Penentuan Lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal di Sentra Industri Tahu Dusun Purwogondo, Kelurahan Kartasura

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penentuan Lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal di Sentra Industri Tahu Dusun Purwogondo, Kelurahan Kartasura"

Transkripsi

1 Petunjuk Sitasi: Nugraha, E. Y., Suletra, I. W., & Liquiddanu, E. (2017). Penentuan Lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal di Sentra Industri Tahu Dusun Purwogondo, Kelurahan Kartasura. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. C ). Malang: Jurusan Teknik Industri Universitas Brawijaya. Penentuan Lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal di Sentra Industri Tahu Dusun Purwogondo, Kelurahan Kartasura Eucharistia Yacoba Nugraha (1), I Wayan Suletra (2), Eko Liquiddanu (3) (1), (2), (3) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A, Jebres, Surakarta, (1) eucharistianugraha@gmail.com, (2) suletra@stafft.uns.ac.id, (3) liquiddanu@gmail.com ABSTRAK Dusun Purwogondo merupakan salah satu sentra industri tahu di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Industri tahu ini dalam proses produksinya menghasilkan limbah cair yang selama ini belum diolah terlebih dahulu dan langsung dibuang ke lingkungan. Hal tersebut membuat tercemarnya lingkungan disekitar industri tahu. Untuk mengatasi hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab pemerintah maupun pengusaha untuk mengolah terlebih dahulu limbah yang dihasilkan sehingga pada saat limbah dibuang ke lingkungan sudah memenuhi baku mutu air limbah. Atas dasar permasalahan tersebut, maka perlunya dibangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal. Karena keterbatasan biaya yang ada maka penentuan lokasi penempatan IPAL komunal sangatlah penting. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menentukan lokasi IPAL komunal terbaik dengan menggunakan metode entropy untuk menentukan bobot setiap kriteria penentuan lokasi IPAL komunal dan metode VIKOR untuk menentukan prioritas alternatif terbaik. Penelitian ini diawali dengan studi pustaka dan studi lapangan untuk menentukan kriteria-kriteria pemilihan IPAL, deep interview dengan para ahli di bidangnya masing-masing untuk penentuan kriteria-kriteria pemilihan IPAL komunal, menentukan bobot entropy untuk masing-masing kriteria dan pemilihaan lokasi terbaik. Hasil penelitian, diperoleh bobot awal kriteria penentuan lokasi IPAL komunal oleh para ahli yang subjektif diolah dengan metode entropy sehingga diperoleh bobot entropy yang lebih objektif. Bobot entropy tersebut kemudian diolah dengan metode VIKOR dan menghasilkan rangking lokasi terbaik. Kata kunci Entropy, pemilihan lokasi IPAL, sentra industri tahu, VIKOR. I. PENDAHULUAN Dusun Purwogondo merupakan salah satu sentra industri tahu yang ada di Kelurahan Kartasura, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan kondisi yang ada dilapangan saat ini industri tahu yang ada tidak mengolah terlebih dahulu limbah cair yang dihasilkan. Limbah yang dihasilkan langsung dibuang begitu saja ke selokan-selokan dan aliran sungai yang berada di dekat industri itu didirikan. Sumber pencemar yang terkandung di dalam limbah tahu berasal dari air bekas pencucian dan perebusan kedelai. Berdasarkan pengujian air limbah industri tahu yang pernah dilakukan oleh Myrasandri dan Syafila (2009), karakteristik awal air buangan industri tahu menyatakan bahwa zat organik yang terdapat pada limbah tahu memiliki kandungan yang melebihi baku mutu dengan kandungan Biological Oxygen Demand (BOD) sebesar 6586 mg/l dan Chemical Oxygen Demand (COD) sebesar 8640 mg/l. Menurut Ulum Munawaroh, dkk (2013), dari uji karakteristik awal limbah tahu diperoleh hasil kandungan BOD sebesar 7800 mg/l, COD sebesar 9256mg/L. Sedangkan menurut Muljani (2016), dari uji karakteristik awal limbah tahu diperoleh hasil suhu air limbah tahu berkisar 40-60ºC, kandungan BOD berkisar mg/l, dan COD sebesar mg/l. Baku mutu limbah industri tahu dan tempe menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 5 tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Kedelai, kadar maksimum yang diperbolehkan untuk BOD sebesar 150 mg/l dan COD sebesar 300 mg/l sehingga hasil pengujian air limbah kedelai yang pernah dilakukan melebihi ambang batas yang diijinkan. Oleh karena itu, perlunya dilakukan pengolahan C-108

