I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Volume sampah di DKI Jakarta pada tahun 2005 mencapai meter kubik perhari atau setara dengan ton/hari. Data menunjukkan bahwa sampah padat yang diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang pada tahun 2004 adalah 74,6 persen, sedangkan sisanya dibuang di lokasi-lokasi informal dan tidak terkelola seperti dibuang ke sungai, lahan kosong atau pinggir jalan (Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2005). Hal tersebut antara lain disebabkan karena Pemerintah DKI Jakarta melalui Dinas Kebersihan, menerapkan sistem pengelolaan sampah dengan bertumpu pada penimbunan sampah di TPA. Oleh karena itu, proses distribusi dan transportasi menjadi penting, padahal Dinas Kebersihan DKI Jakarta hanya memiliki 785 buah truk sampah dari jumlah ideal sebanyak buah truk atau sebesar 60,4% (Wardhani, 2004). Selain itu, sistem tersebut juga sangat bergantung pada keberadaan TPA yang semakin banyak tantangannya, mulai dari kapasitas TPA yang tidak sesuai dengan timbulan sampah, kesulitan mencari lahan yang sesuai dan penolakan warga sekitar TPA. Untuk penanganan sampah, Pemerintah DKI Jakarta memberikan subsidi sebesar Rp. 63 Milyar pertahun, sementara hasil pungutan retribusi sampah hanya mencapai Rp. 8 Milyar (Karyono, 2004). Dalam kenyataan empiris, permasalahan sampah telah menjadi wacana sosial yang meluas dan eksesif, baik bagi pemerintah maupun masyarakat. Sebagian besar sampah di DKI Jakarta berasal dari rumah tinggal atau permukiman (52,97 persen). Sumber sampah lainnya adalah pasar temporer dan Pasar Jaya (4,00 persen), sekolah (5,32 persen), perkantoran (27,35 persen), industri (8,97 persen) dan lain-lain (1,4 persen). Dengan komposisi sampah organik sebesar 55,37 persen, sampah plastik 13,25 persen dan sampah kertas 20,57 persen, maka program daur ulang sangat potensial untuk dikembangkan (Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2005). Apabila setengah saja dari sampah organik didaur ulang menjadi kompos secara individual seperti yang dilakukan di Kampung Banjarsari Cilandak Barat, yaitu sebesar 32,5 persen dari total volume sampah (Wardhani, 2004), maka untuk seluruh DKI Jakarta kapasitasnya hampir menyamai TPST Bojong yang direncanakan dapat

2 2 mengolah sampah sebanyak 33 persen dari total volume sampah DKI Jakarta. Padahal jumlah tersebut belum termasuk kegiatan daur ulang plastik dan kertas. Salah satu paradigma baru dalam pengelolaan sampah adalah perubahan dalam pendekatan pengelolaan sampah yang semula dianggap hanya sebagai pusat biaya (cost center) menjadi peluang untuk menghasilkan energi dari sampah dan produk daur ulang sampah. Pergeseran ke arah paradigma baru dalam pengelolaan sampah tersebut perlu terus dikembangkan, baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat. Upaya menumbuhkembangkan industri daur ulang sampah yang mampu menyerap banyak tenaga kerja dan konversi sampah menjadi energi listrik, sejalan dengan rencana sepuluh tahun ke depan sistem pengelolaan sampah di DKI Jakarta. Salah satu faktor kunci dalam efektivitas dan efisiensi daur ulang sampah dan pemanfaatan energi dari sampah adalah pemilahan sampah dari sumbernya melalui partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah DKI Jakarta dalam pengelolaan sampah perlu dikaji ulang, dengan menjadikan partisipasi masyarakat sebagai mainstream dalam kebijakan pengelolaan sampah. Partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan cara mengubah pandangan masyarakat terhadap sampah, dari barang negatif menjadi barang positif, sehingga kegiatan pengolahan sampah diminati sebagai salah satu kegiatan ekonomi. Selain itu, partisipasi masyarakat perlu dioptimalkan melalui upaya swakelola sampah oleh masyarakat dalam skala kawasan. Desentralisasi pengelolaan sampah berbasis masyarakat tersebut harus segera dimulai, sebab pemerintah DKI Jakarta tidak dapat lagi bergantung pada pengadaan Tempat Pembuangan Akhir atau Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPA/TPST) yang umumnya bermasalah, terutama aspek sosial berupa penolakan masyarakat sekitar TPA/TPST (Hadi, 2004). Dalam pengelolaan sampah, Pemerintah DKI Jakarta perlu mengenali efisiensi jangka panjang sebagai paradigma baru dalam manajemen, dan tidak menekankan pada solusi jangka pendek. Konversi sampah secara proaktif tidak hanya berdampak pada efisiensi pengelolaan sampah dalam jangka panjang, tetapi juga bermanfaat positif bagi lingkungan (Gumbira-Sa id, 2005). Problem pengelolaan sampah sebenarnya bukan problem teknologi, tetapi implementasi dari teknologi itu sendiri, sebab teknologi pengomposan dan teknologi daur ulang sudah dimiliki, baik dalam skala kecil maupun skala industri, seperti yang dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan

3 3 Teknologi atau BPPT (BPPT, 2004). Banyak aspek yang mempengaruhi keberhasilan penerapan teknologi dalam pengelolaan sampah perkotaan, diantaranya adalah pola kebijakan yang sentralistik dan bersifat top-down. Aspek lainnya adalah problem sosial yang muncul dalam bentuk rendahnya kesadaran kolektif masyarakat terhadap penanganan sampah, meskipun hal tersebut bukan berarti tidak dapat berubah. Problem sosial tersebut muncul lebih karena rendahnya upaya pelibatan masyarakat dan proses internalisasi sejak awal dikembangkannya suatu program. Untuk itu, kajian aspek sosial khususnya perilaku masyarakat berkaitan dengan upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, perlu segera dilakukan, sebab setiap orang pada dasarnya memiliki pemahaman dan pengetahuan tertentu tentang sampah. Pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang sampah yang sangat beragam, telah menjadi dasar munculnya kesadaran dan perilaku kolektif terhadap sampah. Meskipun demikian, pemahaman, perilaku dan kesadaran masyarakat pada tingkat tertentu dapat diubah untuk tujuan perubahan (Sarwono, 1995). Oleh karena itu, penanganan masalah sampah harus dimulai dari perubahan tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang sampah, yang kemudian diharapkan berimplikasi pada perubahan perilaku dan tindakan positif masyarakat terhadap sampah. Dalam konteks permasalahan sampah, gagasan tentang pengelolaan sampah dengan melibatkan masyarakat, terutama pada tahap pemilahan sampah menjadi dua yaitu organik dan anorganik, sebenarnya sudah pernah digulirkan pada tahun 1983-an oleh BPPT. Pemerintah DKI Jakarta sebagai pengelola sampah tidak menanggapi secara serius ide tersebut, dengan alasan tidak sesuai dengan gaya hidup masyarakat Indonesia yang dianggap malas dan tidak mau bersusah-payah memilah sampah. Hal tersebut berlawanan dengan pendapat Bebassari (2004), bahwa kesadaran masyarakat akan tumbuh apabila pemerintah membuat sistem yang jelas mengenai pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat tidak dapat terwujud dalam waktu singkat. Negara maju di dunia pun, seperti negara bagian Bavaria di Jerman, baru tiga tahun terakhir benar-benar dapat mengatasi masalah sampah setelah adanya Umweltforum (Forum Lingkungan Hidup) yang melibatkan seluruh masyarakat untuk mengatasi masalah sampah (Utami, 2004). Selain itu, Singapura juga memerlukan waktu 30 tahun untuk menegakkan hukum tentang pembuangan sampah (Hernowo, 2004). Meskipun demikian, hasilnya sepadan

4 4 dengan perjuangan selama itu, sebab persoalan sampah kota telah dapat diatasi mulai dari sumbernya, sehingga beban pemerintah sangat jauh berkurang. Oleh karena itu, Pemerintah DKI Jakarta harus memulai upaya pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Penelitian terhadap program pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat yang telah berjalan di Taiwan, memperlihatkan bahwa perilaku masyarakat untuk mendaur ulang sampah dipengaruhi oleh sikap (attitude), norma subyektif (subjective norm) dan pengendalian perilaku (perceived behavioral control). Oleh karena itu, pendekatan secara multidimensional pada struktur keyakinan (belief) dalam masyarakat, sangat diperlukan untuk membentuk perilaku (behaviour) dalam pengelolaan sampah (Chu et al., 2004). Pengelolaan sampah di masa yang akan datang perlu lebih dititikberatkan pada perubahan cara pandang dan perilaku masyarakat dan lebih mengutamakan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaannya (bottom-up), sebab terbukti pendekatan yang bersifat top-down tidak berjalan secara efektif (Kholil, 2004). Salah satunya adalah proyek percontohan pengelolaan sampah secara terpadu dengan pendekatan zero waste, antara lain terdapat di Rawasari-Jakarta Pusat, yang merupakan kerjasama antara Pemerintah DKI Jakarta dengan BPPT. Proyek tersebut tidak berjalan secara efektif antara lain karena tidak dilaksanakan secara simultan dengan perencanaan perubahan perilaku masyarakat dalam mengelola sampah, sehingga pada akhirnya fasilitas yang tersedia tidak digunakan secara optimal. Pengelolaan sampah secara terpadu dengan pendekatan zero waste merupakan program pengurangan sampah melalui pengomposan sampah organik, daur ulang sampah anorganik dan pembakaran sampah dengan incinerator, sehingga sampah yang tersisa hanya tiga persen berupa abu yang dapat digunakan sebagai material bangunan (Bebassari, 2004). Proyek percontohan di Rawasari, Jakarta Pusat telah difasilitasi dengan sarana pengomposan, daur ulang sampah anorganik dan incinerator, tetapi karena partisipasi masyarakat sangat rendah, maka fasilitas tersebut pada akhirnya hanya difungsikan pada saat dilaksanakan pelatihan atau kunjungan saja. Sementara itu, pengelolaan sampah di Kampung Banjarsari, Kelurahan Cilandak Barat, Jakarta Selatan, yang dimotori oleh Harini Bambang Wahono, berhasil melibatkan masyarakat dan berjalan baik karena lebih mengakar pada budaya masyarakat, meskipun memerlukan waktu 18 tahun (BPPT, 2004). Di sisi lain,

