TINJAUAN PUSTAKA. Sistem Pengadaan benih. Benih adalah produk hari ini dan janji hari esok (Sadjad, 1993). Komposisi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Sistem Pengadaan benih. Benih adalah produk hari ini dan janji hari esok (Sadjad, 1993). Komposisi"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pengadaan benih Sistem Pengadaan Benih Secara LokaVTradisionaUNonformal Benih adalah produk hari ini dan janji hari esok (Sadjad, 1993). Komposisi genetik benih akan sangat menentukan nilai ekonomi dari tanaman tersebut. Menurut Louwaars and Marrewijk (1997), terdapat beberapa keunggulan genetik yang sangat penting bagi petani adalah : a). nilai produksi, diantaranya potensi dan stabilitas hasil. Stabilitas hasil menyangkut toleransi tanaman terhadap cekaman biotik maupun abiotik yang umumnya terdapat pada daerah marjinal seperti kekeringan, banjir, angin, hama penyakit, dan gulma. b).nilai komsumsi, diantaranya bentuk, rasa, wama dan kesesuaiannya dengan berbagai cara pengolahan. c).nilai ekonomi seperti umur panen, ketahanan terhadap penyimpanan dan panjangnya periode panen. Dalam pemilihan benih yang akan digunakan, petani berusaha menyeimbangkan nilai-nilai tersebut di atas. Benih yang dapat menghindarkan dari berbagai resiko merupakan pertimbangan utama dari sebagian besar petani. Pengadaan benih secara nonformal dapat bersumber dari lahan petani sendiri maupun lahan milik petani lainnya. Menurut Louwaars (1996), petani menggunakan benih yang berasal dari lahan milik petani lainnya berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu: jika pertanaman petani lainnya menunjukkan penampakan genetik yang menjanjikan atau dihasilkan benih dengan kualitas yang baik, jika petani secara

2 teknis tidak mampu untuk menghasilkan benih karena kegagalan pertanaman atau karena keterbatasan penyimpanan. Sumber benih yang berasal dari luar lahan petani dapat berasal dari teman, tetangga ataupun berasal dari petani lokal yang telah dikenal oleh masyarakat setempat sebagai penyalur benih yang bermutu baik (Wardell, 1993). Secara nonformal juga dapat tercipta pasar benih lokal yang mempunyai kelemahan karena pada umumnya sumber benih tidak diketahui dan kualitasnya sangat bervariasi yang disebabkan terutama oleh kondisi penyimpanan dan kemasan yang tidak memenuhi syarat. Pengadaan benih secara nonfonnal pada jenis tanaman yang produk untuk benih sama dengan produk untuk konsumsi biasanya dilakukan dengan menyimpan sebagian dari hasil panen atau harm mengambil dari sumber Lain jika petani lebih memilih produk mereka untuk konsumsi. Menurut Louwaars (1997), terdapat beberapa cara petani dalam menyeleksi benih yaitu: a). mengusahakan produksi benih secara terpisah dengan pertanaman untuk konsumsi dan dilakukan roguing selama musim tanam; b). melakukan seleksi pada pertanaman produksi dan dilakukan seleksi sepanjang musim tanam; c). seleksi dilakukan pada pertanaman produksi pada saat menjelang panen ; d). seleksi dilakukan setelah panen, sehingga seleksi terbatas hanya pada karakteristik benih dan e). pengambilan secara acak dari hasil panen. Seleksi yang dilakukan dengan cara a, b, c dan d secara normal kemungkinan tidak akan mempengaruhi potensial hasil tetapi dapat secara nyata berpengaruh terhadap stabilitas hasil karena tingkat heterogenitas y ang tinggi.

3 Penyimpanan benih merupakan masalah serius pada sistem pengadaan benih nonformal. Pada umumnya petani menyimpan benih di dapur dengan harapan asap dari dapur dapat mencegah gangguan hama dan kemungkinan dapat mengatur kelembaban udara di sekitarnya. Sistem Pengadaan Benih Formal Sistem pengadaan benih secara formal adalah sistem yang memproduksi benih bersertifikat dan memenuhi standar mutu benih yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pemulia tanaman yang menghasilkan varietas, merupakan mata rantai yang sangat penting &lam sistem pengadaan benih secara formal. Kegiatan pemuliaan terdiri atas tiga kegiatan utama yaitu pemuliaan tanaman, pelepasan varietas dan menjaga identitas dan kemumian varietas (Anonim, 1996). Varietas yang seragam merupakan hasil dan tujuan dari pemuliaan tanaman yang modem. Penanganan benih merupakan suatu rangkaiaan kegiatan yang dimulai dari pemulia tanaman yang menghasilkan varietas dan akhirnya sampai kepada petani sebagai konsumen benih varietas tersebut. Pemuliaan tanaman yang baik tidak akan mencapai hasil yang maksimum tanpa tersedianya fasilitas penanganan benih yang memadai mulai dari prosesing benih sampai pada kontrol kualitas.varietas unggul yang dihasilkan oleh pemulia tanaman akan sia-sia tanpa kerjasama yang baik dengan teknolog benih agar dihasilkan benih yang bersifat komersial dan sesuai dengan standar mutu yang diharapkan. Sektor pengadaan benih secara formal sangat dipengaruhi oleh berbagai macam kebijakan mulai di lapang, pemasaran sampai pada legislasi. Sejak awal Pelita I pemerintah telah menerapkan Sistem Pengadaan Benih terhadap komoditas

4 padi yang dilakukan untuk program swasembada beras. Program ini didukung oleh berbagai program bantuan seperti subsidi, kredit, sampai bantuan murni kepada petani. Keberhasilan sistem perbenihan tersebut ditunjukkan dengan hasil yang nyata yaitu bergesernya pemakai benih padi jenis lokal hasil produksi sendiri (saved seed) ke produksi benih komersial varietas unggul nasional, dan me - ningkatnya produsen benih padi swasta khususnya di Pulau Jawa dan Bali yang telah menyumbang hampir 20 sampai 30 persen produksi benih nasional. Namun demikian, walaupun tejadi peningkatan pemakaian benih unggul bermutu tetapi sebagian besar petani masih menggunakan benih hasil produksi sendiri. Menurut data dari BPSB, penggunaan benih padi bersertifikat sampai pada tahun 1996 hanya mencapai 24% atau sekitar ton (Rachrnadi,1998). Sistem Pengadaan Benih Gabungao Sistem pengadaan benih gabungan adalah sistem pengadaan benih yang mengkombinasikan sistem pengadaan benih formal dan nonformal (Louwaars and Marrewijk, 1997). Sistem pengadaan benih secara formal yang didukung oleh berbagai proyek pengembangan dm kebijakan pemerintah, hanya dapat mensuplai sebagian kecil dari kebutuhan benih petani dan hanya untuk jenis tanaman yang sangat terbatas. Dilain pihak, pengadaan benih secara nonformal yang berperan penting dalam domestikasi tanaman dan pengembangan areal pertanaman mempunyai kemarnpuan yang sangat terbatas bila tejadi perubahan yang cepat pada agro-ekologi ataupun kondisi sosialekonomi.

5 Menurut Louwaars (1996), Sistem Pengadaan benih secara formal terutama pada daerah sedang berkembang, tidak dapat menjangkau kebutuhan benih secara menyeluruh dan hanya dapat memenuhi kebutuhan benih petani kelompok tertentu. Keterbatasan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan ekonomi. Sementara itu pengadaan benih secara nonformal yang potensial mensuplai benih dalam jumlah besar tetapi umumnya mengabaikan aspek kualitas. Penggabungan kedua sistem pengadaan benih tersebut dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing merupakan suatu pilihan yang penting. Integrasi dari kedua sistem tersebut dapat berarti bahwa kelebihan dan kekurangan dapat saling menutupi. Sebagai contoh, bila kualitas fisiologis menjadi masalah pada sistem pengadaan benih nonformal maka dapat dilakukan usaha peningkatan pengetahuan mengenai persyaratan panen dan metode penyimpanan yang sederhana. Selanjutnya bila kebersihan benih yang menjadi masalah maka dapat diterapkan penggunaan alat pembersih yang berskala kecil. Apabila mutu genetik yang menjadi mamlah maka dapat dilakukan introduksi varietas baru pada percobaan di daerah setempat. Apabila hasil produksi benih yang menjadi masalah maka produksi benih dapat ditingkatkan dengan melibatkan kelompok petani. Bantuan dana secara langsung diberikan dan menerapkan standar sertifikasi yang lebih fleksibel untuk jangka waktu tertentu. Pada Sistem pengadaan benih gabungan ini digunakan ahli pemulia tanarnan dari sistem pengadaan benih formal dan digabungkan dengan teknik produksi benih dan teknik penyebaran benih nonformal. Pada tipe ini, tqadi transfer teknologi dari

