical regulations concerning the halal condition of bovine meat which are less-favorable to the products of foreign origin. While Brazil has no issue in what concerns the international standard for halal products in itself, it is concerned with the different treatment bestowed on bovine meat from different origins , hlm , hlm. 2.

4 4 Yang artinya: Brazil juga memahami bahwa Indonesia mengadopsi peraturan teknis mengenai kondisi halal daging sapi yang kurang menguntungkan bagi produk asal luar negeri. Sementara Brasil tidak memiliki masalah dalam hal apa pun yang menyangkut standar internasional untuk produk halal itu sendiri, ini terkait dengan perlakuan berbeda yang diberikan pada daging sapi dari asal yang berbeda. 14 Direktur Perundingan Multilateral Kementerian Perdagangan, Jully Paruhum, mengatakan bahwa ada sejumlah permasalahan yang dikeluhkan Brazil kepada WTO terkait kebijakan impor daging Indonesia, di antaranya mengenai batasan impor area zona dan mengenai halal. 15 Request for Consultation dari Brazil kepada WTO pun juga berisikan pernyataan Brazil bahwa beberapa peraturan perundang-undangan yang diterapkan Indonesia berikut ini dianggap mempengaruhi hak Brazil di WTO, di antaranya ialah: 1. Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, 2. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 518 tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal Menteri Agama Republik Indonesia, 3. Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan 4. Undang-undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan 5. Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal 6. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 58/Permentan/PK.10/11/2015 tentang Pemasukan Karkas, Daging, dan/atau Olahannya ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia, 7. Peraturan Menteri Perdagangan No. 70/M-DAG/PER/9/2015, 8. Peraturan Menteri Perdagangan No. 05/M-DAG/PER/1/ Bertujuan untuk memberi batasan penelitian, maka Penulis dalam penelitian ini mengkhususkan pembahasan mengenai peraturan halal Indonesia, yang mana beberapa peraturan mengenai halal di Indonesia Septian Deny, Loc. Cit. 16 Indonesia Measures Concerning the Importation of Bovine Meat, Request for Consultations by Brazil., Op. Cit. hlm. 3.

5 5 dipermasalahkan oleh Brazil bersama dengan peraturan perundang-undangan lainnya, sebagaimana tersebut di atas. 17 Pembatasan penelitian terhadap peraturan halal Indonesia ini bertujuan untuk mengetahui apakah benar atau tidak tuduhan Brazil dalam Request for Consultation yang menganggap peraturan mengenai halal Indonesia tersebut inkonsisten, 18 dalam hal pemberian label halal ini ialah inkonsisten dengan TBT Agreement. Brazil melalui Request for Consultations secara keseluruhan yang diajukan, menganggap Indonesia telah inkonsisten terhadap beberapa pasal dalam GATT 1994, SPS Agreement, TBT Agreement, Agreement on Agriculture, dan Import Licensing Agreement. 19 Terhadap TBT Agreement, Brazil menganggap Indonesia inkonsisten dengan TBT Agreement pada Article 2.1, 2.2, 2.3, 2.4, 5.1, dan Article Perihal label, dalam hal ini ialah label halal di Indonesia, jika terkait TBT Agreement dapat ditinjau melalui Pasal 2.1 TBT Agreement dan Pasal 2.4 TBT Agreement. Ketentuan TBT Agreement di atas, pada Article 2.1 TBT Agreement menyatakan bahwa: Members shall ensure that in respect of technical regulations, products imported from the territory of any Member shall be accorded treatment no less favourable than that accorded to like products of national origin and to like products originating in any other country. 21 Yang artinya: Anggota harus memastikan bahwa sehubungan dengan peraturan teknis, produk yang diimpor dari wilayah Peserta mana pun harus , hlm Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT), Art. 2.1.

