BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan negara yang mana termaktub dalam pembukaan. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu untuk melindungi segenap

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan negara yang mana termaktub dalam pembukaan. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu untuk melindungi segenap"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya sistematis dan terencana oleh masing-masing maupun seluruh komponen bangsa untuk mengubah suatu keadaan menjadi keadaan yang lebih baik dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia secara optimal, efisien, efektif dan akuntabel, dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat secara berkelanjutan (RPJMN ). Bagi bangsa Indonesia, pembangunan nasional telah diarahkan untuk mencapai tujuan negara yang mana termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pencapaian tujuan negara tersebut tentunya bukanlah hal yang mudah. Era globalisasi tentu menjadi salah satu gangguan dan ancaman bagi pembangunan bangsa. Salah satu dampak dari globalisasi adalah maraknya peredaran dan penyalahgunaan minuman keras. Hal tersebut mengingat posisi Indonesia yang strategis sehingga menjadi jalur perdagangan internasional serta ditambah lagi jumlah penduduk yang besar semakin 1

2 2 menjadikan Indonesia sangat rawan untuk dijadikan tempat peredaran dan penyalahgunaan minuman keras. Peredaran dan penyalahgunaan minuman keras atau yang lebih dikenal dengan sebutan miras sudah menjadi masalah serius di Indonesia. Penyalahgunaan pemakaian miras tentunya berdampak buruk terhadap salah satu pilar pembangunan bangsa, yakni pembangunan manusia. Indonesia yang kaya akan sumber daya manusia sudah seharusnya mampu dijadikan peluang bagi pembangunan bangsa jikalau pemerintah mampu mengelolanya dengan baik. Namun, peredaran dan penyalahgunaan minuman keras di Indonesia menjadi ancaman serius bagi pembangunan sumber daya manusia. Para pemakai minuman keras tersebut tidak hanya mengalami kerusakan jiwa namun juga mental yang tentunya secara tidak langsung akan menghambat proses pembangunan dan merusak kualitas proses regenerasi bangsa Indonesia. Peredaran minuman keras di Indonesia menjadi perhatian khusus bagi seluruh elemen masyarakat termasuk Kepolisian Republik Indonesia. Hal tersebut dikarenakan minuman keras menjadi salah satu faktor penyebab maraknya berbagai tindak kriminal, seperti perampokan, pencurian, pemerkosaan, pembegalan hingga pembunuhan. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Fahira selaku wakil ketua komite III DPR RI bahwa, Dampak merusak luar biasa dari miras itu, karena menjadi biang tindakan kriminal mulai dari pembunuhan, perkosaan, hingga pencurian. Banyak remaja kita yang menjadi korban tindakan kriminal pembunuhan di mana pelakunya di bawah pengaruh miras. Belum lagi yang meninggal karena ditabrak pemabuk (news. detik.com).

3 3 Pernyataan di atas didukung dengan data yang berasal dari laporan yang masuk ke Direktorat III Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri yang dikutip dari hasil penelitian Novi (2013). Tercatat 967 kasus anak yang berhadapan hukum pada tahun 2011, sebanyak 236 adalah kasus penganiayaan, 166 kasus pencurian, 128 kasus perbuatan cabul, 64 kasus pengeroyokan, 5 kasus percobaan pencurian, 36 kasus pencurian dengan kekerasan, 5 kasus percobaan pemerkosaan dan 5 kasus pemerkosaan. Data tersebut diperkuat dengan data yang dikutip dari artikel yang ditulis oleh Mohammad Mulyadi (2014) bahwa mereka yang berada dalam pengaruh miras cenderung melakukan tindakan kriminal karena tidak menyadari perilakunya. Di dalam jurnalnya juga ditemukan sebuah studi yang mengindikasikan bahwa 58% tindak kekerasan, perkosaan, dan pembunuhan terjadi di bawah pengaruh miras. Penelitian Gerakan Nasional Anti-Miras (GeNam) pada tahun 2013 menemukan bahwa 4% kejahatan di Jakarta sepanjang tahun tersebut dilatarbelakangi oleh konsumsi miras. Dari data-data tersebut maka membuktikan bahwa minuman keras berdampak pada peningkatan kejahatan di Indonesia. Sementara itu di Kota Surakarta sendiri angka kriminalitas masih dapat dikatakan sangat tinggi. Angka kriminalitas di Kota Surakarta menempati posisi teratas di Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut sebagaimana pernyataan dari Kapoltabes Solo, Kombes Polisi Joko Irwanto pada Jumat 3 April Beliau mengatakan bahwa, Pada tahun 2009 yang lalu Poltabes Solo menerima 305 kasus kriminalitas yang sebagian besar dilakukan pada usia tahun atau

4 4 pada usia remaja, ini menempatkan kota Solo sebagai kota yang memiliki angka kriminalitas tertinggi di Jawa Tengah. ( Angka peredaran miras di Indonesia sendiri dapat dikatakan masih sangat tinggi untuk setiap tahunnya. Setiap tahunnya kepolisian Republik Indonesia melakukan penyitaan terhadap minuman keras yang beredar di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bahwah ini, Tabel 1.1 Trend Jumlah Barang Bukti Minuman Keras yang Disita oleh Kepolisian Republik Indonesia Tahun sumber: Jurnal Data P4GN tahun 2014 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa trend miras dalam bentuk botol bersifat fluktuatif. Angka tertinggi yang mampu disita pihak berwenang sebagai barang bukti adalah pada tahun 2009 yakni sebanyak botol. Sedangkan untuk trend miras secara kuantitas liter dari mulai tahun 2009 hingga 2013 selalu mengalami kenaikan. Kenaikan paling signifikan terjadi pada tahun 2013 yang mencapi 1.734, 27%. Hal ini yang ditandai dengan semakin maraknya miras oplosan di sejumlah daerah di Indonesia. Data di atas dapat menjadi bukti akan tingginya angka peredaran miras di Indonesia.