2 Penentuan Lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal Di Sentra Industri Tahu Dusun Purwogondo, Kelurahan Kartasura terlebih dahulu sebelum air limbah industri tahu dibuang ke lingkungan. Karena apabila limbah tahu secara terus menerus dibuang tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu maka akan mengganggu lingkungan seperti menimbulkan bau busuk dan kematian terhadap organisme air. Selain itu dapat dapat merusak kualitas lingkungan terutama perairan yang menjadi salah satu kebutuhan umat manusia dan makhluk hidup lainnya, dapat membahayakan bagi kesehatan manusia. Menurut Peraturan Pemerintah nomer 82 Tahun 2001 pasal 37 menyatakan setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran air. Berdasarkan peraturan tersebut sudah menjadi tanggungjawab pengusaha tahu di Dusun Purwogondo untuk mengolah limbah cair industri tahunya. Pengolahan limbah cair industri tahu dapat diatasi dengan cara membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL merupakan sebuah struktur yang dirancang untuk membuang limbah biologis dan kimiawi dari air sehingga memungkinkan menurunkan kandungan pencemar air limbah yang berpotensi mencemari lingkungan sampai batas yang disyaratkan pemerintah. Pembangunan IPAL ini didukung dengan UU No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Pasal 17) bahwa setiap orang atau badan yang membuang limbah cair wajib menaati baku mutu limbah cair sebagaimana ditentukan dalam izin pembuangan limbah cair yang ditetapkan baginya. Selain itu berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukoharjo Tahun pasal 20 bahwa Pemerintah Kota Sukoharjo merencanakan melakukan pembangunan IPAL komunal untuk mengatasi pencemaran limbah di beberapa kawasan industri Sukoharjo salah satunya di Kelurahan Kartasura. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk membantu pemerintah kota menentukan lokasi IPAL komunal terbaik di kawasan industri tahu di Dusun Purwogondo, Kelurahan Kartasura, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo karena ketiadaan biaya yang dimiliki para pengusaha tahu sehingga pengusaha tahu tidak mungkin untuk membuat saluran IPAL dengan biaya sendiri tanpa bantuan dari pemerintah kabupaten Sukoharjo. IPAL yang akan dibangun oleh pemerintah kabupaten Sukoharjo merupakan IPAL komunal karena adanya keterbatasan biaya yang dimiliki untuk membuat IPAL dalam jumlah banyak. Sehingga IPAL komunal menjadi alternatif terbaik yang nantinya dapat digunakan untuk menampung limbah dari beberapa pengusaha tahu sekaligus. II. METODE PENELITIAN Metode penelitian ini disusun menjadi beberapa bagian. Bagian pertama, melakukan observasi ke lapangan dan melakukan tinjauan pustaka dengan mengkaji beberapa literatur yang membahas mengenai kriteria-kriteria dalam penentuan lokasi IPAL dan metode yang terkait. Bagian kedua, menyaring kriteria yang telah dihimpun dari studi literatur dengan melakukan deep interview dengan beberapa ahli untuk menghimpun kriteria yang sesuai dengan kondisi lapangan yang ada. Dari hasil deep interview diperoleh kriteria kriteri a yang kemudian akan diolah kedalam kuesioner dalam skala likert untuk mengetahui apakah kriteria tersebut penting untuk menentukan lokasi IPAL komunal di Dukuh Purwogondo. Di dalam kuesioner tingkat kepentingan ini, kriteria dan subkriteria yang dengan rataan nilai likert> 3,75 dianggap relevan atau terpilih (Kurniawati, 2006). Kuesioner disebarkan kepada ahli dan hasil dari kuesioner tersebut adalah kriteria-kriteria untuk menentukan lokasi IPAL komunal di Dukuh Purwogondo. Kemudian kriteria tersebut dikelompokkan menjadi 2 jenis kriteria, yaitu kriteria benefit dan kriteria cost. Kriteria benefit merupakan nilai kriteria yang memiliki fungsi maksimum sedangkan kriteria cost merupakan kriteria yang berfungsi minimum. Kriteria tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Setelah ditentukan kriteria pemilihan lokasi IPAL maka langkah selanjutnya menentukan bobot masing-masing kriteria menggunakan metode entropy. Metode entropy mengurutkan kriteria dengan variasi nilai tertinggi akan mendapatkan bobot tertinggi (Triyanti dan Gadis, 2008). Kelebihan metode entropy dibandingkan metode pembobotan lainnya adalah metode ini menggunakan pendekatan subjektif dan objektif sehingga menghasilkan bobot kriteria C-109

