PENDUGAAN POTENSI KANDUNGAN KARBON PADA TEGAKAN SENGON

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDUGAAN POTENSI KANDUNGAN KARBON PADA TEGAKAN SENGON"

Transkripsi

1 PENDUGAAN POTENSI KANDUNGAN KARBON PADA TEGAKAN SENGON (Paraserianthes falcataria L Nielsen) di HUTAN RAKYAT (Studi Kasus Desa Jugalajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Jawa Barat) SYAIFUL RACHMAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN SYAIFUL RACHMAN E Pendugaan Potensi Kandungan Karbon pada Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) di Hutan Rakyat (Studi Kasus Desa Jugalajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Jawa Barat). Di bawah bimbingan : Prof. Dr. Ir. ELIAS Perubahan iklim merupakan fenomena global yang dipicu oleh kegiatan manusia terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil (BBF) dan alih guna lahan. Fenomena tersebut telah banyak dibicarakan oleh berbagai pihak, dimana efek dari fenomena tersebut mempunyai dampak yang sangat signifikan terhadap kehidupan semua makhluk hidup apabila tidak segera dilakukan upaya pencegahan. Salah satu cara yang paling efektif dalam penurunan emisi gas rumah kaca yaitu dengan memanfaatkan sifat alami pohon sebagai penyerap CO2. Dipilihnya sengon pada penelitian ini karena pohon sengon hamper terdapat pada semua areal hutan rakyat dan dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar karbon (C) dan menduga potensi karbon dalam tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) pada berbagai bagian di hutan rakyat. Pemilihan pohon contoh pada setiap kelas diameter dilakukan secara purposif sampling, mulai dari kelas diameter 5-10 cm sampai 50 cm keatas. Pendugaan karbon dilakukan pada bagian pohon yaitu akar, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun. Kemudian dilakukan pengujian di laboratorium untuk mengetahui kadar karbon pada setiap bagian pohon. Dari hasil tersebut dilakukan pemilihan persamaan terbaik dengan menggunakan analisis regresi berdasarkan nilai statistik dan uji beda. Hasil yang didapat ialah adanya pola pertumbuhan biomassa yang berbeda antar bagian pohon seiring dengan pertambahan kelas diameter diikuti meningkatnya nilai karbon bagian pohon pada setiap kelas diameter. Potensi kandungan karbon pada tegakan sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen ) di hutan rakyat adalah 77,445 ton C/ha. Potensi kandungan karbon pohon pada tegakan sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen ) yang paling tinggi terdapat pada kelas diameter 50 keatas yaitu sebesar 34,379 ton C/ha dan terendah terdapat pada kelas diameter 5-10 cm yaitu 0,078 ton C/ha. Persentase kandungan karbon pada bagian-bagian kelas diameter pohon sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen ) yang tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 47,299%. Sedangkan terendah terdapat pada bagian daun yaitu sebesar 36,119 %. Model pendugaan karbon yang terpilih berdasarkan diameter bagian akar diameter < 5 cm adalah C = 10,9 D 1,94, akar diameter > 5 cm adalah C = 43,65 D 4,84 H -2,53, tunggak adalah C = 30,2 D 1,93 H 1,07, batang adalah C = 24,5 D 1,95 H 1,19, cabang C = 43,65 D 2,11 H 0,94, batang setelah cabang pertama adalah C = 38,9 D 2,16 H 1,13,ranting adalah C = 1.445,4 D 2,82,daun adalah C = - 0,446 + D 10 dan seluruh bagian pohon adalah C = 69,1 D 2.14 H Kata kunci : Biomassa, Karbon, Paraserianthes falcataria L Nielsen, Hutan Rakyat

3 SUMMARY SYAIFUL RACHMAN E Estimation of Carbon Content Potency in Sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) Stand in People Forest (Case Study in Jugalajaya villlage, Jasinga Subdistrict, Bogor Regency. West Java). Under academic supervision of Prof. Dr. Ir. ELIAS. Climate change constitutes a global phenomenon which is triggered by human activities, particularly those which use fossil fuel (BBF) and convert land uses. Such phenomenon had been discussed by various parties, and the effects of this phenomenon are very significant on the life of organisms, if there is no any prompt action of prevention. One the of the most effective technique for reducing green house gas emission is utilizing the natural feature of tree as CO2 absorber. The choice of sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) in this research was because the sengon trees occcur in nearly all areas of people forest (forest owned by people or private owned forest) and could grow in nearly all types of soil. The objective of this research was learning the content of carbon (C) and estimating the carbon potency in sengon stand at various parts of the tree in people forest. Selection of sample trees in each diameter class was conducted by purposive sampling, starting from diameter class 5-10 cm to those of 50 cm upward. Carbon estimation was conducted in tree parts, namely roots, stump, stem, branch, stem after the first branch, twigs, and leaves. Afterwards, laboratory test was conducted to determine the carbon content in each part of the tree. From the results, selection of the best equation was conducted by using regression analysis based on statistics values and test of differences. Results show that there were different pattern of biomass growth between tree parts in line with the increase of diameter class, followed by increase of carbon contents of tree parts in each diameter class. Potency of carbon content of sengon stand in people forest was ton C/ha. The greatest potency of tree carbon content in sengon stand was in diameter class of 50 cm upward, namely ton C/ha whereas that of the lowest in diameter class 5-10 cm, namely ton C/ha. Percentage of carbon content in various tree parts of sengon was the highest in stem part, namely %; whereas that of the lowest was in leaves, namely %. Selected model for carbon estimation based on root diameter for diameter < 5 cm was C = 10.9 D 1.94 ; those for root diameter > 5 cm was C = 43,65 D 4,84 H -2,53, for stump was C = 30.2 D 1.93 H 1.07, for stem was C = 24.5 D 1.95 H 1.19, for branch was C = 43,65 D 2,11 H 0,94, for stem after the first branch was C = 38,9 D 2,16 H 1,13, for twig was C = 1.445,4 D 2,82, for leaves was C = - 0,446 + D 10, and for the whole part of tree was C = 69.1 D 2.14 H Key words Forest. : Biomass, Carbon, Paraserianthes falcataria L Nielsen, People

4 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pendugaan Kandungan Potensi Karbon pada Tegakan Sengon ( Paraserianthes falcataria L Nielsen) di Hutan Rakyat (Studi Kasus Desa Jugalajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Jawa Barat) adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. Elias dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2009 Syaiful Rachman NRP E

5 PENDUGAAN POTENSI KANDUNGAN KARBON PADA TEGAKAN SENGON (Paraserianthes falcataria L Nielsen) di HUTAN RAKYAT (Studi Kasus Desa Jugalajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Jawa Barat) SYAIFUL RACHMAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

6 Judul skripsi : Pendugaan Potensi Kandungan Karbon Pada Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) di Hutan Rakyat (Studi Kasus Desa Jugalajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Jawa Barat) Nama Mahasiswa : Syaiful Rachman NIM : E Program Studi : Teknologi Hasil Hutan Sub program studi : Pemanenan Hasil Hutan Menyetujui : Dosen Pembimbing, Prof. Dr. Ir Elias NIP Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan IPB, Dr. Ir. Hendrayanto. M.Agr NIP Tanggal Lulus :...

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala curahan rahmat dan kasih saying-nya serta berkat ridho-nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dengan judul Pendugaan Potensi Kandungan Karbon Pada Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) di Hutan Rakyat (Studi Kasus Desa Jugalajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Jawa Barat). Tidak lupa shalawat serta salam selalu penulis haturkan kepada Rasulullah SAW, para keluarga dan sahabatnya. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orangtuaku, terutama untuk ibu terhebat sepanjang masa, kakak Lia, Bang Iwan dan Aqin yang telah mencurahkan segala kasih sayang, doa, dorongan, semangat dan pengorbanan baik moril maupun materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Elias yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberi arahan serta pelajaran hidup kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya. 3. Bapak Ir. Muhdin, MSi selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan yang telah meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan nasehat yang berarti bagi penulis. 4. Ibu Ir. Siti Badriyah Rushayati, Msi selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan nasehat yang berarti bagi penulis. 5. Ibu Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS yang telah membantu penulis dalam pengadaan bahan penelitian dan doanya. 6. Bapak Hasanudin dan Bapak Yaya di Lab. Pemanenan Hutan untuk arahan dan nasehatnya. 7. Bapak Supriatin dan mas Gunawan di Lab. Kimia Hasil Hutan dan Ibu Esti dan Bapak Kadiman di Lab. Peningkatan Mutu Hasil Hutan atas bimbingan dan arahannya selama melakukan pengujian di laboratorium.

8 8. Staf dan pegawai Departemen Hasil Hutan yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan urusan administrasi selama perkuliahan. 9. Mas Tarkudi S. Hut atas bantuan dan dukungannya. 10. Teman-teman seperjuangan Harvester 41 atas bantuan, kebersamaan, canda tawa dan suka dukanya selama ini. 11. Keluarga besar Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) atas ilmu dan kekeluargaaannya selama ini, semoga keluarga ini makin erat dan hangat lagi. khususnya Bramas Arista Tri Hanggara dan Dinda Talitha atas pinjaman laptopnya. 12. Fitri Amelia atas pengertian dan semangat serta dukungannya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat. Bogor, Juni 2009 Penulis

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 April 1986 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Mursalih H. Nur dan Ibu Saodah. Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis dimulai dari MI Al-Hidayah yang diselesaikan pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi ke MTs 3 Negeri Jakarta dan diselesaikan pada tahun Pada tahun 2001 penulis melanjutkan ke SMU 29 Negeri Jakarta dan lulus pada tahun kemudian penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Fakultas Kehutanan, Departemen Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Teknologi Hasil Hutan melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Dan pada tahun 2005 penulis memilih sub program studi Pemanenan Hasil Hutan. Selama kegiatan perkuliahan di Institut Pertanian Bogor, penulis juga aktif dalam organisasi Rimbawan Pecinta Alam (Rimpala) sebagai anggota muda pada tahun 2004, Bidang Logistik pada tahun 2005, Ketua Umum pada periode kepengurusan tahun 2006/2007 dan koordinator komisi disiplin pada periode kepengurusan tahun 2007/2008. Selain itu penulis juga aktif diorganisasi luar IPB yaitu sebagai anggota Korps Sukarela (KSR) PMI Cabang Kota Bogor. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Inventarisasi Sumberdaya Hutan tahun ajaran 2006/2007 dan asisten praktikum mata kuliah Ilmu Ukur Tanah Dan Pemetaan Wilayah (IUTPW) tahun ajaran 2008/2009 serta asisten praktikum Pemanenan Hutan tahun ajaran 2008/2009. Penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan Dan Pengelolaan Hutan (P3H). Praktek Umum Kehutanan (PUK) dilaksanakan di KPH Banyumas Barat, Cilacap dan KPH Banyumas Timur, Baturraden. Sedangkan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) dilaksanakan BKPH Getas Kabupaten Ngawi, Perum Perhutani unit I Jawa Timur dari bulan Juli sampai September Pada bulan maret sampai Juni 2007 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Sarmiento Parakantja Timber (Sarpatim) Sampit, Kalimantan Tengah.

10 Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pendugaan Potensi Kandungan Karbon Pada Tegakan Sengon (Paraserianthes Falcataria L Nielsen) di Hutan Rakyat (Studi Kasus Desa Jugalajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Jawa Barat) dibawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. Elias.

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan dan Hutan Rakyat Protokol Kyoto dan Mekanisme Perdagangan Karbon Sengon Kadar Karbon Biomassa Pendugaan dan Pengukuran Biomassa Kadar Abu Kadar Zat Terbang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Pengumpulan Data Prosedur Pengumpulan Data di Lapangan Persiapan Bahan Uji Laboratorium Pengujian Bahan di Laboratorium Pengolahan Data Analisis Data BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Iklim... 20

12 BAB V 4.3 Jenis Tanah HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Kadar Air Berat Jenis Kadar Zat Terbang Kadar Abu Kadar Karbon Kadar Karbon Berdasarkan Bagian Pohon Kadar Karbon Berdasarkan Kelas Diameter Potensi Tegakan Sengon Potensi Kandungan Biomassa Tegakan Sengon Berdasarkan Kelas Diameter Model Pendugaan Biomassa Berdasarkan Hubungan Dengan Diameter dan Tinggi Pohon Potensi Kandungan Karbon Tegakan Sengon Berdasarkan Kelas Diameter Model Pendugaan Karbon Berdasarkan Hubungan Dengan Diameter dan Tinggi Pohon Pembahasan Potensi Tegakan Sengon Potensi Kandungan Biomassa Pada Tegakan Sengon (Paraserianthes Falcataria L Nielsen) Potensi Kandungan Karbon Pada Tegakan Sengon (Paraserianthes Falcataria L Nielsen) BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 69

13 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Populasi Pohon Tanaman Sengon yang Diusahakan Rumah Tangga Di Indonesia Tahun Kisaran Diameter Pohon Sengon yang Diambil Sebagai Pohon Contoh Kadar Air Rata-Rata Sengon Berdasarkan Kelas Diameter Berat Jenis Rata-Rata Kayu Sengon Berdasarkan Kelas Diameter Kadar Zat Rata-Rata Terbang Sengon pada Berbagai Bagian Pohon Kadar Abu Rata-Rata Sengon pada Berbagai Bagian Pohon Kadar Karbon Rata-Rata Sengon pada Berbagai Bagian Pohon Hasil Uji t-student Kadar Karbon Pada Berbagai Bagian Pohon Hasil Uji t-student Kadar Karbon Bagian Akar Diameter < 5 cm Menurut Kelas Diameter Analisis Pengujian Perbedaan Kadar Karbon Bagian Akar Diameter < 5 cm Hasil Uji t-student Kadar Karbon Bagian Akar Diameter > 5 cm Menurut Kelas Diameter Análisis Pengujian Perbedaan Kadar Karbon Bagian Akar Diameter > 5 cm Hasil Uji t-student Kadar Karbon Bagian Tunggak Menurut Kelas Diameter Análisis Pengujian Perbedaan Kadar Karbon Bagian Tunggak Hasil Uji t-student Kadar Karbon Bagian Batang Menurut Kelas Diameter Análisis Pengujian Perbedaan Kadar Karbon Bagian Batang Hasil Uji t-student Kadar Karbon Bagian Cabang Menurut Kelas Diameter Análisis Pengujian Perbedaan Kadar Karbon Bagian Cabang Hasil Uji T-Student Kadar Karbon Bagian Batang Setelah Cabang Menurut Kelas Diameter Analisis Pengujian Perbedaan Kadar Karbon Bagian Batang Setelah Cabang Hasil Uji t-student Kadar Karbon Bagian Ranting Menurut Kelas Diameter Análisis Pengujian Perbedaan Kadar Karbon Bagian Ranting... 35

14 23. Hasil Uji t-student Kadar Karbon Bagian Daun Menurut Kelas Diameter Análisis Pengujian Perbedaan Kadar Karbon Bagian Daun Hasil Uji t-student Kadar Karbon pada Berbagai Bagian Pohon 5-10 cm Hasil Uji t-student Kadar Karbon pada Berbagai Bagian Pohon cm Hasil Uji t-student Kadar Karbon pada Berbagai Bagian Pohon cm Hasil Uji t-student Kadar Karbon pada Berbagai Bagian Pohon cm Hasil Uji t-student Kadar Karbon pada Berbagai Bagian Pohon cm Hasil Uji t-student Kadar Karbon pada Berbagai Bagian Pohon cm Hasil Uji t-student Kadar Karbon pada Berbagai Bagian Pohon cm Hasil Uji t-student Kadar Karbon pada Berbagai Bagian Pohon 50 cm Keatas Potensi Tegakan Sengon Potensi Biomassa Tegakan Sengon Model Pendugaan Hubungan Biomassa Pohon Sengon Dengan Diameter dan Tinggi Pohon Potensi Karbon Tegakan Sengon Model Pendugaan Karbon Pohon Sengon Berdasarkan Hubungan Antara Diameter dan Tinggi Pohon... 57

15 No. DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Plot Ukur Untuk Pohon Contoh Uji Batang Contoh Uji Cabang Contoh Uji Ranting Contoh Uji Daun Contoh Uji Akar Kandungan Biomassa Tegakan Sengon Kandungan Biomassa Bagian Pohon pada Kelas Diameter 5 10 cm Kandungan Biomassa Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm Kandungan Biomassa Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm Kandungan Biomassa Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm Kandungan Biomassa Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm Kandungan Biomassa Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm Kandungan Biomassa Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm Kandungan Biomassa Bagian Pohon pada Kelas Diameter 50 cm Keatas Kandungan Zat Terbang, Abu, Karbon Bagian Pohon pada Kelas Diameter 5 10 cm Kandungan Zat Terbang, Abu, Karbon Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm Kandungan Zat Terbang, Abu, Karbon Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm Kandungan Zat Terbang, Abu, Karbon Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm Kandungan Zat Terbang, Abu, Karbon Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm Kandungan Zat Terbang, Abu, Karbon Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm Kandungan Zat Terbang, Abu, Karbon Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm Kandungan Zat Terbang, Abu, Karbon Bagian Pohon pada Kelas Diameter 50 cm Keatas... 56

16 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Kegiatan ITSP Kegiatan Penebangan Pohon Pengukuran Berat Basah dan Penggalian Akar Pohon... 72

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global yang dipicu oleh kegiatan manusia terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil (BBF) dan alih guna lahan. Fenomena tersebut telah banyak dibicarakan oleh berbagai pihak, dimana efek dari fenomena tersebut mempunyai dampak yang sangat signifikan terhadap kehidupan semua makhluk hidup apabila tidak segera dilakukan upaya pencegahan. Berkaitan dengan hal tersebut para pemerhati lingkungan mulai mengkhawatirkan keadaan yang akan terjadi di planet ini seandainya pemanasan global terus berlanjut. Salah satu alternatif yaitu dengan cara mempertahankan luas hutan yang ada di permukaan bumi ini yang didasarkan pada fungsi ekologi hutan sebagai penyangga kehidupan. Salah satu cara yang paling efektif dalam penurunan emisi gas rumah kaca yaitu dengan memanfaatkan sifat alami pohon sebagai penyerap CO2 (Murdiyarso 2003). Dalam kenyataannya upaya untuk mempertahankan prihal tersebut akan sulit dilakukan terutama bagi negara-negara yang sedang berkembang dimana fungsi ekonomi hutan lebih dominan, karena hutan merupakan salah satu sumber utama penghasilan devisa negara dari penjualan kayu dan hasil hutan lainnya. Oleh karena itu perlu adanya suatu upaya konkrit dalam rangka mempertahankan kestabilan suhu bumi yang ditindak lanjuti dengan diadakannya konferensi di Kyoto, Jepang pada tahun Yang dikenal dengan Protokol Kyoto. Dalam konferensi tersebut disepakati bahwa negara-negara industri dan negara maju berkomitmen untuk mengurangi emisi dengan target rata-rata 5,2 % dari emisi 1990, yang akan dimulai pada tahun 2008 dan berakhir pada tahun Jenis tanaman berkayu yang cepat tumbuh dapat menyerap karbon lebih tinggi dan lebih dibandingkan jenis tanaman yang lambat tumbuh. Sengon merupakan jenis pohon cepat tumbuh (fast growing spesies) yang tingginya bisa mencapai 45 m pada saat umur 25 tahun. Dipilihnya sengon pada penelitian ini karena pohon sengon dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah mulai dari yang drainase jelek hingga baik, pada tanah marginal sampai tanah yang banyak

18 mengandung unsur hara, pada tanah yang memiliki masalah salinitas dan pada tanah yang kering atau lembab. Dengan sifatnya yang demikian tentunya proses fotosintesis akan berjalan secara optimal dan dapat menyerap CO 2 lebih banyak dari pohon pada umumnya (Atmosuseno 1998). Selain itu juga sengon merupakan salah satu jenis tanaman yang dianjurkan oleh pemerintah dalam program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) sehingga masyarakat dapat berpartisipasi secara langsung dalam upaya penyelamatan lingkungan dan sengon juga banyak diminati oleh masyarakat karena perawatannya sangat mudah dan harga jualnya cukup tinggi. Untuk itu perlu dilakukan studi tentang kemampuan hutan terutama jenis sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) dalam menghasilkan dan menyerap karbon. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur kadar karbon (C) dan menduga potensi karbon dalam tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) pada berbagai bagian pohon (akar, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) di hutan rakyat. 1.3 Manfaat Manfaat yang dihasilkan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran kadar karbon (C) dan model pendugaan potensi karbon (C) dalam tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) pada berbagai bagian pohon (akar, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) di hutan rakyat.

