BAB VII PENUTUP. menjadi kurang optimal dilakukan dan bahkan gagal dalam mencapai tujuan

Transkripsi

1 BAB VII PENUTUP 7.1 KESIMPULAN Berbagai hambatan ditemui saat proses implementasi kebijakan miras dilakukan. Hambatan tersebut berimplikasi kepada implementasi kebijakan miras menjadi kurang optimal dilakukan dan bahkan gagal dalam mencapai tujuan kebijakan yakni tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum yang masih rendah. Mengadaptasi dari pendapat berbagai ahli implementasi, maka pada penelitian ini hambatan proses implementasi dibagi menjadi dua sumber utama yakni pada isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan kebijakan (context of policy). Faktor content of policy lebih ke arah internal kebijakan itu sendiri, sedangkan faktor context of policy mengarah kepada faktor eksternal kebijakan publik. Pada penelitian ini, hambatan dari internal kebijakan (Content of policy) yang paling berpengaruh yakni terletak pada minimnya sumberdaya kebijakan yang ada. Keterbatasan sumberdaya dalam melakukan operasi miras ilegal di Kabupaten Sukoharjo menjadi salah satu faktor mengapa miras ilegal masih mudah ditemui di Kabupaten Sukoharjo. Mengingat dalam setiap program juga memerlukan dukungan dari staf untuk melakukan pekerjaan administrasi dan teknis, serta dalam hal memonitoring program yang semuanya membutuhkan biaya. Wajar saja jika kinerja para implementator dalam melaksanakan pengawasan, dalam ukuran berapa kali melakukan penindakan atau operasi minuman keras ilegal tidak optimal. Permasalahan mengenai keterbatasan 110

2 personil pengawas dan anggaran program menjadi permasalahan utama yang dihadapi dalam implementasi Perda Miras. Banyaknya titik operasi miras ilegal menjadi sebab mengapa tim pengawas kesulitan dalam mengontrol miras ilegal, karena memungkinkan terjadinya kebocoran razia. Berimplikasi secara tidak langsung terhadap esksistensi keberadaan ciu, serta mudahnya mendapatkannya sampai sekarang ini. Faktor penghambat eksternal kebijakan atau context of policy pada penelitian ini berasal dari dua faktor utama. Faktor pertama berasal dari sosial budaya, ciu merupakan warisan budaya peninggalan Keraton Surakarta yang melenceng, dan masih lestari hingga saat ini. Pada masa Keraton Surakarta tempo dulu, ciu menjadi instrumen dalam prosesi perayaan tertentu, yang dinikmati dari semua kalangan entah itu punggawa kerajaan sampai rakyat sekalipun. Namun sekarang ini masyarakat yang menjadi konsumen ciu tidak mengetahui bahwa kebiasaan mabuk-mabukan tersebut merupakan warisan budaya Keraton Surakarta yang masih eksis. Yang mereka ketahui bahwa prosesi mabuk-mabukan sebagai sebuah kebiasaan turun temurun dan kerap ditemui di lingkungan mereka terutama pada acara konser musik atau hajatan. Sebagian konsumen ciu sekarang ini melakukan mabuk-mabukan dengan latar belakang sebagai sebuah bentuk perlawanan terhadap serbuan globalisasi. Didasari sebagai bentuk perlawanan terhadap hegemoni industri hiburan sebagai bentuk dari ancaman global kemajuan industri. Karena peminat ciu biasanya identik dengan golongan ekonomi menengah ke bawah, yang mana mereka memiliki kapasitas yang rendah untuk pemenuhan konsumerisme terhadap serbuan global. Mereka lebih memilih pesta miras atau 111