3 Nugraha, Suletra, dan Liquiddanu berdasarkan karakteristik data sekaligus dapat mengakomodasi preferensi subjektif dari pengambil keputusan.langkah-langkah metode entropy dapat dilihat pada gambar 1 (a). Tabel 1 Kriteria Pemilihan Lokasi IPAL komunal Kriteria Cost Kriteria Benefit Jarak lokasi IPAL dari lokasi sumber Ketinggian (elevasi) lokasi IPAL (K2) limbah (K1) Jarak lokasi IPAL ke pembuangan (K3) Jumlah industri tahu yang dapat ditampung (K5) Resiko bahaya banjir (K4) Penerimaan masyarakat (K10) Akses jalan (K6) Komitmen industri tahu berkontribusi dalam biaya perawatan (K11) Kemiringan lahan rata-rata (K7) Komitmen industri tahu dalam mematuhi SOP penyaluran limbah (K12) Tata guna lahan (K8) Perizinan Usaha industri tahu (K13) Legalitas lahan (K9) Jumlah industri tahu yang dilayani (K14) (a) Gambar 1 (a) Tahapan Perhitungan Metode entropy (b) Tahapan Perhitungan Metode VIKOR Setelah itu, mengolah data menggunakan metode Vlse Kriterijumska Optimizacija Kompromisno Resenje (VIKOR) untuk memperoleh urutan rangking alternatif dari yang terbaik sampai dengan rangking terendah. Menurut Opricovic dan Tzeng (2004), metode VIKOR merupakan salah satu metode Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang memiliki prosedur perhitungan sederhana dengan pertimbangan kedekatan antar alternatif yang ideal maupun tidak ideal. Hasil dari metode VIKOR berupa urutan perangkingan alternatif mulai dari rangking terbaik sampai terendah. Keistimewaan VIKOR adalah dapat digunakan untuk pengambil keputusan dengan kriteria yang lebih dari satu, khususnya situasi dimana pengambil keputusan tidak dapat menentukan preferensinya pada saat awal desain sistem. Solusi yang ditawarkan pada metode VIKOR adalah pertimbangan nilai utilitas maksimum grup (Sj) dan nilai regret minimum (b) C-110

4 Penentuan Lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal Di Sentra Industri Tahu Dusun Purwogondo, Kelurahan Kartasura individu (Rj) yang saling bertentangan (Huang, Tzeng dan Liu dalam Lailiana, 2015). Langkahlangkah metode VIKOR dapat dilihat pada gambar 1 (b). III. HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan bobot tiap kriteria menggunakan metode entropy diberikan dengan cara menggabungkan bobot awal yang diperoleh dari ahli, bobot entropy dan bobot akhir entropy. Dari hasil perhitungan menunjukkan bobot dari setiap kriteria berbeda antara bobot awal dan bobot entropy. Misalnya bobot awal yang menjadi kriteria utama adalah kriteria K11 dengan nilai bobot , pada hasil bobot entropy yang menjadi kriteria utama K2 dengan nilai bobot , sedangkan pada bobot entropy akhir yang menjadi kriteria utama adalah K3 dengan nilai bobot Perbedaan tersebut dikarenakan pada metode entropy data yang mempunyai range terbesar akan menjadi kriteria utama dalam pengambilan keputusan. Hasil perbandingan ketiga bobot dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Perbandingan Hasil Bobot Kriteria Bobot Awal Bobot entropy Bobot Akhir entropy K K K K K K K K K K K K K K Setelah diperoleh bobot tiap kriteria selanjutnya dilakukan proses perangkingan menggunakan metode VIKOR. Kegunaan perhitungan bobot entropy ini akan mengurangi kesubjektifan ahli sehingga objektifitas dapat meningkat, sehingga bobot masing-masing kriteria yang akan digunakan dalam metode VIKOR memiliki tingkat objektifitas yang tinggi. Pengambilan keputusan metode VIKOR mempertimbangkan kedekatan antar alternatif yang ideal maupun tidak ideal. Data masukan pada metode VIKOR ini adalah metrik kriteria ternormalisasi dan bobot akhir entropy yang sudah dihitung pada tahapan perhitungan metode entropy sebelumnya. Pada penelitian ini terdapat 8 alternatif lokasi yang diusulkan menjadi lokasi alternatif IPAL komunal. Alternatif lokasi dipilih berdasarkan luas lahan yang ada dan kapasitas limbah yang akan ditampung. Alternatif lokasi IPAL komunal dan persebaran industri tahu dapat dilihat pada gambar 2. C-111