19 2.1 Hutan dan Hutan Rakyat BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hutan menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang yang berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan rakyat adalah hutan buatan yang terletak di luar kawasan hutan negara, dalam satu hamparan dan sering kali disebut sebagai hutan milik. Hutan milik adalah hutan yang tumbuh di atas lahan yang dibebani hak milik, jadi hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat. Hutan rakyat selain diharapkan mampu memberikan kontribusi kayu rakyat, juga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitarnya. Hutan rakyat adalah hutan yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat, ditujukan untuk menghasilkan kayu atau komoditas ikutannya secara ekonomis, untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat. Hutan rakyat selain diharapkan mampu memberikan kontribusi kayu rakyat, juga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitarnya. (Simon 1995, dalam Pribadi 2001). Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta lingkungan yang pemilikannya berada pada rakyat. Menurut SK Menteri Kehutanan No.49/Kpts-II/1997 tentang pendanaan dan usaha hutan rakyat, pengertian hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 Ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan atau jenis lainnya lebih dari 50% dan atau tanaman sebanyak minimal 500 tanaman tiap hektar. Pengertian hutan rakyat di luar jawa adalah lahan yang dimiliki rakyat dan dibebani hak milik dan atau hak lainnya termasuk hutan produksi yang dapat dikonversi dan dikelola secara intensif serta didominasi oleh tanaman kayukayuan yang dikerjakan secara perorangan, kelompok, atau badan hukum. Potensi hutan rakyat di Indonesia pada tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 1.

20 Tabel 1 Populasi Pohon Tanaman Sengon yang Diusahakan Rumah Tangga Di Indonesia pada Tahun 2003 a. b Uraian JAWA Jumlah RTK Rumah Tangga Kehutanan Jumlah Pohon Jml Phn Siap Tebang Jumlah RT Usaha RT Usaha BMU Jumlah Pohon Jml Phn Siap Tebang Absolut Persentase 85,63 83,69 79,55 87,44 83,97 77,91 LUAR JAWA a Absolut b Persentase 14,37 16,31 20,45 12,56 16,03 22,09 INDONESIA a Absolut b Persentase 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan, Departemen Kehutanan dengan Direktorat Statistik Pertanian, Badan Pusat Statistik Keterangan : RTK = Rumah tangga kehutanan RT = Rumah tangga BMU = Badan milik umum 2.2 Protokol Kyoto dan Mekanisme Perdagangan Karbon Perubahan iklim adalah fenomena global yang dipicu oleh kegiatan manusia terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil dan kegiatan alih guna lahan. Kegiatan tersebut dapat menghasilkan gas-gas yang makin lama makin banyak jumlahnya di atmosfer dan menyebabkan terjadinya pemanasan global (Global Warming) dan perubahan iklim, hal ini yang mendorong dihasilkannya suatu konvensi tentang perubahan iklim dan tata cara penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) yang kemudian disebut Protokol Kyoto. Protokol Kyoto merupakan instrumen hukum (Legal Instrument) yang dirancang untuk mengimplementasikan Konvensi Perubahan Iklim yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca ke atmosfer pada tingkat tertentu sehingga tidak membahayakan sistem iklim bumi (Murdiyarso 2003). Salah satu mekanisme khusus yang telah ditetapkan pada konvensi tersebut mengenai perdagangan antara karbon negara maju dengan negara berkembang adalah CDM (Clean Development Mechanism) yang merupakan mekanisme yang

21 dapat diikuti oleh negara berkembang untuk berpartisipasi didalam pengurangan (mitigasi) GRK. Selain itu masih ada mekanisme lain yang secara prinsip seluruh dana tersebut dapat dipakai untuk melakukan kegiatan penanaman di lahan-lahan bukan hutan (alang-alang, semak belukar, lahan terlantar, lahan kritis/marjinal), kegiatan mencegah terjadinya deforestasi atau kegiatan untuk mengkonservasi ekosistem alami atau ekosistem yang rentan terhadap perubahan iklim global serta konservasi keanekaragaman hayati yang rentan terhadap kepunahan. Sebagai negara yang memiliki kawasan hutan yang luas, Indonesia dapat berpartisipasi melalui berbagai kegiatan yang terkait dengan penurunan emisi dan peningkatan penyerapannya. Dalam sektor kehutanan, aforestasi dan reforestasi memiliki kesempatan untuk dikembangkan yang dapat menyerap karbon atmosfer dan diikat sebagai biomassa. Aforestasi adalah kegiatan konversi lahan yang sudah tidak berhutan paling sedikit 50 tahun menjadi hutan kembali melalui kegiatan penanaman dan atau permudaan alam yang dikelola manusia dan Reforestasi adalah konversi lahan yang sudah tidak berhutan menjadi hutan yang dikelola melalui penanaman atau permudaan alam terhadap lahan yang dulunya berhutan tetapi telah dikonversi menjadi tidak berhutan. Penurunan emisi GRK melalui pencegahan deforestasi dan degradasi hutan (reduced emissions from deforestation and degradation/redd) disepakati, sebagai komitmen yang akan diusulkan untuk pasca Protokol Kyoto setelah tahun 2012 yang dibicarakan pada Conference of parties 13 (COP 13) di Bali tahun Dengan mencegah deforestasi, negara-negara maju yang terikat menurunkan emisinya harus mau memberi imbalan kepada negara-negara yang mempunyai hutan melalui proyekproyek finansial (Salim 2007). 2.3 Sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) Paraserianthes falcataria L Nielsen dikenal juga dengan Albizia falcataria (L) Fosberg, Albizia Moluccana Mig. Albizia falcataria backer, berdasarkan nama lokal sengon dikenal dengan nama albisia, jeunjing (Jawa Barat, sengon laut, mbesiah (Jawa Tengah), sengon sebrang (Jawa Tengah dan Jawa Timur), jing laut (Madura) dan tedehu pute (Sulawesi). Sedangkan di Malaysia dan Brunei, sengon dikenal dengan nama puak, batai atau kayu macis (Atmosuseno 1998).

22 Tanaman Sengon dapat tumbuh baik pada tanah regosol, aluvial, dan latosol yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan kemasaman tanah sekitar ph 6-7. Ketinggian tempat yang optimal untuk tanaman sengon antara m dpl. Walapun demikian tanaman sengon ini masih dapat tumbuh sampai ketinggian 1500 m di atas permukaan laut. Sengon termasuk jenis tanaman tropis, sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18 C 27 C. Tanaman sengon membutuhkan batas curah hujan minimum yang sesuai, yaitu 15 hari hujan dalam 4 bulan terkering, namun juga tidak terlalu basah, dan memiliki curah hujan tahunan yang berkisar antara mm. Kelembaban juga mempengaruhi setiap tanaman (Martawijaya et al. 1989). Martawijaya et al. (1989) mengatakan bahwa pohon sengon dapat mencapai ketinggian 40 m dengan batang bebas cabang m, diameter sampai 80 cm, kulit luar berwarna putih atau kelabu, tidak beralur, tidak mengelupas, tidak berbanir. Ciri umum yang lain pada kayu sengon adalah kayu teras berwarna hampir putih atau coklat muda, sedangkan warna kayu gubal tidak jauh berbeda dengan wana kayu teras. Tajuk pohon sengon berbentuk perisai, agak jarang dan selalu hijau. Tajuk yang jarang ini memungkinkan beberapa jenis tumbuhan bawah untuk dapat hidup di bawahnya. Bentuk daun majemuk, panjang bisa mencapai 40 cm, terdiri dari 8-15 pasang anak tangkai daun, setiap anak tangkai terdiri dari daun dan bentuk daun lonjong (Atmosuseno 1998). Sengon mempunyai berat jenis 0,24-0,29. Berserat panjang dan termasuk kedalam kelas kuat IV-V, penyusutan sampai kering tanur 2,5% pada sisi radial dan 5,2% pada sisi tangensial. Sengon mengandung 49,4% selulosa, 26% lignin,15,6% pentosan, 0,6% abu dan 0,2% silika. Kelarutan dalam alkoholbenzen sebesar 3,4%, air dingin 3,4%, air panas 4,3% serta NaOH sebesar 19,6%. Nilai kalor dari kayu sengon sebesar 4,664 kal/g (Martawijaya et al 1989). 2.4 Kadar Karbon Kayu adalah bahan komposit alami yang terdiri dari bahan organik dengan susunan unsur 49% karbon, 6% hidrogen, 44% oksigen dan sedikit unsur lain. Kayu dapat pula disebut sebagai polimer alami mengingat 97-99% bobotnya dan 90% untuk kayu tropis berupa polimer (Achmadi 1990).

23 Umumnya karbon menyusun 45-50% bahan kering dari tanaman. Sejak kandungan karbondioksida meningkat secara global di atmosfer dan dianggap sebagai masalah lingkungan, berbagai ekolog tertarik untuk menghitung jumlah karbon yang tersimpan di hutan. Karbon dioksida (CO 2 ) dan beberapa gas lainnya antara lain sulfur dioksida (SO 2 ), nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO 2 ) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana (CH 4 ) dan khloro fluoro karbon (CFC) mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca, dengan cara menyerap radiasi gelombang panjang dari permukaan bumi yang menyebabkan meningkatnya suhu bumi. Mekanisme perubahan CO 2 di atmosfer memicu perubahan suhu global yang meliputi pemanasan global atau pendinginan global (Murdiyarso 2003). 2.5 Biomassa Biomassa merupakan jumlah total dari bahan organik hidup yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area (Brown 1997). Sedangkan menurut Chapman (1976) biomassa adalah berat bahan organik suatu organisme per satuan unit area pada suatu saat, berat bahan organik dinyatakan dengan satuan berat kering (dry weight) atau kadang-kadang dalam berat kering bebas abu (ash free dry weight). Biomassa dibedakan menjadi dua kategori, yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass). Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap CO 2 dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Laju pengikatan biomasa disebut produktivitas primer bruto. Hal ini tergantung pada luas daun yang terkena sinar matahari, intensitas penyinaran, suhu dan ciriciri jenis tumbuhan masing-masing. Sisa dari hasil respirasi yang dilakukan tumbuhan disebut produksi primer bersih. Lebih lanjut disebutkan bahwa jumlah biomassa di dalam hutan adalah hasil dari perbedaan antara produksi melalui fotosintesis dengan konsumsi melalui respirasi dan proses penebangan (Whitten et al 1984).

24 2.6 Pendugaan dan Pengukuran Biomassa Menurut Brown (1997) ada dua pendekatan untuk menduga biomassa dari pohon, yaitu pendekatan pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian dirubah menjadi kerapatan biomassa (Ton/ha), sedangkan pendekatan kedua secara langsung dengan menggunakan persamaan regresi biomassa atau lebih dikenal dengan persamaan Allometrik. Pendugaan biomassa pada pendekatan pertama menggunakan persamaan berikut : Biomassa di atas tanah (Ton/ha) = VOB x WD x BEF...(Brown et al 1989) Di mana : VOB WD = volume batang bebas cabang dengan kulit (m 3 /ha), = kerapatan kayu (biomassa kering oven (ton) dibagi volume biomassa (m 3 )), BEF = perbandingan total biomassa pohon kering oven di atas tanah dengan biomassa kering oven volume inventarisasi hutan. Pendekatan kedua penentuan kerapatan biomassa dengan menggunakan persamaan regresi biomassa berdasarkan diameter batang pohon. Dasar dari persamaan regresi ini adalah hanya mendekati biomassa rata-rata per pohon menurut sebaran diameter, dengan menggabungkan sejumlah pohon pada setiap kelas diameter dan menjumlahkan (total) seluruh pohon untuk seluruh kelas diameter. Biomassa di atas tanah (Y) = a D b Di mana : Y = berat kering per pohon (kg), dan D = diameter setinggi dada (130 cm), a dan b merupakan konstanta. Pengukuran biomassa vegetasi dapat memberikan informasi tentang nutrisi dan persediaan karbon dalam vegetasi secara keseluruhan, atau jumlah bagianbagian tertentu. Mengukur biomassa vegetasi pohon tidaklah mudah, khususnya pada hutan campuran dan tegakan tidak seumur. Menurut Chapman (1976), diacu dalam Onrizal (2004) metode pendugaan biomassa di atas tanah dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu (1) metode pemanenan yang terdiri atas (a) metode pemanenan individu tanaman, (b) metode

25 pemanenan kuadrat dan (c) metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata, dan (2) metode pendugaan tidak langsung yang terdiri dari (a) metode hubungan Allometrik, yakni dengan mencari korelasi yang paling baik antara dimensi pohon dan biomassanya, dan (b) crop meter, yaitu dengan cara mengunakan seperangkat alat elektroda yang kedua kutubnya diletakkan di atas permukaan tanah pada jarak tertentu. Menurut Hairiah dan Rahayu S (2007), pendugaan biomassa di atas permukaan tanah bisa diukur dengan menggunakan metode langsung (destructive) dan metode tidak langsung (non destructive). Metode tidak langsung digunakan untuk menduga biomassa vegetasi yang berdiameter 5 cm, sedangkan untuk menduga biomassa vegetasi yang memiliki diameter < 5 cm (vegetasi tumbuhan bawah) menggunakan metode secara langsung. Brown (1997) menyatakan bahwa pada pendugaan cadangan biomassa atau karbon pada vegetasi, pengukuran diameter bervariasi yaitu untuk daerah kering dengan laju pertumbuhan pohon sangat lambat, biasa digunakan batas minimum 2,5 cm dan untuk daerah yang beriklim basah, batas minimum pengukuran diameter yang digunakan 2,5 10 cm, akan tetapi secara umum biasa digunakan ukuran diameter minimum 5 cm. 2.7 Kadar Abu Kadar abu adalah jumlah oksida-oksida logam yang tersisa pada pemanasan tinggi. Abu tersusun dari mineral-mineral terikat kuat pada arang seperti kalsium, kalium dan magnesium. Komponen utama abu dalam beberapa kayu tropis ialah kalium, kalsium, magnesium dan silika. Galat dalam penetapan kadar abu dapat disebabkan oleh hilangnya klorida logam alkali dan garam-garam amonia serta oksidasi tidak sempurna pada karbonat dari logam alkali tanah (Achmadi 1990). Menurut Haygreen & Bowyer (1982) kayu mengandung senyawa anorganik yang tetap tinggal setelah terjadi pembakaran pada suhu tinggi pada kondisi oksigen yang melimpah, residu semacam ini dikenal sebagai abu. Abu dapat ditelusuri karena adanya senyawa yang tidak terbakar yang mengandung unsur-unsur seperti kalsium, kalium, magnesium, mangan dan silika. Karena mineral-mineral yang penting untuk fungsi fisiologis pohon cenderung

26 terkonsentrasi dalam jaringan kulit, kadar abu kulit biasanya lebih tinggi daripada kayu. 2.8 Kadar Zat Terbang Kadar zat terbang menunjukkan kandungan zat-zat yang mudah menguap yang hilang pada pemanasan 950 C yang terkandung pada arang. Secara kimia zat terbang terbagi menjadi tiga sub golongan, yaitu senyawa alifatik, terpena dan senyawa fenolik. Zat-zat yang menguap ini akan menutupi pori-pori kayu dari arang (Haygreen & Bowyer 1982). Zat mudah terbang adalah persentase gas yang dihasilkan dari pemanasan arang yang ditetapkan pada temperatur dan selang waktu standar yaitu pada 950±20 C selama 2 menit (ASTM 1990b).