6 6 diperlakukan tidak kurang menguntungkan daripada yang sesuai dengan produk asal nasional dan menyukai produk yang berasal dari negara lain. 22 Berdasarkan isi dari Article 2.1 TBT Agreement di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Article tersebut mewajibkan apabila berkenaan dengan peraturan teknis, maka terhadap produk impor yang sejenis harus mendapat perlakuan yang sama dengan produk nasional maupun yang berasal dari negara lain. 23 Peraturan teknis mengharuskan dokumen dengan penetapan karakteristik produk atau proses terkait beserta metode produksinya. Peraturan teknis ini bersifat mandatory/wajib. 24 Berikutnya ialah Article 2.4 TBT Agreement yang juga digunakan dalam meninjau perihal label halal Indonesia, yang berbunyi: Where technical regulations are required and relevant international standards exist or their completion is imminent, Members shall use them, or the relevant parts of them, as a basis for their technical regulations except when such international standards or relevant parts would be an ineffective or inappropriate means for the fulfilment of the legitimate objectives pursued, for instance because of fundamental climatic or geographical factors or fundamental technological problems. 25 Yang artinya: Apabila diperlukan adanya peraturan teknis sedangkan standar internasional yang relevan sudah ada atau penyelesaiannya sudah dekat, Anggota harus menggunakannya atau menggunakan bagian yang relevan darinya sebagai suatu dasar untuk peraturan teknisnya, kecuali jika standar internasional dimaksud atau bagian yang relevan darinya akan menjadi sarana yang tidak efektif atau tidak sesuai untuk pemenuhan tujuan sah yang ingin dicapai, misalnya karena faktor iklim yang mendasar, atau faktor geografis yang mendasar atau masalah teknologi yang mendasar Annex 1 of Agreement on Technical Barriers to Trade, Terms and Their Definitions for the Purpose of This Agreement, Number Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT), Op. cit., Art

7 7 Berdasarkan isi Article 2.4 TBT Agreement di atas, maka dapat disimpulkan bahwa apabila diperlukan adanya peraturan teknis sedangkan standar internasional yang relevan sudah ada, maka anggota harus menggunakannya sebagai suatu dasar untuk peraturan teknisnya, kecuali jika standar internasional tersebut tidak efektif atau tidak sesuai. 27 Persyaratan mengenai standar ini sendiri berdasarkan TBT Agreement menentukan bahwa standar harus disetujui oleh badan yang diakui, yang mana badan tersebut bertanggung jawab untuk menetapkan aturan, pedoman, atau karakteristik produk atau proses terkait maupun metode produksinya. 28 Pemenuhan standar ini bersifat voluntary/sukarela. 29 Baik regulasi teknis maupun standar, keduanya juga dapat mencakup perihal istilah, simbol, kemasan, persyaratan pelabelan yang berlaku untuk produk, dan proses atau metode produksi. 30 Perihal standar halal yang menjadi syarat dalam pemberian label halal di Indonesia, di satu sisi bukan tidak mungkin berbeda dengan standar yang ditetapkan oleh negara-negara lain, sementara di sisi lainnya juga dapat memiliki kesamaan dengan negala lainnya pula. Hal ini disebabkan karena belum adanya sebuah badan/lembaga sertifikasi halal internasional yang diakui secara keseluruhan oleh negara-negara anggota WTO. Badan/lembaga yang demikian diharapkan untuk mengatur perihal standarisasi halal agar tidak ada lagi perbedaan, sebagaimana International Organization for Annex 1 of Agreement on Technical Barriers to Trade, Terms and Their Definitions for the Purpose of This Agreement, Number

8 8 Standarization (ISO) yang menangani perihal standar pada barang dan jasa secara umum. Pengaturan standar yang ada pada ISO sendiri telah diadopsi oleh anggotanya yang telah berjumlah 163 badan standar nasional dari berbagai negara. 31 Belum adanya badan/lembaga sertifikasi halal internasional yang memiliki kesepahamaan yang sama dalam menginterpretasikan perihal standar itu sendiri, mengakibatkan kebutuhan akan standar halal yang diakui oleh seluruh negara menjadi belum terpenuhi. Indonesia dengan peraturan mengenai halal yang dimilikinya, di sisi lain telah mendatangkan 300 ton daging sapi beku Australia pada tahun 2016, sebagaimana disampaikan oleh Direktur Utama Perum Bulog di Gudang Bulog Jakarta pada Kamis, 9 Juni Kenyataan ini menunjukkan tanda tanya akan kemungkinan perbedaan perlakuan yang mana Indonesia menolak daging sapi impor dari Brazil akan tetapi mengimpor daging sapi dari Australia. Selain itu, sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa terdapat beberapa peraturan di Indonesia yang mengatur perihal kehalalan turut diajukan keberatan oleh Brazil karena dianggap sebagai pembatasan perdagangan dan distortif pada impor daging sapi. 33 Pengajuan keberatan yang turut menyebutkan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur perihal kehalalan tentunya menjadi pertanyaan sendiri mengenai 31 International Organization for Standarization, About ISO, diakses pada 12 Juli Feby Novalius, Direstui Jokowi, Bulog siap Impor Daging Sapi New Zealand dan India, diakses pada 18 November Indonesia Measures Concerning the Importation of Bovine Meat, Request for Consultations by Brazil, Op. Cit., hlm. 2.