5 Nugraha, Suletra, dan Liquiddanu Gambar 2 Lokasi Alternatif IPAL komunal Pada metode VIKOR terdapat 3 perangkingan, yaitu perangkingan S i berdasarkan pendekatan dengan titik solusi terjauh dengan solusi ideal, perangkingan R i berdasarkan pendekatan dengan titik solusi terdekat dengan ideal dan perangkingan Q i merupakan perangkingan dengan menghitung indeks VIKOR. Nilai S i, R i, dan Q i yang terkecil dari semua alternatif akan mendapatkan rangking terbaik dan sebaliknya yang mendapat nilai terbesar akan mendapatkan rangking terakhir. Perangkingan S i, R i, dan Q i dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Perangkingan S i, R i, dan Q i Alternatif S Alternatif R Alternatif Q Alternatif Alternatif Alternatif 1 0 Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Langkah terakhir menentukan rangking metode VIKOR dari setiap alternatif digunakan solusi kompromi. Solusi alternatif terbaik merupakan rangking terbaik dari nilai Q j minimum dengan syarat harus memenuhi 2 kondisi, yaitu keuntungan yang dapat diterima (C1) dan stabilitas pengambilan keputusan yang dapat diterima (C2). Untuk melihat kondisi tersebut dapat dilakukan dengan langkah-langkah sesuai pada gambar 1(b) dan hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Kondisi kompromi metode VIKOR DQ C 1 Q(j(2)) - Q(j(1)) DQ Kondisi Terpenuhi C2 Q(j(1)) harus menjadi ranking terbaik pada Sj dan Rj Kondisi Terpenuhi Q(j(1)) = 0 Pada penelitian ini karena kondisi C1 dan C2 terpenuhi, maka rangking alternatif pemilihan IPAL komunal yang dihasilkan metode VIKOR dapat dilihat pada tabel 5. C-112

6 Penentuan Lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal Di Sentra Industri Tahu Dusun Purwogondo, Kelurahan Kartasura Tabel 5 Hasil Perangkingan VIKOR Alternatif Q Ranking Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Untuk mengantisipasi perubahan keputusan yang terjadi akibat perubahan bobot utilitas maksimum grup (v) maka perlu dilakukan analisis sensitivitas untuk metode VIKOR. Untuk perangkingan Q i di atas menggunakan nilai v sebesar 0,5 dimana nilai v dapat berkisar 0-1. Untuk menguji perubahan digunakan nilai v sebesar 0,4 dan 0,6. Rumus yang digunakan sebagai berikut: Hasil uji analisis sensitivitas dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6 Uji sensitivitas v=0,4 Rangking v=0,6 Rangking Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif Dapat dilihat untuk peringkat pertama tidak mengalami perubahan posisi sehingga alternatif 1 adalah pilihan lokasi terbaik untuk pembangunan IPAL komunal. IV. PENUTUP Terdapat 14 kriteria yang dipertimbangkan pada pemilihan lokasi IPAL komunal, yaitu jarak lokasi IPAL dari lokasi sumber limbah, ketinggian (elevasi) lokasi IPAL, jarak lokasi IPAL ke pembuangan, resiko bahaya banjir, akses jalan, kemiringan lahan rata-rata, tata guna lahan, legalitas lahan, jumlah industri tahu yang dapat ditampung, penerimaan masyarakat, komitmen industri tahu berkontribusi dalam biaya perawatan, komitmen industri tahu dalam mematuhi SOP penyaluran limbah, perizinan Usaha industri tahu, dan jumlah industri tahu yang dilayani. Hasil yang didapat dari pembobotan setiap kriteria menggunakan metode entropy membuat bobot entropy lebih objektif dan selanjutnya dapat diolah menggunakan metode VIKOR. Hasil rangking alternatif menggunakan metode VIKOR adalah alternatif 1 terpilih menjadi alternatif terbaik. C-113

