STUDI KEANEKARAGAMAN POHON PADA TIGA ZONA KETINGGIAN HUTAN PEGUNUNGAN GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KEANEKARAGAMAN POHON PADA TIGA ZONA KETINGGIAN HUTAN PEGUNUNGAN GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO"

Transkripsi

1 Volume 18 (3) 006 STUDI KEANEKARAGAMAN POHON PADA TIGA ZONA KETINGGIAN HUTAN PEGUNUNGAN GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO T. Alief Aththorick, *) Abstract A study on tree diversity in three zones Sinabung Mountain forest had been conducted using purposive sampling method. Zone I: Sub Mountain Forest ( ) m above sea level (asl), zone II : Transition ( ) m asl, and zone III : Mountain Forest (050 00) m asl. Plots size was settled 10 by 00 m ( 0, ha) for each zone. The result showed that in the whole zones there were 76 individual trees of 93 species of 33 families. Tree was dominated by Theaceae, Myrtaceae, Fagaceae, Rubiaceae, Ericaceae, and Lauraceae. Zone I had 84 individuals of 44 species of 16 families was dominated by Lithocarpus indutus. Zone II was dominated by Symingtonia populnea, had 119 individuals of 43 species of 3 families, while zone III was dominated by Gordonia imbricate had 73 individuals of 15 species of 9 families. Diversity indexes of location I, II and III were high relatively with values of 3.55, 3.31 and.148, respectively. Keywords: Sinabung Mountain, Forest zonation, Tree biodiversity A. PENDAHULUAN Pohon adalah tumbuhan perennial berkayu yang mempunyai satu poros utama atau batang (Lane, 195). Pohon memiliki peranan penting dalam komunitas hutan; sebagai penyumbang unsur hara, menjaga daur hidrologi, mencegah erosi dan banjir, meredam polusi, menjaga keseimbangan iklim global, dan sebagai sumber plasma nutfah (Bachelard et al., 1985). Penebangan pohon di hutan dapat menyebabkan terjadinya percepatan pemanasan global. Jika pohon ditebang, sinar matahari langsung mengenai permukaan tanah dan meningkatkan suhu tanah. Laju dekomposisi bahan organik dipercepat sehingga melepaskan banyak karbon. Hal ini akan meningkatkan jumlah karbon seiring dengan terjadinya pemanasan global (Soemarwoto, 199). Pohon-pohon di pegunungan memiliki struktur dan komposisi yang khas. Semakin tinggi suatu tempat, ukuran pohon cenderung berkurang. Dengan naiknya ketinggian tempat pohon-pohon semakin pendek dan kelimpahan epifit serta liana berubah, semakin naik lagi pohon-pohon akan lebih pendek, batang dan cabang berlekuk-lekuk, daun tebal, dan tajuk pohon menjadi rata (Whitten et al., 1984). Keragaman jenis pohon semakin berkurang dengan naiknya ketinggian tempat (Mackinnon et al., 000). Berbagai penelitian tentang keanekaragaman pohon telah banyak dilakukan di kawasan hutan hujan tropis yang menunjukkan tingginya keanekaragaman jenis. Di Borneo dengan luas plot,0 ha ditemukan 740 individu pohon dengan 199 jenis. Di Malay Peninsula Bukit Lagong dengan luas,0 ha ditemukan 559 individu pohon dengan 15 jenis (Mabberley, 1994). Di Asia Tenggara umumnya ditemukan lebih dari seratus jenis pohon yang berbeda tiap hektarnya, tidak termasuk tingkat seedling walaupun beberapa dugaan terdahulu menyatakan bahwa kadang-kadang jumlah jenis pohon mungkin hampir 400 spesies per hektar (Longman & Jenik,1974). Kawasan hutan Gunung Sinabung merupakan salah satu hutan pegunungan tropis di Indonsia yang memiliki keanekaragaman pohon yang tinggi namun sejauh ini belum banyak dikaji. Jenis-jenis dari suku Fagaceae seperti Quercus dan Castanopsis sangat banyak dijumpai. Selain itu juga terdapat jenis-jenis lain seperti Styrax benzoin, Schima wallichii, 3 *) Staf Pengajar Departemen Biologi FMIPA USU