9 9 pengaturan label halal di Indonesia apakah bertentangan dengan TBT Agreement atau tidaknya. Daging sapi asal Brazil sendiri telah diekspor ke negara-negara lain, di antaranya ke Brunei Darussalam dan Malaysia yang merupakan dua negara dengan persentase penduduk muslim terbesar kedua dan ketiga di Association of South East Asian Nations (ASEAN) setelah Indonesia. ASEAN sendiri adalah organisasi internasional yang beranggotakan Negara Brunei Darussalam, Cambodia, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. 34 Sepuluh negara anggota ASEAN tersebut memiliki keragaman pemeluk agama dan keyakinan, namun hanya ada tiga negara dengan populasi muslim di atas 50% dari jumlah penduduk di negara tersebut. 35 Ini berarti ketiga negara tersebut merupakan negara-negara dengan mayoritas muslim di ASEAN. Ketiga negara tersebut ialah Indonesia, Brunei Darussalam, dan Malaysia. 36 Indonesia menempati posisi pertama sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di ASEAN dengan persentase sebesar 88% dari jumlah penduduknya 37. Indonesia walaupun merupakan negara dengan mayoritas penduduknya adalah muslim, namun konstitusi Indonesia tidak hanya menjamin kebebasan beragama bagi pemeluk agama Islam saja. Konstitusi Indonesia menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk 34 ASEAN, ASEAN Member State, diakses pada 21 Januari Muslim Population, Asia Muslim Population in 2014, diakses pada 19 November

10 10 agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya tersebut. 38 Penjaminan bagi setiap pemeluk agama untuk beribadah dan menjalankan ajaran agamanya tersebut memberikan kewajiban bagi negara untuk memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat. 39 Berdasarkan hal itulah, kemudian Pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Berikutnya diikuti oleh Brunei Darussalam sebagai negara dengan populasi muslim terbesar kedua di ASEAN dengan persentase sebesar 67% dari jumlah penduduknya 40, sekaligus negara yang memiliki agama resmi Agama Islam. 41 Brunei Darussalam sebagai negara dengan agama resminya adalah Islam telah memberlakukan Hukum Syariah Islam sejak tahun 2014 lalu. 42 Terakhir ialah Malaysia dengan persentase sebesar 60,4% dari jumlah penduduknya yang merupakan muslim 43 sekaligus Islam adalah agama Federasi Malaysia, meskipun agama lain tetap dapat dipraktikkan dalam damai dan harmoni. 44 Ini artinya, di Negara Brunei Darussalam dan Malaysia dengan Islam sebagai agama nasionalnya menerapkan aturan Islam dalam berbagai aspek, di antaranya pengaturan mengenai pemberian label halal. Indonesia sendiri meski bukan merupakan negara dengan konstitusi 38 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 29 (2). 39 Lihat bagian Pertimbangan dalam Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. 40 Muslim Population, Loc. Cit. 41 Brunei Darussalam s Constitution of 1959 with Amandments through 2006, Art. 3 (1). 42 BBC News, Brunei Country Profile, diakses pada 08 April Muslim Population, Loc. Cit. 44 Federal Constitution of Malaysia, Art. 3 (1).

11 11 berlandasakan Islam, namun memiliki pengaturan hukum mengenai jaminan produk halal sebagai wujud negara memberikan perlindungan dan jaminan kepada warga negaranya untuk beribadah dan menjalankan ajaran agamanya. 45 Itulah mengapa Brazil sebagai negara pengekspor daging sapi terhadap Brunei Darussalam dan Malaysia yang merupakan dua negara Islam dengan jumlah penduduk muslim terbesar kedua dan ketiga di ASEAN, keberatan dengan peraturan teknis mengenai kondisi halal terhadap daging sapi yang ditetapkan Indonesia. Selain itu, Indonesia, Brunei Darussalam dan Malaysia merupakan negara-negara anggota WTO dan sama-sama terikat pada TBT Agreement. Sejauh ini Brazil sebagai pengekspor daging sapi ke Negara Brunei Darussalam dan Malaysia tidak pernah mendapat penolakan dari kedua negara tersebut atas daging sapi yang diekspornya dengan standar yang ditetapkan oleh kedua negara tersebut dalam pemberian label halal. Ini terbukti dari tidak pernah adanya aduan protes dari maupun kepada kedua negara tersebut. 46 Ekspor daging sapi Brazil sendiri pada periode Januari hingga Juli tahun 2016 telah mencapai 33 ton untuk Negara Brunei Darussalam dan sebanyak 79 ton untuk negara tujuan Malaysia. 47 Berbeda dengan Indonesia yang juga memiliki standar sendiri mengenai pemberian label halal, Indonesia justru menolak daging sapi asal Brazil tersebut Lihat bagian Pertimbangan dalam Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. 46 World Trade Organization, Disputes by Country/Territory, diakses pada 7 September Laporan ABIEC (Association of Brazilian beef exporters), periode Januari 2016 Juli Akrkhelus, Indonesia Stop Impor Daging dari Brasil, diakses pada 07 Juli 2017.