7 Nugraha, Suletra, dan Liquiddanu DAFTAR PUSTAKA Kurniawati, R., 2006, Analisis Kinerja Peran Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat, Thesis, Semarang : Universitas Diponegoro. Lailiana, Nur., 2015,Group Decision Support System (GDSS)Penentuan Lokasi Penempatan Anjungan Tunai Mandiri Menggunakan Metode Entropy,VIKOR dan Borda, Thesis, Jember : Universitas Jember. Muljani, Tri., 2016, Analisis Pemasaran Tahu Di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo, Thesis, Surakarta : Universitas Sebelas Maret. Munawaroh, U.; Sutisna, M.; dan Pharmawati, K., 2013, Penyisihan Parameter Pencemaran Lingkungan pada Limbah Cair Industri Tahu menggunakan Efektif Mikroorganisme 4 (EM4) serta Pemanfaatannya, Jurnal Institut Teknologi Nasional, Vol. 1 No. 2, hlm Myrasandri dan Syafila, 2009, Degradasi Senyawa Organik Limbah Cair Tahu dalam Anaerobic Baffled Reactor, Thesis, Bandung : Institut Teknologi Bandung. Opricovic,S., dan Tzeng, G.H., 2004, Compromise solution by MCDM methods: a comparative analysis of VIKOR and TOPSIS, European Journal of Operational Research, Vol. 156 No. 2, hlm Triyanti, V., dan Gadis., M.T., 2008, Pemilihan Supplier Untuk Industri Makanan Menggunakan Metode Promethee, Journal of Logistics and Supply Chain Management, Vol. 1 No. 2, hlm C-114

PEMILIHAN LOKASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) KOMUNAL DENGAN METODE FUZZY TOPSIS (STUDI KASUS : SENTRA INDUSTRI TAHU DESA WIROGUNAN)

PEMILIHAN LOKASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) KOMUNAL DENGAN METODE FUZZY TOPSIS (STUDI KASUS : SENTRA INDUSTRI TAHU DESA WIROGUNAN) C.21 PEMILIHAN LOKASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) KOMUNAL DENGAN METODE FUZZY TOPSIS (STUDI KASUS : SENTRA INDUSTRI TAHU DESA WIROGUNAN) Anindya Rizky Kefaningrum *, I Wayan Suletra, Eko Liquiddanu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi sektor industri terhadap

Lebih terperinci

Penentuan Kriteria Pemilihan Lokasi IPAL Bersama Industri Tahu Tempe di Kelurahan Mojosongo dengan Pendekatan Fuzzy AHP

Penentuan Kriteria Pemilihan Lokasi IPAL Bersama Industri Tahu Tempe di Kelurahan Mojosongo dengan Pendekatan Fuzzy AHP Kusuma, H., Suletra, I. W., Priyadari, Y., & Jauhari, W. A. (2017). Penentuan Kriteria Pemilihan Lokasi IPAL Bersama Industri Tahu Tempe di Kelurahan Mojosongo dengan Pendekatan Fuzzy AHP. Prosiding SNTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin besarnya limbah yang di hasilkan dari waktu ke waktu. Konsekuensinya adalah beban badan air selama

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL Berdasarkan hasil pengamatan sarana pengolahan limbah cair pada 19 rumah sakit di Kota Denpasar bahwa terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas

Lebih terperinci

KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER

KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER Elida Novita*, Iwan Taruna, Teguh Fitra Wicaksono Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai saat ini sepertiga populasi dunia tinggal di negara yang mengalami kesulitan air dan sanitasi yang bervariasi dari mulai sedang hingga sangat tinggi. Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun cair. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan. Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air adalah materi esensial di dalam kehidupan. Tidak ada satupun makhluk hidup di dunia ini yang tidak membutuhkan air. Sel hidup seperti tumbuh-tumbuhan atau hewan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang sedang berkembang, sektor perekonomian di Indonesia tumbuh dengan pesat. Pola perekonomian yang ada di Indonesia juga berubah, dari yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanasebelumnya Indonesia dikenal dengan negara agraris, kini Indonesia mulai

BAB I PENDAHULUAN. dimanasebelumnya Indonesia dikenal dengan negara agraris, kini Indonesia mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakansalah satu negara yang kaya akansumberdayaalamnya, dimanasebelumnya Indonesia dikenal dengan negara agraris, kini Indonesia mulai memperbanyak kegiatan

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan sektor industri menjadi salah satu sektor penting, dimana keberadaannya berdampak positif dalam pembangunan suatu wilayah karena dengan adanya industri maka

Lebih terperinci

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

BAB V ANALISA AIR LIMBAH BAB V ANALISA AIR LIMBAH Analisa air limbah merupakan cara untuk mengetahui karakteristik dari air limbah yang dihasilkan serta mengetahui cara pengujian dari air limbah yang akan diuji sebagai karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin besarnya laju perkembangan penduduk dan industrialisasi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Padatnya pemukiman dan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua makhluk hidup. Maka, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Kota Timur merupakan kecamatan yang terdiri dari enam kelurahan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Kota Timur merupakan kecamatan yang terdiri dari enam kelurahan. 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Wilayah Penelitian Kecamatan Kota Timur merupakan kecamatan yang terdiri dari enam kelurahan. Masing masing kelurahan di kecamatan Kota Timur adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Medan diantaranya adalah pemotongan hewan, pengadaan, dan penyaluran daging