2 Volume 18 (3) 006 Calophyllum, dan Flacourtica rukam yang mendominasi kawasan ini. Namun demikian adanya jalan masuk (tracking) menuju puncak yang sering dilalui orang dapat menjadi ancaman bagi kelestarian dan berkurangnya keragaman vegetasi pohon. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keanekaragaman pohon berdasarkan zonasi ketinggian hutan pegunungan. B. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian ditetapkan dengan metode purposive sampling. Pengamatan menggunakan metode kuadrat. Zonasi hutan ditetapkan berdasarkan ketinggian sebagai berikut: o Zona I : Hutan Pegunungan Bawah ( mdpl) o Zona II : Transisi Hutan Pegunungan Bawah dan Atas ( mdpl) o Zona III : Hutan Pegunungan Atas ( mdpl) Pada masing-masing lokasi penelitian dibuat plot tunggal dengan ukuran 10 x 00 m kemudian di dalam plot tersebut dibuat subplot dengan ukuran 10 x 10 m, sehingga terdapat 0 subplot pada satu lokasi penelitian. Pada setiap plot dilakukan pengamatan pada seluruh pohon yang berdiameter 10 cm dengan mengukur diameter batang setinggi dada (1.3 m), memberi nomor (taging) pada semua pohon yang diukur, mencatat jenis dan jumlah individu dari setiap jenis pohon yang dijumpai. Faktor-faktor abiotik yang diukur meliputi suhu udara dengan termometer, kelembaban udara dengan higrometer, kelembaban dan ph tanah dengan soiltester, suhu tanah dengan soil termometer, intensitas cahaya dengan luxmeter, dan ketinggian dengan altimeter. Analisis Data Data vegetasi dianalisis untuk mendapatkan nilai indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks similaritas. Untuk mengetahui apakah keanekaragaman berbeda antar-zona dilakukan uji beda indeks keanekaragaman (Magurran, 1983). a. Indeks Keanekaragaman dari Shannon-Wiener H 1 = - Σpi ln pi Pi = ni/n di mana: ni = jumlah individu suatu jenis N = jumlah total individu seluruh jenis f. Indeks Keseragaman H' E = H maks Keterangan: E = Indeks keseragaman H = indeks keragaman Hmaks = Indeks keragaman maksimum, sebesar Ln S S = jumlah genus/spesies g. Uji Beda Indeks Keanekaragaman H1' H t = 1 (Var H1' + Var H ') Keterangan: H = Indeks keanekaragaman Var H = Varian indeks keanekaragaman di mana; pi(ln pi) ( pi ln pi) S 1 Var H ' = + N N dan derajat bebas: ( Var H ' 1+ Var H ' ) db = ( Var H ' 1 ) / N1 + ( Var H ' ) / N h. Indeks Similaritas C IS= x100% A + B Keterangan: A = B = Jumlah jenis yang terdapat pada lokasi B C = Jumlah jenis yang terdapat pada kedua lokasi yang dibandingkan. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Kekayaan Jenis Pohon Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 93 jenis pohon yang tergolong dalam 33 famili dengan kerapatan 76 individu/0,6ha (Tabel 1). Sagala (1997) melaporkan di kawasan hutan Gunung Sibayak II Bukit Barisan ditemukan 46 jenis pohon yang tergolong dalam 30 famili dengan kerapatan 591 individu/ha. Di Lae Ordi Dairi terdapat 3 jenis dengan 163 indvidu/ha (Silalahi, 1995). Di hutan yang sama pada hutan bekas tebang Ju 33

3 Volume 18 (3) 006 pilih 3 tahun didapatkan 41 jenis dengan 1 famili sedangkan pada hutan bekas tebang pilih 5 tahun didapatkan 49 jenis dengan 3 famili (Munthe 1995). Di hutan primer terganggu kawasan konservasi Labuhan Batu terdapat 9 jenis pohon dengan kerapatan 138 individu/ha (Aththorick, 003). Di kawasan Hutan Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser ditemukan 159 jenis pohon yang termasuk dalam 35 famili dengan kerapatan 437 individu/ha (Susilo, 004). Jika dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa hutan pegunungan Gunung Sinabung memiliki kekayaan jenis pohon tergolong sedang. Tabel 1. Famili Vegetasi Pohon yang Terdapat di Kawasan Hutan Pegunungan Gunung Sinabung No. Famili Jlh. Jenis Jlh. Zona Individu I II III 1. Anacardiaceae Anonaceae Aquifoliaceae Araliaceae Asteraceae Burseraceae Cunoniaceae Elaeocarpaceae Ericaceae Euphorbiaceae Fagaceae Guttiferae Hammamelidaceae Icacinaceae Ilicaceae Lauraceae Loganiaceae Magnoliaceae Meliaceae Moraceae Myrsinaceae 3 +. Myrtaceae Podocarpaceae Rosaceae Rubiaceae Sapindaceae Saurauiaceae + 8. Scizandraceae Sterculiaceae Symplocaceae Theaceae Thymeliaceae Urticaceae + Jumlah Keterangan: + : ditemukan 34