5 5 Maraknya peredaran minuman keras di Indonesia mengakibatkan mudahnya seseorang untuk memperoleh miras. Hal inilah yang menjadi faktor penyebab tingginya penyalahgunaan miras oleh masyarakat. Minuman keras yang sebenarnya hanya digunakan untuk menghangatkan tubuh bagi penduduk yang bermukim di negara-negara beriklim dingin justru banyak disalahgunakan oleh masyarakat Indonesia yang notabene merupakan negara tropis. Minuman keras telah dijadikan salah satu bentuk gaya hidup masyarakat yang menjadi simbol gengsi seseorang. Terlepas dari faktor individu tersebut, faktor lingkungan juga turut serta mempengaruhi tingginya angka penyalahgunaan minuman keras. Jawa tengah sebagai salah satu provinsi di Indonesia juga sangat mengkhawatirkan dalam peredaran minuman keras. Peredaran NAPZA di Jateng memprihatinkan dengan usia populasi penguna antara usia 10 hinga 50 tahun. Minuman keras sebagai salah satu bagian dari NAPZA menduduki peringkat pertama sebagai barang yang disalahgunakan. Hal tersebut sebagaimana penelitian Purwandari (2005) di rehabilitasi NAPZA Pamardi Putra Mandiri Semarang memperoleh data tentang distribusi penyalahguna NAPZA pada SLTP 87,5% dan SLTA 12,5%. Jenis NAPZA yang digunakan antara lain alkohol sebanyak 60%, alkohol & ganja sebanyak 10%, putauw sebanyak 2,5%, alkohol & pil sebanyak 15%, alkohol & putauw sebanyak 2,5%, ganja sebanyak 7,5%, alkohol, pil, shabu-shabu, dan ganja sebanyak 2,5%.

6 6 Di Indonesia sendiri selain beredar minuman keras impor juga tidak sedikit pula minuman keras tradisional. Adapun berbagai jenis minuman keras tradisional, seperti lapen, ciu, brem, sopi, arak dan tuak merupakan produksi rumahan sehingga barang-barang tersebut mudah untuk diperjual belikan di masyarakat. Miras tradisional tersebut juga telah menjadi salah satu komoditi perdagangan suatu daerah ke daerah lain, seperti pernyataan dari Kepala Kesatuan Narkoba Kabupaten Sleman dalam Sartika (2014) bahwa: ciu yang beredar di Kabupaten Sleman merupakan hasil industri rumahan yang diproduksi dari luar Kabupaten Sleman yaitu Bekonang daerah Solo, Jawa tengah. Para pedagang minuman keras tradisional membeli ciu dengan jerigen yang berisi 20 liter atau 30 liter dibawa masuk ke Kabupaten Sleman, kemudian disamarkan dengan botol-botol minuman ringan baik itu botol frestea atau botol minuman yang lain, bahkan botol minuman air mineral Aqua. Tempat penjualannya biasanya ditoko-toko perkampungan atau kios rokok yang berada dipinggir jalan. Pernyataan tersebut menjadi gambaran tentang mudahnya peredaran minuman keras dan rendahnya pengawasan dari pemerintah terhadap perdagangan miras antar daerah. Penyalahgunaan miras di masyarakat Indonesia telah menjadi bentuk penyakit masyarakat yang serius. Tidak hanya orang dewasa saja, minuman keras juga telah menyerang berbagai kelompok usia termasuk di kalangan remaja. Remaja merupakan kelompok usia yang paling tinggi dalam hal konsumsi miras. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan pada tahun 2007 jumlah remaja pengonsumsi miras di Indonesia masih diangka 4,9%, tetapi pada 2014 berdasarkan hasil riset

7 7 yang dilakukan Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) jumlahnya melonjak drastis hingga menyentuh angka 23% dari total jumlah remaja Indonesia yang saat ini berjumlah 63 juta jiwa atau sekitar 14,4 juta orang (news.detik.com). Sehingga selama 7 tahun terakhir telah terjadi peningkatan signifikan konsumsi miras di kalangan remaja. Jika fenomena ini tidak segera ditangani maka dampak ke depan akan sangat berbahaya. Remaja sebagai generasi penerus bangsa seharusnya dipersiapkan untuk menjadi pribadi yang memiliki jiwa dan mental yang kuat. Korban minuman keras biasanya akan mengalami kerusakan jiwa dan mental. Regenerasi bangsa yang berkualitas akan sulit tercapai jika konsumsi miras di kalangan remaja masih sangat tinggi. Sehingga perlu adanya suatu solusi konkret dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini. Di Indonesia peredaran dan pengawasan minuman keras telah diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Dan Pengawasan Minuman Beralkohol. Dalam Perpres ini diatur mengenai bagaimana perdaran dan perdagangan minuman keras yang diperbolehkan. Salah satu pasal dalam peraturan presiden ini adalah mengatur tentang minuman keras tradisional. Pada pasal 1 ayat 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2013 menyatakan bahwa, Minuman Beralkohol Tradisional adalah Minuman Beralkohol yang dibuat secara tradisional dan turun temurun yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan.