BAB I PENDAHULUAN. Medan diantaranya adalah pemotongan hewan, pengadaan, dan penyaluran daging 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (PD RPH) Kota Medan secara administratif berada di wilayah Kota Medan Kecamatan Medan Deli tepatnya Kelurahan Mabar Hilir. PD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk pengembangan industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh cukup pesat. Pada tahun

Lebih terperinci

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN (1)Yovi Kurniawan (1)SHE spv PT. TIV. Pandaan Kabupaten Pasuruan ABSTRAK PT. Tirta Investama Pabrik Pandaan Pasuruan

Lebih terperinci

SINKRONISASI STATUS MUTU DAN DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR SUNGAI METRO

SINKRONISASI STATUS MUTU DAN DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR SUNGAI METRO SINKRONISASI STATUS MUTU DAN DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR SUNGAI METRO Hery Setyobudiarso, Endro Yuwono Program Studi Teknik Lingkungan - Institut Teknologi Nasional Malang Jl. Bendungan Sigura-gura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit Pencemaran air limbah sebagai salah satu dampak pembangunan di berbagai bidang disamping memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Selain itu peningkatan

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

VI. ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST (MAC) Besar kecilnya tingkat pencemaran yang disebabkan oleh pembuangan

VI. ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST (MAC) Besar kecilnya tingkat pencemaran yang disebabkan oleh pembuangan VI. ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST (MAC) 6.2 Estimasi Nilai MAC Besar kecilnya tingkat pencemaran yang disebabkan oleh pembuangan limbah cair ke badan penerima (sungai) dapat dilihat dari besar kecilnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air buangan merupakan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Jenis limbah cair ini dibedakan lagi atas sumber aktifitasnya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri tahu telah berkontribusi dalam penyediaan pangan bergizi,

I. PENDAHULUAN. Industri tahu telah berkontribusi dalam penyediaan pangan bergizi, I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Industri tahu telah berkontribusi dalam penyediaan pangan bergizi, penyerapan tenaga kerja, dan pengembangan ekonomi daerah. Namun industri tahu juga berpotensi mencemari

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

ANALISA PENGAMBILAN KEPUTUSAN MULTIKRITERIA DALAM PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN TNI AL DENGANMETODA ENTROPY, VIKOR DAN BORDA (STUDI KASUS PPMD TNI AL)

ANALISA PENGAMBILAN KEPUTUSAN MULTIKRITERIA DALAM PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN TNI AL DENGANMETODA ENTROPY, VIKOR DAN BORDA (STUDI KASUS PPMD TNI AL) ANALISA PENGAMBILAN KEPUTUSAN MULTIKRITERIA DALAM PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN TNI AL DENGANMETODA ENTROPY, VIKOR DAN BORDA (STUDI KASUS PPMD TNI AL) Binandita Edi S., Suparno, Ahmadi Program Studi Analisa

Lebih terperinci

PENGARUH LIMBAH INDUSTRI TAHU TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI DI KABUPATEN KLATEN. Darajatin Diwani Kesuma

PENGARUH LIMBAH INDUSTRI TAHU TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI DI KABUPATEN KLATEN. Darajatin Diwani Kesuma PENGARUH LIMBAH INDUSTRI TAHU TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI DI KABUPATEN KLATEN Darajatin Diwani Kesuma daradeka@gmail.com M.Widyastuti m.widyastuti@geo.ugm.ac.id Abstract The amis of this study are to

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Instansi yang paling banyak menghasilkan limbah salah satunya adalah rumah sakit. Limbah yang dihasilkan rumah sakit berupa limbah padat maupun limbah cair, mulai dari

Lebih terperinci

Pengaturan Debit Seragam terhadap Kualitas Effluent pada Pengolahan Limbah Cair di PT. XYZ

Pengaturan Debit Seragam terhadap Kualitas Effluent pada Pengolahan Limbah Cair di PT. XYZ Pengaturan Debit Seragam terhadap Kualitas Effluent pada Pengolahan Limbah Cair di PT. XYZ Laksmita Nararia Dewi *1), Retno Wulan Damayanti *2) 1,2) Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini yaitu di industri tahu yang ada di Kecamatan Kota