4 Volume 18 (3) 006 7% 7% 6% 4% 3% 3% 3% % % 19% 8% 19% 17% Theaceae Myrtaceae Fagaceae Rubiaceae Ericaceae Lauraceae Aquifoliaceae Elaeocarpaceae Euphorbiaceae Loganiaceae Anonaceae Burseraceae dan lain-lain Gambar 1. Perbandingan Jumlah Individu Pohon dari Masing-Masing Famili 6% 6% 5% 4% 3% 3% 3% 8% 3% 14% 16% Myrtaceae Lauraceae Fagaceae Rubiaceae Theaceae Moraceae Elaeocarpaceae Ericaceae Euphorbiaceae Magnoliaceae dan lain-lain Gambar. Perbandingan Jumlah Jenis Pohon dari Masing-Masing Famili Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa jumlah pohon terbanyak terdapat pada famili Theaceae dengan 56 individu (19%), diikuti oleh famili Myrtaceae 46 (17%), Fagaceae sebanyak 3 (8%), Rubiaceae 19 (7%), Ericaceae 18 (7%), Lauraceae dengan jumlah individu sebanyak 17 (6%) sedangkan untuk famili lainnya rata-rata memiliki 1 atau individu saja. Famili famili tersebut merupakan familifamili yang umum didapatkan pada hutan pegunungan. Famili Myrtaceae dapat dijumpai pada pegunungan bawah dan pegunungan atas, Theaceae umumnya didapat pada pegunungan atas, Lauraceae dan Fagaceae terdapat pada hampir semua zona penelitian, sehingga muncul istilah Laurafagaceus untuk penamaan tipe hutan pegunungan. Adapun jumlah jenis tertinggi terdapat pada famili Myrtaceae dengan jumlah 14 jenis (16%), kemudian diikuti Lauraceae 13 jenis (14%), Fagaceae 7 jenis (8%), Rubiaceae dan Theaceae memiliki jumlah jenis yang sama yaitu 6 jenis (6%), Moraceae 5 jenis (5%), Elaeocarpaceae 4 jenis (4%). Ericaceae, Euphorbiaceae, dan Magnoliaceae memiliki jumlah jenis 35