12 12 Perihal ketentuan halal ini pun menjadi sangat penting bagi Indonesia sendiri sebab berdasarkan catatan The Pew Forum on Religion & Public Life pada tahun 2010 Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim tertinggi. 49 Persentase muslim di Indonesia mencapai hingga 12,7 persen dari populasi dunia. 50 Jumlah populasi muslim yang tertinggi di dunia ini menjadi salah satu alasan penting untuk menetapkan ketentuan halal yang sesuai dengan kaidah Islam yang diadopsi oleh Indonesia maupun secara internasional, mengingat bahwa Indonesia merupakan salah satu anggota WTO yang terikat pula untuk tunduk pada TBT Agreement. Keberatan Brazil tersebut sejak diajukannya Request for Consultations kepada WTO pada 4 April 2016 hingga sementara ini masih berstatus dalam konsultasi. 51 Indonesia tentu harus bersiap untuk langkah-langkah yang perlu dilakukan terhadap pengajuan keberatan dari Brazil terkait penerapan ketentuan halal yang diterapkan. Hal ini agar di kemudian hari Indonesia tidak dirugikan terhadap hasil yang disepakati melalui tahapan mekanisme penyelesaian sengketa yang disediakan oleh WTO untuk kasus bovine meat dari Brazil. Lebih jauh, perlu diketahui bagi tiap negara yang terlibat dalam mekanisme penyelesaian sengketa ini; baik sebagai pihak penuntut, pihak yang dituntut, maupun pihak ketiga; mengenai pengaturan standar halal dalam pemberian label halal Indonesia sehingga menyebabkan bovine meat dari 49 Angga Indrawan, Inilah 10 Negara dengan Populasi Muslim Terbesar di Dunia, 10-negara-dengan-populasi-muslim-terbesar-di-dunia, diakses pada 28 Juli World Trade Organization, Dispute by Agreement, diakses pada 07 Juli 2017.

13 13 Brazil ditolak, namun diterima oleh Brunei Darussalam dan Malaysia. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Penulis atas dokumen Request for Consultations yang diajukan oleh Brazil ini cukup penting untuk diteliti. Hal ini untuk mengetahui apakah benar atau tidak tuduhan Brazil dalam gugatan bovine meat-nya yang mana mengikutsertakan peraturan mengenai halal Indonesia sebagai bagian dari peraturan-peraturan yang dianggap inkonsistensi dengan TBT Agreement. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka Penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap kasus tersebut di atas, dan membahas permasalahan tersebut dengan judul Pemberian Label Halal di Indonesia terkait Ketentuan Technical Barriers to Trade (TBT) Agreement oleh World Trade Organization (WTO) (Studi Kasus: Bovine Meat dari Brazil). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan standar halal dalam pemberian label halal Indonesia sehingga bovine meat dari Brazil ditolak Indonesia, namun diterima oleh Brunei Darussalam dan Malaysia? 2. Apakah pengaturan label halal Indonesia sebagaimana diprotes dalam kasus bovine meat dari Brazil, konsisten dengan TBT Agreement?

14 14 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif Secara obyektif, penelitian ini bertujuan untuk: a. Mengidentifikasi dan menganalisis pengaturan standar dalam pemberian label halal Indonesia sehingga bovine meat dari Brazil ditolak Indonesia, namun diterima oleh Brunei Darussalam dan Malaysia. b. Mengidentifikasi dan menganalisis apakah pengaturan label halal Indonesia konsisten dengan TBT Agreement. 2. Tujuan Subyektif Penelitian ini juga dilakukan untuk memperoleh jawaban dari rumusan masalah di atas guna penyusunan penulisan hukum sebagai sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Penelitian ini bukan penelitian pertama yang membahas mengenai label halal kaitannya dengan TBT Agreement pada produk daging, namun rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini sangatlah berbeda. Berdasarkan hasil penelusuran judul penelitian yang ditelusuri oleh Penulis, telah ditemukan beberapa judul penelitian hukum terkait label halal maupun TBT Agreement pada produk daging, yakni :