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini yaitu di industri tahu yang ada di Kecamatan Kota 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi dalam penelitian ini yaitu di industri tahu yang ada di Kecamatan Kota Timur Kota Gorontalo yaitu industri tahu di Kelurahan Heledulaa (Pabrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelengaraan upaya kesehatan yang dilaksanakan pemerintah, salah satunya pada Undang- Undang No. 36 Tahun 2009 pasal 11 tentang kesehatan lingkungan, penyelenggaraan

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN: EVALUASI PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN INDUSTRI TAHU MELALUI PENGUKURAN EPI

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN: EVALUASI PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN INDUSTRI TAHU MELALUI PENGUKURAN EPI EVALUASI PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN INDUSTRI TAHU MELALUI PENGUKURAN EPI Cyrilla Indri Parwati 1*, Imam Sodikin 2, Virgilius Marrabang 3 1,2, 3 Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta,Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disempurnakan dan diganti dengan Undang Undang

Lebih terperinci

Perencanaan Peningkatan Pelayanan Sanitasi di Kelurahan Pegirian Surabaya

Perencanaan Peningkatan Pelayanan Sanitasi di Kelurahan Pegirian Surabaya D25 Perencanaan Peningkatan Pelayanan Sanitasi di Kelurahan Pegirian Surabaya Zella Nissa Andriani dan Ipung Fitri Purwanti Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air limbah merupakan air sisa dari suatu kegiatan dan biasanya air limbah dibuang ke sungai, sedangkan air sungai menjadi salah satu sumber air bagi kehidupan mahluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di tengah era globalisasi ini industri pangan mulai berkembang dengan pesat. Perkembangan industri pangan tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selain memproduksi tahu juga dapat menimbulkan limbah cair. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. selain memproduksi tahu juga dapat menimbulkan limbah cair. Seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pembuatan tahu dalam setiap tahapan prosesnya menggunakan air dengan jumlah yang relatif banyak. Artinya proses akhir dari pembuatan tahu selain memproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.! Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.! Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.! Latar Belakang Perum Perhutani adalah perusahaan yang telah berdiri sejak tahun 1897 yang mengelola hutan di pulau jawa dan Madura. Hingga saat ini Perum Perhutani menjadi Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Linda Maulidia Kosasih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Linda Maulidia Kosasih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bagi Negara-negara yang sedang berkembang

Lebih terperinci

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010 PARAMETER BIOLOGIS BADAN AIR SUNGAI NGRINGO SEBAGAI DAMPAK INDUSTRI TEKSTIL Nanik Dwi Nurhayati Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Email: nanikdn@uns.ac.id ABSTRAK Berbagai bakteri

Lebih terperinci

Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011 ISSN

Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011 ISSN STUDI PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS DAN ph LIMBAH PABRIK TAHU MENGGUNAKAN METODE AERASI BERTINGKAT Fajrin Anwari, Grasel Rizka Muslim, Abdul Hadi, dan Agus Mirwan Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyediaan air yang aman dan pengelolaan limbah cair memegang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyediaan air yang aman dan pengelolaan limbah cair memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyediaan air yang aman dan pengelolaan limbah cair memegang peranan penting dalam menurunkan kejadian banyak penyakit yang ditularkan melalui air atau terkait dengan

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN METODE GREEN PRODUCTIVITY PADA INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN METODE GREEN PRODUCTIVITY PADA INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN METODE GREEN PRODUCTIVITY PADA INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE Muhammad Yusuf Jurusan Teknik Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Jl. Kalisahak 28 Kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

USULAN PRIORITAS DALAM PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU BAJA DENGAN METODE PROMETHEE DI PT SINAR SAKTI MATRA NUSANTARA *

USULAN PRIORITAS DALAM PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU BAJA DENGAN METODE PROMETHEE DI PT SINAR SAKTI MATRA NUSANTARA * Reka Integra ISSN: 2338-5081 Jurusan Teknik Industri Itenas No.04 Vol.3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Oktober 2015 USULAN PRIORITAS DALAM PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU BAJA DENGAN METODE PROMETHEE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Batam merupakan salah satu kota di Propinsi Kepulauan Riau yang perkembangannya cukup pesat yang secara geografis memiliki letak yang sangat strategis karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan pada penelitian ini secara garis besar terbagi atas 6 bagian, yaitu : 1. Analisa karakteristik air limbah yang diolah. 2.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN Rizal 1), Encik Weliyadi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya yang mengandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri tahu di Indonesia telah berkontribusi secara nyata dalam