3 ciu di tengah acara hiburan rakyat karena mereka membutuhkan hiburan yang terjangkau dibalik himpitan kesulitan ekonomi. Faktor penghambat eksternal yang kedua adalah adanya ketidakpatuhan sebagian masyarakat terhadap Perda Miras Nomor 7 Tahun 2012 Kabupaten Sukoharjo. Mereka (produsen ciu) beranggapan bahwa kebijakan miras mengganggu mata pencaharian mereka yang berada pada sektor industri alkohol. Bentuk ketidakpatuhan dari produsen alkohol adalah senantiasa masih memproduksi ciu yang mana tidak sesuai dengan ketentuan isi perda yang melarang eksistensi ciu. Eksistensi ciu juga tidak bisa lepas dari begitu banyak permintaan terhadap minuman keras golongan C tersebut seiring dengan berkurangnya permintaan akan etanol. Ditambah lagi dengan penemuan pupuk yang berasal dari limbah industri alkohol yang memiliki harga jual yang tinggi dan tidak terlalu memakan biaya produksi, juga menjadi salah satu faktor ketidakpatuhan. 112

4 Gambar Hasil penelitian Penelitian IMPLEMENTASI PERDA MIRAS KABUPATEN SUKOHARJO Content Perda Kekurangan sumber daya Pengawasan Sesuai ketentuan Pengendalian Peredaran Belum sesuai ketentuan Context Perda Faktor Sosial Budaya Ketidakpatuhan masyarakat Penjualan Belum sesuai ketentuan Sumber: Penulis 7.2 SARAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah dijelaskan di atas, penulis ingin memberikan beberapa saran dan rekomendasi yang berhubungan dengan penelitian ini yang diharapkan dapat menjadi masukan yang penting bagi pihak yang bersangkutan. Saran dan rekomendasi tersebut antara lain: 1. Perlunya penambahan sumberdaya pada proses pengawasan implementasi. Karena kenyataan di lapangan, terdapat masalah kekurangan sumberdaya 113

5 program pengawasan miras. Entah itu sumberdaya anggaran pendanaan program maupun sumberdaya manusia pihak implementator yang kurang. Penambahan dari sektor anggaran pendanaan yang bisa diambil dari APBD Kabupaten Sukoharjo dengan diiringi penambahan kuantitas dan kualitas tim pengawas melalui pembinaan dan rekruitmen anggota baru, diharapkan mampu melakukan pengawasan dan penyelidikan isu miras ilegal lebih optimal terutama pada kawasan industri alkohol yang berpusat di Desa Bekonang dan Ngombakan. 2. Revitalisasi etanol sebagai basis utama hasil produksi di sentra industri alkohol Kecamatan Polokarto dan Mojolaban, guna meminimalisir proses produksi ciu yang menyalahi aturan. Revitalisasi mungkin dapat dilakukan dengan intervensi yang dilakukan oleh Pemerintah pada sektor ekonomi yang mengatur mengenai harga dan permintaan etanol. Atau Pemerintah juga bisa membantu para perajin alkohol dengan membuka kerjasama baru dengan pihak atau daerah lain, guna mempermudah para perajin untuk memasarkan etanol hasil produksinya. 3. Selepas menyediakan sarana distribusi etanol untuk para perajin alkohol, maka perlu juga dilakukan pengawasan produksi oleh implementator kebijakan yang lebih ketat. Guna meminimalisir segala kemungkinan para perajin alkohol tersebut kembali memproduksi ciu sebagai hasil produksi sampingan mereka. Disertakan penjatuhan sanksi pidana secara maksimal kepada perajin yang masih saja memproduksi ciu. Sebagaimana yang telah tercantum di dalam dokumen Perda Miras Nomor 7 Tahun 2012 Kabupaten 114