5 5 dengan motivasi yang tinggi dan intensif, partisipasi masyarakat dapat terwujud dalam waktu yang relatif singkat, yaitu dua tahun, seperti yang terjadi di Kampung Rawajati Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan. Untuk kawasan permukiman, beberapa wilayah lainnya juga telah menerapkan program daur ulang sampah secara mandiri dan berhasil menumbuhkan partisipasi masyarakat, sedangkan sebagian besar program pemerintah yang bersifat top down melalui UDPK (Usaha Daur Ulang Produksi Kompos) dan penerapan zero waste, tidak berjalan karena partisipasi masyarakat yang rendah. Komitmen pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah dinilai masih kurang terutama dalam membangun sistem pengelolaan sampah secara terpadu. Hal ini sejalan dengan penelitian Bebassari (1996), yang memperlihatkan pada tahun 1989 tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilahan sampah dan pemeliharaan sarana pengumpulan sampah meningkat sejalan dengan berjalannya sistem daur ulang sampah dan dukungan pemerintah dalam penyediaan sarana pendukungnya. Setelah lima tahun program tersebut berjalan, komitmen pemerintah mulai menurun dengan penyatuan kembali sampah yang telah dipilah dan pemeliharaan sarana pendukung yang semakin berkurang, maka pada tahun 1995 pada saat dilakukan evaluasi program, masyarakat sudah tidak lagi memilah sampah dan sarana pengumpulan sampah kembali kotor dengan sampah yang berceceran. Keberlanjutan pengelolaan sampah memerlukan sistem yang efektif dalam mengatasi masalah lingkungan, menghasilkan secara ekonomi dan dapat diterima oleh masyarakat. Sebagian besar model pengelolaan lingkungan, khususnya pengelolaan sampah, hanya memperhatikan aspek ekonomi dan lingkungan, serta sangat sedikit mempertimbangkan aspek sosial. Hal inilah yang seringkali mengakibatkan implementasi model tersebut kurang berhasil (Morrissey dan Browne, 2004). Perencanaan sosial (social planning) dapat dijadikan dasar bagi pendekatan sistem pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat, sebab dengan mempertimbangkan aspek sosial, diharapkan penerimaan dan partisipasi masyarakat dapat optimal. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permukiman selain sebagai sumber penghasil sampah terbesar di DKI Jakarta, juga merupakan ujung tombak dalam upaya mengubah perilaku dan cara pandang masyarakat terhadap sampah. Oleh sebab itu, pengelolaan sampah berbasis masyarakat dapat dimulai dengan menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pemilahan

6 6 dan daur ulang sampah di permukiman. Untuk itu, kajian karakteristik masyarakat dan lingkungan dalam setiap tipe permukiman menjadi penting untuk menentukan pola partisipasi yang sesuai, sehingga dapat diterima secara sosial (social acceptability) Tujuan Penelitian 1. Memahami keterkaitan antara karakteristik kawasan permukiman di perkotaan dengan perilaku masyarakat terhadap sampah dan pengelolaan sampah permukiman 2. Memahami pola-pola partisipasi yang sesuai dengan karakteristik masyarakat dalam pengelolaan sampah pada masing-masing tipologi permukiman. 3. Merumuskan suatu strategi dan mekanisme perencanaan sosial partisipatif dalam pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat di Kotamadya Jakarta Timur Kerangka Pemikiran Konseptual Penataan model pengelolaan sampah perkotaan secara menyeluruh meliputi upaya meminimumkan model TPA dalam jangka panjang, yang dimulai dengan mengurangi ketergantungan terhadap TPA. Hal ini disebabkan antara lain karena dalam banyak hal pengelolaan sampah di TPA masih sangat buruk, mulai dari penanganan air lindi (leachate) hingga penanganan bau, di samping dampak lingkungan berupa pencemaran dan dampak sosial yang memerlukan penanganan dengan investasi lebih besar. Masyarakat sesungguhnya dapat dilibatkan dalam pengelolaan sampah mulai dari pemilahan sampah hingga daur ulang. Keterlibatan masyarakat merupakan salah satu faktor pendukung yang sangat penting dalam penanggulangan persoalan sampah perkotaan. Dengan kata lain, partisipasi masyarakat merupakan salah satu faktor kunci dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu (Kholil, 2004). Pendekatan pengelolaan sampah secara terpadu yang berbasis pengembangan masyarakat (Community Development) melalui penerapan

7 7 konsep 4R yaitu reduce, reuse, recycle dan replace (Rusmendro, 2003) atau konsep 3R yaitu reduce, reuse, recycle (Bebassari, 2004) sebagai upaya pengelolaan sampah di perkotaan, khususnya DKI Jakarta, perlu direncanakan dan diwujudkan dengan dukungan seluruh masyarakat kota, dan difasilitasi oleh pemerintah DKI Jakarta yang bertanggung jawab penuh sebagai pengelola sampah. Sistem pengelolaan sampah yang berbasis pengembangan masyarakat, antara lain dengan menumbuhkan industri daur ulang dan kegiatan kemitraan dalam pengolahan sampah, merupakan bagian dari kepedulian pemerintah terhadap upaya peningkatan pendapatan, penyediaan kesempatan kerja, dan antisipasi terhadap kerawanan sosial akibat tekanan ekonomi dan pengangguran, sekaligus sebagai upaya perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan. Di samping melibatkan industri dalam membuat produk yang dapat didaur ulang, pengelolaan sampah kota dengan melibatkan partisipasi masyarakat menjadi langkah yang sangat penting. Thank et al. (1985) menyatakan bahwa dalam jangka panjang pengelolaan sampah dengan bertumpu pada TPA memiliki banyak kelemahan (Diana, 1992). TPA dengan timbunan sampah sebagai pencemar primernya, juga menimbulkan pencemaran sekunder berupa pencemaran air oleh lindi (leachate), emisi gas metan, amonium, hidrogen sulfida dan karbon dioksida, bau sampah itu sendiri dan bau gas yang ditimbulkan dari proses dekomposisi, sebagai tempat hama dan vektor, adanya kebisingan dan getaran serta rentan terhadap kebakaran (Hadi, 2004). Demikian pula teknologi insinerasi (Tangri, 2003), yang secara umum merupakan sumber dioksin utama, di samping logam berat seperti merkuri (Hg), timah (Pb), kadmium (Cd), arsen (As) dan kromium (Cr). Selain itu, insinerator juga menghasilkan senyawa senyawa hidrokarbon-halogen (non dioksin), gas-gas penyebab hujan asam, partikulat-partikulat yang dapat mengganggu fungsi paruparu dan gas-gas efek rumah kaca, serta senyawa yang belum teridentifikasi dalam bentuk emisi dan abu di udara (Tangri, 2003). Peran masyarakat dalam mengelola sampah harus terus-menerus ditingkatkan, sebab tanpa melibatkan masyarakat, pengelolaan sampah akan terus membebani pemerintah dan tekanan terhadap lingkungan akan semakin bertambah. Oleh karena itu, perlu dicari pendekatan sosial yang sesuai dan efektif dalam melibatkan masyarakat secara aktif, di samping upaya memberikan pemahaman bahwa sebenarnya sampah merupakan sumberdaya yang dapat