8 8 Pasal tersebut menjelaskan bahwa masih diperbolehkan bagi daerah untuk memproduksi minuman keras tradisional jika hanya diperlukan untuk keperluan adat- istiadat. Pasal inilah yang sering menjadi celah bagi daerahdaerah untuk melakukan produksi minuman keras tradisional yang mana perdagangannya dilakukan secara bebas di masyarakat. Sehingga perlu adanya peraturan bagi tiap-tiap daerah untuk menanggulangi peredaran miras di daerah. Hal ini karena setiap daerah memiliki karakteristik, budaya dan adat istiadat yang berbeda-beda. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2013 merupakan payung hukum tentang pengaturan peredaran minuman keras di Indonesia. Perpres ini merupakan pengganti Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Perhatian pemerintah tentang bahaya minuman keras sebenarmya telah terlihat dengan hadirnya Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol yang sudah disepakati sebagai RUU inisiatif DPR RI pada 24 Juni Akan tetapi sampai saat ini RUU tersebut masih belum dibahas. Hadirnya RUU ini nantinya diharapakan akan mendukung perda-perda anti miras yang telah diterapkan di 12 daerah di Indonesia. Salah satu daerah yang sudah menerapkan perda anti miras adalah Manokwari yang mana melarang siapa pun memasuki wilayah Manokwari jika berada dalam kondisi dipengaruhi minuman beralkohol. Hal ini menunjukkan semangat daerah untuk meminimalisir bahaya minuman keras.

9 9 Surakarta atau yang lebih dikenal dengan Kota Solo menjadi salah satu perhatian publik ketika berbicara mengenai minuman keras. Solo merupakan salah satu penghasil minuman keras tradisional yang cukup terkenal di Indonesia, yakni ciu bekonang. Ciu merupakan sebutan untuk minuman beralkohol khas dari daerah Banyumas dan Bekonang, Sukoharjo. Hal yang cukup kontroversial adalah di Banyumas, Ciu dikategorikan ilegal dan dengan aktif diberantas oleh pemerintah daerah, namun di Bekonang justru didukung oleh pemerintah daerah sebagai aset lokal, sehingga menjadi sangat populer dan dipasarkan ke seluruh Karesidenan Surakarta, Surabaya hingga Madura. Ciu Bengkonang merupakan hasil fermentasi dari singkong atau tape ketan yang menghasilkan kadar alkohol lebih dari 20%. Sama halnya dengan cap tikus, di beberapa lokasi minuman ini juga kadang dicampur dengan bangkai binatang. (InfoPOM, BPOM tahun 2014). Sehingga menjadi sesuatu yang sangat berat jika harus memberantas atau menghentikan produksi ciu di Solo manakala telah menjadi potensi daerah dan penopang perekonomian masyarakat. Peredaran miras yang tinggi di Kota Surakarta dibuktikan melalui hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2009 diperoleh data bahwa konsumsi alkohol di Kota Surakarta dalam kurun waktu 12 bulan terakhir tercatat 3,7% dan pada 1 bulan terakhir tercatat 1,7%, pada umur tahun konsumsi alkohol pada 12 bulan terakhir 0,1% dan pada 1 bulan terkhir 0,1%, dan pada umur tahun konsumsi alkohol pada 12 bulan terakhir 4,5% dan pada 1 bulan terakhir 2,3% (Riskesdas, 2009). Angka

10 10 konsumsi minuman keras di Kota Surakarta yang tergolong tinggi membuat pemerintah kota Surakarta melakukan inisiatif untuk menanggulangi permasalahan tersebut melalui perumusan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang miras yang diharapkan mampu meminimalisir peredaran minuman keras di Kota Surakarta. Perda Kota Surakarta tentang miras ini nantinya akan mengatur tentang penggolongan minuman keras berdasarkan kadar alkoholnya serta bagaimana peredaran miras di Kota Surakarta tentang jenis miras apa yang boleh beredar dan dilarang beredar. Sehingga secara tidak langsung Perda ini juga telah melegalkan peredaran minuman keras di Kota Surakarta. Raperda miras di Kota Surakarta telah menuai kontroversi dari berbagai pihak yang berkepentingan. Penolakan Raperda miras datang dari kelompok-kelompok agama, seperti MUI, FPI, serta ormas-ormas islam lainnya. Selain itu LSM-LSM anti-narkoba juga lantang menolak pengesahan Raperda miras di Kota Surakarta. Mereka menganggap bahwa dengan disahkannya Raperda miras justru akan melegalkan peredaran miras di Kota Surakarta. Perda miras akan memberikan celah bagi para oknum untuk menjual miras dengan kadar alkohol yang diperbolehkan hukum. Pengesahan Raperda miras menjadi alot ketika dalam pembahasannya ada beberapa pihak yang juga mendukung disahkannya Raperda miras di Kota Surakarta. Menurut mereka bahwa dengan diaturnya penjualan miras sesuai dengan golongan yang diperbolehkan akan mampu meminimalisir peredaran miras ilegal di masyarakat. Hal inilah yang menjadikan tekanan bagi para