15 15 1. Penelitian pada tahun 2012 di Universitas Gadjah Mada oleh Yosep Sudaryono (NIM: 06/193749/HK/17180); mahasiswa jenjang S1 Ilmu Hukum pada Departemen Hukum Dagang; dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Peredaran Dan Penyediaan Daging ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal) Oleh Unit Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Dinas Pertanian Kabupaten Klaten. Penelitian ini membahas tentang bagaimana bentuk perlindungan bagi konsumen terhadap peredaran daging yang tidak ASUH oleh RPH Dinas Pertanian Kabupaten Sleman, dan upaya apa yang dilakukan oleh konsumen daging ASUH ketika mendapatkan daging yang tidak ASUH. 2. Penelitian pada tahun 2010 di Universitas Gadjah Mada oleh Adib Hasanudin (NIM: 05/185548/HK/16958); mahasiswa jenjang S1 Ilmu Hukum pada Departemen Hukum Dagang; dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Muslim Mengenai Prinsip Halalan Thoyyibah Pada Bahan Daging Ayam Yang Beredar Di Kota Yogyakarta Ditinjau Dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Penelitian ini membahas tentang bagaimana bentuk tanggung jawab pelaku usaha dalam memenuhi prinsip halalan thoyyibah pada bahan daging ayam yang dijualnya, bagaimana perann LPPOM-MUI dan Disperindagkoptan Bidang Pertanian Kota Yogyakarta dalam pemenuhan prinsip halalan thoyyibah pada bahan daging ayam yang beredar di Kota Yogyakarta, dan apa saja hambatan yang muncul dalam memenuhi prinsip

16 16 halalan thoyyibah pada bahan daging ayam yang beredar di Kota Yogyakarta. 3. Penelitian pada tahun 2015 di Universitas Gadjah Mada oleh Teti Indrawati Purnamasari (NIM: 08/273356/SHK/00118); mahasiswa jenjang S3 Ilmu Hukum; dengan judul Pengaturan Bentuk-bentuk Perlindungan Konsumen Dalam Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal dan Tayib di Indonesia. Penelitian ini berfokus pada bagaimana formulasi bentukbentuk perlindungan konsumen dalam penyelenggaraan jaminan produk halal dan tayib di Indonesia. Penelitian yang telah dilakukan Penulis berbeda dengan ketiga penelitian di atas. Ketiga penelitian di atas belum ada yang membahas mengenai pemberian label halal di Indonesia terkait dengan ketentuan TBT Agreement oleh WTO, dengan membahas studi kasus bovine meat dari Brazil yang masih baru terjadi di tahun 2016 ini. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya dan sesuai dengan asas-asas keilmuan, yakni kejujuran, obyektif, terbuka, dan rasional. Jika ternyata terdapat penelitian serupa di luar sepengetahuan penulis, diharapkan penelitian ini dapat saling melengkapi dan bersifat membangun. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan berupa sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu

17 17 pengetahuan hukum, khususnya dalam hal hukum perdagangan internasional yang berkaitan dengan WTO. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat praktis dengan dapat dijadikannya penelitian ini sebagai bahan masukan dalam rangka menyelaraskan hukum terkait pemberian label halal di Indonesia dengan ketentuan TBT Agreement.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION Oleh : A.A. Istri Indraswari I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Protection

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KACA UNTUK BANGUNAN BLOK KACA SPESIFIKASI DAN METODA UJI SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) CERMIN KACA LEMBARAN BERLAPIS PERAK SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. A.1. Bentuk-bentuk perlindungan konsumen produk halal dan tayib dalam. hukum Islam dan sertifikasi halal MUI diwujudkan melalui:

BAB VII PENUTUP. A.1. Bentuk-bentuk perlindungan konsumen produk halal dan tayib dalam. hukum Islam dan sertifikasi halal MUI diwujudkan melalui: 674 BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada Bab-Bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan bahwa: A.1. Bentuk-bentuk perlindungan konsumen produk halal dan tayib dalam hukum Islam dan sertifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya permintaan akan suatu barang dan jasa oleh suatu negara terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya perdagangan di kancah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA MESIN PENGHANCUR (CRUSHER) BAHAN BAKU PUPUK ORGANIK - SYARAT MUTU DAN CARA UJI SECARA WAJIB DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO INCORPORATE TECHNICAL BARRIERS TO TRADE AND SANITARY AND PHYTOSANITARY MEASURES INTO THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS

Lebih terperinci

Kata Kunci: National Treatment, Pajak Impor Dalam Industri Telepon Genggam, Kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri

Kata Kunci: National Treatment, Pajak Impor Dalam Industri Telepon Genggam, Kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri TINJAUAN YURIDIS KEBIJAKAN TINGKAT KANDUNGAN DALAM NEGERI DAN PAJAK IMPOR DALAM INDUSTRI TELEPON GENGGAM DIKAITKAN DENGAN PRINSIP NATIONAL TREATMENT FIKY MARTINO 1287032 ABSTRAK Prinsip National Treatment

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia mengamanatkan pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada negara untuk digunakan sebesar-besarnya demi kemakmuran

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan global, tidak dapat dipungkiri bahwa lalu lintas barang semakin terbuka, sehingga memungkinkan tidak adanya batasan negara dalam lalu lintas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA ALAT PEMELIHARAAN TANAMAN SPRAYER GENDONG SEMI OTOMATIS SYARAT MUTU DAN METODE UJI SECARA WAJIB

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) PIPA SARINGAN UNTUK SUMUR AIR TANAH SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.227, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Pupuk Anorganik Majemuk. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/M-IND/PER/2/2014 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pe

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pe No.1451, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Helm. Kendaraan Bermotor Roda Dua. Wajib. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/M-IND/PER/9/2015 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan. SNI. Produk Melamin. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/M-IND/PER/2/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO INCORPORATE TECHNICAL BARRIERS TO TRADE AND SANITARY AND PHYTOSANITARY MEASURES INTO THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan. SNI. Semen. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/M-IND/PER/2/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.261, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan. SNI. Baja Tulangan Beton. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/M-IND/PER/ 2/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN YURIDIS ATAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI PERATURAN NASIONAL DIKAITKAN DENGAN UPAYA SAFEGUARDS DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION T E S I S SYLVIANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kebutuhan manusia yang tidak terpuaskan, sehingga selalu terikat

BAB I PENDAHULUAN. dari kebutuhan manusia yang tidak terpuaskan, sehingga selalu terikat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan merupakan salah satu faktor sentral, bagi negara berkembang maupun negara maju untuk memusatkan kekuatan ekonominya, hal ini tidak lepas dari tingginya tuntutan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1452, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Asam Sulfat. Teknis. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/M-IND/PER/12/2013/ TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antarbangsa terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN. memengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antarbangsa terjadi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi menjadi suatu kenyataan yang dihadapi setiap negara, tidak terkecuali Indonesia. Proses interaksi dan saling pengaruh memengaruhi, bahkan pergesekan

Lebih terperinci

Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib

Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR : 1 TAHUN 20118.A/PER/BSN/2/2010 TANGGAL : 1 Februari 2011 Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan

Lebih terperinci

2015, No Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2

2015, No Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2 No.1452, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Kaca. Wajib.SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80/M-IND/PER/9/2015 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.692, 2014 KEMENPERIN. Baja Batangan. BJKU. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/M-IND/PER/5/2014 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KOMPOR GAS TEKANAN RENDAH JENIS DUA DAN TIGA TUNGKU DENGAN SISTEM PEMANTIK SECARA WAJIB DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215,2012 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/M-IND/PER/2/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) SELANG KARET UNTUK KOMPOR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 111, 214 KEMENPERIN. Standar Nasional Indonesia. Ban. Wajib. Pemberlakuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 68/M-IND/PER/8/214

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA KERTAS DAN KARTON UNTUK KEMASAN PANGAN SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

BAB III PENGATURAN TECHNICAL BARRIER TO TRADE DALAM WTO DAN GOOD REGULATORY PRACTICE

BAB III PENGATURAN TECHNICAL BARRIER TO TRADE DALAM WTO DAN GOOD REGULATORY PRACTICE 35 BAB III PENGATURAN TECHNICAL BARRIER TO TRADE DALAM WTO DAN GOOD REGULATORY PRACTICE 3.1 Technical Barrier to Trade (TBT) dalam WTO Kemajuan dalam penurunan tarif yang telah dilakukan oleh GATT/WTO

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan. SNI. Regulator. LPG. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/M-IND/PER/1/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

2015, No DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib terhadap Barang da

2015, No DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib terhadap Barang da No.1518, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Barang dan Jasa. SNI. Pengawasan. Jasa Bidang Perdagangan. Standardisasi. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/M-DAG/PER/9/2015