8 8 memberikan nilai ekonomi. Seperti ditengarai oleh Morrisey dan Browne (2004), aspek sosial sebagai salah satu bagian yang harus terintegrasi dalam penerapan sisitem pengelolaan sampah, sangat jarang dikaji secara mendalam. Sebagian besar model pengelolaan sampah perkotaan di Indonesia hanya menekankan pada aspek lingkungan dan ekonomi saja, padahal dalam sistem yang terpadu, partisipasi masyarakat merupakan faktor kunci dalam berjalannya sistem tersebut (Kholil, 2004). Di samping itu, perilaku masyarakat sangat berperan dalam berjalannya berbagai sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat (Chu et al., 2004). Menurut Proteous (1977), perilaku masyarakat yang berwujud pada tindakan, merupakan hasil pengambilan keputusan yang dimotivasi oleh faktor fungsional, faktor struktural dan faktor eksistensial. Faktor fungsional antara lain meliputi sistem nilai, kemampuan fisik dan mental, sedangkan faktor struktural antara lain meliputi usia, pekerjaan dan penghasilan. Keduanya lebih sering disebut sebagai lingkungan sosial ekonomi. Faktor eksistensial antara lain meliputi lokasi dan orientasi, dan sering disebut sebagai faktor lingkungan fisik (Fithri, 1995). Dalam suatu sistem kehidupan kolektif, terdapat beragam kepentingan dan pemahaman. Keberagaman tersebut pada akhirnya akan melahirkan sistem nilai yang beragam, sehingga satu sudut pandang atau satu sistem nilai saja yang digunakan untuk menerjemahkan kepentingan publik tidak akan cukup untuk menjawab persoalan publik yang berkembang. Atas dasar tersebut, maka sudut pandang pemerintah saja dianggap tidak cukup untuk menerjemahkan proses pembangunan suatu negara dimana masyarakat juga berada di dalamnya. Pelibatan (pengikutsertaan) publik dalam proses penentuan kebijakan dianggap sebagai salah satu cara yang efektif untuk menampung dan mengakomodasi berbagai kepentingan yang beragam. Dengan kata lain, upaya pengikutsertaan publik yang terwujud melalui perencanaan partisipatif, dapat membawa keuntungan substantif dimana keputusan publik yang diambil akan lebih efektif di samping akan memberi rasa kepuasan dan dukungan publik yang cukup kuat terhadap suatu proses pembangunan. Oleh karena itu, partisipasi publik tidak sekedar bersifat prosedural, tetapi juga substantif. Partisipasi tersebut tidak terbatas pada konteks pengambilan keputusan yang spesifik, tetapi juga menjangkau partisipasi kognitif yang menjadi landasan dalam pengambilan keputusan (Soetarto, 2003). Partisipasi kognitif merupakan bentuk

9 9 partisipasi yang utuh, meliputi persepsi dan sikap yang menjadi landasan dalam berperilaku dan pengambilan keputusan untuk berpartisipasi. Perilaku dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah tidak terlepas dari pengaruh faktor lingkungan. La Barre (1954) menyebutkan bahwa teori evolusi biologi telah bergeser menjadi evolusi teknologi, sehingga proses evolusi itu sendiri telah berjalan dengan kecepatan yang tidak terbatas. Akibatnya, manusia tidak hanya menciptakan teknologi dan kebudayaan sebagai perantara antara dirinya dengan makhluk lain dan lingkungan fisiknya, tetapi juga mengubah dan menciptakan lingkungan fisik menjadi suatu lingkungan budaya. Hal ini dipertegas oleh Hall (1966) yang mengkaji hubungan antara kebudayaan dan penataan ruang dengan menyatakan bahwa manusia dan lingkungan sama-sama berpartisipasi dalam membentuk satu sama lain (Suparlan, 2004). Teori tersebut diperkuat oleh Castells, seorang pakar Geografi-Sosiologi yang secara eksplisit menegaskan bahwa ruang bukan hanya cerminan dari masyarakat, tetapi merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri (Castells, 1997 & 2007). Tipe permukiman yang menggambarkan kondisi lingkungan fisik beserta infrastruktur pengelolaan sampah, sangat berkaitan erat dengan perilaku dan pola partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah permukiman. Hal tersebut sejalan dengan teori Castells di atas dan teori tersebut mampu menjelaskan perubahan perilaku masyarakat terhadap sampah dalam ruang dan waktu yang berbeda. Penelitian Bebassari (1996) juga memperlihatkan perilaku yang sama di kalangan menengah bawah rumah susun Klender Jakarta Timur yang membuang sampah dengan rapi di tempat pemilahan dan penampungan sampah ketika pemerintah daerah memelihara dan membersihkan fasilitas tersebut dengan baik. Lima tahun kemudian, ketika program uji coba tersebut selesai dan perhatian pemerintah daerah berkurang, maka sampah kembali tidak dipilah dan berceceran pada saat dibuang di tempat penampungan tersebut. Untuk itu, penentuan pola partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui pendekatan karakteristik perilaku masyarakat dalam suatu komunitas yang dikaji berdasarkan tipologi kawasan permukiman. Selanjutnya, perlu dirumuskan mekanisme perencanaan partisipatif yang sesuai dengan karakteristik masyarakat dalam setiap tipologi kawasan permukiman yang berbeda. Melalui pola partisipasi yang tepat, upaya pengelolaan sampah

