PENDIDIKAN STEM DALAM ENTREPRENEURIAL SCIENCE THINKING ESciT : SATU PERKONGSIAN PENGALAMAN DARI UKM UNTUK ACEH
|
|
- Indra Chandra
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENDIDIKAN STEM DALAM ENTREPRENEURIAL SCIENCE THINKING ESciT : SATU PERKONGSIAN PENGALAMAN DARI UKM UNTUK ACEH Muhammad Syukri 1*, Lilia Halim 2 dan T. Subahan Mohd. Meerah 2 1 Pend. Fisika, FKIP, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia 2 Fakulti Pendidikan, Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, Malaysia * syukri.physics@unsyiah.net Abstrak Artikel ini bertujuan untuk berbagi pengalaman mengenai program penelitian pengintegrasian pendidikan STEM dalam pengajaran dan pembelajaran sains di sekolah dasar dan menengah yang telah dijalankan oleh Fakulti Pendidikan, UKM (Universiti Kebangsaan Malaysia). Program pendidikan STEM tersebut adalah berupa pengintegrasian pemikiran kewirausahaan ke dalam pengajaran dan pembelajaran sains melalui kemahiran proses sains. Pengintegrasian ini kami istilahkan dengan sebutan ESciT (Entrepreneurial Science Thinking) atau dalam bahasa Indonesia PeSaK (Pemikiran Sains Kewirausahaan). ESciT merupakan suatu proses pengintegrasian pengetahuan sains secara inovatif dan kreatif dengan pemikiran yang berorientasikan kewirausahaan. Konsep ESciT sendiri lahir dari pada perbandingan dan persamaan antara langkah-langkah dalam kemahiran proses sains (science process skill) dan pemikiran kewirausahaan. Produk yang kami hasilkan dari program penelitian pengintegrasian ini adalah modul ESciT. Modul EScit juga telah kami lakukan pengujian di beberapa sekolah rendah dan menengah di Malaysia. Hasil dari pengujian modul ESciT tersebut menunjukkan bahwa selain prestasi dan minat pelajar dalam pembelajaran sains meningkat, sikap dan pandangan mereka terhadap kewirausahaan juga menunjukkan hasil yang positif. Pelajar menjadi lebih menyadari dan memahami relevansi antara pengetahuan sains yang mereka pelajari di kelas dengan kehidupan sehari-hari. Diharapkan melalui huraian penjelasan secara terperinci artikel ini mengenai Konsep ESciT, modul ESciT, serta aktivitas pelajar dan peran guru dalam setiap langkah modul ESciT dapat dijadikan sebagai salah satu masukkan bagi guru dan pemerintah Aceh dalam mengaplikasikan pengintegrasian pendidikan STEM dalam kurikulum pendidikan sains sekolah dasar dan menengah. Kata kunci: Pendidikan STEM; ESciT (Entrepreneurial Science Thinking); Modul ESciT. Pengantar Istilah STEM awal sekali bermula pada tahun 1990-an. Pada waktu itu, kantor NSF (National Science Foundation) Amerika Serikat, menggunakan istilah SMET sebagai singkatan untuk Science, Mathematics, Engineering, & Technology. Namun seorang pegawai NSF tersebut melaporkan bahwa SMET hampir berbunyi seperti smut dalam pengucapannya, sehingga diganti dengan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics [1]. Jadi dalam konteks Indonesia, STEM merujuk kepada empat bidang ilmu pengetahuan, yaitu sains, teknologi, teknik, dan matematika. 105
2 Sedangkan pendidikan STEM pula merujuk kepada pengintegrasian konsep desain teknologi/teknik dalam pengajaran dan pembelajaran sains/matematik di kurikulum sekolah [2]. Selain itu, pendidikan STEM juga bisa didefinisikan sebagai suatu pendekatan pengajaran dan pembelajaran antara mana-mana dua atau lebih dalam komponen STEM atau antara satu komponen STEM dengan disiplin ilmu lain [3]. Pendekatan pendidikan STEM dalam artikel ini lebih merujuk kepada definisi yang diberikan oleh [3], yaitu mengintegrasikan pemikiran kewirausahaan dalam pengajaran dan pembelajaran pendidikan sains di sekolah. Pada umumnya, pengintegrasian pendidikan STEM dalam pengajaran dan pembelajaran boleh dijalankan pada semua tingkatan pendidikan, mulai dari sekolah dasar sampai universitas. Ini mungkin dilakukan karena aspek pelaksanaan STEM seperti kecerdasan, kreatifitas, dan kemampuan desain tidak tergantung kepada usia [2,4]. Inisiatif pengintegrasian STEM dalam kurikulum pendidikan di sekolah merupakan salah satu usaha untuk mempertingkatkan atau menggalakkan pelajar meminati dan terlibat dalam bidang-bidang STEM. Pada waktu ini, minat pelajar terhadap bidangbidang STEM di berbagai negara seperti Amerika, Inggris, Malaysia, dan juga Indonesia mengalami penurunan, sedangkan keperluan negara dan industri untuk latar belakang bidang STEM ini semakin tinggi [5]. Selain untuk meningkatkan minat pelajar, ide pengintegrasian STEM juga merupakan buah pikiran dari pandangan bahwa antara sains, teknologi, teknik, dan matematika dalam perkembangan dunia pendidikan dan pekerjaan abad ke-21 ini saling memerlukan antara satu dengan lainnya. Oleh itu, dalam menghadapi tantangan pendidikan dan pekerjaan tersebut, kita memerlukan pelajar yang tangguh mempersiapkan diri dalam bidang-bidang tersebut. Salah satu caranya ialah dengan memperkenalkan dan memahirkan mereka dengan kemahiran-kemahiran bidang STEM, iaitu melalui pengintegrasian pendidikan STEM dalam kurikulum pendidikan sekolah dasar dan menengah. Pengintegrasian pendidikan STEM dalam kurikulum sekolah dasar dan menengah di berbagai negara, seperti Amerika, Inggris, Australia, China, dan Korea Selatan telah mulai disusun dan dilaksanakan. Untuk itu, Indonesia khususnya Aceh mulai sekarang sudah boleh memikirkan dan menjalankan pengintegrasian pendidikan STEM dalam kurikulum pendidikan sekolah rendah dan menengah. Hal ini bertujuan bagi memastikan kurikulum pendidikan kita dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkompeten dalam bidang-bidang STEM. Seperti yang telah dikemukakan pada bagian awal tadi, bahwa pengintegrasian pendidikan STEM tidak hanya dapat dilakukan antara bidang-bidang komponennya, tetapi juga dapat dilakukan pengintegrasian antara salah satu bidang komponen STEM dengan bidang ilmu lainnya. Dalam artikel ini, penulis akan mengemukakan salah satu contoh program pengintegrasian pendidikan STEM dalam kurikulum pendidikan sekolah dasar dan menengah yang telah dikaji dan dilaksanakan oleh Fakulti Pendidikan, UKM (Universiti Kebangsaan Malaysia) [6], di mana penulis juga ikut terlibat dalam kajiannya. Hasil dari program pengintegrasan ini adalah sebuah modul pemikiran sains kewirausahaan yang kami sebut dengan modul ESciT atau modul PeSaK. Untuk memperoleh sedikit gambaran mengenai modul ESciT, artikel ini mencoba untuk menguraikan beberapa hal mendasar dalam penyusunan dan pengaplikasian modul ESciT. Meliputi penjelasan mengenai konsep pemikiran sains kewirausahaan (PeSaK), modul PeSaK, serta aktivitas pelajar dan peran guru dalam setiap langkah modul PeSaK. Diharapkan dari penjelasan beberapa hal tersebut, oleh guru sains dapat dijadikan sebagai salah satu masukan atau pembanding dalam melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sains, khususnya guru sains di Aceh bagi memastikan pelajar yang cekap dan dapat menghadapi tantangan dan perkembangan zaman. 106
3 ESciT (Entrepreneurial Science Thinking) Konsep ESciT. ESciT merupakan singkatan dari Entrepreneurial Science Thinking atau dalam bahasa Malaysia dan Indonesia dapat diganti dengan pemikiran sains keusahawanan/kewirausahaan (PeSaK). PeSaK ialah suatu konsep pengajaran dan pembelajaran sains untuk melahirkan pelajar yang memiliki pemikiran kewirausahaan. PeSaK dihasilkan oleh dua orang dosen dari Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), yaitu Prof. Dr. Lilia Halim dan Prof. Dr. Nor Aishah Buang. Konsep PeSaK ini, mereka rumuskan melalui hasil analisis wawancara dengan 20 saintis yang telah menjadi pengusaha sukses dan pemikir-pemikir dalam bidang inovasi. Dari hasil analisis tersebut, menunjukkan bahwa saintis yang berhasil menghasilkan ide atau produk berdasarkan ilmu sains ialah melalui penggabungan kemahiran proses sains dan pemikiran kewirausahaan. Oleh itu, konsep PeSaK dibina berdasarkan hubungan antara langkah-langkah dalam kemahiran proses sains dan pemikiran kewirausahaan. Pemikiran kewirausahaan merujuk kepada fenomena kognitif mencari idea dan peluang kewirausahaan yang inovatif dan kreatif [6]. Sedangkan kemahiran proses sains adalah cara pandang seseorang dalam melihat sains lebih kepada satu pendekatan proses dari pada sains hanya sebagai ilmu pengetahuan [4]. Berikut adalah langkah-langkah dari kemahiran proses sains (science process skill) dan pemikiran kewirausahawan yang mempunyai hubungan antara satu dengan lainnya. Langkah pertama membuat pengamatan dan langkah kedua menguraikan masalah atau fenomena dalam kemahiran proses sains memiliki hubungan dengan langkah pertama mengamati lingkungan sekitar dengan sengaja dan langkah kedua mencari keperluan idea baru dalam pemikiran kewirausahaan. Langkah pertama dan kedua kemahiran proses sains ini membolehkan pelajar untuk memahami mengapa sesuatu fenomena bisa terjadi dan menguraikan fenomena tersebut melalui pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana. Begitu juga dengan langkah pertama dan kedua pemikiran kewirausahaan, yaitu sengaja mengamati lingkungan sekitar dan menemukan sesuatu idea baru yang bisa dilakukan. Jadi jelas langkah pertama dan kedua kemahiran proses sains memiliki hubungan dengan langkah pertama dan kedua pemikiran kewirausahaan. Langkah ketiga kemahiran proses sains membuat hipotesis, sama dengan langkah ketiga pemikiran kewirausahaan merumuskan ide. Jika saintis membuat hipotesis, selalunya bertanya apabila A begini, maka B akan begitu dan banyak lagi. Begitu juga dengan pengusaha, akan membuat ide berdasarkan prinsip jika ide A diterima apa yang akan terjadi pada ide B dan seterusnya. Ide yang dihasilkan ini bisa dalam bentuk produk maupun teknik yang berfungsi dalam lingkungan kewirausahaan [7,8]. Langkah keempat kemahiran proses sains memilih satu hipotesis memiliki hubungan yang sama dengan langkah keempat pemikiran kewirausahaan memilih satu ide dan buat dalam bentuk produk. Untuk memilih satu hipotesis, saintis menimbang berbagai faktor dan kemungkinan. Begitu juga dengan pengusaha, melakukan hal yang sama untuk memilih satu ide dan kemudian dibuat dalam bentuk suatu produk. Langkah kelima kemahiran proses sains membuat eksperimen sama dengan langkah keempat kemahiran kewirausahaan seperti yang telah disebutkan sebelumnya memilih satu ide dan buat dalam bentuk produk. Setelah memilih satu hipotesis, saintis akan melakukan eksperimen untuk membuktikan hipotesis tersebut. Begitu juga dengan pengusaha, produk yang akan dibuat tentu dari ide yang dianggap paling sesuai. 107
4 Yang terakhir, langkah keenam kemahiran proses sains menilai hasil eksperimen terhadap hipotesis, memiliki hubungan dengan langkah kelima pemikiran kewirausahaan menilai produk dengan keperluan lingkungan sekitar dari aspek biaya, pemasaran, dan manfaatnya. Saintis dan pengusaha selalunya akan menilai apa yang telah mereka lakukan atau hasilkan dengan hipotesis atau rancangan sebelumnya. Persamaan pada langkah-langkah kemahiran proses sains dan pemikiran kewirausawanan inilah yang menjadi salah satu latar belakang lahirnya konsep pemikiran sains kewirausahaan (PeSaK). Secara ringkas, bagaimana hubungan antara langkah-langkah kemahiran proses sains dan pemikiran kewirausahaan dalam melahirkan lima langkah pemikiran sains kewirausahaan dapat dilihat seperti pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Hubungan Langkah-langkah dalam kemahiran proses sains, pemikiran kewirausahaan, dan pemikiran sains kewirausahaan (PeSaK). Kemahiran Proses Sains Pemikiran Kewirausahaan Pemikiran Sains Kewirausahaan (PeSaK) 1. Mengamati fenomena 1. mengamati lingkungan sekitar dengan sengaja 1. Mengambil inisiatif untuk membuat pengamatan dengan sengaja, bertujuan, dan secara langsung 2. Menguraikan masalah/fenomena 3. Membuat hipotesis 2. mencari keperluan idea baru 3. merumuskan ide 2. Mencari dan memikirkan keunikan atau kelainan pada sesuatu fenomena yang diamati dalam bentuk ide, sistem, model, desain, atau produk 3. Memilih satu hipotesis 5. Membuat eksperimen 6. Menilai hasil eksperimen terhadap hipotesis 4. memilih satu ide dan mewujudkannya dalam bentuk produk 5. menilai produk dengan keperluan lingkungan sekitar dari aspek biaya, pemasaran, dan manfaatnya 3. Memilih beberapa ide yang bisa diinovasikan dari langkah sebelumnya serta menilai ide-ide tersebut 4. Menetapkan dan memperbaiki ide produk yang telah dipilih 5. Memastikan ide atau produk yang dihasilkan bermanfaat untuk masyarakat Modul ESciT. Kelima langkah pemikiran sains kewirausahaan yang dikonsepkan dari pada perbandingan langkah-langkah kemahiran proses sains dan pemikiran kewirausahaan seperti pada tabel 1, selanjutnya oleh Prof. Dr. Lilia Halim dan Prof. Dr. Nor Aishah Buang diterjemahkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran modul ESciT atau modul PeSaK yang telah mereka hasilkan. Kelima langkah tersebut dalam modul ESciT diwakili oleh langkah pengamatan (observe), ide baru (new idea), inovasi (innovation), kreasi (creativity), dan nilai (society). Kelima langkah ini melibatkan aktivitas pelajar yang berbeda untuk setiap langkahnya. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, sebaiknya pengajaran dan pembelajaran modul ESciT ini dilakukan secara berkelompok. Hal ini dilakukan agar mereka dapat saling bertukar pikiran dalam mengali ide-ide kreatif. Tentu selain itu, arahan dan bimbingan guru juga tetap diperlukan. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah penjelasan dan gambaran singkat untuk setiap langkah dalam modul EScit, serta aktivitas yang harus dijalankan oleh pelajar untuk setiap langkahnya. 108
5 Langkah Pengamatan (Observe). Pada langkah pengamatan ini, pelajar diminta untuk melakukan pengamatan terhadap berbagai fenomena yang terdapat dalam lingkungan kehidupan sehari-mereka yang mempunyai kaitan dengan konsep sains yang sedang diajarkan. Sebagai contoh, misalnya guru ingin mengajarkan topik energi, maka pelajar diminta untuk mencari informasi sebanyak mungkin mengenai energi. Mulai dari apa itu energi, jenis-jenis energi, sumber-sumber yang menghasilkan energi, alat-alat kehidupan yang menggunakan sumber energi, dan lain sebagainya. Pengamatan ini dapat dilakukan dengan mengamati secara langsung dalam kehidupan sehari-hari atau juga bisa menggunakan teknologi seperti pencarian online melalui internet. Untuk memudahkan dalam melakukan langkah pengamatan ini, pelajar dapat membaginya menjadi dua tahap. Tahap pertama, pelajar mencari informasi sebanyak mungkin dari berbagai sumber, seperti dari guru, keluarga, teman, atau internet. Seterusnya pada tahap kedua, dilanjutkan dengan merumuskan dan menguraikan semua informasi yang telah diperoleh serta disesuaikan dengan konsep energi yang sedang dipelajari. Langkah Ide Baru (New Idea). Setelah pelajar mengamati dan memperoleh informasi mengenai berbagai fenomena atau produk yang berhubungan dengan topik sains yang dibahas, seterusnya pelajar melaksanakan langkah idea baru. Pada langkah ini, pelajar diminta untuk mencari sesuatu yang baru atau unik dari berbagai fenomena yang telah diamati. Sebagai contoh untuk topik energi tadi, dari berbagai informasi dan produk yang berhubungan dengan energi, selanjutnya pelajar diminta mencari dan memikirkan satu ide baru yang berbeda dari ide atau produk yang sudah ada. Baik itu dari aspek fungsinya, teknologi, maupun cara kerjanya. Untuk dapat menemukan suatu ide yang baru, pelajar pada langkah ini memerlukan kemahiran dalam menganalisis dan berfikir kritis. Langkah Inovasi (Innovation). Pada langkah inovasi ini, pelajar diminta untuk menguraikan hal-hal apa saja yang harus dilakukan agar ide yang telah dihasilkan pada langkah ide baru sebelumnya dapat diaplikasikan. Inovasi dalam modul ESciT ini merujuk kepada usaha untuk menambah atau memperbaiki sesuatu ide atau produk menjadi lebih baik. Untuk menghasilkan inovasi ini, sebaiknya pelajar melakukannya secara berdiskusi dan memaparkan semua ide di dalam kelompok masing-masing. Agar inovasi yang dihasilkan lebih bermakna, sebaiknya beberapa hal berikut harus diperhatikan dan didiskusikan bersama, seperti; apakah ide yang dihasilkan merupakan sesuatu yang baru?, apakah ide tersebut realistis untuk diaplikasikan?, apa kelebihan ide ini dengan idea atau produk sebelumnya?, dan sebagainya. Untuk itu, diharapkan semua anggota kelompok dapat aktif memberikan tanggapan yang kreatif. Langkah Kreasi (Creativity). Seterusnya langkah keempat dalam modul EScit adalah adalah langkah kreasi. Langkah ini merupakan pelaksanaan semua saran dan pandangan hasil diskusi mengenai ide sesuatu produk baru yang ingin di aplikasikan. Tentu pengaplikasian oleh pelajar ini tidak dalam bentuk produk sebenarnya, melainkan dalam bentuk sketsa dan gambar. Salah seorang dari anggota kelompok yang pandai dalam menggambar dipilih untuk menterjemahkan semua ide-ide yang bernilai inovasi yang telah didiskusikan sebelumnya menjadi sebuah gambar produk sains. Pelajar dapat mengaplikasikannya dalam bentuk miniatur atau sketsa dan gambar. Kreasi gambar atau sketsa yang dihasilkan sebaiknya digambarkan secara keseluruhan dari berbagai posisi, terutamanya pada bagian yang terdapat ide inovasinya, baik itu tampak depan, samping, maupun atas. Langkah Nilai (Society). Langkah terakhir yang harus dijalankan oleh pelajar dalam modul ESciT adalah langkah nilai. Nilai yang dimaksud di sini adalah nilai yang dimiliki oleh ide produk yang dihasilkan pelajar bagi kehidupan sosial sebenarnya (society). Pada langkah ini, pelajar diminta untuk menjalankan dua aktivitas, yaitu 109
6 mengumpulkan pandangan masyarakat mengenai ide produk melalui survey dan seterusnya menganalisisnya. Langkah ini sebaiknya dijadikan sebagai perkejaan rumah pelajar setelah pulang sekolah. Pelajar diminta untuk mencari sekurangkurangnya lima orang tetangganya untuk menjawab beberapa pertanyaan seperti; bagaimana pandangan mereka mengenai produknya, apakah produk ini bisa dijual, apakah dapat berguna bagi masyarakat, dan berapa harga paling sesuai untuk produk tersebut. Seluruh jawaban dari koresponden untuk semua pertanyaan tersebut, seterusnya secara analisis sederhana disimpulkan oleh pelajar. Terakhir sekali pelajar akan mempresentasikan produk dan juga hasil analisis pandangan masyarakat terhadap produk tersebut kepada semua pelajar di depan kelas. Modul ESciT yang dihasilkan oleh UKM ini, di beberapa sekolah rendah dan sekolah menengah di Malaysia telah diuji penggunaannya. Dalam pengujian tersebut didapati bahwa pengetahuan, sikap, dan minat pelajar terhadap sains semakin meningkat dan positif. Di samping minat untuk menjadi seorang wirausahaan dalam bidang sains juga meningkat. Beberapa contoh hasil produk pelajar setelah mengikuti pengajaran dan pembelajaran sains menggunakan modul ESciT dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini. Gambar 1. Contoh-contoh Produk ESciT yang Dihasilkan oleh Pelajar Peran Guru dalam Modul ESciT. Dalam proses pengajaran dan pembelajaran pemikiran sains kewirausahaan dengan menggunakan modul ESciT ini, guru punya andil yang besar dalam memastikan semua langkah aktivitas modul dapat dijalankan dengan benar oleh pelajar. Oleh itu, guru dituntut agar dapat menggunakan pendekatan yang sesuai untuk setiap langkahnya. Berikut adalah uraian singkat mengenai peran atau pendekatan yang dapat dilakukan oleh guru sains sewaktu melaksanakan proses pengajaran dan pembelajaran pemikiran sains kewirausahaan dengan menggunakan modul ESciT. Dalam Langkah pengamatan (observe) atau langkah mengambil inisiatif untuk membuat pengamatan dengan sengaja, bertujuan, dan secara langsung ini. 110
7 Guru berperan dalam memastikan seluruh pelajar untuk membuat pengamatan mengenai semua fenomenan dalam kehidupan sehari-hari mereka yang berhubungan dengan konsep sains yang sedang atau telah dipelajari. Pengamatan ini tidak terbatas hanya menggunakan panca indra saja, tetapi juga bisa melalui bahan bacaan, internet, atau juga wawancara dengan pengusaha dan pakar sains secara langsung. Untuk menemukan keunikan fenomena yang diamati, guru mengarah pelajar untuk menguraikan semua aspek yang terdapat pada fenomena yang diamati. Dengan penguraian ini, diharapkan pelajar dapat menemukan kekurangan atau hal yang belum ada dari fenomena yang diamati, agar seterusnya mereka dapat memikirkan satu atau lebih hal yang boleh ditambah pada fenomena tersebut. Agar pelajar menemukan ide yang benar-benar baru, unik, dan kreatif dalam langkah ide baru (new idea) ini. Guru berperan dalam memberi motivasi dan dalam memastikan pelajar untuk dapat menggunakan semua imajinasi berfikir mereka sewaktu menjalankan langkah ini. Pada umumnya, langkah ide baru ini memerlukan proses dan waktu yang relatif lama dari langkah-langkah lainnya. Untuk itu guru haruslah bijak dalam memberikan arahan kepada pelajar mengenai bagian-bagian apa saja dari fenomena yang telah diamati yang perlu dipikirkan untuk ditambahkan ide baru atau perubahan. Seterusnya untuk langkah inovasi (innovation) atau langkah memilih beberapa ide dari langkah kedua yang bisa diinovasikan serta menilai ide-ide tersebut, guru meminta setiap kelompok pelajar untuk menguraikan semua aspek dari ideide yang telah mereka pikirkan pada langkah dua sebelumnya, seperti biaya, bahan, tingkat kesukaran, dan manfaatnya apabila ide tersebut dibuat dalam bentuk sebenarnya. Setelah pelajar menguraikan semua aspek dari ide-ide tersebut, guru selanjutnya mengarahkan pelajar untuk berdiskusi sesama teman kelompok untuk menilai ide yang mana yang paling sesuai untuk dikreasikan dan didesain. Dalam langkah keempat modul ESciT, yaitu langkah menetapkan dan memperbaiki ide produk yang telah dipilih (creativity), guru bertindak sebagai fasilitator dalam menggalakan pelajar menggunakan imajinasi berpikir untuk menterjemahkan ide yang telah mereka dipilih menjadi suatu produk yang inovatif. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, produk yang dimaksud pada langkah ini adalah draf gambar atau sketsa dari produk sebenarnya. Untuk itu, guru harus dapat memastikan semua ide yang telah mereka hasilkan pada langkah inovasi sebelumnya terdapat pada sketsa produk yang mereka gambarkan. Terakhir sekali untuk langkah society modul ESciT, guru menjelaskan dan membantu pelajar mengenai tata cara bagaimana melakukan survey yang baik dan benar. Pelajar diarahkan untuk memilih sekurang-kurangnya lima orang koresponden, boleh terdiri dari teman kelas lain, para guru, ataupun tetangga di rumah. Pada langkah ini, guru juga berperan dalam menyediakan beberapa pertanyaan mengenai produk yang dihasilkan oleh pelajar untuk digunakan pada waktu survey. Setelah survey dijalankan, guru mengarahkan pelajar melakukan analisis persentase sederhana dan melaporkannya di depan kelas bersama dengan produk mereka. Kesimpulan Perkembangan sains dan teknologi yang begitu pesat telah menuntut kita untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam menghadapinya. Salah satunya ialah dengan mempersiapkan generasi penerus yang berliterasi dalam bidang-bidang STEM (Science, Technology, Engineering, & Mathematics). Di beberapa negara maju telahpun mulai mengaplikasikan pengintegrasian STEM ini dalam kurikulum sekolah dasar dan menengah mereka. Untuk itu, pendidikan sekolah dasar dan 111
8 menengah di Aceh mulai dari sekarang sudah dapat mempersiapkan diri dalam melaksanakan pengaplikasian pendidikan STEM ini. Guru sebagai ujung tombak pelaksana pengajaran dan pembelajaran di sekolah, dituntut harus mampu mengembangkan pendekatan pengajaran yang sesuai dalam pengaplikasian metode ini. Oleh itu, melalui artikel ini kami ingin berbagi pengalaman dengan guru, terutamanya guru sains mengenai pengaplikasian pengintegrasian pendidikan STEM dalam pengajaran dan pembelajaran sains di sekolah dasar dan sekolah menengah, yaitu dengan menggunakan pendekatan modul ESciT. Dari hasil penelitian yang telah kami lakukan pada beberapa sekolah dasar dan sekolah menengah di Malaysia, menunjukkan bahwa pengajaran dan pembelajaran sains yang menggunakan modul ESciT secara keseluruhan menunjukkan hasil positif bagi pelajar. Selain prestasi dan minat terhadap sains lebih meningkat, pelajar juga menunjukkan sikap positif terhadap dunia kewirausahaan. Pelajar menjadi lebih menyadari dan memahami relevansi antara pengetahuan sains yang mereka pelajari di kelas dengan kehidupan sehari-harinya. Referensi [1] Sanders, Mark STEM, STEM Education, STEMmania. The Technology Teacher. 2 (2009), [2] Sanders, M., Hyuksoo. K., Kyungsuk, P. & Hyonyong, L. Integrative STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) Education: Contemporary Trends and Issues. Secondary Education 59 (2011), [3] Becker, K. & Park, K. Effects of integrative approaches among science, technology, engineering, and mathematics (STEM) subjects on students learning: A preliminary meta-analysis. Journal of STEM Education. 12 (2011), [4] Padilla, M. The science process skills. Research Matters-to the Science Teacher, [5] Information on BLS (Bureau of Labor Statistics), U.S Occupational Employment Projections to [16 May 2012]. [6] Buang, N.A., Halim, L., & Mohd Meerah, T.S. Understanding the Thinking of Scientists Entrepreneurs: Implications for Science Education in Malaysia. Journal of Turkish Science Education. 6(2009), [7] Baron, R. Psychological perspectives on entrepreneurship: Cognitive and social factors in entrepreneurs success. Current Directions in Psychological Science. 9 (2000), [8] Drucker, P. F. Innovation and Entrepreneurship. New York: Harper Perennial,
PENGEMBANGAN MODUL STEM TERINTEGRASI KEWIRAUSAHAAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DI SMA NEGERI 4 BANDA ACEH
PENGEMBANGAN MODUL STEM TERINTEGRASI KEWIRAUSAHAAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DI SMA NEGERI 4 BANDA ACEH M. Adlim 1, Saminan 2, Siska Ariestia 3 1 Program Studi Kimia FKIP Unsiversitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terkecuali. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) juga. persaingan global yang dihadapi oleh setiap negara, khususnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kini kita telah memasuki abad 21, abad dimana berbagai informasi dapat diperoleh oleh semua orang di penjuru dunia tanpa terkecuali. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang tidak pernah puas, dalam artian manusia terus menggali setiap celah didalam kehidupan yang dapat mereka kembangkan demi memenuhi kebutuhannya.
Lebih terperinciPENGARUH IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN STEM TERHADAP PERSEPSI, SIKAP, DAN KREATIVITAS SISWA. Rizki Hananan Sari
PENGARUH IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN STEM TERHADAP PERSEPSI, SIKAP, DAN KREATIVITAS SISWA Rizki Hananan Sari Prodi Pendidikan IPA PPs Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh Email: rizkihananansari@gmail.com
Lebih terperinciKURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015
KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3c MODEL PROBLEM BASED LEARNING 2 Model Problem Based Learning 3 Definisi Problem Based Learning : model pembelajaran yang dirancang agar peserta
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan.
Lebih terperinciVol. 1 No. 1 Th. Jan-Des 2016 ISSN: PEMBELAJARAN BIOLOGI BERBASIS PENGETAHUAN METAKOGNITIF UNTUK MEMPERSIAPKAN GENERASI ABAD KE-21
PEMBELAJARAN BIOLOGI BERBASIS PENGETAHUAN METAKOGNITIF UNTUK MEMPERSIAPKAN GENERASI ABAD KE-21 Binar Azwar Anas Harfian FKIP Universitas Muhammadiyah Palembang email: binar.azwar@gmail.com Abstrak Isu
Lebih terperinciPERBEDAAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN PENDEKATAN STS, SETS, DAN STEM PADA PEMBELAJARAN KONSEP VIRUS
PERBEDAAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN PENDEKATAN STS, SETS, DAN STEM PADA PEMBELAJARAN KONSEP VIRUS Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Lebih terperinciSyarifah Rahmiza M 1, Adlim 2, Mursal 2. Mahasiswa dan 2 Dosen Program Studi Pendidikan IPA, PPs Unsyiah, Aceh Korespondensi:
PENGEMBANGAN LKS STEM (SCIENCE, TECHNOLOGY, ENGINEERING, AND MATHEMATICS) DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMA NEGERI 1 BEUTONG PADA MATERI INDUKSI ELEKTROMAGNETIK Syarifah Rahmiza
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Permasalahan Kemampuan IPA peserta didik Indonesia dapat dilihat secara Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia semakin berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi. Oleh karena itu peningkatan kualitas pendidikan melalui pembaharuan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan kajian, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Proses pengembangan modul pembelajaran geometri berdasarkan teori Van Hiele dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki abad ke 21 persaingan dan tantangan di semua aspek kehidupan semakin besar. Teknologi yang semakin maju dan pasar bebas yang semakin pesat berkembang mendorong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aktifitas yang berupaya untuk mengembangkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aktifitas yang berupaya untuk mengembangkan atau membangun manusia dan hasilnya tidak dapat dilihat dalam waktu yang singkat melainkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen penting dalam membentuk manusia yang memiliki
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan abad 21 saat ini ditandai oleh pesatnya perkembangan IPA dan teknologi. Terutama pada pembangunan nasional yaitu bidang pendidikan. Oleh karena
Lebih terperinciProfil Keterampilan Memecahkan Masalah Siswa Sekolah Menengah Pertama dalam Penerapan Ekstrakulikuler IPA Berbasis STEM
Profil Keterampilan Siswa Sekolah Menengah Pertama dalam Penerapan Ekstrakulikuler IPA Berbasis STEM Hira Amalia Purnama 1,a), Irma Rahma Suwarma 1,b) dan Didi Teguh Chandra 1,c) 1 Program Studi Pendidikan
Lebih terperincit-7 Prakata x-xi )o-a) v- ix KAI\DIJNGAN Halaman Isi Kandungan
KAI\DIJNGAN Halaman Isi Kandungan Prakata Irnplimentasi Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management) dalam Peningkatan Mutu pendidikan di Riau v- ix x-xi t-7 Merealisasi Pendidilan Serantau yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 menyatakan. bahwa:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berpenduduk tinggi, sesuai data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia tahun 2014 dan 2015 sebesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimana berbagai informasi mudah didapatkan oleh semua orang di. Perkembangan IPTEK yang sangat pesat dapat berimbas pada tantangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah memasuki abad ke-21. Abad 21 merupakan abad dimana berbagai informasi mudah didapatkan oleh semua orang di penjuru dunia tanpa terkecuali. Batasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak rintangan dalam masalah kualitas pendidikan, salah satunya dalam program pendidikan di Indonesia atau kurikulum.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai ilmu dasar memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari penerapan konsep
Lebih terperinciDASAR INOVASI DAN DAYA KEUSAHAWANAN DALAM PENGALAMAN PEMBELAJARAN MENYELURUH PELAJAR UKM
DASAR INOVASI DAN DAYA KEUSAHAWANAN DALAM PENGALAMAN PEMBELAJARAN MENYELURUH PELAJAR UKM (Telah diluluskan oleh Mesyuarat Lembaga Pengarah Universiti Bil. 4/2010 pada 5 Ogos 2010) 1.0 Pengenalan UKM adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai salah satu unsur kehidupan berperan penting dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk mengembangkan potensi diri dan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting didalam pembangunan suatu bangsa. Pendidikan yang berkualitas dapat digunakan sebagai tolak ukur yang paling mendasar
Lebih terperinci2015 PENGARUH PEMBELAJARAN IPA TERPAD U TIPE INTEGRATED TERHAD AP PENGUASAAN KONSEP D AN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PAD A TOPIK TEKANAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang sekarang mulai diterapkan di Indonesia. Penerapan kurikulum didasarkan pada amanat UU Nomor 20 Tahun 2003, bahwa penyelenggaraan
Lebih terperincidan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu komponen yang sangat strategis di dalam pembentukan kualitas sumber daya manusia, yaitu manusia yang mampu menghadapi perubahan dan kemajuan
Lebih terperinciMODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) Definisi/Konsep Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang
Lebih terperinciMuhammadiyah Surakarta. Muhammadiyah Surakarta. Muhammadiyah Surakarta Alamat
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING (DL) DAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) BERBASIS ASSESSMENT FOR LEARNING (AFL) TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI TINGKAT MOTIVASI SISWA
Lebih terperinciArtikel Publikasi Ilmiah Diajukan sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Matematika
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING (DL) DAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) BERBASIS ASSESSMENT FOR LEARNING (AFL) TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI TINGKAT MOTIVASI SISWA
Lebih terperinciEntrepreneurship and Inovation Management
Modul ke: Entrepreneurship and Inovation Management KEWIRAUSAHAAN DAN KARAKTER WIRAUSAHA (ENTREPRENEUR) Fakultas Ekonomi Dr Dendi Anggi Gumilang,SE,MM Program Studi Pasca Sarjana www.mercubuana.ac.id 1.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Kemajuan dunia dibidang ilmu pengetahuan
Lebih terperinciBADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Definisi/Konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia, sehingga manusia mempunyai keterampilan dan keahlian khusus yang dapat meningkatkan
Lebih terperinciPENGANTAR METODOLOGI PENELITIAN (Menemukan Ide Penelitian)
PENGANTAR METODOLOGI PENELITIAN (Menemukan Ide Penelitian) Prof. Dr. Adlim, M.Sc Presentasi pada acara materikulasi mahasiswa S2 Pendidikan IPA Unsyiah, Darussalam Banda Aceh, 11 Agustus 2017 di Banda
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Persoalan budaya dan karakter bangsa saat ini tengah menjadi sorotan. Berbagai permasalahan yang muncul seperti kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu
6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kurikulum Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya tempat berpacu. Istilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) adalah dengan meningkatkan pendidikan. Bangsa yang maju
Lebih terperinci2016 PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT INKUIRI BERJENJANG UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGI INKUIRI GURU IPA SMP
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abad 21 merupakan abad kompetitif di berbagai bidang yang menuntut kemampuan dan keterampilan baru yang berbeda. Perubahan keterampilan pada abad 21 memerlukan perhatian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Di era globalisasi saat ini menuntut setiap manusia agar dapat bersaing untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, berbagai masalah dan tantangan dalam segala aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah membawa perubahan hampir di semua aspek kehidupan manusia, dimana berbagai permasalahan hanya dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu faktor yang mendasar majunya suatu negara. Untuk mampu bersaing, suatu negara harus mengupayakan pendidikan yang bermutu dan berkualitas.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Untuk itu, pendidikan Ilmu Pengetahuan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN TES KETERAMPILAN PROSES SAINS MATERI FLUIDA STATIS KELAS X SMA/MA
PENGEMBANGAN TES KETERAMPILAN PROSES SAINS MATERI FLUIDA STATIS KELAS X SMA/MA Adelia Alfama Zamista 1*), Ida Kaniawati 2 1 Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia, Jalan Dr. Setiabudhi, Bandung, 40154
Lebih terperinciANALISIS BAHAN AJAR KIMIA SMA PADA MATERI KESETIMBANGAN KELARUTAN BERDASARKAN SINTAKS MODEL POE (PREDICT, OBSERVE, EXPLAIN)
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS Strategi Pengembangan Pembelajaran dan Penelitian Sains untuk Mengasah Keterampilan Abad 21 (Creativity and Universitas Sebelas Maret Surakarta, 26 Oktober 2017 ANALISIS
Lebih terperinciPENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING
PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X SMA NEGERI 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : LAKSMI PUSPITASARI K4308019
Lebih terperinciPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru melalui Penelitian & Pengembangan dalam Menghadapi Tantangan Abad-21 Surakarta, 22 Oktober 2016 PENERAPAN MODEL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penunjang roda pemerintahan, guna mewujudkan cita cita bangsa yang makmur dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu Negara terbesar didunia yang termasuk kategori Negara berkembang yang saat ini menempatkan pendidikan sebagai fondasi dan atau penunjang
Lebih terperinciPEMBELAJARAN KREATIF DAN KOLABORATIF PADA ABAD 21 TINJAUAN KURIKULUM Dr. H. Ahmad Zaki Mubarak, M.Si.
PEMBELAJARAN KREATIF DAN KOLABORATIF PADA ABAD 21 TINJAUAN KURIKULUM 2013 Dr. H. Ahmad Zaki Mubarak, M.Si. Disajikan dalam Pelatihan Guru MI Persis Gandok Tasikmalaya, 11 Juli 2017 Outline 1. Kecenderungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu matematika dipelajari pada semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam suatu pendidikan tentu tidak terlepas dengan pembelajaran di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam suatu pendidikan tentu tidak terlepas dengan pembelajaran di sekolah yang menginginkan pembelajaran yang bisa menumbuhkan semangat siswa untuk belajar.
Lebih terperinciEFEKTIVITAS LKS STEM UNTUK MELATIH KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA
EFEKTIVITAS LKS STEM UNTUK MELATIH KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA Ratri Sekar Pertiwi *, Abdurrahman, Undang Rosidin Magister Pendidikan Fisika, FKIP Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro
Lebih terperinciPENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) BERBASIS PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) UNTUK MELATIH KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) BERBASIS PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) UNTUK MELATIH KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS Nur Ana, Herlina Fitrihidajati, Endang Susantini Jurusan Biologi
Lebih terperinciEdu Geography 3 (1) (2014) Edu Geography.
Edu Geography 3 (1) (2014) Edu Geography http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edugeo STUDI KELAYAKAN BAHAN AJAR BERUPA MODUL BERBASIS PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) PADA POKOK BAHASAN KONDISI FISIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abad ke-21 dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi informasi. Abad 21 ditandai dengan perubahan dan pergeseran dalam segala bidang yang berlangsung
Lebih terperinciHHHC9401 KEMAHIRAN NILAI, SIKAP, ETIKA DAN PROFESIONALISME NAMA NURUL AMIRAH BINTI MOKHTAR NOMBOR MATRIK A146234
HHHC9401 KEMAHIRAN NILAI, SIKAP, ETIKA DAN PROFESIONALISME NAMA NURUL AMIRAH BINTI MOKHTAR NOMBOR MATRIK A146234 NAMA PROGRAM KELAS TAMBAHAN SUBJEK KRITIKAL TAHUN 1 FTSM TEMPAT INNOVATION SPACE JAWATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan seseorang. Melalui pendidikan seseorang akan memiliki pengetahuan yang lebih baik serta dapat bertingkah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Problematika yang muncul dibidang pendidikan kejuruan adalah sulitnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Problematika yang muncul dibidang pendidikan kejuruan adalah sulitnya meningkatkan kompetensi peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Sedangkan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Azza Nuzullah Putri, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki sumber daya manusia yang cerdas serta terampil. Hal ini dapat terwujud melalui generasi
Lebih terperinciModul ke: KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN DAN GAMBARAN UMUM. 01Fakultas FASILKOM. Matsani, S.E, M.M. Program Studi SISTEM INFORMASI
Modul ke: 01Fakultas FASILKOM KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN DAN GAMBARAN UMUM Matsani, S.E, M.M Program Studi SISTEM INFORMASI DISIPLIN ILMU KEWIRAUSAHAAN Menurut Thomas W. Zimmerer, Kewirausahaan adalah hasil
Lebih terperinciANALISIS MODEL PEMBELAJARAN PEER LESSON DAN TTW DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS
ANALISIS MODEL PEMBELAJARAN PEER LESSON DAN TTW DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS AriefArdyansyah 1, HanindaBharata 2, SugengSutiarso 2 arryf_ardyan@yahoo.com 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Lebih terperinci(Artikel) Oleh KHOIRUNNISA
PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA (Artikel) Oleh KHOIRUNNISA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2015 PENGARUH
Lebih terperinciCHAPTER 3 KETERAMPILAN UNTUK ABAD 21 DIAN PERMATASARI KUSUMA DAYU
CHAPTER 3 KETERAMPILAN UNTUK ABAD 21 DIAN PERMATASARI KUSUMA DAYU Dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi didunia pendidikan dampaknya sangatlah terasa saat ini dan kedepan. Sehingga orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya peningkatan sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Heri Sugianto, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensi yang dimiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutu pendidikan dalam standar global merupakan suatu tantangan tersendiri bagi pendidikan di negara kita. Indonesia telah mengikuti beberapa studi internasional,
Lebih terperinciMENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATERI SISTEM KOORDINAT DENGAN METODE DISKUSI KELOMPOK DI KELAS VIII-B SMP NEGERI 3 SUBANG
MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATERI SISTEM KOORDINAT DENGAN METODE DISKUSI KELOMPOK DI KELAS VIII-B SMP NEGERI 3 SUBANG Hj. TUTI NURYATI SMP Negeri 3 Subang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk
Lebih terperinciMENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING Laili Fauziah Sufi Magister Pendidikan Matematika Universitas Lampung Email: laili_zia@yahoo.com Abstrak
Lebih terperinciApabila seseorang itu sedar tentang apa yang difikirkan maka adalah mudah baginya untuk mengawal tindakan yang akan diambil seterusnya.
METAKOGNISI (Metacognition) Pengenalan Apabila seseorang itu sedar tentang apa yang difikirkan maka adalah mudah baginya untuk mengawal tindakan yang akan diambil seterusnya. Contoh: Omar sedar yang dia
Lebih terperinciKewirausahaan (1) Erizal, S.Si,M.Kom PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS & TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
Kewirausahaan (1) Erizal, S.Si,M.Kom PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS & TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Pengantar Kewirausahaan Kewirausahaan Kewirausahaan (enterpreneurship)adalah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Dalam Kamus
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Metode Diskusi Metode mengajar merupakan salah satu komponen yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam suatu kegiatan pembelajaran. Metode mengajar merupakan cara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Education For All Global Monitoring Report 2012 yang dikeluarkan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini belum begitu baik. Menurut Education For All Global Monitoring Report 2012 yang dikeluarkan oleh UNESCO, pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. siswa, dan metode belajar mengajar. kegiatan belajar mengajar. Subyek didik selalu berada dalam proses
2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting peranannya dalam upaya membina dan membentuk manusia berkualitas. Perkembangan ilmu pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebab pendidikan merupakan wadah untuk meningkatkan dan. mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran penting dalam kemajuan suatu bangsa, sebab pendidikan merupakan wadah untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia
Lebih terperinciListiani dan Kusuma. Memperkenalkan Penerapan Strategi 1
MEMPERKENALKAN PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK KEPADA GURU SEKOLAH DASAR MELALUI PELATIHAN SINGKAT Introducing the Implementation of Scientific Teaching Method to Elementary
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak diperoleh begitu saja dalam waktu yang singkat, namun memerlukan suatu proses pembelajaran sehingga menimbulkan hasil yang sesuai dengan proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan, pendidikan merupakan aspek yang sangat penting karena dengan pendidikan diharapkan mampu membentuk sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki era kemajuan teknologi dan perdagangan bebas yang dimulai pada awal abad ke-21 diperlukan kesiapan berbagai bidang agar tidak menjadi mangsa pasar bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peserta anak didik pada masa kini tidak hanya mementingkan pada aspek pengetahuannya, melainkan juga pada aspek sikap dan keterampilannya. Khususnya pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
1 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian dan kemampuan manusia, baik yang berada di lingkungan sekolah maupun di luar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal dapat ditempuh mulai dari tingkat terendah yaitu pre-school/
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam kesuksesan yang akan diraih seseorang. Pendidikan formal dapat ditempuh mulai dari tingkat terendah yaitu pre-school/ PAUD,
Lebih terperinciUPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION
MUST: Journal of Mathematics Education, Science and Technology Vol. 1, No. 2, Desember 2016. Hal 199 208. UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dilaksanakan guru dan siswa secara bersama-sama. Inti dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses belajar mengajar, pembelajaran mengandung arti suatu kegiatan yang dilaksanakan guru dan siswa secara bersama-sama. Inti dari pembelajaran tersebut
Lebih terperinci2016 PEMBELAJARAN STEM PAD A MATERI SUHU D AN PERUBAHANNYA D ENGAN MOD EL 6E LEARNING BY D ESIGNTM UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Literasi sains merupakan hal yang penting untuk dikuasai oleh siswa (Gucluer & Kesercioglu, 2012; Rustaman, 2004). Konsep literasi sains memegang peranan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD)
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) Oleh: Laila Katriani, M.Si. Laila_katriani@uny.ac.id Jurusan Pendidikan FISIKA FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Makalah disampaikan dalam PPM Pelatihan
Lebih terperinciJKPM VOLUME 3 NOMOR 2 SEPTEMBER 2016 ISSN :
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA POKOK BAHASAN TRIGONOMETRI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI KELAS X-7 SEMESTER 2 SMA 15 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Sri Wigati SMA N 15 Semarang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan
11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) Model siklus belajar pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 dalam SCIS (Science Curriculum Improvement Study), suatu
Lebih terperinciUniversitas Sebelas Maret, Surakarta, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 57126
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS Strategi Pengembangan Pembelajaran dan Penelitian Sains untuk Mengasah Keterampilan Abad 21 (Creativity and Universitas Sebelas Maret Surakarta, 26 Oktober 2017 ANALISIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan yang begitu ketat dari berbagai macam bidang pada era globalisasi abad 21 ini, salah satunya adalah pada bidang pendidikan. Persaingan yang terjadi pada era
Lebih terperinci1. Ringkasan Hasil Penelitian, Tahun Dosen FPMIPA IKIP PGRI Semarang
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERORIENTASI KEWIRAUSAHAAN UNTUK PENINGKATAN BERPIKIR KREATIF, MINAT BERWIRAUSAHA DAN HASIL BELAJAR SISWA 1 Oleh: Endah Rita Sultiya Dewi 2, Prasetiyo 2, Filia Prima
Lebih terperinciHHHC 9201 KEMAHIRAN KOMUNIKASI NAMA NURUL AMIRAH BINTI MOKHTAR NOMBOR MATRIK A NAMA PROGRAM KELAS TAMBAHAN SUBJEK KRITIKAL TAHUN 1 FTSM
HHHC 9201 KEMAHIRAN KOMUNIKASI NAMA NURUL AMIRAH BINTI MOKHTAR NOMBOR MATRIK A146234 NAMA PROGRAM KELAS TAMBAHAN SUBJEK KRITIKAL TAHUN 1 FTSM TEMPAT INNOVATION SPACE JAWATAN TENAGA PENGAJAR NAMA PENSYARAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Kalimat tersebut adalah bunyi pasal 31 ayat (1) UUD 1945. Pendidikan yang layak adalah pendidikan yang mementingkan
Lebih terperinciOleh : Adi Saputra, M.Pd Pendahuluan
Cara Membuat RPP Kurikulum 2013 Terbaru Tahun Pelajaran 2017-2018 (Mengintegrasikan PPK, Literasi, 4C, dan HOTS) Oleh : Adi Saputra, M.Pd A. Pendahuluan Tahap pertama dalam pembelajaran yaitu perencanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan
Lebih terperinciIMPLEMENTASI WhatsApp MOBILE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MAHASISWA POKOK BAHASAN PENGENALAN KOMPONEN ELEKTRONIKA
IMPLEMENTASI WhatsApp MOBILE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MAHASISWA POKOK BAHASAN PENGENALAN KOMPONEN ELEKTRONIKA Hendrik Pratama 1, Andista Candra Yusro 2 1 Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu tujuan pembelajaran matematika pada sekolah menengah atas adalah siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
Lebih terperinciLAPORAN KURSUS HHHC 9601 LN00029/2015 BIODATA PELAJAR NUR HAKIMAH BINTI ISMADI. UNIVERSITI, THAILAND EXCO PENGANGKUTAN
LAPORAN KURSUS HHHC 9601 Kod Kursus HHHC 9601 Kemahiran Kepimpinan dan Kerja Berpasukan Kod Aktiviti/Projek LN00029/2015 BIODATA PELAJAR NAMA NUR HAKIMAH BINTI ISMADI NOMBOR MATRIK A 144421 FAKULTI FARMASI
Lebih terperinci