27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Rakyat Desa Jugalajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Jawa Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan data di lapangan selama 2 bulan mulai November-Desember 2008 dan tahap kedua dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, yaitu pada bulan Januari-Februari 2009 untuk menganalisis sampel bagian pohon berupa akar, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang merupakan obyek dari penelitian ini adalah pohon sengon yang telah ditebang yang terdapat pada areal hutan tanaman rakyat sebanyak 8 pohon sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) yang terdiri dari kisaran diameter yaitu ukuran diameter pohon yang ditebang disesuaikan dengan kisaran pohon sengon di lapangan, namun harus dapat mewakili kelas diameternya (Lihat Tabel 2). Dari masing-masing pohon diambil satu contoh uji tiap tiap bagian pohon mulai dari akar, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun. Tabel 2 Kisaran Diameter Pohon Sengon yang Diambil Sebagai Pohon Contoh No. Kelas Diameter (cm) Jumlah Pohon Contoh Total Jumlah Pohon Contoh 8

28 Alat yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu alat yang digunakan untuk pengambilan data di lapangan adalah meteran, haga hypsometer, pita diameter, tali tambang, kompas, golok, chainsaw, tongkat sepanjang 1,3 m, tally sheet, kantong plastik, label, kalkulator, alat tulis dan timbangan. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk pengujian contoh uji di laboratorium adalah cawan porselen, oven tanur listrik, timbangan, alat penggiling (willey mill), dan alat saring (mesh screen) ukuran mesh. 3.3 Pengumpulan Data Data yang diambil dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu pengambilan data primer adalah data yang diambil secara langsung di lapangan yang meliputi data tinggi, diameter, berat basah total tiap bagian pohon pada setiap petak. Pengumpulan data meliputi : 1. Data biomassa pohon yang berdiameter 5 cm. 2. Pemilihan vegetasi contoh pada setiap kelas diameter dilakukan secara purposif sampling. Pengambilan sampel dari pohon berupa potongan kecil dari bagian akar, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun untuk dianalisis di laboratorium. Pengumpulan data sekunder, seperti data kondisi umum lokasi penelitian dan luas hutan rakyat di Indonesia dilakukan dengan cara studi literatur. 3.4 Prosedur Pengumpulan Data di Lapangan 1. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode jalur transek dengan plot pengamatan 100m x 20m. 20 m 20 m 100 m Gambar 1 Plot Ukur Untuk Pohon. Keterangan : : Batas jalur : Jalur inventarisasi : Plot ukur pohon berukuran 20m x 20m

29 2. Untuk pohon, pengambilan data pohon dilakukan dengan membuat petak ukur 20m x 20m. Kemudian dilakukan pengukuran dimensi, yaitu pengukuran diameter dan tinggi bebas cabangnya (Tbc) pada setiap petak ukur yang dibuat. Pohon yang diukur adalah pohon yang berdiameter 5 cm. Pengukuran pohon dilakukan secara sensus pada hutan rakyat yang digunakan sebagai lokasi penelitian. 3. Pohon-pohon yang ditebang sebanyak 8 pohon dengan kisaran diameter yang digunakan seperti pada Tabel 2. Data yang dikumpulkan terdiri dari : 1. Volume batang bebas cabang. 2. Volume tunggak. 3. Volume batang utama setelah cabang pertama (diameter batang yang diukur 5 cm), dan 4. Volume batang cabang pohon (diameter batang yang diukur 5 cm). 4. Berat cabang dan ranting (diameter < 5 cm). 5. Berat basah daun, pengambilan daun dengan cara melepaskan seluruh daun dari bagian pohon, kemudian ditimbang. 6. Berat basah akar, pengambilan akar dengan cara menggali tanah, mengeluarkan seluruh bagian akar dan dibersihkan dari tanah dan kotoran lainnya kemudian ditimbang (diameter akar yang ditimbang dibedakan atas akar berdiameter 5 cm dan > 5 cm). 3.5 Persiapan Bahan Uji Laboratorium Batang, contoh uji diambil dengan membuat potongan melintang batang setebal ± 5 cm. (Gambar 2). Gambar 2 Contoh Uji Batang. Cabang, contoh uji cabang diambil dengan cara memotong cabang-cabang berdiameter 5 cm setelah pohon ditebang. Contoh uji diambil dengan membuat potongan melintang batang setebal ± 5 cm (Gambar 3).

30 Gambar 3 Contoh Uji Cabang. Ranting, contoh uji ranting diambil dengan cara memotong ranting berdiameter < 5 cm setelah pohon ditebang. Contoh uji adalah bagian ranting dengan panjang 5-10 cm (Gambar 4) cm Gambar 4 Contoh Uji Ranting. Daun. Pengambilan contoh uji dilakukan secara acak seberat ± 0,5 kg dari daun tiap-tiap pohon yang ditebang (Gambar 5). Gambar 5 Contoh Uji Daun. Akar. Pengambilan contoh uji akar dari tiap-tiap pohon yang ditebang, berupa akar utama atau akar proximal (Gambar 6). Gambar 6 Contoh Uji Akar. 3.6 Pengujian Bahan di Laboratorium 1. Pengujian berat jenis kayu Contoh uji penetapan berat jenis kayu berukuran 2cm x 2cm x 2cm. Penetapan berat jenis dilakukan pada contoh uji ditimbang dalam keadaan basah untuk mendapatkan berat awal dan diukur volumenya dengan

31 menggunakan caliper digital. Contoh uji dikeringkan dalam tanur selama 24 jam dengan suhu 103±2 o C, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering. Masing-masing bagian (akar diameter < 5 cm, akar diameter > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama dan ranting ) berjumlah 7 sampel uji. Keseluruhan jumlah sampel uji untuk berat jenis sebanyak 56 sampel uji. 2. Pengukuran kadar air Contoh uji penetapan kadar air berukuran 2cm x 2cm x 2cm. Semua contoh uji harus bersih dari serabut dan ditimbang berat basahnya. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103±2 C sampai tercapai berat konstan. Penurunan berat yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji. Masing-masing bagian pohon (akar diameter < 5 cm, akar diameter > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) berjumlah 8 sampel uji. Keseluruhan jumlah sampel uji untuk kadar air sebanyak 64 sampel uji. 3. Prosedur penentuan zat terbang menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D Prosedurnya adalah sebagai berikut : 1. Bagian- bagian pohon (akar diameter < 5 cm, akar diameter > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) berjumlah 8 sampel uji. Keseluruhan jumlah sampel uji untuk zat terbang sebanyak 64 sampel uji. dibuat bagian-bagian kecil sebesar batang korek api dan dioven pada suhu 80 C selama 48 jam. Setelah kering bagian-bagian tersebut dibuat serbuk dengan menggunakan penggilingan dan disaring dengan alat saring dengan ukuran mesh. 2. Cawan porselen diisi contoh uji berupa serbuk dengan ukuran mesh sebanyak ±2 gr, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya. 3. Contoh uji dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 950 C selama 2 menit. Kemudian cawan berisi contoh uji tersebut didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang.

32 4. Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D Prosedurnya adalah sebagai berikut : 1. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 900 C selama 6 jam. 2. Selanjutnya didinginkan di dalam desikator dan kemudian ditimbang untuk diketahui beratnya. 5. Penentuan kadar karbon tetap yang digunakan adalah berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah sebagai berikut : Kadar Karbon = 100% - Kadar Zat Terbang Kadar Abu 3.7 Pengolahan Data 1. Volume dan Berat jenis kayu, rumus yang digunakan : Volume (cm³) = p x l x t Di mana : p = Panjang (cm) l = Lebar (cm) t = Tinggi (cm) Berat kering (g) BJ =...(Hairiah et al 2007) Volume (cm³) Di mana : BJ = Berat Jenis (g cm - ³) 2. Persen Kadar Air, rumus yang digunakan : % KA =...(Haygreen dan Bowyer 1982) Di mana : BBc = Berat Basah Contoh (kg) BKc = Berat Kering Contoh (kg) % KA = Persen Kadar Air 3. Berat kering, rumus yang digunakan : BK =...(Haygreen dan Bowyer 1982) Di mana : BK = Berat Kering (kg) BB = Berat Basah (kg) % KA = Persen Kadar Air

33 4. Potensi tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) Potensi tegakan dapat dilihat dari volume tegakannya. Volume pohon diperoleh dengan rumus sebagai berikut : V= ¼ Π d² t f Di mana : V = volume pohon (m³) d = diameter setinggi dada (m) t = tinggi pohon (m) f = angka bentuk Menurut hasil penelitian Broto (2008), angka bentuk pohon sengon = 0,63 5. Penentuan kadar zat terbang : Kadar zat terbang dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut : Kadar Zat Terbang =...(ASTM 1990a) 6. Penentuan kadar abu : Kadar abu dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut : Kadar Abu =...(ASTM 1990b) 7. Penentuan kadar karbon : 1. Penentuan kadar karbon tetap yang digunakan adalah berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah sebagai berikut : Kadar Karbon = 100 % - Kadar Zat Terbang Kadar Abu 2. Model hubungan antara kandungan karbon dan diameter pohon. Fungsi hubungan ini dibangun melalui persamaan regresi sederhana. Dimana dari model tersebut akan diketahui tingkat keeratan antara kandungan karbon dengan diameter pohon. Pembuatan model menggunakan program minitab 14 for windows. Data yang digunakan untuk membangun persamaan biomassa dan kandungan karbon bagian-bagian pohon (akar diameter < 5 cm dan > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) adalah diameter dalam meter

34 dan tinggi pohon dalam meter. Model persamaan yang digunakan adalah model yang hanya terdiri dari satu peubah bebas saja : W = ad b dan W = a + bd dan model yang terdiri dari dua peubah bebas: W = ad b1 H b2 dan W = a + b1d + b2h, begitupun dengan model pendugaan karbonnya : C = ad b dan C = a + bd, dan model yang terdiri dari dua peubah bebas: C = ad b1 H b2 dan C = a + b1d + b2h. Dimana W adalah biomassa dalam Kg/ha, C adalah karbon dalam Kg C/ha, D adalah diameter dalam meter, H adalah tinggi pohon dalam meter dan a,b adalah konstanta. Keempat model tersebut digunakan untuk menduga hubungan antara biomassa dan karbon dengan diameter dan tinggi pohon. 3.8 Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah : 1. Analisis deskriptif dan penyajian dalam bentuk gambar (Histogram, diagram batang dan lain- lain). 2. Analisis perbedaan kadar karbon pada bagian-bagian pohon dilakukan analisis statistik dengan uji t-student. Adapun parameter yang diuji adalah : a. Perbedaan kadar karbon tetap rata-rata setiap bagian pohon yaitu pada bagian akar, tunggak, batang, batang setelah cabang pertama, cabang, ranting, daun dan tumbuhan bawah. b. Perbedaan kadar karbon pada tiap pohon berdasarkan diameter pohon setinggi dada ( 1.3 m). Prosedur uji statistiknya adalah sebagai berikut: 1. Menentukan formulasi hipotesis H 0 : Tidak ada pengaruh X terhadap Y H 1 : Ada pengaruh X terhadap Y 2. Menentukan taraf nyata (α ) dan t tabel Taraf nyata yang digunakan 5 % (0,05) Nilai t tabel memiliki derajat bebas (db) = n-2 t α;n-2 = 2, Menentukan kriteria pengujian H 0 diterima (H 1 ditolak) apabila t-hit t tabel H 0 ditolak ( H 1 diterima) apabila t-hit > t tabel 4. Menentukan nilai uji statistik ( nilai t-hit)

35 Rumus yang digunakan adalah (Walpole 1995) : t hitung = d0 dimana : n1 n 2 t hitung = Beda nilai tengah χ 1 = Rataan kadar karbon bagian pohon ke-1 χ 2 = Rataan kadar karbon bagian pohon ke-2 d0 = Selisih nilai beda tengah populasi, karena tidak ada beda jumlah populasi pohon, maka d0 = 0 S²1 = Ragam bagian pohon ke-1 S²2 = Ragam bagian pohon ke-2 n1 = Jumlah contoh bagian pohon ke-1 n2 = Jumlah contoh bagian pohon ke-2 5. Membuat kesimpulan Menyimpulkan Ho diterima atau ditolak.

36 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Penelitian ini mengambil lokasi di desa Jugalajaya Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Kecamatan Jasinga termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Bogor Barat dengan batas-batas administrasi sebagai berikut: a. Sebelah Utara : Kec. Parung Panjang dan Kec. Tenjo. b. Sebelah Barat : Kec. Tenjo dan Kec. Lebak. c. Sebelah Timur : Kec. Parung Panjang dan Kec. Cigudeg. d. Sebelah Selatan : Kec. Sukajaya, Kec. Cigudeg dan Kec. Lebak. Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor memiliki luasan total sebesar ha dengan perincian ha adalah lahan sawah dan sisanya seluas ha adalah lahan kering. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Bogor dapat diketahui bahwa luas hutan rakyat total di Kabupaten Bogor pada tahun 2007 adalah sebesar ,17 ha, dimana untuk Kecamatan Jasinga seluas 517 ha. 4.2 Iklim Kecamatan Jasinga menurut klasifikasi Oldeman memiliki iklim tipe B1. Suhu rata-rata tiap bulan di Jasinga sebesar 26 C dengan suhu terendah 21,8 C dan suhu tertinggi 30,4 C. Kelembaban udara 70% dengan curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember. Musim hujan dimulai pada bulan september. Pada bulan Januari mulai berkurang ke tingkat paling rendah dari Juni hingga Agustus. 4.3 Jenis tanah Kondisi tanah banyak dipengaruhi oleh batuan induk dan faktor lain pembentuknya. Kecamatan Jasinga memiliki jenis tanah podsolik merah kuning (PMK) pada lahan kering dengan persentase 80% dan sisanya merupakan jenis tanah alluvial yang terdapat pada lahan basah (sawah). PMK merupakan tanah yang mengalami penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35 %.

37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Kadar Air Kadar air didefinisikan sebagai berat air yang terdapat didalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur. Perhitungan kadar air ini digunakan untuk menduga biomassa pohon contoh lainnya. Tabel 3 merupakan hasil perhitungan kadar air setiap bagian pohon contoh. Tabel 3 Kadar Air Rata-rata Sengon Berdasarkan Kelas Diameter Kelas Diameter (cm) Akar Ø < 5 Akar Ø > 5 Kadar Air (%) Tunggak Batang Cabang Batang Setelah Cabang Pertama Ranting Daun ,742 9,470 9,482 9,779 10,431 10,419 11,254 11, ,873 9,692 8,902 9,145 8,780 9,949 10,378 10, ,574 9,433 8,421 8,692 9,902 9,751 10,890 10, ,932 10,867 9,593 8,670 8,987 8,675 8,797 12, ,431 11,254 9,309 9,949 9,949 10,890 9,482 11, ,780 10,378 8,780 9,751 9,751 8,797 9,593 10, ,902 10,890 9,951 8,675 8,675 9,482 9,902 10, up 8,987 8,797 9,579 8,797 8,574 9,593 9,751 10,419 rata-rata 9,528 10,098 9,252 9,182 9,381 9,694 10,006 10,915 Berdasarkan Tabel 3 dapat diamati bahwa rata-rata kadar air dari seluruh kelas diameter, bagian daun merupakan bagian yang memiliki kadar air rata-rata keseluruhan tertinggi sebesar 10,915% sedangkan bagian pohon dengan kadar air rata-rata terendah yaitu pada bagian batang sebesar 9,182%. Daun memiliki kadar air yang tinggi karena merupakan unit fotosintesis yang pada umumnya memiliki banyak rongga sel yang di isi oleh air dan unsur hara mineral. Daun memiliki jumlah stomata yang menyebabkan banyaknya air dari lingkungan yang akan diserap oleh daun, sehingga banyak rongga sel yang diisi oleh air, sedangkan batang memiliki kadar air rendah karena pada bagian batang komposisi zat penyusun kayu lebih tinggi dibandingkan bagian lainnya. Bagian pohon lainnya pada setiap kelas diameter memiliki nilai kadar air rata-rata dengan pola yang hampir sama (kecenderungan nilai kadar air menurun seiring meningkatnya kelas diameter). Umumnya pada kelas diameter yang paling kecil memiliki kadar air yang tinggi karena kandungan air masih tinggi dan belum

38 didominasi oleh zat-zat penyusun kayu. Bagian akar diameter < 5 cm memiliki rata-rata kadar air sebesar 9,528%, bagian akar diameter > 5 cm memiliki rata-rata kadar air sebesar 10,098%, bagian tunggak memiliki rata-rata kadar air sebesar 9,252%, bagian cabang memiliki rata-rata kadar air sebesar 9,381%, bagian batang setelah cabang pertama memiliki rata-rata kadar air sebesar 9,694%, dan bagian ranting memiliki rata-rata kadar air sebesar 10,006% Berat Jenis Berat jenis kayu merupakan sifat fisis penting karena dapat digunakan unutk menduga sifat-sifat kayu lainnya. Pada umumnya, semakin tinggi berat jenis kayu maka kayu akan semakin kuat. Rata-rata berat jenis kayu hasil analisis laboratorium disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Berat Jenis Rata-rata Kayu Sengon Berdasarkan Kelas Diameter Kelas Diameter (cm) Akar Ø < 5 Akar Ø > 5 Berat Jenis Tunggak Batang Cabang Batang Setelah Cabang Pertama Ranting ,225 0,227 0,270 0,253 0,259 0,267 0, ,271 0,355 0,311 0,255 0,236 0,210 0, ,305 0,330 0,264 0,325 0,223 0,242 0, ,351 0,302 0,319 0,301 0,247 0,186 0, ,332 0,301 0,330 0,306 0,291 0,206 0, ,284 0,267 0,314 0,338 0,327 0,308 0, ,302 0,340 0,327 0,373 0,242 0,329 0, Up 0,411 0,367 0,476 0,372 0,323 0,354 0,449 Rata-rata 0,310 0,311 0,327 0,315 0,268 0,263 0,291 Pada Tabel 4 dapat dilihat nilai berat jenis kayu sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) pohon contoh rata-rata secara keseluruhan berkisar antara 0,263-0,327. Hal ini sesuai dengan nilai berat jenis untuk kayu sengon menurut Martawijaya et al. (1989) yaitu berkisar antara 0,24-0,39. Berdasarkan hasil analisis laboratorim nilai tertinggi terdapat pada kelas diameter 50 cm keatas dimana nilai berat jenis hampir pada setiap bagian pohon yang diujikan mempunyai nilai terbesar diantara kelas diameter yang lainnya. Sedangkan untuk nilai berat jenis terkecil terdapat pada kelas diameter 5-10 cm, dimana dari keseluruhan bagian pohon yang diujikan mempunyai nilai berat jenis paling kecil diantara kelas diameter yang lainnya. Variasi nilai berat jenis kayu dapt diketahui semakin tua umur pohon maka akan semakin tinggi pula nilai berat

39 jenis kayunya dan Berat jenis suatu contoh uji naik jika kandungan air yang menjadi dasarnya berkurang, dibawah titik jenuh serat (tjs). Hal ini terjadi karena berat kering tetap konstan sedangkan volumenya berkurang selama pengeringan( Haygreen dan Bowyer, 1982). Pada semua kelompok umur kayu, berat jenis kayu bagian pangkal batang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan berat jenis kayu dari bagian tengah. Variasi menurut lokasi sampel dalam batang merupakan fenomena umum sebagaimana Tsoumis (1991) dimana semakin kepucuk batang nilai BJ kayu berkurang Kadar Zat Terbang Tabel 5 Kadar Zat Terbang Rata-rata Sengon pada Berbagai Bagian Pohon Kadar Zat Terbang (%) Kelas Batang Diameter Akar Ø Akar Ø Setelah (cm) Tunggak Batang Cabang Ranting Daun < 5 cm > 5 cm Cabang Pertama ,651 60,502 57,150 49,164 57,993 60,176 63,031 64, ,027 61,839 56,002 54,136 60,503 61,527 62,125 62, ,167 61,178 57,607 49,235 59,003 60,390 62,997 62, ,025 58,294 55,727 53,275 57,024 57,282 63,136 64, ,132 61,531 59,330 56,132 60,094 60,176 63,891 64, ,378 62,125 56,213 54,047 58,117 58,144 63,068 64, ,178 59,379 54,478 49,097 58,252 58,225 62,670 62, up 62,256 60,880 58,159 53,764 59,003 59,330 62,349 63,070 Rata-rata 61,977 60,716 56,833 52,356 58,748 59,406 62,909 63,603 Berdasarkan hasil analisis di laboratorium. Kadar zat terbang yang diperoleh pada pohon contoh rata-rata untuk bagian akar diameter < 5 cm adalah sebesar 61,977%, bagian akar diameter > 5 cm adalah sebesar 60,716%, bagian tunggak adalah sebesar 56,833%, bagian cabang adalah sebesar 58,748%, bagian batang setelah cabang pertama adalah sebesar 59,406%, bagian ranting adalah sebesar 62,909% dan Kadar zat terbang tertinggi terdapat pada bagian daun dari masingmasing kelas diameter yaitu sebesar 63,675%. Sedangkan bagian terendah terdapat pada bagian batang adalah sebesar 52,356%. Hasil secara keseluruhan rata-rata zat terbang pohon sengon dapat dilihat pada Tabel 5.