10 10 berbasis masyarakat diharapkan dapat diwujudkan dalam waktu yang relatif singkat serta akan menjadi solusi efektif dan aman bagi lingkungan. Program pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat yang sesuai dengan karakteristik permukiman dan masyarakatnya, diharapkan mampu menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Program tersebut tidak lagi hanya bertumpu pada top-down planning, tetapi juga melalui mekanisme partisipatif, sehingga lebih bersifat bottom-up planning dengan sebesar-besarnya mengikutsertakan tokoh masyarakat sebagai agent of change. Hal tersebut menjadi pertimbangan utama bedasarkan pengalaman proyek-proyek percontohan dengan karakteristik top-down planning yang tidak berjalan, sebab mengabaikan pentingnya tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat untuk mencapai keberhasilan program (Kholil, 2004; Wardhani, 2004). Di samping itu, persoalan persepsi, sikap, dan perilaku masyarakat DKI Jakarta terhadap sampah dan pengelolaannya perlu menjadi salah satu aspek yang dipertimbangkan dalam perumusan perencanaan sosial pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat di DKI Jakarta. Penerapan mekanisme partisipatif dalam pengelolaan sampah permukiman sejalan dengan rencana pengelolaan sampah DKI Jakarta sepuluh tahun ke depan, yang menitikberatkan pada industri daur ulang dan pengolahan sampah. Pengelolaan sampah tidak lagi terpusat pada satu lokasi, tetapi tersebar di beberapa kawasan, dengan perbedaan jenis industri daur ulang sesuai dengan potensi masing-masing kawasan. Dari uraian di atas tampak bahwa pendekatan pengelolaan sampah yang bersifat top-down cenderung menyebabkan kegagalan dalam implementasi pengelolaan sampah secara terpadu. Kegagalan tersebut sebagian besar terjadi akibat rendahnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sampah di sumbernya, yang mengakibatkan efisiensi dan efektivitas proses lanjutannya menjadi rendah. Oleh sebab itu, pendekatan dialektika diperlukan untuk memunculkan konsep pengelolaan sampah yang lebih partisipatif dengan memasukkan potensi masyarakat, nilai-nilai demokratis dan pembelajaran sosial. Konsep tersebut diharapkan dapat tercermin dari perencanaan sosial dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan penyusunan strategi dan mekanisme yang lebih partisipatif. Secara garis besar, kerangka pemikiran konseptual dalam penelitian ini diperlihatkan pada Gambar 1.

11 11 Lingkungan Sosial: - Tipe Permukiman - Kasus & dampak Pencemaran oleh sampah Pendidikan Pendapatan Pengetahuan Aksesibilitas terhadap informasi Pengalaman Norma/ Keyakinan Status/ Peranan Sosial Faktor Sosial Ekonomi : - Tingkat Retribusi Sampah - Pola Partisipasi dalam Pengelolaan Sampah Faktor Fisik : - Luas Bangunan - Infrastruktur Pengelolaan Sampah - Keteraturan Kawasan dan Kepadatan Ruang Jumlah Penduduk Persepsi terhadap sampah & Pengelolaan Sampah Sikap terhadap sampah & Pengelolaan Sampah Tipologi Permukiman di Perkotaan Timbulan Sampah Perilaku/ Tindakan Masyarakat Sampah Permukiman di DKI Jakarta Partisipasi Masyarakat Pola Partisipasi Masyarakat Mekanisme Perencanaan Partisipatif Konflik Penumbuhan Industri Daur Ulang Penurunan Ketergantungan pada TPA/TPST Sistem Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis Masyarakat TPA/TPST Transportasi Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual Model Partisipatif Pengelolaan Sampah Permukiman di Kotamadya Jakarta Timur

12 Perumusan Masalah Keragaman persepsi dan perilaku masyarakat perkotaan dalam pengelolaan sampah permukiman memerlukan implementasi pola partisipasi yang berbeda, sehingga melalui pendekatan yang sesuai dengan karakteristik masyarakat, diharapkan program pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat dapat berhasil (Chu et al., 2004). Tanpa mengabaikan pentingnya pendekatan yang berbeda-beda pada setiap kelompok masyarakat di perkotaan yang beragam, keragaman tersebut dicoba untuk dapat dikelompokkan melalui pendekatan tipologi permukiman. Oleh karena itu, untuk menerapkan suatu pola partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah permukiman pada berbagai tipe kawasan permukiman, dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana susunan karakteristik kawasan permukiman di perkotaan berdasarkan faktor-faktor yang relevan dalam membentuk tipologi permukiman di Kotamadya Jakarta Timur. 2. Bagaimana perilaku dan pola partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah pada setiap karakteristik permukiman di Kotamadya Jakarta Timur. 3. Bagaimana strategi dan mekanisme perencanaan sosial partisipatif yang efektif bagi pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat di Kotamadya Jakarta Timur Hipotesis Penelitian 1. Manusia dengan lingkungan fisiknya, dalam hal ini lingkungan tempat tinggalnya, membentuk suatu lingkungan sosial budaya tertentu termasuk dalam perilaku terhadap sampah dan pengelolaan sampah permukiman. Selain faktor lingkungan fisik, faktor lain yang dominan adalah latar belakang masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya, antara lain lapisan sosial dan tingkat pendidikan. Keseluruhan faktor tersebut akan membentuk suatu tipologi tertentu yang menjadi ciri atau karakter pada masing-masing permukiman. 2. Pada kawasan permukiman lapisan atas, interaksi sosial relatif rendah dengan ciri bangunan fisik yang eksklusif dan lebih individualistik, sedangkan pada kawasan permukiman lapisan bawah interaksi sosial sangat tinggi