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1455, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Seng Oksida. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66/M-IND/PER/12/2013 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

Isu Prioritas - Standar (SNI)

Isu Prioritas - Standar (SNI) 1 Isu Prioritas - Standar (SNI) Melindungi hak konsumen dan memaksimalkan kepuasan pelanggan adalah bagian dari tujuan utama perusahaanperusahaan di seluruh dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia

Lebih terperinci

2015, No Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2015, No Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No. 1083, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Tepung Terigu. Standar Nasional Indonesia. Pemberlakuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/M-IND/PER/7/2015

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P No.1730, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. SNI. Air Mineral Demineral. Air Mineral CAlami. Air Minum Embun. Pemberlakuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Kata kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Persaingan Usaha, Kebijakan, Harmonisasi.

Kata kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Persaingan Usaha, Kebijakan, Harmonisasi. 1 HARMONISASI KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Oleh I Gusti Ayu Agung Ratih Maha Iswari Dwija Putri Ida Bagus Wyasa Putra Ida Bagus Erwin Ranawijaya Program Kekhususan Hukum Internasional,

Lebih terperinci

DRAFT PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :

DRAFT PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : DRAFT PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) MINYAK GORENG SAWIT SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

2015, No Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan

2015, No Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1449, 2015 KEMENPERIN. Melamin Perlengkapan Makan Minum. Wajib. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77/M-IND/PER/9/2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1034, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Sistem Sertifikasi Mandiri. Percontohan. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/M-DAG/PER/8/2013

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 54/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG KETENTUAN UMUM DI BIDANG IMPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 54/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG KETENTUAN UMUM DI BIDANG IMPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 54/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG KETENTUAN UMUM DI BIDANG IMPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk daging. Di Indonesia sendiri, daging yang paling banyak digemari

BAB I PENDAHULUAN. produk daging. Di Indonesia sendiri, daging yang paling banyak digemari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, dan pengalaman

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.152,2012 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09/M-IND/PER/1/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KATUP TABUNG BAJA LPG SECARA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1417, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Kompor Gas. LPG. Pemantik. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/M-IND/PER/11/2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON THE ASEAN POWER GRID (MEMORANDUM SALING PENGERTIAN MENGENAI JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 199, 2000 BADAN STANDARISASI. Standarisasi Nasional. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG PERUBAHAN KLASIFIKASI DAN PENETAPAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR PRODUK-PRODUK TERTENTU DALAM

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE MEMBER STATES OF ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) AND

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.856, 2015 KEMENPERIN. SNI. Kaca. Bangunan. Blok Kaca. Wajib. Pemberlakuan. NGANPERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/M-IND/PER/6/2015 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1553,2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Minyak Goreng Sawit. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87/M-IND/PER/12/2013 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

Dr Erwidodo Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian. Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014

Dr Erwidodo Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian. Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014 Dr Erwidodo Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014 1 Multilateral (WTO) Plurilateral/Regional : APEC, ASEAN-FTA (AFTA),

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN STANDARDISASI NASIONAL. SNI. Pemberlakuan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN STANDARDISASI NASIONAL. SNI. Pemberlakuan. Pedoman. No.105, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN STANDARDISASI NASIONAL. SNI. Pemberlakuan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN STANDARDISASI NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG. PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KALSIUM KARBIDA (CaC 2 ) SECARA WAJIB

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG. PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KALSIUM KARBIDA (CaC 2 ) SECARA WAJIB PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KALSIUM KARBIDA (CaC 2 ) SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) PENDINGIN RUANGAN, LEMARI PENDINGIN, DAN MESIN CUCI SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya;

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya; LAMPIRAN PERSETUJUAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI MENYELURUH ANTAR PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/M-DAG/PER/3/2015

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA KACA LEMBARAN SECARA WAJIB

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA KACA LEMBARAN SECARA WAJIB PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA KACA LEMBARAN SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.552, 2012 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 59/M-IND/PER/5/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA () PELEK KENDARAAN BERMOTOR

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 178/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 178/PMK.04/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 178/PMK.04/2013 TENTANG PENGENAAN TARIF BEA MASUK DALAM SKEMA ASEAN TRADE IN GOODS AGREEMENT (ATIGA) DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.154, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan. SNI. Ban. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/M-IND/PER/1/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.921, 2013 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pendingin Ruangan. Lemari Pendingin. Mesin Cuci. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/M-IND/PER/7/2013

Lebih terperinci

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement.