40 5.1.4 Kadar Abu Tabel 6 Kadar Abu Rata-rata Sengon pada Berbagai Bagian Pohon Kelas Diameter (cm) Akar Ø < 5 cm Akar Ø > 5 cm Kadar Abu (%) Tunggak Batang Cabang Batang Setelah Cabang Pertama Ranting Daun ,254 0,311 0,333 0,419 0,349 0,319 0,240 0, ,313 0,266 0,369 0,366 0,306 0,262 0,257 0, ,322 0,316 0,348 0,418 0,278 0,303 0,250 0, ,322 0,306 0,372 0,383 0,332 0,348 0,285 0, ,267 0,265 0,341 0,370 0,317 0,319 0,284 0, ,290 0,257 0,375 0,371 0,351 0,295 0,296 0, ,316 0,332 0,358 0,430 0,292 0,348 0,253 0, Up 0,301 0,298 0,339 0,372 0,278 0,341 0,294 0,276 Rata-rata 0,298 0,294 0,354 0,391 0,313 0,317 0,270 0,277 Pada Tabel 6 dapat diketahui kadar abu berdasarkan hasil analisis laboratorium. Kadar abu terbesar terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 0,391%, bagian tunggak yaitu sebesar 0,354%, bagian cabang yaitu sebesar 0,313%, bagian batang setelah cabang pertama yaitu sebesar 0,317%, bagian akar diameter < 5 cm yaitu sebesar 0,298%, bagian akar diameter > 5 cm yaitu sebesar 0,294%, bagian daun yaitu sebesar 0,277% dan kadar abu terendah terdapat pada bagian ranting yaitu sebesar 0,270%. Hal ini sesuai dengan nilai kadar abu menurut Haygreen dan Bowyer (1982) yaitu berkisar antara 0,1-0, Kadar Karbon Tabel 7 Kadar Karbon Rata-rata Sengon pada Berbagai Bagian Pohon Kelas Diameter (cm) Akar Ø < 5 cm Akar Ø > 5 cm Kadar Karbon (%) Tunggak Batang Cabang Batang Setelah Cabang Pertama Ranting Daun ,095 39,187 42,517 50,417 41,658 39,505 36,729 35, ,660 37,895 42,279 45,864 39,191 38,210 37,618 37, ,511 38,506 42,046 50,347 40,719 39,308 36,753 37, ,708 41,400 42,551 46,342 42,644 42,370 36,575 35, ,603 38,205 40,329 43,498 39,589 39,505 35,824 35, ,332 37,618 42,062 45,582 41,532 41,561 36,636 35, ,506 40,289 45,163 50,474 41,456 41,427 37,077 36, up 37,442 38,822 41,502 45,864 40,719 40,329 37,357 36,653 Rata-rata 37,732 38,990 42,306 47,299 40,939 40,277 36,821 36,119 Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata kandungan karbon terbesar terdapat pada bagian batang dibanding bagian yang lainnya yaitu sebesar

41 47,299%. Bagian tunggak sebesar 42,306%, bagian cabang sebesar 40,939%, bagian batang setelah cabang pertama sebesar 40,277%, bagian akar diameter > 5cm sebesar 38,990%, bagian akar diameter < 5cm sebesar 37,732% dan bagian ranting sebesar 36,821% Sedangkan kadar karbon terendah terdapat pada bagian daun yaitu sebesar 36,119%. Hal ini sepadan dengan hasil penelitian Budiyanto R (2006) terhadap pohon sengon menunjukkan bahwa kadar karbon bagian batang pohon lebih tinggi apabila dibandingkan dengan bagian cabang, ranting, daun dan kulit, dimana bagian batang mengandung kadar karbon yaitu sebesar 45,59%, bagian cabang sebesar 37,08%, bagian ranting sebesar 34,39%, bagian daun sebesar 30,29% dan bagian kulit sebesar 28,79%. Begitu juga menurut Haygreen dan Bowyer (1982) yang mengatakan bahwa karbon merupakan unsur yang dominan atas berat kayu Kadar Karbon Berdasarkan Bagian Pohon Tabel 8 Hasil Uji t-student Kadar Karbon pada Berbagai Bagian Pohon Bagian Pohon Akar Ø > 5 cm Tunggak Batang Caban g Batang Setelah Cabang Pertama Ranting Daun Akar Ø < 5cm 0,025 tn 0,000** 0,000** 0,000** 0,002** 0,009** 0,000** Akar Ø > 5cm 0,000** 0,000** 0,001** 0,016* 0,003** 0,002** Tunggak 0,001** 0,022* 0,007** 0,000** 0,000** Batang 0,001** 0,001** 0,000** 0,000** Cabang 0,049* 0,000** 0,000** Batang Setelah Cabang Pertama 0,001* 0,001** Ranting 0,009** Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata (p < 0,01) pada selang kepercayaan 95% * = Berbeda nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95% tn = Tidak berbeda nyata (p > 0,05) pada selang kepercayaan 95% Pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa perbedaan kadar karbon sangat nyata sebagian besar terlihat pada semua bagian pohon, hanya sebagian kecil yang mempunyai perbedaan nyata dan perbedaan tidak nyata tidak terlihat pada semua bagian pohon. Hal ini terjadi karena pada masing-masing bagian pohon sengon memang berbeda terhadap kandungan karbon yang terdapat didalamnya dan juga pada tiap-tiap bagian pohon mempunyai kandungan penyusun kimia yang berbeda pula.

42 Tabel 9 Hasil Uji t-student Kadar Karbon Bagian Akar Ø < 5 cm Menurut Kelas Diameter kelas diameter (cm) up ,1582 tn 0,1801 tn 0,4011 tn 0,5270 tn 0,5775 tn 0,1822 tn 0,44968 tn ,1944 tn 0,9011 tn 0,9103 tn 0,2865 tn 0,1980 tn 0,38958 tn ,0281* 0,0980 tn 0,0586 tn 0,5 tn 0,06828 tn ,5 tn 0,2332 tn 0,0251* 0,32829 tn ,4743 tn 0,0957 tn 0,64438 tn ,0610 tn 0,03437* ,07090 tn Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata (p < 0,01) pada selang kepercayaan 95% * = Berbeda nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95% tn = Tidak berbeda nyata (p > 0,05) pada selang kepercayaan 95% Pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa perbedaan kandungan karbon akar < 5 cm yang sangat nyata tidak terlihat pada kelas diameter manapun, namun perbedaan kadar karbon yang nyata terlihat antara kelas diameter cm dengan kelas diameter cm, kelas diameter dengan kelas diameter cm dan antara kelas diameter cm dengan kelas diameter 50 cm keatas. Dan perbedaan tidak nyata hampir terdapat pada semua kelas diameter. Hal tersebut diduga disebabkan karena pohon pada tiap-tiap kelas diameter memiliki komposisi kimia penyusun yang berbeda. Untuk mengetahui kadar karbon pada bagian akar diameter < 5 cm yang berbeda nyata, dilakukan uji wilayah berganda Duncan. Dari data Tabel 10 terlihat bahwa antara akar diameter < 5 cm pohon 3 merupakan nilai rata-rata kadar karbon tertinggi yaitu sebesar 38,510% sedangkan nilai rata-rata kadar karbon terendah terdapat pada akar diameter < 5 cm pohon 1 yaitu sebesar 37,094% pada selang kepercayaan 95%. Hal ini disebabkan karena pada masing-masing akar diameter < 5 cm pohon contoh mempunyai kandungan kimia yang berbeda-beda. Sehingga dapat dimungkinkan terjadinya perbedaan kadar karbon pada masing- masing pohon contoh.

43 Tabel 10 Análisis Pengujian Perbedaan Kadar Karbon Bagian Akar Diameter < 5 cm Pohon Nilai Rata-Rata Kadar Karbon (%) Hasil Uji Duncan 3 38,510 A 7 38,506 A 4 37,708 B 2 37,660 B 5 37,602 B 8 37,475 B 6 37,331 B 1 37,094 B Tabel 11 Hasil Uji t-student Kadar Karbon Bagian Akar Ø > 5 cm Menurut Kelas Diameter Kelas Diameter (cm) up ,055 tn 0,119 tn 0,022* 0,007** 0,100 tn 0,010* 0,610 tn ,018* 0,005** 0,241 tn 0,296 tn 0,034* 0,380 tn ,011* 0,278 tn 0,086 tn 0,052 tn 0,712 tn ,018* 0,028* 0,056 tn 0,145 tn ,267 tn 0,002** 0,438 tn ,064 tn 0,362 tn ,209 tn Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata (p < 0,01) pada selang kepercayaan 95 % * = Berbeda nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95 % tn = Tidak berbeda nyata (p > 0,05) pada selang kepercayaan 95 % A B B B B B Pada Tabel 11 dapat diketahui bahwa perbedaan kadar karbon akar > 5 cm yang sangat nyata terdapat antara kelas diameter cm dengan cm, kelas diameter 5-10 cm dengan cm dan pada kelas diameter cm dengan kelas diameter cm. Perbedaan nyata terdapat antara kelas diameter cm dengan kelas diameter cm, kelas diameter 5-10 cm dengan kelas diameter cm, kelas diameter cm dengan kelas diameter cm, kelas diameter cm dengan kelas diameter cm, kelas diameter cm dengan kelas diameter cm, kelas diameter 5-10 cm dengan kelas diameter cm dan kelas diameter cm dengan kelas diameter cm.

44 Dan untuk perbedaan tidak nyata hampir semua terdapat pada kelas diameter. Hal tersebut diduga disebabkan karena pohon pada tiap-tiap kelas diameter memiliki komposisi kimia penyusun yang berbeda. Tabel 12 Analisis Pengujian Perbedaan Kadar Karbon Bagian Akar Diameter > 5 cm Pohon Nilai Rata-Rata Kadar Karbon (%) Hasil Uji Duncan 4 41,399 A 7 40,289 B 1 39,187 C 8 38,822 C D 3 38,506 C D E 5 38,204 D E F 2 37,895 E F 6 37,618 F Dari data Tabel 12 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kadar karbon akar diameter > 5 cm tertinggi terdapat pada pohon 4 yaitu sebesar 41,399% sedangkan nilai rata-rata kadar karbon akar diameter > 5 cm terendah terdapat pada pohon 6 yaitu sebesar 37,618% pada selang kepercayaan 95%. Hal ini disebabkan karena pada masing-masing akar diameter > 5 cm pohon contoh mempunyai kandungan kimia dan diameter yang berbeda-beda. Sehingga dapat dimungkinkan terjadinya perbedaan kadar karbon pada masing- masing akar diameter > 5 cm pohon contoh. Pada Tabel 13 dapat diketahui bahwa perbedaan kadar karbon tunggak yang sangat nyata terdapat antara kelas diameter cm dengan kelas diameter dan pada kelas diameter cm dengan kelas diameter cm. Perbedaan kadar karbon nyata terdapat pada kelas diameter cm dengan cm dan kelas diameter cm dengan kelas diameter 50 keatas. Dan perbedaan tidak nyata hampir semua terdapat pada kelas diameter. C C D D E E F F

45 Tabel 13 Hasil Uji t-student Kadar Karbon Bagian Tunggak Menurut Kelas Diameter Kelas Diameter (cm) up ,573 tn 0,318 tn 0,254 tn 0,085 tn 0,558 tn 0,053 tn 0,084 tn ,399 tn 0,913 tn 0,206 tn 0,944 tn 0,418 tn 0,342 tn ,271 tn 0,014* 0,492 tn 0,007** 0,141 tn ,154 tn 0,5 tn 0,362 tn 0,185 tn ,266 tn 0,009** 0,086 tn ,405 tn 0,359 tn ,015* Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata (p < 0,01) pada selang kepercayaan 95 % * = Berbeda nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95 % tn = Tidak berbeda nyata (p > 0,05) pada selang kepercayaan 95 % Tabel 14 Analisis Pengujian Perbedaan Kadar Karbon Bagian Tunggak Pohon Nilai rata-rata kadar karbon (%) Hasil uji duncan 7 45,163 A 4 42,551 B B 1 42,516 B B 2 42,279 B B 6 42,061 B C B C 3 42,045 B C C 8 41,502 C 5 40,32 D Dari data Tabel 14 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kadar karbon tunggak tertinggi terdapat pada pohon 7 yaitu sebesar 45,163% sedangkan nilai rata-rata kadar karbon tunggak terendah terdapat pada pohon 5 yaitu sebesar 40,329 % pada selang kepercayaan 95%. Hal ini disebabkan karena pada masingmasing tunggak pohon contoh mempunyai kandungan kimia dan diameter yang berbeda-beda. Sehingga dapat dimungkinkan terjadinya perbedaan kadar karbon pada masing- masing tunggak pohon contoh.

46 Tabel 15 Hasil Uji t-student Kadar Karbon Bagian Batang Menurut Kelas Diameter Kelas Diameter (cm) up ,020* 0,767 tn 0,080 tn 0,053 tn 0,064 tn 0,821 tn 0,005** ,044* 0,429 tn 0,225 tn 0,917 tn 0,045* 0,315 tn ,053 tn 0,037* 0,041* 0,064t n 0,020* ,014* 0,022* 0,049* 0,5 tn ,027* 0,035* 0,143t n ,038* 0,643t n ,021* Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata (p < 0,01) pada selang kepercayaan 95% * = Berbeda nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95% tn = Tidak berbeda nyata (p > 0,05) pada selang kepercayaan 95% Pada Tabel 15 dapat diketahui bahwa perbedaan kadar karbon pada batang sangat nyata terdapat antara kelas diameter 5-10 cm dengan kelas diameter 50 keatas. Perbedaan nyata terdapat antara kelas diameter 5-10 cm dengan cm, kelas diameter cm dengan kelas diameter cm dan diameter kelas cm, kelas diameter cm dengan kelas diameter cm, kelas diameter cm dan kelas diameter 50 keatas. Kelas diameter cm dengan kelas diameter cm, kelas diameter cm dan kelas diameter cm. kelas diameter cm dengan kelas diameter cm dan kelas diameter cm, kelas diameter dengan kelas diameter cm dan kelas diameter cm dengan kelas diameter 50 keatas. Dan perbedaan tidak nyata terdapat hampir semua pada kelas diameter. Hal ini disebabkan pada kelas diameter kecil masih didominasi oleh kayu-kayu muda, dimana kayu muda kandungan karbonnya masih rendah. Dari data Tabel 16 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kadar karbon batang tertinggi terdapat pada pohon 7 yaitu sebesar %, sedangkan nilai rata-rata kadar karbon batang terendah terdapat pada pohon 5 yaitu sebesar 43,498% pada selang kepercayaan 95%. Hal ini disebabkan karena pada masingmasing batang pohon contoh mempunyai kandungan kimia dan diameter yang berbeda-beda. Sehingga dapat dimungkinkan terjadinya perbedaan kadar karbon pada masing- masing batang pohon contoh.

47 Tabel 16 Analisis Pengujian Perbedaan Kadar Karbon Bagian Batang Pohon Nilai Rata-Rata Kadar Karbon (%) Hasil Uji Duncan 7 50,473 A A 1 50,416 A A 3 50,346 A 4 46,342 B B 8 45,864 B B 6 45,581 B B 2 45,497 B 5 43,498 C Tabel 17 Hasil Uji t-student Kadar Karbon Bagian Cabang Menurut Kelas Diameter Kelas Diameter (cm) up ,014* 0,032* 0,083 tn 0,104 tn 0,402 tn 0,536 tn 0,009** ,003** 0,034* 0,5 tn 0,040* 0,078 tn 0,029* ,058 tn 0,211 tn 0,108t n 0,227 tn 1 tn ,044* 0,021* 0,051 tn 0,038* ,081 tn 0,039* 0,179 tn ,671t n 0,060 tn ,178 tn Keterangan ** = Berbeda sangat nyata (p < 0,01) pada selang kepercayaan 95 % * = Berbeda nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95 % tn = Tidak berbeda nyata (p > 0,05) pada selang kepercayaan 95 % Pada Tabel 17 dapat diketahui perbedaan sangat nyata terdapat antara kelas diameter 5-10 cm dengan kelas diameter 50 keatas dan antara kelas diameter cm dengan kelas diameter cm. dan perbedaan nyata kadar karbon terdapat antara kelas diameter 5-10 cm dengan cm, cm, kelas diameter cm dengan cm, cm, 50 keatas. Kelas diameter cm dengan cm, cm, 50 keatas. Kelas diameter cm dengan cm. Sedangkan perbedaan tidak nyata terdapat hampir semua kelas diameter.