11 11 anggota dewan sehingga mengakibatkan Raperda Kota Surakarta tentang miras sangat sulit untuk disahkan dan mengalami pembahasan yang alot di DPRD. Raperda miras di Kota Surakarta yang pada awalnya dikenal dengan Rancangan Peraturan Daerah Pelarangan, Pengawasan, Pengendalian, Peredaran dan Penjualan Minuman Keras atau Beralkohol ini telah digulirkan oleh eksekutif untuk kemudian dibahas di legislatif sejak tahun Akan tetapi, pembahasan di DPRD Surakarta tidak berlangsung mulus sebagaimana di daerah-daerah lainnya. Sebagai contoh, Raperda Miras milik Kabupaten Sukoharjo tentang Pengawasan, Pengendalian, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol tidak sampai satu tahun sudah bisa disahkan dan ditetapkan menjadi Perda. Sedangkan, Raperda Miras milik Pemkot Solo harus memakan waktu lebih dari 3 tahun untuk membahas Raperda ini. Pembahasan yang panjang tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor eksternal yang berupa tekanan-tekanan dari berbagai elemen masyarakat yang secara tegas menolak pengesahan Raperda miras. Selain tekanan dari luar, pembahasan di dalam dewan sendiri juga mengalami pro dan kontra antar fraksi-fraksi yang duduk di DPRD Surakarta. Sehingga hal tersebut juga mempengaruhi sulitnya Raperda ini untuk kemudian disahkan menjadi Perda. Raperda miras Kota Surakarta akhirnya secara resmi batal untuk disahkan pada Selasa, 4 Maret 2014 tahun lalu. Setelah kurang lebih 4 tahun dibahas di DPRD akhirnya Raperda miras dikembalikan ke eksekutif untuk

12 12 kemudian dilakukan peninjauan ulang. Berdasarkan pernyataan dari ketua pansus Raperda miras, Heri jumaidi (4/3) menyatakan bahwa: Hasil dari keseluruhan pembahasan pansus dengan ahli hasil konservasi ke Dirjen Perdagangan belum ditetapkan, tapi pertimbangan penolakan Raperda tersebut didapat terutama dari pandangan fraksi yang sebagian besar menolak, lalu pertimbangan lainnya juga karena selama ini munculnya Raperda Miras tersebut telah menimbulkan reaksi dari masyarakat. Dari latar belakang tersebut Raperda ditolak jadi perda,. (tribunnews.com). Dari pernyataan di atas maka jelas bahwa ada dua hal pokok yang menjadikan raperda miras di kota Surakarata dibatalkan menjadi Perda, yaitu mayoritas fraksi yang ada di DPRD kota Surakarta menolak pengesahan Raperda ini serta adanya gejolak atau reaksi di masyarakat yang dikhawatirkan akan semakin berbahaya jika Raperda miras resmi disahkan. Adanya sebagian besar atau mayoritas fraksi di DPRD yang menyatakan penolakan terhadap Raperda Kota Surakarta tentang miras sebagaimana yang diungkapkan oleh Heri Jumaidi pada kutipan sebelumnya tentunya juga membuktikan bahwa adanya sebagian kecil (minoritas) fraksi yang berbeda pandangan atau dengan kata lain mendukung pengesahan Raperda ini. Fenomena ini tentunya mengindikasikan adanya perbedaan kepentingan antara berbagai fraksi di DPRD Kota Surakarta yang tidak menutup kemungkinan menyebabkan terjadinya benturan kepentingan. Perbedaan pandangan yang mengakibatkan benturan kepentingan semacam ini adalah salah satu bentuk konflik. Konflik selalu terjadi manakala saling berbenturan kepentingan (Wahyudi, 2011: 17).

13 13 Dalam rangka menciptakan kebijakan yang berkualitas dan mampu diterima oleh semua pihak maka dalam prosesnya perumusan kebijakan harus melibatkan beberapa aktor yang berkepentingan (stakeholder). Tidak jarang pula dalam proses perumusan kebijakan ini terjadi adanya benturan atau konflik antar aktor. Proses formulasi kebijakan Raperda Kota Surakarta tentang Minuman keras juga telah menimbulkan konflik antar berbagai aktor baik internal maupun eksternal, termasuk di dalamnya konflik antar fraksi dalam pembahasan di DPRD Kota Surakarta yang telah disinggung sebelumnya. Konflik antar fraksi di DPRD Kota Surakarta menjadi menarik ketika dalam sidang paripurna konflik yang terjadi ketika pembahasan dengan seketika hilang. Ada beberapa pihak yang menyatakan bahwa hal tersebut dilakukan partai untuk menarik hati masyarakat menjelang tahun politik tahun Konflik yang terjadi dalam sebuah perumusan kebijakan publik merupakan hal yang wajar terjadi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Nugroho dalam bukunya (Nugroho, 2009: 305) bahwa Kebijakan publik muncul di tengah konflik dan sebagian besar untuk mengatasi konflik yang telah, sedang dan yang akan terjadi. Sehingga tidak heran jika terjadi perbedaan pendapat, kepentingan dan tujuan dalam sebuah proses perumusan kebijakan. Termasuk yang terjadi di dalam DPRD dalam perumusan Raperda Kota Surakarta tentang Minuman Keras yang berlangsung panjang manakala terjadi konflik antar fraksi.