6 Sukoharjo, terutama pada pasal 32 yang menyebutkan bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 19 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan penjara dan denda maksimal Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). Mengingat ciu merupakan hasil warisan budaya masyarakat yang masih lestari sampai saat ini dan melihat pada kenyataan bahwa masih tingginya permintaan masyarakat akan ciu. Sekiranya lebih efektif melakukan penindakan dan pencegahan peredaran barang haram tersebut dengan melakukan intervensi langsung kepada sumber ciu itu diproduksi, yakni para perajin alkohol. Jika ciu sudah diproduksi maka secara langsung maupun tidak langsung akan mengurangi konsumsi ciu oleh masyarakat yang berimplikasi kepada terciptanya kepatuhan. Sebgai bentuk dari pengendalian sosial masyarakat yang bersifat represif oleh pemerintah. 4. Penjatuhan sanksi administratif kepada para perajin alkohol yang masih memproduksi ciu. Sanksi administratif juga diperlukan tanpa mengurangi hak dan wewenang tim penyelidik dalam menjatuhkan sanksi pidana. Mengingat penjatuhan sanksi administratif seperti yang tercantum pada Pasal 29 dan Pasal 30 Perda Miras Nomor 7 Tahun 2012 Kabupaten Sukoharjo, berupa pencabutan Surat Izin Usaha Penjualan Minuman Beralkohol (SIUP-MB) yang notabene tidak dimiliki oleh perajin alkohol di seputar Desa Bekonang dan Ngombakan. Maka dari itu penjatuhan sanksi administratif kepada para perajin alkohol yang nakal masih memproduksi ciu, melalui pencabutan Surat Izin Usaha Produksi (SIUP) mereka. Atau dengan kata lain dengan menutup 115

7 usaha mereka melalui wewenang dan hak yang dimiliki oleh tim penyelidik, guna menciptakan efek jera. 5. Perlunya pengawasan yang lebih ketat pada setiap acara yang bernuansa hiburan rakyat, seperti konser musik. Hal itu supaya bisa meminimalisir terjadi pesta miras oleh warga yang menikmati hiburan rakyat tersebut. Mengingat bahwa ciu merupakan peninggalan budaya yang masih dilestarikan sampai saat ini. Pengawasan dengan ketat bisa dengan cara menambah personil tim pengawas terutama pihak kepolisian di setiap sudut, saat acara hiburan rakyat tersebut berlangsung. Karena penting juga untuk melakukan pengendalian kepada masyarakat selaku konsumen miras, selain kepada para produsen atau penjual miras. 6. Perlunya pengendalian sosial secara persuasif dalam prosesnya, kepada masyarakat disamping adanya pengendalian sosial yang bersifat represif yang dilakukan. Terutama untuk anak-anak sekolah yang masih rawan terjerumus pergaulan yang salah dengan berteman dengan minuman keras. Pengendalian sosial secara persuasif merupakan bentuk pengendalian sosial yang dalam prosesnya bersifat membujuk atau mengarahkan masyarakat untuk patuh terhadap aturan, atau dengan kata lain dengan menggunakan pendekatan atau sosialisasi kepada anak-anak usia sekolah secara rutin. Pada kasus implementasi perda miras Kabupaten Sukoharjo, terdapat pembagian tugas antara tim pengawas seperti tim pembinaan dan tim penyelidik. Pembinaan dilakukan kepada para pelanggar ketentuan yang tertulis di dalam perda. Namun memiliki segelintir kekurangan dalam 116

8 prosesnya, yakni selama ini proses pembinaan atau sosialisasi mengenai bahaya miras atau oplosan lebih bersifat represif atau ketika hal tersebut telah terjadi. Seperti pembinaan kepada para penjual minuman beralkohol yang tidak memiliki SIUP-MB. Maka dari itu perlunya diadakan tindakan pembinaan kepada masyarakat luas, mengenai bahaya minum-minuman keras secara rutin. Semisal melakukan sosialisasi secara rutin tiga bulan sekali di Sekolah-sekolah mengenai bahaya dari narkoba. Pada contoh tersebut penyuluhan merupakan cara yang tepat untuk melakukan arahan atau bujukan kepada siswa yang notabene sebagai generasi penerus bangsa agar terhindar dari bahaya narkoba. 117