48 Tabel 18 Analisis Pengujian Perbedaan Kadar Karbon Bagian Cabang Pohon Nilai Rata-Rata Kadar Karbon (%) Hasil Uji Duncan 4 42,644 A 1 41,658 B 6 41,532 B 7 41,456 B 3 40,719 C 8 40,719 C 5 39,588 D 2 39,190 D Dari data Tabel 18 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kadar karbon cabang tertinggi terdapat pada pohon 4 yaitu sebesar 42,644%, sedangkan nilai rata-rata kadar karbon cabang terendah terdapat pada pohon 2 yaitu sebesar 39,190% pada selang kepercayaan 95%. Hal ini disebabkan karena pada masingmasing cabang pohon contoh mempunyai kandungan kimia dan diameter yang berbeda-beda. Sehingga dapat dimungkinkan terjadinya perbedaan kadar karbon pada masing- masing cabang pohon contoh. Tabel 19 Hasil Uji t-student Kadar Karbon Bagian Batang Setelah Cabang Pertama Menurut Kelas Diameter Kelas Diameter (cm) up ,082 tn 0,500 tn 0,001** 0,998 tn 0,079 tn 0,109 tn 0,108 tn ,016* 0,026* 0,034 tn 0,016* 0,032* 0,008** ,042* 0,133 tn 0,017* 0,040* 0,034* ,054 tn 0,201 tn 0,221 tn 0,046* ,005** 0,031* 0,075 tn ,328 tn 0,059 tn ,110 tn Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata (p < 0,01) pada selang kepercayaan 95% * = Berbeda nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95% tn = Tidak berbeda nyata (p > 0,05) pada selang kepercayaan 95% B B C D Pada Tabel 19 dapat diketahui perbedaan sangat nyata terdapat antara kelas 5-10 cm dengan cm, cm dengan cm dan kelas diameter cm dengan kelas diameter 50 keatas. Dan perbedaan nyata terdapat antara kelas diameter cm dengan cm, cm, cm, cm. kelas

49 diameter cm dengan cm, cm, cm dan 50 keatas. Kelas diameter cm dengan 50 keatas. Kelas diameter cm dengan cm. Sedangkan perbedaan tidak nyata terdapat pada kelas diameter yang lainnya. Tabel 20 Analisis Pengujian Perbedaan Kadar Karbon Bagian Batang Setelah Cabang Pertama Pohon Nilai Rata-Rata Kadar Karbon (%) Hasil Uji Duncan 4 42,369 A 6 41,561 B 7 41,427 B 8 40,329 C 1 39,505 D 5 39,505 D 3 39,307 D 2 38,210 E Dari data Tabel 20 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kadar karbon batang setelah cabang pertama tertinggi terdapat pada pohon 4 yaitu sebesar 42,369 %, sedangkan nilai rata-rata kadar karbon batang setelah cabang pertama terendah terdapat pada pohon 2 yaitu sebesar 38,210 % pada selang kepercayaan 95 %. Hal ini disebabkan karena pada masing-masing batang setelah cabang pertama pohon contoh mempunyai kandungan kimia dan diameter yang berbeda-beda. Sehingga dapat dimungkinkan terjadinya perbedaan kadar karbon pada masing- masing batang setelah cabang pertama pohon contoh. Pada Tabel 21 dapat diketahui bahwa perbedaan sangat nyata kadar karbon pada ranting tidak terdapat antara kelas diameter manapun. Perbedaan nyata terdapat antara 5-10 cm dengan cm dan 50 cm keatas. Kelas diameter cm dengan 50 cm keatas. Kelas diameter cm dengan cm, 50 cm keatas dan antara kelas diameter cm dengan 50 cm keatas. Sedangkan perbedaan tidak nyata hampir semua terdapat pada kelas diameter. Hal ini disebabkan karena komponen kimia penyusun ranting relatif sama di setiap pohon contoh. B D D

50 Tabel 21 Hasil Uji t-student Kadar Karbon Bagian Ranting Menurut Kelas Diameter Kelas Diameter (cm) up ,121 tn 0,505 tn 0,215 tn 0,238 tn 0,044* 0,118 tn 0,016* ,141 tn 0,071 tn 0,182 tn 0,114 tn 0,123 tn 0,343 tn ,264 tn 0,218 tn 0,094 tn 0,172 tn 0,042* ,318 tn 0,5 tn 0,014* 0,031* ,259 tn 0,206 tn 0,151 tn ,103 tn 0,019* ,112 tn Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata (p < 0,01) pada selang kepercayaan 95 % * = Berbeda nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95 % tn = Tidak berbeda nyata (p > 0,05) pada selang kepercayaan 95 % Dari data Tabel 22 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kadar karbon ranting tertinggi terdapat pada pohon 2 yaitu sebesar 37,618% sedangkan nilai rata-rata kadar karbon ranting terendah terdapat pada pohon 5 yaitu sebesar 35,824% pada selang kepercayaan 95%. Hal ini disebabkan karena pada masing-masing ranting pohon contoh mempunyai kandungan kimia dan diameter yang berbeda-beda. Sehingga dapat dimungkinkan terjadinya perbedaan kadar karbon pada masingmasing ranting pohon contoh. Tabel 22 Analisis Pengujian Perbedaan Kadar Karbon Bagian Ranting Pohon Nilai Rata-Rata Kadar Karbon (%) Hasil Uji Duncan 2 37,618 A A 8 37,357 A B B 7 37,077 B C C 3 36,753 C C 1 36,729 C C 6 36,635 C C 4 36,574 C 5 35,824 D

51 Tabel 23 Hasil Uji t-student Kadar Karbon Bagian Daun Menurut Kelas Diameter Kelas Diameter (cm) Up ,052 tn 0,176 tn 0,829 tn 0,344 tn 0,999 tn 0,003** 0,021* ,628 tn 0,031* 0,014* 0,009** 0,203 tn 0,117 tn ,081 tn 0,083 tn 0,110 tn 0,661 tn 0,527t n ,101 tn 0,5 tn 0,112 tn 0,098 tn ,044* 0,078 tn 0,064 tn ,087 tn 0,069 tn ,269 tn Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata (p < 0,01) pada selang kepercayaan 95 % * = Berbeda nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95 % tn = Tidak berbeda nyata (p > 0,05) pada selang kepercayaan 95 % Pada Tabel 23 dapat diketahui bahwa perbedaan kadar karbon daun sangat nyata terdapat antara kelas diameter 5-10 cm dengan cm, kelas diameter cm dengan cm. dan perbedaan nyata terdapat antara kelas diameter 5-10 cm dengan 50 cm keatas, kelas diameter cm dengan cm, cm. kelas diameter dengan cm. Sedangkan perbedaan tidak nyata terdapat hampir diseluruh kelas diameter. Hal ini disebabkan karena komponen kimia penyusun daun relatif sama di setiap pohon contoh. Tabel 24 Analisis Pengujian Perbedaan Kadar Karbon Bagian Daun Pohon Nilai Rata-Rata Kadar Karbon (%) Hasil Uji Duncan 2 37,242 A 3 37,037 A B 7 36,762 A B 8 36,653 B 1 35,415 C 6 35,415 C 4 35,348 C 5 35,080 C Dari data Tabel 24 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kadar karbon daun tertinggi terdapat pada pohon 2 yaitu sebesar 37,242% sedangkan nilai rata-rata kadar karbon daun terendah terdapat pada pohon 5 yaitu sebesar 35,824% pada A A B B C C C

52 selang kepercayaan 95%. Hal ini disebabkan karena pada masing-masing daun pohon contoh mempunyai kandungan kimia dan diameter yang berbeda-beda. Sehingga dapat dimungkinkan terjadinya perbedaan kadar karbon pada masing- masing daun pohon contoh Kadar Karbon Berdasarkan Kelas Diameter Pada Tabel 25 dapat diketahui perbedaan kadar karbon sangat nyata terdapat pada bagian batang dengan ranting dan daun. Bagian cabang dengan ranting dan daun, bagian batang setelah cabang pertama dengan daun dan bagian batang setelah cabang dengan daun. Dan perbedaan kadar karbon nyata terdapat antara bagian akar diameter < 5cm dengan batang dan cabang. Bagian akar diameter > 5cm dengan tunggak dan batang. Bagian tunggak dengan batang, ranting dan daun. Bagian batang dengan cabang dan batang setelah cabang pertama. Bagian cabang dengan batang setelah cabang pertama dengan ranting. Sedangkan perbedaan kadar karbon tidak nyata terdapat antara bagian akar diameter < 5 cm dengan akar diameter > 5 cm dan tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun. Tabel 25 Hasil Uji t-student Kadar Karbon pada Berbagai Bagian Pohon Kelas Diameter 5-10 cm Bagian Pohon Akar Ø > 5cm Tunggak Batang Cabang Batang Setelah Cabang Pertama Ranting Daun Akar Ø < 5cm 0,177 tn 0,071 tn 0,022* 0,043* 0,055 tn 0,500 tn 0,090 tn Akar Ø > 5cm 0,011* 0,012* 0,097 tn 0,858 tn 0,069 tn 0,067 tn Tunggak 0,012* 0,208 tn 0,083 tn 0,026* 0,033* Batang 0,010* 0,014* 0,004** 0,009** Cabang 0,030* 0,007** 0,007** Batang Setelah Cabang Pertama Ranting Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata (p < 0,01) pada selang kepercayaan 95 % * = Berbeda nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95 % tn = Tidak berbeda nyata (p > 0,05) pada selang kepercayaan 95 % 0,036* 0,005** 0,061 tn Pada Tabel 26 dapat diketahui bahwa perbedaan kadar karbon sangat nyata terdapat antara bagian cabang dengan daun, bagian cabang dengan batang setelah cabang pertama dan antara bagian batang setelah cabang pertama dengan daun. Dan perbedaan kadar karbon nyata terdapat antara bagian akar diameter < 5 cm dengan batang. Bagian batang dengan cabang, ranting dan daun. Sedangkan

53 bagian yang lainnya merupakan perbedaan kadar karbon bagian pohon tidak nyata. Tabel 26 Hasil Uji t-student Kadar Karbon Pada Berbagai Bagian Pohon Kelas Diameter cm Bagian Pohon Akar Ø > 5cm Tunggak Batang Cabang Batang Setelah Cabang Pertama Ranting Daun Akar Ø < 5cm 0,377 tn 0,100 tn 0,038* 0,093 tn 0,257 tn 0,932 tn 0,341 tn Akar Ø > 5cm 0,676 tn 0,328 tn 0,502 tn 0,394 tn 0,329 tn 0,321 tn Tunggak 0,413 tn 0,164 tn 0,137 tn 0,140 tn 0,118 tn Batang 0,025 * 0,020 tn 0,006* 0,017* Cabang 0,007** 0,068 tn 0,008** Batang Setelah Cabang Pertama Ranting Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata (p < 0,01) pada selang kepercayaan 95 % * = Berbeda nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95 % tn = Tidak berbeda nyata (p > 0,05) pada selang kepercayaan 95 % 0,167 tn 0,009** 0,235 tn Pada tabel 27 dapat diketahui bahwa perbedaan kadar karbon sangat nyata terdapat antara bagian akar diameter < 5 cm dengan batang, batang setelah cabang pertama. Bagian tunggak dengan batang, cabang dan ranting. Bagian batang dengan cabang, batang setelah cabang pertama dan ranting. Bagian cabang dengan ranting. Dan perbedaan kadar karbon nyata terdapat antara bagian akar diameter < 5 cm dengan tunggak, cabang dan ranting. Bagian tunggak dengan batang setelah cabang pertama dan daun. Bagian batang dengan daun. Bagian cabang dengan batang setelah cabang pertama dan bagian batang setelah cabang pertama dengan ranting. Sedangkan sisanya merupakan perbedaan kadar karbon tidak nyata. Tabel 27 Hasil Uji t-student Kadar Karbon Pada Berbagai Bagian Pohon Kelas Diameter cm Bagian Pohon Akar Ø > 5cm Tunggak Batang Cabang Batang Setelah Cabang Pertama Ranting Daun Akar Ø < 5cm 0,574 tn 0,012* 0,007** 0,015* 0,004** 0,025* 0,124 tn Akar Ø > 5cm 0,668 tn 0,158 tn 0,966 tn 0,711 tn 0,374 tn 0,437 tn Tunggak 0,006** 0,007** 0,014* 0,001** 0,045* Batang 0,006** 0,008** 0,003** 0,021* Cabang 0,021* 0,003** 0,059 tn Batang Setelah Cabang Pertama Ranting Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata (p < 0,01) pada selang kepercayaan 95 % * = Berbeda nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95 % tn = Tidak berbeda nyata (p > 0,05) pada selang kepercayaan 95 % 0,016* 0,082 tn 0,574 tn

54 Tabel 28 Hasil Uji t-student Kadar Karbon Pada Berbagai Bagian Pohon Kelas Diameter cm Bagian Pohon Akar Ø > 5cm Tunggak Batang Cabang Batang Setelah Cabang Pertama Rantin g Daun Akar Ø < 5cm 0,113 tn 0,076 tn 0,038* 0,034* 0,034* 0,015* 0,010* Akar Ø > 5cm 0,253 tn 0,005** 0,100 tn 0,125 tn 0,079 tn 0,069 tn Tunggak 0,302 tn 0,430 tn 0,364 tn 0,067 tn 0,052 tn Batang 0,042* 0,043* 0,032* 0,032* Cabang 0,046* 0,025* 0,026 * Batang Setelah Cabang Pertama 0,024* 0,026* Ranting 0,034* Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata (p < 0,01) pada selang kepercayaan 95 % * = Berbeda nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95 % tn = Tidak berbeda nyata (p > 0,05) pada selang kepercayaan 95 % Pada Tabel 28 dapat diketahui bahwa perbedaan kadar karbon sangat nyata terdapat antara bagian akar diameter > 5 cm dengan batang. Dan perbedaan kadar karbon nyata terdapat pada bagian akar diameter < 5 cm dengan batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun. Bagian batang dengan cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun. Bagian cabang dengan batang setelah cabang pertama, ranting dan daun. Bagian batang setelah cabang pertama dengan ranting dan daun. Dan bagian ranting dengan daun. Sedangkan bagian lainnya merupakan perbedaan kadar karbon tidak nyata. Tabel 29 Hasil Uji t-student Kadar Karbon Pada Berbagai Bagian Pohon Kelas Diameter cm Bagian Pohon Akar Ø > 5cm Tunggak Batang Cabang Batang Setelah Cabang Pertama Ranting Daun Akar Ø < 5cm 0,004** 0,057 tn 0,073 tn 0,182 tn 0,035* 0,189 tn 0,028* Akar Ø > 5cm 0,598 tn 0,125 tn 0,496 tn 0,084 tn 0,077 tn 0,012* Tunggak 0,087 tn 0,272 tn 0,108 tn 0,042* 0,016* Batang 0,016* 0,091 tn 0,011 tn 0,043* Cabang 0,890 tn 0,007** 0,066 tn Batang Setelah Cabang Pertama 0,076 tn 0,001** Ranting 0,335 tn Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata (p < 0,01) pada selang kepercayaan 95 % * = Berbeda nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95 % tn = Tidak berbeda nyata (p > 0,05) pada selang kepercayaan 95 % Pada Tabel 29 dapat diketahui bahwa perbedaan kadar karbon sangat nyata terdapat antara bagian akar diameter < 5 cm dengan akar diameter > 5 cm. bagian cabang dengan ranting dan bagian batang setelah cabang pertama dengan daun.

55 Dan perbedaan kadar karbon nyata terdapat antara akar diameter < 5 cm dengan batang setelah cabang pertama dan daun. Bagian akar diameter > 5 cm dengan daun. Bagian tunggak dengan ranting dan daun. Bagian batang dengan cabang dan daun. Sedangkan bagian lain merupakan perbedaan kadar karbon tidak nyata. Pada Tabel 30 dapat diketahui bahwa perbedaan kadar karbon sangat nyata terdapat antara bagian batang setelah cabang pertama dengan daun. Perbedaan kadar karbon nyata terdapat antara bagian akar diameter < 5 cm dengan batang, cabang, batang setelah cabang pertama dan daun. Bagian batang dengan cabang, ranting dan daun. Bagian cabang dengan ranting dan daun. Bagian batang setelah cabang pertama dengan ranting dan bagian ranting dengan daun. Dan bagian yang lain merupakan perbedaan kadar karbon tidak nyata. Tabel 30 Hasil Uji t-student Kadar Karbon Pada Berbagai Bagian Pohon Kelas Diameter cm Bagian Pohon Akar Ø > 5cm Tunggak Batang Cabang Batang Setelah Cabang Pertama Ranting Daun Akar Ø < 5cm 0,083 tn 0,142 tn 0,026* 0,012* 0,025* 0,052 tn 0,038* Akar Ø > 5cm 0,653 tn 0,055 tn 0,445 tn 0,575 tn 0,079 tn 0,070 tn Tunggak 0,426 tn 0,420 tn 0,369 tn 0,122 tn 0,100 tn Batang 0,040* 0,080 tn 0,028* 0,029* Cabang 0,926 tn 0,018* 0,021* Batang Setelah Cabang Pertama 0,014* 0,005** Ranting 0,031* Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata (p < 0,01) pada selang kepercayaan 95 % * = Berbeda nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95 % tn = Tidak berbeda nyata (p > 0,05) pada selang kepercayaan 95 % Tabel 31 Hasil Uji t-student Kadar Karbon Pada Berbagai Bagian Pohon Kelas Diameter cm Bagian Pohon Akar Ø > 5cm Tunggak Batang Cabang Batang Setelah Cabang Pertama Ranting Daun Akar Ø < 5cm 0,277 tn 0,003** 0,008** 0,071 tn 0,028* 0,007** 0,067 tn Akar Ø > 5cm 0,013* 0,001** 0,030* 0,058 tn 0,113 tn 0,004** Tunggak 0,015* 0,051 tn 0,028* 0,004** 0,011* Batang 0,012* 0,020* 0,008** 0,001** Cabang 0,960 tn 0,050 tn 0,020* Batang Setelah Cabang Pertama Ranting Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata (p < 0,01) pada selang kepercayaan 95 % * = Berbeda nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95 % tn = Tidak berbeda nyata (p > 0,05) pada selang kepercayaan 95 % 0,016* 0,042* 0,358 tn

56 Pada Tabel 31 dapat diketahui bahwa kadar karbon sangat nyata terdapat antara bagian akar diameter < 5 cm dengan tunggak, batang, ranting. Bagian akar diameter > 5 cm dengan batang dan daun. Bagian tunggak dengan ranting. Bagian batang dengan ranting dan daun. Perbedaan kadar karbon nyata terdapat antara bagian akar diameter < 5 cm dengan batang setelah cabang pertama. Bagian akar diameter > 5 cm dengan tunggak, cabang. Bagian tunggak dengan batang, batang setelah cabang pertama dan daun. Bagian batang dengan cabang dan batang setelah cabang pertama. Bagian cabang dengan daun dan bagian batang setelah cabang pertama dengan daun. Dan bagian lainnya merupakan perbedaan tidak nyata. Tabel 32 Hasil Uji t-student Kadar Karbon Pada Berbagai Bagian Pohon Kelas Diameter 50 cm keatas Bagian Pohon Akar Ø > 5cm Tunggak Batang Cabang Batang Setelah Cabang Pertama Ranting Daun Akar Ø < 5cm 0,259 tn 0,027* 0,009** 0,000** 0,012* 0,500 tn 0,012* Akar Ø > 5cm 0,100 tn 0,043* 0,193 tn 0,220 tn 0,214 tn 0,175 tn Tunggak 0,008** 0,136 tn 0,063 tn 0,013* 0,024* Batang 0,014* 0,007** 0,002** 0,009** Cabang 0,086 tn 0,016 tn 0,002** Batang Setelah Cabang Pertama 0,007** 0,012* Ranting 0,090 tn Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata (p < 0,01) pada selang kepercayaan 95 % * = Berbeda nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95 % tn = Tidak berbeda nyata (p > 0,05) pada selang kepercayaan 95 % Pada Tabel 32 dapat diketahui bahwa perbedaan kadar karbon sangat nyata terdapat antara bagian akar diameter < 5 cm dengan batang, cabang, bagian tunggak dengan batang, bagian batang dengan batang setelah cabang pertama, ranting dan daun, bagian cabang dengan daun dan bagian batang setelah cabang pertama dengan ranting. Perbedaan kadar karbon nyata terdapat antara bagian akar diameter < 5 cm dengan tunggak, batang setelah cabang pertama dan daun, bagian akar diameter > 5 cm dengan batang, bagian tunggak dengan ranting dan daun, bagian batang dengan cabang dan bagian batang setelah cabang pertama dengan daun. Dan bagian lainnya merupakan perbedaan kadar karbon tidak nyata.