14 14 Kurangnya penelitian tentang formulasi kebijakan publik sebagaimana dikemukakan oleh Subarsono (2005: 23) bahwa salah satu analisis kebijakan yang kurang mendapat perhatian selama ini tetapi bersifat krusial adalah perumusan kebijakan atau sering disebut policy formulation. Padahal jika kita cermati formulasi kebijakan merupakan tahapan awal dari sebuah kebijakan publik sebelum diimplementasikan dan dievaluasi. Sehingga berhasilnya suatu kebijakan juga dipengaruhi oleh proses perumusan kebijakan yang matang. Selain itu, jika kita cermati formulasi kebijakan publik pada dasarnya juga menyimpan berbagai keunikan di dalamnya, termasuk pada perumusan kebijakan Raperda Miras di Kota Surakarta. Proses formulasi kebijakan Raperda Kota Surakarta tentang Minuman Keras menjadi salah satu studi kebijakan publik yang menarik. Selain itu dinamika konflik antar fraksi di DPRD Kota Surakarta dalam pembahasan Raperda ini sangat unik sebagaimana dikemukakan sebelumnya. Kedua hal tersebut menjadi latar belakang peneliti mengangkat judul Analisis Formulasi Kebijakan Publik (Konflik Antar Fraksi di DPRD dalam Kasus Penolakan Raperda Kota Surakarta tentang Minuman Keras) dengan maksud untuk mengetahui lebih dalam terkait proses perumusan kebijakan Raperda Miras di Kota Surakarta sampai pada ditolak dengan melihat aspek konflik antar fraksi di DPRD Kota Surakarta.

15 Rumusan Masalah Dengan melihat permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang masalah sebelumnya untuk mengarahkan pembahasan, maka dirumuskan masalah terkait konflik yang terjadi antar fraksi di DPRD dalam formulasi kebijakan Raperda Kota Surakarta tentang Minuman Keras sehingga terjadi penolakan, dengan berfokus pada: 1. Fraksi apa saja yang terlibat konflik? 2. Apa bentuk konflik antar fraksi yang terjadi? 3. Apa saja penyebab terjadinya konflik antar fraksi? 4. Apa saja proses politik yang telah dilakukan untuk meminimalisir konflik tersebut? 5. Apa saja resolusi konflik yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui fraksi-fraksi di DPRD Kota Surakarta yang terlibat konflik dalam formulasi kebijakan Raperda Kota Surakarta tentang Minuman Keras sehingga terjadi penolakan. 2. Menganalisa konflik dan bentuk konflik yang terjadi dalam kasus tersebut.

16 16 3. Menganalisa penyebab terjadinya konflik antar fraksi yang terjadi dalam kasus tersebut. 4. Menganalisa proses politik yang telah dilakukan untuk meminimalisir konflik tersebut. 5. Mengidentifikasi resolusi konflik yang dilakukan untuk penyelesaian konflik tersebut. 1.4 Manfaat Penelitian Setelah tercapai tujuan di atas, penelitian ini diharapkan mampu memberikan beberapa manfaat, antara lain: a) Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan kepada penulis tentang masalah yang diteliti serta sebagai salah satu wujud penerapan teori-teori yang diperoleh selama kuliah dalam praktek di lapangan. Penelitian ini juga sebagai syarat peneliti untuk memperoleh gelar sarjana. b) Bagi Instansi Terkait Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan masukan untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan, khususnya dalam mengantisipasi terjadinya konflik di dalam legislatif serta memberikan tawaran resolusi konflik.

17 17 c) Bagi Dunia Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapakan mampu memberikan manfaat bagi kalangan akademisi dan nantinya dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian terkait.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Proses formulasi dalam studi analisis kebijakan selama ini kurang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Proses formulasi dalam studi analisis kebijakan selama ini kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Proses formulasi dalam studi analisis kebijakan selama ini kurang mendapatkan perhatian. Kajian analisis kebijakan publik yang ada selama ini kebanyakan menitikberatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan akan terus berkembang mengikuti dinamika masyarakat itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan akan terus berkembang mengikuti dinamika masyarakat itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan sosial di tengah-tengah masyarakat selalu mengalami perubahan dan akan terus berkembang mengikuti dinamika masyarakat itu sendiri. Tidak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat memprihatinkan. Bahkan jumlah kasus. narkotika selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat memprihatinkan. Bahkan jumlah kasus. narkotika selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Bahkan jumlah kasus penyalahgunaan narkotika selalu mengalami

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa minuman beralkohol

Lebih terperinci

BAB III KENDALA-KENDALA DALAM PENEGAKAN HUKUM PENJUALAN DAN PENGEDARAN MINUMAN BERALKOHOL

BAB III KENDALA-KENDALA DALAM PENEGAKAN HUKUM PENJUALAN DAN PENGEDARAN MINUMAN BERALKOHOL BAB III KENDALA-KENDALA DALAM PENEGAKAN HUKUM PENJUALAN DAN PENGEDARAN MINUMAN BERALKOHOL 3.1 Kendala Yuridis Peraturan perundang-undangan sudah banyak yang mengatur mengenai penjualan dan pengedaran minuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Dengan kekayaan yang melimpah tersebut, seharusnya semua kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba di Indonesia saat ini menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat dan telah sampai ke semua lapisan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyat. Peran dan partisipasi rakyat sangat besar peranannya