13 13 dengan ciri bangunan yang padat, terbuka dan memiliki kebersamaan yang tinggi karena adanya perasaan senasib. Pada kawasan permukiman yang merupakan kombinasi lapisan menengah-bawah, maka golongan bawah menjadi penghubung interaksi sosial yang terjadi. Interaksi sosial tersebut merupakan faktor yang paling mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah permukiman. 3. Pengelolaan sampah permukiman memerlukan dukungan partisipasi masyarakat. Oleh sebab itu, partisipasi masyarakat harus menjadi mainstream dalam kebijakan pengelolaan sampah. Pengembangan partisipasi masyarakat melalui pendekatan tipologi dapat meningkatkan penerimaan masyarakat (social acceptability) terhadap program pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat Novelty Salah satu faktor penting dalam pengembangan partisipasi masyarakat adalah pola pendekatan yang berbeda sesuai dengan karakteristik masyarakat itu sendiri. Penyeragaman cara pengelolaan hanya akan menimbulkan kegagalan dalam implementasi program, seperti yang sering terjadi sampai saat ini. Oleh karena itu, melalui penyusunan tipologi permukiman dan tipologi partisipasi masyarakat yang sesuai untuk setiap tipe permukiman, diharapkan pemerintah daerah dapat menyusun kebijakan yang lebih dapat diterima oleh masyarakat (social acceptability). Kedua kajian tipologi tersebut dilakukan dengan multi-dual approach yang menggabungkan antara analisis spasial dengan aspek sosiologis yang dikaitkan dengan pola partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah permukiman. Pendekatan tersebut memiliki nilai kebaruan yang penting dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, sebab dapat mengakomodasikan kekhasan karakteristik permukiman, sehingga kebijakan dapat efektif karena disusun berdasarkan karakteristik tersebut, tetapi tetap efisien dengan terbentuknya tipologi. Di samping itu, rumusan strategi dan mekanisme perencanaan sosial partisipatif dalam pengelolaan sampah permukiman dapat membantu penyusunan program secara partisipatif dengan melibatkan stakeholders yang

14 14 sekaligus dapat berperan sebagai agents of change di masing-masing kawasan permukiman Definisi Operasional Perencanaan Sosial : Perubahan sosial yang direncanakan, didesain, serta ditetapkan tujuan dan strateginya. Perencanaan Sosial Partisipatif : Perubahan sosial yang direncanakan, didesain, serta ditetapkan tujuan dan strateginya dengan keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah dan strategi kegiatan, memikul beban dalam pelaksanaan kegiatan, menilai serta memetik hasil dan manfaat kegiatan secara adil. Sampah Permukiman : Limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga dalam suatu kawasan permukiman. Komposisi terbesar sampah permukiman umumnya adalah bahan organik, kertas dan plastik sehingga sangat potensial untuk didaur ulang. Pengelolaan Sampah Permukiman : Sistem atau mekanisme dalam mengelola sampah permukiman dan menangani permasalahan sampah permukiman yang umumnya berasal dari kegiatan rumah tangga. Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis Masyarakat : Keterlibatan warga masyarakat untuk berperan secara aktif dalam pengelolaan sampah permukiman yang menitikberatkan pada penanganan sampah mulai dari sumbernya.

PERENCANAAN SOSIAL PARTISIPATIF DALAM PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR) NONON SARIBANON

PERENCANAAN SOSIAL PARTISIPATIF DALAM PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR) NONON SARIBANON PERENCANAAN SOSIAL PARTISIPATIF DALAM PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR) NONON SARIBANON SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 PERNYATAAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model Pemodelan merupakan suatu aktivitas pembuatan model. Secara umum model memiliki pengertian sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Tipologi Permukiman sebagai Dasar dalam Implementasi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat Setiap kawasan permukiman memiliki karakteristik tertentu, yang dapat memberikan

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan TPA Bakung kota Bandar Lampung masih belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, karena belum adanya salahsatu komponen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisa terhadap 22 Kelurahan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang dibangun di atas lahan seluas 27 Ha di Dusun Betiting, Desa Gunting, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten

Lebih terperinci

l. PENDAHULUAN Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau

l. PENDAHULUAN Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau l. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari hasil aktivitas kehidupan manusia baik individu maupun kelompok maupun proses-proses alam yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan kota. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang semakin meningkat secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah persampahan kota hampir selalu timbul sebagai akibat dari tingkat kemampuan pengelolaan sampah yang lebih rendah dibandingkan jumlah sampah yang harus dikelola.

Lebih terperinci

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang TUGAS AKHIR 108 Periode Agustus Desember 2009 Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang Oleh : PINGKAN DIAS L L2B00519O Dosen Pembimbing : Ir. Abdul Malik, MSA Jurusan Arsitektur Fakultas

Lebih terperinci

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN 1 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Sampah Sampah merupakan barang sisa yang sudah tidak berguna lagi dan harus dibuang. Berdasarkan istilah lingkungan untuk manajemen, Basriyanta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi masyarakat, peningkatan konsumsi masyarakat dan aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menimbulkan bertambahnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dan merupakan tempat hidup mahluk hidup untuk aktivitas kehidupannya. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan industri dan urbanisasi pada daerah perkotaan dunia yang tinggi meningkatkan volume dan tipe sampah. Aturan pengelolaan sampah yang kurang tepat

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1. LATAR BELAKANG PENGELOLAAN SAMPAH SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, mendefinisikan sampah sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tahun 2012 memiliki total jumlah penduduk sebesar jiwa (BPS, 2013).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tahun 2012 memiliki total jumlah penduduk sebesar jiwa (BPS, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Makassar sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia pada tahun 2012 memiliki total jumlah penduduk sebesar 1.369.606 jiwa (BPS, 2013). Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan manusia untuk mempertahankan dan meningkatkan taraf hidup, menuntut berbagai pengembangan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak ada

Lebih terperinci

PERAN GENDER DALAM MENANGANI PERMASALAHAN SAMPAH. Oleh : Tri Harningsih, M.Si

PERAN GENDER DALAM MENANGANI PERMASALAHAN SAMPAH. Oleh : Tri Harningsih, M.Si PERAN GENDER DALAM MENANGANI PERMASALAHAN SAMPAH Oleh : Tri Harningsih, M.Si ABSTRAK Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk Jakarta cenderung meningkat setiap tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai perubahan pola konsumsi dan gaya hidup turut meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan kota metropolitan di beberapa negara berkembang telah menimbulkan permasalahan dalam hal pengelolaan sampah (Petrick, 1984). Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengabaikan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Untuk mencapai kondisi