6 Lembaga Penelitian dan bertujuan untuk pengembangan penelitian dan introduksi varietas baru kedalam sistem pengadaan benih nonformal. Kebijakan Perbenihan Legislasi pengembangan perbenihan tidak terlepas dari UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP No. 44 tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman. Menurut Sadjad (1997), W merupakan tonggak arahan yang oleh semua industri benih hams dituju. UU tersebut bersifat mendorong dan melindungi. Perlindungan ini diwujudkan bagi para konsumen benih berupa persyaratan mum benih yang hams dipenuhi oleh industri benih, bahkan pelanggaran karma kelalaian apalagi kesengajaan dalam mengedarkan benih yang mutunya tidak sesuai dengan label &pat dipidana dengan ancaman hukuman penjara dan atau denda yang sangat berat. Dengan UU tersebut benih sebarusnya merupakan komoditas yang bernilai tinggi mengingat sanksi hukum atas pelanggarannya yang sangat berat. W tersebut juga memberi perlindungan pada produsen benih yang benar. Dalam W No. 12 tahun 1992 terdapat pasal - pasal yang bersifat melindungi misalnya pasal 8 yang berbunyi: " Perolehan benih bermutu untuk pengembangan budidaya tanaman dilakukan melalui kegiatan penemuan varietas unggul dan latau introduksi dari luar negeri". Menurut Sadjad (1997), dengan adanya pasal 8 tersebut maka yang dikatakan sebagai produsen benih bermutu adalah produsen yang menghasilkan benih melalui penemuan varietas unggul atau introduksi dari luar negeri dan konsumen benih hanya

7 akan mendapatkan benih yang berrnutu. Pasal ini merupakan perlindungan terhadap produsen dan konsumen benih. Pada pasal9 ayat 1 ada patokan untuk penemuan varietas unggul yang harus dilakukan melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Pasal ini berbunyi:" Penemuan varietas unggul dilakukan melalui pemuliaan tanaman". Perundangan ini secara spesifik lebih membatasi pengertian benih bermutu yang lebih menekankan pada batasan mutu genetik. Untuk itu pemerintah harus terns menerus mendorong agar industri benih meningkatkan teknologinya sebingga produksinya dapat digolongkan benih bermutu. Perkembangan awal penbangunan Kelembagaan Perbenihan pada Periode Orde Baru dimulai tahun Pada tahun tersebut pemerintah membuat berbagai keputusan yang berkaitan langsung dengan pembangunan bidang perbenihan seperti: 1). Pendirian Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi untuk bidang penelitian dan pengembangan, khususnya yang berkaitan dengan penyediaan benih sumber, 2). PendirianPerum Sang Hyang Seri untuk perbanyakan benih agar tersedia bagi petani 3). Pembentukan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) untuk mengawasi produksi dan pemasaran benih. Selain itu, berdasarkan Keputusan Presiden No. 27 tahun 1971, dibentuk Badan Benih Nasional (BBN), dan lima bulan kemudian yaitu pada bulan Oktober 1971 dikeluarkan Kepres No. 72 tahun 1971 tentang Pembinaan, Pengawasan Pemasaran dan Sertifikasi Benih. Jadi sejak awal sistem pengadaan benih di Indonesia oleh pemerintah telah diarahkan menggunakan sistem pengadaan benih formal, khususnya untuk padi (Anonim, 1996).

8 Sistem pengadaan benih nasional didukung oleh kelembagaan perbenihan, mulai dari penciptaan varietas, seleksi varietas sampai dengan perbanyakan dan penyaluran benih. Kelembagaan I). Lembaga Penelitian Beberapa Lembaga Penekitian bernaung di Departemen Pertanian, Perguman Tinggi, LIPI, BATAN, BPTP dan lain-lain. Lembaga Penelitian tersebut bdngsi melakukan pemuliaan tanaman, penelitian terhadap tanaman, budidaya tanaman, herbisida, pestisida dan penyakit. Selain itu lembaga tersebut secara periodik melakukan pelatihan dan kursus mengenai produksi benih. 2). BBN: BBN dibentuk pada tahun 1971 dengan Kepres No. 27 tahun BBN bhngsi membantu Menteri Pertanian dalam merencanakan dan merumuskan kebijakan di bidang perbenihan. Tugas badan ini adalah: a). Merencanakan dan merumuskan peraturm-peraturan mengenai pembinaan produksi dan pemasaran benih b). Mengajukan pertimbangan-pertimbangan kepada Menteri Pertanian tentang pengaturan benih yang meliputi: i). Persetujuan untuk menetapkan atau menghapus sesuatu jenis, varietas, kualitas benih; ii). Pengawasan mengenai produksi dan pemasaran benih. Dalam melaksanakan tugasnya BBN mempunyai Tim Penilai dan Pelepasan Varietas serta Tim Pembina, Pengawasan dan Sertitikasi.

9 Tugas dari Tim Penilai dan Pelepasan Varietas adalah: a). Merumuskan prosedur untuk penentuan penilaian, persetujuan pemasukan, pelepasan dan penarikan kembali varietas-varietas tanaman dalam program pertanian. b). Memberi nasihat teknis kepada BBN dalam bidang yang berhubungan dengan persetujuan tentang pelepasan varietas atau penarikan kembali varietas yang telah di tentukan. c). Menyusun dafiar varietas-varietas yang telah diresmikan penyebarannya. Tugas dari Tim Pembina Pengawasan dan Sertifikasi adalah: a). Merumuskan kebijakan umum tentang pengawasan pemasaran, sertifikasi dan pelaksanaannya. b). Merumuskan peraturan dan prosedur terperinci untuk melaksanakan pembinaan, pengawasan dan sertifikasi benih apabila diminta oleh Menteri Pertanian c). Merumuskan kebijakan perbe~han lainnya yang berhubungan dengan per- kembangan berbagai unsur program be~h dan aktivitas yang berhubungan. Dalam undang-undang yang baru (UU No. 12/1992 rnaupun PP No. 44/1995), BBN tidak tercantum lagi. Sampai saat ini BBN masih ada tetapi tidak berperan secara utuh sesuai dengan tugas semestinya (Anonim, 1996). 3)- Penangkar, Pehgang dun Disttibutor Benih Keterlibatan Pemerintah dalam sistem produksi benih adalah mendukung petani dengan tidak sepenuhnya menyerahkan produksi benih pada produsen benih swasta. Dengan demikian, produksi Be~h PenjeNs dan Benih Dasar merupakan tanggung jawab pemerintah.

10 Lembaga Perbenihan yang ada di daerah diklasifikasi dalam 3 level yang berbeda yaitu Balai Benih Induk (BBI), Bdai Benih Utama (BBU) dan Balai Benih Pembantu (BBP). a). BBI dibentuk berdasarkan SK Dirjen Tanaman Pangan No. SK.I.AS.82.6 yang tugas utamanya adalah : i). Memperbanyak Benih Dasar dan Benih Pokok dan, ii). Memberikan informasi, latihan dan melakukan pertemuan dengan penyuluh pertanian, penangkar benih dan para petugas serta ahli benih. b). BBU dan BBP tugasnya memproduksi Benih Pokok dan Benih Sebar. Benih Pokok yang dihasilkan akan disebarkan kepada penangkar benih untuk diperbanyak menjadi Benih Sebar. Pada kondisi tertentu BBU hanya memproduksi Benih Sebar. c). Perusahaan Umum (Perum) Nasional Sang Hyang Sen Dalam rangka menunjang program peningkatan produksi pangan, khususnya melalui penyediaan dan penggunaan benih varietas unggul bermutu tinggi, maka Pemerintah melalui PP No. 22 Tahun 1971 mendirikan Perum Sang Hyang Seri, yang kemudian disempumakan dengan PP No. 44 Tahun Untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha perbenihan pertanian, Perum Sang Hyang Seri diubah statusnya menjadi perusahaan Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan PP No. 18 Tahun Kegiatan produksi benih Sang Hyang Seri dilakukan dalam tiga Pola Cara Pengelolaan yaitu : 1). Produksi Swakelola yaitu produksi benih dilakukan sepenuhnya oleh PT. Sang Hyang Sen (Persero) dari mulai pengolahan tanah sampai dengan panen pada lahan milik sendiri di bawah pengawasan BPSB. Cara ini hanya dilakukan oieh PT. Sang Hyang Seri (Persero) cabang khusus Jawa Barat di

11 Sukamandi; 2). Produksi kerjasama, terdapat dua jenis kerjasama yaitu, a). Produksi benih yang dilakukan kerjasama petani penangkar benih dilahan milik PT. Sang Hyang Seri Cabang khusus Jawa Barat, b). Produksi benih dilakukan melalui kerjasama dengan petani penangkar benih disekitar unit pengolahan benih. Produksi benih dilakukan di lahan milik petani dengan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh PT. Sang Hyang Seri; 3). Penguasaan, yaitu hasil penangkaran benih yang dilaksanakan oleh petani/kelompok tani yang telah dinyatakan lulus pemeriksaan lapangan oleh BPSB. Hal ini hanya dilakukan dalam keadaan darurat menghadapi kelangkaan benih (Rachmadi, 1998). PT. Sang Hyang Seri berperan dalam memproduksi Benih Sebar, dan telah mendasarkan kegiatannya pada prinsip ekonomi dengan memperhatikan unsur unsur produksi, prosesing, penyimpanan, pengemasan, distribusi dan pemasaran benih. 4). BPSB Lembaga ini dibentuk dengan SK menteri Pertanian No. 529 tahun 1972 yang bertugas: a). Melakukan evaluasi kultivar Evaluasi dilakukan dengan uji multilokasi untuk mempelajari adaptasi clan penampalcan kultivar berdasarkan deskripsi dari Lembaga Penelitian. Data dan informasi tersebut dibutuhkan sebelum kultivar tersebur direkomendasikan ke BBN. b). Melakukan pemeriksaan lapangan, sertifikasi benih dan pelabelan c). Melakukan pengujian benih d). Melaksanakan pengawasan mutu clan pemasaran

12 Mutu Benih Pengertian Dalam Bab IV GBHN kebijaksanaan pembangunan lima tahun keenam bagi ekonomi di bidang pertanian diarahkan untuk : 1) meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dan nelayan, 2) memperluas lapangan keja dan kesempatan usaha, dan 3) mengisi dan memperluas pasar, baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Untuk mencapai sasaran itu akan ditempuh melalui pertanian yang majy efisien dan tangguh sehingga makin mampu: a) meningkatkan dan menganekaragamkan hasil, b) meningkatkan mutu dan derajat pengolahan produksi, dan menunjang pembangunan wilayah. Menurut Sadjad (1997), kdau subsektor perbenihan dihadapkan menjadi sarana bagi kepentingan pertanian sebagaimana yang ingin dicapai dalam GBHN, perbenihan harus mampu menyediakan benih bermutu baik yang dapat menjadikan bentuk pertanian yang maju, efisien dan tangguh. Dari benih komersial yang bermutu tinggi itu dapat diwujudkan pertanian yang tangguh, karena sistem pengadaan benih terjamin, tidak saja dalam mutu melainkan juga dalam pelayanan, kontinuitas, ketepatan waktu, dan kejelasan harga. Ketersediaan benih yang bermutu baku, pelaksanaan teknologi yang tepat, dan kebijaksanaan pemerintah mulai dari penyediaan benih sampai ke pemasaran produksi merupakan penentu keberhasilan penmglcatan produksi. Mutu benih yang digunakan merupakan faktor penting yang akan menentukan pertanaman akan meng-

13 Terdapat empat ciri mutu benih yaitu : a). Mutu genetik; mempakan pemjudan dari potensial genetik embrio dan variasi genetik dalam lot benih. Mutu genetik diiemukakan dalam tingkat kemurnian benih. Perwujudan potensid genetik dipengaruhi oleh teknik budidaya dan lingkungan tempat benih ditanam. Faktor pembatas hasil seperti penampakan tanaman, tingkat resistensi harna penyakit, indeks panen, wama dan ram, umumnya ditentukan oleh faktor genetik (Louwaars and Marrewijk, 1997). Menurut Sadjad (1993), benih yang bermutu genetik tinggi tidak boleh menampakkan suatu pertanaman di lapang yang acak-acakan baik keragaman sifat genetik maupun mutu fisiologinya. Benih dengan mum genetik yang tinggi tidak hanya ditinjau dari keseragaman genetik, tetapi juga dalam keseragaman perwujudan fenotipiknya. Karena benih bersifat komersial maka perwujudan lahiriah baik pertumbuhan di lapang maupun perwujudan sekiias benih secara fisik sebelum ditanam sangat penting. b). Mutu fisiotogi; menunjukkan tingkat viabilitas potensial dan vigor benih. Mutu fisiologi diwujudkan pada kemampuan benih untuk berkecambah dalam jangka waktu tertentu dan kemampuan untuk hidup normal dan hat, cepat clan merata pada kisaran keadaan dam yang cukup luas. Benih bermutu fisiologis yang tinggi juga mampu untuk disimpan yang berarti bila benih tersebut melalui periode simpan dengan keadaan simpan yang suboptimun, benih tetap menghasilkan pertumbuhan tanaman yang berproduksi nonnal apabila ditanam sesudah disimpan (Sadjad, 1993). c). Mutu fisik; ditunjukkan oleh tingkat kebersihan benih. Benih dengan mutu fisik yang tinggi hams bebas dari campuran kotoran, benih mati, dan benih abnormal fisik.

14 Selain itu juga hams menunjukkan perwujudan yang seragam dalam bentuk, ukuran, warna, berat per jumlah atau volume. Sadjad (1993) mengatakan bahwa perwujudan fisik harus mampu menarik pembeli benih. Perlakuan benih (seed ireafment) untuk mencegah serangan hama hams dibuat menarik bagi petani pemakai benih. Benih juga hams memiliki aroma yang menyenangkan. Akhir dari perwujudan mutu fisik benih adalah kemasan benih yang baik dan menarik bagi pembeli. d). Kesehatan benih; diwujudkan oleh ada tidaknya penyakit di dalam atau pada benih. Beberapa penyakit biasanya tidak berpengmh terhadap viabilitas dan vigor benih tetapi kerusakan akan nampak pada tahap pertumbuhan tanaman selanjutnya (Louwaars and Marrewijk, 1997). Pengawasan Mutu Benih Tujuan utama dari pengawasan mutu benih adalah mencegah beredarnya benih yang berkualitas rendah di pasaran. Sistem pengawasan benih menyangkut kegiatan yaitu: a). Sertifikasi yang meliputi kegiatan pemeriksaan di lapang, di tempat prosesing, di tempat penyimpanan sampai ke paw; dan pelabelan; b). Pengujian benih yang mulai dari kegiatan pengambilan contoh, pengujian viabilitas dan vigor benih, sampai kepada pengujian kadar air dan kesehatan benih. Pengujian Benih Analisis benih menipakan ujung tombak komersialisasi benih. Tumpulnya analisis benih, berakibat tumpul pula upaya komersialisai benih. Benih sebagai produk teknologi yang berkadar komersial tinggi harus dapat ditunjukkan oleh ketajarnan analisisnya (Sadjad, 1997).

15 Analisis benih mempunyai peran yang penting dalam komersialisasi benih. Dalam upaya komersialisasi be~h, analisis be~h dituntut untuk dapat memberikan informasi yang akurat tentang mu9 benih kepada pihak konsumen. Komponen perbenihan yang selalu berhadapan ialah kornponen produsen, pedagang dan konsumen, ketiganya mempunyai kepentingan yang tidak selalu sama. Produsen berusaha memproduksi benih untuk memperoleh keuntungan, pedagang memperoleh imbalan jasa sebagai perantara antara produsen dan konsumen, dan konsumen mengharapkan memperoleh nilai tambah dari benih bermutu yang diguna- kan. Menurut Sadjad (1993), hubungan ini akan berjalan lancar apabila informasi rnutu dapat disampaikan kepada konsumen secara baik dm benar. Mormasi ini merupakan peran dari analis benih. Pengujian benih dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai rnutu fisik, fisiologi, genetik dan kesehatan benih. Analisis benih dapat secara benar dan objektif memberikan informasi rnutu bila memiliki metodologi analisis yang baik. International Seed Testing Assosiation (ISTA) dan Association of Official Seed Analysts (AOSA) mengembangkan berbagai macam pengujian benih untuk pengujian benih secara rutin. Metode pengujian benih yang umum digunakan saat ini adalah pengujian benih yang mengarah kepada penilaian viabilitas relatif yang perangkatnya serba baku. Pembakuan dalam viabilitas relatif diusahakan agar selalu dapat menjadi mjukan sehingga dalam hngsi komparatihya didapatkan pembanding rujukan yang sahih.

16 Pada dasamya konsumen pengguna benih saat ini menghendaki informasi yang akurat tentang tingkat viabilitas benih kalau menghadapi berbagai kondisi lapang yang spesifik maupun dalam penyimpanannya. Oleh karena itu, Sadjad mengembangkan analisis benih dengan pemikiran yang lebih bersifat simulatif untuk melengkapi metode pengujian yang baku yang dihimpun dalam bidang keilmuan yaitu Kuantifikasi Metabolisme Benih. Kuantifikasi Metabolisme Benih mengarah kepada penilaian viabilitas secara absolut yang perangkatnya berbeda dari penilaian viabilitas relatif. Dalam viabilitas absolut, pendekatannya bersifat simulatif dan diusahakan suatu perangkat keras yang mampu menjabarkan faktor-faktor penyebab tejadinya variasi berbagai kondisi lapang maupun kondisi simpan yang spesifik. Analisis Vigor Benih Yang Dapat Dikembangkan Vigor benih dalam hitungan viabilitas absolut merupakan indikasi viabilitas benih yang menunjukkan benih kuat tumbuh di lapang dalam kondisi yang suboptimum, dan tahan untuk disimpan dalam kondisi yang tidak ideal. Vigor dikaitkan pada analisis suatu lot benih (Sadjad, 1993). Kriteria Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) bagi setiap spesies berbeda untuk dapat diiakan kuat atau hang hat. Hal ini harus didasarkan pada penelitian yang sahih. Lot benih yang berasal dari hasil pemanenan satu varietas yang dibudidayakan dengan cara yang sama pada satu hamparan dan mat panen yang sama merupakan populasi benih dengan parameter viabilitas absolut yang tolok ukurnya dapat bennacam - macam. Karakter suatu lot benih disebut parameter karena lot

17 benih merupakan suatu popdasi. Melalui upaya teknologi, dari satu lot benih diharapkan dapat diturnbuhkan suatu pertanaman yang seragam, baik dalam kineqa fisik tanamannya maupun kinerja genetiknya. Agar mampu mencapai target itu, sejak dipersiapkan lahan untuk produksi benih dan didapatkan kelas mutu Benih Penjenis yang ingin diperbanyak, sampai dengan benih menjelang ditanam oleh konsumen, semua proses pengadaan benih hams dilakukan mengikuti prosedur teknologi benih yang benar (Sadjad, 1994). Sebuah parameter VKT misalnya, dalam Kuantifikasi Metabolisme Benih untuk mensimulasi vigor benih di lapang produksi hams bisa dideteksi dengan indikasi viabilitas berdasarkan tolok ukur yang spesifik. Daya Berkecambah (DB) atau BKKN (Berat Kering Kecambah Normal) tidak relevan untuk mendeteksi VKT tetapi lebih relevan untuk mensimulasi parameter Viabilitas Potensial (Vp)..Viabilitas absolut lot benih yang diinginkan untuk mendekati parameter VK~ yang berkaitan dengan kondisi lapang suboptimum tertentu mempunyai tolok ukur spesifik (Sadjad, 1994). Tohk ukur VKT yang dapat dikembangkan adalah: 1. Kecepatan Tumbuh &T ) Km mengindikasikan VKT karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. KCT diukur antara lain dengan jumlah tarnbahan perkecambahan setiap hari atau etmal dalam kondisi optimum. Unit tolok ukur KCT adalah persen per hari atau perse.n per etmal

18 t = kurun waktu perkecambahan d = tambahan persenme kecambah n o d setiap hari atau etma 2. Keserempakan Tumbuh (KST ) spesifk 3. VKT KST merupakan salah satu tolok uhr VKT. Secara umum KST dihitung berdasarkan persentase kecambah normal yang tumbuh hat dihitung pada satu Momen Periode Viabilitas (MPV). Umumnya MPV ditentukan pada MPV antara MPV hitungan pertama dan MPV hitungan kedua pada uji Daya Berkecambah (DB). KK KST = x 100% Total Benih KK = Jumlah Kecambah Kuat Total Benih = Jumlah benih yang dianalisis KST yang tinggi mengindikasikan VKT absolut yang tinggi karena suatu lot benih yang menunjukkan pertumbuhan yang serempak dan hat akan memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi. Lot itu akan menumbuhkan per- tanaman yang homogen yang dalam berbagai seginya akan menguntungkan pengelolaannya (Sadjad, 1994). Parameter VKT spesiftk memerlukan metode uji yang spesifik misalnya dengan suboptimasi media yang relevan dengan kondisi lapang yang suboptimum sebagai konsekwensi Kuantifikasi Metabolisme Benih yang mendeteksi viabilitas absolut benih (Sadjad, 1993). vkt~pesifxi diukur dengan persentase kecambah normal (KN) yang marnpu tumbuh pada media suboptimum spesifik.

19 KN VKTspesifik = X 100% Total Benih spesifk Beberapa tolok ukur VKT yang dapat dikembangkan adalah (Sadjad, 1994) : a. VK? enydit = Vigor kekuatan tumbuh benih di lapang dengan kondisi suboptimum berpenyakit. b. VKT~"~-@" = Vigor kekuatan tumbuh benih di lapang dengan kondisi suboptimum kekeringan C. vktkedalaman = Vigor kekuatan tumbuh benih di lapang dengan kondisi suboptimum terlampau dalam ditanam d. VKT"~'~" = Vigor kekuatan tumbuh benih di lapang dengan kondisi suboptimum kekurangan oksigen,, vktsalinila~ = Vigor kekuatan tumbuh benih di lapang dengan kondisi suboptimum salinitas tinggi 4. Pengujian Vigor Simulatif dengan Deraan Etanol Etaml adalah senyawa organik nonpolar yang pada konsentrasi tertentu dapat mendenaturasi protein. Selain itu etanol juga bersifat dehidrasi, karena itu dapat menyerap air yang menyelimuti koloid protein dan selanjutnya terjadi dehidrasi. Etanol telah lama diketahui dapat menurunkan kualitas benih. Etanol dalam bentuk uap dapat diserap oleh benih. Jumlah uap yang diserap diduga ditentukan oleh ukuran benih, tekanan uap etanol, suhu dan lama perlakuan (Sadjad, 1994).

20 Penggunaan etanol mulai dikembangkan oleh Sadjad dan Pian (1980) untuk menduga daya simpan benih jagung. Hasil penelitian Pian (1980) menunjukkan bahwa benih yang didera dengan etanol 95% menunjukkan perubahan fisiologik, biokimia dan sitologik yang analog dengan yang terjadi pada benih yang mengalami kemunduran secara alami. Pengujian vigor benih secara simulatif dengan menggunakan uap etanol selanjutnya dikembangkan untuk tujuan mengetahui tingkat ketahanan benih terhadap masalah oksigen. Makin tahan benih tersebut terhadap penderaan etanol, maka benih tersebut akan makin tahan terhadap kondisi pertanaman yang kekurangan oksigen. Perangkat Keras dan Lunak Pengujian Vigor Simulatif Untuk pengujian secara simulatif, setiap kasus memerlukan kondisi tersendiri. Maka idealnya untuk setiap target simulasi diperlukan perangkat keras dan Iunak yang khas. Kekhasan ini tentu berbeda bahkan dapat berlawanan dengan target pembakuan, sebab yang diperlukan adalah perangkat untuk target simulasi. Namun demikian apabila direproduksipun, perangkat keras untuk kepentingan simulasi juga hams menunjukkan efektifitas yang mantap (Sadjad, 1994). Perangkat keras MPC IPB 77-1 M (gambar I) dapat digunakan untuk menguji tingkat vigor benih dengan melihat ketahanannya terhadap deraan uap etanol. Penderaan dengan uap etanol secara simulatif dapat dianalogkan dengan benih yang mengalami fermentasi atau respirasi minim oksigen (anaerobic).

21 Diketahui bahwa pada hakekatnya kehidupan dijabarkan dalam dua garis yang merupakan manifestasi keberhasilan memanipulasi kondisi optimum dan suboptimum. Oleh karena itu, titik diantara kedua garis itu merupakan titik kemungkinan vigor absolut yang perlu disimulasi dengan metodologi tertentu. Titik tersebut merupakan Nilai Delta yang terletak antara ordinat optimum dan ordinat suboptimum (Sadjad, 1994). Nilai Delta (D) dapat digunakan sebagai parameter vigor, apabila nilai tersebut didapatkan dari perbedaan antara Vp (Viabilitas benih pada kondisi optimum) dengan Vg (Viabilitas benih pada kondisi yang suboptimunddidera etanol), yang masing-masing sebagai parameter.

22 Wara dan uap etonol Benlh dalom tabung penderaan Pemarato allrnn Gambar 1. Mesin Pengusangan Cepat ( WC - IPB 77-1 M) (Pramono, 1991)

23 Program Benih Dasar Benih sebagai produk teknologi yang dihasilkan dari proses industri benih, dapat menjamin kemampuan pertanian bila diielola secara maju dan efisien, asalkan benih itu bersumber dari benih dengan sifat- sifat genetik yang memang diupayakan untuk menunjang efisiensi pertanian. Sebagai contoh, pertanian dapat diielola secara efisien kalau pertanamannya seragam dalam pertumbuhan, pembungaan, dan pembuahamya. Tidak saja kinerja fisik, tetapi juga dalam waktu yang ditentukan. Dengan demikian produk dapat diambil secara efisien, terutama bila produknya dipanen secara mekanis (Sadjad, 1997). Benih pada taraf ini merupakan benih komersial yang memerlukan penanganan yang cermat dari pengadaan Benih Penjenis sampai pemasaran. Industri benih yang menghasilkan benih komersial tersebut hendaknya dikaitkan dengan Program Benih Dasar (PBD) yang secara integratif diusahakan oleh agroindustri di daerah pe ngembangan masing - masing komoditas. PBD merupakan jembatan komersialisasi antara Benih Penjenis yang produksinya di tangan pemulia tanaman, dengan Benih Dasar yang diproduksi oleh produsen benih. Benih Dasar yang dihasilkan tersebut selanjutnya akan menjadi titik tolak benih bexposisi sebagai komoditi komersial. Artinya benih sebagai bahan tanaman yang telah dimuliakan sifat- sifat genetiknya oleh pemulia tanaman harus mampu diperbanyak tanpa mengurangi mutu benih dipandang dari keunggulan genetik, fisiologi maupun fisiknya. Pengertian PBD bukan sekadar proses dihasilkannya Benih Dasar, tetapi lebih luas merupakan suatu program yang mencakup produksi Benih Penjenis oleh pemulia

24 tanaman dan produksi Benih Dasar oleh teknolog benih dibawah pengawasan pemulia tanaman. Dari pengertian tersebut nampak bahwa pemulia tanaman yang menghasilkan Benih Penjenis juga merupakan bagian yang integral dalam PBD. PBD dapat mengatur komersialisasi benih varietas baru yang dihasilkan oleh pemulia tanaman. Hal ini berarti bahwa benih yang dihasilkan oleh pemulia tanaman yang bukan merupakan produk komersial, akan &pat menjadi aset komersial dan menghasilkan benih yang bersertifikat dalam PBD. Dengan pengawasan pemulia, PBD kalau perlu memproduksi Benih Dasar tingkat dua sebagai keturunan kedua Benih Penjenis. Isolasi genetik dalam perbanyakan ini sangat ketat dan benih yang diproduksi dijamin kemurnian genetiknya sampai batas - batas yang diizinkan oleh perundangan bagi varietas itu. Pemulia tanaman sebagai tulang punggung industri benih menghasilkan varietas dengan pripsip DUS yang identitas genetiknya jelas (istinguished) yang berarti bahwa varietas yang diciptakan harus memiliki kelebihan yang mencolok dibanding varietas unggul sebelumnya, secara fenotip seragam (unyonn) dan pertumbuhan stabil (stable). Prinsip DUS juga menjadi pegangan PBD sehingga keberhasilan Benih Penjenis menjadi benih yang komersial atas dam DUS menjadi target PBD. Komersialisasi benih merupakan ciri utama benih sesudah benih menjadi produk akhir proses teknologi benih. Dengan demikian Benih Dasar dapat dikatakan menjadi kunci keberhasilan penyebaran benih bermutu karena segala kriteria mutu, khususnya mutu genetik selalu dijukkan terhadap sifat-sifat yang dimiliki oleh Benih Dasar (Sadjad, 1990).

25 Seperti lazimnya barang komersial lainnya, benih yang komersial memiliki tiga ciri, yaitu pertama benih komersial tersebut hams terns-menerus dapat diperbaiki mutunya baik mutu fisik, fisiologi maupun mutu genetiknya. Dalam komersialisasi benih yang berlaku ketentuan DUS, berarti bahwa benih yang dipasarkan hams jelas bedanya dari yang telah beredar di pasaran. Hanya mum genetik yang dapat membedakan secara jelas. Kemudian keunggulan genetik itu harus menumbuhkan pertanaman yang seragam. Ciri kedua dari benih komersial adalah benih tersebut harus bisa dikontrol mutunya tidak saja dalam mutu fisik dan fisiologinya, tetapi juga mutu genetiknya. Pengawasan benih dapat dilaku-kan hanya bila mutu itu dapat dibakukan. Oleh karena itu, ciri ketiga dari benih komersial adalah harus mempunyai standar kualifikasi mutu (Anonim, 1998). Menurut Sadjad (1995 a), PBD hanya dapat dilaksanakan oleh kelembagaan yang diiinkan oieh Menteri Pertanian. Hanya kelembagaan yang memenuhi persyaratan sebagai pelaksana PBD yang akan mendapat izin, misalnya persyaratan fasilitas produksi (lahan, unit prosesing, laboratorium pengujian benih), SDM (pemulia, teknolog benih, analis benih), dan adanya hubungan dengan kelembagaan pemuliaan yang menghasilkan varietas baru. Selain itu PBD hams dilengkapi fasilitas penyimpanan Benih Dasar yang dapat menyimpan benih untuk jangka waktu cukup panjang. Produk Benih Dasar diionsumsi oleh industri benih yang menghasilkan Benih Pokok dan Benih Sebar.

26 Pengembangan Industri Benih Industri benih pada dasarnya mempunyai sasaran untuk menyediakan benih unggul bennutu dengan kondisi enam tepat yaitu: I). Tepat varietas, yang berarti bahwa varietas sesuai dengan kondisi tempat yang memerlukan; 2). Tepat jumlah, yang berarti jumlahnya sesuai dengan kebutuhan; 3). Tepat mutu, yang berarti bermutu baik: 4). Tepat waktu, yang berarti tersedia pada saat dibutuhkan; 5). Tepat lokasi, yaitu tersedia di tempat yang membutuhkan; dan 6). Tepat harga, yaitu harganya terjangkau oleh petani. Dalam merencanakan pendirian industri benih di Indonesia perlu dipikirkan lebih dahulu keadaan konsumen pengguna benih yang yang akan dilayani. Taraf budidaya yang dikelola oleh konsumem benih hams diperhitungkan. Tanpa mempertimbangkan faktor tersebut maka industri benih akan terkesan tidak ekonomis atau tidak mampu menghasilkan benih bermutu. Kedua kesan tersebut akan merugikan industri benih (Sadjad, 1997). Studi kelayakan harus dilakukan sebelum direncanakan pendirian suatu industri benih. Terdapat beberapa ha1 yang perlu diperhatikan dan patut dipeftanyakan sebelum merencanakan suatu industri bed di suatu wilayah yaitu : a). benih tanaman apa yang hendak diproduksi dan berapa produksi potensial yang hendak dicapai; b). masalah campuran biji gulma yang di Indonesia sementara ini tidak menjadi perhatian utama; c). hasil industri benih dapat menutup biaya kegiatan industri atau tidak; d). kapasitas mesin benih per jam, yang ada kaitannya dengan musim tanam; e). masalah kornpetisi dengan industri benih sejenis yang mungkin ada di wilayah tersebut; 0. pilihan mesin-mesin dan perlengkapan yang akan dipakai; masalah

27 bangunan yang akan didirikan untuk unit pembersihan benih dan penyinlpanan; g). masalah pengeringan benih; h). masalah sumber energi penggerak yang harus ditetapkan; i). masalah sumber daya manusia; j). masalah tata letak segenap unsur dalam industri benih yang umumnya merupakan unit atau area pengolahan, konservasi, penjemuran, penyimpatlan, bengkel, garasi, kantor, perurnahan karyawan, dan unsur penunjang lainnya; k). masalah tata niaga; I). masalah pengemasan; m). masalah penyimpanan; n). sarana produksi yang akan ditangani; dan 0). masalah tenaga kerja (Sadjad, 1997). Sistem Industri Benih Perbenihan sebagai suatu sistem industri benih yang komersial tidak &pat dilihat secara sepotong-sepotong. Dengan melihat sebagai suatu sistem maka objektifitas akan semakin tinggi dalarn menelaah kemandekan dan ketidaklancaran perjalanan sistem tersebut, dan penyelesaian masalah akan lebih efisien dapat dilakukan karena dapat dilakukan pada satu subsistem saja (Anonim, 1998). Kalau perbenihan itu suatu sistem maka harus jelas subsistemnya dan fbngsi hubungan antara subsistem-subsistem tersebut. Secara ideal suatu industri benih harus dikelola sebagai suatu sistem dengan melibatkan berbagai subsistem yang saling berinteraksi. Secara skematik Sistem Industri Benih dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 2)

28 BENIH PENJENIS PENYIMPANAN BEND3 SEBAR I v BENJE DASAR I 4 BENJE DASAR Keterangan: PBD = Progran Benih Dasar PSB = Program Sertifikasi Benih Gambar 2. Sistem Industri Benih Gambar tersebut diatas memperlihatkan dua bagian yang dipisahkan oleh jembatan dan yang berada di sebelah kanan jembatan merupakan subsistem yang terkait langsung dengan PBD. Pendekatan sistem dalam perbenihan akan sangat bermanfaat untuk membuat kebijakan lebih terarah dan rnempermudah penyelesaian masalah.

29 Dalam sistem industri benih usaha perbenihan dimulai dari subsistem pengadaan Benih Penjenis yang menghasilkan Benih Penjenis. Dalam PBD, subsistem pengadaan Benih Penjenis merupakan tanggung jawab Pemulia Tanaman. Dalam subsistem ini bekerja para pemulia tanaman dalam kelembagaan Litbang yang seharusnya didukung oleh pakar berbagai bidang seperti pakar ilmu hama [penyakit, agronomis, genetika, biokimia, biologi, matematika, tanah, taksonomi dan lain-lain yang dapat menunjang kemampuan pemulia tanaman menghasilkan Benih Penjenis secara terus menerus (Anonim, 1998). Sebagai subsistem &lam sistem perbenihan maka orientasi Pemulia Tanaman harus kepada keinginan konsumen pemakai varietas unggul yang akan dihasilkan. Hasil pemuliaan yang sudah unggul hams dapat disimpan dalam kebun koleksi sebagai tetua yang sewaktu-waktu dapat digunakan oleh pemulia untuk mengunggulkan sifat genetik benih yang sudah beredar. Aspek dalarn subsistem ini tidak hanya berupa teknis pemuliaan, tetapi juga hms mengemukakan diskripsi keunggulan yang bermuatan komersial. Karena benih yang akan dihasilkan merupakan benih komersial, maka keberhasilan dari subsistem pengadaan Benih Penjenis ditentukan oleh seberapa luas benih hasil produksi industri tersebut dapat ditanam oleh konsumen. Sebagai subsistem &lam sistem perbenihan maka yang terpenting bahwa penciptaan varietas unggul oleh pemulia tanaman hams berorientasi kepada keinginan konsumen pengguna varietas yang dihasilkan. Pemulia dalam subsistem peng - adaan Benih Penjenis perlu pula berorientasi pada kriteria analisis benih, sehingga

30 produk Benih Penjenis dapat terindikasi ciri-ciri fenotipiknya secara jelas oleh subsistem pengawasan benih. Dengan demikian maka subsistem pengadaan Benih Penjenis sudah melaksanakan keterkaitan yang baik dengan subsistem lainnya, karena benih produk industri benih lalu dapat diawasi secara benar. Ciri-ciri itu dapat diwujudkan sebagai standar mum dan menjadi pegangan bagi subsitem- subsistem lainnya. Sistem Pengadaan Benih Dasar ditangani oleh teknolog benih tetapi masih di bawah pengawasan langmng pemulia tanaman yang bekerja dalam subsistem pengadaan Benih Penjenis. Pengadaan Benih Dasar secara cermat diawasi sesuai dengan ciri yang telah didiskripsikan oleh pemulia tanaman. Untuk dapat mengkomersialkan hasil dari pemulia tanaman tersebut maka teknolog benih hams mampu mencari kekhasan sifat fenotip varietas unggul yang telah dihasilkan oleh pemulia tanaman yang dapat menjadi ciri pembeda dengan yang telah beredar. Subsistem pengadaan Benih Dasar diharapkan memberi input bagi pemulia tanaman untuk lebih mampu berorientasi komersiai dalam upaya pemuliaannya. Dalam subsistem pengadaan Benih Dasar perlu diperhitungkan secara cennat luas areal tanam dan jarak tanam yang paling ideal untuk menunjang kejelian teknolog benih dalam mengamati ciri-ciri yang dapat dijadikan pegangan bagi analis benih untuk mengawasi mutu genetik benih. Selain itu, penentuan luas areal dan jarak tanam akan sangat menentukan efisiensi pengawasan oleh subsistem pengawasan. Menurut Sadjad (1997), pekerjaan subsistem pengadaan Benih Penjenis dan Benih Dasar sangat intens untuk menanam dasar mutu benih yang selanjutnya

31 digunakan sebagai Wade mmk be~h komersial produk industri benih. Oleh karena itu, perhitungan harga benih yang komersial harus didasarkan pada biaya pengadaan Benih Penjenis dan Benih Dasar. Subsistem Pengadaan Benih Pokok bertujuan untuk memperbanyak Benih Dasar. Areal perbanyakan Benih Dasar sebaiknya diusahakan berdekatan dengan areal konsumen sehingga industri tidak akan mengalami kekurangan material cadang di gudangnya. Dengan demikian kalau terjadi gangguan mekanisme produksi dari subsistem Benih Penjenis atau Benih Dasar, bisnis industri benih tidak akan macet Aspek yang menonjol dalam subsistem ini adalah aspek penyimpanan. Penyimpanan dapat dilakukan dalam bentuk Benih Dasar atau benih perbanyakannya, atau Benih Pokok yang sengaja disimpan, disisihkan dari Benih Pokok untuk diper- banyak dalam kebun Benih Sebar di subsistem pengadaan Benih Sebar selanjutnya. Industri benih tidak akan memperdagangkan Benih Pokok. Kegagalan dalam penyimpanan akan menyebabkan putusnya rantai produksi dan ha1 ini akan sangat merugikan industri benih. Subsistem Pengadaan Benih Sebar merupakan ujung tombak sistem industri benih. Segala upaya seluruh sistern tidak akan mencapai target apabila subsistem ini tidak bekerja secara benar. Mutu benih yang telah ditingkatkan harus bisa sampai pada konsumen dalam keadaan yang tetap bails dengan inforrnasi yang benar. Baik dan benarnya benih bermutu merupakan orientasi segenap teknolog benih yang bekerja dalam sistem industri benih. Tidak berbeda dengan subsistem pengadaan Benih Dasar dan Benih Pokok, subsistem pengadaan Benih Sebar hams melaksanakan teknologi budidaya yang

32 akurat sehingga semua aspeknya dapat diiasai secara cermat. Segala informasi di tingkat akhir ini hams disarnpaikan kepada semua subsistem, sehingga benar- benar produksi benih komersial itu dilaksanakan dalam pendekatan sistem. Ketidakpuasan konsumen hams sampai pada semua subsistem tertnasuk subsistem pengadaan Benih Penjenis. Dengan demikian mutu benih selalu terus menerus dapat ditingkatkan untuk memenuhi kaidah komersial benih (Anonim, 1998). Subsistem Pengawasan menerapkan ketentuan perundangan untuk dipatuhi oleh segenap subsistem yang berada dalam sistem industri benih Produk-produk legislasi itu merupakan kesepakatan bersama, yang berfungsi melindungi tidak hanya konsumen benih tetapi juga produsen benih. Komponen pengawasan sebagai penguasa penentu apakah produk benih suatu industri benih layak dipasarkan atau tidak. Komponen ini tidak saja berorientasi pada berkelanjutannya industri benih, tetapi juga pada akseptabilitas pengguna benih. Oleh karena itu, komponen ini mampu menghentikan peredaran benih atau melarang peredaran benih yang tidak layak pasar untuk didistribusikan. Komponen ini harus secara teratur mengawasi benih yang dipasarkan dan memonitor pertanaman di Iapang produksi, rnisalnya dalam keseragaman. Pengawasan harus dilaksamkan sesuai dengan prosedur yang sudah legal, dengan menggunakan standar mum yang sesuai dengan konsensus nasional maupun konsensus internasional (Sadjad, 1997). Subsistem distribusi merupakan penghubung terdekat dengan subsistem konsumen. Bila subsistem ini tidak bekezja dengan baik maka keberatan konsumen akan tumpah seluruhnya kepada seluruh sistem. Kecerobohan subsistem distribusi,

33 akan menurunkan mutu fisiologi dengan cepat. Akibatnya, ketidaksesuaian informasi pada label kemas dengan kenyataan benihnya akan menjatuhkan integritas subsistem pengawasan. Pemalsuan dalam subsistem niaga akan menghancurkan selmh sistem (Anonim, 1998). Teori Kesejajaran Sadjad menggambarkan bahwa terdapat kesejajaran antara tingkatan teknologi industri benih dengan tataran teknologi konsumennya. Oleh karena itu maka dalam sistem perbenihan hendaknya semua subsistem terarah kepada kepentingan konsumen yang beragam, sehingga komersialisasinya juga diseimbangkan dengan kepentingan dan subsistem konsumen. Pembinaan mutu untuk suatu herah pertanian tertentu atau komoditi tertentu harus memperhatikan pada titik mana atau pada batasan mana benih itu dimengerti oleh konsumen (Sadjad, 1993). Yang penting bahwa pembinaan subsistem konsumen melalui penyuluhan tentang perbenihan hams terus dilaksanakan agar konsumen yang masih berada pada tataran rendah dapat ditingkatkan sehingga tingkatan sistem perbenihan untuk memenuhi kebutuhan benihnya juga bisa dipertinggi. Kesadaran konsumen benih akan pentingnya mutu akan sangat mempengaruhi semua subsistem yang ada dalam sistem industri benih. Bila konsumen benih telah sampai pada taraf yang sadar mutu maka secara timbal balik akan mendorong pemulia tanaman untuk terus menerus meningkatkan mutu varietas yang dihasilkan. Seperti halnya dengan produk komersial lainnya maka benih dengan mutu tinggi yang terjamin sesuai standar yang telah disepakati akan mempengaruhi harga benih tersebut. Dengan PBD tersebut, kemungkinan harga benih akan lebih tinggi

34 karena didalamnya akan termasuk imbalan royalti untuk pemulia tanaman sebagai penghargaan atas upaya perbaikan mutu varietas secara terus menerus. Peningkatan harga tersebut tidak akan menjadi masalah bila varietas yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan dan ssuai dengan keinginan konsumen.

PENDAHULUAN. Latar Belakanp. Padi gogo adalah jenis padi yang ditanam di lahan kering yang mengandalkan

PENDAHULUAN. Latar Belakanp. Padi gogo adalah jenis padi yang ditanam di lahan kering yang mengandalkan PENDAHULUAN Latar Belakanp Pengembangan areal padi gogo adalah salah satu upaya yang sangat penting dalam menghadapi krisis pangan dan impor beras secara besar-besaran pada satu tahun terakhir ini dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai Tanaman kedelai merupakan salah satu komoditas pangan penghasil protein nabati yang sudah dikenal oleh masyarakat. Sejalan dengan perkembangan tanaman kedelai, maka industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Tidak hanya di Indonesia,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L) Merrill) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili Leguminaceae, sub famili Papilionidae dan digolongkan dalam kelas Angiospermae.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman 2 I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Setiap 100 gram kacang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Lot Benih Pembuatan lot benih dilakukan untuk memperoleh beragam tingkat vigor yang berbeda. Lot benih didapat dengan perlakuan penderaan terhadap benih jagung melalui Metode

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Policy Brief PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Pendahuluan 1. Produksi benih tanaman pangan saat ini, termasuk benih padi dan benih kedelai, merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010)

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010) melaporkan bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia setiap tahunnya meningkat 1,48

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus mampu mengantisipasi persaingan ekonomi yang semakin ketat di segala bidang dengan menggali sektor-sektor yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Metode Pengusangan APC IPB 77-1 MM Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM ini dirancang untuk dapat melakukan pengusangan cepat secara fisik maupun kimia. Prosedur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan konsumsi pangan juga ikut meningkat. Namun pada kenyataannya, produksi pangan yang dihasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya tingkat konsumsi beras di Indonesia harus diimbangi oleh produksi

I. PENDAHULUAN. Tingginya tingkat konsumsi beras di Indonesia harus diimbangi oleh produksi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya tingkat konsumsi beras di Indonesia harus diimbangi oleh produksi padi yang tinggi pula agar kebutuhan akan beras tersebut dapat terpenuhi. Menurut Badan Pusat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informasi Mengenai Buncis Secara Umum Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari Amerika. Buncis merupakan tanaman musim panas yang memiliki tipe

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 44 TAHUN 1995 (44/1995) Tanggal : 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/85; TLN NO.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Padi termasuk golongan tanaman semusim atau tanaman muda yaitu tanaman yang biasanya berumur pendek, kurang dari satu tahun dan hanya

Lebih terperinci

SERTIFIKASI BENIH DI SUSUN O L E H NAMA : ELRADHIE NOUR AMBIYA NPM : A

SERTIFIKASI BENIH DI SUSUN O L E H NAMA : ELRADHIE NOUR AMBIYA NPM : A SERTIFIKASI BENIH DI SUSUN O L E H NAMA : ELRADHIE NOUR AMBIYA NPM : A. 082003 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN YAYASAN PENDIDIKAN POLITEKNIK AGROINDUSTRI SUKAMANDI-SUBANG 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas terpenting di dunia. Sebagai tanaman kacang-kacangan sumber protein dan lemak nabati,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KERTAS MERANG DAN KERTAS CD SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH BENIH WIJEN (SesamumIndicum L)

PENGGUNAAN KERTAS MERANG DAN KERTAS CD SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH BENIH WIJEN (SesamumIndicum L) PENGGUNAAN KERTAS MERANG DAN KERTAS CD SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH BENIH WIJEN (SesamumIndicum L) A. PENDAHULUAN Oleh : EKO PURDYANINGSIH(PBT Ahli Madya) Balai Besar Perbenihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi yang dikenal sebagai sumber utama protein nabati yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan

I. PENDAHULUAN. Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan terluas diantara empat spesies phaseolus yang diusahakan dan semuanya berasal dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang sangat peting, selain padi dan gandum. Jagung juga berfungsi sebagai sumber makanan dan

Lebih terperinci

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia.

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian dihadapkan pada kondisi lingkungan strategis yang harus berkembang secara dinamis dan menjurus pada liberalisasi perdagangan internasional dan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA Oleh : Bambang Sayaka I Ketut Kariyasa Waluyo Yuni Marisa Tjetjep Nurasa PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara agronomis benih didefinisikan sebagai biji tanaman yang diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Secara agronomis benih didefinisikan sebagai biji tanaman yang diperlukan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih merupakan biji yang digunakan sebagai sumber perbanyakan tanaman, atau berkaitan dengan perbanyakan tanaman. Batasan tentang pengertian benih dapat dibedakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa benih tanaman merupakan salah satu sarana budidaya tanaman yang mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih TINJAUAN PUSTAKA Vigor Benih Vigor adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan kinerja benih atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah (ISTA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya,

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala viabilitas 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas dan Vigor Benih Viabilitas benih mencakup vigor dan daya kecambah benih. Viabilitas adalah daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau

Lebih terperinci

adalah praktek budidaya tanaman untuk benih

adalah praktek budidaya tanaman untuk benih Produksi benih non hibrida meliputi : inbrida untuk tanaman menyerbuk sendiri bersari bebas/open bebas/open pollinated (OP) untuk tanaman menyerbuk silang Proses produksi lebih sederhana, karena hampir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan konsumsi pangan berupa beras juga ikut meningkat. Oleh karena itu, perlu dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih 4 TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Mutu benih merupakan sebuah konsep yang kompleks yang mencakup sejumlah faktor yang masing-masing mewakili prinsip-prinsip fisiologi, misalnya daya berkecambah, viabilitas,

Lebih terperinci

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN

MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN Oom Komalasari dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Mutu fisiologis jagung berpengaruh terhadap vigor awal tanaman dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Setiap tahunnya jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam mencapai

Lebih terperinci

(1981) adalah menurunnya potensi tumbuh rnaksimum, daya berkecambah dan vigor

(1981) adalah menurunnya potensi tumbuh rnaksimum, daya berkecambah dan vigor I. PENDAHULUAN Latar Belakang Selama periode penyimpanan benih mengalami kemunduran yang disebabkan oleh faktor-faktor alami. Proses ini disebut deteriorasi. Kemunduran benih dapat juga tejadi oleh tindakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran,

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, buah tomat sering digunakan sebagai bahan pangan dan industri, sehingga nilai ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Secara struktural benih itu sama dengan biji tumbuhan yang dihasilkan dari ovula yang dibuahi. Tetapi secara fungsional benih itu tidak sama dengan biji, sebab benih digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2013), kebutuhan kedelai nasional

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2013), kebutuhan kedelai nasional 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2013), kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,6 juta ton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang berasal dari biji, contohnya yaitu padi. Dalam Al-Qur'an telah

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang berasal dari biji, contohnya yaitu padi. Dalam Al-Qur'an telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biji merupakan sumber makanan yang penting bagi hewan dan manusia. Diantara divisi Angiospermae, family Poaceae paling banyak menghasilkan pangan yang berasal dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku

I. PENDAHULUAN. setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung di Indonesia merupakan bahan pangan penting sumber karbohidrat kedua setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku industri.

Lebih terperinci

I. PENGUJIAN BENIH UNTUK SERTIFIKASI BENIH

I. PENGUJIAN BENIH UNTUK SERTIFIKASI BENIH I. PENGUJIAN BENIH UNTUK SERTIFIKASI BENIH Satriyas Ilyas 1.1. Program Sertifikasi Produksi benih memerrlukan jaminan dari pihak ketiga sehingga lahirlah program sertifikasi benih. Sertifikasi benih adalah

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BENIH JAGUNG MANIS (Zea Mays Sachaarata Strurt) DI PT. SANG HYANG SERI (PERSERO) SUKAMANDI

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BENIH JAGUNG MANIS (Zea Mays Sachaarata Strurt) DI PT. SANG HYANG SERI (PERSERO) SUKAMANDI Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 2 Desember 2015 117 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BENIH JAGUNG MANIS (Zea Mays Sachaarata Strurt) DI PT. SANG HYANG SERI (PERSERO) SUKAMANDI Tita Kartika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertumpu pada satu sumber karbohidrat yaitu beras, melemahkan ketahanan. pangan dan menghadapi kesulitan dalam pengadaanya.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertumpu pada satu sumber karbohidrat yaitu beras, melemahkan ketahanan. pangan dan menghadapi kesulitan dalam pengadaanya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan beras sebagai bahan pangan utama Indonesia cenderung terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Menurut Suswono (2011),

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN

BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan. Berasal dari genus Oryza, famili Graminae (Poaceae) dan salah satu spesiesnya adalah Oryza

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah. agar bisa mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah. agar bisa mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyimpanan Benih Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah mengkondisikan benih pada suhu dan kelembaban optimum untuk benih agar bisa mempertahankan mutunya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kacang Hijau secara Umum

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kacang Hijau secara Umum TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kacang Hijau secara Umum Tanaman kacang hijau termasuk famili Leguminosae yang banyak varietasnya. Secara morfologi tanaman kacang hijau tumbuh tegak. Batang kacang hijau berbentuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 10 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI A. DEFINISI Benih

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode 23 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Agustus 2012. Perbanyakan benih dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di KP Leuwikopo. Pengujian benih dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri,

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, produksi perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia 57 PEMBAHASAN Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia Hasil pertemuan yang dilakukan pengusaha sumber benih kelapa sawit yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Perkebunan pada tanggal 12 Februari 2010,

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI KADAR AIR BENIH DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP VIABILITAS DAN SIFAT FISIK BENIH PADI SAWAH KULTIVAR CIHERANG

PENGARUH KOMBINASI KADAR AIR BENIH DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP VIABILITAS DAN SIFAT FISIK BENIH PADI SAWAH KULTIVAR CIHERANG Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 1 Juni 2015 53 PENGARUH KOMBINASI KADAR AIR BENIH DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP VIABILITAS DAN SIFAT FISIK BENIH PADI SAWAH KULTIVAR CIHERANG Tita Kartika Dewi 1 1) Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang

I. PENDAHULUAN. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang paling dikenal. Walaupun tidak menghasilkan jumlah protein dan kalori setinggi buncis

Lebih terperinci

PENJABARAN KKNI JENJANG KUALIFIKASI V KE DALAM LEARNING OUTCOMES DAN KURIKULUM PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI INDUSTRI BENIH PROGRAM DIPLOMA IPB 2012

PENJABARAN KKNI JENJANG KUALIFIKASI V KE DALAM LEARNING OUTCOMES DAN KURIKULUM PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI INDUSTRI BENIH PROGRAM DIPLOMA IPB 2012 PENJABARAN KKNI JENJANG KUALIFIKASI V KE DALAM LEARNING OUTCOMES DAN KURIKULUM PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI INDUSTRI BENIH PROGRAM DIPLOMA IPB 2012 Halaman 1 PENJABARAN DESKRIPSI GENERIK (LEARNING OUTCOMES

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa alat dan mesin budidaya tanaman merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi 1. Sejarah BPSB Jawa Tengah Awal BPSB II Tegalgondo Jawa Tengah didirikan oleh Hamengkubuwono X pada tahun 1920, yang mulanya merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Kedelai termasuk tanaman kacang-kacangan dengan klasifikasi lengkap tanaman kedelai adalah sebagai berikut, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae,

Lebih terperinci

harapan akan mutu produk atau jasa yang dihasilkan. kepada pelanggan maupun kebutuhan para pelanggan yang selalu berubahubah.

harapan akan mutu produk atau jasa yang dihasilkan. kepada pelanggan maupun kebutuhan para pelanggan yang selalu berubahubah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia usaha saat ini begitu pesat terutama dengan adanya kecenderungan ke arah pasar global. Dampak globalisasi apabila dilihat dari sudut pelanggan (customers),

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA TANAM DAN SUHU TERHADAP PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH BENIH KEDELAI (Glycine max ) DI LABORATORIUM BPSBTPH KALIMANTAN SELATAN

PENGARUH MEDIA TANAM DAN SUHU TERHADAP PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH BENIH KEDELAI (Glycine max ) DI LABORATORIUM BPSBTPH KALIMANTAN SELATAN PENGARUH MEDIA TANAM DAN SUHU TERHADAP PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH BENIH KEDELAI (Glycine max ) DI LABORATORIUM BPSBTPH KALIMANTAN SELATAN Siti Saniah dan Muharyono Balai Pengujian dan Sertifikasi Benih

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa alat dan mesin budidaya tanaman merupakan salah satu

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH. Ir. Yunizar, MS HP Balai Pengkajian Teknologi Riau

KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH. Ir. Yunizar, MS HP Balai Pengkajian Teknologi Riau KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH Ir. Yunizar, MS HP. 08527882006 Balai Pengkajian Teknologi Riau I. PENDAHULUAN Benih merupakan sarana penting dalam produksi pertanian, juga menjadi pembawa perubahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Oktober 2013 sampai bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum. Sorgum (Sorgum bicolor [L].Moench) merupakan tanaman yang termasuk di

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum. Sorgum (Sorgum bicolor [L].Moench) merupakan tanaman yang termasuk di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorgum bicolor [L].Moench) merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama dengan padi, jagung, tebu, gandum,

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani.

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. 28 Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. Pendahuluan Kebutuhan benih bermutu untuk produksi tanaman pangan dan perkebunan relatif tinggi seiring dengan tujuan produksi yang lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat hasil. Penggunaan benih bermutu tinggi dalam budidaya akan menghasilkan panen tanaman yang tinggi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Barangsiapa dengan sengaja: a. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,

Lebih terperinci

PEMULIAAN TANAMAN. Tatap Muka Minggu ke- 13 ( metode e-learning ) Semester Genap 2015 Oleh : Tyastuti Purwani, Ir. MP

PEMULIAAN TANAMAN. Tatap Muka Minggu ke- 13 ( metode e-learning ) Semester Genap 2015 Oleh : Tyastuti Purwani, Ir. MP PEMULIAAN TANAMAN Tatap Muka Minggu ke- 13 ( metode e-learning ) Semester Genap 2015 Oleh : Tyastuti Purwani, Ir. MP PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BENIH Varietas baru suatu tanaman yang telah dihasilkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biji merupakan perkembangan lanjut dari bakal biji yang telah dibuahi dan

BAB I PENDAHULUAN. Biji merupakan perkembangan lanjut dari bakal biji yang telah dibuahi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Biji merupakan perkembangan lanjut dari bakal biji yang telah dibuahi dan berfungsi sebagai alat perkembangbiakan. Secara agronomis biji merupakan hasil budidaya yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Oktober 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor dan di Balai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Padi Syarat Tumbuh Tanaman Padi Gogo dan Padi Rawa

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Padi Syarat Tumbuh Tanaman Padi Gogo dan Padi Rawa TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim yang dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan termasuk famili Graminae. Berdasarkan klasifikasi padi berasal dari

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Padi (Oryza sativa) merupakan salah satu bahan pangan pokok bagi masyarakat Indonesia. Sejak Indonesia merdeka, perkembangan perpadian (perberasan) di Indonesia telah mengalami

Lebih terperinci

Benih merupakan salah satu unsur pokok dalam usaha tani padi. Kebutuhan akan sarana tersebut semakin lama semakin meningkat

Benih merupakan salah satu unsur pokok dalam usaha tani padi. Kebutuhan akan sarana tersebut semakin lama semakin meningkat 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benih merupakan salah satu unsur pokok dalam usaha tani padi. Kebutuhan akan sarana tersebut semakin lama semakin meningkat sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mempertahankan

Lebih terperinci

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews)

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) Standar Nasional Indonesia Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 147, 2001 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4157) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih serta Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) ialah tanaman penghasil beras yang menjadi sumber

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) ialah tanaman penghasil beras yang menjadi sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman padi (Oryza sativa L.) ialah tanaman penghasil beras yang menjadi sumber karbohidrat sebesar 84,83 %, protein 9,78%, lemak 2,20%, mineral 2,09%, serat kasar 1,10%

Lebih terperinci

PENGUJIAN KADAR AIR BENIH

PENGUJIAN KADAR AIR BENIH PENGUJIAN KADAR AIR BENIH A. Pendahuluan. 1. Latar Belakang. Benih merupakan material yang bersifat higroskopis, memiliki susunan yang kompleks dan heterogen. Air merupakan bagian yang fundamental terdapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang Pepaya merupakan salah satu komoditi buah penting dalam perekonomian Indonesia. Produksi buah pepaya nasional pada tahun 2006 mencapai 9.76% dari total produksi buah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 85, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3616) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat rampai atau tomat ranti banyak disukai oleh konsumen karena tomat mempunyai rasa yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Oktober 2013 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998, agroindustri menjadi sebuah aktivitas ekonomi yang mampu berkontribusi secara positif terhadap

Lebih terperinci

Sertifikasi Benih. Paper Halaqoh Disusun pada tanggal 04 Nopember 2015 Pengasuh Prof. Dr. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH

Sertifikasi Benih. Paper Halaqoh Disusun pada tanggal 04 Nopember 2015 Pengasuh Prof. Dr. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH Sertifikasi Benih Paper Halaqoh Disusun pada tanggal 04 Nopember 2015 Pengasuh Prof. Dr. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH Oleh M. Kholil Mahasiswa Semester 7 Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seluruh rangkaian program pertanian Indonesia pada masa Orde Baru diarahkan kepada swasembada beras. Cara utama untuk mencapai tujuan itu adalah dengan pemakaian varietas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki peranan penting

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.54, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Benih Bina. Peredaran. Produksi. Sertifikasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG

Lebih terperinci