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. menjadi kurang optimal dilakukan dan bahkan gagal dalam mencapai tujuan

BAB VII PENUTUP. menjadi kurang optimal dilakukan dan bahkan gagal dalam mencapai tujuan BAB VII PENUTUP 7.1 KESIMPULAN Berbagai hambatan ditemui saat proses implementasi kebijakan miras dilakukan. Hambatan tersebut berimplikasi kepada implementasi kebijakan miras menjadi kurang optimal dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ancaman bahaya narkoba telah melanda sebagian besar negara dan bangsa di dunia. Kecenderungan peredaran narkoba sebagai salah satu cara mudah memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman nasional yang perlu mendapatkan perhatian yang serius oleh segenap element bangsa. Ancaman

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2005

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2005 No. 7, 2005 LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL Dl

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negatif. Dampak positif dari pembangunan nasional itu adalah terwujudnya

BAB I PENDAHULUAN. negatif. Dampak positif dari pembangunan nasional itu adalah terwujudnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia masih menghadapi berbagai masalah yang kurang mendukung, bahkan dapat menjadi hambatan serta rintangan untuk pembangunan nasional yang dimana pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PERILAKU MINUM MINUMAN BERALKOHOL DAN GANGGUAN KONDISI KESEHATAN PADA PEMUDA DI DESA KIRINGAN BOYOLALI

TINJAUAN PERILAKU MINUM MINUMAN BERALKOHOL DAN GANGGUAN KONDISI KESEHATAN PADA PEMUDA DI DESA KIRINGAN BOYOLALI TINJAUAN PERILAKU MINUM MINUMAN BERALKOHOL DAN GANGGUAN KONDISI KESEHATAN PADA PEMUDA DI DESA KIRINGAN BOYOLALI Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL DI KABUPATEN KUNINGAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL DI KABUPATEN KUNINGAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL DI KABUPATEN KUNINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini baik narkoba atau napza

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini baik narkoba atau napza BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain narkoba, istilah yang di perkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2002 TENTANG MINUMAN KERAS / BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2002 TENTANG MINUMAN KERAS / BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG Perda No. 04 / 2002 tentang Minuman Keras / Beralkohol. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2002 TENTANG MINUMAN KERAS / BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman terbukti megubah sebagian besar gaya hidup manusia. Mulai dari cara memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya seperti kebutuhan hiburan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa (Extra Ordinary Crime). Permasalahan ini tidak hanya menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa (Extra Ordinary Crime). Permasalahan ini tidak hanya menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dewasa ini sudah menjadi permasalahan serius, dan dapat dikatakan sebagai suatu kejahatan yang luar biasa (Extra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya non tembakau dan alkohol) baik di tingkat global, regional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Minuman keras menurut Peraturan Daerah Sleman Nomor 8 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Minuman keras menurut Peraturan Daerah Sleman Nomor 8 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minuman keras menurut Peraturan Daerah Sleman Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Pelarangan Pengedaran, Penjualan dan Penggunaan Minuman Beralkohol Pasal (1) huruf

Lebih terperinci

MINUMAN BERALKOHOL: DILARANG ATAU DIAWASI PEREDARANNYA Oleh : Arif Usman, SH, MH *

MINUMAN BERALKOHOL: DILARANG ATAU DIAWASI PEREDARANNYA Oleh : Arif Usman, SH, MH * MINUMAN BERALKOHOL: DILARANG ATAU DIAWASI PEREDARANNYA Oleh : Arif Usman, SH, MH * Pemberitaan mengenai korban minuman beralkohol selalu menghiasi media masa. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Formulasi Kebijakan Publik Ripley dan David Eastone, yang telah peneliti

BAB VI PENUTUP. Formulasi Kebijakan Publik Ripley dan David Eastone, yang telah peneliti 1 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Penelitian dengan tujuan mendeskripsikan proses Formulasi Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN MINUMAN KERAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN MINUMAN KERAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN MINUMAN KERAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang : a. bahwa minuman keras dapat membahayakan kesehatan jasmani

Lebih terperinci

UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP PENYEBARAN NARKOBA DI KALANGAN PELAJAR

UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP PENYEBARAN NARKOBA DI KALANGAN PELAJAR UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP PENYEBARAN NARKOBA DI KALANGAN PELAJAR Oleh : Wahyu Beny Mukti Setiyawan, S.H., M.H. Fakultas Hukum Universitas Surakarta Hp : 0857-2546-0090, e-mail : dosenbeny@yahoo.co.id Bahaya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DAN PENGAWASANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO,

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG ANTI PERBUATAN MAKSIAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015 Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015 Saat ini, BNN telah memiliki perwakilan daerah di 33 Provinsi, sedangkan di tingkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kondisi ketertiban, keamanan, kejahatan dan kekerasan pelakunya menyadari

BAB 1 PENDAHULUAN. kondisi ketertiban, keamanan, kejahatan dan kekerasan pelakunya menyadari 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minuman keras akhir-akhir ini telah menimbulkan masalah yang menganggu kondisi ketertiban, keamanan, kejahatan dan kekerasan pelakunya menyadari akan bahaya pengaruh