5 Volume 18 (3) 006 yang sama yakni 3 jenis (3%). Anacardiaceae, Anonnaceae, Myrsinaceae, Saurauiaceae, Thymeliaceae, dan Urticaceae juga memiliki jumlah yang sama yaitu masing-masing jenis (Tabel 1). Monk et al. (000), menyatakan hutan pegunungan atas dan bawah dapat dibedakan menurut penampakan umum atau keragaman jenis dari suku tumbuhan. Komposisi jenis pohon berubah sesuai dengan kondisi kelembaban dan suhu. Lebih lanjut ia melaporkan bahwa di Gunung Binaiya di atas mdpl hutan pegunungan bawahnya bertipe Myrtaceae, sedangkan di hutan pegunungan seram didominasi oleh famili Fagaceae. Whitten et al. ( 1984), menyatakan hutan pegunungan bawah ditandai oleh berlimpahnya suku Fagaceae dan Lauraceae, sedangkan hutan pegunungan atas ditandai oleh golongan Coniferae, Ericaceae, dan Myrtaceae. Famili-famili yang terdapat pada ketiga zona hutan relatif berubah seiring dengan berubahnya faktor-faktor fisik lingkungan hutan. Hanya famili Elaeocarpaceae dan Lauraceae yang ada pada ketiga zona hutan. Hal ini menunjukkan tingkat penyebaran dan adaptasi yang tinggi dari kedua famili ini terhadap kondisi fisik lingkungan gunung tersebut. Kondisi fisik lingkungan seperti kelembaban dan kecepatan angin sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan penyebaran biji. Krebs (1985), menyatakan bahwa kelembaban tanah mempengaruhi penyebaran geografi pada sebagian besar pohon pada hutan pegunungan dan mempengaruhi kandungan/ketersediaan air tanah, di mana hubungannya dengan temperatur dapat mempengaruhi keseimbangan air tumbuhan. Selanjutnya Krebs (1985) menyatakan angin mempengaruhi kelembaban udara dan penyebaran biji tumbuhan pada hutan pegunungan. Hal tersebut dapat dilihat dengan jelas hanya famili Anacardiaceae, Elaeocarpaceae, Euphorbiaceae, Fagaceae, Lauraceae, Loganiaceae, Magnoliaceae, Moraceae, Myrtaceae, dan Rubiaceae yang ditemukan pada dua lokasi yakni lokasi I dan II. Pada lokasi III famili tersebut tidak ditemukan, sedangkan famili Hammamelidaceae, Lauraceae, Podocarpaceae, Theaceae dan Thymeliaceae didapatkan pada lokasi II dan III. Famili yang didapatkan pada lokasi I dengan III hanya famili Elaeocarpaceae dan Lauraceae, sedangkan famili yang hanya dijumpai pada lokasi I yakni Anonaceae, Guttiferae, Icacinaceae, Meliaceae, Saurauiaceae, dan Urticaceae, kemudian famili yang hanya ada pada lokasi II yakni Aquifoliaceae, Araliaceae, Asteraceae, Cunoniaceae, Myrsinaceae, Rosaceae, Sapindaceae, Sterculiaceae, dan Symplocaceae, dan untuk lokasi III Burseraceae, Ericaceae, Ilicaceae (Gambar 3). Beragamnya jumlah famili yang didapatkan tiap lokasi mungkin disebabkan oleh kondisi lingkungan yang sangat khas pada hutan pegunungan. Edwards et al. (1990), dalam Monk et al. (000), menyatakan distribusi jenis-jenis tumbuhan menurut ketinggian tempat berkaitan dengan perubahan jenis tanah. Perubahan penting pada tanah karena perubahan ketinggian adalah penurunan ph; peningkatan karbon organik dan penurunan kedalaman perakaran. Daerah pegunungan sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim yang berbeda-beda menurut ketinggiannya. Jenis pepohonan yang tumbuh sangat miskin akan spesies tetapi kaya akan epifit. Pohon-pohon ini mempunyai satu stratum, di mana semakin naik ketinggian semakin rendah pohonpohon yang dijumpai (Arief, 1994). Indeks Diversitas, Equitabilitas, Uji Beda Indeks Diversitas, dan Indeks Similaritas Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa zona hutan pegunungan bawah (zona I) memiliki nilai indeks keanekaragaman tertinggi dibandingkan dengan kedua zona hutan lainnya dengan nilai 3,55. Indeks keanekaragaman semakin berkurang dengan naiknya ketinggian zona hutan (Tabel ). Keanekaragaman jenis yang lebih tinggi pada zona I memperlihatkan bahwa daerah tersebut merupakan habitat masih sesuai dan mendekati tipe hutan dataran rendah. Pada daerah ini masih 36