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement. BAB IV KESIMPULAN World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan

Lebih terperinci

UNIT PENYEDIA INFORMASI: Direktorat Perundingan Multilateral, Direktorat Perundingan Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan RI

UNIT PENYEDIA INFORMASI: Direktorat Perundingan Multilateral, Direktorat Perundingan Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan RI Rencana Menjadi Pihak Ketiga didalam Kasus Sengketa DS508: China Export Duties on Certain Raw Materials Dalam Kerangka Mekanisme Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Mechanism) Organisasi Perdagangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA MOTOR BAKAR PENYALAAN KOMPRESI GERAK BOLAK-BALIK UNTUK KEGUNAAN UMUM - SPESIFIKASI, UNJUK KERJA,

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya

Lebih terperinci

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI, M E M U T U S K A N :

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI, M E M U T U S K A N : KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI NOMOR 527/MPP/KEP/7/2002 TANGGAL 5 JULI 2002 TENTANG TATA KERJA TIM NASIONAL WTO DAN PEMBENTUKAN KELOMPOK PERUNDING UNTUK PERUNDINGAN PERDAGANGAN MULTILATERAL

Lebih terperinci

2014, No Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Ke

2014, No Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Ke No.225, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Regulator. Tabung Baja LPG. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/M-IND/PER/2/2014 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.479, 2013 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. SNI. Regulator Tekanan Rendah. Tabung Baja. LPG. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/M-IND/PER/3/2013

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.670, 2013 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pupuk Anorganik Tunggal. Standar Nasional Indonesia. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/M-IND/PER/4/2013

Lebih terperinci

2016, No diberlakukan Standar Nasional Indonesia dan/atau Persyaratan Teknis secara wajib; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks

2016, No diberlakukan Standar Nasional Indonesia dan/atau Persyaratan Teknis secara wajib; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks No.565, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Standadisasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/M-DAG/PER/4/2016 TENTANG STANDARDISASI BIDANG PERDAGANGAN DENGAN

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1084, 2015 KEMENPERIN. Biskuit. Wajib. Standar Nasional Indonesia. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/M-IND/PER/7/2015 TENTANG

Lebih terperinci

Keywords: ASEAN Economic Community, Micro, Small and Medium Enterprises, Monopoly

Keywords: ASEAN Economic Community, Micro, Small and Medium Enterprises, Monopoly KAJIAN PENGATURAN TERHADAP STANDAR PRODUK PRIORITAS USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DALAM KAITANNYA DENGAN PRAKTIK MONOPOLI Oleh: I Gusti Putu Ngurah Satriawibawa I

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2002 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL 8 SANITARY AND PHYTOSANITARY MEASURES TO IMPLEMENT THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON THE FACILITATION OF GOODS IN TRANSIT,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 35/M-DAG/PER/5/2012

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 35/M-DAG/PER/5/2012 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 35/M-DAG/PER/5/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 11/M- DAG/PER/3/2010 TENTANG KETENTUAN IMPOR MESIN, PERALATAN MESIN, BAHAN BAKU, CAKRAM

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Orga

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Orga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.494, 2015 KEMENPERIN. Standar Nasional Indonesia. Kompor Gas. Sistem Pemantik. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/M-IND/PER/3/2015

Lebih terperinci

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA. Pada Forum D i s k u s i Publik ke-15

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA. Pada Forum D i s k u s i Publik ke-15 IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA D i s a m p a i k a n Oleh : D I R E K T U R J E N D E R AL P E R D AG AN G AN L U AR N E G E R I Pada Forum D i s

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN I. UMUM Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN)

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN) KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di Puket,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/M-IND/PER/3/2011 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) TEPUNG TERIGU SEBAGAI BAHAN MAKANAN SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1990, 2014 KEMENDAG. Impor. Ekspor. Hewan. Produk Hewan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95/M-DAG/PER/12/2014 TENTANG PERUBAHAN KETIGA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1170, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Pemasukan Karkas. Daging. Jeroan. RI. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/PERMENTAN/PD.410/9/2013 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA GULA KRISTAL PUTIH SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA GULA KRISTAL PUTIH SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA GULA KRISTAL PUTIH SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.15/MEN/2011 TENTANG PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN YANG MASUK KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi di suatu negara (trade as engine of growth).

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi di suatu negara (trade as engine of growth). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan suatu negara dalam membangun perekonomian negaranya adalah laju pertumbuhan ekonomi. Setiap

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.946, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor. Produk Hortikultura. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/M-DAG/PER/9/2012 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) PIPA BAJA SALURAN AIR DENGAN ATAU TANPA LAPISAN SENG SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci