ISLAM EMPIRIK. Meretas Nalar Islam, Mengusung Nalar Terapan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISLAM EMPIRIK. Meretas Nalar Islam, Mengusung Nalar Terapan"

Transkripsi

1

2

3 Jurnal Penelitian ISLAM EMPIRIK Meretas Nalar Islam, Mengusung Nalar Terapan Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus Jawa Tengah

4 Jurnal Penelitian ISLAM EMPIRIK Meretas Nalar Islam, Mengusung Nalar Terapan Vol 5, Nomor 2, Juli - Desember 2012 ISSN: PELINDUNG Ketua STAIN Kudus PENANGGUNG JAWAB Pembantu Ketua I PEMIMPIN UMUM Fathul Mufid PEMIMPIN REDAKSI M. Saekhan Muchith SEKRETARIS REDAKSI Ahmad Anif DEWAN REDAKSI Agus Retnanto Anita Rahmawati Kisbiyanto PENYUNTING AHLI Muslih Sobir Abdullah Hadzia Muhayya TAT USAHA M. Muhlisin Rosita Afiyani Nur Pujiyanto Jurnal Penelitian ISLAM EMPIRIK diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STAIN Kudus setiap enam bulan sekali dan menerima setiap karya tulis sesuai dengan maksud jurnal tersebut diatas. Naskah diketik rapi sekitar 20 halaman spasi 1.5 beserta biodata penulis dan mencantumkan daftar pustaka sebagai sumber referensi. redaksi berhak memperbaiki susunan kalimat tanpa merubah isi tulisan yang dimuat Alamat Redaksi P3M STAIN Kudus Jl. Conge Ngembalrejo PO BOX 51 Telp. (0291) , Fax Kudus saekan.muchith61@gmail.com Diterbitkan Oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus Jawa Tengah

5 PENGANTAR REDAKSI Bismillahirrahmanirrahim Sebagai hamba yang bersyukur, ucapan hamdalah adalah bagian dari bentuk syukur kepada-nya. Dengan bersyukur dijanjikan oleh Allah SWT akan ditingkatkan anugrah dari-nya. Sebagai umat yang bertakdzim kepada utusan Allah, selazimnya bersalawat sebagai bentuk penghormatan kepadanya. Jurnal Penelitian Islam Empirik STAIN Kudus Edisi Juli-Desember 2012 mewartakan naskah dari penulis berbagai topik telaah hasil penelitian dan konsep penelitian. Topik tersebut semoga menambah daya tangkap kita menuangkan ide segar untuk kemaslahatan umat, meskipun hanya tertuang dalam bentuk ide/teks. Harapan redaktur kepada pembaca, untuk bersama-sama mencermati realitas dinamika yang menyimpan problem umat untuk ditampilkan menjadi naskah penelitian, agar menjadi bahan telaah dan dicari solusi bijakmenuju tatanan sosial yang lebih bermartabat. Peluang tersebut masih terbuka lebar, jika kita bersimpati untuk ikut serta mengurai problematika melalui konsep yang dikemas dalam hasil penelitian. Redaktur pun memohon Kepada pembaca dan penulis/ peneliti untuk berpartisipasi mengabadikan hasil penelitian atau konsep seputar penelitian berbagai topik telaah untuk edisi Januari-Juni Dengan harapan menggugah semangat kita bersama terciptanya saling asah-asih-asuh antara pembaca dan penulis yang difasitasi oleh redaktur. Hal tersebut dapat dilakukan dengan silaturrohim ke Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada - v -

6 Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Kudus jl Conge-Ngembalrejo, Kudus atau dengan alamat: saekan. Demikian Pengantar Redaksi, naskah yang tertera dalam jurnal ini menggugah kita untuk semangat kembali mengkaji realitas yang menyimpan problematika, semoga bermanfaat untuk kita semua. Nuwun, maturnuwun. Billahitaufiq wal hidayah Ihdinassyirotol Mustaqim - vi -

7 DAFTAR ISI Pengantar Redaksi... v - vi Daftar Isi... vii - viii STRUKTUR HUKUM AKAD RAHN DI PEGADAIAN SYARIAH KUDUS. Oleh: Ahmad Supriyadi MENGEMBALIKAN FUNGSI MASJID SEBAGAI SENTRA PERADABAN UMAT MANUSIA. Oleh: Edi Bahtiar M.Ag NILAI-NILAI DAKWAH DIBALIK TRADISI NASI KEPEL DI MASJID WALI LORAM KULON). Oleh: Farida, M.Si STRATEGI PELAYANAN PERBANKAN UNTUK MENCIPTAKAN KEPUASAN NASABAH DARI PERCEIVED VALUE PADA BANK SYARI AH MANDIRI. Oleh:Muhammad Husni Mubarok MODEL HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN PADA PENGETAHUAN, KEPERCAYAAN PADA BELAJAR DENGAN KONSEP BELAJAR MAHASISWA. Oleh: M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita, vii -

8 PERSPEKTIF AL-QUR AN TENTANG JIN, IBLIS, DAN SYAITAN (STUDI TAFSIR TEMATIK). Oleh: H. Masdi MENYINGKAP HUBUNGAN AGAMA DAN FILSAFAT(Merenda Kesesatan Filsafat al-ghazali, Merespon Keterhubungan Filsafat dan Agama Ibnu Rusyd)). Oleh: Mas udi, S.Fil, MA PENERAPAN KEDISIPLINAN PESERTA DIDIK DI SDIT AL-ISLAM KUDUS). Oleh: Mudalifah TEOLOGI AHMADIYAH DULU, SEKARANG DAN MENDATANG DI INDONESIA. Oleh: Ridwan A. Malik INTEGRASI PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBAHASA ARAB DENGAN PENGHAFALAN AL-QUR AN DI MADRASAHTSANAWIYAH TAHFID YANBU-UL-QURAN MENAWAN KUDUS. Oleh: Sulthon, M.Ag viii -

9 STRUKTUR HUKUM AKAD RAHN DI PEGADAIAN SYARIAH KUDUS Oleh : Ahmad Supriyadi * Abstrak Pembahasan tentang gadai syariah volumenya masih sangat langka, hal ini wajar karena lembaga yang mengembangkan gadai syariah juga sangat minim, misalnya Pegadaian Syariah Kudus. Gadai Syariah merupakan suatu gejala ekonomi lahir semenjak regulasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 jo. Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Regulasi ini di respon oleh Dewan Syariah Nasional dengan mengeluarkan fatwa Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan juga fatwa Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas. Kegiatan gadai syariah ini merupakan sistem hukum baru di dalam sistem hukum di Indonesia. Kondisi ini didasarkan pada lahirnya perjanjian-perjanjian yang belum ada dalam sistem hukum perdata di Indonesia misalnya ar-rahn. Karena Sistem ar-rahn berasal dari sistem hukum Islam. Ketiadaan aturan ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan akan banyak masalah yang terjadi. Sedangkan penelitian tentang struktur hukum pegadaian syariah dalam perspektif hukum Islam dan Hukum positif belum banyak dan hanya beberapa orang misalnya Zainuddin Ali, Abdul Ghofur Anshori dan Nur Aliyah. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pengambilan datanya melalui observasi dan quesioner. Untuk bisa menyelesaikan rumusan masalah yang ada peneliti menggunakan pendekatan sistem dengan pemahaman bahwa dalam pegadaian syariah itu operasionalnya menggunakan sistem tertentu * Dosen STAIN Kudus dan Mahasiswa Program Doktor Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 1

10 Ahmad Supriyadi dan pendekatan yang lain yaitu pendekatan normatif yang digunakan untuk menganalisis praktik pegadaian syariah dari sisi norma. Struktur hukum dalam pegadaian syariah yang telah penulis teliti di Pegadaian Syariah Kudus dapat di simpulkan. Bahwa struktur hukum perjanjian yang di buat oleh para pihak yaitu struktur hukum gadai pada perjanjian gadai. Struktur hukum gadai yang di lakukan di Pegadaian Syariah Kudus memuat : suatu perbuatan hukum oleh seseorang atau rahin mengikatkan diri pada orang lain atau murtahin untuk memperoleh pinjaman uang dengan jaminan berupa benda bergerak. Perjanjian ini dalam struktur hukum perdata termasuk perjanjian bernama yang mempunyai sifat timbal balik, di satu sisi punya hak dan di sisi lain punya kewajiban secara timbal balik. Perjanjian demikian itu termasuk perjanjian konsensuil obligatoir, karena terbentuknya perjanjian itu berdasarkan konsensus dan yang di perjanjikan mengandung unsur ekonomi. Kata Kunci: Struktur Hukum, Akad Rahn, Pegadaian Syariah A. Latar Belakang Masalah. Islam telah mengatur pemeluknya dalam segala aspek kehidupan melalui syariah yang dituangkan dalam kaedah-kaedah dasar dan aturan-aturan. semua pemeluk Islam di wajibkan untuk mentaatinya ataupun mempraktikkan dalam praksis kehidupan. Sehingga sangat wajar bila interaksi antara sesama umat Islam yang berdasarkan syariah perlu mendapat kajian yang serius karena umat perlu panduan keilmuan supaya tidak salah berperilaku. Karena itu perlu pengkajian aturan Islam dalam seluruh sisi kehidupan kita sehari-hari, diantaranya yang berawal dari interaksi sosial dengan sesama manusia, khususnya dalam hal ekonomi. Pinjam meminjam dalam ekonomi adalah sesuatu yang lazim di lakukan oleh para pelaku ekonomi. Walau demikian meminjam untuk menanggung kebutuhan hidup berupa makan dan minum dengan pinjaman yang terlalu besar, tidaklah di anjurkan oleh Islam. Sedangkan pinjaman yang berkaitan dengan harta untuk modal usaha sangat di anjurkan, dengan dasar bahwa uang yang di miliki oleh para aghniya supaya mempunyai nilai manfaat yang lebih. Berdasarkan fenomena ini pemerintah merasa prihatin karena kelemahan orang menjadi lahan yang enak bagi para pemilik modal. 2 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

11 Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus Karena itulah pemerintah mendirikan lembaga formal tentang pegadaian. Lembaga formal tersebut dibagi menjadi dua yaitu lembaga bank dan lembaga nonbank. Lembaga nonbank inilah pemerintah telah memfasilitasi masyarakat dengan suatu perusahaan umum (perum) yang melakukan kegiatan pegadaian yaitu Perum Pegadaian yang menawarkan pinjaman yang lebih mudah, proses yang jauh lebih singkat dan persyaratan yang relatif sederhana dan mempermudah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dana. Hal ini kegiatan bagi masyarakat yang beragama non Islam. padahal Indonesia berpenduduk sebagian besar beragama Islam. Perum Pegadaian melihat masyarakat Indonesia yang sebagian besar beragama Islam, maka ia meluncurkan sebuah produk gadai yang berbasiskan prinsip-prinsip syariah sehingga masyarakat mendapat beberapa keuntungan yaitu cepat, praktis dan menentramkan, produk yang dimaksud di atas adalah produk Gadai Syariah. Perusahaan umum pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai ijin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai seperti dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal Tugas pokoknya adalah memberikan pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai (Heri Sudarsono, 2004:156). Undang-undang ini di atur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian. Kegiatan Gadai Syariah merupakan suatu gejala ekonomi yang baru lahir semenjak regulasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 jo. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Regulasi ini di respon oleh Dewan Syariah Nasional dengan mengeluarkan fatwa Nomor 25/ DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan juga fatwa Nomor 26/DSN-MUI/ III/2002 tentang Rahn Emas. Kegiatan gadai syariah yang baru ini melahirkan sistem hukum baru di dalam sistem hukum di Indonesia. Kondisi ini didasarkan pada lahirnya perjanjian-perjanjian yang belum ada dalam sistem hukum di Indonesia misalnya ar-rahn. Sistem ar-rahn berasal dari sistem hukum Islam yang di tulis dalam kitab-kitab fiqih baik klasik maupun kontemporer yang kemudian di implementasikan oleh EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 3

12 Ahmad Supriyadi masyarakat Indonesi. Implementasinya memunculkan masalah baru di dalam hukum positip yaitu adanya dualisme sistem yaitu pegadaian konvensional yang pengaturannya mengacu pada hukum positip murni dan pegadaian syariah yang mengacu pada hukum Islam. Pegadaian syariah secara yuridis belumlah mempunyai dasar hukum yang kuat bila dilihat dari sisi hukum positip, karena belum adanya UU yang mengaturnya. Hal ini menimbulkan ketidak pastian hukum tentang pegadaian syariah, lebih-lebih bila ada perbuatan hukum yang bermasalah dan pasti akan ditanyakan bagaimana hukumnya? Walaupun saat ini belum pernah di dengar adanya suatu masalah hukum menyangkut pegadaian syariah, tapi di kemudian hari akan ada suatu wanprestasi di dalam implementasi produk-produk pegadaian syariah. Karena itu semua akan membutuhkan hukum. Di sisi lain masyarakat yang belum paham tentang syariah selalu bertanya apa dan bagaimana pegadaian syariah serta bagaimana operasionalnya? Tapi mereka juga ada kecurigaan tentang produk-produk yang di keluarkan oleh pegadaian syariah. Misalnya mempertanyakan apa bedanya pegadaian syariah dengan konvensional. Hal diatas menunjukkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pegadaian syariah. Akibat yang di timbulkan adalah mereka kurang menyukai pegadaian syariah. Padahal umat Islam di Indonesia adalah penduduk mayoritas yang berinteraksi ekonomi secara syariah. B. Rumusan Masalah Akad rahn di Pegadaian Syariah Kudus merupakan perbuatan hukum yang tidak memiliki kepastian hukum dan dibutuhkan suatu pencarian kebenaran struktur hukumnya, sehingga dapat diambil rumusan masalah yaitu: Bagaimana struktur hukum akad rahn di Pegadaian Syariah Kudus dari perspektif hukum positif dan hukum Islam? C. Metode Penelitian Penelitian yang berjudul struktur hukum pegadaian syariah dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif (suatu tinjauan 4 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

13 Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus yuridis normatif terhadap praktek pegadaian syariah di Kudus) adalah Penelitian mengenai praktik dan sistem hukum di Pegadaian syariah yang merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Untuk menyelesaikan rumusan masalah, peneliti menggunakan pendekatan sistem dengan tujuan mendapatkan sistem yang saling berhubungan antara satu produk dengan produk lain di Pegadaian Syariah dan juga dengan pendekatan yuridis normatif untuk menemukan gambaran yang komprehensip mengenai struktur hukum yang ada dalam praktik Pegadaian Syariah. Obyek penelitian ini adalah praktik produk-produk Pegadaian Syariah dan subyeknya adalah seluruh pegawai atau karyawan di Pegadaian Syariah Kudus dan para nasabahnya. Data yang diperoleh berupa data primer yang dikumpulkan dengan metode wawancara dan observasi. Wawancara untuk menggali data, dilakukan kepada manajer dan para nasabah di Pegadaian Syariah, kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengelompokan data dan memberi kode-kode tertentu kemudian dilakukan pengolahan data secara kualitatif melalui tahapan seleksi, klasifikasi dan kategorisasi berdasarkan kelompok masalah, kemudian dilakukan analisa dengan pendekatan yuridis dan normatif. Dalam proses analisa data ini setidaknya peneliti akan menggunakan beberapa tahap: dimulai dengan analisa deskriptif yang memungkinkan peneliti menguraikan hasil penelitian apa adanya, lalu dilanjutkan dengan analisa hermeneutic yaitu memberikan makna-makna yang ditemukan dalam hubungannya dengan aktivitas. Selanjutnya analisa dan kesimpulan yang logis, utuh, terpadu dan bisa dimengerti dengan menggunakan metode induktif. Laporan hasil penelitan ini berupa data sekunder dan data primer yang dikumpulkan dan dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif yaitu laporan yang memberikan gambaran secara menyeluruh dan sistematis. D. Telaah Pustaka Telaah pustakan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang utuh terhadap implementasi rahn menurut hukum Islam, dimana EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 5

14 Ahmad Supriyadi rahn itu merupakan term yang diadopsi dari hukum Islam, kemudian di implementasikan di Indonesia. Pengertian Pegadaian Syariah Kegiatan pegadaian syariah merupakan bagian obyek kajian dari ekonomi syariah. Kegiatan ini di zaman Rarulullah telah di praktikkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana dalam sejarah nabi pernah membeli makanan dengan menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi. Walaupun kegiatan ini sudah lama ada, namun karena kurang di gali oleh para ilmuan, sehingga kesulitan untuk mendefinisikannya dalam Bahasa Indonesia. Bahkan kegiatan ini dalam term fiqih sering ada tapi untuk mempraktikkan belum bisa memasyarakat seperti sekarang ini. Pemahaman tentang pegadaian syariah dapat di lihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pegadaian syariah sebagai lembaga perum dan juga pegadaian syariah dari sisi komersial atau menjalankan produk-produk yang di keluarkan oleh lembaga tersebut. Karena itu pembahasan ini nanti pada bab-bab berikutnya akan mengacu pada dua hal itu yaitu pada lembaga dan pada sisi komersial. Pegadaian syariah di terjemahkan dari kata ar-rahn dalam kitab-kitab fiqih (pemikiran hukum Islam) seperti dalam bidayah almujtahid. Ar-Rahn artinya secara terminologi adalah jaminan hutang atau gadai (Atabik Ali dan A. Zuhdi Muhdhor,1998:996), begitu juga dalam kamus Hans Wehr (1980:363) bahwa ar-rahn is deposit as security. Atas dasar dua pengertian secara terminologi itu dapat di simpulkan bahwa ar-rahn adalah pegadaian atau jaminan hutang. Ar- Rahn pengertian secara bahasa artinya tetap, berlangsung, dan menahan (Wahbah Zuhaili, 2002:4202). Adapun pengertian ar-rahn yang dimaksud adalah menahan harta yang dimiliki oleh peminjam uang sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya جعل الشئ وثيقة بدين Barang yang dijadikan jaminan tersebut haruslah punya nilai jual atau yang memiliki nilai ekonomis, sehingga pihak yang menahan barang memperoleh kepastian jaminan bahwa peminjam akan melunasi pinjamannya dan bila tidak dapat melunasinya pihak penerima gadai dapat menjual barang jaminan sebagai pembayaran atas piutang nasabah (Sayyid Sabiq,1987:169). 6 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

15 Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus Karena itu gadai syariah perlu di cermati unsur-unsur yang ada dalam setiap kegiatannya. Menurut penulis bahwa gadai itu ada karena adanya suatu hubungan antara satu orang atau lebih dengan seorang atau lebih dalam lingkup menjadikan barang sebagai jaminan atas pembiayaan yang diberikan oleh murtahin. Dikatakan satu orang bila yang bertemu hanya pihak rahin dan murtahin saja. Tapi bila barang yang di gadaikan (marhun) itu milik saudaranya, maka pihak yang bertemu tidak hanya dua orang tetapi tiga orang. Hubungan antara mereka tidak hanya sekedar hubungan tetapi merupakan hubungan hukum, karena hubungan yang di lakukan oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Sedangkan hubungan hukum yang dimaksud adalah melakukan kesepakatan bahwa pihak rahin sepakat menyerahkan barang untuk ditahan oleh murtahin dan membayar biaya perawatan dan sewa tempat penyimpanan serta asuransi sedangkan murtahin sepakat untuk memberikan pinjaman uang. Atas keterangan tersebut menurut penulis bahwa gadai syariah adalah hubungan hukum antara satu orang atau lebih dengan seorang atau lebih dengan kata sepakat untuk mengikatkan dirinya bahwa di satu pihak (rahin) bersedia menyerahkan barang untuk ditahan oleh murtahin dan membayar biaya perawatan dan sewa tempat penyimpanan serta asuransi sedangkan murtahin sepakat untuk memberikan pinjaman uang tertentu sebesar nilai taksir. Pengertian tersebut perlu juga memperhatikan pengertianpengertian yang di uraikan oleh para ahli hukum Islam antara lain : Rahn menurut Ahmad Azhar Basyir (1983:50) perjanjian menahan suatu barang sebagai tanggungan utang. Karena itu perbuatan yang dilakukan adalah menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syariah sebagai tanggungan utang. Rahn menurut Sulaiman Rasjid (1976:295) adalah menjadikan suatu barang sebagai jaminan dalam utang piutang untuk memberikan kepercayaan dan keyakinan bahwa hutang itu akan ia bayar, dan bila ia tidak bisa membayar, barang tersebut bisa di jual oleh pemberi hutang. Menurut pemahaman Fadly rahn berarti pemenjaraan. Misalnya perkataan mereka (orang Arab), rahanasy syai-a artinya apabila sesuatu itu terus menerus dan menetap. Allah berfirman: Tiaptiap diri bertanggung jawab atas perbuatannya. (QS Al-Muddatsir: 38). EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 7

16 Ahmad Supriyadi Adapun menurut istilah syara, kata rahn ialah memperlakukan harta sebagai jaminan atas hutang yang dipinjam, supaya dianggap sebagai pembayaran manakala yang berhutang tidak sanggup melunasi hutangnya. (Fathul Bari V: 140 dan Manarus Sabil I: 351). Atas dasar pengertian-pengertian di atas perlu di ambil satu pemahaman sebagai patokan dalam pengertian gadai syariah yang mencakup unsur-unsur antara lain : (a) Ada syarat subyek yaitu : orang yang menggadaikan (rahin) dan orang yang menerima gadai (murtahin) keduanya ada syaratsyarat tertentu : 1. Telah dewasa menurut hukum 2. Berakal 3. Mampu atau cakap berbuat hukum (b) Ada syarat obyek yaitu : barang yang dapat di gadaikan (marhun) dengan syarat-syarat tertentu antara lain: 1. Benda yang mengandung nilai ekonomis 2. Dapat di perjual belikan dan tidak melanggar undangundang. 3. Barang milik rahin 4. Benda bergerak (c) Adanya kata sepakat (sighot) yaitu : kata sepakat setelah negosiasi antara rahin dan murtahin yang kemudian di implementasikan dalam perjanjian. E. Hasil Penelitian 1. Struktur Hukum Akad Rahn di PERUM Pegadaian Syariah Kudus. PERUM Pegadaian Syariah memiliki beberapa produk gadai yang telah di operasionalkan sejak adanya unit syariah hingga sekarang. Produk-produk itu antara lain: 1.1. Produk Ar-Rahn (Gadai Syariah) a. Gadai Syariah Kudus Gadai syariah di Pegadaian Syariah adalah merupakan skim pinjaman yang mudah dan praktis untuk memenuhi kebutuhan dana bagi masyarakat dengan sistem gadai yang sesuai dengan syariah dengan cara menyerahkan agunan berupa emas perhiasan, berlian, elektronik dan kendaraan 8 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

17 Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus bermotor (Sumber: liflet Pegadaian Syariah). Atas dasar liflet peneliti memberikan definisi yang spesifik bahwa rahn adalah hubungan hukum yang dilakukan oleh rahin dan marhun untuk memberikan pinjaman berupa uang dari marhun sedangkan rahin menyerahkan sesuatu barang bergerak sebagai jaminan atas kemampuannya mengembalikan uang, dan membayar biaya sewa tempat dan pemeliharaan. Berdasarkan liflet produk gadai syariah ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain: a) Meningkatkan daya guna barang bergerak karena barang yang di gadaikan berupa motor, cukup di gadaikan BPKBnya. Sehingga motor masih dapat di pakai oleh rahin dan dapat menghasilkan keuntungan. b) Prosedur pengajuan dan syarat-syarat untuk mendapatkan pinjaman uang sangat mudah dan cepat c) Barang di taksir secara valid dan cermat sehingga nilai taksiran bisa optimal d) Jangka waktu pinjaman fleksibel tidak di batasi, bebas menentukan pilihan pembayaran e) Barang gadai di jamin aman dan di asuransikan f) Sumber dana dan akad sesuai dengan syariah b. Tahap-Tahap Pelaksanaan gadai syariah Adapun untuk mendapatkan pinjaman dengan skim gadai syariah ini ada beberapa tahapan yang di lalui : a) Tahap Pengajuan Pada tahap ini seorang nasabah apabila ingin mendapatkan pinjaman dari Pegadaian Syariah ia harus datang dengan memenuhi beberapa persyaratan : 1. Menyerahkan copy KTP atau identitas resmi lainnya; 2. Menyerahkan barang sebagai jaminan yang berharga misalnya berupa emas, berlian, elektronik, dan kendaraan bermotor; 3. Untuk kendaraan bermotor, cukup menyerahkan dokumen kepemilikan berupa BPKB dan copy dari STNK sebagai pelengkap jaminan; 4. Mengisi formulir permintaan pinjaman; 5. Menandatangani akad EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 9

18 Ahmad Supriyadi Setelah syarat-syarat ini terpenuhi, nasabah membawa barang jaminan disertai photo copy identitas ke loket penaksiran barang jaminan. Barang akan ditaksir oleh penaksir, kemudian akan memperoleh pinjaman uang maksimal 90% dari nilai taksiran. Tahap berikutnya adalah tahap perjanjian yang dilakukan sebagai berikut: b) Tahap Perjanjian Pada tahap perjanjian, pihak rahin harus datang sendiri dan melakukan negosiasi terlebih dahulu atas perjanjian yang di buat oleh pihak Pegadaian Syariah. Bila pihak rahin tidak sepakat, boleh membatalkan untuk tidak jadi meminjam uang di Pegadaian Syariah. Namun bila telah sepakat atas perjanjian yang ada, maka nasabah langsung menandatangani akad tersebut. Adapun akad yang di gunakan dalam perjanjian gadai syariah ini adalah akad ijroh atau Fee Based marhun yang bisa di sebut ijarah yakni rahin dimintai imbalan sewa tempat, ujroh pemeliharaan marhun dalam hal penyimpanan barang yang di gadaikan. Apa yang diperjanjikan? Hal-hal yang di perjanjikan dalam perjanjian gadai syariah adalah : (a) Judul perjanjian yaitu akad rahn. (b) Hari dan tanggal serta tahun akad (c) Kedudukan para pihak yaitu (1) kantor cabang pegadaian syariah yang diwakili oleh kuasa pemutus marhun bih, dan oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama serta kepentingan CPS, disebut sebagai pihak pertama. (2) rahin atau pemberi gadai adalah orang yang nama dan alamatnya tercantum dalam surat bukti rahn ini. (d) Hal-hal yang diperjanjikan dalam gadai syariah antara lain : (1) rahn dengan ini mengakui telah menerima pinjaman dari murtahin sebesar nilai pinjaman dan dengan jangka waktu pinjaman sebagaimana tercantum dalam surat buku rahn. (2) Murtahin dengan ini mengakui telah menerima barang milik rahn yang digadaikan kepada murtahin, dan karenanya murtahin 10 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

19 Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus berkewajiban mengembalikannya pada saat rahin telah melunasi pinjaman dan kewajiban-kewajiban lainnya. (3) Atas transaksi rahn tersebut diatas, rahn dikenakan biaya administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (4) Apabila jangka waktu akad telah jatuh tempo, dan rahin tidak melunasi kewajiban-kewajibannya, serta tidak memperpanjang akad, maka rahin dengan ini menyetujui dan atau memberikan kuasa penuh yang tidak dapat ditarik kembali untuk melakukan penjualan atau lelang marhun yang berada dalam kekuasaan murtahin guna pelunasan pembayaran kewajiban-kewajiban tersebut. Dalam hal hasil penjualan atau lelang marhun tidak mencukupi untuk melunasi kewajiban-kewajiban rahin, maka rahin wajib membayar sisa kewajibannya kepada murtahin sejumlah kekurangannya. (5) Bilamana terdapat kelebihan hasil penjualan marhun, maka rahin berhak menerima kelebihan tersebut, dan jika dalam jangka satu tahun sejak dilaksanakan penjualan marhun, rahin tidak mengambil kelebihan tersebut, maka dengan ini rahin menyetujui untuk menyalurkan kelebihan tersebut sebagai shodaqah yang pelaksanaannya diserahkan kepada murtahin. (6) Apabila marhun tersebut tidak laku dijual, maka rahin menyetujui pembelian marhun tersebut oleh murtahin minimal sebesar harga taksiran marhun. (7) segala sengketa yang timbul yang ada hubungannya dengan akad ini yang tidak dapat diselesaikan secara damai, maka akan diselesaikan melaui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah bersifat final dan mengikat. (e) Membubuhkan tandatangan menunjukkan persetujuan akad rahn. Selain akad rahn, ada pula akad ijaroh yang tujuannya adalah untuk memperjanjikan biaya-biaya yang berkaitan dengan rahn. Adapun perjanjian ijarah setelah akad rahn isinya adalah sebagai berikut : 1. Berisi judul akad yaitu akad ijarah 2. Hari dan tanggal serta tahun akad 3. Keterangan tentang kedudukan para pihak : (1) EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 11

20 Ahmad Supriyadi Kantor Cabang Pegadaian Syariah sebagaimana tersebut dalam surat bukti rahn ini yang dalam hal ini diwakili oleh kuasa pemutus marhun bih dan oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama serta kepentingan CPS untuk selanjutnya disebut sebagai Mu ajjir. (2) Musta jir adalah orang yang nama dan alamatnya tercantum dalam surat bukti rahn ini. 4. Pengakuan adanya akad rahn sebelumnya yang isinya : (1) bahwa musta jir sebelumnya telah mengadakan perjanjian dengan muajjir sebagaimana tercantum dalam akad rahn yang juga tercantum di dalam surat bukti rahn ini, dimana musta jir bertindak sebagai rahin dan muajjir bertindak sebagai murtahin dan oleh karenanya akad rahn tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan akad ini. (2) bahwa atas marhun berdasarkan akad diatas musta jir setuju dikenakan ijarah. 5. Kesepakatan tentang akad ijarah, yang isinya adalah : (1) para pihak sepakat dengan tarif ijarah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk jangka waktu per-sepuluh hari kalender dengan ketentuan penggunaan ma jur selama satu hari tetap dikenakan ijarah sebesar ijarah per-sepuluh hari. (2) Jumlah keseluruhan ijarah tersebut wajib di bayar sekaligus oleh musta jir kepada mu ajjir diakhir jangka waktu akad rahn atau bersamaan dengan dilunasinya pinjaman. (3) apabila dalam penyimpanan marhun terjadi hal-hal di luar kemampuan musta jir sehingga menyebabkan marhun hilang/rusak tak dapat dipakai maka akan diberikan ganti rugi sesuai ketentuan yang berlaku di PERUM Pegadaian. Atas pembayaran ganti rugi ini musta jir setuju dikenakan potongan sebesar marhun bih + ijarah sampai dengan tanggal ganti rugi, sedangkan perhitungan ijarah dihitung sampai dengan tanggal penebusan / ganti rugi. Simulasi perhitungan gadai syariah berdasarkan akad ujroh (fee based marhun) : 12 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

21 Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus Biaya yang di perhitungkan dalam membayar upah meliputi sewa pemakaian tempat, pemeliharaan marhun dan asuransi marhun. Maka perhitungan yang di lakukan adalah: Ijarah = Taksiran barang x Tarif (Rp.) x Jangka waktu ,- Hari Misalnya : nasabah memiliki 1 keping Logam Mulia seberat 25 gram dengan kadar 99,99% asumsi harta per gram emas 99,99%= Rp ,- maka cara menghitungnya adalah sebagai berikut: Taksiran =25 gr. x Rp ,- = Rp ,- Uang Pinjaman =90%xRp ,- = Rp ,- Ijaroh /10 hari = ,- x 80 x 10 = Rp ,- Rp ,- 10 Biaya Administrasi = Rp ,- Jika nasabah menggunakan marhun bih selama 26 hari, ijaroh ditetapkan dengan menghitung per 10 hari x 3 maka besar ijaroh adalah Rp ,- (Rp ,- x 3) ijaroh di bayar pada saat nasabah melunasi atau memperpanjang dengan akad baru. Di Pegadaian Syariah, tarif yang biasa di kenakan pada nasabah dapat di lihat dalam gambar berikut ini (Daftar Tabel dari Pegadaian Syariah) : Tarif Ijarah dan Biaya Administrasi Gadai Syariah (Rahn) Gol ong an UP Min UPMax Pembul atan UP Pemb ulatan Ijarah Tarif Ijarah Periode Penghitung an Ijarah Biaya Administr asi Gadai Biaya Admini strasi Surat Hilang Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. A 20, ,000 1, Per 10 hari 1,000 1,000 B 151, ,000 1, Per 10 hari 5,000 2,000 C 501,000 1,000,000 1, Per 10 hari 8,000 3,000 D 1,005,000 5,000,000 5, Per 10 hari 16,000 4,000 E 5,010,000 10,000,000 10, Per 10 hari 25,000 4,000 F 10,050,000 20,000,000 50, Per 10 hari 40,000 4,000 G 20,100,000 50,000, , Per 10 hari 50,000 4,000 Ket. c) Tahap Realisasi Perjanjian Pada tahap realisasi akad yang telah di sepakati bersama dan telah di tandatangani oleh kedua belah EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 13

22 Ahmad Supriyadi pihak, maka tahap selanjutnya adalah realisasi penyerahan pinjaman kepada rahin. d) Tahap Akhir Gadai Pada tahap akhir gadai, yang di kerjakan adalah sebelum berakhirnya gadai, pihak murtahin (Pegadaian Syariah) memberikan informasi kepada rahin bahwa pinjaman akan berakhir. Setelah di sampaikan maka rahin akan membayar sejumlah uang yang di pinjam dan biayabiaya penyimpanan selama gadai. Dalam hal ini proses pelunasan bisa dilakukan kapan saja sebelum jangka waktunya, baik dengan cara sekaligus ataupun di angsur. Namun apabila pihak rahin tidak mampu membayar sebesar uang pinjamannya di tambah biaya sewa tersebut, maka barang di lelang oleh Pegadaian Syariah untuk membayar, sedangkan bila ada sisanya uang akan di kembalikan kepada rahin, tapi bila uangnya kurang untuk menutupi pinjaman dan biayanya maka pihak rahin di minta untuk membayar kekurangannya. Tapi pada kenyataan bahwa rahin sering tidak membayar kekurangan dari uang pinjamannya. e) Realisasi Pelelangan Barang Gadai Pelelangan barang gadai di sebabkan karena pihak rahin tidak mampu membayar seluruh hutangnya beserta biaya-biaya yang harus di tanggungnya. Karena itu pihak murtahin diperbolehkan untuk menjual atau melelang barang yang telah di gadaikan kepada murtahin. Adapun meknisme penjualannya adalah sebagai berikut: (a) Pihak rahin mewakilkan kepada murtahin untuk menjualkan barang yang digadaikan; (b) Pihak murtahin akan menginformasikan secara umum melalui pengumuman bahwa akan diadakan lelang pada tanggal tertentu. (c) Pihak murtahin melaksanakan lelang yang sesuai dengan prosedur. Salah satu cara pelelangan barang gadai di pegadaian syariah adalah (Zainuddin Ali,2008:51): (1). Ditetapkan harga emas oleh pegadaian pada saat pelelangan dengan margin 2% untuk pembeli. 14 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

23 Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus (2). Harga penawaran yang dilakukan oleh banyak orang tidak diperbolehkan karena dapat menyebabkan kerugian bagi rahin. Karena itu, pihak pegadaian melakukan pelelangan terbatas, yaitu hanya memilih beberapa pembeli. (3). Hasil pelelangan akan digunakan untuk biaya penjualan 1% dari harga jual, biaya perwatan dan penyimpanan barang dan sisanya dikembalikan kepada rahin. (4). Sisa kelebihan yang tidak diambil selama setahun, akan diserahkan oleh pihak pegadaian kepada baitul maal. 2. Analisis Yuridis Dan Normatif Praktik Rahn di PERUM Pegadaian Syariah Kudus 2.1. Analisis Hukum Positip Terhadap Praktik Gadai di PERUM Pegadaian Syariah Kudus Analisis ini didasarkan pada hukum perdata yang ada di Indonesia dan merujuk pada KUH Perdata dengan meninggalkan beberap prinsip yang tidak sesuai dengan hukum Islam misalnya tentang riba, ataupun hal-hal lain yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Pada asasnya bahwa hutang itu harus di bayar. Setiap orang yang mempunyai hutang ia mempunyai kewajiban untuk membayar sebesar hutang uang yang dipinjam. Tetapi bila sesorang bisa meminjam uang dengan pembayarannya di tangguhkan maka ia harus memberikan jaminan atas kemampuannya untuk membayar. Karena itu gadai pada prinsip adalah memberikan jaminan bahwa seseorang bisa membayar hutangnya. Gadai dalam Islam di sebut rahn tapi dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Pasal 1150 juga telah ada yang memberikan pengertian bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau orang lain atas namanya, dan memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya, setelah barang itu di gadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan (J. Satrio,1996:97). EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 15

24 Ahmad Supriyadi Dalam perjanjian tersebut telah di uraikan tentang para pihak atau disebut subyek perjanjian. Subyek perjanjian diatas ada dua yaitu rahin dan murtahin dan ini telah di atur dalam Pasal 1150 KUH Perdata. Di dalam perjanjian yang di perjanjikan adalah barang yang di gadaikan bahwa barang yang digadaikan yaitu berupak cicin. Barang tersebut adalah termasuk benda bergerak sebagaimana di atur dalam Pasal 1150 jo 1152 KUH Perdata. Karena itu barang gadai bisa benda bergerak dan bisa juga surat berharga. Tentang penyerahan barang gadai diletakkan dengan membawa benda gadai di bawah kekuasaan kreditur atau di bawah kekuasaan pihak ketiga sebagaimana pasal Penyerahan barang gadai di Pegadaian Syariah telah memenuhi pasal tersebut yang faktanya si rahin menyerahkan marhun bih kepada murtahin. Perjanjian gadai menurut ilmu hukum, termasuk perjanjian riil dan sifatnya konsensuil. Dikatakan riil karena benda yang dijadikan jaminan benar-benar diserahkan kepada murtahin dan dikatakan konsensui, bahwa perjanjian ini lahir karena ada kata sepakat dari para pihak Perumusan Gadai Perumusan tentang gadai sebagaimana dalam Pasal 1150 KUH Perdata telah menjadikan suatu ikatan hukum yang di akibatkan dari perjanjian gadai bahwa seseorang yang mendapatkan utang dengan menjaminkan barang berupa barang bergerak dan akan di bayar di kemudian hari. Kata gadai disini memiliki dua arti yaitu sebagai benda gadai dan juga hak gadai Para Pihak dalam Gadai Para pihak yang terlibat dalam perjanjian gadai adalah raahin (pemberi gadai) dan murtahin (penerima jaminan) Barang yang di Gadaikan Penyerahan Barang Gadai 2.2. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Rahn di PERUM Pegadaian Syariah kudus PERUM Pegadaian Syariah telah mengeluarkan beberapa produk jasa antara lain : gadai syariah, jual beli emas logam mulia 16 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

25 Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus (produk mulia) dan arrum. Dari tiga produk tersebut ada praktik produk pegadaian syariah yang hampir sama yaitu arrum dengan gadai syariah. Jasa-jasa tersebut telah didipraktikkan sebagaimana perjanjian yang didiskripsikan di atas yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah. Secara umum perjanjian yang di gunakan dalam operasional jasa-jasa tersebut adalah akad rahn, akad ijarah dan akad jual beli murabahah. a. Gadai Syariah Gadai syariah atau rahn telah di perbolehkan oleh al- Qur an dan as-sunnah untuk bermuamalah berdasarkan gadai. Dasarnya adalah : ٻ ٻ ٻ ٻ پ پ پ پ ڀڀ ڀ ڀ ٺ ٺ ٺ ٺ ٿ ٿ ٿ ٿ ٹٹ ٹ ٹ ڤڤ ڤ ڤ ڦ ڦ ڦڦ ڄ ڄ ڄ ڄ Dan jika kamu dalam perjalanan (safar) dan kamu tidak dapati penulis, maka hendaklah ada jaminan (borg sebagai barang gadaian) yang kamu pegangi. Maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah orang yang dipercayai itu menunaikan amanahnya (hutangnya) dan hendaklah ia takut kepada allah Tuhannya (Qs. Al-Baqarah, 283) Sedangkan akad yang telah terjadi di Pegadaian Syariah telah di atur mulai dari nama akad, subyek dan obyek akad, para pihak dalam akad bahkan sampai pada penyelesaian akad. Hal ini bila merujuk pada norma-norma yang ada dalam fiqih muamalah menurut Khalid Samhudi, bahwa akad rahn harus mempunyai empat rukun antara lain (internet september 11,2007) : (a) Al Rahn atau Al Marhuun (barang yang digadaikan) (b) Al Marhun bih (hutang) (c) Shighat (d) Dua pihak yang bertransaksi yaitu Raahin (orang yang menggadaikan) dan Murtahin (pemberi hutang). Sedangkan dalam referensi lain menyebutkan bahwa rukun rahn itu terdiri dari (Mahsin Hj. Mansor,1992:68): EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 17

26 Ahmad Supriyadi (a) Al-rahin adalah orang yang menggadaikan barang untuk mendapatkan pinjaman uang; (b) Al-murtahin adalah orang penerima gadai karena ia memberikan pinjaman uang; (c) Al-marhun adalah barang yang dijadikan jaminan hutang; (d) Sighat adalah ijab dan qabul. Para pihak yang bertransaksi bisa juga tidak hanya dua pihak tetapi bisa tiga pihak yaitu : pihak raahin, pihak murtahin dan pihak ketiga yang menjamin atas hutang-hutang raahin. Hal ini bisa terjadi pada saat barang yang di gadaikan itu milik orang lain, atau barang itu telah di jual kepada pihak ke-tiga. Pihak ke-tiga tersebut di sebut juga pemberi gadai atau raahin hanya saja tanggung jawabnya hanya terbatas sebesar benda gadai yang ia berikan, sedangkan lebih dari itu tetap menjadi tanggungan debitur raahin sendiri. Pihak ketiga pemberi gadai tidak mempunyai hutang tetapi secara yuridis ia mempunyai tanggungjawab dengan benda gadaiannya. Bila menganalisis perjanjian yang di buat oleh para pihak, keempat rukun yang di butuhkan oleh perjanjian rahn telah terpenuhi. Bahkan yang di perjanjikan tidak hanya itu saja, ada hal-hal lain yang di perjanjikan berkaitan dengan al-rahin antara lain : a. Harus membayar uang pemeliharaan dan keamanan; b. Membayar biaya administrasi; c. Membayar asuransi; d. Membayar denda bila telat dalam pelunasan hutang; e. Menjual barang yang di gadaikan bila tidak mampu melunasi hutangnya. Sedangkan penerima gadai juga ada perjanjian yang kedua belah sepakati antara lain: (a) Wajib memelihara barang dan mengamankan dari segala kerusakan; (b) Akan mengganti barang apabila karena kelalaian petugas gadai untuk mengamankan dan memelihara barang gadai; (c) Menyerahkan barang gadai bila rahin telah melunasi pinjamannya. 18 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

27 Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus Berdasarkan penjelasan dalam fiqih muamalah, akad yang dibuat oleh para pihak di Pegadaian Syariah telah memenuhi rukun yang tercantum dalam akad gadai syariah tersebut. Sedangkan syarat rahn dalam fiqih muamalah menurut Khalid Samhudi adalah sebagai berikut (internet september 11,2007) : (1) Syarat yang berhubungan dengan transaktor (orang yang bertransaksi) yaitu Orang yang menggadaikan barangnya adalah orang yang memiliki kompetensi beraktivitas, yaitu baligh, berakal dan rusyd (kemampuan mengatur). (2) Syarat yang berhubungan dengan Marhun bih (barang gadai) ada dua: (a) Barang gadai itu berupa barang berharga yang dapat menutupi hutangnya baik barang atau nilainya ketika tidak mampu melunasinya. (b) Barang gadai tersebut adalah milik orang yang manggadaikannya atau yang diizinkan baginya untuk menjadikannya sebagai jaminan gadai. (c) Barang gadai tersebut harus diketahui ukuran, jenis dan sifatnya, karena Al rahn adalah transaksi atau harta sehingga disyaratkan hal ini. (3) Syarat berhubungan dengan Al Marhun bihi (hutang) adalah hutang yang wajib atau yang akhirnya menjadi wajib. Landasan dalam operasionalisasi gadai syariah adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Ketentuan Umum : 1. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. 2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 19

28 Ahmad Supriyadi 3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin. 4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. 5. Penjualan marhun (a) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya. (b) Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi. (c) Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. (d) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin. b. Ketentuan Penutup (a) Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. (a) Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya. Perjanjian yang di bahas selain syarat dan rukun ada juga tentang pembiayaan terhadap pemeliharaan dan perawatan barang gadai. Menurut Khalid Samhudi Ada beberapa ketentuan dalam gadai setelah terjadinya serah terima yang berhubungan dengan pembiayaan (pemeliharaan), pertumbuhan barang gadai dan pemanfaatan serta jaminan pertanggung jawaban bila rusak atau hilang, diantaranya: (a) Pemegang barang gadai Pemegang barang gadai adalah murtahin selama perjanjian belum berakhir. sebagaimana firman Allah: 20 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

29 Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus و إ ن ك نت م ع ل ى س ف ر و ل م ت ج د وا ك ات ب ا ف ر ه ان م ق ب وض ة Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).(qs. 2:283) dan sabda beliau: الظ ه ر ي ر ك ب إ ذ ا ك ان م ر ه ون ا و ل ب ن الد ر ي ش ر ب إ ذ ا ك ان م ر ه ون ا و ع ل ى ال ذ ي ي ر ك ب و ي ش ر ب ن ف ق ت ه Hewan yang dikendarai dinaiki apabila digadaikan dan susu (dari hewan) diminum apabila hewannya digadaikan. Wajib bagi yang mengendarainya dan yang minum memberi nafkahnya. (Hadits Shohih riwayat Al Tirmidzi). (b) Pembiayaan pemeliharaan dan pemanfaatan barang gadai Pada asalnya barang, biaya pemeliharaan dan manfaat barang yang digadaikan adalah milik orang yang menggadaikan (Raahin) dan Murtahin tidak boleh mengambil manfaat barang gadaian tersebut kecuali bila barang tersebut berupa kendaraan atau hewan yang diambil air susunya, maka boleh menggunakan dan mengambil air susunya apabila ia memberikan nafkah (dalam pemeliharaan barang tersebut). Pemanfaatannya tentunya sesuai dengan besarnya nafkah yang dikeluarkan dan memperhatikan keadilan. Hal ini di dasarkan sabda Rasululloh SAW : الظ ه ر ي ر ك ب إ ذ ا ك ان م ر ه ون ا و ل ب ن الد ر ي ش ر ب إ ذ ا ك ان م ر ه ون ا و ع ل ى ال ذ ي ي ر ك ب و ي ش ر ب ن ف ق ت ه Hewan yang dikendarai dinaiki apabila digadaikan dan susu (dari hewan) diminum apabila hewannya digadaikan. Wajib bagi yang mengendarainya dan yang minum memberi nafkahnya. (Hadits Shohih riwayat Al Tirmidzi). Penulis kitab Al Fiqh Al Muyassar menyatakan: Manfaat dan pertumbuhan barang gadai adalah hak pihak penggadai, karena itu adalah miliknya. Tidak boleh orang lain mengambilnya tanpa seizinnya. Bila ia mengizinkan murtahin (pemberi hutang) untuk mengambil manfaat barang gadainya tanpa imbalan dan hutang gadainya EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 21

30 Ahmad Supriyadi dihasilkan dari peminjaman maka tidak boleh, karena itu adalah peminjaman hutang yang menghasilkan manfaat. Adapun bila barang gadainya berupa kendaraan atau hewan yang memiliki susu perah, mak diperbolehkan murtahin mengendarainya dan memeras susunya sesuai besarnya nafkah tanpa izin dari penggadai karena sabda Rasululloh: الر ه ن ي ر ك ب ب ن ف ق ت ه إ ذ ا ك ان م ر ه ون ا و ل ب ن الد ر ي ش ر ب ب ن ف ق ت ه إ ذ ا ك ان م ر ه ون ا و ع ل ى ال ذ ي ي ر ك ب و ي ش ر ب الن ف ق ة Al Rahn (Gadai) ditunggangi dengan sebab nafkahnya, apabila digadaikan dan susu hewan menyusui diminum dengan sebab nafkah apabila digadaikan dan wajib bagi menungganginya dan meminumnya nafkah. (HR Al Bukhori no. 2512). Ini madzhab Hanabilah. Adapun mayotitas ulama fiqih dari hanafiyah, Malikiyah dan Syafi iyah mereka memandang tidak boleh murtahin mengambil manfaat barang gadai dan pemanfaatan hanyalah hak penggadai dengan dalil sabda Rasululloh: ل ه غ ن م ه و ع ل ي ه غ ر م ه Ia yang berhak memanfaatkannya dan wajib baginya biaya pemeliharaannya. (HR Al daraquthni dan Al Hakim) Khalid Samhudi menambahkan suatu keterangan yang diambil dari Ibnul Qayyim. Beliau memberikan komentar atas hadits pemanfaatan kendaraan gadai dengan pernyataan: Hadits ini menunjukkan kaedah dan ushul syari at yang menunjukkan bahwa hewan gadai dihormati karena hak Allah dan pemiliknya memiliki hak kepemilikan dan murtahin (yang memberikan hutang) memiliki padanya hak jaminan. Bila barang gadai tersebut ditangannya lalu tidak dinaiki dan tidak diperas susunya tentulah akan hilang kemanfaatannya secara sia-sia. Sehingga tuntutan keadilan, analogi (Qiyas) dan kemaslahatan penggadai, pemegang barang gadai (murtahin) dan hewan tersebut adalah Murtahin mengambil manfaat mengendarai dan memeras susunya dan menggantikannya dengan menafkahi (hewan tersebut). Bila murtahin menyempurnakan pemanfaatannya 22 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

31 Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus dan menggantinya dengan nafkah maka dalam hal ini ada kompromi dua kemaslahatan dan dua hak. (c). Perpindahan kepemilikan dan Pelunasan hutang dengan barang gadai Barang gadai tidak berpindah kepemilikannya kepada murtahin apabila telah selesai masa perjanjiannya kecuali dengan izin orang yang menggadaikannya (Raahin) dan tidak mampu melunasinya (Kholid Syamhudi). Pada zaman jahiliyah dahulu apabila telah jatuh tempo pembayaran hutang dan orang yang menggadaikan belum melunasi hutangnya kepada pihak yang berpiutang, maka pihak yang berpiutang menyita barang gadai tersebut secara langsung tanpa izin orang yang menggadaikannya. Lalu Islam membatalkan cara yang dzalim ini dan menjelaskan bahwa barang gadai tersebut adalah amanat pemiliknya ditangan pihak yang berpiutang, tidak boleh memaksa orang yang menggadaikannya menjualnya kecuali dalam keadaan tidak mampu melunasi hutangnya tesebut. Bila tidak mampu melunasi saat jatuh tempo maka barang gadai tersebut dijual untuk membayar pelunasan hutang tersebut. Apa bila ternyata ada sisanya maka ia milik pemilik barang gadai tersebut (orang yang menggadaikan barang tersebut) dan bila harga barang tersebut belum dapat melunasi hutangnya, maka orang yang menggadaikannya tersebut masih menanggung sisa hutangnya. Demikianlah barang gadai adalah milik orang yang menggadaikannya, namun bila telah jatuh tempo, maka penggadai meminta kepada murtahin (pemilik piutang) untuk emnyelesaikan permasalah hutangnya, karena itu adalah hutang yang sudah jatuh tempo maka harus dilunasi seperti hutang tanpa gadai. Bila ia dapat melunasi seluruhnya tanpa (menjual atau memindahkan kepemilikian) barang gadainya maka murtahin melepas barang tersebut. Bila ia tidak mampu melunasi seluruhnya atau sebagiannya maka wajib bagi orang yang menggadaikan (Raahin) untuk menjual sendiri barang gadainya atau melalui wakilnya dengan izin dari murtahin dan didahulukan murtahin daalam EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 23

32 Ahmad Supriyadi pembayarannya atas pemilik piutang lainnya. Apabila penggadai tersebut enggan melunasi hutangnya dan menjual barang gadainya, maka pemerintah boleh menghukumnya dengan penjara agar ia menjual barang gadainya tersebut. Apabila tidak juga menjualnya maka pemerintah menjual barang gadai tersebut dan melunasi hutang tersebut dari nilai hasil jualnya. Inilah pendapat madzhab Syafi iyah dan Hambaliyah. Malikiyah memadang pemerintah boleh menjual barang gadainya tanpa memenjarakannya dan melunasi hutang tersebut dengan hasil penjualannya. Sedangkan Hanafiyah memandang murtahin boleh menagih pelunasan hutang kepada penggadai dan meminta pemerintah untuk memenjarakannya bila nampak ia tidak mau melunasinya. Tidak boleh pemerintah (pengadilan) menjual barang gadainya, namun memenjarakannya saja sampai ia menjualnya dalam rangka menolak kedzoliman. Pendapat yang lebih kuat, pemerintah menjual barang gadainya dan melunasi hutangnya dengan hasil penjualan tersebut tanpa memenjarakan sang penggadai tersebut, karena tujuannya adalah membayar hutang dan itu terrealisasikan dengan hal itu. Ditambah juga adanya dampak negatip sosial masyarakat dan lainnya pada pemenjaraan. Apabila barang gadai tersebut dapat menutupi seluruh hutangnya maka selesailah hutang tersebut dan bila tidak dapat menutupinya maka tetap penggadai tersebut memiliki hutang sisa antara nila barang gadai dan hutangnya dan ia wajib melunasinya. Demikianlah keindahan islam dalam permasalah gadai, tidak seperti yang banyak berlaku direalitas yang ada. Dimana pemilik piutang menyita barang gadainya walaupun nilainya lebih besar dari hutangnya bahkan mungkin berlipat-lipat. Ini jelas perbuatan kejahiliyah dan kedzoliman yang harus dihilangkan. Akad yang telah di lakukan oleh para pihak juga memuat kapan berakhirnya suatu perjanjian. Menurut ketentuan syariat bahwa apabila hal-hal yang diperjanjikan itu telah terpenuhi yaitu hutang telah di bayar oleh rahin, maka perjanjian itu telah berakhir. Namun bia rahin belum mampu membayar hutangnya, ia di perbolehkan membayar 24 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

33 Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang kemudian diadakan pembaharuan dalam perjanjian gadai syariah. Jadi perjanjian yang baru di buat juga teramasuk perjanjian yang benar-benar baru menurut berlakunya perjanjian. Tentang ketidakmampuan rahin dalam membayar hutang, dalam syariat Islam di perbolehkan untuk menjual barang gadai yang ada di kekuasaan murtahin. Hal ini Sayyid Sabiq (1987:145) berpendapat bahwa klausula murtahin berhak menjual barang gadai pada waktu jatuh tempo perjanjian gadai, itu diperbolehkan. Karena barang yang digadaikan hak penguasa telah berpindah ke murtahin dalam hal menjual. Atas dasar keterangan tersebut berakhirnya perjanjian rahn karena hal-hal berikut ini (Abdul Ghafur Anshori, 2006:98) : (a) Barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya; (b) Rahin membayar hutangnya; (c) Dijual dengan perintah hakim atas perintah rahin; (d) Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin. F. SIMPULAN Berdasarkan deskripsi tentang struktur hukum akad rahn yang telah penulis teliti di Pegadaian Syariah Kudus dapat di simpulkan, bahwa struktur hukum akad rahn yang di buat oleh para pihak yaitu rahin dan marhun meruupakan struktur hukum gadai pada akad rahn. Tapi struktur ini berbeda dengan gadai konvensional yang memberikan pinjaman uang dengan meminta bunga atas sejumlah uang yang dipinjam, sedangkan gadai syariah atau rahn meminta imbalan atas sewa tempat menaruh barang gadai atau marhun bih dan biaya pemeliharaannya. Struktur hukum gadai yang di lakukan di Pegadaian Syariah Kudus memuat: suatu perbuatan hukum oleh seseorang atau rahin mengikatkan diri pada orang lain atau murtahin untuk memperoleh pinjaman uang dengan jaminan berupa benda bergerak. Perjanjian ini dalam struktur hukum perdata termasuk perjanjian bernama yang mempunyai sifat timbal balik, di satu sisi punya hak dan di sisi lain punya kewajiban secara timbal balik. Perjanjian demikian itu termasuk perjanjian konsensuil obligatoir, EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 25

34 Ahmad Supriyadi karena terbentuknya perjanjian itu berdasarkan konsensus dan yang di perjanjikan mengandung unsur ekonomi. Struktur hukum tersebut telah diatur dalam KUH perdata dan telah diatur dalam hukum perdata yang berasal dari hukum Islam. Struktur hukum ini mempunyai kekhususan dimana ia berasal dari struktur hukum Islam yang di adopsi dari budaya Islam di zaman Arab. Karena itu rahn yang diimplementasikan oleh gadai syariah mempunyai landasan hukum Islam yang kuat dan landasan hukum perdata Indonesia yang kuat, dengan tidak mempraktikkan bunga dalam praktik gadai. Berdasarkan kesimpulan tersebut, ada beberapa saran yang perlu penulis sampaikan kepada publik bahwa : 1. Keberadaan Pegadaian Syariah Kudus merupakan lembaga yang baru dan membutuhkan kreatifitas umat Islam dalam mengembangkan produk-produk tentang kegiatan syariah yang dilakukan, karena itu hendaklah semua komponen umat Islam mendukung dengan bertransaksi di Pegadaian Syariah Kudus. 2. Hendaknya Pegadaian Syariah mempunyai payung hukum yang lebih jelas dan spesifik dari undang-undang karena gadai syariah mempunyai spesifik perilaku, sehingga mempunyai kepastian hukum dalam melakukan kegiatan-kegiatan syariah yang berkaitan dengan gadai syariah. 26 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

35 Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus DAFTAR PUSTAKA Abduk Kadir Muhammad, 1998, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Abdul Ghofur Anshori, 2006, Gadai Syariah di Indonesia Konsep, Implementasi dan institusionalisasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Abdul mannan,1995, Islamic economic, Theory and Practice, terjemahan oleh M. Nastangin, Teori dan Praktik Ekonomi Islam,Penerbit PT. Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta. Abdullah bin Abdulmuhsin Alturki dan Abdulfatah Muhammad Al Hulwu, Mughni, Ibnu Qudamah Tahqiq, cetakan kedua tahun 1412H, penerbit hajar, Kairo, Mesir. Abdullah bin Muhammad Al Thoyaar, Abdullah bin Muhammad Al Muthliq dan Muhammad bin Ibrohim Alumusa, cetakan pertama tahun1425h Kitab Al Fiqh Al Muyassarah, Qismul Mu amalah, Madar Al Wathoni LinNasyr, Riyadh, KSA hal. 115 Abu Abdillah al-maghribi, Mawâhib al-jalîl, V/2, Dar al-fikr, Beirut, cet.ii Abu Bakr Jabr Al Jazairi, 2005, Ensiklopedia Muslim, Minhajul Muslim, Penerbit Buku Islam Kaffah, Edisi Revisi. Adiwarman A. Karim,2006, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, PT. Raja Grafindo, Jakarta. Ahmad Azhar Basyir, 1983, Hukum Islam tentang Riba, Utang-Piutang Gadai, al-ma arif, Bandung. Al Jawi, Shiddiq. Kerjasama Bisnis (Syirkah) Dalam Islam. Majalah Al Waie 57 Al-Amaanah al Aamah Lihai at Kibar Al Ulama, 1422H, Abhaats Hai at Kibaar Al Ulama Bil Mamlakah Al Arabiyah Al Su udiyah, Cetakan I. Ali Anwar Yusuf,2002, Wawasan Islam, Setia Pustaka,Bandung. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 27

36 Ahmad Supriyadi An Nabhani, Taqiyuddin Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Surabaya: Risalah Gusti. Ari Agung Nugraha, 2004, Gambaran Umum Kegiatan Usaha Pegadaian Syariah, Atabik Ali dan A. Zuhdi Muhdhor,1998, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Penerbit Multi Karya Grafika, Yogyakarta. Biro Perbankan Syariah, Produk Perbankan Syariah, Karim Business consulting dan Bank Indonesia, Jakarta. Choiruman Pasaribu Dan Sukarwardi K Lubis, 2004, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Sinar Grafika, Jakarta. Dewan Syari ah Nasional, Fatwa Tentang Hawaluh, No. 12 / DSN MUI / IV / 2000, Majelis Ulama Indonesia Djuhaendah Hasan,1999, Analisis Hukum Ekonomi Terhadap Hukum Pegadaian syariah di Indonesia, Magister Hukum Bisnis Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. Emmy Pangaribuan S., 1999, Analisis Hukum Ekonomi Terhadap Hukum Persaingan, Makalah penataran hukum perdata dan ekonomi, UGM, Yogyakarta. Ghazali, al-mustasyfa, dikutip oleh Umar Chapra,2000, Islam dan tantangan Ekonomi, Penerjemah Ichwan Abidin, Penerbit Gema insani Press bekerja sama dengan tazkia Institut, Jakarta. Hans Wehr, 1980, A Dictionary of Modern Written Arabic, Libanon Beirut. Heri Sudarsono,2008, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Penerbit Ekonosia,Yogyakarta. Hikmanto Juwono, 1998, Analisa Ekonomi Atas Hukum Pegadaian syariah. Makalah disampaikan dalam seminar tentang Pendekatan ekonomi dalam pengmbangan sistem hukum nasional dalam rangka globalisasi, diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UNPAD bekerjasama dengan BAPENAS, 30 April 1998, Bandung. HR. Ibnu Majah No.2421, kitab al-ahkam;ibnu Hibban dan Baihaqi. Ibn Muflih al-hanbali, al-mubdi, IV/213, al-maktab al-islami, Beirut ; 28 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

37 Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus Ibnu Rusy, Bidayah al-mujtahid wa nihayah al-muqtashid, Daarul Fikr , Bidayatul Mujtahid, Asy-syifa terjemahan, semarang. Ibnu Taimiyah, Majmuk Fatawa, Daarul Ma rifah Kairo. Ikhwan A.Bisri : 2008, Makalah Pelatihan Perbankan Syariah, tidak di publikasikan. Imam Nawawi dengan penyempurnaan Muhammad Najieb Al Muthi I, cetakan tahun 1419H,Al Majmu Syarhul Muhadzab, Dar Ihyaa Al TUrats Al Arabi, Beirut. J.Satrio, 1992, Hukum Perjanjian, PT.Citra Aditya Bhakti, Jakarta. James Stoner, 1986, manajemen, erlangga, Jakarta. Johannes Ibrahim,2004, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern, Rafika Aditama, Bandung. Keraf, 1991, Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur, Kanisius, Yogyakarta. M. Dahlan Yacub Al-Barry, 2001, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Arkola, Surabaya. Mahmud Syaltut,1985, al-islam, Aqidah wa syariah, Bulan Bintang, Jakarta. Moch Rifa i,2008, Perbankan Syari ah, Wicaksono, Semarang. Mochtar effendi,1996, manajemen, Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, Penerbit Bhratara, Jakarta. Moh Rifai, Moh Zuhri, Salomo, 1978,Terjemah Khulashah Akhyar, Semarang: CV. Toha Putra. Moh. Rifa i,2002, Konsep Perbankan Syariah, Penerbit wicaksana Semarang. Mohammad Sobari,2000, Islam dan Manajemen, disampaikan dalam pelatiahan Perbankan syariah, Institut Tazkia, Jakarta. Muchdarsyah Sinungan,1994, Strategi Manajemen Bank Menghadapi Tahun 2000, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Muhamad Djumhana,1993, Hukum Perbankan di Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung , 1996, Rahasia Bank (Ketentuan dan Penerapannya di Indonesia) Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 29

38 Ahmad Supriyadi Muhammad bin Ahmad ar-ramli al-anshari, Ghâyah al-bayân Syarh Zabidi ibn Ruslân, I/193, Dar al-ma rifah, Beirut.; Muhammad Ridwan, 2004,Manajemen Baitul Maal wa Tamwil (BMT), UII Press, Yogyakarta. Muhammad Syafi i Antonia, 2001, Bank Syari ah Dari Teori Ke Praktek, Gema Insani Jakarta. Muhammad, Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah (Mudharabah dalam Wacana Fiqih dan Praktik Ekonomi Modern), Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta. Nindyo Pramono, 1999, Mengenal Lembaga Pegadaian syariah di Indonesia Sebuah Pendekatan dari Perspektif Hukum Ekonomi, Magister Hukum Bisnis Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta , 1992, Perkembangan Aspek Hukum Perseroan Dalam Era Globalisasi Dalam Kaitannya Dengan Etika Bisnis, Fak. Hukum UGM,Yogyakarta , 2001, Hutang Menurut Pandangan Majelis Hakim Niaga, Makalah UGM, tidak dipublikasikan. Prasentiantono Toni A. 1997, Agenda Ekonomi Indonesia, Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta. PT. Danareksa, 1997 Pasar Modal Indonesia Pengalaman dan Tantangan, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta Hlm. 238 Purwosutjipto, H.M.N., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, Cetakan ke-5, Penerbit Djambatan, Jakarta. Rasiman Rasyid, Fiqih Islam Sayyid Sabiq, 1987, Fiqhus Sunnah Vol. III, Daarul Kitab al- Arabi, Beirut. Simorangkir OP. 1983, Etika dan Moral Pegadaian syariah ind. Hill Coo. Jakarta Hlm. 10 Siti Fatimah, 2008,Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Hiwalah di BMT BIF Gedung Kuning Yogjakarta, Thesis UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta. Siti Ismijati Jenie, 1996, Beberapa Perjanjian Yang Berkenaan Dengan Kegiatan Pembiayaan, Magister Hukum Bisnis, UGM, Yogyakarta. 30 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

39 Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus Subekti dan R. Tjitrosudibio, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung Sudikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberti, Yogyakarta. Sulaiman Rasjid, 1976, al-fiqh al-islami, Penerbit at-tahiriyyah Jakarta. Sulaiman Rasjid, 1994, Fiqih Islam, Sinar Baru Al Gesindo, Bandung, Susilo,YS.Triandaru, Sigit, etc.2000:180 Sutan Remy Sjahdeni, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Grafiti, Jakarta, Hlm Syeikh Abdullah Al Bassaam, Kitab Taudhih Al Ahkam Min Bulugh Al Maram, cetakan kelima tahun 1423, Maktabah Al Asadi, Makkah, KSA T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy,1975, Beberapa Permasalahan Hukum Islam,Penerbit Tintamas, Jakarta. Veronica Komalawati, 1984, Hukum dan Etika Dalam Praktik Dokter, Sinar Harapan, Jakarta. Wahbah Zuhaili, 2002, al-fiqh al-islam wa Adillatuhu, Jilid 4, Daar al-fikr, Beirut. Warkum Sumitro, 1996, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga- Lembaga Terkait, raja Grafindo Persaada, Jakarta. Wiroso, 2008, Konsep Perbankan Syariah, Penyaluran Dana Bank Syariah, makalah disampaikan dalam Pelatiahan Perbankan Syariah STAIN Kudus. Wiroso, 2008,Konsep Perbankan Syariah, Komparasi Bank Syariah dan Bank Konvensional, makalah disampaikan dalam Pelatiahan Perbankan Syariah STAIN Kudus. Wiroso, 2008,Konsep Perbankan Syariah, Penghimpunan Dana, makalah disampaikan dalam Pelatiahan Perbankan Syariah STAIN Kudus. Wiroso,2008, Konsep Perbankan Syariah, Jasa Keuangan, makalah disampaikan dalam Pelatiahan Perbankan Syariah STAIN Kudus. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 31

40 Ahmad Supriyadi Yusuf Qardhawi, 1995, Norma dan Etika Ekonomi Islam, terjemahan, Gema Insani, Jakarta. Zainuddin Ali, 2008, Hukum Gadai Syariah, Sinar Grafika, Jakarta. Zainul Arifin, 2003,Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari ah, Penerbit Alvabet, Jakarta. Zainul Arifin, Kebutuhan Fitrah Manusia Sebagai Pilar Kegitan Ekonomi Syari ah, Khutbah Idul Fitri 1419 H (Jakarta : Yayasan Bina Sarana Masjid Raya Al-Ittihad). 32 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

41 MENGEMBALIKAN FUNGSI MASJID SEBAGAI SENTRA PERADABAN UMAT MANUSIA Oleh : Edi Bahtiar, M. Ag Abstrak Masjid di Indonesia yang saat ini berjumlah lebih dari 700 ribu. Jumlah tersebut sangatlah fantastis. Namun apakah jumlah masjid tersebut sebanding dengan kualitas keagamaan masyarakat kita? Tidak hanya terkait dengan jumlah yang menakjubkan tetapi juga bangunan-bangunannya yang sangat elok dan menghabiskan dana yang sangat besar dalam pembangunannya. Sebenarnya, keagungan masjid tidak terletak pada keindahan bangunan fisiknya. Tetapi, upaya memberdayakan masjid sebagai pusat pemberdayaan umat dan pengembangan peradaban. Sejatinya, jumlah masjid dan mushala ini bisa mempererat ukhuwah dan menjadi wadah perdamaian umat. Masjid yang seharusnya menjadi bangunan yang merupakan sentra dari segala aktivitas yang dilakukan umat. Namun kini dipandang hanya sebagai tempat ibadah sholat. Peran yang sudah amat sangat direduksi dari peran masjid yang sesungguhnya. Mungkin inilah salah satu penyebab umat ini belum bisa bersatu padu dalam menaklukkan musuhmusuhnya, merasakan nikmatnya ukhuwah dalam berislam tanpa memperdulikan apa yang namanya perbedaan suku, ras, bahasa bahkan batasan geografi yang memisahkan dimensi waktu dan tempat sekalipun. Studi ini hendak mengetahui pembangunan serta fungsi masjid pada masa Rasulullah SAW sehingga beliau mampu mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat madani yang penuh dengan kecemerlangan, baik dari segi peradaban, pemikiran maupun kekuatan. Lalu dibandingkan dengan masjid-masjid pada masa kini terutama di Indonesia. Studi EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 33

42 Edi Bahtiar ini diharapkan mampu merumuskan upaya-upaya yang tepat untuk mengembalikan fungsi masjid di Indonesia sesuai dengan peran yang semestinya. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah penelitian kepustakaan library research, yakni dengan membaca dan mengkaji multifungsi masjid pada masa Rasulullah SAW, para sahabat, serta tabi in yang tecatat dalam kitab-kitab sejarah, baik klasik maupun modern. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis), yaitu dengan menganalisis kajian seputar peran masjid pada masa Rasulullah SAW, para sahabat, dan tabi in lalu mengkomparasikannya dengan fenomena fungsi masjid masa kini terutama di Indonesia dengan harapan ditemukannya suatu rumusan yang tepat untuk mengembalikan fungsi masjid di Indonesai sesuai hakekatnya sehingga akan terwujud masyarakat muslim yang ideal. Kata kunci: masjid, peradaban umat A. Latar Belakang Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Namun sangat ironis jika predikat tersebut berseberangan dengan kualitas keagamaannya. Banyak dari umat muslim yang mengartikan Islam hanya identik dengan amalan-amalan yang bersifat mahdhoh saja, seperti sholat, puasa, zakat dan haji. Padahal hakikat kedatangan Islam tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia dengan aturan-aturan (syari at) yang telah dibawa dan ditauladani oleh manusia teragung, Rasulullah SAW. Terkait dengan keteladaan Rasulullah SAW, sejenak kita tengok kembali upaya beliau dalam mewujudkan masyarakat yang semula jahiliyyah menjadi masyarakat madani. Pertanyaan yang muncul adalah, bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Ternyata semua usaha Rasulullah SAW tersebut beliau upayakan hanya dengan membangun sebuah masjid. Ya, masjid. Lalu, apa peran masjid pada masa Rasulullah SAW? Hal inilah yang akan kita telisik untuk kita adopsi dan kita aplikasikan pada masjid-masjid di sekitar kita. Sementara itu, marilah kita sejenak menengok kembali kondisi masjid di Indonesia yang saat ini berjumlah lebih dari 700 ribu. Jumlah tersebut sangatlah fantastis. Namun apakah jumlah masjid 34 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

43 Mengembalikan Fungsi Masjid sebagai Sentra Peradaban Umat Manusia tersebut sebanding dengan kualitas keagamaan masyarakat kita? Tidak hanya terkait dengan jumlah yang menakjubkan tetapi juga bangunan-bangunannya yang sangat elok dan menghabiskan dana yang sangat besar dalam pembangunannya. Sebenarnya, keagungan masjid tidak terletak pada keindahan bangunan fisiknya. Tetapi, upaya memberdayakan masjid sebagai pusat pemberdayaan umat dan pengembangan peradaban. Sejatinya, jumlah masjid dan mushala ini bisa mempererat ukhuwah dan menjadi wadah perdamaian umat. Masjid yang seharusnya menjadi bangunan yang merupakan sentra dari segala aktivitas yang dilakukan umat. Namun kini dipandang hanya sebagai tempat ibadah sholat. Peran yang sudah amat sangat direduksi dari peran masjid yang sesungguhnya. Mungkin inilah salah satu penyebab umat ini belum bisa bersatu padu dalam menaklukkan musuh-musuhnya, merasakan nikmatnya ukhuwah dalam berislam tanpa memperdulikan apa yang namanya perbedaan suku, ras, bahasa bahkan batasan geografi yang memisahkan dimensi waktu dan tempat sekalipun. Tugas kita adalah mengembalikan kejayaan Islam ini melalui suatu gerakan pencerahan (renaisance) terhadap pemahaman Islam secara komprehensif, tidak sepotong-sepotong apalagi parsial. Sehingga pada akhirnya akan tumbuh kesadaran dari masing-masing pribadi muslim untuk kembali kepada Islam secara kaffah, tanpa paksaan sedikit pun. B. Perumusan Masalah Berdasar latar belakang di atas, rumusan masalah yang muncul adalah 1. Bagaimana masjid pada masa Rasulullah SAW bisa berperan sebegitu jauhnya dalam mengubah masyarakat yang tadinya jahiliyah menjadi masyarakat yang penuh dengan kecemerlangan, baik dari segi peradaban, pemikiran maupun kekuatan. 2. Bagaimana kiat mengembalikan fungsi masjid di Indonesia sesuai dengan peran yang semestimya C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Studi ini hendak mengetahui pembangunan serta fungsi masjid pada masa Rasulullah SAW sehingga beliau mampu mengubah EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 35

44 Edi Bahtiar masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat madani yang penuh dengan kecemerlangan, baik dari segi peradaban, pemikiran maupun kekuatan. Lalu dibandingkan dengan masjid-masjid pada masa kini terutama di Indonesia. Studi ini diharapkan mampu merumuskan upaya-upaya yang tepat untuk mengembalikan fungsi masjid di Indonesia sesuai dengan peran yang semestinya. D. Kerangka Teori 1. Pengertian Masjid Kata masjid terulang sebanyak dua puluh delapan kali di dalam al-quran. Dari segi bahasa, kata tersebut terambil dari akar kata sajada-sujud, yang berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan takzim (Quraish Shihab, 1996). Meletakkan dahi, kedua tangan, lutut, dan kaki ke bumi, yang kemudian dinamai sujud oleh syariat, adalah bentuk lahiriah yang paling nyata dari makna-makna di atas. Itulah sebabnya mengapa bangunan yang dikhususkan untuk melaksanakan shalat dinamakan masjid, yang artinya tempat bersujud. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw, Dimana saja engk.au berada, jika waktu shalat tiba, dirikanlah shalat, karena di situ pun masjid (HR. Muslim). Selanjutnya, Quraish Shihab (1996) mengemukakan bahwa dalam pengertian sehari-hari, masjid merupakan bangunan tempat shalat kaum muslim. Tetapi, karena akar katanya mengandung makna tunduk dan patuh, hakikat masjid adalah tempat melakukan segala aktivitas yang mengandung kepatuhan kepada Allah semata. Karena itu QS. al-jin (72): 18, menegaskan bahwa Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, karena janganlah menyembah selain Allah sesuatu pun. Rasul Saw. bersabda, Telah dijadikan untukku (dan untuk umatku) bumi sebagai masjid dan sarana penyucian diri (HR Bukhari dan Muslim melalui Jabir bin Abdullah). Jika dikaitkan dengan bumi ini, masjid bukan hanya sekadar tempat sujud dan sarana penyucian. Di sini kata masjid juga tidak lagi hanya berarti bangunan tempat shalat, atau bahkan bertayamum sebagai cara bersuci pengganti wudhu tetapi kata masjid di sini berarti juga tempat melaksanakan segala aktivitas manusia yang mencerminkan kepatuhan kepada Allah SWT. Dengan demikian, 36 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

45 Mengembalikan Fungsi Masjid sebagai Sentra Peradaban Umat Manusia masjid menjadi pangkal tempat umat muslim bertolak, sekaligus pelabuhan tempatnya bersauh. Selain makna sematik di atas, masjid juga memiliki makna syara, yaitu sebuah bangunan sebagai tempat ibadah umat Islam. Tetapi karena akar katanya mengandung makna tunduk dan patuh, maka hakikat masjid adalah tempat melakukan segala aktivitas yang mengandung kepatuhan kepada Allah SWT semata. Atas dasar ini, Allah SWT menegaskan dalam firman-nya QS. al-jin [72] : 18, Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Makajanganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (QS. al-jin [72] : 18) Sementara itu, kita mengenal kata jami dan masjid. Muhammad as-sarwati menegaskan bahwa istilah jami`dalam bahasa Arab berarti masjid besar yang dipakai untuk shalat jumat. Istilah ini tidak terdapat dalam al-quràn. Tetapi al-quran memakai istilah masjid. Tetapi pada dasarnya kata masjid dan jami`mengandung satu arti yaitu tempat shalat. 2. Keutamaan Masjid Allah SWT berfirman, Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (QS. 72:18) Juga firman Allah SWT, Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (QS. 24:36-37) Dan Rasulullah SWT telah bersabda, Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjid, dan tempat yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasar. (HR. Muslim). Beliau juga telah bersabda, Masjid adalah rumah setiap orang yang beriman. (HR. Abu Nu aim dan dihasankan oleh al-albani). Dalam sabda yang lainnya disebutkan, Tidaklah seseorang berdiam diri di dalam masjid untuk shalat dan dzikir kecuali Allah akan menyambutnya dengan senang, sebagaimana orang- orang yang kehilangan menyambut saudaranya yang hilang apabila dia kembali kepada mereka. (HR Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-albani). EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 37

46 Edi Bahtiar Ajaran Islam yang penuh hikmah telah menganjurkan untuk membangun masjid serta menegakkan dzikrullah. Dan hendaklah motivasi untuk pembangunan masjid itu adalah untuk mengharapkan wajah (ridha) Allah SWT dan kampung Akhirat, bukan karena riya, sum ah atau untuk mencari popularitas di mata manusia. Diriwayatkan dari Utsman bin Affan ra dari Nabi SAW beliau bersabda, Barang siapa yang membangun masjid untuk Allah karena semata-mata mengharap wajah (ridha) Allah maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga. (Muttafaq alaih). Dan di dalam hadits dari Umar ra. dari Nabi SAW secara marfu, beliau bersabda, Barang siapa membangun untuk Allah sebuah masjid yang di dalamnya digunakan untuk berdzikir maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga. (HR Ibnu Majah, al-albani menyatakan shahih lighairihi). Membangun masjid merupakan salah satu bentuk shadaqah jariyah (shadaqah yang pahalanya terus mengalir) yang kelak akan dijumpai oleh seorang mukmin setelah kematiannya. Diriwayatklan dari Abu Hurairah ra., ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya di antara hal yang akan dijumpai seorang mukmin dari amal dan kebaikannya setelah dia mati adalah; Ilmu yang dia ajarkan dan sebarkan; Anak shalih yang dia tinggalkan; Mushaf yang dia wariskan; Masjid yang dia bangun; Rumah untuk para musafir (Ibnu Sabil); Sungai yang dia alirkan; Shadaqah yang dia keluarkan dari hartanya ketika dia sehat dan masih hidup, maka semua itu akan ditemui setelah kematiannya. (HR. Ibnu Majah dahn dihasankan oleh al-albani) Mengenai keutamaan masjid dan keagungan kedudukannya, maka terdapat banyak teks-teks agama (an-nushush) mengenai hal tersebut, diantaranya adalah : Firman Allah Ta ala : Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (QS.72:18). Allah Subhanahu wa Ta ala sebagai Pemilik segala sesuatumenyandingkan masjid-masjid kepada-nya. Penyandaran masjid kepada-nya merupakan pemuliaan dan mengagungan terhadapnya. Dan masjid bukanlah kepunyaan siapapun, melainkan Allah semata. Sebagaimana halnya dengan ibadah yang telah dibebankan oleh Allah Ta ala kepada hamba-hamba-nya, maka tidaklah diperkenankan untuk dialihkan pelaksanaannya selain kepada-nya saja. 38 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

47 Mengembalikan Fungsi Masjid sebagai Sentra Peradaban Umat Manusia Dalil lainnya, hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda : Tidaklah berkumpul sekelompok orang di salah satu rumah-rumah Allah (masjid). Mereka membaca al- Quràn dan saling mempelajarinya (bersama-sama) di antara mereka, melainkan (akan) turun ketenangan atas mereka, mereka akan diliputi rahmat, dan para Malaikat (hadir) mengelilingi mereka, serta Allah menyebutkan (nama-nama) mereka di hadapan (para Malaikat) yang berada di sisi-nya. Diantara dalil lain yang menunjukkan kedudukan masjid di sisi Allah Ta ala, bahwa yang memakmurkannya baik secara material dan imaterial, hanyalah makhluk Allah Ta ala pilihan, yaitu dari kalangan para Nabi dan Rasul, serta para pengikut-pengikut mereka dari orang-orang yang beriman, Allah Ta ala berfirman : Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoà): Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. 2: ). Dan firman Allah Ta ala tentang orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid-nya : Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. 9:18). Allah Subhanahu wa Ta ala menjanjikan kepada siapa saja yang membangun masjid di muka bumi ini yang dilandasi dengan niat karena Allah Ta ala semata, maka Allah Ta ala akan membangunkan rumah baginya di surga. Sebagaimana dalam hadits Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu berkata, Aku mendengar Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda : Barangsiapa yang membangun masjid karena Allah, (niscaya) Allah akan membangunkan baginya yang semacamnya di dalam surga. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 39

48 Edi Bahtiar 3. Fungsi Masjid Al-Quran menyebutkan fungsi masjid antara lain di dalam firman-nya: Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang, orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan, dan tidak (pula) oleh jual-beli, atau aktivitas apa pun dan mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, membayarkan zakat, mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang (QS An-Nur [24]: 36-37). 4. Memakmurkan Masjid Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan imaratul masjid adalah membangun, memperkokoh, dan memperbaiki bagian-bagian yang rusak. Inilah yang disebut dengan imarah hissiyah yaitu memakmurkan secara fisik/inderawi. Hal ini ditunjukkan oleh sabda Nabi saw. yang berbunyi: Barangsiapa membangun masjid karena Allah walaupun seperti sangkar burung qathah maka Allah swt. akan membangunkan baginya rumah di surga. Sementara itu, sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan memakmurkan masjid adalah dengan shalat, dzikir, serta ibadah-ibadah yang lain. Sebagaimana firman-nya: Di masjid-masjid yang oleh Allah telah diidzinkan untuk didirikan dan disebutnya asma-nya di dalamnya. (QS. An Nur : 36). Inilah yang disebut dengan imarah maknawiyah yang merupakan tujuan utama didirikannya masjid. Sudah menjadi suatu keniscayaan jika kita memaknai imaratul masjid dengan makna keduanya. E. Telaah Pustaka Kajian tentang masjid telah banyak dibahas oleh beberapa pakar namun menurut pengamatan peneliti belum ada yang mencoba mengkomparasikan secara mendalam dan komprehensif antara peran masjid pada masa Rasulullah SAW, masa sahabat, serta pada masa tabi in dengan kondisi masjid pada masa kini terlebih di Indonesia. Quraish Shihab dalam karya besarnya Membumikan Al-Qur an pun hanya membahas masalah masjid dalam satu sub pembahasan. Selain itu, dalam kitab-kitab fiqh klasik seperti Ianah ath-thalibin, Kifayah al-ahyar, Buhyah al-mustarsyidin ketika membahas masalah masjid hanya berkisar hal-hal yang terkait dengan hukum. Oleh karena itulah 40 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

49 Mengembalikan Fungsi Masjid sebagai Sentra Peradaban Umat Manusia penelitian ini dilakukan demi terumusnya peran masjid yang ideal sesuai konteks masyarakat Indonesia pada masa kini dan akan datang sehingga terwujud umat yang berperadaban. F. METODOLOGI Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah penelitian kepustakaan library research, yakni dengan membaca dan mengkaji multifungsi masjid pada masa Rasulullah SAW, para sahabat, serta tabi in yang tecatat dalam kitab-kitab sejarah, baik klasik maupun modern. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis), yaitu dengan menganalisis kajian seputar peran masjid pada masa Rasulullah SAW, para sahabat, dan tabi in lalu mengkomparasikannya dengan fenomena fungsi masjid masa kini terutama di Indonesia dengan harapan ditemukannya suatu rumusan yang tepat untuk mengembalikan fungsi masjid di Indonesai sesuai hakekatnya sehingga akan terwujud masyarakat muslim yang ideal. G. Pembahasan 1. Sejarah Masjid Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW adalah masjid Quba. Masjid yang dinamakan berdasarkan letaknya ini dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga Kalsum bin Hadam dari Kabilah Amir bin Auf yang diwakafkannya kepada beliau setiba di Quba. Ketika itu, Quba merupakan sebuah kawasan pinggiran Yatsrib dan terletak sekitar tiga kilometer di selatan. Rasulullah sendiri yang mendesain masjid itu. Bahkan beliau ikut bekerja. Rasulullah SAW juga orang pertama yang meletakkan batu di mihrab masjid tersebut menghadap ke Baitul Maqdis di Palestina, kiblat pertama umat Islam, kemudian disusul berturut-turut oleh Abu Bakar Assidiq, Umar bin Khaththab, dan Utsman bin Affan. Siapakah yang menduga, ternyata proses peletakan batu kiblat ini kemudian paralel dengan sejarah pengangkatan Khulafaur Rasyidin. Setelah selesai didirikan, di masjid inilah untuk kali pertama shalat berjama ah dilaksanakan. Meskipun sangat sederhana, masjid Quba kala itu dijadikan sebagai masjid percontohan masjid-masjid yang didirikan kemudian hari. Bangunan bersahaja itu memenuhi syarat-syarat standar pendirian EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 41

50 Edi Bahtiar masjid. Terdapat suatu ruang persegi empat untuk shalat dan sebuah serambi. Ruangan itu bertiang pohon kurma dan beratap datar dari pelepah daun kurma bercampurkan tanah liat, yang melindungi jama ah dari buruknya cuaca. Di tengah-tengah masjid terdapat ruang terbuka yang biasa disebut sahn. Dan di sahn itulah ada sebuah sumur tempat mengambil air wudhu. Kebersihan area masjid itu begitu terjaga dan cahaya matahari serta udara dapat masuk. Ketika peralihan arah kiblat umat Islam menghadap ke Masjidil Haram, masjid itu tentu mengalami rekonstruksi. Arah kiblat, yang semula menghadap ke Baitul Maqdis di Palestina, diputar balik menghadap ke arah Baitullah di Makkah. Masjid Quba memiliki keistimewaan spiritual khusus dari Allah SWT. Yakni, masjid ini disebut Masjid Taqwa, seperti termaktub dalam al-quran surah at-taubah ayat 108 berikut : ڤ ڤ ڦ ڦڦ ڦ ڄ ڄ ڄ ڄ ڃ ڃ ڃ ڃ چ چچ چ ڇ ڇ ڇ ڇڍ ڍ ڌ ڌ Janganlah kamu bersembahyang dalam masjid itu selama-lamanya. sesungguh- nya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih. Quraish Shihab dalam Tafsir al-mishbahnya (2002 : ) menjelaskan bahwa firman-nya:( ال تقم فيه ) lâ taqum fîhi/janganlah engkau berdiri di dalamnya dimaksudkan agar orang-orang munafik tidak menjadikan kehadiran Rasul saw di tempat itu sebagai bukti bahwa tempat tersebut suci, dan kehadiran ke sana direstui Rasul saw. Dan bila itu demikian, maka paling tidak akan ada dua masjid yang berdekatan lokasinya, yakni masjid Quba dan masjid Dhirar yang dibangun orang-orang munafik itu, sehingga menjadi terpecah kelompok kaum beriman, karena pasti sebagian yang lebih dekat rumahnya ke masjid Dhirar akan shalat di sana. Tetapi jika Rasul saw tidak shalat di masjid Dhirar, maka tentu saja ia tidak memiliki keistimewaan dibanding dengan masjid Quba dimana Rasul saw shalat. 42 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

51 Mengembalikan Fungsi Masjid sebagai Sentra Peradaban Umat Manusia Ada yang memahami kata ال تقم) ) lâ taqum dalam arti jangan shalat, karena kata ( قام ) qâma dalam berbagai bentuknya dipahami juga dalam arti shalat. Ada juga yang memahaminya dalam arti tidak berdiri dan tidak berada di tempat itu sama sekali, dan karena itu menurut al-qurthubi, Rasul saw tidak pernah lagi melalui jalan di mana lokasi masjid Dhirar itu dibangun, bahkan seperti dikemukakan sebelum ini, beliau memerintahkan untuk menjadikannya tempat pembuangan bangkai dan sampah. Quraish Shihab (2002) : ) melanjutkan, bahwa firman- Nya: ( لمسجد اسس على التقوى من اول يوم احق ان تقوم فيه ) lamasjidun usssisa ala at-taqwa min awwali yaumin ahaqqu an taquma fihi/sesungguhnya masjid yang dibangun atas dasar takwa sejak hari pertama adalah lebih patut kamu berdiri didalamnya, dikemukakan setelah larangan sebelumnya, sebagai pelajaran bahwa larangan shalat di sana bukan berarti jika mereka mengajak shalat, maka jangan shalat sama sekali pada waktu itu, tetapi shalatlah di tempay lain, di masjid Quba atau masjid Nabawi dan dengan demikian tidak ada dalaih bagi orang-orang munafik itu untuk menyatakan bahwa engkau diajak shalat, lalu enggan shalat. Demikian Thahir Ibnu Asyur. Firman-Nya: (احق) ahqqu/lebih patut adalah bentuk kata yang mengandung makna adanya dua hal atau lebih, kesemuanya patut, tetapi salah satu diantaranya melebihi yang lain. Makna tersebut tidak dimaksudkan oleh ayat ini, karena jika demikian, maka shalat di masjid Dhirar pun menjadi patut, padahal penggalan sebelumnya secara tegas dan gamblang telah melarang Nabi saw berdiri disana. Atas dasar itu, kata ahaqqu dipahami dalam arti patut. Bahwa agaknya ayat ini memilih bentuk superlatif, sebagai ejekan terhadap kaum munafikin itu, bahwa seandainya pun apa yang kalian bangun itu adalah masjid, namun masjid saw lebih patut shalat di masjid Quba atau masjid Nabawi, karena masjid itu dibangun atas dasar takwa, sedang masjid kalian, dibangun atas dasar kedurhakaaan. Berbeda-beda pemdapat ulama tentang masjid mana yang dimaksud oleh masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama. Ada yang berpendapat yang dimaksud adalah masjid Nabawi di Madinah, berdasar hadits yang menyatakan bahwa sementara para sahabat menanyakan hal itu kepada Nabi saw dan beliau menjawab: Masjid kalian ini, yakni masjid Nabawi (HR. At-Tirmidzi melalui Abu EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 43

52 Edi Bahtiar Sa id al-khudri). Ada juga ulama yang menunjuk ke masjid Quba atas dasar riwayat lain yang menyatakan bahwa Rasul saw menjelaskan firman-nya: Di dalamnya ada orang-orang yang senagn menyucikan diri, bahwa mereka adalah Bani Amr bin Auf, yakni yang membangun masjid Quba itu, dan ini berarti masjid yang dimaksud adalah masjid Quba. Di samping itu, kata sejak hari pertama, mereka pahami dalam arti masjid yang pertama dibangun, dan ulama sepakat menyatakan bahwa masjid Quba lebih dahulu dibangun daripada masjid Nabawi. Agaknya kedua masjid tersebut dapat dipahami sebagai yang ditunjuk oleh ayat ini, karena keduanya dibangun atas dasar ketakwaan kepada Allah swt. Dan dari sini pula kita dapat berkata bahwa setiap masjid yang dibangun atas dasar takwa, walau kecil atau jauh dari lokasi tempat tinggal seseorang, maka ia lebih wajar untuk dijadikan tempat shalat daripada yang lain. Karena itu, masjid al-haram di Mekkah, masjid Nabawi di Madinah, masjid al-aqsha di Palestina, yang dibangun oleh para Nabi adalah masjid-masjid yang paling utama untuk dikunjungi walau dengan mengencangkan ikat pinggang sebagaimana disabdakan oleh Rasul saw. Sementara ulama menjadikan ayat ini sebagai dalil untuk melarang shalat di masjid yang dibangun atas dasar riya, pamrih atau tujuan yang bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi. Tetapi ini bukan berarti larangan shalat di gereja, karena sahabat Nabi saw., Ibnu Abbas ra pernah shalat di gereja yang tidak terdapat di dalamnya berhalaberhala. Masih dalam Tafsir al-misbah (Quraish Shihab, 2001 : ), firman-nya: من اول يوم) ) min awwali yaumin/sejak hari pertama dijadikan oleh sementara ulama sebagai bukti ketepatan sikap sahabat Nabi saw., di bawah pimpinan Sayyidina Umar ra yang menetapkan tahun hijrah Nabi saw saat beliau membangun masjid pertama kali, sebagai hari pertama dari penanggalan kalender Islami. Bukankah hari pertama, menurut ayat ini, adalah hari pembangunan masjid itu? Karena itu pula sangat wajar jika perhitungan hari-hari, dimulai pada saat itu, yakni tahun hijrah Nabi saw. Demikian as-suahaili dalam bukunya ar- Rawdh al-anf, ketika menguraikan pendirian masjid Quba. Ayat 108 tersebut di atas dilanjutkan penjelasannya pada ayat sebagaimana berikut : 44 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

53 Mengembalikan Fungsi Masjid sebagai Sentra Peradaban Umat Manusia ڎ ڈ ڈ ژ ژ ڑ ڑ ک ک ک ک گ گ گ گ ڳ ڳ ڳ ڳ ڱ ڱ ڱڱ ں ں ڻ ڻ ڻ. ە ە ہ ہ ہ ہ ھ ھ ھ ھ ے ےے ے ڭ ڭ. Maka apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan-(nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka jahannam. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Bangunanbangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka itu Telah hancur. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana Setelah menjelaskan dan membandingkan antara dua jenis bangunan yang keduanya dinamai masjid dan membandingkan motivasi pembangunannya serta para jamaahnya, kini dikemukakan perbandingan menyangkut kesudahan kedua bangunan itu, berdasar nilai pondasinya. Dengan menggunakan redaksi yang berbentuk pertanyaan dengan tujuan mengecam, ayat inimenyatakan: Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunannya, yakni masjidnya maupun aktivitasnya diatas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan (Nya) itu, seperti yang membangun masjid Quba atau masjdi Nabawi atau melakukan aktivitas pembangunan, yang bagaikan mendirikan bangunan di atas pondasi sebuah gunung yang kokoh, apakah mereka yang baik ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya atas dasar maksiat dan kedurhakaan kepada Allah, bagaikan membangun di tepi jurang yang retak, yang fondasinya retak lalu hancur diterpa hujan dan di bawa arus, lalu ia, yakni bangunannya itu jatuh menimpanya dan bersama-sama dengan dia terjerumus ke dalam neraka Jahannam? Tentu saja yang pertama yang baik, dan yang kedua tidak ada sisi baiknya. Jangan heran jika hal itu terjadi, karena yang pertama menerima baik dan secara tulus petunujuk Allah swt sehingga dibimbing oleh-nya dengan memberi mereka kemampuan mengamalkan petunjuk-nya, sedang yang kedua enggan menerima petunjuk sehingga Allah tidak membimbing mereka. Dan Allah tidak memberikan petunjuk, yakni tidak membimbing orang-orang yang zalim. Tidak henti-hentinya, yakni EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 45

54 Edi Bahtiar sepanjang masa, bangunan-bangunan yang mereka dirikan termasuk yang mereka namai masjid itu, yakni masjid Dhirar menjadi pangkal dan sebab keraguan atau amarah dan kedengkian dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka itu telah hancur, yakni sampai mereka mati. Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang disampaikan-nya dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu lagi Maha Bijaksana dalam segala ketetapan- Nya. (ا سس) Quraish Shihab (2002 : 722) menjelaskan bahwa kata assasa/mendirikan mengandung makna meletakkan pondasi. Ayat ini mempersamakan motivasi suatu kegiatan dengan pondasi satu bangunan. Pondasi haruslah kukuh agar bangunan dapat bertahan menghadapi goncangan. Takwa adalah motivasi yang amat kukuh. Ketiadaan takwa atau kerapuhan pondasi, mengakibatkan runtuhnya bangunan, dan itulah yang menjadikan bangunan orang-orang munafik itu runtuh dan jatuh menimpa mereka kemudian bersamasama masuk jurang neraka. Selanjutnya, Quraish Shihab (2002 : ) menjelaskan firman-nya: يزال بنيانهم الذي بنوا ريبة في قلوبهم) (ال la yazalu bunyanahum al-ladzi banau ribatan fi qulubihim/tidak henti-hentinya bangunan-bangunan yang mereka dirikan menjadi keraguan dalam hati mereka. Ini karena bangunan itu mereka bangun dengan motivasi buruk, sehingga keraguan, yakni kemunafikan akan tetap menyertai mereka selama bangunan itu berdiri dan selama jiwa mereka masih melekat di badan mereka. Ini berarti kemunafikan akan terus menyertai mereka hingga akhir hayat mereka. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa masjid Quba dibandingkan dengan masjid yang didirikan oleh orang munafik yang disebut dengan masjid dhiror, sebagaimana firman Allah dalam QS. at-taubah ayat 107 berikut : ٱ ٻ ٻ ٻ ٻ پ پ پ پ ڀ ڀ ڀ ڀ ٺ ٺٺ ٺ ٿ ٿ ٿ ٿٹ ٹ ٹ ٹ ڤ Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang 46 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

55 Mengembalikan Fungsi Masjid sebagai Sentra Peradaban Umat Manusia mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang Telah memerangi Allah dan rasul-nya sejak dahulu[660]. mereka Sesungguhnya bersumpah: Kami tidak menghendaki selain kebaikan. dan Allah menjadi saksi bahwa Sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). Quraish Shihab (2002 : ) menjelaskan bahwa ayat tersebut di atas seakan-akan ada yang bertanya, Siapakah mereka yang engkau becarakan pada ayat yang lalu itu, Ya Allah? Ayat ini menjawab pertanyaan tersebut. Demikian hubungannya menurut al-biqa i. Apa yang dikemukakan oleh pakar ini adanya agak dihadang oleh adanya kata dan pada ayat di atas. Karena itu, adalah baik jika ayat ini dinilai berbicara tentang kelompok lain dari orang-orang munafik sebagai lanjutan topik pembicaraan yang sama dengan ayat-ayat yang lalu. Hanya, di sini dikemukakan meraka, yakni membangun masjid bukan untuk tujuan yang diridhai Allah swt. Ayat ini menegaskan bahwa Dan di samping kelompok-kelompok kaum munafikin yang telah disebut, ada juga diantara mereka orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan pada orang-orang mukmin secara khusus, dan masyarakat secara umum dan, untuk kekafiran dan pengingkaran kepada Allah swt. serta untuk memecah belah antara orang-orang mukmin yang telah mantap imannya lagi untuk menunggu kedatangan orangorang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu sebelum mereka membangun masjid itu. Mereka pasti bersumpah: Kami tidak menghendaki dalam membangan masjid ini serta semua kegiatan kami selain kebaikan. Dan Allah Yang Maha Mengetahui menyampaikan penyampaian layaknya satu saksi, karena itu Dia menyaksikan bahwa sesungguh-nya mereka, para pembangun bangunan yang mereka namai masjid itu adalah pendusta-pendusta, baik dalam sumpahnya maupun dalam sekian banyak hal lain. Al-Qurtubi yang dikutip oleh Quraish Shihab (2002 : 716) menjelaskan bahwa ayat ini dan ayat berikut turun menyangkut upaya sekelompok kaum munafikin membangun masjid antara lain untuk tujuan menyambut kehadiran seorang yang bernama Abu Amir ar-rahib. Ia menuju ke Kaisar Romawi dan memeluk agama Kristen, lalu dijanjikan akan ditokohkan, untuk itu kaum munafikin mendirikan tempat berkumpul bagi para pendukungnya guna menanti kedatangan Abu Amir. Diriwayatkan juga, bahwa keluraga Banu Amr bin Auf membangun masjid Quba, dan mereka mengundang EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 47

56 Edi Bahtiar Rasul saw. untuk shalat di sana. Rasul memperkenankan permintaan mereka. Hal ini mengundang iri hati Bani Ghanim bin Auf, sehingga mereka juga membangun masjid dan mengundang Rasul saw., tetapi ketika itu Rasul sedang bersiap-siap menuju Tabuk. Sekembalinya dan setelah selesainya bangunan maasjid Bani Ghanim itu, Rasul saw. menuju ke sana dan shalat. Ketika itu turunlah ayat ini, maka Rasul saw. memerintahkan untuk membakar dan menghancurkan masjid tersebut, bahkan menjadikan lokasinya sebagai tempat pembuangan sampah dan bangkai binatang. Menurut Asy-Sya rawi yang juga dikutip oleh Quraish Shihab (2002 : 716) menjelaskan bahwa apa yang dilakukan Rasul saw. dengan meletakkan najis lahiriah di alokasi bangunan itu adalah untuk bertujuan membersihkannya dari najis mental, karena niat buruk mereka adalah cerminan dari najis mental itu, dan harus dibersihkan, dan pembersihannya adalah dengan menempatkan najis material. Menurut Quraish Shihab (2002 : 716) bahwa pendapat ini aneh, karena kita tidak mengenal cara pembersihan dengan sesuatu yang kotor atau najis sehingga bagaimana mungkin meletakkan satu najis untuk membersihkan najis yang lain? Agaknya Rasul saw. bermaksud dengan membuang kotoran dan aneka najis di lokasi itu untuk menggambarkan bahwa tidaklah wajar seorang muslim ke masjid itu, bahkan ke lokasi bangunan itu, karena ia bukanlah tempat yang baik. Tanah di lokasi yang dipenuhi najis material tersebut telah menjadikannya lebih najis lagi, sehingga jika sebelum adanya kotoran dan bangkai tanah tersebut masih dapat digunakan bersuci/bertayammum, maka dengan adanya najis material ia tidak dapat lagi digunakan dan dengan demikian masjid dan lokasinya benar-benar harus dijahui. Semantara itu, bangunan masjid yang pertama kali didirikan oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah pada tahun 622 (bulan Rabiulawal tahun pertama Hijriah) pada masa permulaan Nabi SAW menetap di kota itu. Masjid itu dikenal dengan nama Masjid Madinah atau Masjid Nabawi, masjid utama ketiga setelah Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha (Ensiklopedi Islam, 1997). Sejarah perkembangan bangunan masjid erat kaitannya dengan perluasan wilayah Islam dan pembangunan kota-kota baru. Sejarah mencatat bahwa pada masa permulaan perkembangan Islam ke berbagai negeri, bila umat Islam menetap di suatu daerah baru, maka salah satu 48 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

57 Mengembalikan Fungsi Masjid sebagai Sentra Peradaban Umat Manusia sarana untuk kepentingan umum yang mereka buat adalahmasjid. Masjid merupakan salah satu karya budaya umat Islam di bidang teknologi konstruksi yang telah dirintis sejak masa permulaannya dan menjadi ciri khas dari suatu negeri atau kota Islam. Masjid juga marupakan salah satu corak dan perwujudan perkembangan kesenian Islam dan dipandang sebagi salah satu kebudayaan Islam terpenting. Perwujudan bangunan masjid juga merupakan lambing dan cermin kecintaan umat Islam kepada Tuhannya dan menjadi bukti tingkat perkembangan kebudayaan Islam (Ensiklopedi Islam, 1997). 2. Masjid pada Masa Rasulullah SAW Pada masa Rasulullah SAW., masjid menjadi tempat persemaian peradaban Islam. Lewat masjid, Rasulullah Saw membangun kultur masyarakat baru yang islamis, dinamis, dan progresif sebuah komunitas yang masyarakat yang sangat maju pada masa itu. Salah satu unsur penting dalam struktur masyarakat Islam adalah masjid. Pada masa awal perkembangan Islam, yaitu pada zaman Rasullah SAW, masjid merupakan pusat pemerintahan, kegiatan pendidikan, kegiatan sosial dan ekonomi. Sebagai kepada pemerintahan dan kepala Negara, Rasulullah Muhammad SAW tidak mempunyai istana seperti halnya para raja pada waktu itu, beliau menjalankan roda pemerintahan dan mengatur umat Islam di masjid, permasalahan-permasalahan umat beliau selesaikan bersama-sama dengan para sahabat di masjid bahkan hingga mengatur strategi peperangan. Dalam bidang pendidikan, Rasulullah SAW menggunakan masjid untuk mengajarkan para sahabat agama Islam, membina mental dan akhlak mereka, seringkali dilakukan setelah sholat berjama ah, dan juga dilakukan selain waktu tersebut. Masjid pada waktu itu mempunyai fungsi sebagai sekolah seperti saat ini, gurunya adalah Rasulullah SAW dan murid-muridnya adalah para sahabat yang haus ilmu dan ingin mempelajari Islam lebih mendalam. Proses ta lim yang dilakukan di masjid dikenal dengan nama halaqah. Al-Qoyuni (2010) mengatakan bahwa di bidang ekonomi, masjid pada awal perkembangan Islam di gunakan sebagai Baitul Mal yang mendistribusikan harta zakat, sedekah, dan rampasan perang kepada fakir miskin dan kepentingan Islam. Golongan lemah pada waktu itu sangat terbantu dengan adanya baitul mal. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 49

58 Edi Bahtiar Saat hijrah dari Mekkah menuju Madinah, Rasulullah SAW yang ditemani sahabat setianya, Abu Bakar, melewati daerah Quba. Di sana beliau mendirikan masjid pertama sejak kenabiannya yang diberi nama dengan masjid Quba. Sesampainya di Madinah, Rasulullah SAW terlebih dahulu membangun masjid yang saat ini dikenal dengan nama Masjid Nabawi (Masjid Nabi). Oleh Rasulullah SAw, masjid Nabawi ini digunakan sebagai sebagai sentra utama seluruh aktivitas keumatan, baik dalam aspek tarbiyah (pembinaan), pembentukan karakter para sahabat. Demikian pula aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan menyusun strategi perang. Masjid Nabawi di Madinah telah menjabarkan fungsinya sehingga lahir peranan masjid yang beraneka ragam. Sejarah mencatat peranan yang telah diemban oleh Masjid Nabawi (= &topic=16480), yaitu sebagai berikut : (1) Tempat ibadah (shalat, zikir); (2) Tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomisosial budaya); (3) Tempat pendidikan; (4) Tempat pemberdayaan ekonomi umat melalui baitul mal (ziswaf); (5) Tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya; (6) Tempat pengobatan para korban perang; (7) Tempat penyelesaian problematika umat dalam aspek hukum (peradilan); (8) Aula dan tempat menerima tamu; (9) Tempat menawan tahanan; (10) Pusat informasi Islam dan pembelaan terhadapnya; dan (11) Tempat untuk mempererat hubungan dan ikatan jamaah Islam yang baru tumbuh. Rasulullah SAW juga menjelaskan wahyu yang diterimanya di dalam masjid, memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan para sahabat tentang berbagai masalah, memberi fatwa, mengajarkan agama Islam, membudayakan musyawarah, menyelesaikan perkaraperkara dan perselisihan-perselisihan, tempat mengatur dan membuat strategi militer, dan tempat menerima utusan (duta) negara lain dari Semenanjung Arabia. Intinya, masjid pada zaman Rasulullah SAW, menjadi pusat kegiatan umat Islam. Mulai kegiatan ibadah mahdlah yang bersifat ritual hingga ibadah muamalah yang bersifat sosial, dan menjadi pusat kebangkitan peradaban Islam. Agaknya masjid pada masa silam mampu berperan sedemikian luas, disebabkan antara lain oleh : (1) Keadaan masyarakat yang masih sangat berpegang teguh kepada nilai, norma, dan jiwa agama dan 50 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

59 Mengembalikan Fungsi Masjid sebagai Sentra Peradaban Umat Manusia (2) Kemampuan pembina-pembina masjid menghubungkan kondisi sosial dan kebutuhan masyarakat dengan uraian dan kegiatan masjid. Manifestasi pemerintahan terlaksana di dalam masjid, baik pada pribadi-pribadi pemimpin pemerintahan yang menjadi imam/ khatib maupun di dalam ruangan-ruangan masjid yang dijadikan tempat-tempat kegiatan pemerintahan dan syura (musyawarah). Keadaan itu kini telah berubah, sehingga timbullah lembaga-lembaga baru yang mengambil-alih sebagian peranan masjid di masa lalu, yaitu organisasi-organisasi keagamaan swasta dan lembaga-lembaga pemerintah, sebagai pengarah kehidupan duniawi dan ukhrawi umat beragama. Lembaga-lembaga itu memiliki kemampuan material dan teknis melebihi masjid. Memang, sejak masa permulaan Islam di Madinah, masjid sudah dilengkapi dengan personalia, yaitu imam, khatib, muazin, dan staf pegawai. Pada masa permulaan pemerintahan Islam (paling tidak hingga masa Kulafaur-Rasyidin), khalifah atau kepala Negara disamping sebagai pemimpin dalam perang dan kepala pemerintahan, juga menjadi imam dalam salat. Para Gubernur juga bertindak sebagai imam salat disamping kepala urusan pajak. Jabatan khatib sebanding dengan jabatan imam masjid. Kepala Negara dan Gubernur juga berugas sebagi khatib masjid. Khatib bukan hanya berpidati di atas mimbar, tetapi juga membuat keputusan dan mengemukakan pandanganpandangnnya tentang masalah-masalah politik dan keinginan umum. Untuk mengurus segala keperluan masjid diperlukan staf pegawai yang melayani keperluan jamaah dan membersihkan serta merawat masjid. Staf pelayanan masjid sudah ada sejak masjid Madinah didirikan. Hal lain yang penting untuk meneglola kegiatan masjid adalah manajemen masjid secara rapi dan teratur. 3. Masjid pada Masa Shahabat dan Tabi in Pada masa Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar ash-shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib), masjid tetap memerankan fungsinya sebagai pusat kegiatan umat Islam. Demikian pula pada masa Dinasti Umayyah. Masjid dijadikan tempat pertemuan politik. Para khatib masjid berperan sebagai ujung tombak dalam mendukung politik pemerintah. Pada zaman Abbasiyah, fungsi politik masjid mulai ditinggalkan. Semua urusan negara diselenggarakan di istana. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 51

60 Edi Bahtiar Meskipun demikian, pada masa Abbasiyah, masjid merupakan tempat pertemuan ilmiah bagi para sarjana dan ulama. Masjid memiliki andil dalam mengembangkan ilmu dan kebudayaan Islam yang mencapai puncaknya pada masa dinasti tersebut. Masjidil Haram selain sebagai pusat ibadah juga dijadikan sebagai tempat mendalami ilmu-ilmu agama dalam berbagai mazhab. Masjid yang memiliki beragam fungsi tersebut terdapat di Mesir, Spanyol, Afrika Utara, Persia, dan sebagainya ketika Islam berjaya di tempat-tempat tersebut. 4. Fenomena Masjid di Indonesia Berdasarkan data EMIS Departemen Agama, jumlah masjid yang meliputi 33 propinsi di Indonesia lebih dari 700 ribu unit. Namun kuantitas masjid yang banyak itu kurang memerankan peranan yang signifikan dalam pemberdayaan umat karena masjid tidak memainkan fungsinya sebagaimana pada zaman Rasulullah SAW. dan para sahabat. Hal ini terjadi karena masjid tidak lagi menjadi urat nadi umat Islam. Masjid lebih banyak difungsikan hanya sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu, minus fungsi sosial-budaya. Saat ini, gerak dan ruang lingkup masjid dibatasi pada dimensi-dimesi vertikal saja, sedang dimensi-dimensi horizontal kemasyarakatan dijauhkan dari masjid. Indikasi pengelolaan masjid jenis ini adalah masjid tidak digunakan kecuali untuk shalat jamaah setelah itu masjid dikunci rapat-rapat. Bahkan ada sebagian masjid yang hanya digunakan untuk melaksanakan 3 (tiga) sholat fardlu saja, yaitu sholat maghrib, isyak, dan shubuh. Itupun dengan jumlah jama ah yang sangan sedikit. Masih sangat kurang kita temukan masjid yang digunakan sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan sosial keagamaan yang menyangkut kepentingan umat, seperti kesehatan, pemberdayaan ekonomi, santunan sosial dan sebagainya. Akibatnya, masjid tidak mempunyai andil dalam pemberdayaan umat, seperti pengentasan kemiskinan, kebodohan, dan sentral memperkokoh ukhuwah. Shaf yang hanya terdiri dari satu dua baris yang kadang tidak penuh, akan ditemui di seluruh pelosok kota maupun desa-desa kita. Kemudian secara sinergis pengetahuan-pengetahuan tentang Islam belum dikaji secara optilmal oleh seluruh anggota masyarakat yang 52 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

61 Mengembalikan Fungsi Masjid sebagai Sentra Peradaban Umat Manusia tinggal di sekitar masjid, terlebih bagi mereka yang berjama ah di masjid. Sangat ironis memang, dengan keadaan negeri kita yang notabene disandangkan sebagai negeri dengan mayoritas penduduknya muslim bahkan terbesar didunia tetapi kualitasnya masih perlu dipertanyakan. Hal ini akan semakin jelas terlihat apabila kita ditelusuri akan kembali kepada pemahaman penduduk awam pada umumnya mengenai agama mereka. Banyak dari mereka yang mengartikan Islam itu hanya identik dengan amalan-amalan yang bersifat mahdhoh saja, seperti sholat, puasa, zakat dan haji. Masjid yang seharusnya menjadi bangunan yang merupakan sentra dari segala aktivitas yang dilakukan ummat, kini dipandang hanya sebagai tempat ibadah-sholat. Peran yang sudah amat sangat direduksi dari peran masjid yang sesungguhnya. Mungkin inilah salah satu penyebab ummat ini belum bisa bersatu padu dalam menaklukkan musuh-musuhnya, merasakan nikmatnya ukhuwah dalam berislam tanpa memperdulikan apa yang namanya perbedaan suku, ras, bahasa bahkan batasan geografi yang memisahkan dimensi waktu dan tempat sekalipun. 5. Masjid sebagai Pusat Pembangunan Masyarakat Ternyata ketika kita mempelajari sejarah kita mendapati sebuah kenyataan bahwa masjid pada zaman Rasulullah SAW memiliki banyak sekali fungsi-fungsi lain selain hanya sekedar tempat ibadah. Pada zaman Rasulullah SAW ia juga merupakan pusat pemerintahan, pusat proses legislasi, pusat interaksi masyarakat dan berbagai fungsi duniawi lainnya. Kenyataan sejarah ini memberikan sebuah visi dan pemahaman yang integral kepada kita akan peranan masjid dalam masyarakat Islam. Bentuk fisik masjid Rasulullah SAW. pun sangat sederhana dengan penekanan pada aspek fungsional dan penggunaan ruang yang multi-fungsional. 6. Aktualisasi Fungsi dan Peran Masjid Fungsi dan peranan masjid besar seperti yang disebutkan pada masa keemasan Islam itu tentunya sulit diwujudkan pada masa kini. Namun, ini tidak berarti bahwa masjid tidak dapat berperan di dalam hal-hal tersebut. Masjid harus mampu melakukan beberapa EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 53

62 Edi Bahtiar peran yang telah digulirkan oleh masjid pada masa Rasulullah SAW, Khulafaur Rasyidin, dan para Tabi in. Hal ini sejalan dengan pernyataan Quraish Shihab (2002 : 717) menjelaskan bahwa kata ( مسجد ) masjid terambil dari kata ( سجود ) sujud yang berarti taat, patuh dan tunduk dengan penuh hormat. Meletakkan dahi, kedua telapak tangan dan jari-jari kaki adalah bentuk lahiriah yang paling nyata dari makna-makna di atas. Dari sini, bangunan yang secara umum digunakan untuk sujud, shalat dan mengabdi kepada Alla, Tuhan Yang Maha Esa, dinamai masjid. Dari akar katanya, dipahami bahwa masjid bukan hanya berfungsi sebagai tempat meletakkan dahi, yakni sujud dalam shalat, tetapi ia adalah tempat melakukan aktivitas yang mengandung makna kepatuhan kepada Allah swt., atau paling tidak tempat mendorong lahirnya aktivitas yang mengahsilkan kepatuhan kepada-nya. Nabi Muhammad saw. bersabda: Telah dijadikan untukku dan umatku seluruh persada bumi sebagai masjid dan saran penyucian. (HR. Bukhari dan Muslim melalui Jabir bin Abdillah). Di sini bertemu kata sujud dan masjid dan terpadu aktivitas sujud, yakni kepatuhan kepada Allah dengan fungsi dan peranan masjid, bahkan fungsi manusia sebagai khalifah di bumi. Semua yang dapat mengantar manusia kepada kepatuhan kepada Allah swt merupakan bagian dari aktivitas di dunia dan aktivitas kemasjiadan, karena itu pada masa Rasul saw, masjid Nabawi di Madinah memiliki tidak kurang sepuluh fungsi, yaitu sebagai tempat sebagaimana terperinci di bawah ini yang kesemuanya diarahkan sesuai dengan keberadaan masjid/bumi sebagai tempat sujud kepada Allah dalam pengertiannya yang luas, yaitu : a) shalat dan dzikir, b) pendidikan, c) santunan social, d) konsultasi dan komunikasi ekonomi sosial dan budaya, e) latihan militer, f) pusat kesehatan, g) pengadilan dan penyelesaian sengketa, h) pusat penerangan, i) tempat pertahanan, dan j) tempat penampungan. Dalam konteks kemasjidan, tentu saja dewasa ini, akibat perubahan zaman dan perkembangan masyarakat sebagian fungsifungsi tersebut telah diambil oleh lembaga-lembaga lain, kendati demikian, paling tidak dari masjid harus lahir uraian dan aktivitas yang mengarahkan manusia kepada sujud, patuh dan tunduk kepada Allah swt., karena semua masjid adalah milik-nya: 54 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

63 Mengembalikan Fungsi Masjid sebagai Sentra Peradaban Umat Manusia ڇ چ چ چ چ ڃ ڃ ڃ Dan Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (QS. Al-Jiin [72]: 18). Oleh karena itu, para pembina masjid pada masa sekarang semestinya mengarahkan umat pada kehidupan duniawi dan ukhrawi yang lebih berkualitas. Apabila masjid dituntut berfungsi membina umat, tentu sarana yang dimilikinya harus tepat, menyenangkan dan menarik semua umat. Pada Muktamar Risalatul Masjid di Makkah pada 1975, hal ini telah didiskusikan dan disepakati, bahwa suatu masjid baru dapat dikatakan berperan secara baik apabila memiliki ruangan, dan peralatan yang memadai untuk : (1) Ruang shalat yang memenuhi syarat-syarat kesehatan, (2) Ruang-ruang khusus wanita, (3) Ruang pertemuan dan perpustakaan, (4) Ruang poliklinik, dan ruang untuk memandikan dan mengkafankan mayat, dan (5) Ruang bermain, berolahraga, dan berlatih bagi remaja. Semua hal di atas harus diwarnai oleh kesederhanaan fisik bangunan, namun harus tetap menunjang peranan masjid ideal termaktub. Merujuk pada hal-hal yang idealis tersebut di atas, secara faktual umumnya pengelolaan masjid kita masih memprihatinkan. Sebagai solusinya, perlu dilakukan pemberdayaan masjid dahulu sebelum mengoptimalkan fungsi dan perannya. Dalam pemberdayaan ini kita bisa menggunakan metode Continuous Consolidation and Improvement for Mosque (CCIM) atau Penguatan dan Perbaikan Berkelanjutan untuk Masjid. CCIM adalah metode pemberdayaan masjid dengan menata kembali organisasi Ta mir Masjid melalui pemanfaatan segenap potensi yang dimiliki diikuti dengan perbaikan yang dilakukan secara terus menerus. Dalam metode ini kita dapat memanfaatkan metode-metode yang sudah dikenal dalam dunia management maupun mutu, seperti misalnya : Siklus PDCA, QC Tools, SAMIE, MMT, ISO 9000, Lima-R dan lain sebagainya. Penguatan atau dalam istilah umum organisasi disebut konsolidasi (concolidation), adalah merupakan upaya menata sumber daya yang ada secara sistimatis dan terarah. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah meliputi : (1 ) Konsolidasi pemahaman Islam, (2) Konsolidasi lembaga organisasi, (3) Konsolidasi EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 55

64 Edi Bahtiar program, dan (4) Konsolidasi jama ah. Sebagai pusat kegiatan umat, masjid memiliki tiga peran penting yakni sebagai tempat aktivitas sosial, politik dan pendidikan. Guna menopang ketiga peran penting itu, pada era kejayaan Islam masjid telah dilengkapi dengan perpustakaan. Dengan koleksi buku yang terbilang melimpah.. Aktivitas pendidikan di masjid tentu membutuhkan banyak buku sebagai referensi. teratama.com/memaksimalkan-peran-perpustakaan-masjid-dalammembangun-budaya-membaca-masyarakat.html. Sejarah telah mencatat, bahwa masjidlah yang menjadi landasan take of nabi Muhammad SAW pada peristiwa Isra Mi raj untuk mendapatkan perintah-perintah dari Allah SWT secara langsung. Dan pada akhirnya, dari masjidlah Islam bersinar hingga menguasai sepertiga dari luas dunia selama tujuh abad lamanya. Berikut langkah-langkah yang perlu dilakukan : a. Mengoptimalkan peran dan fungsi remaja masjid dengan menggalakkan gerakan AKSI, yaitu Aktif, Kreatif, Simpatik, dan Inovatif b. Pengurus yang kreatif c. Pemanfaatan momentum d. Penawaran keliling e. Optimalisasi perpustakaan masjid f. Membangun sinergitas antara pengelola, ulama dan umara 7. Managemen Masjid yang Ideal Pengoptimalan fungsi masjid dibutuhkan keterlibatan berbagai pihak. Butuh jam iyyah dan jama ah. Jam iyyah berarti membutuhkan kepemimpinan, job discription, tata kerja, dan tanggungjawab. Jama ah berarti membutuhkan kebersamaan untuk memakmurkan masjid. Gotong royong untuk membangun secara ideal fisik sesuai dengan fungsi dan memfungsikannya untuk kemaslahatan jamaah dan umat. Secara praktis, ada beberapa langkah dalam melakukan pengembangan manajemen masjid, yaitu : a. Pengembangan suatu organisasi/lembaga masjid b. Mengaplikasikan manajemen dalam melaksanakan tugas c. Secara operasional, pengelolaan masjid harus memegangi prinsip manajemen yaitu : 56 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

65 Mengembalikan Fungsi Masjid sebagai Sentra Peradaban Umat Manusia (1) pengembangan metode tertentu, (2) pemilihan dan pengembangan pelaksana program, (3) upaya menghubungkan dan mempersatukan metode kerja yang terbaik, dan (4) kerja sama yang erat para pimpinan (top leader takmir) sebagai manajer dan pengurus lain dan anggota (non manajer) untuk merencanakan; dan d. Menekankan prinsip apa pun akan dilakukan demi masjid yang diikelola menjadi masjid yang terbaik. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 57

66 Edi Bahtiar DAFTAR RUJUKAN Abi Isa Muhammad bin Isa Sunan at-tirmidzi. Jilid II. Beirut : Dar al-fikr Baglawy, Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar. t.t. Buhyah al-mustarsyidin. ttp. Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Islamil bin Ibrahim ibnul Mughirah bin Barabat. t.t. Sahih al-bukhari, 4 jilid. Beirut : Dar al-fikr al-fasi `Khizanat al Qarawiyyin wa nawadiruha, Majallat Mahad al- Makhtutat al-arabiya 5 (May 1959) Ibnu Katsir, Imaduddin Abil Fidak Isma il. tt. Tafsir al-qur an al- Adzim. Indonesia : Sirkah Nur Asia Muhammad Ali Ash-Shabuni. Tafsir Ayat al-ahkam min Al-Qur an. al-qurthuby. Al-Jami Li Ahkam al-quràn. al-rammah The Ancient Library of Kairaouan and its methods of conservation, in The Conservationand preservation of Islamic manuscripts, Proceedings of the Third Conference of Al-Furqan Islamic Heritage Foundation, R. Mackensen. Background of the History of Muslim libraries, The American Journal of Semitic languages and literatures, 51 (January 1935) asy-syafi i, Imam Taqiuddin Abi Bakar bin Muhammad al-husaini al-husni ad-dimasyqi. t.t. Kifayah al-akhyar juz I. Surabaya : Syarikah Nur Amaliyah Shihab, M. Quraish Wawasan al-qur an. Bandung : Mizan Membumikan Al-Quran. Cet. XV. Bandung : Mizan Tafsir al-mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-qur an. Jakarta : Lentera hati W. Heffening; J.D. Pearson. tt. Encyclopaedia of Islam, vol VI 58 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

67 NILAI-NILAI DAKWAH DIBALIK TRADISI NASI KEPEL DI MASJID WALI LORAM KULON Oleh: FARIDA, M.SI Dosen STAIN Kudus Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai dakwah yang terdapat dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon, manfaat dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon, dan peran tokoh agama dalam menanamkan pemahaman yang benar di balik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon. Sehingga butuh informasi dari beberapa responden (Kepala Desa, Jupel dan masyarakat). Dan Manfaat penelitian secara teoritis adalah sebagai bahan informasi bahwa dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon terdapat nilai-nilai dakwah yang tidak menyimpang dari syariat Islam karena tradisi nasi kepel diturunkan oleh Sultan Hadlirin sebagai tanda bentuk syukur. Sedangkan manfaat praktisnya sebagai upaya untuk mensyiarkan Islam (bersyukur dalam wujud bersedekah nasi kepel) di masyarakat Loram Kulon, sehingga masyarakat dapat menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari (selain taat beribadah patuh pada perintah Allah SWT juga harus melakukan kebaikan berbagi dengan sesama manusia sehingga tercipta kerukunan dan saling menghormati). Metode pengumpulan data yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan wawancara mendalam, dengan pendekatan kualitatif. Pada penelitian ini khusus membahas nilai-nilai dakwah dibalik tradisi nasi kepel. Dimana tradisi merupakan kesepakatan di masyarakat setempat yang dilakukan turun temurun (pelanggengan) dan tetap dilestarikan di era modern seperti sekarang ini, namun tetap berpegang pada syariat Islam dan dapat digunakan sebagai media dakwah untuk kemajuan dan kemakmuran masyarakat Islam untuk selalu EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 59

68 Farida melakukan kebaikan bersedekah, yang terkandung makna wujud bersyukur dan berbagi dengan orang lain. Sehingga hasil penelitian ini bertujuan menemukan nilai-nilai dakwah dibalik tradisi nasi kepel yang dilakukan oleh masyarakat Loram Kulon. Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai dakwah dibalik tradisi kepel diantaranya tawassul dengan sedekah merupakan tuntunan agama (berwawasan moral ketuhanan) dan berbagi makanan dengan sesama sehingga menimbulkan kerukunan umat beragama sehingga Loram Kulon tidak ada konflik (berwawasan kemanusiaan dan lingkungan). Sedangkan manfaat yang dirasakan adalah munculnya rasa mantep akan dikabulkan doanya oleh Allah Swt dan dibutuhkan peran tokoh agama desa Loram Kulon untuk senantiasa mengingatkan agar berniat hanya kepada Allah Swt (iman kepada Allah Swt). Kata kunci: nilai-nilai dakwah, tradisi kepel A. Latar Belakang Masalah Islam tidak hanya berbicara tentang ibadah ritual, melainkan semua aspek kehidupan manusia (termasuk tradisi). Apabila keseluruhan hidup manusia telah berada di atas sendi ajaran Islam maka kebahagiaan hakiki yang menjadi tujuan hidup manusia akan tercapai (Ali Anwar Yusuf hal. 30). Namun kenyataan di masyarakat sering dijumpai terjadinya salah pemahaman (yang menyebabkan perilaku beragama aneh ) dalam mensikapi tradisi. Terdapat beberapa ungkapan dalam Al Qur an yang digunakan untuk mengungkapkan kondisi sosial masyarakat yang perlu diubah. Diantaranya, lafal al-zhulumat yang antara lain terdapat pada firman Allah surat Ibrahim: 1. Menurut al-raghib al-ashfahani, istilah lafal al-zhulumat mempunyai dua makna. Pertama: kegelapan. Kedua: kebodohan, kemusyrikan dan kefasikan (M. Munir, dkk hal. 266). Menunjukkan bahwa banyak persoalan yang ada di masyarakat. Persoalan-persoalan dalam hidup manusia di muka bumi perlu mendasarkan pada agama agar tercipta keselarasan dan mendatangkan kebahagiaan. Salah satu tindakan yang sesuai dengan syariat Islam ketika manusia mendapatkan kebahagiaan adalah dengan bersyukur (ucapan, tindakan ataupun di dalam hati). Wujud syukur manusia dapat dilakukan dengan ucapan Alhamdulillah, juga dapat wujud syukur melalui tindakan yaitu 60 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

69 Nilai-nilai Dakwah Dibalik Tradisi Nasi Kepel di Masjid Wali Loram Kulon bersedekah. Sedekah dapat diwujudkan dalam apa saja, dan yang utama sebagai wujud rasa syukur kepada sang Khaliq. Untuk mewujudkan rasa syukur karena keberhasilan atau akan ada hajatan/ acara, masyarakat membuat nasi kepel yang nantinya diantarkan ke Masjid Gapura Loram Kulon yang dikenal dengan Masjid Wali. Nasi kepel berupa bungkusan nasi sendiri, dan ditambah bungkusan lauknya juga sendiri (Radar Kudus. 26 Maret 2011). Masyarakat Loram Kulon beranggapan bahwa sedekah merupakan ungkapan wujud syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa atas rizki yang diberikan, seperti misalnya: ditunjukkan dengan adanya rasa kesederhanaan untuk saling berbagi antara sesama masyarakat, memunculkan rasa ukhuwah islamiah yang ditujukan dengan kebersamaan dan meramaikan masjid dalam mengadakan tradisi nasi kepel. Bukankah di dalam Islam dianjurkan untuk saling berbagi dan mempererat tali persaudaraan diantara sesama manusia agar tercipta kerukunan dan untuk mensyiarkan Islam. Dikatakan nasi kepel karena bungkusan nasinya hanya segenggam tangan, dan orang Jawa biasa mengatakan sak kepel. Nasi kepel, tidak muncul dengan sendirinya, ada cerita dan ada syarat jumlah yang harus dipenuhi. Menurut juru pelihara Masjid yang bernama Afroh Amanuddin (Radar Kudus. 26 Maret 2011) bahwa nasi kepel ada berawal dari cerita zaman Sultan Hadlirin saat mendirikan Masjid Gapura Loram Kulon tahun Di mana, pada masa itu ekonomi masyarakat tidak seperti sekarang ini (masih mengalami kesulitan dan banyak warga miskin). Selain perekonomian yang kurang mendukung, sebagian besar masyarakat mayoritas masih beragama Hindu. Ini menunjukkan bahwa selain sudah menjadi tradisi dan cerita zaman Sultan Hadlirin, didalamnya juga mengandung nilai-nilai keislaman (kesederhanaan dan saling menghargai) yang seharusnya dijaga dan dilestarikan. Berdakwah dengan mengikis habis budaya akan membuat aktivitas dakwah menjadi sia-sia dan pasti masyarakat akan menolak dakwah dengan keras. Dengan demikian dakwah hendaknya dilakukan dengan cara yang ramah dan toleran, demokratis dan persuasif terhadap budaya sehingga aktivitas dakwah akan diterima, diikuti dan disegani masyarakat serta jauh dari kegagalan (Arsam hal. 123). Seperti dakwah yang dilakukan oleh Sultan Hadlirin EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 61

70 Farida yang sampai saat ini menjadi tradisi (kebiasaan) di desa Loram Kulon Kecamatan Jati Kabupaten Kudus. Sultan Hadlirin mendirikan masjid sebagai salah satu media berdakwah. Sehingga dakwahnya dapat menyakinkan masyarakat dan akhirnya banyak yang masuk Islam (tanpa ada keterpaksaan dan tekanan). Hal tersebut sesuai dengan manhaj suci wali songo dalam berdakwah di Indonesia ini, yang menyesuaikan dengan kondisi masyarakat. Sebagaimana Nabi Saw bersabda: انما بعثت التمم مكارم االخالك Sesunngguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak-akhlak mulia. (HR. Baihaqi). Dalam hadits tersebut Nabi Saw menegaskan untuk menyempurnakan akhlak karimah yang juga berarti budaya, tradisi dan adat masyarakat, bukan malah melenyapkannya. Wujud syukur dengan bersedekah nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon merupakan tradisi turun menurun berdasarkan cerita zaman Sultan Hadlirin, hal tersebut dimaksudkan minta di doakan oleh JUPEL (Juru Pelihara) dan kepercayaan akan nasi yang sudah diberi doa-doa maka orang yang memakannya akan mendapatkan berkah. Untuk itulah peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul NILAI-NILAI DAKWAH DIBALIK TRADISI NASI KEPEL DI MASJID WALI LORAM KULON B. Perumusan Masalah Perumusan masalah penelitian ini yaitu: 1. Apa saja nilai-nilai dakwah yang terdapat dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon? 2. Apa manfaat dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon? 3. Bagaimana peran tokoh agama dalam menanamkan pemahaman yang benar di balik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui : 1. Nilai-nilai dakwah yang terdapat dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon. 2. Manfaat dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon. 3. Peran tokoh agama dalam menanamkan pemahaman yang benar di balik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon. 62 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

71 D. Manfaat Penelitian Nilai-nilai Dakwah Dibalik Tradisi Nasi Kepel di Masjid Wali Loram Kulon Manfaat penelitian, antara lain: 1. Teoritis : Sebagai bahan informasi bahwa dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon terdapat nilai-nilai dakwah yang tidak menyimpang dari syariat Islam karena tradisi nasi kepel diturunkan Sultan Hadlirin sebagai tanda bentuk syukur. 2. Praktis : Sebagai upaya untuk mensyiarkan Islam (bersyukur dalam wujud bersedekah nasi kepel) di masyarakat Loram Kulon, sehingga masyarakat dapat menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari (selain taat beribadah patuh pada perintah Allah SWT juga harus melakukan kebaikan berbagi dengan sesama manusia sehingga tercipta kerukunan dan saling menghormati). E. Deskripsi Pustaka 1. Pengertian Dakwah Secara etimologi (bahasa) bahwa dakwah berasal dari kata da a (Fi il madzi) dan yad u (Fi il mudhari) yang artinya adalah memanggil (to call), mengundang (to invite), mengajak (to summer), menyeru (to propo), dan memohon (to pray) (Achmad Warson Munawwir hal. 211). Dan pengertian dakwah secara istilah (terminologi) yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain: Syekh Ali Mahfudz dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin sebagaimana yang dikutip oleh Ali Aziz mengatakan dakwah adalah: mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan mengikuti petunjuk (agama), menyeru mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari perbuatan munkar agar memperoleh kebahagiaan dunia akhirat. A. Hasymi merumuskan pengertian dakwah sebagai berikut: mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syari ah Islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah sendiri. Masdar Helmy (1973. hal. 35) mengemukakan dakwah adalah mengajak dan menggerakkan manusia mentaati ajaran Islam termasuk melakukan amar ma ruf nahi mungkar untuk dapat memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 63

72 Farida Hamzah Ya qub merumuskan pengertian dakwah sebagai berikut: mengajak manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Istilah dakwah dalam Al Qur an dipandang paling populer adalah Yad una ila al-khayr, Ya muruna bi al-ma ruf, dan Yan bauna an almunkar. Dalam konteks ini, seorang muslim secara khusus mempunyai tanggung jawab moral untuk hadir ditengah-tengah kehidupan sosial masyarakatnya sebagai figur bukti dan sanksi kehidupan yang islami. Umat pilihan yang mampu merealisasikan nilai-nilai dakwah yakni nilai-nilai illahiyah yaitu menyatakan dan menyerukan al-kayr sebagai prinsip kebenaran dan universal (Yad una ila al-khayr), melaksanakan dan menganjurkan al-ma ruf yakni nilai-nilai kebenaran kultural ( Ya muruna bi al-ma ruf) serta menjauhi dan mencegah kemungkaran ( Yan bauna an al-munkar). Substansinya adalah adanya pesan moral dan misi suci tentang kebenaran, kebaikan dan kesucian sebagai hidayah Illahi yang perlu terus menerus perlu dilestarikan dan diperjuangkan. 2. Nilai-nilai Dakwah Di dalam kajiannya dakwah menjabarkan nilai-nilai uluhiyah, mulkiyah, dan rububiyah (nilai-nilai Al-Asma Al-Husna) dalam perilaku kehidupan pribadi dan bermasyarakat. Cara pandang ini akan melahirkan pesan moral yang mendasar yakni: dakwah berwawasan kemanusiaan, dakwah yang berwawasan lingkungan, dan dakwah yang berwawasan moral ketuhanan. Kemudian dari paparan tersebut dapat melahirkan kaidah-kaidah dakwah yaitu: a. Menghargai kebebasan dan menghormati hak asasi masingmasing individu dan masyarakat. b. Menghindari kesulitan, kesempitan dan kepicikan. c. Menghindarkan dari kemadharatan dan kerusakan. d. Bertahap, gradual dan mengikuti proses. Sehingga iklim yang dibangun dalam dakwah adalah pencerahan pikir, penyejuk hati nurani, kedamaian serta terhindar dari cara yang kasar dan kekerasan (AEP Kusnawan hal 13 dan 15). Sehingga dapat menghalau persepsi Islam adalah teroris yang berkembang saat ini (dampak adanya bom bunuh diri). Di dalam rangka inilah, dakwah dapat dipandang sebagai proses pengembalian fitrah manusia menjadi makhluk yang bertauhid, 64 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

73 Nilai-nilai Dakwah Dibalik Tradisi Nasi Kepel di Masjid Wali Loram Kulon kembali ke otensitasnya alias suci kembali. Dalam wujud realitasnya dapat teramati, terpahami, dan terasakan dalam sejarah. Gagasan ulama yang tertuang dalam perilaku keislaman berupa internalisasi transmisi, transformasi dan difusi pesan Illahiah di kehidupan manusia dalam rangka beribadah kepada Allah STW, yang melibatkan unsurunsur dalam berbagai konteks di sepanjang ruang dan zaman. 3. Unsur-unsur Dakwah Unsur pembangunan dari dakwah yang saling mendukung meliputi: a. Da i Secara etimologis da i berarti penyampai, pengajar dan peneguh ajaran kepada diri mad u. Da i memusatkan kegiatan jiwa raganya dalam wa ad dan wa id dengan membicarakan tentang kehidupan akhirat untuk melepaskan orang-orang yang larut dalam tipuan kehidupan dunia (AEP Kusnawan hal 125). b. Mawdhu Yakni pesan illahiyah atau disebut dengan jalan Tuhanmu (Din al-islam), jalan lurus dan meluruskan. Agama yang ajeg/ tidak berubah dan bernilai guna, agama yang cocok dengan naluri ketuhanan dan sebutan lainnya. c. Uslub/metode dakwah Metode dakwah adalah suatu cara atau teknik menyampaikan ayat-ayat Allah dan ajarannya secara sistematis sehingga dapat sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Mubasyaroh hal. 1). Yang antara lain dengan kajian ilmiah dan filosofis (bi al-hikmah), persuasif atau dengan ajakan (bi almauziah khasanah), dialogis (al-mujadalah), melalui pemberian kabar gembira (tabsyir), pemberian peringatan (inzar), menyuruh pada kebaikan (amar ma ruf), melarang kemunkaran (nabyi munkar), pemberian contoh yang baik (uswah khasanah). d. Washilah/media dakwah Yang terdiri dari keluarga (dawr al-usrah), lingkungan sekolah (dawr al-madrasah), surat (al-rosa il), hadiah (al-targhib), sanksi maupun hukuman (al-tanbih), melalui cerita/kisah (alqishah), sumpah (al-qasm), simulasi (al-mitsal), kekuasaan (bi EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 65

74 Farida al-quwwah), tulisan (bi al-kitobah), ucapan (bi al-qowl), perilaku tindakan (bi al-amal), percontohan (bi al-maidho khasanah). e. Objek dakwah (mad u) Yang terdiri dari manusia atas berbagai karakteristiknya. Seperti jika dilihat dari aspek kuantitas maupun jumlahnya: diri da i sendiri, mad u seorang, sekelompok kecil, kelompok terorganisir, orang banyak maupun orang dalam kelompok budaya tertentu (AEP Kusnawan hal 129). f. Atsar (Efek) dakwah Dalam setiap aktivitas dakwah pasti akan menimbulkan reaksi. Jalaluddin Rahmat menyatakan efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atai dibenci khalayak, yang meliputi segala yang berhubungan dengan emosi, sikap serta nilai. Sedangkan efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku (M. Munir, dkk hal. 35). 4. Kode Etik Dakwah Berdasarkan QS. Ali Imron:104, yang artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu, satu golongan umat yang mengajak (manusia) kepada kebaikan, dan menyuruh mereka melakukan yang baik dan mencegah mereka dari perbuatan munkar dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa dakwah adalah kegiatan mengajak kepada kebaikan serta menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat munkar untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Sehingga tugas da i dalam melaksanakan dakwah harus melalui persiapan yang matang, mematuhi rambu-rambu dan aturanaturan dalam berdakwah. Kode etik lazimnya merujuk pada aturan-aturan atau prinsipprinsip yang merumuskan perlakuan benar dan salah. Secara umum etika dakwah adalah etika Islam itu sendiri yaitu melakukan tindakan terpuji dan menjauhkan diri dari tindakan tercela. Kode etik atau rambu-rambu etis yang harus dimiliki oleh da i, yaitu: 66 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

75 Nilai-nilai Dakwah Dibalik Tradisi Nasi Kepel di Masjid Wali Loram Kulon Tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan. Tidak melakukan toleransi agama. Tidak menghina apa yang disembah non-muslim. Tidak melakukan diskriminasi sosial. Tidak memungut imbalan. Tidak berteman dengan pelaku maksiat. Tidak menyampaikan hal yang tidak diketahui (Mubasyaroh hal. 7). Etika dari pendekatan dakwah dilihat dari aspek eksistensialnya, bukan pada fenomenalnya. Sesuatu dikatakan eksistensial bila pengolahannya menggunakan batin, emosi, mental, dan spiritual manusia. Sedangkan hal yang fenomenal adalah hasil pengolahan akal dari tangkapan inderawi. Sebagai contoh, masjid di kawasan manapun sama. Kesamaan ini ditangkap oleh inderawi sebagai bangunan tempat ibadah. Inilah pengalaman fenomenal, namun beberapa orang, ada masjid-masjid tertentu yang dianggapnya memiliki nilai lebih dibanding masjid yang lain, demikian ini adalah pengalaman eksistensial (Bambang Subandi. 2011). 5. Tujuan dan Target Dakwah Islam Tujuan dakwah menurut beberapa ahli, yaitu: a. Mahfudz Sidiq, tujuan dakwah Islam yaitu: membangun kembali identitas Islam pada masyarakat muslim yang tercermin dalam keyakinan dan kepribadiannya sebagai individu muslim, merangkai kembali unsur-unsur persatuanpersaudaraan-kekuatan Islam untuk membangun Umatan Wahidan, mengokohkan fikrah dan syariat Islam dalam semua sistem kehidupan umat untuk melahirkan Khairu Ummah, mengembalikan peran umat sebagai guru dunia dan mercusuar peradaban umat manusia sehingga Islam menjadi Rahmatan lil- Alamin (Mahfudz Siddiq hal. 42). b. Asmuni Syukir, membagi tujuan menjadi dua macam, yaitu: (a) Tujuan umum adalah mengajak manusia (meliputi orang mukmin atau orang kafir dan musyrik) kepada jalan yang benar yang diridhoi oleh Allah Swt agar dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia dan akhirat. (b) Tujuan khusus adalah mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan takwanya kepada Allah Swt, EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 67

76 Farida membina mental agama (Islam) bagi kaum yang masih muallaf, mengajak umat manusia yang belum beriman agar beriman kepada Allah Swt untuk memeluk agama Islam (Asmuni Syukir hal. 54). Upaya merealisasikan tujuan dakwah, maka diperlukan sebuah target dakwah, target-target itu antara lain: Islah An-Nafs (perbaikan diri), Takwinul Baiti Al-Muslim (membentuk keluarga muslim), Irsyad Al-Mujtama (memberi pengarahan kepada masyarakat), Berdakwah kepada pemerintah untuk menerapkan syariat Allah Swt dengan segala metode yang bijaksana dan akhlak islami, dan berdakwah untuk mewujudkan persatuan Islam (Sa id Hawa hal. 165). 6. Tradisi Nasi Kepel Dakwah dan kebudayaan adalah dua kata yang seharusnya bisa berjalan seiring dan saling mengisi tanpa harus ada salah satu yang ditiadakan atau dihilangkan. Bila kativitas dakwah tidak menghargai budaya masyarakat, maka masyarakat juga tidak akan menghargai dakwah, yakni tidak mau mengikuti ajakan dakwah. Bila aktivitas dakwah diikuti dan dibarengi dengan menolak dan menghilangkan budaya maka masyarakat juga akan menolak ajakan dakwah dan masyarakat bisa menjadi marah. Karena budaya adalah bagian dari kehidupan dan keyakinan masyarakat. Dan budaya menyatu dalam kehidupan masyarakat, bahkan masyarakat siap mengorbankan jiwa raganya demi mempertahankan budaya (Arsam hal. 123). Misalnya pada salah satu tradisi nasi kepel, pemaknaan tradisi nasi kepel yang bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur melalui sedekah. Sedekah dapat diwujudkan dalam apa saja, dan yang utama sebagai wujud rasa syukur kepada sang Kahliq. Bermacam-macam cara bisa dilakukan dan bisa tercipta dari tradisi masyarakat. Seperti halnya warga desa Loram Kulon. Untuk mewujudkan rasa syukur karena mengalami keberhasilan, mereka membuat nasi kepel yang nantinya diantarkan ke Masjid gapura Loram Kulon atau dikenal 68 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

77 Nilai-nilai Dakwah Dibalik Tradisi Nasi Kepel di Masjid Wali Loram Kulon sebagai Masjid Wali. Nasi kepel sendiri berupa bungkusan nasi sendiri, dan ditambah bungkusan lauknya sendiri. Dikatakan nasi kepel karena bungkusan nasinya hanya segenggam tangan, dan orang biasa mengatakan sak kepel tangan. Nasi kepel tidak muncul dengan sendirinya, ada cerita dan ada syarat jumlah yang harus dipenuhi. JUPEL (Juru Pelihara) Masjid Wali mengatakan, nasi kepel ada berawal dari cerita zaman Sultan Hadlirin saat mendirikan Masjid Gapura Loram Kulon tahun Di mana, pada masa itu ekonomi masyarakat tidak seperti sekarang ini. Masih mengalami kesulitan dan banyak warga miskin. Selain perekonomian yang kurang mendukung, sebagain besar masyarakat mayoritas masih beragama Hindu. Untuk lauknya berupa bothok, dan bothoknya terbuat dari apapun boleh, misal dari lauk tahu. Kalau ada rezeki lebih, isi bothoknya itu bisa ayam, ikan bandeng dan lain-lain (namun tidak ada isi yang mengharuskan) karena tergantung dengan kemampuan masing-masing orang. Jumlah tujuh diambil dari filsafat jawa pitu. Menurut hitungan Jawa, ada tiga angka yakni 7, 17, 27 yang memiliki makna pitulung, pitutur, pituduh. Sedangkan nasi kepel sendiri pada zaman dahulu dibuat karena ada hajatan seperti menjelang pernikahan dan khitanan. Namun sekarang setiap hari pasti ada warga yang membuat nasi kepel. Nasi kepel dibuat bertepatan dengan pasaran weton sebagai wujud syukur bahkan nasi kepel sekarang ini dibuat kalau mendapatkan keberhasilan: seperti mendapatkan pekerjaan. Nasi kepel yang sudah diberikan do a-do a dibagikan kepada orangorang yang ada di Masjid. Hal itu dikarenakan kepercayaan yang ada selama ini kalau nasi yang sudah diberi do a-doa, maka orang yang memakannya akan mendapatkan berkah. F. Kerangka Berpikir Agar dakwah mencapai sasaran strategis jangka panjang maka tentunya diperlukan suatu sistem manajerial komunikasi, baik dalam penataan perkataan maupun perbuatan yang dalam banyak hal sangat terkait dan relevan dengan nilai-nilai Islam (Harjani Hefni, dkk hal. 6). Sehingga perlu komunikasi yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat (Loram Kulon) agar tradisi (nasi kepel) yang ada tidak menimbulkan perilaku yang menyalahi syariat Islam EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 69

78 Farida atau keluar dari tujuan dakwah (amar ma ruf nahi mungkar). Karena kondisi kaum muslimin dewasa ini, terlihat telah kehilangan jati diri kepribadian muslim yang mampu menarik manusia untuk masuk dalam agama Allah. Mereka telah kehilangan keteladanan baik untuk ditampilkan dihadapan orang lain. Berbagai aspek ke-islam-an, kemulian dan ketinggian syariat, akhlak, tingkah laku dan lainnya tidak lagi tergambar dalam keseharian hidup kaum muslimin (Harjani Hefni, dkk hal. 30). Hasil penelitian tentang sedikitnya warga masyarakat yang menyatakan hidup bertujuan amal dan pengabdian, menunjukkan betapa salahnya agenda dakwah itu sendiri belum menjadi tujuan hidup masyarakat (Abdurrahman Wahid hal. 29) sehingga perlu ditemukannya nilai-nilai dakwah dibalik kegiatan sosial keagamaan yang ada di masyarakat. Salah satu kegiatan sosial keagamaan yang ada di Loram Kulon yaitu tradisi nasi kepel yang perlu untuk ditemukan nilai-nilai dakwahnya lebih banyak lagi, sehingga akan tetap menjadi tradisi yang dilakukan dan dilestarikan. Karena banyak nilai yang terkadung di dalam setiap tradisi. G. Metode Penelitian 1. Mengapa Kualitatif Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang tidak menggunakan perhitungan (Hanafi Nawawi hal. 31). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan grounded theory. Bentuk ini diharapkan mampu mengangkat berbagai informasi kualitatif dengan deskripsi penuh nuansa atau warna. Upaya untuk memahami dan mengetahui nilai-nilai dakwah dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon memerlukan penelitian yang bersifat mendalam (penggalian data sampai pada sejarah munculnya tradisi nasi kepel). Untuk itu maka diperlukan pendekatan yang sifatnya kualitatif yang mampu mengkategorikan dan merekonstruksi seluruh aspek proses yang terjadi dan kedalaman makna dari tradisi nasi kepel. Sehingga banyaknya nilai-nilai dakwah dari tradisi nasi kepel dapat terungkap. Karena nilai-nilai dakwah dibalik tradisi secara umum dapat dikatakan sama, namun kurang mewakili nilai-nilai dakwah dibalik tradisi nasi kepel yang dilakukan oleh masyarakat Loram Kulon dari tahun ke tahun. 70 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

79 Nilai-nilai Dakwah Dibalik Tradisi Nasi Kepel di Masjid Wali Loram Kulon Berdasarkan alasan di atas maka pendekatan yang sifatnya kuantitatif kurang tepat untuk digunakan dalam penelitian ini, karena: sangat sulit untuk menentukan dan mengidentifikasi variabel-variabel apa yang terlihat dalam proses pengembangan penelitian ini. Fenomena nilai-nilai dakwah dibalik tradisi nasi kepel akan ada keunikan dan kekhasan makna secara intrinsik maupun ekstrinsik yang memerlukan pemahaman yang menyeluruh dan multidimensional. Pendekatan kuantitaif tidak di desain untuk mengkaji penelitian semacam ini (Cresswell, 2002 dalam Yose Andre Sinuhaji). Atas pemahaman tersebut maka jelaslah bahwa penelitian ini tidak diarahkan pada upaya pembuktian teori atau hipotesis sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian kuantitatif, namun ditujukan untuk menjawab pertanyaan besar yaitu NILAI-NILAI DAKWAH DIBALIK TRADISI NASI KEPEL DI MASJID WALI LORAM KULON. 2. Mengapa Grounded Theory Penelitian ini difokuskan pada upaya menghasilkan teori yang dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan nilainilai dakwah dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon. Karenanya, pendekatan Grounded Theory sangat tepat untuk digunakan dalam penelitian ini. 3. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Whitney dan Moh. Nazir (Moh. Nazir. 2003) bahwa metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Data yang berasal dari naskah, wawancara, catatan lapangan, dokumen dan sebagainya kemudian akan dideskripsikan sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap kenyataan atau realitas (Sudarto hal. 66). Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku di masyarakat (Loram Kulon) serta situasisituasi tertentu (pelaksanaan tradisi nasi kepel), termasuk tentang hubungan-hubungan (respon masyarakat), kegiatan-kegiatan (waktu mengirimkan nasi kepel ke Masjid Wali), pandangan-pandangan (tugas tokoh agama untuk senantiasa menyampaikan bahwa tradisi nasi kepel jangan sampai melanggar syariat Islam), serta proses-proses yang sedang berlangsung (karena berlangsung turun menurun) dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena nilai-nilai dakwah dibalik EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 71

80 Farida tradisi nasi kepel terhadap perilaku sosial keberagamaan masyarakat Loram Kulon. 4. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di desa Loram Kulon Kecamatan Jati Kabupaten Kudus karena mempunyai keunikan dalam mewujudkan rasa bersyukur yaitu mengirimkan nasi kepel (Jawa: sak kepel) ke Masjid wali Loram Kulon yang bermaksud untuk minta di do akan oleh JUPEL (Juru Pelihara). 5. Subyek Penelitian dan Instrumen Penelitian Subyek penelitian disebut informan, yaitu: masyarakat Loram kulon, JUPEL (Juru Pelihara) Masij Wali Loram Kulon, perangkat desa maupun tokoh agama di masyarakat tersebut yang disegani oleh warga. Dalam memperoleh informasi ini dapat dilakukan secara langsung maupun tidak misalnya dengan bantuan alat komunikasi maupun dokumen sejarah tentang Sultan Hadlirin. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen penelitian yakni peneliti sendiri sebagai peneliti disebut human instrument (Sugiyono hal. 15). Peneliti sebagai instrumen harus memiliki bekal teori serta wawasan yang luas sehingga peneliti mampu untuk bertanya (wawancara), memotret, menganalisis dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi semakin jelas. 6. Metode Pengumpulan Data Di dalam penelitian ini, pengumpulan data akan dipandu oleh teori yang terkait dengan penelitian dan fakta-fakta yang ditemukan pada saat peneliti di lapangan (Noeng Muhadjir hal. 121). Metode pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan secara langsung dan di mulai dengan adanya kesepakatan yang tertuang dalam consent form (lembar kesepakatan). Metode pengumpulan data diantaranya: observasi, wawancara dan dokumentasi. 7. Metode Analisis Data dan Interpretasi Analisis data dilakukan sesuai dengan pendekatan Grounded Theory yang dikembangkan oleh Strauss dan Corbin (2003) yaitu dengan 3 (tiga) cara yang digunakan untuk analisis data serta menyimpulkannya: (1). Open coding, (2). Axial coding, dan (3). Selective 72 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

81 Nilai-nilai Dakwah Dibalik Tradisi Nasi Kepel di Masjid Wali Loram Kulon coding. Merupakan suatu proses pemilihan kategori utama (central phenomenon). Hasil akhir dari proses ini adalah satu model empiris yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena yang di teliti. Model ini merupakan hasil pokok yang ingin di capai oleh penelitian ini. H. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian a. Data Lokasi Berdasarkan peninggalan sejarah dan purbakala kabupaten Kudus yang diterbitkan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kudus (Ahfas Muntohar, dkk hal. xiv), masjid Wali Loram kulon termasuk salah satu peninggalan sejarah masa awal masuknya Islam di Jawa abad XIV-XV Masehi. Gapura Paduraksa Masjid Loram Kulon terdapat di desa Loram Kulon kecamatan Jati kabupaten Kudus, yang berukuran panjang cm, lebar 148 cm dan tinggi 553 cm. Bahan terdiri dari: batu, bata merah dan kayu jati. Bangunan tersebut merupakan peninggalan tahun 1596/1597, dalam kondisi terawat baik dan gapura paduraksa di kelola oleh yayasan. Agama masyarakat Loram Kulon, yaitu: laki-laki yang beragama Islam sejumlah 4000 orang dan perempuan sejumlah 3993 orang. Sedangkan laki-laki yang beragama Kristen sejumlah 10 orang dan perempuan sejumlah 8 orang. Untuk kewarganegaraan adalah semua masyarakat Loram Kulon berwarga negara Indonesia (4100 orang) dan etnis masyarakat Loram Kulon adalah Jawa (4100 orang). Gapura dibangun oleh Sungging Badar Duwung atas permintaan Sunan Kudus. Sungging Badar Duwung yang nama aslinya Tji Wie Gwan adalah ayah angkat Sultan Hadirin dari Kerajaan Campa yang akhirnya dijadikan Patih Kerajaan Jepara. Sedangkan mustoko masjidnya peninggalan Sultan Hadirin atau yang dikenal Sunan Mantingan Kalinyamatan Jepara. Pangeran Hadirin adalah murid yang juga menantu Sunan Kudus, selain beristri Ratu Kaliyamat. Acara tradisional di Masjid Loram Kulon adalah ampyang, pesta bumi menyambut Maulid Nabi Muhammad EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 73

82 Farida Saw setiap Robiul Awal. Yang tidak kalah pentingnya adalah anak putu keturunan warga Loram bila menjadi penganten/ melangsungkan pernikahan secara adat diiringi mengelilingi Gapura Paduraksa Loram Kulon sebanyak 3x (tiga kali) sebagai syarat untuk tabarukan/mengalap berkah dari Allah Swt. Ada juga tradisi selametan dengan nasi kepel 7 bungkus dan lauk bothok 7 bungkus bagi orang yang punya hajat. Sejumlah tuju (tujuh) atau dalam bahasa Jawa pitu, yang mempunyai maksud filsafat adalah pitutur, pituduh dan pitulung (Ahfas Muntohar, dkk hal. 58). b. Data Penelitian Berdasarkan hasil wawancara dengan responden untuk mendapatkan informasi tentang tradisi nasi kepel desa Loram Kulon, diantaranya: 1). Nilai-nilai dakwah yang terdapat dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon. Menurut pendapat Pimpinan desa Loram Kulon (H. Sofyan) sebagai responden I pada tanggal 19 Juni 2012, yaitu: 1. Kepel adalah shodaqoh. 2. Perintah agama, tolak balak, takarrob. 3. Tanda-tanda takwa adalah shodaqoh sebagai wujud syukur kepada Allah. 4. Shodaqoh sederhana. 5. Niat mencari ridho Allah. 6. Niat kepada Allah. 7. Tawassul. 8. Shodaqoh tuntunan agama. Menurut pendapat Juru Pelihara (sebagai responden ke 2) Masjid Wali di desa Loram Kulon pada tanggal 19 Juni 2012, yaitu: 1. Nasi kepel tidak mubadzir. 2. Pemberi kepel berdoa dipimpin Jupel. 3. Dengan senang hati kepel diberikan dan dimakan orang lain. 4. Tawassul dengan shodaqoh kepel. 5. Kepel sebagai wujud syukur beli motor. 74 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

83 Nilai-nilai Dakwah Dibalik Tradisi Nasi Kepel di Masjid Wali Loram Kulon 6. Berdoa dengan cara Jawa. 7. Pendapat orang kuno. 8. Kepel tidak ada larangan. 9. Kepel adalah shodaqoh sedikit. 10. Tradisi kepel terkandung perilaku sosial keagamaan. 11. Pemberi kepel mempersilahkan nasie dinikmati orangorang yang memakmurkan masjid. 12. Shodaqoh tolak balak. 13. Menolak bencana. 14. Perilaku berbagi tanpa paksaan. 15. Shodaqoh banyak akan memberatkan. 16. Kepel kebiasaan baik. 17. Kepel wujud syukur. 18. Kepel sebagai perantara agar doa dikabulkan Allah. 19. Nasi kepel tidak mubadzir. Menurut pendapat masyarakat desa Loram Kulon (responden ketiga) pada tanggal 22 Juni 2012, yaitu: 1. Kepel syukuran. 2. Niat shodaqoh. 3. Kepel di doani. 4. Ajaran shodaqoh sesuai kemampuan. Menurut pendapat masyarakat desa Loram Kulon (responden keempat) pada tanggal 22 Juni 2012, yaitu: 1. Kepel boleh di makan siapapun. 2. Dulu berebut karena jarang ada kepel. 3. Dulu hanya untuk gawe manten dan khitan. 4. Dulu hanya dilakukan sesepuh. 5. Sekarang semua hajat buat kepel. 6. Sekarang tidak berebut kepel. 7. Sekarang anak muda juga melakukan tradisi kepel. 8. Loram Kulon rukun. 9. Tidak ada konflik dengan non NU. 2). Manfaat dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon. Menurut pendapat Pimpinan desa Loram Kulon (H. Sofyan sebagai responden pertama) pada tanggal 19 Juni 2012, yaitu: EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 75

84 Farida 1. Banyak hajat 2. Rata-rata kenal dan membuat kepel. 3. Tradisi tidak memberatkan. 4. Telah dilakukan orang dulu. 5. tidak melakukan mamang. 6. Melakukan mantep. 7. Semoga selamat. 8. Rumah Allah ramai. 9. Menunggu waktu salat berikutnya. Menurut pendapat Juru Pelihara (sebagai responden ke 2) Masjid Wali di desa Loram Kulon pada tanggal 19 Juni 2012, yaitu: 1. Pemberi kepel dapat bagian 1 kepel. 2. Shodaqoh kepel agar usaha lancar. 3. Shodaqoh kepel agar sukses ngobong boto. 4. Agar Allah memberi keselamatan. 5. Pengirim Mantep hajatnya diijabahi Allah. 6. Kepel di makan bersama. 7. Bisa sebagai syiar Islam karena orang-orang di Masjid makan kepel bersama kelihatan rukun. 8. Terjalin keakraban. 9. Kepel boleh dibawa pulang untuk dimakan bersama keluarga. 10. Agar dapat kepel maka salat berjamaah di Masjid. Menurut pendapat masyarakat desa Loram Kulon (responden ketiga) pada tanggal 22 Juni 2012, yaitu: 1. Mau membuka usaha. 2. Mengembangkan usaha. 3. Dulu di suruh. 4. Sudah terbiasa. 5. Tetep dilakukan sampe berkeluarga. 6. Kepel tiap weton (tiap bulan). 7. Berbagi pada orang lain. 8. Meramaikan Masjid. 9. Melakukan dengan sadar dan senang hati. 10. Prosesinya singkat sehingga mampir pas mau kerja. 11. Seneng karena kepel dimakan bersama. 76 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

85 Nilai-nilai Dakwah Dibalik Tradisi Nasi Kepel di Masjid Wali Loram Kulon 12. Kepel bermanfaat minimal obati lapar. 13. Tidak terpaksa. 14. Tidak memberatkan. 15. Tetap saya lakukan. Menurut pendapat masyarakat desa Loram Kulon (responden keempat) pada tanggal 22 Juni 2012, yaitu: 1. Saat kecil di suruh. 2. Menjadi kebiasaan sampai saya menjadi bapak dari 4 anak. 3. Punya hajat apapun. 4. Semoga selamet. 5. Mamang dan kurang sreg kalau tidak memberi kepel. 6. Rasa ludang/ lunas telah sedekah. 7. Tambah mantep. 3). Peran tokoh agama dalam menanamkan pemahaman yang benar di balik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon. Menurut pendapat Pimpinan desa Loram Kulon (H. Sofyan) pada tanggal 19 Juni 2012, yaitu: 1. Kisah 3 orang keluar dari gua yang tertutup batu karena bertawassul (anak bakti pada orang tua, menjaga tidak berzina, majikan yang amanah harta buruhnya). 2. Memberi kepel adalah amal baik. 3. Agar Allah mengabulkan doa. 4. Lurah mendukung. 5. Tradisi turun menurun yang baik. 6. Siapapun yang di Masjid bisa mendoakan. 7. Sultan Hadirin da i. 8. Patuh pada sesepuh. 9. Menghormati tata krama. 10. Melakukan kepel sesuai kemampuan. 11. Tradisi yang mudah dilakukan. 12. Nasi kepel di makan bersama-sama di Masjid. 13. Tradisi kepel tidak merugikan. Menurut pendapat Juru Pelihara (sebagai responden ke 2) Masjid Wali di desa Loram Kulon pada tanggal 19 Juni 2012, yaitu: EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 77

86 Farida 1. Memohon hanya kepada Allah. 2. Doa diakhiri dengan Al Fatekhah. 3. Banyak orang yang ingin tahu tentang kepel. 4. Bungkus kepel adalah daun. 5. Sederhana. 6. Mustaqa Masjid dibuat Sultan Hadirin. 7. Sultan Hadirin membantu Sunan Kudus. 8. Agama awal di Loram Kulon adalah Hindu. 9. Sultan Hadirin mengajarkan Islam (cara ibadah dan sedekah). 10. Masjid pusat pengembangan ilmu. 11. Dulu kepel hanya untuk hajat manten dan khitan. 12. Sekarang kepel untuk hajat apapun. 13. Mayoritas masyarakat melakukan. 14. Berdoa hanya kepada Allah yang Maha Kuasa dan Maha Kaya. 15. Botok lebih nglawohi. 16. Kejadian tidak lazim ketika tidak buat kepel: a. Khitan 1 bulan belum sembuh. b. 3 hari obong bata belum matang. 17. Shodaqoh dengan niat hanya kepada Allah, semoga dimudahkan. 18. Kepel agar dilakukan. 19. Memanfaatkan daun di pekarangan rumah. 20. Lauk Botok sesuai kemampuan. 21. Semua lapisan masyarakat bisa melakukan. Menurut pendapat masyarakat desa Loram Kulon (responden ketiga) pada tanggal 22 Juni 2012, yaitu: 1. Dibagikan. 2. Waktu mengirim bebas. 3. Melakukan sesuai kemampuan. 4. Jamaah salat mendapatkan kepel. 5. Tradisi tidak merepotkan. 6. Administrasi tidak ribet. 7. Marbut dan Jupel siap mendoakan. 8. Tokoh agama juga pelaku kepel. 9. Sosialisasi dengan cerita sejarah kepel. 78 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

87 Nilai-nilai Dakwah Dibalik Tradisi Nasi Kepel di Masjid Wali Loram Kulon 10. Sultan Hadirin berhasil menyebarkan Islam. 11. Agama awal Hindu. Menurut pendapat masyarakat desa Loram Kulon (responden keempat) pada tanggal 22 Juni 2012, yaitu: 1. Sangat sederhana 2. Bungkus kepel dulu daun jati. 3. Bungkus kepel sekarang daun pisang. 4. Yang mendoakan marbut, Jupel dan siapapun yang di Masjid. 5. Niat karena Allah. 6. Kyai tidak memaksakan tradisi kepel. 7. Masyarakat sudah sadar melaksanakan tradisi kepel. 8. Kyai sepakat mengingatkan niat pemberi kepel. 2. Pembahasan a. Analisis nilai-nilai dakwah yang terdapat dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon. Dakwah hendaknya dilakukan dengan cara yang ramah dan toleran, demokratis dan persuasif terhadap budaya sehingga aktivitas dakwah akan diterima, diikuti dan disegani masyarakat serta jauh dari kegagalan (Arsam hal. 123). Seperti dakwah yang dilakukan oleh Sultan Hadirin (da i) yang sampai saat ini menjadi tradisi (kebiasaan) di desa Loram Kulon Kecamatan Jati Kabupaten Kudus. Para da i atau mubaligh sebagai insan dakwah harus terpanggil apabila melihat kondisi masyarakat yang belum mengamalkan ajaran agama Islam secara benar. Hal ini akan sangat berkaitan dengan akibat yang mungkin ditimbulkan, yang jika dibiarkan dan tidak mendapat perhatian bimbingan serta pengarahan maka kemungkinan besar kegiatannya akan mengarah pada hal-hal yang bersifat syirik. Karena Islam merupakan kebenaran, maka Islam menurut kodratnya harus tersebar luas, diperkenalkan dan diperlihatkan kepada umat manusia (menyeru kebenaran dan mencegah kemunkaran). Misalnya pada salah satu tradisi nasi kepel, pemaknaan tradisi nasi kepel yang bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur melalui sedekah. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 79

88 Farida Dikatakan nasi kepel karena bungkusan nasinya hanya segenggam tangan, dan orang biasa mengatakan sak kepel tangan. Nasi kepel tidak muncul dengan sendirinya, ada cerita dan ada syarat jumlah yang harus dipenuhi. JUPEL (Juru Pelihara) Masjid Wali mengatakan, nasi kepel ada berawal dari cerita zaman Sultan Hadlirin saat mendirikan Masjid Gapura Loram Kulon tahun Di mana, pada masa itu ekonomi masyarakat tidak seperti sekarang ini. Masih mengalami kesulitan dan banyak warga miskin. Selain perekonomian yang kurang mendukung, sebagain besar masyarakat mayoritas masih beragama Hindu. Sultan Hadlirin mendirikan Masjid sebagai salah satu media berdakwah. Sehingga dakwahnya bisa menyakinkan masyarakat dan akhirnya banyak yang masuk Islam. Suatu saat ada salah satu orang bertanya kepada Sultan Hadlirin: bagaimana caranya agar tetap bisa bersedekah?. Maka dengan melihat kondisi masyarakat pedesaan dengan perekonomian yang serba kurang, Sultan Hadlirin menjawah pertanyaan orang tersebut: memberikan nasi kepel tujuh dan lauk bothok tujuh. Kenapa tujuh atau pitu, karena mengandung falsafah jawa yang berarti pitulung- pitutur-pituduh. Dari cerita itulah nasi kepel berawal. Tradisi kepel mengandung nilai-nilai dakwah diantaranya: 1. Kepel adalah shodaqoh, 2. Perintah agama, tolak balak, takarrob, 3. Tanda-tanda takwa adalah shodaqoh sebagai wujud syukur kepada Allah, 4. Shodaqoh sederhana, 5. Niat mencari ridho Allah, 7. Tawassul, 8. Shodaqoh tuntunan agama (H. Sofyan. Tanggal 19 Juni 2012). Nilai-nilai tersebut sesuai dengan kajian dakwah yang menjabarkan nilai-nilai uluhiyah, mulkiyah, dan rububiyah (nilai-nilai Al-Asma Al-Husna) dalam perilaku kehidupan pribadi dan bermasyarakat. Cara pandang ini akan melahirkan pesan moral yang mendasar yakni: dakwah berwawasan kemanusiaan, dakwah yang berwawasan lingkungan, dan dakwah yang berwawasan moral ketuhanan. Dakwah berwawasan kemanusiaan terkandung dalam nilai-nilai dakwah yang diungkapkan Jupel (19 Juni 2012), diantaranya adalah nasi kepel tidak mubadzir (karena dimakan oleh orang-orang yang ada/meramaikan Masjid) 80 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

89 Nilai-nilai Dakwah Dibalik Tradisi Nasi Kepel di Masjid Wali Loram Kulon karena pemberi nasi kepel dengan senang hati (perilaku berbagi tanpa paksaan) berbagi makanan dengan orang lain dan tradisi kepel merupakan tradisi yang baik. Sedangkan dakwah yang berwawasan lingkungan adalah menghargai pendapat perintah orang-orang terdahulu dan terkandung perilaku sosial keagamaan sehingga tercipta kerukunan umat beragama. Karena tradisi nasi kepel dilakukan oleh masyarakat dengan senantiasa menghormati jasa Sultan Hadirin yang telah menyebarkan agama Islam di desa Loram Kulon dan berniat hanya kepada Allah Swt. Menurut Afroh Amanuddin (Jupel Masjid Wali Loram Kulon) bahwa Sultan Hadirin adalah da i yang membantu Sunan Kudus di bagian selatan, yaitu desa Loram Kulon yang awalnya masyarakat beragama Hindu. Kondisi perekonomian masyarakat Loram Kulon saat itu mayoritas sebagai petani ada 145 orang, buruh tani ada 70 orang, meskipun ada yang pegawai sejumlah 70 orang (berdasarkan dokumen tahun 2012) sehingga tradisi nasi kepel (sedikit) menjadi sarana shodaqoh yang sederhana (shodaqoh banyak akan memberatkan). Karena sejatinya dakwah adalah upaya yang dilakukan oleh manusia yang berangkat dari kesadaran ketauhidan untuk membawa umat manusia kembali kepada tauhid, menyembah dan mengabdi hanya kepada Allah Swt. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Jupel bahwa saat memberikan kepel ke Masjid Wali akan dilanjutkan dengan melakuakan doa (memohon kepada Allah) yang dipimpin Jupel, tawassul dengan shodaqoh kepel, kepel sebagai wujud syukur (atas nikmat Allah ketika mampu membeli motor), shodaqoh tolak balak, menolak bencana dan yang lain-lain. Namun yang terpenting adalah bahwa tradisi kepel sebagai perantara agar doa dikabulkan Allah. Jika benar-benar tradisi kepel merupakan shodaqoh yang hanya berniat kepada Allah maka akan terhindarlah masyarakat Loram Kulon dari ritus keagamaan dalam skala massif, seperti terbukti dari derasnya arus back to mosque. Akan tetapi, lantas muncul pertanyaan: Apakah kebangkitan Islam yang seperti itu sebenarnya bukan pelarian dari derita hidup, upaya politik burung unta untuk melupakan persoalan nyata dengan mencari pelepasan spiritual? (Abdurrahman Wahid. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 81

90 Farida hal. 28). Karena dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon ditemukan Nilai-nilai dakwah yang lain (selain yang telah diungkapkan oleh H. Sofyan dan Afroh Amanuddin) seperti diungkapkan oleh M. Sakur (22 Juni 2012) bahwa tradisi nasi kepel adalah ajaran shodaqoh sesuai dengan kemampuan. Bahkan karena tradisi nasi kepel masyarakat Loram Kulon dalam keadaan rukun serta tidak ada konflik meski dengan orang non NU yang tidak melakukan tradisi kepel (Moh. Rozi. 22 Juni 2012). Dan tradisi nasi kepel yang dilakukan tidak hanya ritual tetapi memiliki makna yang lebih yaitu shodaqoh sederhana yang berniat hanya karena Allah maka terwujudlah hablumminannas dan hablumminallah. b. Analisis manfaat dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon. Di dalam unsur-unsur dakwah, salah satunya adalah atsar (efek) dakwah. Karena dalam setiap aktivitas dakwah pasti akan menimbulkan reaksi. Rasulullah bersabda: Barangsiapa tidak memerhatikan urusan kaum muslim, berarti dia bukan bagian dari mereka (Ath-Thabarani). Seperti pemahaman masyarakat Loram Kulon tentang tradisi kepel, perasaan dan perilaku pemberi/ pelaku kepel menjadi bukti bahwa tradisi kepel mempunyai efek yang secara nyata dapat diamati maupun tidak dapat diamati. Menurut pendapat H. Sofyan (19 Juni 2012) perilaku yang dapat diamati, yaitu: kepel di lakukan setiap punya hajat (meski zaman dulu), rata-rata masyarakat kenal dan membuat kepel, tradisi tidak memberatkan, masjid menjadi ramai karena makan kepel bersama-sama bahkan jamaah berkesempatan untuk menunggu waktu salat berikutnya. Sedangkan perilaku yang tidak diamati tetapi dapat dirasakan oleh pemberi kepel adalah tidak melakukan mamang, merasa mantep kalau sudah melakukan/mengirim kepel, semoga selamat atas izin Allah. Pendapat H.Sofyan tersebut dapat diupayakan agar target dakwah terwujud. target dakwah adalah agar dakwah benar-benar mampu mengubah kondisi manusia secara luas yang dihiasi dengan nilai-nilai keislaman dalam keseharian di lingkup apapun. Sehingga perlu adanya target dakwah yang 82 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

91 Nilai-nilai Dakwah Dibalik Tradisi Nasi Kepel di Masjid Wali Loram Kulon jelas. Target-target itu antara lain: Islah An-Nafs (perbaikan diri), Takwinul Baiti Al-Muslim (membentuk keluarga muslim), Irsyad Al-Mujtama (memberi pengarahan kepada masyarakat), berdakwah kepada pemerintah untuk menerapkan syariat Allah Swt dengan segala metode yang bijaksana dan akhlak islami, berdakwah untuk mewujudkan persatuan Islam (Sa id Hawa hal. 165). Sedangkan manfaat lain dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon menurut Afroh Amanuddin (19 Juni 2012), yaitu: shodaqoh kepel agar usaha lancer, shodaqoh kepel agar sukses ngobong boto, agar Allah memberi keselamatan, pengirim Mantep hajatnya diijabahi Allah, bisa sebagai syiar Islam karena orang-orang di Masjid makan kepel bersama kelihatan rukun, terjalin keakraban, kepel boleh dibawa pulang untuk dimakan bersama keluarga, dan agar dapat kepel maka masyarakat harus salat berjamaah di Masjid. Jika manfaat itu dirasakan oleh pemberi kepel maka akan terwujud perubahan pemahaman (bahwa kebahagiaan hakiki adalah di akhirat, meskipun realisasi di dunia harus berjuang ), perubahan afeksi (ada rasa senang melakukan perintah-perintah dalam beragama Islam). Melakukan dengan sadar dan senang hati juga dialami oleh pemberi kepel, menurut M. Sakur (22 Juni 2012) yang melakukan kepel hampir tiap bulan (setiap weton) dan masih dilakukan sampai sekarang (meskipun dulu hanya disuruh orang tuanya tetapi sekarang sudah berkeluarga juga tetap melakukan). Selain weton M. Sakur juga melakukan ketika mau membuka usaha dan mengembangkan usaha. Dan kepel yang diberikan juga dapat mengobati rasa lapar para jamaah Masjid wali Loram Kulon (yang biasanya menunggu waktu salat berikutnya). Perasaan senang juga dikarenakan bisa berbagi dengan orang lain, di mana kepel dimakan bersama-sama sehingga meramaikan Masjid, yang sampai saat ini dianggap sebagai pengembangan ilmu Islam dan syiar agama Islam. Tradisi kepel di Masjid Wali tidak sulit, hal itu dapat dilihat pada prosesinya singkat dan tidak memberatkan karena dapat dilakukan sesuai kemampuan ekonomi masyarakat. Menurut pendapat Moh. Rozi (22 Juni 2012) bahwa kemudahan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 83

92 Farida itu menjadikan tradisi kepel sebagai sebuah kebiasaan yang tetap dilakukan sampai menjadi bapak dari 4 anak. Disetiap punya hajat apapun, masyarakat selalu mengirim kepel karena mamang dan kurang sreg kalau tidak memberi kepel, ada rasa ludang/ lunas telah sedekah dan tambah mantep. Namun yang terpenting adalah semoga diberi keselamatan oleh Allah dengan perantara member nasi kepel dan di doakan oleh marbut/jupel Masjid Wali. Hal tersebut sesuai dengan pengertian dakwah secara bahasa menurut Jum ah Amin Abdul Aziz adalah memohon dan meminta, ini yang sering disebut dengan istilah berdo a (Jum ah Amin Abdul Aziz hal ). c. Analisis peran tokoh agama dalam menanamkan pemahaman yang benar dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon. Dakwah dan kebudayaan adalah dua kata yang seharusnya bisa berjalan seiring dan saling mengisi tanpa harus ada salah satu yang ditiadakan atau dihilangkan. Bila kativitas dakwah tidak menghargai budaya masyarakat, maka masyarakat juga tidak akan menghargai dakwah, yakni tidak mau mengikuti ajakan dakwah. Bila aktivitas dakwah diikuti dan dibarengi dengan menolak dan menghilangkan budaya maka masyarakat juga akan menolak ajakan dakwah dan masyarakat bisa menjadi marah. Karena budaya adalah bagian dari kehidupan dan keyakinan masyarakat. Dan budaya menyatu dalam kehidupan masyarakat, bahkan masyarakat siap mengorbankan jiwa raganya demi mempertahankan budaya (Arsam hal. 123). Meskipun para tokoh agama dalam melaksanakan dakwah harus sesuai dengan norma Islam dan tujuan dakwah. Menurut Mahfudz Sidiq, tujuan dakwah Islam yaitu: membangun kembali identitas Islam pada masyarakat muslim yang tercermin dalam keyakinan dan kepribadiannya sebagai individu muslim, merangkai kembali unsur-unsur persatuanpersaudaraan-kekuatan Islam untuk membangun Umatan Wahidan, mengokohkan fikrah dan syariat Islam dalam semua sistem kehidupan umat untuk melahirkan Khairu Ummah, mengembalikan peran umat sebagai guru dunia dan mercusuar peradaban umat manusia sehingga Islam menjadi Rahmatan 84 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

93 Nilai-nilai Dakwah Dibalik Tradisi Nasi Kepel di Masjid Wali Loram Kulon lil- Alamin (Mahfudz Siddiq hal. 42). Tujuan dakwah itu juga yang harus diwujudkan dalam pelaksanaan tradisi kepel di desa Loram Kulon, sehingga peran serta tokoh agama sangat dibutuhkan dalam menanamkan pemahaman yang benar dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon. Seperti yang dilakukan H. Sofyan (19 Juni 2012) ketika menyampaikan pendapat tentang peran tokoh-tokoh agama desa Loram Kulon, diantaranya adalah dengan menyampaikan kisah 3 orang keluar dari gua yang tertutup batu karena bertawassul (anak bakti pada orang tua, menjaga tidak berzina, majikan yang amanah harta buruhnya). Tradisi nasi kepel juga perilaku baik sehingga dapat digunakan sebagai tawassul agar Allah mengabulkan doa (orang yang memberi kepel). Selain sebagai tokoh agama, H. Sofyan sebagai Kepala Desa juga memberi dukungan karena kepel adalah tradisi turun menurun yang baik, patuh pada sesepuh, menghormati tata krama. Yang awalnya diajarkan oleh Sultan Hadirin (seorang da i yang menyebarkan agama Islam di desa Loram Kulon) yang memberi contoh tentang tata cara shodaqoh yang sederhana/ sedikit, sehingga masyarakat dapat dapat melakukan sesuai kemampuan dan kepel dapat dinikmati bersama-sama oleh orang-orang yang memakmurkan Masjid. Apa yang dilakukan H. Sofyan menunjukkan bahwa seorang da i (tokoh agama) bahwa da i berarti penyampai, pengajar dan peneguh ajaran kepada diri mad u. Muhammad Al-Ghozali sebagaimana yang dikutip oleh A. Hasjmi mengatakan bahwa juru dakwah adalah para penasehat, para pemimpin dan para pemberi peringatan yang memberi nasehat dengan baik, mengarang dan berkhutbah. Da i memusatkan kegiatan jiwa raganya dalam wa ad dan wa id dengan membicarakan tentang kehidupan akhirat untuk melepaskan orang-orang yang larut dalam tipuan kehidupan dunia (AEP Kusnawan hal 125). Berdasarkan washilah/media dakwah melalui cerita/ kisah (al-qishah) Sultan Hadirin (yang membuat Mustaqa Masjid Wali Loram kulon) dalam menjawab pertanyaan masyarakat awam tentang shodaqoh (dijawab dengan memberi kepel biar dimakan oleh santri) yang dilakukan oleh masyarakat Loram Kulon sampai sekarang. Menurut Afroh Amanuddin (19 Juni EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 85

94 Farida 2012) ketika ditanya tentang perannya sebagai Juru Pelihara Masjid Wali, yaitu: senantiasa mengingatkan memohon hanya kepada Allah yang Maha Kuasa dan Maha Kaya ketika akan memimpin doa yang diakhiri dengan Al Fatekhah. Dan ketika banyak orang yang ingin tahu tentang nasi kepel (dibungkus daun yang memanfaatkan daun di pekarangan rumah). Afroh juga menceritakan kejadian tidak lazim ketika tidak buat kepelnamun yang dilakukan oleh Jupel harus tetap mendasarkan bahwa dakwah adalah salah satu kunci utama yang akan menentukan berkembang tidaknya ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu tokoh agama harus memperhatikan kode etik yang harus dimiliki oleh da i. Kode etik lazimnya merujuk pada aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang merumuskan perlakuan benar dan salah. Kode etik atau rambu-rambu etis yang harus dimiliki oleh da i, yaitu: Tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan, Tidak melakukan toleransi agama, Tidak menghina apa yang disembah non-muslim, Tidak melakukan diskriminasi sosial, Tidak memungut imbalan, Tidak berteman dengan pelaku maksiat, Tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui (Mubasyaroh hal. 7). Kode etik tersebut telah dilakukan oleh Sultan Hadirin (ketika menyebarkan Islam) yang menjadikan masyarakat Loram Kulon tertarik untuk memeluk agama Islam. Dan tradisi kepel adalah perilaku shodaqoh yang diajarkan oleh Sultan Hadirin yang sampai sekarang tetap dilakukan karena tidak merugikan dan tidak menyimpang dari ajaran Islam. Menurut M. Sakur dan Moh. Rozi (22 Juni 2012) kepel dilakuan sesuai kemampuan (tradisi yang tidak merepotkan: waktu mengirim bebas dan administrasi tidak ribet), kepel dimakan jamaah salat dan kepel juga dilakukan tokoh agama. Masyarakat sadar (Kyai Loram Kulon tidak memaksakan tradisi kepel) melaksanakan tradisi kepel dan setiap masyarakat pemberi kepel yang kemudian didoakan marbut, Jupel dan siapapun yang di Masjid selalu diingatkan oleh para kyai untuk meluruskan niat (memohon hanya kepada Allah). Yang artinya bahwa kepel dilakukan karena keimanan kepada Allah Swt. 86 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

95 Nilai-nilai Dakwah Dibalik Tradisi Nasi Kepel di Masjid Wali Loram Kulon I. Penutup 1. Kesimpulan a. Nilai-nilai dakwah yang terdapat dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon, antara lain: 1) Ungkapan rasa syukur melalui sedekah. 2) Kepel dan botok tujuh/pitu yang berarti pitulung-pituturpituduh. 3) Perintah agama, tolak balak dan taqorrub. 4) Tanda takwa. 5) Tawassul dengan sedekah merupakan tuntunan agama (berwawasan moral ketuhanan). 6) Berbagi makanan dengan sesama sehingga menimbulkan kerukunan umat beragama sehingga Loram Kulon tidak ada konflik (berwawasan kemanusiaan dan lingkungan). 7) Sak kepel yang artinya sedekah tidak memberatkan. b. Manfaat dibalik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon, antara lain: 1) Semua masyarakat mengenal dan senantiasa melakukan tradisi kepel untuk semua hajat. 2) Masjid menjadi ramai karena jamaah Masjid bersamasama makan kepel sambil menunggu waktu salat berikutnya. 3) Setelah memberi kepel akan merasa mantep tidak mamang karena memohon keselamatan atas izin Allah Swt. 4) Masyarakat dengan sadar serta senang hati melakukan tradisi kepel karena mampu berbagi dengan orang lain dan prosesinya tidak rumit. c. Peran tokoh agama dalam menanamkan pemahaman yang benar di balik tradisi nasi kepel di Masjid Wali Loram Kulon, antara lain: 1) Dengan menyampaikan kisah 3 orang keluar dari gua yang tertutup batu karena bertawassul yang menjadi pelajaran bahwa sedekah nasi kepel (amal shalih/baik) sebagai tawassul agar dimudahkan segala urusan oleh Allah Swt. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 87

96 Farida 2) Dengan menceritakan kisah Sultan Hadlirin mensyiarkan agama Islam di Loram Kulon tentang tata cara ibadah dan bersedekah. 3) Kesederhanaan tercermin dari nasi kepel dan botok lauk sesuai dengan kemampuan tetapi nglawohi. 4) Tradisi kepel adalah shodaqoh yang diajarkan Sultan Hadlirin yang tidak merugikan dan tidak menyimpang sari ajaran Islam. 5) Para tokoh agama senantiasa meluruskan niat agar memohon hanya kepada Allah (Iman kepada Allah Swt). 2. Saran-saran 1. Kepada tokoh agama, agar: senantiasa menyampaikan untuk melakukan tradisi yang tidak menyimpang dari ajaran Islam (tidak melanggar syariat Islam), menyampaikan bahwa bersedekah kepel boleh disertai dengan tambahan sedekah yang lain (jika mampu boleh menambahi dengan jajan maupun uang), menyampaikan bahwa percaya bukan kepada kepel tetapi harus niat dan percaya hanya kepada Allah Swt. 2. Kepada Kepala Desa, agar: dukungan diwujudkan dengan penyediaan sarana prasarana agar administrasi tentang semua pengirim kepel terdokumentasikan, penyediaan buku kesan pesan sehingga dapat dijadikan bahan evaluasi jika ada kekeliruan pemahaman dari pengirim kepel. 3. Kepada masyarakat, agar: menghormati tradisi kepel sebagai perilaku yang diajarkan oleh penyebar agama Islam pada zaman dahulu (Sultan Hadlirin), kesadaran dan senang hati melakukan tradisi kepel berefek pada kesadaran dan senang hati untuk mengabdi/beriman hanya kepada Allah Swt. 88 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

97 Nilai-nilai Dakwah Dibalik Tradisi Nasi Kepel di Masjid Wali Loram Kulon DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman Wahid Tuhan Tidak Perlu Dibela. Yogyakarta. LkiS Group. Achmad Warson Munawwir. Al- Munawwir Kamus Indonesia- Arab. Surabaya. Pustaka Progresif. AEP Kusnawan Ilmu Dakwah (Kajian Berbagai Aspek). Bandung. Pustaka Bani Qurays. Ahfas Muntohar, dkk Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kabupaten Kudus yang diterbitkan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kudus. Ali Anwar Yusuf Wawasan Islam. Bandung. Pustaka Setia. Arsam Dakwah Kultural. Jurnal Konseling Religi Stain Kudus Jurusan Dakwah Program Studi Bimbingan Konseling Islam. Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni Asmuni Syukir. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya. Al- Ikhlas. Bambang Subandi Etika dalam Metode dan Media Dakwah. Jurnal Komunikasi Islam. Vol. 01, No 01, Juni Hanafi Nawawi Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Mahfudz Siddiq Risalah Dakwah Thulabiyyah. Jakarta. Pustaka Tarbiatuna. Masdar Helmy Dakwah dalam Alam Pembangunan. Semarang. CV Toha Putra. Moh. Nazir Metode Penelitian. Jakarta. PT Ghalia Indonesia. Mubasyaroh Metodologi Dakwah. Kudus. STAIN KUDUS Dakwah Kolaboratif. Yogyakarta. STAIN Kudus bekerja sama dengan penerbit Ide Press. Noeng Muhadjir Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta. Sarasin. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 89

98 Farida Radar Kudus. Sabtu, 26 Maret Melihat Tradisi Nasi Kepel di Masjid Wali Loram Kulon: Wujud Syukur, Bersedekah Tidak Harus Mewah. Sa id Hawa Membina Angkatan Mujahid, studi Analitis atas Konsep Dakwah Hasan Al-Banna dalam Risalah Ta lim. Solo. Era Intermedia. Strauss, A., dkk Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Sugiyono Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta. 90 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

99 STRATEGI PELAYANAN PERBANKAN UNTUK MENCIPTAKAN KEPUASAN NASABAH DARI PERCEIVED VALUE PADA BANK SYARI AH MANDIRI Oleh: Muhammad Husni Mubarok Dosen Syari ah STAIN Kudus Abstract The development of the modern banking industry, BSM followed by numerous innovations of modernity in order to continue to improve banking services company. This effort has resulted in a positive contribution to financial performance, namely in the form of services or income-based fee-based income. To determine the perceived value and strategy in banking services to BSM customers, the type of research used was descriptive research with a qualitative approach. To increase the perceived value of the service quality and support the strategy of banking services, BSM through corporate transformation program transformation plan and new core banking system, BSM support the corporate plan, continue the process of CBS transformation, CBS middleware build, develop business intelligence systems, equalize and develop features entire e-channel, building e-procurement applications, transforming IT-helpdesk services, and strengthening IT-security. Keywords: perceived value, the strategy of banking services A. Pendahuluan Era persaingan industri yang begitu kuat dan ketat menuntut semua perbankan untuk lebih agresif dan berani dalam mengambil keputusan serta menerapkan strategi pelayanan yang inovatif sehingga bisa menjadi lebih unggul dari para pesaing. Menjadi lebih unggul dari pesaing bagi perbankan adalah suatu kondisi yang harus dicari dan diperoleh. Untuk mencapai keunggulan tersebut maka diperlukan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 91

100 Muhammad Husni Mubarok suatu keunikan yang dapat membedakan antara perbankan yang satu dengan yang lain. Keunikan inilah yang nantinya dapat dirasakan kegunaannya oleh nasabah serta membuat nasabah menjadi setia. PT Bank Syariah Mandiri (Bank) pada tahun 2011 mencatatkan pertumbuhan aset sebesar Rp16,19 triliun atau 49.84%, semula sebesar Rp32,48 triliun di tahun 2010 menjadi Rp48,67 triliun di tahun Laba bersih meningkat sebesar Rp132,55 miliar atau 31.67%, semula Rp418,52 miliar di tahun 2010 menjadi Rp551,07 miliar di tahun Award dalam berbagai bidang dari beragam institusi sebanyak 29 Penghargaan dari dalam dan luar negeri. Prestasi ini mencerminkan tingkat kepercayaan dan apresiasi masyarakat yang tinggi kepada BSM. Konsep strategi pelayanan perbankan yang banyak dikembangkan merupakan jantung dari kinerja perbankan dalam pasar dan pada dasarnya tumbuh dari nilai atau manfaat yang dapat diciptakan BSM bagi para nasabahnya. Bila perbankan kemudian mampu menciptakan keunggulan bersaing dengan kualitas layanannya yang tepat, maka akan didapatkan suatu keunggulan yang benarbenar bisa diandalkan dalam persaingan. Perolehan fee based income yang dicapai tahun 2011 mencapai Rp1,08 triliun, lebih tinggi dibandingkan target yang ditetapkan sebesar Rp725 miliar, serta lebih tinggi dibandingkan kinerja tahun 2010 sebesar Rp567 miliar. Dengan demikian, FBI tahun 2011 telah meningkat 90,83% dari FBI tahun Pendapatan usaha lainnya tersebut dikontribusi dari berbagai sumber pendapatan, baik pendapatan berbasis aktiva produktif, berbasis produk pendanaan, maupun berbasis transaksi. BSM terus meningkatkan strategi pelayanan melalui diversifikasi produk, perluasan jaringan, dan pengembangan sumber daya manusia. Kotler et.al (2006) mendefinisikan jasa sebagai segala tindakan atau kinerja yang seseorang berikan kepada orang lain biasanya berupa sesuatu tidak terlihat dan tidak menimbulkan kepemilikan sesuatu. Lingkungan global yang berubah semakin cepat, menyebabkan setiap perbankan mencoba untuk mencari cara yang inovatif guna mencapai keunggulan kompetitif, meningkatkan loyalitas nasabah, dan meningkatkan efisiensi tanpa mengorbankan kualitas pelayanan. Kinerja BSM terus tumbuh dan semakin membaik dari tahun ke 92 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

101 Strategi Pelayanan Perbankan untuk Menciptakan Kepuasan Nasabah... tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa BSM semakin diterima oleh masyarakat. BSM memandang bahwa seluruh prestasi dan kinerja merupakan bagian dari upaya bersama untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Strategi pelayanan membuat perbankan pada kinerja yang lebih baik. Tujuan dengan melakukan pelayanan yang berkualitas baik adalah memperoleh kepuasan nasabah sebagai customer. Kotler et.al (2006) berpendapat bahwa kepuasan oleh perasaan kesenangan atau kekecewaan adalah dari hasil membandingkan perfoma produk yang diterima dalam hubungannya dengan perkiraannya. Hal ini menyebabkan pemasar dituntut untuk dapat menciptakan strategi pemasaran yang baru, unik dan lebih kreatif sehingga mampu membangun hubungan jangka panjang dan loyalitas dengan nasabah. Pemasar dalam membuat strategi pemasaran yang efektif, mereka perlu memahami terlebih dahulu bisnis apa yang dijalankan karena bisnis jasa merupakan bisnis yang berbeda. BSM mencanangkan banyak cara dan jalan yang akan dibangun lebih baik dari pada yang selama ini sudah ditempuh. Ada cara atau jalan yang terkait dengan paradigma, filosofi, strategi perbankan, operasional perbankan, struktur organisasi dan pengelolaan pegawai. Inilah yang BSM maksud dengan better ways. Jika pelayanan yang diberikan kepada nasabah adalah pelayanan yang terbaik dan mampu memberikan kepuasan yang optimal bagi nasabah sebagai customer, maka hal tersebut akan berpengaruh positif terhadap kinerja usahanya. Apabila kepuasan nasabah meningkat maka akan menambah kepercayaan nasabah untuk terus melakukan pengulangan registrasi yang sama sehingga akan mewujudkan adanya loyalitas. BSM menumbuhkembangkan beragam spirit, seperti: entrepreneurship, spirit ETHIC, spirit syariah universal, dan spirit dakwah. BSM bertujuan untuk membangun Indonesia yang lebih baik, agar Indonesia siap menjadi pemimpin peradaban spiritual di masa yang akan datang. Kompetisi yang semakin ketat juga menyebabkan banyak perbankan untuk lebih fokus pada bagaimana mempertahankan dan memuaskan nasabah sebagai customer yang ada. Alasannya, nasabah yang terpuaskan dapat menyebarluaskan pengalamannya kepada nasabah yang lain. Sebaliknya nasabah yang tidak terpuaskan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 93

102 Muhammad Husni Mubarok maka dapat menjadi iklan yang buruk bagi perbankan karena dapat menghilangkan nasabah baru. BSM terus berupaya memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hal ini tercermin dalam fokus penyaluran pembiayaan BSM yang tidak hanya disalurkan kepada sektor korporat besar, akan tetapi justru sebagian besar untuk pengusaha mikro, kecil dan menengah. Strategi pelayanan yang diterima oleh nasabah adalah karena komitmen yang dimiliki karyawan terhadap organisasi (Nasreen Khan, 2010). Kesediaan karyawan untuk menerima dan mendukung tujuan organisasi dan untuk berperilaku positif dalam organisasi adalah cara mempromosikan karyawan yang tercermin pada komitmen organisasi mereka. Hanya komitmen karyawan akan memiliki dorongan untuk terlibat dalam usaha dan berperilaku positif dalam organisasi untuk memaksimalkan kepuasan nasabah, komitmen dan retensi (Zeithaml et al. 1990). Better Legacy sebagai bentuk komitmen BSM untuk memberikan warisan yang baik kepada generasi penerus di BSM. Komitmen ini diimplementasikan dalam prinsip-prinsip bekerja dengan kemampuan terbaik, prudent, dan taat azas dimanapun insan BSM bertugas. Lingkungan di mana karyawan yang puas dan berkomitmen adalah salah satu yang kondusif terhadap kepuasan nasabah. Jangka panjang hubungan nasabah dapat dibangun hanya dengan komitmen jangka panjang tenaga kerja, karena tidak mungkin untuk mendapatkan nasabah setia tanpa karyawan setia. Oleh karena itu, komitmen organisasi dan kontak karyawan pada nasabah mempengaruhi tingkat strategi pelayanan yang disampaikan kepada nasabah. Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka dasar masalah, sumber rujukan, pernyataan masalah dan permasalahan dalam penelitian ini digunakan sebagai dasar dalam merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana strategi pelayanan perbankan yang diharapkan diterima oleh nasabah BSM? 2. Bagaimana perceived value yang diharapkan untuk memberikan kepuasan kepada nasabah BSM? Secara umum tujuan penelitian ini ada dua: pertama, menganalisis strategi pelayanan yang diharapkan diterima oleh nasabah BSM; dan kedua, menganalisis perceived value yang diharapkan 94 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

103 Strategi Pelayanan Perbankan untuk Menciptakan Kepuasan Nasabah... dalam memberikan kepuasan kepada nasabah BSM. Berkaitan dengan analisis teori perceived value, maka tujuan penelitian ini secara khusus dirumuskan sebagai berikut: Untuk mengetahui strategi pelayanan yang diharapkan diterima oleh nasabah BSM. Untuk mengetahui perceived value yang diharapkan untuk memberikan kepuasan kepada nasabah BSM. Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah: analisis strategi pelayanan yang diharapkan diterima oleh nasabah BSM akan memperkuat kemampuan teori tersebut dalam menjelaskan berbagai fenomena kualitas pelayanan, dapat memberikan kepuasan nasabah, dan loyalitas nasabah. Peneliti berikutnya akan bisa membandingkan strategi pelayanan yang diharapkan dengan kepuasan yang dirasakan oleh nasabah BSM untuk selanjutnya dilakukan pengujian lebih lanjut oleh peneliti berikutnya. Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan tentang pentingnya memperhatikan nilai yang diterima nasabah sebagai customer terutama berkaitan kualitas yang dirasakan untuk memperoleh kepuasan nasabah sehingga akan tercapai loyalitas nasabah. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi pihak BSM dalam usaha meningkatkan nilai yang diberikan supaya lebih memuaskan nasabah sebagai customer serta meningkatkan nilai yang menguntungkan di masa mendatang. Hasil penelitian ini juga membantu pihak BSM apabila ingin meningkatkan loyalitas nasabah sebagai customer dengan menekankan pada ekspektasi perceived value yang paling menentukan pada kepuasan nasabah sebagai customer. Bagi para peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini bisa dipakai sebagai acuan primer, mengingat belum banyaknya penelitian yang berfokus pada ekspektasi perceived value dengan memperhatikan kepuasan, dan loyalitas nasabah. B. Metode Penelitian Untuk menentukan analisis perceived value dalam strategi pelayanan untuk menciptakan kepuasan pada nasabah BSM, maka jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif ini dengan mengamati suatu obyek, menggali informasi dari perceived value yang EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 95

104 Muhammad Husni Mubarok dirasakan oleh nasabah dalam menciptakan strategi pelayanan untuk menciptakan kepuasan pada nasabah BSM dengan tujuan membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai sejumlah fakta yang ada di lapangan. Dalam penelitian kualitatif tentu berkaitan dengan fakta-fakta kontekstual, sehingga data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dengan mencari sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber. Hal ini bertujuan merinci kekhususan yang ada dalam konteks yang unik sehingga dapat menjadi dasar dari rancangan teori yang dikembangkan (Sugiono, 2008). Penelitian ini difokuskan pada pencarian ekspektasi perceived value dalam strategi pelayanan untuk menciptakan kepuasan pada nasabah BSM. Setiap penelitian ilmiah memerlukan data untuk memecahkan masalah yang diteliti. Untuk memperoleh data yang bersifat akurat, pertama yang harus dianalisis adalah data sekunder, yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer. Analisis data dalam penelitian kualitatif lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. C. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Strategi pelayanan perbankan untuk kepuasan nasabah BSM. Bentuk-bentuk strategi pelayanan untuk menciptakan kepuasan yang diharapkan diterima oleh nasabah sangat bervariasi, diantaranya strategi pelayanan berbasis harga. Nilai informasi adalah ditandai dengan mudahnya nasabah sebagai customer untuk mendapatkan informasi mengenai jasa pelayanan yang ditawarkan oleh perbankan. Nilai informasi yang mereka butuhkan adalah adanya pemberian pelayanan informasi kepada nasabah sebagai customer agar lebih mengenal kegiatan mereka, yaitu melalui pelayanan informasi, dan melalui website yang ada di internet. Nilai hubungan juga diharapkan oleh nasabah, yaitu nilai yang diciptakan perbankan dengan cara melakukan hubungan yang baik dengan nasabah. Dalam industri jasa, khususnya perbankan, kualitas produk yang diukur adalah kualitas layanan. Manajemen harus 96 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

105 Strategi Pelayanan Perbankan untuk Menciptakan Kepuasan Nasabah... memahami keseluruhan layanan yang ditawarkan dari sudut pandang nasabah. Pelayanan yang terbentuk dari sudut pandang nasabah dapat memberikan nilai lebih terhadap produk-produk yang ditawarkan. Meningkatkan strategi pelayanan melalui peningkatan peringkat servis menjadi 3 besar di perbankan syariah dan pembukaan outlet: 6 KC, 75 KCP, 75 KCP Khusus gadai (kerjasama dengan Bank Mandiri 20 outlet, PT Pos 50 outlet, BSHB 5 outlet), 25 KK, 79 PP, 250 sales outlet gadai di PT Pos, 285 sales outlet gadai di Bank Mandiri, dan 294 ATM; serta mengimplementasikan Core Banking System baru. Persaingan di dalam perbankan menyebabkan setiap perbankan akan menampilkan layanan yang lebih baik untuk dapat menarik minat calon nasabah maupun nasabah yang telah ada sehingga strategi pelayanan merupakan faktor vital dalam menciptakan superior value untuk nasabah. Terciptanya superior value bagi nasabah merupakan batu loncatan bagi perubahan untuk mendapatkan keunggulan bersaing (Cronin, et.al 1992). Strategi pelayanan yang baik yang mampu menciptakan kepuasan nasabah dapat dijadikan saranan untuk meningkatkan keunggulan bersaing. Hal tersebut ditujukan dalam penelitian Zeithaml (1990) dimana dalam penelitian tersebut peneliti menunjukkan bahwa strategi pelayanan mempunyai dampak yang sangat kuat terhadap perilaku nasabah seperti loyalitas terhadap produk perbankan sebagai bagian dari rasa puas serta adanya kemauan untuk membayar lebih dan keengganan untuk berpindah ke produk lain. Dengan demikian, berarti strategi pelayanan membuat perbankan pada kinerja yang lebih baik. Tujuan dari perbankan adalah menciptakan dan menjaga nasabahnya. Ini bermakna dalam mencapai kesuksesan, perbankan harus mampu memastikan kebutuhan dan keinginan nasabahnya dan semua itu tergambar dalam service yang dilakukan atau dihasilkan oleh perbankan. Strategi pelayanan adalah pemahaman yang cukup dari perbankan tentang nasabah agar mampu menciptakan nilai unggul bagi nilai nasabah secara terus-menerus. BSM senantiasa melakukan pengembangan dan menciptakan inovasi produk perbankan syariah. Dalam jasa perbankan, yang paling utama menjadi perhatian adalah kualitas pelayanan. Karena dengan memberikan strategi pelayanan yang baik, maka akan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 97

106 Muhammad Husni Mubarok tercipta kepuasan nasabah yang dapat membentuk loyalitas nasabah. Pengelolaan berbagai aset yang dimiliki perbankan, seperti aset fisik maupun aset intangible, dapat membantu menciptakan kepuasan nasabah yang mampu menciptakan loyalitas. Strategi pelayanan yang dilakukan BSM adalah sebagai berikut: pertama, BSM Card merupakan sarana untuk melakukan transaksi penarikan, pembayaran, dan pemindahbukuan dana pada ATM BSM, ATM Mandiri, ATM Bersama, maupun ATM Bank Card. Selain itu juga berfungsi sebagai kartu debit yang dapat digunakan untuk transaksi belanja di merchant-merchant yang berlogokan Gunakan BSM Card Anda disini. Kedua, BSM Sentra Bayar merupakan layanan bank dalam menerima pembayaran tagihan nasabah pada pihak ketiga (PLN, Telkom, Indosat, Telkomsel). Layanan sentra bayar dapat dilakukan dengan setoran uang kas atau debet rekening melalui teller, ATM, SMS Banking, atau proses autodebet secara bulanan. Ketiga, BSM mobile banking merupakan produk layanan perbankan yang berbasis teknologi SMS telepon selular (ponsel) yang memberikan kemudahan untuk melakukan berbagai transaksi perbankan di mana saja, kapan saja. Keempat, BSM net banking merupakan fasilitas layanan bank bagi nasabah untuk melakukan transaksi perbankan (ditentukan bank) melalui jaringan internet dengan sarana komputer. Kelima, BSM mobile banking GPRS merupakan produk layanan perbankan yang berbasis teknologi GPRS telepon selular (ponsel) yang memberikan kemudahan kepada nasabah untuk melakukan berbagai transaksi perbankan di mana saja, kapan saja. Keenam, PPBA (Pembayaran melalui menu Pemindah bukuan di ATM) merupakan layanan pembayaran institusi (perbankan pendidikan, asuransi, perbankan khusus, perbankan keuangan non bank) melalui menu pemindahbukuan di ATM. Ketujuh, BSM pooling fund merupakan fasilitas yang disediakan oleh Bank yang memudahkan nasabah untuk mengatur atau mengelola dana di setiap rekening yang dimiliki nasabah secara otomatis sesuai keinginan nasabah. Kedelapan, BSM pertukaran valas mata uang rupiah dengan mata uang asing atau mata uang asing dengan mata uang asing lainnya yang dilakukan oleh BSM dengan nasabah. Kesembilan, BSM bank garansi berupa janji tertulis yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga, dimana bank menyatakan sanggup memenuhi kewajiban- 98 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

107 Strategi Pelayanan Perbankan untuk Menciptakan Kepuasan Nasabah... kewajiban kepada pihak ketiga dimaksud apabila pada suatu waktu tertentu yang telah ditetapkan pihak yang dijamin (nasabah) tidak memenuhi kewajibannya. Kesepuluh, BSM electronic payroll berupa pembayaran gaji karyawan institusi melalui teknologi terkini BSM secara mudah, aman dan fleksibel. Kesebelas, BSM SKBDN berupa janji tertulis berdasarkan permintaan tertulis nasabah (applicant) yang mengikat BSM sebagai bank pembuka untuk membayar kepada penerima atau menerima dan membayar wesel pada saat jatuh tempo yang ditarik penerima, atau memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran kepada penerima, atau untuk menegosiasikan wesel-wesel yang ditarik oleh penerima atas penyerahan dokumen (untuk saat ini khusus BSM dengan BSM). Kedua belas, BSM Letter of Credit berupa janji tertulis berdasarkan permintaan tertulis nasabah (applicant) yang mengikat BSM sebagai bank pembuka untuk membayar kepada penerima atau ordernya atau menerima dan membayar wesel pada saat jatuh tempo yang ditarik penerima, atau memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran kepada penerima, atau untuk menegosiasikan wesel-wesel yang ditarik oleh penerima atas penyerahan dokumen. Ketiga belas, BSM transfer western union berupa jasa pengiriman uang/ penerimaan kiriman uang secara cepat (real time on line) yang dilakukan lintas negara atau dalam satu negara (domestik). Keempat belas, BSM kliring berupa penagihan warkat bank lain di mana lokasi bank tertariknya berada dalam satu wilayah kliring. Kelima belas, BSM inkaso berupa penagihan warkat bank lain di mana bank tertariknya berbeda wilayah kliring atau berada di luar negeri, hasilnya penagihan akan dikredit ke rekening nasabah. Keenam belas, BSM intercity clearing berupa jasa penagihan warkat (cek/bilyet giro valuta rupiah) bank di luar wilayah kliring dengan cepat sehingga nasabah dapat menerima dana hasil tagihan cek atau bilyet giro tersebut pada keesokan harinya. Ketujuh belas, BSM RTGS (real time gross settlement) berupa jasa transfer uang valuta rupiah antar bank baik dalam satu kota maupun dalam kota yang berbeda secara real time. Kedelapan belas, transfer dalam kota (LLG) berupa jasa pemindahan dana antar bank dalam satu wilayah kliring lokal. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 99

108 Muhammad Husni Mubarok Kesembilan belas, Transfer D.U.I.T. (Dana Untuk Indonesia Tercinta) berupa jasa pengiriman uang dari luar negeri ke Indonesia. Saat ini BSM bekerjasama dengan Merchantrade Asia (MTA) Malaysia. Kedua puluh, BSM Pajak Online dengan memberikan kemudahan kepada wajib pajak untuk membayar kewajiban pajak (bukan dalam rangka pembayaran pajak impor) secara otomatis dengan mendebet rekening atau secara tunai. Kedua puluh satu, BSM Pajak Impor berupa memberikan kemudahan kepada importir untuk membayar pajak barang dalam rangka impor secara online sebagai syarat untuk mengeluarkan barangnya dari gudang kantor bea dan cukai. Kedua puluh dua, BSM Referensi Bank berupa Surat Keterangan yang diterbitkan oleh BSM atas dasar permintaan dari nasabah untuk tujuan tertentu. Kedua puluh dua, BSM Standing Order berupa fasilitas kemudahan yang diberikan BSM kepada nasabah yang dalam transaksi finansialnya harus memindahkan dari suatu rekening ke rekening lainnya secara berulang-ulang. Dalam pelaksanaannya nasabah memberikan instruksi ke bank hanya satu kali saja. Kedua puluh tiga, BSM autosave berupa produk layanan pemindahbukuan otomatis antar rekening giro dan rekening tabungan dengan memelihara saldo tertentu. Kedua puluh empat, BSM transfer valas berupa transfer valas terdiri dari: Transfer ke luar yaitu pengiriman valas dari nasabah BSM ke nasabah bank lain baik dalam maupun luar negeri. Transfer masuk yaitu pengiriman valas dari nasabah bank lain baik dalam maupun luar negeri ke nasabah BSM. Kualitas teknis dengan kualitas output yang dirasakan nasabah meliputi harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan, dan estitika output. Parameter yang tidak berwujud juga menetapkan kontak pentingnya terhadap karyawan dalam proses menentukan kepuasan nasabah. Dari apa yang telah diuraikan di atas terlihat bahwa para nasabah selalu mengharapkan dapat menikmati jasa yang dikonsumsinya sesuai dengan harapannya secara baik dan memuaskan. Kunci keberhasilan perbankan dalam menjaga atau meningkatkan kualitas jasa dalam pelayanan pemberian jasa yang dihasilkan adalah manusia atau orang yang menghasilkan dan menyampaikan jasa tersebut, lingkungan fisik dimana jasa tersebut diproses, dan proses pemberian jasa itu sendiri. Dengan demikian peran dari orang yang menghasilkan dan menyampaikan jasa tersebut 100 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

109 Strategi Pelayanan Perbankan untuk Menciptakan Kepuasan Nasabah... sangat menentukan atau mempengaruhi tingkat kualitas dari jasa yang dihasilkan. Oleh karena itu setiap perbankan yang menghasilkan jasa berupaya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan karyawannya dalam menghasilkan menyampaikan jasa tersebut. 2. Perceived value yang diharapkan untuk memberikan kepuasan kepada nasabah BSM. Dalam jasa perbankan, yang paling utama menjadi perhatian adalah kualitas pelayanan, karena dengan memberikan pelayanan yang baik, maka akan tercipta kepuasan nasabah yang dapat membentuk loyalitas nasabah. Pengelolaan berbagai aset yang dimiliki perbankan, seperti aset fisik maupun aset intangible, dapat membantu menciptakan kepuasan nasabah sebagai customer yang mampu menciptakan loyalitas. Selama ini pelayanan dipertimbangkan sebagai faktor penting dalam menciptakan kepuasan nasabah yang pada akhirnya menumbuhkan loyalitas dalam diri nasabah. Menurut Kotler et.al (2006:103) nilai nasabah adalah selisih nilai nasabah keseluruhan dan biaya nasabah keseluruhan, dimana nilai nasabah keseluruhan adalah sekumpulan manfaat yang diharapkan oleh nasabah dari produk atau jasa tertentu, dan biaya nasabah keseluruhan adalah sekumpulan biaya yang dikeluarkan oleh nasabah untuk mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan dan membuang produk atau jasa. Adapun karakteristik yang digunakan oleh para nasabah dalam mengevaluasi pelayanan tersebut adalah bukti langsung, berupa fasilitas fisik. Berupa kehandalan, yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan, kesalahan minimal, pelayanan yang cepat terhadap setiap permintaan, konsisten dan konfidens. Berupa daya tangkap, yaitu keinginan para karyawan untuk membantu para nasabah, layanan yang cepat dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Berupa empaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, pemahaman terhadap kebutuhan nasabah dan kepercayaan komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan nasabah (Kotler et.al, 2006:104). Perceived value yang diberikan BSM kepada nasabahnya didasari oleh beberapa hal, yaitu: trust dengan mengembangkan sikap saling percaya yang didasari pikiran dan perilaku positif; result dengan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 101

110 Muhammad Husni Mubarok memiliki orientasi pada hasil dan nilai tambah bagi stakeholders; respect dengan menghargai pendapat dan kontribusi orang lain; dan effective communication dengan mewujudkan iklim lalu-lintas pesan yang lancar dan sehat, serta menghindari kegagalan dengan selalu meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Berdasarkan analisis tersebut sehingga banyak sekali kepuasan nasabah sebagai customer yang merupakan suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan nasabah belum sepenuhnya dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan nasabah. Pengukuran kepuasan nasabah merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila nasabah merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Zeithaml (1990:14) merumuskan definisi perceived value sebagai berikut: Perceived value adalah penilaian secara keseluruhan nasabah tentang kegunaan dari produk berdasarkan persepsi dari apa yang diterima dan apa yang diberikan. Selain itu, definisi tersebut dikembangkan sesuai dengan perubahan perilaku nasabah. Pemahaman nilai yang dirasakan erat dikaitkan dengan pemahaman perilaku nasabah. Nilai yang diharapkan diterima oleh nasabah BSM juga diiringi dengan beberapa hal, yaitu: sincerity dengan meluruskan niat untuk mendapatkan ridha Allah; universality dengan mengembangkan nilai-nilai kebaikan yang secara umum diterima oleh seluruh umat manusia; dan social responsibility dengan memiliki kepedulian terhadap lingkungan sosial tanpa mengabaikan tujuan perbankan. Pengukuran kepuasan nasabah merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila nasabah merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Pada kondisi persaingan sempurna, dimana nasabah mampu untuk memilih di antara beberapa alternatif pelayanan dan memiliki informasi yang memadai, kepuasan nasabah merupakan satu determinan kunci dari tingkat permintaan pelayanan (Zeithaml, 1990:15). 102 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

111 Strategi Pelayanan Perbankan untuk Menciptakan Kepuasan Nasabah... Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila ia dapat memenuhi kebutuhan dan harapan nasabahnya. Ada beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan oleh nasabah dalam menilai suatu pelayanan, yaitu: ketepatan waktu, dapat dipercaya, kemampuan teknis, diharapkan, berkualitas dan harga yang sepadan. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, nasabah sendiri yang menilai tingkat kepuasan yang mereka terima dari barang atau jasa spesifik yang diberikan, serta tingkat kepercayaan mereka terhadap kemampuan pemberi pelayanan. Nilai yang diberikan oleh BSM tidak terlepas dari beberapa hal berikut, yaitu: honesty dengan menjunjung tinggi kejujuran dalam setiap perilaku; discipline dengan melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai dengan ketentuan dan tuntutan perbankan serta nilai-nilai syariah; dan responsibility dengan menerima tugas sebagai amanah dan menjalankannya dengan penuh tanggung jawab. Tingkat kepuasan nasabah terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan nasabah, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran. Untuk menjadi bank syariah terpercaya BSM terus menjaga kompetensi dan integritas. Untuk menjadi bank syariah terpercaya BSM melakukan dengan terus menjaga kompetensi dan integritas. BSM mengimplementasikan dengan meningkatkan keahlian sesuai tugas yang diberikan dan tuntutan profesi bankir. Hal ini sesuai dengan landasan normatif diantaranya sebagai berikut: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungawabannya. (Al Isra (17): 36) BSM mengimplementasikan dengan menaati kode etik profesi dan berpikir serta berperilaku terpuji. Hal ini sesuai dengan landasan normatif diantaranya sebagai berikut: Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan (Al Maidah (5): 64) Nilai nasabah adalah rasio antara keuntungan atau manfaat yang dirasakan dengan pengorbanan yang dikeluarkan. Dimana keuntungan yang dirasakan adalah kombinasi dari atribut fisik, EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 103

112 Muhammad Husni Mubarok atribut jasa dan teknik pendukung dalam pemanfaatan produk. Pengorbanan yang dikeluarkan adalah total biaya yang dikeluarkan nasabah termasuk biaya pembelian dan biaya tambahan (seperti biaya pemesanan, transportasi, instalasi, penanganan pesanan) serta biaya diluar pembelian seperti mengganti kerusakan, risiko kegagalan atau pelayanan yang buruk (Oliver, 1999). Menurut Griffin (1995:31) definisi nasabah sebagai customer memberikan pandangan yang penting untuk memahami mengapa perbankan harus menciptakan dan memelihara nasabah dan bukan hanya menarik pembeli. Definisi itu berasal dari kata custom, yang didefinisikan sebagai membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa. Nasabah adalah seseorang yang menjadi terbiasa untuk membeli dari produsen. Kebiasaan itu terbentuk melalui pembelian dan interaksi yang sering selama periode waktu tertentu. Tahap adanya track record hubungan yang kuat dan pembelian berulang, orang tersebut bukanlah nasabah, tetapi adalah customer. Nasabah yang sejati tumbuh seiring dengan waktu. Bentuk perilaku BSM dalam menghasilkan nilai yang diberikan nasabah melakukan beberapa hal, yaitu: perfection dengan berkomitmen pada kesempurnaan; ownership dengan mengembangkan sikap rasa saling memiliki yang positif; prudence dengan menjaga amanah secara hati-hati dengan selalu memperhitungkan risiko atas keputusan yang diambil dan tindakan yang dilakukan; dan competence dengan meningkatkan keahlian sesuai tugas yang diberikan dan tuntutan profesi banker. Ada kemungkinan bahwa manfaat seperti manfaat ekonomi mungkin dirasakan oleh nasabah sebagai pengorbanan harga, jika harga moneter lebih tinggi dari yang diharapkan nasabah. Namun, harga moneter tidak hanya pengorbanan nasabah harus membayar untuk mendapatkan layanan (Mukhtar Ali, 2007). Salah satu yang mempengaruhi nilai yang dirasakan adalah respons emosional nasabah terhadap pelayanan misalnya, bagaimana layanan yang dapat dirasakan nasabah dan sukacita yang diterima dari layanan (Petrick, 2002: 123). Pada akhirnya perceived value didefinisikan sebagai penilaian secara keseluruhan nasabah dari kualitas layanan, harga moneter, respon emosional nasabah ke layanan tersebut. Sebagian besar 104 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

113 Strategi Pelayanan Perbankan untuk Menciptakan Kepuasan Nasabah... perilaku seseorang didasarkan pada persepsi. Bagian ini dimaksudkan untuk menentukan persepsi nasabah, serta alasan variasi nilai persepsi antara nasabah yang berbeda dan penting untuk perbankan jasa untuk memahami bagaimana nasabah memandang nilai layanan mereka. Konsep nilai yang diberikan juga diikuti dengan adanya beberapa hal, yaitu: good governance dengan melaksanakan tata kelola organisasi yang sehat; innovation dengan proaktif menggali dan mengimplementasikan ide-ide baru untuk memberikan layanan lebih baik dan lebih cepat dibandingkan competitor; dan customer satisfying dengan mengutamakan pelayanan dan kepuasan nasabah. Konsep dari nilai nasabah adalah pengambilan keputusan dan tindakan yang penting, harus menunjukkan prioritas berkaitan dengan kepuasan nasabah. Nilai nasabah merupakan salah satu konsep pemasaran dalam meningkatkan kepuasan nasabah, dengan nilai nasabah yang tepat akan membantu produk tersebut selangkah lebih maju dibanding dengan pesaing. Kualitas dari nilai memainkan peran kunci dalam memantau apakah tujuan jangka panjang, menengah, dan pendek organisasi sesuai dengan aspirasi yang diinginkan. Nilai nasabah merupakan sebuah rasio dari manfaat yang didapat oleh nasabah dengan pengorbanan. Perwujudan pengorbanan yang dilakukan oleh nasabah sejalan dengan proses pertukaran adalah biaya transaksi, dan risiko untuk mendapatkan produk atau jasa yang ditawarkan oleh perbankan. Nilai-nilai yang dimiliki oleh BSM terdiri atas excellence, teamwork, humanity, integrity dan customer focus. Nilai-nilai ini lahir dari kesepakatan seluruh jajaran BSM secara bottom up. Agar nilai-nilai yang telah dirumuskan dan disepakati dapat dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh insan BSM dalam kehidupan berorganisasi, maka hal tersebut diterjemahkan dalam perilaku-perilaku utama dibawah ini. Nilai utama BSM adalah excellence (imtiyaaz) dengan berupaya mencapai kesempurnaan melalui perbaikan yang terpadu dan berkesinambungan; teamwork ( amal jama iy) dengan mengembangkan lingkungan kerja yang saling bersinergi; humanity (insaaniyah) dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang religius; dan integrity (shidiq) dengan memahami dan menaati kode etik profesi dan berpikir serta berperilaku terpuji; serta customer focus (tafdhiilu al- umalaa) dengan memahami dan memenuhi kebutuhan nasabah (eksternal dan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 105

114 Muhammad Husni Mubarok internal) untuk menjadikan BSM sebagai mitra yang terpercaya dan menguntungkan. Pemasaran tidak hanya sekedar menyampaikan produk dari tangan produsen ke tangan nasabah, tetapi pemasaran pun memperhatikan apakah kebutuhan dan keinginan nasabah terpenuhi, apakah nasabah puas terhadap produk tersebut, dan apakah nasabah akan melakukan pembelian ulang dan menjadi loyal terhadap produk atau merek tersebut. Menurut Kotler et al (2006: 133), nilai yang diterima nasabah adalah sebagai berikut: Nilai yang diterima nasabah sebagai selisih antara total customer value (jumlah nilai bagi nasabah) dan total customer cost (biaya total bagi nasabah). Total customer value (jumlah nilai bagi nasabah) adalah kumpulan manfaat yang diharapkan oleh nasabah dari produk atau jasa tertentu. Total customer cost (biaya total nasabah) adalah kumpulan pengorbanan yang diperkirakan nasabah akan terjadi dalam mengevaluasi, memperoleh, dan menggunakan produk atau jasa tersebut. Secara garis besarnya, nilai nasabah adalah perbandingan antara benefit (manfaat) yang dirasakan terhadap suatu produk dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan produk tersebut. Untuk mendapatkan nilai nasabah yang sesuai dengan persepsi nasabah, maka suatu perbankan harus selalu mengikutinya dengan menyediakan produk/jasa yang sesuai, karena nilai nasabah selalu berubah sepanjang waktu. Pada kenyataannya, menciptakan nilai nasabah tersebut tidaklah mudah. Perbankan membutuhkan produk yang memiliki nilai yang sesuai dengan persepsi nilai nasabah yang berlaku. Selain itu perbankan menghadapi tantangan tersendiri dalam menghadapi nasabahnya, karena pada saat ini nasabah dapat lebih leluasa memilih produk, merek, dan produsen yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Untuk itu perbankan saling berlomba memberikan nilai tertinggi bagi nasabah, karena nasabah menginginkan nilai maksimum dengan dibatasi oleh biaya pencarian, keterbatasan pengetahuan, mobilitas, dan penghasilan. Semakin besar manfaat yang diberikan dibandingkan dengan harganya, maka semakin besar nilai yang diperoleh nasabah terhadap produk tersebut. 106 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

115 Strategi Pelayanan Perbankan untuk Menciptakan Kepuasan Nasabah... Perbankan harus dapat memahami kebutuhan nasabah yang dirumuskannya dengan baik, serta memiliki rancangan yang efektif dan pengawasan kualitas terhadap produk yang dibuatnya. Jika keduanya terlaksana dengan baik, maka kualitas superior dapat tercipta di dalam benak nasabah, sehingga mendapatkan kesan kualitas yang baik di pasar. Untuk meningkatkan kesan kualitas, dapat diciptakan salah satunya dengan advertising dan juga komunikasi pemasaran lainnya, serta strategi keunggulan biaya. Jika nasabah memiliki kesan kualitas yang baik, maka nilai yang didapatkan nasabah melalui produk tersebut akan tinggi, sehingga perbankan memiliki profitability, pertumbuhan penjualan, dan pangsa pasar yang tinggi. Nasabah mendefinisikan sendiri nilai produk sebagai harga yang rendah, nilai adalah apapun yang diinginkan nasabah dari pelayanannya, nilai adalah kualitas yang didapatkan sebagai ganti dari harga yang dibayarkan, dan nilai adalah semua yang ingin didapatkan nasabah sebagai balasan dari apa yang diberikannya. Nilai adalah preferensi yang bersifat relatif (komperatif, personal, dan situasional) yang memberi ciri pada pengalaman seseorang dalam berinteraksi dengan beberapa objek (Petrick, 2002: 123). Nilai berkaitan dengan pengalaman dan menyangkut bukan hanya pembelian suatu objek, melainkan juga konsumsi dan penggunaan suatu jasa. Nilai dipersepsikan berbeda oleh berbagai segmen nasabah. Nasabah mengkombinasikan berbagai elemen yang bervariasi. Uraian tersebut dapat menjelaskan mengapa proporsi nilai seorang nasabah yang satu tidak sama dengan yang lain serta tantangan perbankan dalam memenuhi nilai yang sesuai dengan persepsi nasabah tidaklah mudah, salah satunya dikarenakan segmen nasabah yang berbedabeda. Namun secara garis besar, nilai nasabah adalah perbandingan benefit dengan cost. Kepuasan nasabah merupakan modal dasar untuk membentuk loyalitas yang bisa dijadikan sebagai salah satu senjata untuk menaikan keunggulan bersaing suatu perbankan yang bergerak di sektor jasa. Mulanya konsep kepuasan dapat didefinisikan sebagai kepuasan yang terjadi setelah pertimbangan evaluasi pilihan yang memperhatikan pada keputusan pembelian Smith, et.al (1999). Penelitian akan konsep kepuasan pada saat ini menjadi salah satu prioritas penelitan dalam literatur pemasaran jasa. Studi Oliver, R.L. (1999) menyatakan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 107

116 Muhammad Husni Mubarok bahwa kepuasan merupakan kunci keberhasilan dalam industri jasa, karena kepuasan merupakan tahapan akhir mencapai loyalitas nasabah. Perbankan harus memperhatikan keseluruhan layanan yang ditawarkan dari sudut pandang nasabah. Kepuasan nasabah adalah bagian yang berhubungan dengan penciptaan nilai nasabah, karena terciptanya kepuasan nasabah berarti memberikan manfaat bagi perbankan yaitu, diantaranya hubungan antara perbankan dengan nasabahnya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik atau terciptanya kepuasan nasabah serta membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perbankan, sehingga timbul minat dari nasabah untuk membeli atau menggunakan jasa perbankan tersebut. Berdasarkan teori kepuasan nasabah (customer satisfaction theory), keterkaitan antara strategi pelayanan dengan kepuasan nasabah sangat dekat. Kotler et al (2006), menyatakan bahwa kepuasan nasabah adalah fungsi kedekatan antara harapan nasabah terhadap produk dan kualitas produk yang diterima nasabah. Selain faktor harapan, tingkat kepuasan nasabah juga ditentukan oleh elemen yang lain yaitu kualitas layanan. Dalam sektor perbankan jasa, kepuasan nasabah diperoleh dari pengalaman sejati atau keseluruhan kesan nasabah atas pengalamannya menggunakan jasa tersebut. Pelayanan berasal dari orang-orang bukan dari perbankan. Tanpa memberi nilai pada diri sendiri, tidak akan mempunyai arti apa-apa. Demikian halnya pada organisasi atau perbankan yang secara esensial merupakan kumpulan orang-orang. Oleh karena itu, harga diri yang tinggi adalah unsur yang paling mendasar bagi keberhasilan organisasi yang menyediakan jasa pelayanan yang berkualitas. Loyalitas adalah perilaku pembelian atau penggunaan secara terus menerus dalam menggunakan produk atau jasa. Cronin, et.al (1992) menunjukkan bahwa loyalitas nasabah merupakan salah satu sumber untuk membangun keunggulan bersaing bagi perbankan jasa. Loyalitas nasabah akan membuat perbankan memiliki sumber pendapatan pasti (dari nasabah loyal) sehingga akan membuat perbankan tersebut mampu bersaing dalam jangka waktu panjang. Griffin, J., (1995) mendefinisikan loyalitas nasabah sebagai customer yang merasa puas terhadap produk atau jasa perbankan dan 108 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

117 Strategi Pelayanan Perbankan untuk Menciptakan Kepuasan Nasabah... mereka menjadi word of mouth advertiser yang antusias. Lebih jauh ia memperluas loyalitas tidak hanya pada produk atau jasa saja, tetapi juga keseluruhan portofolio produk dan jasa perbankan sebagai bagian dari umur hidup atau dengan kata lain loyalitas pada merek lainnya. Kepuasan nasabah adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan nasabah dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan nasabah. Pengukuran kepuasan nasabah merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila nasabah merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik. Pengukuran kepuasan nasabah merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila nasabah merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik. Pada kondisi persaingan sempurna, dimana nasabah mampu untuk memilih diantara beberapa alternatif pelayanan dan memiliki informasi yang memadai, kepuasan nasabah merupakan satu determinan kunci dari tingkat permintaan pelayanan dan fungsi operasionalisasi pemasok. Kepuasan nasabah adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan keperluan nasabah dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila ia dapat memenuhi kebutuhan dan harapan nasabahnya. Ada beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan oleh nasabah dalam menilai suatu pelayanan, yaitu: ketepatan waktu, dapat dipercaya, kemampuan teknis, diharapkan, berkualitas dan harga yang sepadan. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, nasabah sendiri yang menilai tingkat kepuasan yang mereka terima dari barang atau jasa spesifik yang diberikan, serta tingkat kepercayaan mereka terhadap kemampuan pemberi pelayanan. Tingkat kepuasan nasabah terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan nasabah, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 109

118 Muhammad Husni Mubarok D. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk menemukan nilai yang diharapkan nasabah dan strategi pelayanan untuk menciptakan kepuasan nasabah maka dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk strategi pelayanan yang diharapkan diterima oleh nasabah BSM sangat bervariasi, diantaranya strategi pelayanan berbasis harga. Nilai kemudahan dan akses terhadap sistem informasi juga diharapkan dapat dirasakan oleh nasabah secara optimal dan maksimal. Nilai berbasis pilihan juga diharapkan bagi nasabah yang diciptakan melalui kesempatan yang diberikan kepada nasabah sebagai customer untuk menentukan berbagai pilihan yang tersedia dan ditawarkan. Nilai informasi dari BSM ditandai dengan mudahnya nasabah sebagai customer untuk mendapatkan informasi mengenai jasa pelayanan yang ditawarkan oleh perbankan. Nilai hubungan juga diharapkan oleh nasabah, yaitu nilai yang diciptakan perbankan dengan cara melakukan hubungan yang baik dengan nasabah. Nilai keunikan nasabah, yaitu nilai yang diciptakan perbankan dengan memperhatikan karakteristik nasabah sebagai individu. Nilai pengalaman adalah nilai yang diciptakan melalui pengalaman yang menarik yang didapat selama menjadi nasabah. Penciptaan nilai yang dimiliki karyawan dalam memberikan pelayanan kepada nasabah BSM membutuhkan suatu program yang komprehensif. Dalam kesimpulan ini dapat dinyatakan bahwa nilai yang dimiliki karyawan dalam memberikan pelayanan kepada nasabah merupakan dalam suatu rangkaian yang terdiri dari unsurunsur pokok yang perlu dilakukan perbankan, yaitu: nilai-nilai yang mengutamakan nasabah sebagai customer yang dimanusiakan. 110 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

119 Strategi Pelayanan Perbankan untuk Menciptakan Kepuasan Nasabah... DAFTAR PUSTAKA Cronin, J.J dan Taylor, A.S., 1992, Measuring Service Quality: A Reeximination and Extension, Journal of Marketing Griffin, J., Customer Loyalty: How to Earn It, How to Keep It, Jossey- Bass, San Francisco, CA. Kotler, P., Bowen, J. & Makens, J. (2006). Marketing for hospitality and tourism. 4th ed. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson- Prentice Hall Mukhtar Ali, Husam, (2007), Predicting The Overall Perceived value Of A Leisure Service: A Survey Of Restaurant Patrons In Pretoria, University of Pretoria. Nasreen Khan, 2010, Functional And Relational Value Influence On Commitment And Future Intention: The Case Of Banking Industry, The Journal of International Social Research, Volume 3 / 10 Winter, Oliver, R.L., Whence consumer loyalty, Journal of Marketing, Vol. 63: Petrick, J Development of a multi-dimensional scale for measuring the perceived value of a service. Journal of Leisure Research, 34(2): Smith, A.K, Bolton, R.N and Wagner, J. (1999). A model of customer satisfaction with service encounters involving failure and recovery, Journal of Marketing Research 26, Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, kualitatif dan R&D), Bandung: Alfabeta. Zeithaml, AV. (1990). Consumer perceptions of price, quality and value: a means-end model and synthesis of evidence. Journal of Marketing, 52(July):2-22. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 111

120 Muhammad Husni Mubarok 112 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

121 MODEL HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN PADA PENGETAHUAN, KEPERCAYAAN PADA BELAJAR DENGAN KONSEP BELAJAR MAHASISWA 1 Oleh; M. Nur Ghufron 2 dan Rini Risnawita, S 3 Abstract This research aims to investigate modeling the relationships among beliefs about knowledge, belief about learning and conceptions of learning and to finding out there was conformity between the theoretical model and the empirical models. The sample in this research as many as 204 students of Tarbiyah, Departement of STAIN Kudus taken through stratified random sampling method. The variables were measured respectively using the Epistemological Beliefs Scale (EBS) and the conceptions of learning inventory (COLI). Path model showed fit and correlation significant relations between beliefs about knowledge, belief about learning and conceptions of learning. The results suggest that conceptions of learning can be explained or predicted belief about knowledge and belief about learning Keywords: Beliefs about knowledge, belief about learning and conceptions of learning Proses pembelajaran termasuk di dalamnya konsep belajar siswa selalu menjadi perhatian utama para peneliti pendidikan. Para peneliti mempunyai teori dan model yang berbeda-beda untuk memahami tentang pembelajaran dan motivasi belajar siswa, salah 1 Korespondensi tentang tulisan ini dapat melalui emnur_g@yahoo.com 2 Dosen STAIN Kudus 3 Dosen STAIN Kediri EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 113

122 M. Nur Ghufron & Rini Risnawita satu model yang sering digunakan dalam menelaah pembelajaran dan belajar adalah teori model 3P yang diuraikan Dunkin dan Biddle pada tahun 1974 (Chan, 2003; 2007), yang menghubungkan komponen-komponen utama di dalam belajar dalam kelas menjadi tiga hal, yaitu; P (Presage) berupa karakteristik-karakteristik siswa dan konteks pengajaran, (proces), proses dan (product) atau hasil. Di antara karakteristik-karakteristik siswa yang berhubungan dengan proses belajar adalah pendekatan belajar siswa selain motivasi belajar yang merupakan unsur penting yang selalu dipertimbangkan banyak peneliti. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa konsep belajar berhubungan dengan motivasi belajar dan strategi kognitif individu (Chan, 2003; Pillay, Purdie & Boulton-Lewis, 2000; Purdie, Hattie, & Douglas, 1996). Berbagai penelitian juga menghasilkan bahwa konsep belajar berpengaruh terhadap kualitas hasil belajar (Purdie & Hattie, 2002; Vermunt & Vermetten, 2004). Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa penelitian tentang proses dan hasil belajar mahasiswa dipengaruhi oleh konsep belajar mahasiswa. Konsep belajar merupakan kepercayaan dan pemahaman yang dipegang oleh pembelajar tentang belajar. Penelitian terdahulu tentang konsep belajar menunjukkan bahwa pembelajar memahami tentang belajar mempunyai perbedaan cara, yang secara garis besar terdiri dari dua kategori, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Konsep kuantitatif berupa menerima dan mengingat kembali pengetahuan yang kemudian juga menimbulkan konsep belajar permukaan. Adapun yang konsep kualitatif menunjukkan pada abstraksi pemahaman dan perubahan pemikiran belajar, yang ini juga menimbulkan konsep belajar yang dalam (Chan, 2007). Salah satu penelitian yang menarik sejak akhir 1990an yang dikaitkan dengan berbagai proses dalam belajar salah satunya adalah kepercayaan pada pengetahuan dan kepercayaan pada belajar. Kepercayaan pada pengetahuan dan kepercayaan pada belajar atau sering disebut kepercayaan epistemologis adalah kepercayaan individu tentang sifat pengetahuan dan pengaruh mengetahui terhadap proses kognitif, seperti bagaimana kepercayaan individu menyetujui kebenaran suatu informasi, mengorganisasi informasi, mendapatkan pengetahuan dan pembenaran pengetahuan. 114 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

123 Model Hubungan antara Kepercayaan pada Pengetahuan... Kepercayaan siswa tentang kemampuan mereka dalam belajar merupakan komponen penting yang berpengaruh pada aktivitas metakognisi (Schommer, 1994), elemen motivasi dan prestasi (Neber &Schommer-Aikins, 2002). Kepercayaan pada pengetahuan dan belajar juga merupakan faktor penting dan menentukan dalam mengungkap konsep belajar mahasiswa. Menurut Buehl (2003), William Pery adalah salah satu peneliti pertama yang meneliti kepercayaan individu tentang pengetahuan dan belajar secara empiris. Sejak itulah muncul berbagai penelitian yang mengkaji tentang kepercayaan pengetahuan, seperti Kitchener dan King (dalam Al-Salhi, 2001) mengajukan model keputusan reflektif berupa bekas atau sisa perkembangan intelektual ketika seseorang masih muda. Mereka mengajukan tiga tingkatan model proses kognitif yaitu; kognisi, metakognisi dan kognisi epistemic. Magolda (2004) mengajukan model yang dinamai model refleksi epistemologis (Epistemological Reflection Model). Ada empat tahapan dalam Model Refleksi Epistemologis Baxter Magolda: tahapan mengetahui absolut (absolute knowing), mengetahui transisional (transitional knowing), mengetahui independen (independent knowing), dan mengetahui kontekstual (contextual knowing). Adapun Schommer (1994; 2004) membuat sebuah model multidimensi untuk menjelaskan elemen dasar system kepercayaan epistemologi berupa kepercayaan pada pengetahuan dan kepercayaan pada belajar. Kepercayaan individu tentang sifat pengetahuan yang meliputi aspek; (1) pengetahuan berasal dari orang yang lebih tahu/ seorang yang ahli (authority/ expert Knowledge), (2) pengetahuan yang sifatnya pasti (certain knowledge), dan (3) proses yang teratur (orderly process). Sementara kepercayaan individu pada belajar yang meliputi; (1) belajar dengan cepat (quick learning) dan (2) kemampuan atau kecakapan bawaan (innate ability). Peterson (dalam Brownlee dkk., 2005) menyatakan karena pendidikan berhubungan dengan pengetahuan, maka sesungguhnya epistemologi atau kepercayaan pada pengetahuan dan kepercayaan pada belajar dalam pendidikan sangat fundamental posisinya. Berbagai penelitian menunjukan bahwa kepercayaan pada pengetahuan dan belajar individu berpengaruh terhadap perbedaan aspek dalam proses belajar (Ryan, 1984; Schommer, 1993a; Buehl dan Alexander, 2005), seperti berpengaruh terhadap prestasi belajar (Hofer, 2000; 2001; Ryan, EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 115

124 M. Nur Ghufron & Rini Risnawita 1984; Schommer, 1993b), perubahan konseptual (Qian & Alvermann, 1995), pemahaman teks (Schommer, 1990; Bra ten & Strømsø, 2006a), penentuan topik (Kardash dan Howell, 2000; Mason, Gava dan Boldrin, 2008), moral (Ren 2006), pencarian informasi (Whitmire 2003; 2004), memprediksi kesalahan berpikir (Weinstock dkk.; 2006), mempertinggi pengelolaan diri dalam belajar, sehingga menurunkan tingkat penundaan akademik (Boffeli; 2007). Lain daripada itu, kepercayaan epistemologi berpengaruh terhadap penggunaan pendekatan belajar (Cano, 2005; Chan, 2007; Phan, 2006, 2008; Zhao, Carol & Chan, 2008; Tsai, 2000; Tsai & Chuang, 2005; Bra ten& Strømsø, 2006b; Barnard, 2008 dan Harris, 2003). Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa model teoritis hubungan kepercayaan pada pengetahuan dan kepercayaan pada belajar dengan konsep belajar pada mahasiswa sesuai dengan model empiris. Adapun secara khusus tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kepercayaan pada pengetahuan dan kepercayaan pada belajar terhadap konsep belajar pada mahasiswa STAIN Kudus. Metode Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswi Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus, Jawa Tengah angkatan Sampel penelitian ini berjumlah 204 mahasiswa. yang diambil dengan tehnik pengambilan sampel stratified random sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dalam bentuk skala. Skala yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu skala kepercayaan epistemologi (Epistemological Beliefs Scale) yang dikembangkan oleh Jehng (1990 dengan beberapa modifikasi yang di lakukan oleh peneliti. Adapun untuk mengukur konsep belajar dengan menggunakan alat ukur the conceptions of learning inventory (COLI) yang dikembangkan oleh Purdie dan Hattie (2000). Adapun teknik yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini menggunakan model persamaan struktural atau Structural Equation Modelling. 116 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

125 Model Hubungan antara Kepercayaan pada Pengetahuan... Hasil Tehnik analisis data penelitian dengan menggunakan model persamaan struktural (SEM) dengan bantuan program Amos. Namun sebelum dilakukan analisis model persamaan struktural secara keseluruhan dilakukan terlebih dahulu uji unidimensionalitas pada masing-masing konstruk dengan analisis faktor konfirmatori. Berikut ini akan dipaparkan hasil analisis data penelitian tersebut. Uji Unidimensionalitas Masing-masing Konstruk Menurut Ghozali (2008), sebelum dilakukan analisis model persamaan struktural secara keseluruhan dilakukan terlebih dahulu uji unidimensionalitas pada masing-masing konstruk dengan analisis faktor konfirmatori. Uji unidimensionalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah indikator-indikator pengukur konstruk valid. Uji unidimensionalitas penelitian ini dilakukan dengan melihat apakah indikator konstruk dalam penelitian ini adalah signifikan. Selain itu dilakukan dengan melihat validitas konvergen atau nilai loading factor masing-masing indikator. Pada model penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel eksogen dan endogen. Analisis unidimensionalitas dilakukan dengan analisis konfirmatori antar varibel eksogen dan endogen. Pada variabel eksogen penelitian ini terdapat dua variabel laten kepercayaan pada pengetahuan dan kepercayaan pada belajar. Sementara itu pada variabel endogen terdapat dua variabel laten juga yaitu stretegi pembelajaran permukaan dan strategi pembelajaran pendalaman. Berdasarkan hasil pengolahan uji konfirmatori untuk antar konstruk eksogen kepercayaan pada pengetahuan dan kepercayaan pada belajar (lihat gambar 1) menunjukkan bahwa chi-square 2, 314 (DF= 4, p=0,678), CMIN/DF=0,579, GFI= 0,996, AGFI = 0,985, TLI= 1,029 dan RMSEA = 0,000. Dengan demikian kriteria syarat penerimaan model dapat terpenuhi, dikarenakan skor probabilitas di atas 0,05. Selain itu, kriteria yang lainnya telah sesuai dengan yang disyaratkan. Dengan begitu dapat dinyatakan bahwa rancangan model yang diajukan sama dengan data empiris atau model yang di ajukan fit. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 117

126 M. Nur Ghufron & Rini Risnawita Gambar 1: Hasil analisis konfirmatori antar konstruk eksogen kepercayaan pada pengetahuan dan kepercayaan pada belajar Berdasarkan hasil analisis konfirmatori penelitian ini masih terlihat terlihat bahwa indikator kepercayaan pada pengetahuan (KP2) dalam penelitian ini mendapatkan nilai standardized loading factor yang nilainya di bawah 0,50. Dalam analisis selanjutnya indikator tersebut tidak dipertahankan atau didrop, mengingat indikator KP2 tersebut jauh di bawah nilai 0,05 yang berarti tidak signifikan dalam mengukur variabel latennya. Pada konstruk endogen memiliki variabel konsep belajar mengingat dan konsep belajar memahami. Kedua variabel endogen tersebut selanjutnya dikovariankan, dan berikut ini disajikan hasil pengolahan uji konfirmatori antar konstruk endogen tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar 2 berikut. Berdasarkan pengolahan data dengan analisis konfirmatori menghasilkan bahwa chi-square 3, 245 (DF= 1, p=0,072), CMIN/DF= 3,245, GFI= 0,992, AGFI = 0,921, TLI= 0,862 dan RMSEA = 0,105. Dengan demikian kriteria syarat penerimaan model dapat terpenuhi, dikarenakan skor probabilitas di atas 0,05. Demikian pula kriteria yang 118 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

127 Model Hubungan antara Kepercayaan pada Pengetahuan... lainnya terlihat juga telah sesuai dengan yang disyaratkan. Dengan begitu dapat dinyatakan bahwa rancangan model yang diajukan sama dengan data empiris atau model yang di ajukan fit. Gambar 2: Hasil analisis konfirmatori antar konstruk endogen konsep belajar mengingat dan konsep belajar memahami Berdasarkan hasil analisis konfirmatori penelitian ini terlihat bahwa secara keseluruhan indikator konstruk dalam penelitian ini adalah signifikan karena signifikansi t-hitung menghasilkan 0,000 atau lebih kecil dari 0,05. Begitu pula dengan standardized loading factor yang secara keseluruhan mendapatkan nilai di atas 0,50, hal ini menunjukkan cukup validnya mengukur konstruk latennya. Pengujian Hipotesis Langkah berikutnya adalah menguji data model teoritis dengan data empiris secara keseluruhan. Berikut ini (lihat gambar 3) adalah hasil output model teoritis hubungan antara kepercayaan pada pengetahuan dan kepercayaan pada belajar terhadap strategi belajar mahasiswa. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 119

128 M. Nur Ghufron & Rini Risnawita Gambar 3: Hasil Analisis Model Persamaan Struktural model hubungan kepercayaan pada pengetahuan dan kepercayaan pada belajar dengan konsep belajar mahasiswa. Berdasar pada gambar 3 menunjukkan bahwa hasil chi- Square 29, 624 (DF= 15, p=0,013), CMIN/DF=1,975, GFI= 0,967, AGFI = 0,922, TLI= 0,900 dan RMSEA = 0,069. Dengan demikian kriteria syarat penerimaan model tidak dapat terpenuhi, dikarenakan skor probabilitas masih di bawah 0,05. Dengan begitu dapat dinyatakan bahwa rancangan model yang diajukan berbeda dengan data empiris atau model yang di ajukan belum fit. Berdasarkan pada hasil tersebut maka peneliti perlu melakukan estimasi ulang terhadap model melalui modifikasi model. Modifikasi Model Jika dari hasil analisis tidak dapat memenuhi kriteria atau tidak fit sebagaimana yang diajukan, maka model dianggap tidak sesuai, untuk itu model harus dilakukan modifikasi hingga sampai ditemukan model yang sesuai dengan data empiris. Tentu saja modifikasi model 120 Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

129 Model Hubungan antara Kepercayaan pada Pengetahuan... masih dapat dilakukan sejauh belum ditemukannya model fit yang sesuai dengan data empiris, serta sejauh tidak menyimpang dari teori yang diajukan. Modifikasi model dapat dilakukan dengan memodifikasi arah hubungan antar variabel yang sudah ada dalam model, menambah atau mengurangi variabel laten ataupun variabel observasi sejauh masih dalam kerangka konsepsual penelitian pendukung model. Untuk kebutuhan analisis ini akan digunakan program Amos. Adapun untuk analisis modifikasi model dalam penelitian ini adalah dengan melihat output pada Modification Indices (MI) pada analisis AMOS 16. Hasil output Modification Indices merekomendasikan tentang variabel error yang harus di olah lebih jauh untuk di modifikasi adalah dengan menghubungkan,e15 dengan e17 dan e 12 dengan 18. Setelah itu dilakukan proses pengujian ulang (lihat gambar 4). Gambar 4. Hasil Modifikasi Analisis Model Persamaan Struktural hubungan kepercayaan pada pengetahuan dan kepercayaan pada belajar dengan konsep belajar mahasiswa Berdasar proses pengujian ulang diperoleh bahwa kriteria syarat berupa hasil chi-square 19, 032 (DF= 13, p=0,122), CMIN/DF=1,464, GFI= 0,977, AGFI= 0,937, TLI= 0,952 dan RMSEA= 0,048 terpenuhi. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 121

BAB IV ANALISIS DATA. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan Bandar Lampung. mendeskripsikan dan mengilustrasikan rangkaian pelaksaan gadai dari awal

BAB IV ANALISIS DATA. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan Bandar Lampung. mendeskripsikan dan mengilustrasikan rangkaian pelaksaan gadai dari awal BAB IV ANALISIS DATA A. Proses Penerapan Akad Rahn dan Ijarah dalam Transaksi Gadai pada Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan Bandar Lampung Mendiskusikan sub tema ini secara gamblang, maka tidak ubahnya

Lebih terperinci

STRUKTUR HUKUM PEGADAIAN SYARIAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

STRUKTUR HUKUM PEGADAIAN SYARIAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF STRUKTUR HUKUM PEGADAIAN SYARIAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Suatu Tinjauan Yuridis Normatif Terhadap Praktek Pegadaian Syariah di Kudus) Oleh : Ahmad Supriyadi *1 Abstrak Kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I

Lebih terperinci

STRUKTUR HUKUM AKAD RAHN DI PEGADAIAN SYARIAH KUDUS

STRUKTUR HUKUM AKAD RAHN DI PEGADAIAN SYARIAH KUDUS STRUKTUR HUKUM AKAD RAHN DI PEGADAIAN SYARIAH KUDUS Oleh : Ahmad Supriyadi * Abstrak Pembahasan tentang gadai syariah volumenya masih sangat langka, hal ini wajar karena lembaga yang mengembangkan gadai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA A. Analisis Implementasi Ijārah Jasa Simpan di Pegadaian Syariah Cabang Blauran Surabaya

Lebih terperinci

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si. Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si. Secara bahasa Rahn berarti tetap dan lestari. Sering disebut Al Habsu artinya penahan. Ni matun rahinah artinya karunia yang tetap dan lestari. Secara teknis menahan salah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO A. Analisis Aplikasi Penetapan Ujrah Dalam Akad Rahn di BMT UGT Sidogiri

Lebih terperinci

Rahn - Lanjutan. Landasan Hukum Al Qur an. Al Hadits

Rahn - Lanjutan. Landasan Hukum Al Qur an. Al Hadits Rahn Secara bahasa berarti tetap dan lestari. Sering disebut Al Habsu artinya penahan. Ni matun rahinah artinya karunia yang tetap dan lestari Secara teknis menahan salah satu harta peminjam yang memiliki

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA 59 BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA A. Analisis Mekanisme Pembiayaan Emas Dengan Akad Rahn Di BNI Syariah Bukit Darmo

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENERAPAN BIAYA IJARAH DI PEGADAIAN SYARIAH SIDOKARE SIDOARJO MENURUT PRINSIP NILAI EKONOMI ISLAM

BAB IV ANALISIS PENERAPAN BIAYA IJARAH DI PEGADAIAN SYARIAH SIDOKARE SIDOARJO MENURUT PRINSIP NILAI EKONOMI ISLAM BAB IV ANALISIS PENERAPAN BIAYA IJARAH DI PEGADAIAN SYARIAH SIDOKARE SIDOARJO MENURUT PRINSIP NILAI EKONOMI ISLAM A. Analisis Besaran Ujrah pada Pembiayaan Rahn di Pegadaian Syariah Sidokare. Salah satu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN A. Analisis Terhadap Pola Tajdi>d al- Aqd (akad baru) Rahn di Pegadaian Syariah Kebomas Gresik Praktek gadai yang dilakukan oleh masyarakat disebabkan adanya kebutuhan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pegadaian sebagai lembaga keuangan alternatif bagi masyarakat guna menetapakan pilihan dalam pembiayaan disektor riil. Biasanya kalangan yang berhubungan dengan pegadaian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis Pelaksanaan Penahanan Sawah sebagai Jaminan

Lebih terperinci

Rahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang

Rahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang Rahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang Rahn Secara bahasa berarti tetap dan lestari. Sering disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan sistem dan prosedur gadai emas

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS 21 BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS A. Latar belakang Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang amat damai dan sempurna telah diketahui dan dijamin

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang amat damai dan sempurna telah diketahui dan dijamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melakukan kegiatan ekonomi adalah merupakan tabiat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan demikian itu ia memperoleh rezeki, dan dengan rezeki itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan, baik konvensional maupun syariah, berperan dalam segi. ekonomi dan keuangan. Sesuai dengan Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan, baik konvensional maupun syariah, berperan dalam segi. ekonomi dan keuangan. Sesuai dengan Undang-Undang Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu negara merupakan hasil dari kinerja yang baik dari instrumen-instrumen yang ada di negara tersebut. Salah satu instrumen negara yang memiliki

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI FATWA DSN NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN PADA PRODUK AR-RAHN. A. Aplikasi Pelaksanaan Pembiayaan Rahn Di Pegadaian Syariah

BAB IV IMPLEMENTASI FATWA DSN NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN PADA PRODUK AR-RAHN. A. Aplikasi Pelaksanaan Pembiayaan Rahn Di Pegadaian Syariah 63 BAB IV IMPLEMENTASI FATWA DSN NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN PADA PRODUK AR-RAHN A. Aplikasi Pelaksanaan Pembiayaan Rahn Di Pegadaian Syariah Cabang Ponolawen Pegadaian Syariah Cabang Ponolawen

Lebih terperinci

BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ

BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ MENURUT FATWA NOMOR 68/DSN-MUI/III/2008 Dalam bab ini, penulis akan menganalisis dan mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB II MEKANISME GADAI SYARIAH (RAHN) harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali

BAB II MEKANISME GADAI SYARIAH (RAHN) harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali BAB II MEKANISME GADAI SYARIAH (RAHN) A. Pengertian Ar-Rahn Pengertian gadai (Ar-Rahn) secara bahasa adalah tetap, kekal dan jaminan, sedangkan dalam pengertian istilah adalah menyadera sejumlah harta

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH A. Analisis Terhadap Klaim Asuransi Dalam Akad Wakalah Bil Ujrah. Klaim adalah aplikasinya oleh peserta untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang

BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang 59 BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang Berdasarkan Landasan teori dan Penelitian yang peneliti peroleh di Kelurahan Ujung Gunung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis dari Aspek Akadnya Sebagaimana yang telah penulis jelaskan

Lebih terperinci

1. Analisis Praktek Gadai Emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Karangayu. akad rahn sebagai produk pelengkap yang berarti sebagi akad tambahan

1. Analisis Praktek Gadai Emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Karangayu. akad rahn sebagai produk pelengkap yang berarti sebagi akad tambahan BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PRAKTEK GADAI EMAS DI BANK SYARIAH MANDIRI CABANG KARANGAYU SEMARANG 1. Analisis Praktek Gadai Emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Karangayu Semarang Penerapan Ar-Rahn dalam

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang. memberikan pelayanan terhadap konsumen yang merasa dirugikan, maka dalam

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang. memberikan pelayanan terhadap konsumen yang merasa dirugikan, maka dalam BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PASAL 18 AYAT 2 UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN OPERASIONALISASI AKAD PERJANJIAN FINANCIAL LEASING DAN REALISASINYA A. Analisis Hukum Islam terhadap Pasal 18

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan. Gadai

BAB I PENDAHULUAN. sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan. Gadai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gadai dalam Bahasa Arab disebut rahn, yang berarti tetap, kekal, dan jaminan. Secara syara, rahn adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN, PERBEDAAN, DAN AKIBAT HUKUM ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA DALAM MENGATUR OBJEK JAMINAN GADAI

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN, PERBEDAAN, DAN AKIBAT HUKUM ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA DALAM MENGATUR OBJEK JAMINAN GADAI BAB IV ANALISIS PERSAMAAN, PERBEDAAN, DAN AKIBAT HUKUM ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA DALAM MENGATUR OBJEK JAMINAN GADAI A. Persamaaan antara Hukum Islam dan Hukum Perdata dalam mengatur Objek Jaminan

Lebih terperinci

Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN:

Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN: Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN: 2460-6561 Analisis Penerapan Fatwa DSN MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn pada Kelebihan Hasil Jual Lelang Barang Jaminan di BPRS AL SALAAM (Mohammad

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN Kehidupan manusia selalu mengalami perputaran, terkadang penuh dengan

Lebih terperinci

ABSTRAKSI. Kata Kunci : Akuntansi Pendapatan, Pegadaian Konvensional, Pegadaian Syariah

ABSTRAKSI. Kata Kunci : Akuntansi Pendapatan, Pegadaian Konvensional, Pegadaian Syariah ABSTRAKSI LISNAWATI. 2012. Akuntansi Pendapatan Pegadaian pada Perum Pegadaian Makassar. Skripsi, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. ( Pembimbing I: Dr. Darwis Said,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Gadai Emas Syariah Pada PT Bank Syariah Mandiri

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Gadai Emas Syariah Pada PT Bank Syariah Mandiri BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Gadai Emas Syariah Pada PT Bank Syariah Mandiri Palembang Gadai Emas Syariah Menurut Anshori (2007:129) adalah menggadaikan atau menyerahkan hak penguasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan istilah pembiayaan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syari ah baik

BAB I PENDAHULUAN. dengan istilah pembiayaan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syari ah baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat modern saat ini sudah tidak asing lagi dengan istilah pembiayaan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syari ah baik yang dilakukan

Lebih terperinci

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN BARANG JAMINAN DENGAN SISTEM BAGI HASIL DI DESA PENYENGAT KECAMATAN TANJUNGPINANG KOTA KEPULAUAN RIAU A. Analisis Terhadap Akad Pemanfaatan Barang Jaminan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM) BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) A. Realisasi Akad Mura>bah}ah untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Industri Kecil Menengah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI QARD} BERAGUN EMAS DI BANK BRI SYARIAH KANTOR CABANG (KC) SIDOARJO

BAB IV ANALISIS PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI QARD} BERAGUN EMAS DI BANK BRI SYARIAH KANTOR CABANG (KC) SIDOARJO BAB IV ANALISIS PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI QARD} BERAGUN EMAS DI BANK BRI SYARIAH KANTOR CABANG (KC) SIDOARJO A. Aplikasi Qard{{ Beragun Emas di Bank BRI Syariah Kantor Cabang Sidoarjo Biaya

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI GADAI SAWAH DI DESA MORBATOH KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG

BAB VI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI GADAI SAWAH DI DESA MORBATOH KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG BAB VI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI GADAI SAWAH DI DESA MORBATOH KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Gadai Sawah di Desa Morbatoh Kecamatan Banyuates Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK Praktik sewa menyewa pohon yang terjadi di Desa Mayong merupakan suatu perjanjian yang sudah lama dilakukan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya juga mencakup berbagai aspek kehidupan, bahkan cakupannya

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya juga mencakup berbagai aspek kehidupan, bahkan cakupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seperti kita ketahui bersama bahwa Islam adalah merupakan agama yang paling sempurna, agama Islam tidak hanya mengatur perihal ibadah saja, namun di dalamnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA A. Tata Cara Pelaksanaan Akad Pelaksanaan akad deposito di BNI Syari ah dimulai pada waktu pembukaan rekening

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN 1. Analisis Terhadap Diskripsi Pinjam Meminjam Uang Dengan Beras di Desa Sambong Gede

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENGUASAAN BARANG GADAI OLEH RAHIN (STUDY KASUS DI DESA KUMESU KEC. REBAN KAB. BATANG) SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENGUASAAN BARANG GADAI OLEH RAHIN (STUDY KASUS DI DESA KUMESU KEC. REBAN KAB. BATANG) SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENGUASAAN BARANG GADAI OLEH RAHIN (STUDY KASUS DI DESA KUMESU KEC. REBAN KAB. BATANG) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melakukan kegiatan ekonomi dan bermuamalah merupakan tabi at. manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Melakukan kegiatan ekonomi dan bermuamalah merupakan tabi at. manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melakukan kegiatan ekonomi dan bermuamalah merupakan tabi at manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan kegiatan ekonomi dan bermuamalah ini

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU A. Analisis Terhadap Praktik Penukaran Uang Dengan Jumlah Yang Tidak

Lebih terperinci

dibanding penelitian yang disebutkan diatas, dan juga di luar Bank Umum Syariah

dibanding penelitian yang disebutkan diatas, dan juga di luar Bank Umum Syariah 19 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah adanya perbandingan antara dua lembaga yang memiliki produk gadai emas dalam kegiatan usahanya. Obyek penelitian yang diteliti tentunya juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pegadaian merupakan salah satu usaha milik Pemerintah yang berbentuk BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang telah lama berdiri di Indonesia. Awal munculnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ingin tahu, Man is corious animal. Dengan keistimewaan ini, manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. ingin tahu, Man is corious animal. Dengan keistimewaan ini, manusia dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk Tuhan yang istimewa dan yang diberi sifat serba ingin tahu, Man is corious animal. Dengan keistimewaan ini, manusia dengan kemampuan akalnya

Lebih terperinci

Pada hakikatnya pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank. pemenuhan kebutuhan akan rumah yang disediakan oleh Bank Muamalat

Pada hakikatnya pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank. pemenuhan kebutuhan akan rumah yang disediakan oleh Bank Muamalat BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD MUSHA@RAKAH MUTANA@QIS}AH SEBAGAI SOLUSI AKAD PEMBIAYAAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH DI BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SURABAYA Pada hakikatnya pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam segala aspek

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam segala aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian masyarakat yang senantiasa berkembang secara dinamis, membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam segala aspek kehidupan. Terkadang

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. wawancara kepada para responden dan informan, maka diperoleh 4 (empat) kasus

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. wawancara kepada para responden dan informan, maka diperoleh 4 (empat) kasus BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Kasus Perkasus Dari hasil penelitian dilapangan yang telah penulis lakukan melalui wawancara kepada para responden dan informan, maka diperoleh

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA. A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA. A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia Dalam praktek kekinian akan banyak dijumpai muamalah yang terkait

Lebih terperinci

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al 48 BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al Qardh Pada dasarnya ijab qabul harus dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN GADAI EMAS DI KOSPIN JASA SYARIAH DIPANDANG FATWA DSN NOMOR: 26/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN EMAS.

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN GADAI EMAS DI KOSPIN JASA SYARIAH DIPANDANG FATWA DSN NOMOR: 26/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN EMAS. 1 BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN GADAI EMAS DI KOSPIN JASA SYARIAH DIPANDANG FATWA DSN NOMOR: 26/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN EMAS. Akad Ar-Rahn yang diterapkan dalam perbankan syari ah atau lembaga keuangan

Lebih terperinci

RAHN, DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH

RAHN, DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH BAB II RAHN, IJA@RAH DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL A. Rahn (Gadai Islam) 1. Pengertian Rahn (Gadai Islam) Secara etimologi rahn berarti ash@ubu@tu wad dawa@mu yang mempunyai arti tetap dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP A. Deskripsi akad jasa pengetikan skripsi dengan sistem paket di Rental Biecomp Jemurwonosari Surabaya

Lebih terperinci

Marhu>n adalah harta yang ditahan oleh pihak murtahi>n untuk. marhu>n bihi. Jika marhu>n sama jenisnya dengan hak yang menjadi

Marhu>n adalah harta yang ditahan oleh pihak murtahi>n untuk. marhu>n bihi. Jika marhu>n sama jenisnya dengan hak yang menjadi BAB II BARANG JAMINAN DAN PEMBIAYAAN BERMASALAH A. Barang Jaminan (Marhu>n) 1. Pengertian Barang Jaminan (Marhu>n) Menurut pendapat Wahbah al-zuhayli dalam fiqih mengenai masalah jaminan dikenal bentuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENERAPAN MULTI AKAD DALAM PEMBIAYAAN ARRUM (USAHA MIKRO KECIL) PEGADAIAN SYARIAH (STUDI KASUS DI PEGADAIAN SYARIAH PONOLAWEN KOTA

BAB IV ANALISIS PENERAPAN MULTI AKAD DALAM PEMBIAYAAN ARRUM (USAHA MIKRO KECIL) PEGADAIAN SYARIAH (STUDI KASUS DI PEGADAIAN SYARIAH PONOLAWEN KOTA BAB IV ANALISIS PENERAPAN MULTI AKAD DALAM PEMBIAYAAN ARRUM (USAHA MIKRO KECIL) PEGADAIAN SYARIAH (STUDI KASUS DI PEGADAIAN SYARIAH PONOLAWEN KOTA PEKALONGAN) A. Penerapan Multi Akad Dalam Pembiayaan Arrum

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN FATWA NO /DSN-MUI/III/2002 TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD IJA>RAH PADA SEWA TEMPAT PRODUK GADAI EMAS BANK BRI SYARIAH KC SURABAYA

BAB IV TINJAUAN FATWA NO /DSN-MUI/III/2002 TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD IJA>RAH PADA SEWA TEMPAT PRODUK GADAI EMAS BANK BRI SYARIAH KC SURABAYA BAB IV TINJAUAN FATWA NO. 25-26/DSN-MUI/III/2002 TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD IJA>RAH PADA SEWA TEMPAT PRODUK GADAI EMAS BANK BRI SYARIAH KC SURABAYA A. Analisis Implementasi Akad Ija>rah Pada Sewa Tempat

Lebih terperinci

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN UANG MUKA DALAM PRODUK CICIL EMAS DI BANK SYARIAH MANDIRI GRESIK A. Analisa Pembayaran Uang Muka dalam Produk Cicil Emas di Bank Syariah Mandiri Gresik Produk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN A. Analisis Praktek Sistem Ngijo di Desa Sebayi Kecamatan Gemarang Kabupaten Madiun

Lebih terperinci

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM 50 BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM A. Analisis Utang-Piutang di Acara Remuh Berdasarkan data mengenai proses dan mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah S.W.T. sebagai khalifah untuk memakmurkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah S.W.T. sebagai khalifah untuk memakmurkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia diciptakan Allah S.W.T. sebagai khalifah untuk memakmurkan bumi dengan berbagai sunnah-nya agar syariah yang Ia turunkan lewat Rasul-Nya semakin subur di muka

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA A. PELAKSANAAN IB RAHN EMAS DI BANK JATENG SYARIAH KANTOR CABANG SEMARANG

BAB IV ANALISA A. PELAKSANAAN IB RAHN EMAS DI BANK JATENG SYARIAH KANTOR CABANG SEMARANG BAB IV ANALISA A. PELAKSANAAN IB RAHN EMAS DI BANK JATENG SYARIAH KANTOR CABANG SEMARANG IB Rahn Emas adalah fasilitas pembiayaan dengan akad qardh untuk kebutuhan dana tunai dengan jaminan emas 1. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. peluang terjadinya jual-beli dengan sistem kredit atau tidak tunai dalam

BAB I PEDAHULUAN. peluang terjadinya jual-beli dengan sistem kredit atau tidak tunai dalam 1 BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Islam telah mengatur mengenai jual-beli dalam Al-Quran dan hadis, dari zaman ke zaman jual-beli mengalami pertumbuhan yang sangat baik. Baik dari segi teori maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia guna memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. manusia guna memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Salah satu aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam sebagai the way of life merupakan ajaran yang memberikan petunjuk, arah dan aturan-aturan (syariat) pada semua aspek kehidupan manusia guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PEMBAHASAN PEMBIAYAAN. A. Analisis Akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik Pada Produk. Pembiayaan Angsuran di BMT SM NU Cabang Kajen.

BAB IV ANALISIS HASIL PEMBAHASAN PEMBIAYAAN. A. Analisis Akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik Pada Produk. Pembiayaan Angsuran di BMT SM NU Cabang Kajen. 1 BAB IV ANALISIS HASIL PEMBAHASAN PEMBIAYAAN A. Analisis Akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik Pada Produk Pembiayaan Angsuran di BMT SM NU Cabang Kajen. Pembiayaan Akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik mulai

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB MURTAHIN (PENERIMA GADAI SYARIAH) TERHADAP MARHUN (BARANG JAMINAN) DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) CABANG SYARIAH UJUNG GURUN PADANG

TANGGUNG JAWAB MURTAHIN (PENERIMA GADAI SYARIAH) TERHADAP MARHUN (BARANG JAMINAN) DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) CABANG SYARIAH UJUNG GURUN PADANG TANGGUNG JAWAB MURTAHIN (PENERIMA GADAI SYARIAH) TERHADAP MARHUN (BARANG JAMINAN) DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) CABANG SYARIAH UJUNG GURUN PADANG SKRIPSI Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan untuk

Lebih terperinci

BAB IV. oleh Baitul mal wat Tamwil kepada para anggota, yang bertujuan agar anggota

BAB IV. oleh Baitul mal wat Tamwil kepada para anggota, yang bertujuan agar anggota BAB IV PRODUK SANTUNAN MUAWANAH BMT UGT SIDOGIRI DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN KEPMEN NO 91 TAHUN 2004 (PETUNJUK KEGIATAN KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH) 1. Analisis Produk Santunan Muawanah dan Asuransi

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI KTP SEBAGAI JAMINAN HUTANG

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI KTP SEBAGAI JAMINAN HUTANG BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI KTP SEBAGAI JAMINAN HUTANG Gadai merupakan salah satu transaksi muamalah yang sering digunakan oleh masyarakat saat ini. Karena pada dasarnya transaksi gadai

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO 65 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO B. Analisis Terhadap Penerapan Akad Qard\\} Al-H\}asan Bi An-Naz ar di BMT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi merupakan kasus yang sangat ditakuti oleh setiap negara di dunia. Hal ini membuat setiap negara berusaha untuk memperkuat ketahanan ekonomi. Oleh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA A. Analisis Terhadap Proses Jual Beli Motor Melalui Pihak Ke-Tiga Di UD. Rabbani Motor Surabaya Penulis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS APLIKASI RAHN PADA PRODUK GADAI EMAS DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS APLIKASI RAHN PADA PRODUK GADAI EMAS DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA 83 BAB IV ANALISIS APLIKASI RAHN PADA PRODUK GADAI EMAS DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA A. Analisis terhadap Aplikasi Rahn pada Produk Gadai Emas dalam di BNI Syariah

Lebih terperinci

BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM. etimologi mengandung pengertian menggadaikan, merungguhkan. 1

BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM. etimologi mengandung pengertian menggadaikan, merungguhkan. 1 BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM A. Pengertian Gadai Istilah gadai dalam bahasa Arab disebut dengan rahn yang secara etimologi mengandung pengertian menggadaikan, merungguhkan. 1 Dalam istilah lain kata

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO A. Analisis Terhadap Akad Pembiayaan Mudharabah Dengan Sistem Kelompok di BMT

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN TARIF POTONGAN IJARAH DAN PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PEMBIAYAAN IJARAH OLEH PERUM PEGADAIAN SYARIAH CABANG MALANG.

ANALISIS PENENTUAN TARIF POTONGAN IJARAH DAN PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PEMBIAYAAN IJARAH OLEH PERUM PEGADAIAN SYARIAH CABANG MALANG. ANALISIS PENENTUAN TARIF POTONGAN IJARAH DAN PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PEMBIAYAAN IJARAH OLEH PERUM PEGADAIAN SYARIAH CABANG MALANG Oleh : Nur Kholis Kusuma Atmaja ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari Kecamatan Genteng Surabaya Wadi< ah adalah suatu akad antara dua orang (pihak)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konvensional. Pendirian Pegadaian Syariah Ponolawen dilatar belakangi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Konvensional. Pendirian Pegadaian Syariah Ponolawen dilatar belakangi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pegadaian Syariah Ponolawen pada awalnya adalah Pegadaian Konvensional. Pendirian Pegadaian Syariah Ponolawen dilatar belakangi oleh banyaknya permintaan dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BESARAN UJRAH DI PEGADAIAN SYARIAH KARANGPILANG SURABAYA DALAM PERSPEKTIF FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002

BAB IV ANALISIS BESARAN UJRAH DI PEGADAIAN SYARIAH KARANGPILANG SURABAYA DALAM PERSPEKTIF FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 BAB IV ANALISIS BESARAN UJRAH DI PEGADAIAN SYARIAH KARANGPILANG SURABAYA DALAM PERSPEKTIF FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 A. Analisis Besaran Ujrah pada Pembiayaan Rahn di Pegadaian Syariah Karangpilang

Lebih terperinci

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI 22 BAB II MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI A. Mura>bah}ah 1. Pengertian Mura>bah}ah Terdapat beberapa muraba>h}ah pengertian tentang yang diuraikan dalam beberapa literatur, antara lain: a. Muraba>h}ah adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Prosedur Pengikatan Akad Rahn dan Akad Ijarah Masyarakat awam yang tidak mengetahui lebih dalam tentang Pegadaian Syariah, akan beropini bahwa akad yang diterapkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. terhadap penelitian-penelitian sebelumnya sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. terhadap penelitian-penelitian sebelumnya sebagai berikut: BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini, penyusun berusaha mencari reverensi yang relevan dengan topik yang diangkat dari karya ilmiah atau skripsi. Sejauh yang

Lebih terperinci

HILMAN FAJRI ( )

HILMAN FAJRI ( ) HILMAN FAJRI (10220053) PRAKTIK MURÂBAHAH DI KOPERASI SERBA USAHA UNIT JASA KEUANGAN SYARIAH ALHAMBRA KANTOR CABANG KEDUNG BARUK NO 58 RUNGKUT SURABAYA (Prespektif Fatwa Dewan Syariah Nasional No.4 Tahun

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi Hutang Pupuk dengan Gabah

Lebih terperinci

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

ب س م االله الر ح من الر ح ي م FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL Nomor: 31/DSN-MUI/VI/2002 Tentang PENGALIHAN UTANG ب س م االله الر ح من الر ح ي م Dewan Syari ah Nasional, setelah Menimbang : a. bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan bank syariah. 1 Bank secara. kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan bank syariah. 1 Bank secara. kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Syariah, sebagai sebuah positioning baru yang mengasosiasikan kita kepada suatu sistem pengelolaan ekonomi dan bisnis secara islami. Perkembangan ekonomi syariah baik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA 1 BAB IV ANALISIS DATA A. Pelaksanaan Gadai Pohon Cengkeh di Desa Sumberjaya Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari data lapangan yaitu hasil dari wawancara dan dokumentasi, beserta data kepustakaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran Islam mengandung unsur syariah yang berisikan hal-hal yang mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan antar sesama (hablu min nas)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBULATAN TIMBANGAN PADA PT. TIKI JALUR NUGRAHA EKAKURIR DI JALAN KARIMUN JAWA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBULATAN TIMBANGAN PADA PT. TIKI JALUR NUGRAHA EKAKURIR DI JALAN KARIMUN JAWA SURABAYA 57 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBULATAN TIMBANGAN PADA PT. TIKI JALUR NUGRAHA EKAKURIR DI JALAN KARIMUN JAWA SURABAYA A. Analisis Hukum Islam Terhadap Akad Transaksi Pada PT. TIKI Jalur Nugraha

Lebih terperinci

BAB II. Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu : Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang kreditur atas suatu

BAB II. Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu : Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang kreditur atas suatu BAB II KONSEP FIQH TENTANG RAHN DAN MUZARA AH A. Pengertian Gadai Definisi gadai secara umum diatur dalam Pasal 1150 Kitab Undangundang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu : Gadai adalah suatu hak yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Deposito 1. Pengertian Deposito Secara umum, deposito diartikan sebagai simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tidak sesuai dengan kondisi keuangan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tidak sesuai dengan kondisi keuangan yang dimiliki. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya kehidupan masyarakat tidak dapat terlepas dari kegiatan ekonomi. Perilaku ini terlihat dari berbagai macam usaha yang dilakukan manusia untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier tidak semuanya dapat terpenuhi, karena tidak memiliki dana

Lebih terperinci

MURA<BAH{AH BERMASALAH DI BPRS BAKTI MAKMUR

MURA<BAH{AH BERMASALAH DI BPRS BAKTI MAKMUR BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR PENYITAAN BARANG JAMINAN PADA PEMBIAYAAN MURA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURAbah}ah Yang Direalisasi Sebelum Barang Yang Dijual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang yang digadaikan tersebut masih sayang untuk dijual. Pengertian gadai

BAB I PENDAHULUAN. barang yang digadaikan tersebut masih sayang untuk dijual. Pengertian gadai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jasa gadai masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Masyarakat menggadaikan suatu barang karena terdesak kebutuhan dana, sementara barang yang digadaikan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muamalah adalah ketetapan-ketetapan Allah SWT yang mengatur hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Muamalah adalah ketetapan-ketetapan Allah SWT yang mengatur hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muamalah adalah ketetapan-ketetapan Allah SWT yang mengatur hubungan manusia dengan lainnya yang terbatas pada aturan-aturan pokok, dan seluruhnya tidak diatur secara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN LETTER OF CREDIT PADA BANK MANDIRI SYARI AH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN LETTER OF CREDIT PADA BANK MANDIRI SYARI AH BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN LETTER OF CREDIT PADA BANK MANDIRI SYARI AH A. Analisis Terhadap Aplikasi Pembiayaan Ekspor Impor Melalui Leter of Credit (L/C) di Bank Mandiri Syari ah

Lebih terperinci

MUD{A<RABAH DALAM FRANCHISE SISTEM SYARIAH PADA KANTOR

MUD{A<RABAH DALAM FRANCHISE SISTEM SYARIAH PADA KANTOR BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD MUD{A

Lebih terperinci