6 Volume 18 (3) 006 dapat tumbuh pohon-pohon dari famili Fagaceae, Moraceae, Myrtaceae, Rubiaceae, Euphorbiaceae, Magnoliaceae, dan Lauraceae. Parameter lingkungan pada lokasi tersebut yaitu suhu udara 19.3 o C, suhu tanah 19.4 o C, kelembaban udara 91.8%, ph 7.5 dan intensitas cahaya rata-rata 16 lux.. Dengan naiknya ketinggian tempat maka faktor fisik mengalami perubahan. Perubahan tersebut meliputi kenaikan kelembaban udara dan kenaikan intensitas cahaya. Intensitas cahaya berlebih memaksa tumbuhan melakukan adaptasi fisik, fisiologi, dan perilaku untuk mengatasi keadaan tersebut. Ditambah lagi dengan keadaan lingkungan yang kering secara berkala atau kondisi yang masam dan miskin zat hara, sehingga menimbulkan kelompok jenis-jenis yang menunjukkan zonasi menurut ketinggian. Nilai indeks keseragaman didapat dengan membandingkan nilai H dengan total jumlah jenis atau genus (ln s) yang terdapat pada suatu lokasi. Nilai indeks keseragaman tertinggi terdapat pada zona I yakni 0.931, lalu disusul dengan zona II dan III masing-masing sebesar dan Semakin menurunnya nilai indeks keseragaman ini mungkin disebabkan oleh kondisi lingkungan dan tanah semakin miskin. Menurut Sastrawidjaya (1991), ketersediaan nutrisi dan pemanfaatan nutrisi yang berbeda menyebabkan nilai keanekaragaman dan nilai indeks keseragaman bervariasi. Krebs (1985), menyatakan bahwa keseragaman rendah jika 0<E<0,5 dan tinggi jika 0,5<E<1 (Tabel ). Berdasarkan hasil uji statistik terhadap indeks keanekaragaman dari masingmasing lokasi diketahui bahwa antara lokasi I dan II keanekaragamannya tidak berbeda ( tn ), sedangkan antara lokasi I dengan III dan II dengan III terdapat beda yang sangat nyata (**) (Tabel ). Burseraceae Podocarpaceae Elaeocarpaceae Theaceae Ericaceae Tymeliaceae mdpl Hammamelidaceae Ilicaceae Lauraceae Anacardiaceae Hammamelidaceae Myrtaceae Aquifoliaceae Lauraceae Podocarpaceae Theaceae Araliaceae Loganiaceae Rosaceae Thymeliaceae mdpl Asteraceae Magnoliaceae Rubiacaee Fagaceaea Rosaceae Cunoniaceae Melastomataceae Sapindaceae Elaeocarpaceae Moraceae Sterculiaceae Euphorbiaceae Myrsinaceae Symplocacea Icacinaceae Rubiaceae Urticaceae Anacardiaceae Lauraceae Saurauiaceae Anonaceae Loganiaceae mdpl Elaeocarpaceae Magnoliaceae Euphorbiaceae Meliaceae Fagaceae Moraceae Guttiferae Myrtaceae Gambar 3. Distribusi Famili Vegatasi Pohon pada Tiga Zonasi Penelitian 37

7 Volume 18 (3) 006 Tabel. Indeks Diversitas (H ), Equitabilitas (E), Uji Beda Indeks Diversitas dan Indeks Similaritas (IS) Zona H E Uji Beda Indeks Diversitas Indeks Similaritas (IS) I II III I II III I ,931-0,4 tn,903** 0 9,19 0 II ,880 -,83** 0 17,4 III Indeks kesamaan menunjukkan bahwa komunitas zona hutan berbeda satu sama lain. Hal ini terlihat dari nilai IS yang rendah antara zona I dan II yaitu sebesar 9,19, zona I dan II sebesar 0 (nol) dan antara zona II dan III sebesar 17,4. Rendahnya nilai ini menunjukkan bahwa masing-masing zona hutan dihuni oleh jenis-jenis yang berlainan. D. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Hutan pegunungan Gunung Sinabung memiliki kekayaan jenis pohon tergolong sedang dengan jumlah 93 jenis yang termasuk dalam 33 famili dan kerapatan pohon 76 individu/ha. b. Keanekaragaman pohon semakin berkurang dengan semakin naiknya ketinggian tempat. Keanekaragaman tertinggi terdapat pada zona I hutan pegunungan bawah sebesar 3,55 dan terendah pada zona III hutan pegunungan atas sebesar,148. E. DAFTAR PUSTAKA Arief, A Hutan, hakikat, dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Ed.1. Cet.1. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. hlm. 4,100. Aththorick, T. A Struktur dan komposisi tegakan vegetasi pada hutan primer terganggu dan hutan bekas tebangan di hutan konservasi Kabupaten Labuhan Batu. Jurnal Komunikasi Penelitian. Vol. 15(). LP USU. Medan. hlm Bachelard. E. P. R. Stevens., M. Butz., W. J. B. Crane Think Trees Grow Trees, Australian Government Publishing Service, Canberra Australia. hlm. 7;11. Krebs, C. J Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Third Edition. Harper & Row Publishers Inc, New York. p Lane, F. C The Story of Trees. Doubleday & Company Inc, Garden Ciyt. New York. Page Longman, K. A. & J. Jenik Tropical Forest and Its Environment. Longman Group Limited. London. page. 56, 58. Lumban Tobing, T Struktur dan Komposisi Jenis pada Komunitas Hutan Primer di Hutan Koleksi Universitas Mulawarman Lempaka Kalimantan Timur. Tesis Sarjana Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda (tidak dipublikasi). hlm. 33. Mackinnon, K., G. Hatta., H. Halim., A. Mangalik Ekologi Kalimantan. Alih bahasa Gembong Tjitrosoepomo, Prenhallindo, Jakarta. hlm Magurran. A. E Ecological Diversity and Its Measurement. Croom Helm Limited, Australia. hlm. 35. Monk, K. A., Y, De Fretes., R. G. Lilley Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku. PrenhallIndo, Jakarta. hlm Munthe, V. I Analisa Vegetasi Pohon di Hutan Alam Sesudah Penebangan Tebang Pilih Tanam Indonesia dalam Areal HPH PT. Gruti Lae Ordi-Dairi. Skripsi Sarjana Biologi (tidak dipublikasi) FMIPA-USU, Medan. hlm. 6. Sagala, E. H. P Analisa Vegetasi Hutan Sibayak II pada Taman Hutan Raya Bukit Barisan Sumatera Utara. Skripsi Sarjana Biologi (Tidak Dipublikasi) FMIPA- USU, Medan. hlm

8 Volume 18 (3) 006 Silalahi, S. H Komposisi dan Struktur Pohon pada Hutan Alam Sebelum Penebangan di Lae Ordi Dairi. Skripsi Sarjana Biologi (tidak dipublikasi) FMIPA-USU, Medan. hlm.. Soemarwoto, I., I. Gandjar., E. Guharja., & A. H. Nasution Melestarikan Hutan Tropika. Ed 1. Cet 1. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. hlm. 1. Susilo, F Keanekaragaman Jenis Pohon di Kawasan Hutan Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat. Skripsi Sarjana Biologi (tidak dipublikasi) FMIPA USU, Medan. hlm

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Herba Herba adalah semua tumbuhan yang tingginya sampai dua meter, kecuali permudaan pohon atau seedling, sapling dan tumbuhan tingkat rendah biasanya banyak ditemukan

Lebih terperinci

Nursal, Suwondo dan Irma Novita Sirait Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau Pekanbaru ABSTRACT

Nursal, Suwondo dan Irma Novita Sirait Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau Pekanbaru ABSTRACT KARAKTERISTIK KOMPOSISI DAN STRATIFIKASI VEGETASI STRATA POHON KOMUNITAS RIPARIAN DI KAWASAN HUTAN WISATA RIMBO TUJUH DANAU KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU Nursal, Suwondo dan Irma Novita Sirait Program

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas tumbuhan yang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Lokasi a. Letak dan Luas Taman Wisata Alam (TWA) Sicike-cike secara administratif berada di Dusun Pancur Nauli Desa Lae Hole, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan Tropis di dunia, walaupun luas daratannya hanya 1.32% dari luas daratan di permukaan bumi, namun demikian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK (Diversity Of Pitcher Plants ( Nepenthes Spp ) Forest

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk serta variabilitas

Lebih terperinci

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI Oleh : MUHAMMAD MARLIANSYAH 061202036 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA The Diversity Of Kantong Semar (Nepenthes spp) Protected Forest

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai megadiversity country. Sebagai negara kepulauan yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai megadiversity country. Sebagai negara kepulauan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai megadiversity country. Sebagai negara kepulauan yang mempunyai luas 1,3% dari luas permukaan bumi, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi (Bahan dan Alat), Waktu dan Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Materi (Bahan dan Alat), Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi (Bahan dan Alat), Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Materi ( Bahan dan Alat) Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian berupa jenis tumbuhan bawah dan alkohol 70%.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG

HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG Muhammad Syukur Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang Email : msyukur1973@yahoo.co.id ABSTRAKS:

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di Indonesia. Hutan rawa gambut mempunyai karakteristik turnbuhan maupun hewan yang khas yaitu komunitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan.

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan. TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan adalah suatu wilayah yang ditumbuhi pepohonan, juga termasuk tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan. Pohon merupakan bagian yang dominan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki separuh keanekaragaman flora dan fauna dunia dan diduga sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memiliki separuh keanekaragaman flora dan fauna dunia dan diduga sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai daerah tropis merupakan sumber yang sangat potensial ditemukannya spesies baru. Banyak pakar yang menduga bahwa daerah tropis memiliki separuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN Supriadi, Agus Romadhon, Akhmad Farid Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura e-mail: akhmadfarid@trunojoyo.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2010 di Hutan Tanaman Pelawan Desa Trubus, Hutan Kawasan Lindung Kalung Desa Namang, dan Hutan Dusun Air

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT Diversity of Species Meranti (Shore spp) In Protected Forest Area Ambawang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada remnant forest (hutan sisa) Kawasan Konservasi Hutan Duri PT. Caltex Pacifik Indonesia dengan luas 255 hektar di dalam kawasan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitan ini adalah penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode yang dilakukan dengandesain tujuan utama untuk membuat

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN TEGAKAN HUTAN DAN POTENSI KANDUNGAN KARBON DI TAMAN WISATA ALAM DELENG LANCUK KABUPATEN KARO PROPINSI SUMATERA UTARA TESIS OLEH

KEANEKARAGAMAN TEGAKAN HUTAN DAN POTENSI KANDUNGAN KARBON DI TAMAN WISATA ALAM DELENG LANCUK KABUPATEN KARO PROPINSI SUMATERA UTARA TESIS OLEH KEANEKARAGAMAN TEGAKAN HUTAN DAN POTENSI KANDUNGAN KARBON DI TAMAN WISATA ALAM DELENG LANCUK KABUPATEN KARO PROPINSI SUMATERA UTARA TESIS OLEH ABEDNEGO SILITONGA 087030001 PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan dilakukan dengan Metode Purpossive Random Sampling pada tiga stasiun penelitian. Di masing-masing stasiun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Pada penelitian deskriptif berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan suatu obyek sesuai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. paku-pakuan (Pterydophyta) dan divisio tumbuhan berbiji (Spermatophyta).

BAB V PEMBAHASAN. paku-pakuan (Pterydophyta) dan divisio tumbuhan berbiji (Spermatophyta). BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di kawasan hutan Kelurahan Kanarakan Tangkiling Kota Palangka Raya ditemukan 21 jenis tumbuhan makroepifit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit Taman Nasional Meru Betiri. Gambar 3.1. Peta Kerja

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI DAN PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN PADA POHON DI KAWASAN SEKITAR GUNUNG DAN DANAU BATUR KINTAMANI BALI

ANALISIS VEGETASI DAN PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN PADA POHON DI KAWASAN SEKITAR GUNUNG DAN DANAU BATUR KINTAMANI BALI ANALISIS VEGETASI DAN PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN PADA POHON DI KAWASAN SEKITAR GUNUNG DAN DANAU BATUR KINTAMANI BALI Wawan Sujarwo dan I Dewa Putu Darma UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity). Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Pegunungan Hutan pegunungan adalah hutan yang tumbuh di daerah ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan air laut. Daerah pegunungan ini sangat dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 JENIS TUMBUHAN MORACEAE DI KAWASAN STASIUN KETAMBE TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER ACEH TENGGARA Hasanuddin Magister Pendidikan Biologi FKIP

Lebih terperinci

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai sekitar 80.791,42 km (Soegianto, 1986). Letak Indonesia sangat

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) I. KULIAH

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) I. KULIAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS KEHUTANAN DEPARTEMEN SILVIKULTUR MAJOR INTERDEPARTEMEN, STRATA 1 (S-1) GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) I. KULIAH A. Mata Kuliah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lichenes yang lazim dikenal dengan nama lumut kerak merupakan jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui oleh sebagian orang. Dan sesungguhnya berbeda dari

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH HARAU KABUPATEN 50 KOTA SUMATERA BARAT

ANALISIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH HARAU KABUPATEN 50 KOTA SUMATERA BARAT ANALISIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH HARAU KABUPATEN 50 KOTA SUMATERA BARAT SKRIPSI MHD. IKO PRATAMA 091201072 BUDIDAYA HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah bersifat deskriptif (Nazir, 1988), karena penelitian ini hanya memberikan deskripsi mengenai vegetasi pada daerah ekoton

Lebih terperinci

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) DI KAWASAN KONSERVASI RUMAH PELANGI DUSUN GUNUNG BENUAH KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA Diversity Study of Kantong Semar Plants (Nepenthes

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan jabon dan vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapangan dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu bulan Agustus 2015 sampai dengan September 2015. Lokasi penelitian berada di Dusun Duren

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tersebut harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tersebut harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi baik flora dan faunanya, keanekaragaman hayati tersebut harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan (Soerianegara

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN STRUKTUR RERUMPUTAN DI KAWASAN DANAU TOBA DESA TOGU DOMU NAULI KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA

KOMPOSISI DAN STRUKTUR RERUMPUTAN DI KAWASAN DANAU TOBA DESA TOGU DOMU NAULI KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA KOMPOSISI DAN STRUKTUR RERUMPUTAN DI KAWASAN DANAU TOBA DESA TOGU DOMU NAULI KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA Pinta Omas Pasaribu 1, M.Zaidun Sofyan 2, Nursahara Pasaribu 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Lawu adalah gunung yang terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung ini mempunyai ketinggian 3265 m.dpl. Gunung Lawu termasuk gunung dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman Hutan Raya (Tahura) Tongkoh terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten

I. PENDAHULUAN. Taman Hutan Raya (Tahura) Tongkoh terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya (Tahura) Tongkoh terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Tanah Karo. Kawasan hutan ini merupakan hutan konservasi yang berupa

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN Struktur vegetasi tumbuhan bawah diukur menggunakan teknik garis berpetak. Garis berpetak tersebut ditempatkan pada setiap umur tegakan jati. Struktur vegetasi yang diukur didasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia bersama sejumlah negara tropis lain seperti Brazil, Zaire dan Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Diversity of Type Vegetation at The Mount Ambawang Forest Protected Areas, District

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

Sebagian besar hutan rawa gambut di Indonesia mengalami penyusutan. Hutan rawa gambut di Riau tersebar pada lima bentang alam yang masih

Sebagian besar hutan rawa gambut di Indonesia mengalami penyusutan. Hutan rawa gambut di Riau tersebar pada lima bentang alam yang masih RINGKASAN i e Sebagian besar hutan rawa gambut di Indonesia mengalami penyusutan dari tahun ke tahun (Mirmanto dan Polosokan, 1999, Wahyunto et al, 2005). Di Propinsi Riau sendiri hutan rawa gambut telah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan ini mengunakan metode petak. Metode petak merupakan metode yang paling umum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan gajah yang keberadaannya sudah mulai langka. Taman Nasional. Bukit Barisan Selatan termasuk ke dalam taman nasional yang memiliki

I. PENDAHULUAN. dan gajah yang keberadaannya sudah mulai langka. Taman Nasional. Bukit Barisan Selatan termasuk ke dalam taman nasional yang memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan salah satu dari tiga taman nasional yang ada di Sumatera yang dapat mewakili prioritas tertinggi unit konservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan ragam jenisnya. Serangga memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau

Lebih terperinci

(Varius Kind of Lower Plants on Dipterocarpaceae in KHDTK (Forest Area With Special Purpose) Haurbentes, Kecamatan Jasinga.

(Varius Kind of Lower Plants on Dipterocarpaceae in KHDTK (Forest Area With Special Purpose) Haurbentes, Kecamatan Jasinga. KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN BAWAH PADA TEGAKAN DIPTEROCARPACEAE DI KHDTK ( KAWASAN HUTAN DENGAN TUJUAN KHUSUS ) HAURBENTES, KECAMATAN JASINGA, KABUPATEN BOGOR (Varius Kind of Lower Plants on Dipterocarpaceae

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yaitu dimulai bulan Juni hingga Agustus 2011. Lokasi penelitian bertempat di Kawasan Hutan Batang Toru Bagian

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Mei 2011 pada 4 lokasi di Sungai Bah Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2010 pada 3 (tiga) lokasi di Kawasan Perairan Pulau Kampai, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada gangguan akibat beragam aktivitas manusia, sehingga mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh tumbuhan memanjat yang berperan sangat penting bagi kehidupan. Kerapatan hutan disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis, yang tidak saja mengandung kekayaan hayati flora yang beranekaragam, tetapi juga termasuk ekosistem terkaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lumut kerak merupakan salah satu anggota dari tumbuhan tingkat rendah yang mana belum mendapatkan perhatian yang maksimal seperti anggota yang lainnya. Organisme

Lebih terperinci