BAB I PENDAHULUAN. mengabaikan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Untuk mencapai kondisi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin tinggi membuat manusia mengabaikan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Untuk mencapai kondisi masyarakat yang hidup sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam program pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya adalah program lingkungan sehat, perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta adalah ibukota dari Indonesia dengan luas daratan 661,52 km 2 dan tersebar

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta adalah ibukota dari Indonesia dengan luas daratan 661,52 km 2 dan tersebar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta adalah ibukota dari Indonesia dengan luas daratan 661,52 km 2 dan tersebar ±110 pulau di wilayah Kepulauan Seribu. Jakarta dipadati oleh 8.962.000 jiwa (Jakarta

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas manusia dan lingkungan yang sudah tidak diinginkan lagi keberadaannya. Sampah sudah semestinya dikumpulkan dalam suatu tempat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Peningkatan pendapatan di negara ini ditunjukkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Peningkatan pendapatan di negara ini ditunjukkan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah meningkatkan taraf kehidupan penduduknya. Peningkatan pendapatan di negara ini ditunjukkan dengan pertumbuhan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk sangat besar di dunia setelah negara China dan India. Semakin bertambahnya jumlah penduduk dari

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.188, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Sampah. Rumah Tangga. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya laju konsumsi dan pertambahan penduduk Kota Palembang mengakibatkan terjadinya peningkatan volume dan keragaman sampah. Peningkatan volume dan keragaman sampah pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sampah merupakan material sisa hasil proses suatu aktifitas, baik karena kegiatan industri, rumah tangga, maupun aktifitas manusia lainnya. Sampah selalu menjadi masalah lingkungan

Lebih terperinci

SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU

SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU Alfi Rahmi, Arie Syahruddin S ABSTRAK Masalah persampahan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan Kota

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan Kota Karanganyar yang terus meningkat disertai dengan peningkatan kualitas dan kuantitas kegiatan manusia sehari-hari

Lebih terperinci

1. Pendahuluan ABSTRAK:

1. Pendahuluan ABSTRAK: OP-26 KAJIAN PENERAPAN KONSEP PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS Yenni Ruslinda 1) Slamet Raharjo 2) Lusi Susanti 3) Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas Kampus

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI Penelitian dimulai pada bulan Oktober sampai Desember 2008, bertempat di beberapa TPS pasar di Kota Bogor, Jawa Barat yaitu pasar Merdeka, pasar Jl. Dewi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota dapat menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan. Salah satu efek negatif tersebut adalah masalah lingkungan hidup yang disebabkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampah yaitu dari paradigma kumpul angkut buang menjadi pengolahan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampah yaitu dari paradigma kumpul angkut buang menjadi pengolahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati Undang-Unadang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, demikian pula Peraturan Pemerintah nomor 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahlah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahlah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai saat ini sampah masih merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi pemukiman, disamping itu sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN KOTA KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan tersebut membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian TPA Sumur Batu, Bantar Gebang, Kota Bekasi adalah TPA milik Kota Bekasi yang terletak di sebelah tenggara Kota Bekasi dan berdekatan dengan TPA Bantar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota akan selalu berhubungan erat dengan perkembangan lahan baik dalam kota itu sendiri maupun pada daerah yang berbatasan atau daerah sekitarnya. Selain itu lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah menjadi persoalan serius terutama di kota-kota besar, tidak hanya di Indonesia saja, tapi di seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang 25 BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT 2.1 Pengertian sampah dan sejenisnya Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruangan yang ditempati

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari instansi yang terkait dengan penelitian, melaksanakan observasi langsung di Tempat Pembuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi, yang juga akan membawa permasalahan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang maka semakin besar pula volume sampah yang dihasilkan. 1. dan volumenya akan berbanding lurus dengan jumlah penduduk.

BAB I PENDAHULUAN. barang maka semakin besar pula volume sampah yang dihasilkan. 1. dan volumenya akan berbanding lurus dengan jumlah penduduk. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia sehari-hari tidak terlepas dari kebutuhannya terhadap lingkungan. Setiap manusia akan selalu berusaha untuk memenuhi segala kebutuhan primer,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR RP

TUGAS AKHIR RP TUGAS AKHIR RP09 1333 KONSEP PENANGANAN SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN PELIBATAN MASYARAKAT DI PERKOTAAN KABUPATEN JEMBER Moh Rizal Rizki (3610100043) Dosen Pembimbing : Rully Pratiwi Setiawan, ST., M.Sc Dosen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. kapasitas atau jumlah tonnasenya. Plastik adalah bahan non-biodegradable atau tidak

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. kapasitas atau jumlah tonnasenya. Plastik adalah bahan non-biodegradable atau tidak 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Plastik adalah material sintetis yang berupa senyawa polimer yang unsur utamanya adalah karbon dan hidrogen atau hidrokarbon. Sejak ditemukan material plastik maka

Lebih terperinci

2016 ANALISIS DESKRIPTIF POTENSI EKONOMI BANK SAMPAH DI KOTA BANDUNG

2016 ANALISIS DESKRIPTIF POTENSI EKONOMI BANK SAMPAH DI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandung Bersih, Makmur, Taat, dan Bersahabat (Bermartabat) itulah motto Kota Bandung, tampak jelas adanya harapan bahwasannya Kota Bandung merupakan Kota yang didalamnya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP No.933, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai barang buangan, yaitu

Lebih terperinci

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA Imran SL Tobing Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK Sampah sampai saat ini selalu menjadi masalah; sampah dianggap sebagai sesuatu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Berbagai aktifitas manusia secara langsung maupun tidak langsung menghasilkan sampah. Semakin canggih teknologi di dunia, semakin beragam kegiatan manusia di bumi, maka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar Gebang mempunyai areal seluas 108 ha. Luas areal kerja efektif kurang lebih 69 ha yang dibagi dalam lima zona, masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP),

BAB I PENDAHULUAN. Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan yang sehat dan sejahtera hanya dapat dicapai dengan lingkungan pemukiman yang sehat. Terwujudnya suatu kondisi lingkungan yang baik dan sehat salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN

PENCEMARAN LINGKUNGAN KONSEP PENCEMARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Pencemaran : - Masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo

BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO 2.1. Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo Hingga pertengahan tahun 2005 pengelolaan lingkungan hidup di Kota Probolinggo dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia, karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Sampah merupakan salah satu permasalahan yang patut untuk diperhatikan. Sampah merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia, karena pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah,

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia dengan segala aktivitasnya pastilah tidak terlepas dengan adanya sampah, karena sampah merupakan hasil efek samping dari adanya aktivitas

Lebih terperinci

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA 1. Latar Belakang Sampah yang menjadi masalah memaksa kita untuk berpikir dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU BERBASIS MASYARAKAT

PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU BERBASIS MASYARAKAT PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU BERBASIS MASYARAKAT 1. Pendahuluan Sampah pada dasarnya dihasilkan oleh atau merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Hukum termodinamika kedua menyatakan bahwa hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. peningkatan sebesar jiwa. Pada tahun 2015, diperkirakan jumlah penduduk akan mencapai

BAB I. Pendahuluan. peningkatan sebesar jiwa. Pada tahun 2015, diperkirakan jumlah penduduk akan mencapai BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Depok merupakan Kota penyangga Ibu Kota yang tingkat pertumbuhannya begitu pesat. Dalam kurun waktu 5 tahun (2009 2014) penduduk Kota Depok mengalami peningkatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 LAMPIRAN III UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Pasal 1 (1.1) Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN ( Pertemuan ke-7 ) Disampaikan Oleh : Bhian Rangga Program Studi Pendidikan Geografi FKIP -UNS 2013

PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN ( Pertemuan ke-7 ) Disampaikan Oleh : Bhian Rangga Program Studi Pendidikan Geografi FKIP -UNS 2013 PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN ( Pertemuan ke-7 ) Disampaikan Oleh : Bhian Rangga Program Studi Pendidikan Geografi FKIP -UNS 2013 Standar Kompetensi 2. Memahami sumberdaya alam Kompetensi Dasar 2.3.

Lebih terperinci

Uji Mikrobiologis Kompos Organik dari Sampah Organik dengan Penambahan Limbah Tomat dan EM-4 SKRIPSI

Uji Mikrobiologis Kompos Organik dari Sampah Organik dengan Penambahan Limbah Tomat dan EM-4 SKRIPSI Uji Mikrobiologis Kompos Organik dari Sampah Organik dengan Penambahan Limbah Tomat dan EM-4 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Biologi Oleh:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

KONSEPSI PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN SECARA TERPADU BERKELANJUTAN *)

KONSEPSI PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN SECARA TERPADU BERKELANJUTAN *) 1 KONSEPSI PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN SECARA TERPADU BERKELANJUTAN *) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak Meningkatnya beban sampah (limbah domestik) di wilayah perkotaan, secara berangsur-angsur memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk sebanyak 255.993.674 jiwa atau

Lebih terperinci

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa lingkungan hidup yang baik merupakan hak asasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 6% 1% Gambar 1.1 Sumber Perolehan Sampah di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN 6% 1% Gambar 1.1 Sumber Perolehan Sampah di Kota Bandung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan sampah di Kota Bandung merupakan masalah yang belum terselesaikan secara tuntas. Sebagai kota besar, jumlah penduduk Kota Bandung semakin bertambah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi kesejahteraan hidupnya dengan memproduksi makanan minuman dan barang lain dari sumber daya alam. Aktivitas tersebut

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN Berangkat dari permasalahan utama pada bab sebelumnya disimpulkan tiga kata kunci yang mendasari konsep desain yang akan diambil. Ketiga sifat tersebut yakni recycle, community

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatnya volume sampah di Surakarta telah menimbulkan masalah yang kompleks dalam pengelolaan sampah. Untuk itu dibutuhkan strategi yang efektif untuk mereduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah yang terdapat di lingkungan. Masyarakat awam biasanya hanya menyebutnya sampah saja. Bentuk, jenis,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan yang kotor merupakan akibat perbuatan negatif yang harus ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampah merupakan salah satu penyebab kerusakan lingkungan di berbagai wilayah termasuk Indonesia. Menurut Ramang, R, dkk. (2007) permasalahan sampah tidak dapat terelakkan

Lebih terperinci

MAKALAH PROGRAM PPM. Pemilahan Sampah sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Yang Baik

MAKALAH PROGRAM PPM. Pemilahan Sampah sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Yang Baik MAKALAH PROGRAM PPM Pemilahan Sampah sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Yang Baik Oleh: Kun Sri Budiasih, M.Si NIP.19720202 200501 2 001 Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

Timbulan sampah menunjukkan kecenderungan kenaikan dalam beberapa dekade ini. Kenaikan timbulan sampah ini disebabkan oleh dua faktor dasar, yaitu 1)

Timbulan sampah menunjukkan kecenderungan kenaikan dalam beberapa dekade ini. Kenaikan timbulan sampah ini disebabkan oleh dua faktor dasar, yaitu 1) Pengelolaan Sampah Timbulan sampah menunjukkan kecenderungan kenaikan dalam beberapa dekade ini. Kenaikan timbulan sampah ini disebabkan oleh dua faktor dasar, yaitu 1) perubahan populasi, 2) perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Peningkatan jumlah penduduk telah mengakibatkan bertambahnya pola konsumsi masyarakat yang akhirnya menyebabkan meningkatnya volume sampah. Ribuan m

Lebih terperinci