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELARANGAN MINUMAN BERALKOHOL, PENYALAHGUNAAN ALKOHOL, MINUMAN DAN OBAT OPLOSAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO, Menimbang : a. bahwa peredaran minuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu menarik di luar isu-isu lain seperti isu-isu tentang keamanan dan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu menarik di luar isu-isu lain seperti isu-isu tentang keamanan dan 1 ` BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam beberapa dekade belakangan, globalisasi dan regionalisme telah menjadi salah satu isu menarik di luar isu-isu lain seperti isu-isu tentang keamanan dan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea Ke Empat yang menyebutkan bahwa tujuan pembentukan Negara Indonesia adalah melindungi segenap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindak pidana narkoba ini, diperlukan tindakan tegas penyidik dan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. tindak pidana narkoba ini, diperlukan tindakan tegas penyidik dan lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini peredaran narkoba semakin merajalela, dan dalam menjalankan aksinya pun para pengedar menggunakan berbagai macam cara. Untuk mengatasi tindak pidana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat semakin maraknya penggunaan narkoba, kekhawatiran

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 5 TAHUN 2008 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 5 TAHUN 2008 T E N T A N G LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 5 TAHUN 2008 T E N T A N G PENGAWASAN, PENGENDALIAN DAN PENERTIBAN PENGEDARAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S -1 Keperawatan

Lebih terperinci

Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum

Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Anak yang berhadapan dengan hukum menunjukkan bahwa situasi sulit yang dihadapi oleh anak tidak hanya disebabkan oleh tindakan orang per orang tetapi juga dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya menimbulkan dampak positif, tetapi ada beberapa kebiasaan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. hanya menimbulkan dampak positif, tetapi ada beberapa kebiasaan yang dinilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Generasi muda merupakan harapan masa depan bagi bangsa Indonesia. Dalam perkembangannya, generasi muda Indonesia mulai meniru kebudayaan dari luar Indonesia, berupa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LARANGAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LARANGAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LARANGAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

- 1 - BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG - 1 - SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN MINUMAN BERALKOHOL DAN PENYALAHGUNAAN OBAT OPLOSAN SERTA ZAT ADIKTIF LAINNYA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PENGATURAN MINUMAN BERALKOHOL, PENYALAHGUNAAN ALKOHOL, OBAT- OBATAN DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LARANGAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LARANGAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LARANGAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : a. bahwa akibat mengkonsumsi minuman beralkohol dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah narkoba tergolong belum lama, istilah narkoba ini muncul sekitar tahun 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang yang termasuk

Lebih terperinci

P E R A T U R A N D A E R A H

P E R A T U R A N D A E R A H P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENGAWASAN, PENERTIBAN PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan sebutan narkoba, pada sisi penyalahgunaan narkoba, dewasa ini justru menunjukkan perkembangan

Lebih terperinci

Peningkatan Keamanan dan Ketertiban serta Penanggulangan Kriminalitas

Peningkatan Keamanan dan Ketertiban serta Penanggulangan Kriminalitas XIX Peningkatan Keamanan dan Ketertiban serta Penanggulangan Kriminalitas Keamanan dan ketertiban merupakan prasyarat mutlak bagi kenyamanan hidup penduduk, sekaligus menjadi landasan utama bagi pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia bahkan diseluruh dunia adalah gagal ginjal. Gagal ginjal terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia bahkan diseluruh dunia adalah gagal ginjal. Gagal ginjal terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan yang cukup serius dalam kehidupan modern saat ini baik di Indonesia bahkan diseluruh dunia adalah gagal ginjal. Gagal ginjal terjadi secara akut (kambuhan)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

PUSAT TERAPI DAN REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PROVINSI JAWA TENGAH DI UNGARAN

PUSAT TERAPI DAN REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PROVINSI JAWA TENGAH DI UNGARAN LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT TERAPI DAN REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PROVINSI JAWA TENGAH DI UNGARAN Penekanan desain Arsitektur Post Modern Diajukan untuk

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG IZIN TEMPAT PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG IZIN TEMPAT PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL Menimbang : BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG IZIN TEMPAT PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB`1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan baik secara fisik maupun mental. Remaja. mengalami perkembangan yang sangat pesat yang

BAB`1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan baik secara fisik maupun mental. Remaja. mengalami perkembangan yang sangat pesat yang BAB`1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja pada masa perkembangannya mengalami berbagai perubahan baik secara fisik maupun mental. Remaja tidak mengalami pembesaran otak, namun otak remaja mengalami perkembangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PELARANGAN MINUMAN BERALKOHOL DAN PENYALAHGUNAAN OBAT OPLOSAN SERTA ZAT ADIKTIF LAINNYA

Lebih terperinci

Selasa, 7 Pebruari 2006

Selasa, 7 Pebruari 2006 LAPORAN KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II / PENGAMBILAN KEPUTUSAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA PADA RAPAT PARIPURNA Assalamu alaikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahaya narkoba sudah mencengkeram Indonesia. Saat ini Indonesia menjadi pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkembang seperti Indonesia, secara berkelanjutan melakukan pembangunan baik fisik maupun mental untuk mencapai tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. melainkan hanya bisa dikurangi atau sedikit dicegah. Antisipasi atas kejahatan dan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. melainkan hanya bisa dikurangi atau sedikit dicegah. Antisipasi atas kejahatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman dan teknologi serta semakin meningkatnya kreatifitas maupun pengetahuan yang dimiliki oleh manusia. Seiring dengan itu