57 5.1.8 Potensi Tegakan Sengon Tabel 33 Potensi Tegakan Sengon Kelas Diameter (cm) Diameter (m) Kerapatan (N/ha) Volume (m3) Potensi (m3/ha) , ,010 8, , ,067 25, , ,184 28, , ,502 76, , ,612 50, , ,009 59, , , , up 0, , ,005 Sumber: Data kerapatan dikutip dari Asri Miliawati Potensi tegakan sengon dapat dilihat pada Tabel 33, berdasarkan hasil pengukuran sengon menunjukkan bahwa potensi tegakan bertambah seiring dengan bertambahnya umur tegakan. Potensi tegakan terbesar terdapat pada kelas diameter 50 cm keatas yaitu sebesar 140,005 m 3 /ha. Sedangkan potensi terendah terdapat pada kelas diameter 5-10 cm yaitu sebesar 8,310 m 3 /ha. Hal ini disebabkan perbedaan diameter pada tiap-tiap pohon contoh, sehingga dapat dimungkinkan semakin besar diameter suatu pohon maka akan semakin besar pula potensinya. Namun pada kelas diameter cm mempunyai potensi lebih besar daripada potensi pada kelas diameter cm. Hal ini diduga pada kelas diameter telah dilakukan tindakan silvikultur yaitu kegiatan penjarangan. Kerapatan tegakan sangat dipengaruhi oleh jumlah individu yang terdapat pada lokasi tersebut. Bila diameter tegakan bertambah maka kerapatan tegakan umumnya berkurang Potensi Kandungan Biomassa Tegakan Sengon Berdasarkan Kelas Diameter Pada Tabel 34 disajikan potensi biomassa tegakan sengon berdasarkan kelas diameter. Dimana potensi biomassa terbesar terdapat pada tegakan sengon dengan kelas diameter 50 cm keatas. Hal ini dimungkinkan karena pada kelas diameter ini mempunyai diameter terbesar dan kandungan biomassanya sebesar ,75 kg/ha. Sedangkan potensi terendah terdapat pada tegakan sengon kelas diameter 5-10 cm, hal ini dimungkinkan karena pada kelas ini mempunyai diameter terkecil dan kandungan biomassanya sebesar 192,88 kg/ha. Namun pada

58 kelas diameter cm mempunyai potensi biomassa lebih besar daripada potensi biomasssa pada kelas diameter cm. Hal ini diduga pada kelas diameter telah dilakukan tindakan silvikultur yaitu kegiatan penjarangan. Tabel 34 Potensi Biomassa Tegakan Sengon Kelas Diameter (cm) Diameter (m) Kerapatan (N/ha) Biomassa (kg/ha) , , , , , , , , , , , , , ,14 50 up 0, ,75 Gambar 7 Kandungan Biomassa Tegakan Sengon. Pada histogram Gambar 7 ditunjukkan distribusi biomassa rata-rata pada berbagai bagian pohon (akar, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan akar) dan. Bagian batang memiliki biomassa paling besar dibandingkan dengan bagian yang lainnya, biomassa yang terbesar adalah biomassa batang sebesar 4.413,26876 Kg/ha, biomassa cabang sebesar 435,70 Kg/ha, biomassa batang setelah cabang pertama sebesar 412,73 Kg/ha, biomassa akar diameter > 5 cm sebesar 33,59 Kg/ha, biomassa tunggak sebesar 30,066 Kg/ha, biomassa ranting sebesar 12,683 Kg/ha dan biomassa terkecil dimiliki oleh bagian akar diameter < 5 cm yaitu sebesar 1,752 Kg/ha, hal tersebut diduga karena bagian ini merupakan bagian terkecil dari pohon yang fungsinya sebagai penyerap air dan garam mineral dari dalam tanah. Sedangkan bagian daun

59 memiliki biomassa yang cukup besar yaitu sebesar 1.407,525 Kg/ha, hal tersebut diduga karena bagian ini merupakan tempat fotosíntesis berlangsung, sebagai penghasil makanan bagi tanaman. Untuk total biomassa terbesar juga terdapat pada bagian batang pada kelas diameter 50 keatas yaitu sebesar 8.707,99 Kg/ha. Kandungan biomassa pada tegakan ini diduga melalui model hubungan antara kandungan biomassa dengan diameter pohon. Gambar 8 Kandungan Biomassa Bagian Pohon pada Kelas Diameter 5 10 cm. Pada histogram Gambar 8 ditunjukkan distribusi kandungan biomassa pada berbagai bagian pohon (akar diameter < 5 cm dan diameter > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) pada kelas diameter 5-10 cm. Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa bagian batang memiliki kandungan biomassa paling besar diantara bagian pohon yang lainnya yaitu sebesar 9.933,28 Kg/ha sedangkan bagian pohon yang mempunyai kandungan biomassa terkecil terdapat pada bagian akar diameter < 5 cm yaitu sebesar 196 Kg/ha. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa kandungan biomassa mengalami penurunan mulai dari batang, cabang, akar diameter > 5cm, tunggak, batang setelah cabang pertama, ranting, daun sampai akar diameter < 5 cm.

60 Gambar 9 Kandungan Biomassa Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm. Pada histogram Gambar 9 ditunjukkan distribusi kandungan biomassa pada berbagai bagian pohon (akar diameter < 5 cm dan diameter > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) pada kelas diameter cm. Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa bagian batang memiliki kandungan biomassa paling besar diantara bagian pohon yang lainnya yaitu sebesar Kg/ha, sedangkan bagian pohon yang mempunyai kandungan biomassa terkecil terdapat pada bagian akar diameter < 5 cm yaitu sebesar 573 Kg/ha. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa kandungan biomassa mengalami penurunan mulai dari batang, cabang, batang setelah cabang pertama, daun, akar diameter > 5 cm, ranting, tunggak sampai akar diameter < 5 cm. Gambar 10 Kandungan Biomassa Tiap-Tiap Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm. Pada histogram Gambar 10 ditunjukkan distribusi kandungan biomassa pada berbagai bagian pohon (akar diameter < 5 cm dan diameter > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) pada kelas diameter cm. Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa

61 bagian batang memiliki kandungan biomassa paling besar diantara bagian pohon yang lainnya yaitu sebesar 6.300,41 Kg/ha, sedangkan bagian pohon yang mempunyai kandungan biomassa terkecil terdapat pada bagian tunggak yaitu sebesar 643,7 Kg/ha. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa kandungan biomassa mengalami penurunan mulai dari batang, cabang, batang setelah cabang pertama, akar diameter > 5 cm, daun, ranting, akar diameter < 5 cm sampai tunggak. Gambar 11 Kandungan Biomassa Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm. Pada histogram Gambar 11 ditunjukkan distribusi kandungan biomassa pada berbagai bagian pohon (akar diameter < 5 cm dan diameter > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) pada kelas diameter cm. Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa bagian batang memiliki kandungan biomassa paling besar diantara bagian pohon yang lainnya yaitu sebesar ,7 Kg/ha, sedangkan bagian pohon yang mempunyai kandungan biomassa terkecil terdapat pada bagian tunggak yaitu sebesar 795,6 Kg/ha. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa kandungan biomassa mengalami penurunan mulai dari batang, cabang, batang setelah cabang pertama, akar diameter > 5 cm, daun, ranting, akar diameter < 5 cm sampai tunggak.

62 Gambar 12 Kandungan Biomassa Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm. Pada histogram Gambar 12 ditunjukkan distribusi kandungan biomassa pada berbagai bagian pohon (akar diameter < 5 cm dan diameter > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) pada kelas diameter cm. Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa bagian batang memiliki kandungan biomassa paling besar diantara bagian pohon yang lainnya yaitu sebesar 7.525,61 Kg/ha, sedangkan bagian pohon yang mempunyai kandungan biomassa terkecil terdapat pada bagian tunggak yaitu sebesar 655,7 Kg/ha. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa kandungan biomassa mengalami penurunan mulai dari batang, cabang, batang setelah cabang pertama, akar diameter > 5 cm, daun, akar diameter < 5 cm, ranting sampai tunggak. Gambar 13 Kandungan Biomassa Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm. Pada histogram Gambar 13 ditunjukkan distribusi kandungan biomassa pada berbagai bagian pohon (akar diameter < 5 cm dan diameter > 5 cm, tunggak,

63 batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) pada kelas diameter cm. Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa bagian batang memiliki kandungan biomassa paling besar diantara bagian pohon yang lainnya yaitu sebesar 8.306,02 Kg/ha sedangkan bagian pohon yang mempunyai kandungan biomassa terkecil terdapat pada bagian tunggak yaitu sebesar 606,52 Kg/ha Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa kandungan biomassa mengalami penurunan mulai dari batang, cabang, batang setelah cabang pertama, akar diameter > 5 cm, daun, akar diameter < 5 cm, ranting sampai tunggak. Gambar 14 Kandungan Biomassa Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm. Pada histogram Gambar 14 ditunjukkan distribusi kandungan biomassa pada berbagai bagian pohon (akar diameter < 5 cm dan diameter > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) pada kelas diameter cm. Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa bagian batang memiliki kandungan biomassa paling besar diantara bagian pohon yang lainnya yaitu sebesar ,55 Kg/ha, sedangkan bagian pohon yang mempunyai kandungan biomassa terkecil terdapat pada bagian tunggak yaitu sebesar 743,4 Kg/ha. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa kandungan biomassa mengalami penurunan mulai dari batang, cabang, batang setelah cabang pertama, akar diameter > 5 cm, ranting, daun, akar diameter < 5 cm sampai tunggak.

64 Gambar 15 Kandungan Biomassa Bagian Pohon pada Kelas Diameter 50 cm Keatas. Pada histogram Gambar 15 ditunjukkan distribusi kandungan biomassa pada berbagai bagian pohon (akar diameter < 5 cm dan diameter > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) pada kelas diameter 50 cm keatas. Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa bagian batang memiliki kandungan biomassa paling besar diantara bagian pohon yang lainnya yaitu sebesar Kg/ha sedangkan bagian pohon yang mempunyai kandungan biomassa terkecil terdapat pada bagian tunggak yaitu sebesar Kg/ha. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa kandungan biomassa mengalami penurunan mulai dari batang, cabang, akar diameter > 5 cm, batang setelah cabang pertama, ranting, daun, akar diameter < 5 cm sampai tunggak Model Pendugaan Biomassa Berdasarkan Hubungan Dengan Diameter dan Tinggi Pohon Berdasarkan hasil perhitungan kandungan biomassa kering, dapat ditentukan model pendugaan hubungan biomassa dengan diameter dan tinggi pohon. Pemilihan persamaan allometrik terbaik dilakukan dengan menguji beberapa persamaan. Bentuk persamaan yang diujikan dan dipakai untuk pendugaan biomassa ini adalah model yang hanya terdiri dari satu peubah saja : W = ad b dan W = a + bd dan model yang terdiri dari dua peubah : W = ad b1 H b2 dan W = a + b1d + b2h. Dimana W adalah biomassa dalam Kg/ha, D adalah diameter pohon dalam meter, H adalah tinggi total pohon dalam meter. Sedangkan a dan b adalah konstanta.

65 Tabel 35 Model Pendugaan Hubungan Biomassa Pohon Sengon Dengan Diameter dan Tinggi Pohon Bagian Model Linear R 2 (adj) S P Akar Ø < 5 cm Akar Ø > 5 cm Tunggak Batang Cabang Batang Setelah Cabang Pertama Ranting Daun Total W = - 0, ,20 D 66,5% 0,036 0,008 W = - 0, ,948 D + 0,154 H 80,7% 0,027 0,007 W = ,17 D ,50% 0,193 0,001 W = ,9 D 2.86 H ,60% 0,199 0,004 W = 23,9 D ,1% 0,113 0,000 W = 28,8 D 1.04 H ,3% 0,112 0,002 W = - 42, D 96,90% 15,270 0,000 W = - 32, D 1,84 H 96,50% 16,270 0,000 W = - 0, D 86,00% 10,976 0,001 W = - 13, D 7,69 H 93,50% 7,472 0,000 W = - 14, D 81,00% 9,606 0,001 W = - 10, D 2,08 H 81,30% 9,515 0,006 W = - 15, D 87,70% 4,807 0,000 W = 3.388,4 D 2.17 H ,3% 0,176 0,002 W = 0, ,8 D 93,7% 1,877 0,000 W = - 2, ,4 D + 0,741 H 97,1% 1,278 0,000 W = - 79, D 98,30% 25,619 0,000 W = - 67, D 3,16 H 98,10% 27,211 0,000 Keterangan : R-Sq(adj) = Koefisien determinasi P = Taraf nyata S = Simpangan baku Pada Tabel 35 disajikan model pendugaan untuk menduga kandungan biomassa dengan melihat hubungan antara diameter dan tinggi pohon. Pada model pertama digunakan untuk menduga hubungan antara biomassa dengan diameter sedangkan untuk model kedua digunakan untuk menduga hubungan antara biomassa dengan diameter dan tinggi pohon. Pada Tabel 35 dapat dilihat bahwa R-Sq(adj) berkisar antara 66,5%-98,3% dari kedua model persamaan, W = ad b memiliki koefisien determinasi adjustment (R-Sq(adj)) dengan kisaran 66,5%- 98,3%. Sedangkan persamaan W = a D b1 H b2 memiliki koefisien determinasi adjustment (R-Sq(adj)) yang lebih kecil yakni dengan kisaran 80,7%-98,1%. Dari Tabel 35 terlihat pula bahwa beberapa persamaan atau model tersebut diatas dapat diterima (P < 0,05) karena peubah bebasnya (tinggi dan diameter) memiliki pengaruh yang nyata terhadap perubahan biomassa.

66 Potensi Kandungan Karbon Tegakan Sengon Berdasarkan Kelas Diameter Tabel 36 Potensi Karbon Tegakan Sengon Kelas Diameter (cm) Diameter (m) Kerapatan (N/ha) Potensi (kg C/ha) , , , , , , , , , , , , , ,56 50-up 0, ,84 Pada Tabel 36 disajikan potensi karbon tegakan sengon berdasarkan kelas diameter. Dimana potensi karbon terbesar terdapat pada tegakan sengon dengan kelas diameter 50 cm keatas, hal ini dimungkinkan karena pada kelas diameter ini mempunyai diameter terbesar dan kandungan karbonnya sebesar ,84 kg C/ha. Sedangkan potensi karbon terendah terdapat pada tegakan sengon kelas diameter 5-10 cm, hal ini dimungkinkan karena pada kelas ini mempunyai diameter terkecil dan kandungan karbonnya sebesar 77,78 kg C/ha. Sehingga dapat dinyatakan bahwa potensi akan meningkat seiring dengan pertambahan kelas diameter. Namun pada kelas diameter cm mempunyai potensi karbon lebih besar daripada potensi karbon pada kelas diameter cm. Hal ini diduga pada kelas diameter telah dilakukan tindakan silvikultur yaitu kegiatan penjarangan. Gambar 16 Kandungan Zat Terbang, Abu dan Karbon Bagian Pohon pada Kelas Diameter 5 10 cm.

67 Pada histogram Gambar 16 ditunjukkan distribusi kandungan karbon pada berbagai bagian pohon (akar diameter < 5 cm dan diameter > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) pada kelas diameter 5-10 cm. Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa bagian batang memiliki kandungan karbon paling besar diantara bagian pohon yang lainnya yaitu sebesar 50,290%, sedangkan bagian pohon yang mempunyai kandungan karbon terkecil terdapat pada bagian daun yaitu sebesar 35,505%. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa kandungan karbon mengalami penurunan mulai dari batang, tunggak, cabang, batang setelah cabang pertama, akar diameter > 5 cm, akar diameter < 5 cm, ranting sampai daun. Kandungan total karbon semua bagian pohon dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 17 Kandungan Zat Terbang, Abu dan Karbon Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm. Pada histogram Gambar 17 ditunjukkan distribusi kandungan karbon pada berbagai bagian pohon (akar diameter < 5 cm dan diameter > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) pada kelas diameter cm. Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa bagian batang memiliki kandungan karbon paling besar diantara bagian pohon yang lainnya yaitu sebesar 45,215%, sedangkan bagian pohon yang mempunyai kandungan karbon terkecil terdapat pada bagian daun yaitu 37,180%. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa kandungan karbon mengalami penurunan mulai dari batang, tunggak, cabang, batang setelah cabang pertama, akar diameter > 5 cm, akar diameter < 5 cm, ranting sampai daun. Kandungan total karbon semua bagian pohon dapat dilihat pada Gambar 17.

68 Gambar 18 Kandungan Zat Terbang, Abu dan Karbon Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm. Pada histogram Gambar 18 ditunjukkan distribusi kandungan karbon pada berbagai bagian pohon (akar diameter < 5 cm dan diameter > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) pada kelas diameter cm. Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa bagian batang memiliki kandungan karbon paling besar diantara bagian pohon yang lainnya yaitu sebesar 50,404%, sedangkan bagian pohon yang mempunyai kandungan karbon terkecil terdapat pada bagian daun yaitu 36,666%. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa kandungan karbon mengalami penurunan mulai dari batang, tunggak, cabang, batang setelah cabang pertama, akar diameter > 5 cm, akar diameter < 5 cm, ranting sampai daun. Kandungan total karbon semua bagian pohon dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 19 Kandungan Zat Terbang, Abu dan Karbon Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm.

69 Pada histogram Gambar 19 ditunjukkan distribusi kandungan karbon pada berbagai bagian pohon (akar diameter < 5 cm dan diameter > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) pada kelas diameter cm. Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa bagian batang memiliki kandungan karbon paling besar diantara bagian pophon yang lainnya yaitu sebesar 46,736%, sedangkan bagian pohon yang mempunyai kandungan karbon terkecil terdapat pada bagian daun yaitu sebesar 35,193%. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa kandungan karbon mengalami penurunan mulai dari batang, tunggak, cabang, batang setelah cabang pertama, akar diameter > 5 cm, akar diameter < 5 cm, ranting sampai daun. Kandungan total karbon semua bagian pohon dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 20 Kandungan Karbon Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm. Pada histogram Gambar 20 ditunjukkan distribusi kandungan karbon pada berbagai bagian pohon (akar diameter < 5 cm dan diameter > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) pada kelas diameter cm. Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa bagian batang memiliki kandungan karbon paling besar diantara bagian pohon yang lainnya yaitu sebesar 43,955% sedangkan bagian pohon yang mempunyai kandungan karbon terkecil terdapat pada bagian daun yaitu sebesar 34,967%. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa kandungan karbon mengalami penurunan mulai dari batang, tunggak, cabang, batang setelah cabang pertama, akar diameter > 5 cm, akar diameter < 5 cm, ranting sampai daun. Kandungan total karbon semua bagian pohon dapat dilihat pada Gambar 20.

70 % 50,544 45,111 41,699 41,213 40,228 38,420 36,975 36,859 Gambar 21 Kandungan Karbon Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm. Pada histogram Gambar 21 ditunjukkan distribusi kandungan karbon pada berbagai bagian pohon (akar diameter < 5 cm dan diameter > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) pada kelas diameter cm. Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa bagian batang memiliki kandungan karbon paling besar diantara bagian pohon yang lainnya yaitu sebesar 45,949%, sedangkan bagian pohon yang mempunyai kandungan karbon terkecil terdapat pada bagian daun yaitu sebesar 35,327%. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa kandungan karbon mengalami penurunan mulai dari batang, tunggak, cabang, batang setelah cabang pertama, akar diameter > 5 cm, akar diameter < 5 cm, ranting sampai daun. Kandungan total karbon semua bagian pohon dapat dilihat pada Gambar ,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 % Zat Terbang % Abu % Karbon 0,000 b7 t7 c7 bsc7 a7 >5 a7 <5 r7 d7 Contoh Uji Gambar 22 Kandungan Zat Terbang, Abu dan Karbon Bagian Pohon pada Kelas Diameter cm.

71 Pada histogram Gambar 22 ditunjukkan distribusi kandungan karbon pada berbagai bagian pohon (akar diameter < 5 cm dan diameter > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) pada kelas diameter cm. Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa bagian batang memiliki kandungan karbon paling besar diantara bagian pophon yang lainnya yaitu sebesar 50,544%, sedangkan bagian pohon yang mempunyai kandungan karbon terkecil terdapat pada bagian daun yaitu sebesar 36,859%. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa kandungan karbon mengalami penurunan mulai dari batang, tunggak, cabang, batang setelah cabang pertama, akar diameter > 5 cm, akar diameter < 5 cm, ranting sampai daun. Kandungan total karbon semua bagian pohon dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 23 Kandungan Zat Terbang, Abu dan Karbon Bagian Pohon pada Kelas Diameter 50 cm Keatas. Pada histogram Gambar 23 ditunjukkan distribusi kandungan karbon pada berbagai bagian pohon (akar diameter < 5 cm dan diameter > 5 cm, tunggak, batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) pada kelas diameter 50 cm keatas. Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa bagian batang memiliki kandungan karbon paling besar diantara bagian pohon yang lainnya yaitu sebesar 45,780% sedangkan bagian pohon yang mempunyai kandungan karbon terkecil terdapat pada bagian daun yaitu sebesar 36,700%. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa kandungan karbon mengalami penurunan mulai dari batang, tunggak, cabang, batang setelah cabang pertama, akar diameter > 5 cm, akar diameter < 5 cm, ranting sampai daun. Kandungan total karbon semua bagian pohon dapat dilihat pada Gambar 23.

72 Model Pendugaan Karbon Berdasarkan Hubungan Dengan Diameter dan Tinggi Pohon Model yang digunakan untuk menduga kandungan karbon pada tiap bagian pohon sama seperti pada pendugaan biomassa yaitu menggunakan model : C = ad b dan C = a + bd untuk model hubungan kandungan karbon dengan diameter, sedangkan untuk menduga hubungan antara kandungan karbon dengan diameter dan tinggi pohon digunakan model: C = a D b1 H b2 dan C = a + b1d + b2h, dimana C adalah kandungan karbon dalam Kg C/ha, D adalah diameter pohon dalam meter, H adalah tinggi dalam meter. Sedangkan a dan b adalah konstanta. Tabel 37 Model Pendugaan Karbon Pohon Sengon Berdasarkan Hubungan Antara Diameter dan Tinggi Pohon Bagian Model linear R² (adj) S P Akar Ø < 5 cm Akar Ø > 5 cm Tunggak Batang Cabang Batang Setelah Cabang pertama Ranting Daun Total C = - 0, ,09 D + 0,281 H 82,40% 0,054 0,006 C = 10,9 D ,00% 0,398 0,001 C = - 0, ,9 D 92,20% 0,123 0,000 C = 43,65 D 4.84 H ,20% 0,151 0,000 C = 11,2 D ,0% 0,274 0,001 C = 30,2 D 1.93 H ,9% 0,017 0,000 C = 223,8 D ,0% 0,172 0,000 C = 24,5 D 1.95 H ,4% 0,047 0,000 C = 1.698,2 D ,2% 0,083 0,000 C = 43,65 D 2.11 H ,9% 0,023 0,000 C = 512,8 D ,9% 0,281 0,002 C = 38,9 D 2.16 H ,9% 0,086 0,000 C = 512,8 log D ,1% 0,111 0,000 C = 128,8 D 2.36 H ,7% 0,091 0,000 C = - 0, ,9 D 94,7% 0,629 0,000 C = - 0, ,13 D + 0,223 H 96,8% 0,490 0,000 C = 1.445,4 D ,9% 0,083 0,000 C = 69,1 D 2.14 H ,3% 0,066 0,000 Keterangan : R-Sq(adj) = Koefisien determinasi P = Taraf nyata S = Simpangan baku Pada Tabel 37 disajikan model pendugaan untuk menduga kandungan karbon dengan melihat hubungan antara diameter dan tinggi pohon. Pada model pertama digunakan untuk menduga hubungan antara karbon dengan diameter sedangkan untuk model kedua digunakan untuk menduga hubungan antara karbon dengan diameter dan tinggi pohon. Pada Tabel 37 dapat dilihat bahwa R-Sq(adj)

73 berkisar antara 77,9%-99,9%. Dari kedua model persamaan, C = ad b memiliki koefisien determinasi adjustment (R-Sq(adj)) dengan kisaran 77,9%-98,9%. Sedangkan persamaan C = a D b1 H b2 memiliki koefisien determinasi adjustment (R-Sq(adj)) yang lebih kecil yakni dengan kisaran 83,0%-99,9%. Dari Tabel 37 terlihat pula bahwa beberapa persamaan atau model tersebut diatas dapat diterima (P < 0,05) karena peubah bebasnya (tinggi dan diameter ) memiliki pengaruh yang nyata terhadap perubahan karbon. 5.2 Pembahasan Potensi Tegakan Sengon Besarnya volume tegakan pada areal yang diteliti digunakan sebagai dasar penentuan potensi tegakan. Besar kecilnya potensi tegakan dipengaruhi oleh diameter dan tinggi. Sedangkan volume kayu erat kaitannya dengan diameter pohon, semakin besar diameter pohon akan mempunyai volume yang semakin besar pula. Potensi tegakan sengon dapat dilihat pada Tabel 33, berdasarkan hasil pengukuran sengon menunjukkan bahwa potensi tegakan bertambah seiring dengan bertambahnya umur tegakan. Potensi tegakan terbesar terdapat pada kelas diameter 50 cm keatas yaitu sebesar 140,005 m 3 /ha. Sedangkan potensi terendah terdapat pada kelas diameter 5-10 cm yaitu sebesar 8,310 m 3 /ha. Hal ini disebabkan perbedaan diameter pada tiap-tiap pohon contoh, sehingga dapat dimungkinkan semakin besar diameter suatu pohon maka akan semakin besar pula potensinya. Kerapatan tegakan pada hutan rakyat sengon sangat dipengaruhi oleh diameter tegakan. Semakin besar diameter tegakan maka kerapatan pohon semakin kecil. Namun pada kelas diameter cm mempunyai potensi lebih besar daripada potensi pada kelas diameter cm. Hal ini diduga pada kelas diameter telah dilakukan tindakan silvikultur yaitu kegiatan penjarangan Potensi Kandungan Biomassa pada Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) Pengukuran biomassa vegetasi dapat memberikan informasi tentang nutrisi dan persediaaan karbon dalam vegatasi secara keseluruhan, atau jumlah bagian- bagian tertentu seperti kayu yang diekstraksi. Mengukur biomassa vegetasi pohon tidaklah mudah, khususnya pada hutan campuran dan tegakan tidak seumur

74 (Hairiah et al. 1999). Pada penelitian ini, penentuan biomassa dilakukan dengan mengukur berat kering oven dari beberapa bagian pohon baik yang berada di atas permukaan tanah(batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) dan di bawah permukaan tanah (akar). Perhitungan biomassa diatas permukaan tanah (batang, cabang, batang setelah cabang pertama, ranting dan daun) dan dibawah permukaan tanah (akar). Dilakukan secara langsung dengan mengukur berat segar dari komponen-komponen yang berbeda, kemudian dihitung berat kering oven sampel yang dilakukan dilaboratorium. Pada Tabel 34 disajikan potensi biomassa tegakan sengon berdasarkan kelas diameter. Dimana potensi biomassa terbesar terdapat pada tegakan sengon dengan kelas diameter 50 cm keatas. Hal ini dimungkinkan karena pada kelas diameter ini mempunyai diameter terbesar dan kandungan biomassanya sebesar ,75 kg/ha. Sedangkan potensi terendah terdapat pada tegakan sengon kelas diameter 5-10 cm, hal ini dimungkinkan karena pada kelas ini mempunyai diameter terkecil dan kandungan biomassanya sebesar 192,88 kg/ha. Namun pada kelas diameter cm mempunyai potensi biomassa lebih besar daripada potensi biomasssa pada kelas diameter cm. Hal ini diduga pada kelas diameter telah dilakukan tindakan silvikultur yaitu kegiatan penjarangan. Keadaan ini disebabkan karena seiring bertambahnya umur tegakan maka diameter tegakan akan bertambah pula. Besarnya total biomassa juga dipengaruhi oleh banyaknya daun. Keadaan ini menggambarkan bahwa pertambahan biomassa akan seiring dengan bertambahnya diameter. Selain itu pertambahan biomassa berhubungan erat dengan pertambahan diameter karena pertumbuhan melakukan fotosíntesis. Variasi besarnya biomassa terjadi karena perbedaan ukuran diameter tegakan. Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa biomassa terbesar terdapat pada bagian batang pohon. Hal ini karena hasil fotosintesis tanaman umumnya disimpan pada bagian batang sehingga bahan-bahan organik yang terkandung dalam batang pohon lebih besar dibanding dengan bagian pohon yang lainnya. Proses fotosíntesis menghasilkan bahan makanan bagi tumbuhan. Bahan makanan ini diperlukan tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang. Proses ini berlangsung di daun, yang mana besarnya cahaya yang dapat di absorpsi oleh daun tergantung luas permukaannya.

75 Kandungan biomassa paling rendah dimiliki oleh bagian ranting karena ranting adalah bagian terkecil pada pohon yang berguna sebagai jalur transportasi hasil fotosíntesis ke bagian lain (cabang dan batang). Hal ini sepadan menurut Whitten dan plaskett (1981), dimana biomassa disusun terutama oleh senyawa karbohidrat yang terdiri dari elemen karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) yang dihasilkan dari proses fotosíntesis tanaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi biomassa tegakan hutan adalah umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan (Lugo dan snedaker 1974, dalam kusmana 1993) faktor iklim, seperti curah hujan dan suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon (kusmana 1993). Suhu tersebut berdampak pada proses biologi dalam pengambilan karbon oleh tanaman dan penggunaan karbon dalam aktivitas decomposer. Menurut Satoo dan Madgwick 1982 dalam Sumanti (2003) juga menyebutkan bahwa suhu dan curah hujan merupakan faktor-faktor iklim yang berpengaruh sangat penting terhadap biomassa. Selain suhu dan curah hujan yang mempengaruhi besarnya biomassa, parameter umur dan kerapatan tegakan, komposisi dan struktur tegakan serta ulaitas tempat tumbuh juga mempengaruhi besarnya biomassa. Model persamaan yang digunakan untuk menduga hubungan biomassa dengan diameter, biomassa dengan diameter dan tinggi dapat dilihat pada Tabel 35. Berdasarkan hasil pengukuran berat kering contoh diperoleh bahwa untuk menduga hubungan antara biomassa dengan peubah bebas (diameter dan tinggi), berdasarkan hasil uji statistik, model pendugaan kadungan biomassa yang digunakan adalah W = ad b dan W = a D b1 H b2. Kedua model ini adalah model terbaik. Untuk model pendugaan bagian akar diameter < 5 cm adalah W = - 0, ,948 D + 0,154 H, akar diameter > 5 cm adalah W = ,17 D 3.24, tunggak adalah W = 28,8 D 1.04 H 0.187, batang adalah W = - 42, D, cabang adalah W = - 13, D 7,69 H, batang setelah cabang pertama adalah W = - 10, D 2,08 H, ranting adalah W = - 15, D, daun adalah W = - 2, ,4 D + 0,741 H dan model seluruh bagian pohon contoh adalah W = - 79, D. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi adjustment (R-Sq(adj)) yang tinggi dan nilai P < 0,05 yang berarti bahwa peubah bebasnya dapat

76 dikatakan berpengaruh nyata terhadap perubahan kandungan biomassa pada taraf nyata 5%. Untuk kelayakan model adalah dengan membandingkan nilai koefisien deteminasi adjustment (R-Sq(adj)). Diantara model W = ad b menunjukkan keeratan hubungan biomassa dengan peubah bebas diameter yang lebih baik dibandingkan dengan model W = a D b1 H b2. Berdasarkan nilai (R-Sq (adj)) tersebut pula menunjukkan bahawa perbedaan atau selisih antara kedua model tidak terlalu jauh (98.3% dengan 98.1%). Dengan demikian model yang terbaik yang dapat diterapkan adalah W = ad b, karena meskipun ada penambahan peubah bebas tinggi, namun kenaikan nilai koefisien deteminasi adjustment (R-Sq(adj)) sangat sedikit Potensi Kandungan Karbon pada Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) Kayu adalah suatu karbohidrat yang tersusun terutama atas karbon, hidrogen dan oksigen, karbon merupakan elemen yang dominan tas berat dan kayu mengandung senyawa anorganik yang tetap tinggal setelah terjadi pambakaran pada suhu tinggi dan kondisi oksigen yang melimpah; residu semacam ini dikenal sebagai abu. Abu dapat ditelusuri karena adanya senyawa yang tidak terbakar yang mengandung unsur-unsur seperti kalsium, magnesium, mangan, dan silikon. (Haygreen dan Bowyer 1982). Pada Tabel 36 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan potensi karbon pada tegakan sengon mulai dari kelas diameter 5-10 cm sampai dengan kelas diameter 50 cm keatas. Potensi kandungan karbon pada tegakan sengon terkait pula dengan potensi biomassanya. Potensi biomassa akan mempengaruhi potensi karbon, karena karbon yang diserap oleh daun akan diubah menjadi bahan organik yang tersimpan dalam biomassa. Karbon yang terkandung dalam tegakan sengon akan didistribusikan pada bagian-bagian pohon sengon seperti pada akar, tunggak, batang, cabang, ranting dan daun. Kandungan karbon pada tiap tingkat pertumbuhan bervariasi. Variasi terjadi karena adanya perbedaan ukuran diameter. Kandungan karbon total pada diameter 50 cm keatas lebih besar dibandingkan dengan kandungan karbon diameter lainnya. Besarnya kandungan karbon yang terdapat pada pohon 50 keatas dipengaruhi oleh biomassa tegakannya yang juga mempunyai nilai terbesar.

77 Kandungan karbon tegakan meningkat seiring pertambahan umur dan diameter. Terjadinya peningkatan potensi karbon disebabkan oleh adanya pertambahan biomassa seiring pertambahan diameter pohon. Besarnya potensi kandungan karbon pada bagian batang erat kaitannya dengan tingginya biomassa bagian batang jika dibandingkan dengan bagian pohon yang lainnya. Kandungan karbon meningkat cepat seiring bertambahnya diameter dan umur pohon. Peningkatan ini seiring dengan besarnya biomassa tegakan yang berarti secara tidak langsung semua faktor yang mempengaruhi biomassa akan berpengaruh pula terhadap simpanan karbon. Semakin besar biomassa tegakan maka kandungan karbon akan semakin besar pula. Sehingga hubungan antara besarnya karbon dengan biomassa berbanding positif. Besarnya kandungan karbon pada batang dipengaruhi oleh besarnya kandungan biomassa yang terdapat pada batang. Begitupun dengan bagian yang lainnya( akar, cabang, ranting dan ranting), secara garis besar kandungan karbon dipengaruhi oleh besarnya kandungan biomassanya. Batang pohon sengon memiliki proporsi karbon lebih besar daripada bagian pohon yang lainnya. Karena batang pohon adalah komponen dimana kayu 97%- 99% merupakan polimer alami. Dari jumlah itu, sebesar 65% 75% adalah polisakarida seperti selulosa dan hemiselulosa sedangkan komponen lainnya adalah lignin dan zat ekstraktif (Achmadi 1990). Hal ini juga dipertegas oleh Haygreen & Bowyer (1982) yang menjelaskan bahwa karbon merupakan unsur yang mempunyai porsi terbesar di dalam kayu jika dibandingkan dengan unsur lain. Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanah serta cara pengelolaannya. Potensi kandungan karbon dapat dilihat dari besarnya biomassa tegakan yang ada. Besarnya kandungan karbon tiap bagian pohon dipengaruhi oleh kandungan biomassa vegetasinya karena besarnya kandungan karbon diduga dari biomassanya. Oleh karena itu setiap peningkatan terhadap biomassa akan diikuti oleh peningkatan karbon, hal ini berarti menunjukkan hubungan antara besarnya biomassa akan berpengaruh juga

78 terhadap karbon. Besarnya potensi karbon yang dikonversi dari biomassa sangat dipengaruhi oleh besarnya diameter pohon. Penyusunan model penduga kandungan karbon pohon bertujuan untuk memudahkan pendugaan kandungan karbon secara langsung di lapangan, dengan menggunakan parameter-parameter yang dengan mudah dapat diperoleh di lapangan seperti diameter dan tinggi. Model yang dibuat hanya berlaku untuk pohon. Model penduga kandungan karbon pohon dilakukan dengan menggunakan analisis regresi sederhana, dimana karbon sebagai peubah tak bebas diduga nilainya dengan menggunakan model yang menggunakan diameter dan tinggi sebagai peubah bebasnya. Sebelum tahapan penyusunan model penduga karbon, dilakukan análisis mengenai hubungan antara diameter dan tinggi dengan menggunakan koefisien korelasi, analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keeratan hubungan antara diameter dan tinggi pohon. Model persamaan yang digunakan untuk menduga hubungan karbon dengan diameter, karbon dengan diameter dan tinggi dapat dilihat pada Tabel 37. Sama halnya dengan model yang menghubungkan antara biomassa dengan diameter dan tinggi, berdasarkan hasil pengukuran berat kering contoh diperoleh bahwa untuk menduga hubungan antara karbon dengan peubah bebas (diameter dan tinggi). Berdasarkan hasil uji statistik, model pendugaan kandungan karbon dalam sengon digunakan adalah C = ad b dan C = a D b1 H b2. Kedua model ini adalah model terbaik. Model yang terpilih untuk bagian akar diameter < 5 cm adalah C = 10,9 D 1.94, model akar diameter > 5 cm adalah C = 43,65 D 4.84 H- 2.53, model tunggak adalah C = 30,2 D 1.93 H 1.07, model batang adalah C = 24,5 D 1.95 H 1.19, model cabang adalah C = 43,65 D 2.11 H 0.94, model batang setelah cabang pertama adalah C = 38,9 D 2.16 H 1.13, model ranting adalah C = 128,8 D 2.36 H 0.827, daun adalah C = - 0, ,13 D + 0,223 H dan model keseluruhan bagian pohon adalah C = 69,1 D 2.14 H 0.783, Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi adjustment (R- Sq(adj)) yang tinggi dan nilai P < 0,05 yang berarti bahwa peubah bebasnya dapat dikatakan berpengaruh nyata terhadap perubahan kandungan karbon pada taraf nyata 5 %. Untuk kelayakan model adalah dengan membandingkan nilai koefisien deteminasi adjustment (R-Sq(adj)). Diantara model C = ad b menunjukkan

79 keeratan hubungan biomassa dengan peubah bebas diameter yang lebih baik dibandingkan dengan model C = a D b1 H b2. Berdasarkan nilai (R-Sq (adj)) tersebut pula menunjukkan bahwa perbedaan atau selisih antara kedua model tidak terlalu jauh (98,9% dengan 99,3%). Dengan demikian model yang terbaik yang dapat diterapkan adalah C = ad b, karena meskipun ada penambahan peubah bebas tinggi, namun kenaikan nilai koefisien deteminasi adjustment (R-Sq(adj)) sangat sedikit. Berdasarkan hasil analisis data tersebut hanya dengan mengukur diameter dan tinggi sudah dapat menduga kandungan karbon pada tegakan sengon dan dapat diaplikasikan di lapangan.

80 6.1 Kesimpulan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 1. Potensi tegakan sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen ) terbesar terdapat pada kelas diameter 50 cm keatas yaitu sebesar 140,005 m 3 /ha dan potensi terendah terdapat pada kelas diameter 5-10 cm yaitu sebesar 8,310 m 3 /ha. 2. Potensi kandungan karbon pohon pada tegakan sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen ) yang paling tinggi terdapat pada kelas diameter 50 keatas yaitu sebesar 34,379 ton C/ha dan yang paling rendah terdapat pada kelas diameter 5-10 cm yaitu 0,078 ton C/ha. 3. Persentase kandungan karbon pada bagian-bagian tegakan sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen ) yang tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 47,299 %, Sedangkan terendah terdapat pada bagian daun yaitu sebesar 36,119 %. 4. Model pendugaan karbon yang terpilih berdasarkan diameter bagian akar 6.2 Saran diameter < 5 cm adalah C = 10,9 D 1,94, akar diameter > 5 cm adalah C = 43,65 D 4,84 H -2,53, tunggak adalah C = 30,2 D 1,93 H 1,07, batang adalah C = 24,5 D 1,95 H 1,19, cabang C = 43,65 D 2,11 H 0,94, batang setelah cabang pertama adalah C = 38,9 D 2,16 H 1,13,ranting adalah C = 1.445,4 D 2,82, daun adalah C = - 0,446 + D 10 dan seluruh bagian pohon adalah C = 69,1 D 2.14 H Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah penambahan jumlah pohon contoh pada masing-masing kelas diameter agar pengukuran kandungan kadar karbon pada tegakan dapat lebih representatif dan dilakukan pengukuran pada jenis-jenis lainnya.

81 DAFTAR PUSTAKA Achmadi SS Diktat kimia kayu. Bogor : Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Anonim Potensi Hutan Rakyat Indonesia Kerjasama antara Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan, Departemen Kehutanan dengan Direktorat Statistik Pertanian, Badan Pusat Statistik. Jakarta. [ASTM] American Society For Testing Material. 1990a. ASTM D Standard Test Method for Total Ash Content of Actived Carbon. Philadelphia. [ASTM] American Society For Testing Material. 1990b. ASTM D Standard Test Method for Volatile Matter Content of Activated Carbon. Philadelphia. Atmosuseno, BS Budi Daya, Kegunaan dan Prospek Sengon. Jakarta : Penebar Swadaya. Broto, H Model Pendugaan Volume Pohon Pada Tegakan Hutan Rakyat [skripsi]. Bogor. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor Brown, S Estimates Biomass And Biomass Change of Tropical Forest,USA : FAO Forestry Paper no Brown S, Gillespie AJR, Lugo AE Biomass Estimation Methods for Tropical Forest with Application to Forest Inventory Data. Forest Science 35: Society of American Foresters. Budiyanto, R Kadar Karbon Pohon Sengon Pada Berbagai Bagian Dari Diameter Pohon [skripsi]. Bogor. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Chapman, SB Production Ecology and Nutrient Budget, in Chapman, S. B. (eds).methods In Plant Ecology.Second Edition Oxpord: Blackwell Scientific Publisher. Departemen Kehutanan Undang-Undang No. 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Hairiah K dan Rahayu S Pengukuran karbon tersimpan diberbagai macam penggunaan lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p.

82 Hardjanto Beberapa Ciri Pengusahaan Hutan Rakyat di Jawa. Dalam Suharjito (penyunting). Hutan Rakyat di Jawa Perannya dalam Perekonomian Desa. Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM) hlm Bogor. Hasan I Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta : PT Bumi Aksara. Haygreen JG, Bowyer JL Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. Hadikusumo SA. Penerjemah; Prawirohatmodjo S, Editor. Yogyakaryta: Gadjah Mada. Kusmana C A Study on Mangrove Forest Management Base on Ecological Data in East Sumatera, Indonesia[Disertation]. Japan: Kyoto University, Faculty of Agricultural. Kusmana C dan Istomo Penuntun praktikum ekologi hutan. Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Martawijaya A, I Kartasujana, K Kadir, SA Prawira Atlas kayu indonesia. Jilid II. Badan penelitian dan pengembangan kehutanan. Bogor. Miliawati A Model Dan Skenario Pengelolaan Hutan Sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) Skala Kecil [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Murdiyarso D, Hairiah K, Iskandar H Carbon suquestation and sustainable lively hoods a workshop synthesis. Bogor: CIFOR. Murdiyarso D Protocol Kyoto, Implikasinya Bagi Negara Berkembang. Jakarta: Penerbit Kompas. Onrizal Model Penduga Biomassa Dan Karbon Tegakan Kerangas : Kasus di Taman Nasional Danau Sentarum Kalimantan Barat [Tesis]. Bogor: Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Pribadi, S Kontribusi Hutan Rakyat Dalam Penyediaan Bahan Baku Industri Pengelolaan Kayu Rakyat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Salim E Indonesia usulkan REDD. [1 september 2008]

83 Stewart J. L, Dunsdon A. J, Hellin J. J and Hughes C.E Wood biomass estimation of central american dry zone species. Tropical Forestry Paper No.26. oxford forestry institute. USA. Sumanti, P Potensi Simpanan Karbon di Atas Permukaan Tanag Pada Hutan Tanaman Pinus merkusii Jungh. Et De Vierse Di KPH Lawu DS, Perum Perhutani [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Tsoumis, G Science and Technology Of Wood (Structure, Properties, Utilization). Van Nostrand Reinhold. New York. Van Noordwijk M, Mulia R, Hairiah K Estimasi biomassa tajuk dan akar pohon dalam sistem agroforestri : analisis cabang fungsional (FBA) untuk membuat persamaan alometrik pohon. Bahan ajar 8. world agroforestri centre.(in press). Walpole RE Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Jakarta : PT Gramedia Whitten AJ dan Plaskett The Ecological of Sumatra. Gadjah Mada University Press.

84 LAMPIRAN

85 Lampiran 1. Kegiatan ITSP a) Kondisi tajuk tegakan sengon b) kondisi tegakan sengon c ) pengukuran diameter pohon d) pengukuran diameter pohon e) pengukuran tinggi pohon

86 lampiran 2. Kegiatan penebangan pohon a) Penebangan tegakan sengon b) tegakan sengon rebah c) pengambilan contoh uji d) pembagian batang e) pemisahan cabang pohon f) pemisahan ranting pohon

87 lampiran 3. Pengukuran berat basah dan penggalian akar pohon a) penimbangan daun sengon b) penimbangan ranting pohon c) penimbangan cabang pohon d) penggalian akar pohon e) pengukuran diameter aka f) penimbangan akar pohon

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di areal KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2008 di petak 37 f RPH Maribaya, BKPH Parungpanjang, KPH Bogor. Dan selanjutnya pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di areal hutan alam IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari Januari sampai April 2010, dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : a. pengambilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kering tanur (BKT). Hasil perhitungan kadar air pohon jati disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013. 30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Hutan Indonesia dan Potensi Simpanan Karbonnya Saat ini, kondisi hutan alam tropis di Indonesia sangat mengkhawatirkan yang disebabkan oleh adanya laju kerusakan yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan merupakan unsur terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi, karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hutan juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, Hutan adalah suatu

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya 1 I. PENDAHULUAN Pemanasan global yang terjadi saat ini merupakan fenomena alam meningkatnya suhu permukaan bumi. Dampak yang dapat ditimbulkan dari pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Hutan Dan Reklamasi Hutan 2.2 Sengon ( Paraserianthes falcataria L Nielsen)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Hutan Dan Reklamasi Hutan 2.2 Sengon ( Paraserianthes falcataria L Nielsen) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Hutan Dan Reklamasi Hutan Hutan didefinisikan menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat.

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat. BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan mangrove di hutan alam Batu Ampar Kalimantan Barat. Pengambilan data di lapangan dilaksanakan dari bulan Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi dan lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik pada masa kini maupun pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2017. Lokasi penelitian bertempat di Kawasan Perlindungan Setempat RPH Wagir BKPH Kepanjen KPH Malang.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 di Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK

POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK SKRIPSI Tandana Sakono Bintang 071201036/Manajemen Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kayu Dalam proses pertumbuhannya tumbuhan memerlukan air yang berfungsi sebagai proses pengangkutan hara dan mineral ke seluruh bagian tubuh tumbuhan. Kadar air

Lebih terperinci

Model Persamaan Massa Karbon Akar Pohon dan Root-Shoot Ratio Massa Karbon Equation Models of Tree Root Carbon Mass and Root-Shoot Carbon Mass Ratio

Model Persamaan Massa Karbon Akar Pohon dan Root-Shoot Ratio Massa Karbon Equation Models of Tree Root Carbon Mass and Root-Shoot Carbon Mass Ratio Model Persamaan Massa Karbon Akar Pohon dan Root-Shoot Ratio Massa Karbon Equation Models of Tree Root Carbon Mass and Root-Shoot Carbon Mass Ratio Elias 1 *, Nyoman Jaya Wistara 2, Miranti Dewi 1, dan

Lebih terperinci

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH IFA SARI MARYANI

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH IFA SARI MARYANI DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH (Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau) IFA SARI MARYANI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan April tahun 2011 di lahan gambut yang terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kadar CO 2 di atmosfir yang tidak terkendali jumlahnya menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut disebabkan oleh adanya gas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.

Lebih terperinci

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di anak petak 70c, RPH Panggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gas Rumah Kaca (GRK) Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan milik petani yang mempunyai tanaman jati pada hutan rakyat di Desa Karanglayung, Desa Babakan Asem dan Desa Conggeang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa TINJAUAN PUSTAKA Produksi Biomassa dan Karbon Tanaman selama masa hidupnya membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci

POTENSI SIMPANAN KARBON PADA HUTAN TANAMAN MANGIUM (Acacia mangium WILLD.) DI KPH CIANJUR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

POTENSI SIMPANAN KARBON PADA HUTAN TANAMAN MANGIUM (Acacia mangium WILLD.) DI KPH CIANJUR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, Desember 2011, hlm. 143-148 ISSN 0853 4217 Vol. 16 No.3 POTENSI SIMPANAN KARBON PADA HUTAN TANAMAN MANGIUM (Acacia mangium WILLD.) DI KPH CIANJUR PERUM PERHUTANI UNIT III

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial dan budaya kepada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanasan Global Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Perubahan iklim global

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. B. Alat dan Objek Alat yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kayu Pohon sebagai tumbuhan membutuhkan air untuk proses metabolisme. Air diserap oleh akar bersama unsur hara yang dibutuhkan. Air yang dikandung dalam kayu

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2011, bertempat di Seksi Wilayah Konservasi II Ambulu, Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Kecamatan

Lebih terperinci

KADAR AIR TITIK JENUH SERAT BEBERAPA JENIS KAYU PERDAGANGAN INDONESIA ARIF RAKHMAN HARIJADI

KADAR AIR TITIK JENUH SERAT BEBERAPA JENIS KAYU PERDAGANGAN INDONESIA ARIF RAKHMAN HARIJADI KADAR AIR TITIK JENUH SERAT BEBERAPA JENIS KAYU PERDAGANGAN INDONESIA ARIF RAKHMAN HARIJADI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 KADAR AIR TITIK JENUH SERAT BEBERAPA

Lebih terperinci

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA Oleh : AUFA IMILIYANA (1508100020) Dosen Pembimbing: Mukhammad Muryono, S.Si.,M.Si. Drs. Hery Purnobasuki,

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 16 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di lahan pertanaman karet Bojong Datar Banten perkebunan PTPN VIII Kabupaten Pandeglang Banten yang dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan di areal hutan tanaman rawa gambut HPHTI PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Wilayah Kabupaten Pelalawan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELlTlAN

METODOLOGI PENELlTlAN METODOLOGI PENELlTlAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma, Unit Seruyan Kalimantan Tengah. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap kegiatan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA DAN PENDUGAAN SIMPANAN KARBON RAWA NIPAH (Nypa fruticans)

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA DAN PENDUGAAN SIMPANAN KARBON RAWA NIPAH (Nypa fruticans) MODEL ALOMETRIK BIOMASSA DAN PENDUGAAN SIMPANAN KARBON RAWA NIPAH (Nypa fruticans) SKRIPSI OLEH: CICI IRMAYENI 061202012 / BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global mengakibatkan terjadinya perubahan iklim. Menurut Sedjo dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan iklim, upaya yang

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang penting untuk kehidupan manusia karena hutan memiliki fungsi sosial, ekonomi dan lingkungan. Fungsi lingkungan dari hutan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses meningkatnya suhu

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

The Estimation of Carbon Stock Potential on Merkus Pine (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) in KPH Cianjur, Perum Perhutani III West Java and Banten

The Estimation of Carbon Stock Potential on Merkus Pine (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) in KPH Cianjur, Perum Perhutani III West Java and Banten JURNAL SILVIKULTUR TROPIKA 96 Bambang Hero Saharjo et al. Vol. 03 No. 01 Agustus 2011, Hal. 96 100 ISSN: 2086-8227 Pendugaan Potensi Simpanan Karbon Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh. Et de Vriese)

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) ARIEF KURNIAWAN NASUTION DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilakukan pada bulan Januari hingga Februari 2011 di beberapa penutupan lahan di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur (Gambar 1). Pengolahan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA i PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 i PENGARUH PERENDAMAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988), hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon yang mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan,

I. PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan, namun kerusakan hutan di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Salah satu yang mengakibatkan

Lebih terperinci

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN ADI BUDI YULIANTO F14104065 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT PENENTUAN HUBUNGAN TINGGI BEBAS CABANG DENGAN DIAMETER POHON MERANTI PUTIH (Shorea bracteolata Dyer) DI AREAL HPH PT. AYA YAYANG INDONESIA, TABALONG, KALIMANTAN SELATAN Oleh/by EDILA YUDIA PURNAMA 1) ;

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambangan batubara menjadi salah satu gangguan antropogenik terhadap ekosistem hutan tropis yang dapat berakibat terhadap degradasi dan kerusakan lahan secara drastis.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi 16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan

Lebih terperinci