Lebih terperinci

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; BUPATI SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERTURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN TERHADAP PRODUKSI, PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (PIAGAM PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minuman berakohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif yang akan menyebabkan penurunan kesadaran bagi seseorang yang mengkonsumsinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, penyalahgunaan narkotika dapat berdampak negatif, merusak dan mengancam berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anak sebagai Mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan Mahluk sosial, sejak dalam kandungan sampai melahirkan mempunyai hak atas hidup dan merdeka saat serta mendapat perlindungan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUUXIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati I. PEMOHON a. Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (Pemohon I) b. Lembaga Pengawasan

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013

Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013 Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PRASETYA PERWIRA TENTARA NASIONAL INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni melindungi

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni melindungi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkembang seperti Indonesia, secara berkelanjutan melakukan pembangunan, baik fisik maupun mental untuk mencapai tujuan Negara yang tertuang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecakapan untuk menghindari penyalahgunaan narkoba. Informasi mengenai

BAB I PENDAHULUAN. kecakapan untuk menghindari penyalahgunaan narkoba. Informasi mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba kini mengintai setiap generasi muda khususnya para pelajar, masyarakat, keluarga, dan sekolah memikul tanggung jawab untuk menjaga para pelajar dari ancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, bangsa dan umat manusia. yang sangat mengkhawatirkan. Terutama pada remaja-remaja saat ini yang makin

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, bangsa dan umat manusia. yang sangat mengkhawatirkan. Terutama pada remaja-remaja saat ini yang makin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahngunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (selanjutnya disebut narkoba) merupakan permasalahan kompleks baik dilihat dari faktor penyebab maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterbatasan pengetahuan tentang narkoba masih sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterbatasan pengetahuan tentang narkoba masih sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterbatasan pengetahuan tentang narkoba masih sangat terbatas. Keterbatasan pengetahuan tentang narkoba itulah yang mendorong terjadinya penyalahgunaan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan dan studi ilmiah sehingga diperlukan suatu produksi narkotika yang terus menerus

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO MINUMAN KERAS

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO MINUMAN KERAS PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG MINUMAN KERAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang : 1 Mengingat : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyidik Polri diberi kewenangan yang bersifat personal, berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyidik Polri diberi kewenangan yang bersifat personal, berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidik Polri diberi kewenangan yang bersifat personal, berdasarkan Pasal 7 Ayat (1) butir j Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, dan Pasal 18 Undang-undang

Lebih terperinci

BAB III. dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik. bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur

BAB III. dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik. bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur BAB III PERDAGANGAN MINUMAN BERALKOHOL MENURUT PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 35 TAHUN 2010 PASAL 39 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN MINUMAN BERALKOHOL (SIUP-MB) A. Pengertian Minuman Beralkohol

Lebih terperinci

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan proaktif melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan proaktif melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. BAB 1 PENDAHULUAN Globalisasi telah memicu peningkatan kesadaran secara global di semua sektor kehidupan masyarakat dunia yang mewujud dalam bentuk pergeseran cara berpikir dan bertindak sehingga memengaruhi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1. adanya pengendalian, pengawasan yang ketat dan seksama.

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1. adanya pengendalian, pengawasan yang ketat dan seksama. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI KEEROM

PROVINSI PAPUA BUPATI KEEROM PROVINSI PAPUA BUPATI KEEROM PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEEROM, Menimbang : a. bahwa Minuman Beralkohol

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki sejumlah masalah perkotaan yang sangat kompleks. Salah satu ciri negara berkembang adalah pesatnya perkembangan

Lebih terperinci

LARANGAN MINUMAN KERAS

LARANGAN MINUMAN KERAS LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 7 TAHUN 2000 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG LARANGAN MINUMAN KERAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION ON COUNTER TERRORISM (KONVENSI ASEAN MENGENAI PEMBERANTASAN TERORISME) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara dengan

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara dengan 48 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 0 14 dengan 105 0 45 Bujur Timur dan 5 0 15 6 0. Mengingat letak yang demikian ini,

Lebih terperinci

PERMENDAG no.20 tahun 2014 Pakta integritas

PERMENDAG no.20 tahun 2014 Pakta integritas Tahukah anda? PERMENDAG no.20 tahun 2014 Pakta integritas Menempatkan Produk Minuman Beralkohol secara terpisah dengan barang lainnya, Melakukan pemeriksaan kartu identitas setiap pembeli untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil dan makmur, sejahtera, tertib dan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak Pidana Narkotika merupakan salah satu tindak pidana yang cukup banyak terjadi di Indonesia. Tersebarnya peredaran gelap Narkotika sudah sangat banyak memakan

Lebih terperinci

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * Naskah diterima: 12 Desember 2014; disetujui: 19 Desember 2014 Trend perkembangan kejahatan atau penyalahgunaan narkotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjalanan waktu dan kemajuan teknologi. tiga bagian yang saling terkait, yakni adanya produksi narkotika secara gelap

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjalanan waktu dan kemajuan teknologi. tiga bagian yang saling terkait, yakni adanya produksi narkotika secara gelap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 4 SERI E TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELARANGAN PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL DI KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan

Lebih terperinci