I. PENDAHULUAN. Industri tahu di Indonesia telah berkontribusi secara nyata dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tahu di Indonesia telah berkontribusi secara nyata dalam penyediaan pangan bergizi karena kandungan proteinnya setara dengan protein hewan (Sarwono dan Saragih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan di bidang industri dan teknologi membawa kesejahteraan khususnya di sektor ekonomi. Namun demikian, ternyata juga menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan,

Lebih terperinci

LAMPIRAN Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 122 Tahun 2005

LAMPIRAN Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 122 Tahun 2005 LAMPIRAN Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 122 Tahun 2005 GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 122 TAHUN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, karena selain dikonsumsi, juga digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan seperti memasak, mandi, mencuci, dan

Lebih terperinci

MEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI DI PT EAST JAKARTA INDUSTRIAL PARK

MEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI DI PT EAST JAKARTA INDUSTRIAL PARK MEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI DI PT EAST JAKARTA INDUSTRIAL PARK DOSEN PEMBIMBING Dr. Ir. RAKHMA OKTAVINA, MT OLEH : HENDRA SASMAYA 30408425 LATAR BELAKANG MASALAH Menurut Peraturan

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan Distribusi Rehabilitas Sosial Rumah Tidak Layak Huni pada Kab Sampang Menggunakan Metode Vikor

Sistem Pendukung Keputusan Distribusi Rehabilitas Sosial Rumah Tidak Layak Huni pada Kab Sampang Menggunakan Metode Vikor Sistem Pendukung Keputusan Distribusi Rehabilitas Sosial Rumah Tidak Layak Huni pada Kab Sampang Menggunakan Metode Vikor Yudi Kristyawan 1, Ahmad Rizeki 2 1,2 Program Studi Teknik Informatika FT Unitomo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencuci, air untuk pengairan pertanian, air untuk kolam perikanan, air untuk

BAB I PENDAHULUAN. mencuci, air untuk pengairan pertanian, air untuk kolam perikanan, air untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi ini. Sesuai dengan kegunaannya, air dipakai sebagai air minum, air untuk mandi dan mencuci, air untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia terhadap lingkungan adalah adanya sampah. yang dianggap sudah tidak berguna sehingga diperlakukan sebagai barang

BAB I PENDAHULUAN. manusia terhadap lingkungan adalah adanya sampah. yang dianggap sudah tidak berguna sehingga diperlakukan sebagai barang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pembangunan semakin meningkat akibat semakin meningkatnya kebutuhan manusia. Hal ini menyebabkan aktivitas manusia dari waktu ke waktu terus bertambah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Di

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, seperti untuk minum, memasak, mandi, mencuci, dan kebutuhan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5.

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5. BAB 3 ALAT DAN BAHAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat- alat 1. Gelas ukur 25mL Pyrex 2. Gelas ukur 100mL Pyrex 3. Pipet volume 10mL Pyrex 4. Pipet volume 5mL Pyrex 5. Buret 25mL Pyrex 6. Erlenmeyer 250mL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Hasil uji laboratorium: Pencemaran Limbah di Karangjompo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Oleh: Amat Zuhri

Hasil uji laboratorium: Pencemaran Limbah di Karangjompo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Oleh: Amat Zuhri Hasil uji laboratorium: Pencemaran Limbah di Karangjompo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Oleh: Amat Zuhri Semua limbah yang dihasilkan home industry dibuang langsung ke sungai, selokan atau, bahkan, ke pekarangan

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Siswa Berprestasi di Sekolah Menengah Pertama dengan Metode VIKOR dan TOPSIS

Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Siswa Berprestasi di Sekolah Menengah Pertama dengan Metode VIKOR dan TOPSIS Journal of Information Systems Engineering and Business Intelligence Vol. 3 No. 2 October 27 Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Siswa Berprestasi di Sekolah Menengah Pertama dengan Metode VIKOR dan TOPSIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dunia industri merupakan salah satu indikator yang memberikan penggambaran untuk menilai perkembangan ekonomi suatu Negara. Kemajuan industri di Indonesia

Lebih terperinci

Lokasi Pabrik ditentukan

Lokasi Pabrik ditentukan PENENTUAN LOKASI Lokasi Pabrik ditentukan Unit manufaktur baru akan dibentuk. Pabrik yang lama tidak mampu lagi dikembangkan, dari sisi luas area maupun teknologi. Pengembangan bisnis ke daerah baru Kendala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair atau yang biasa disebut air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Sifatnya yang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Proses ini yang memungkinkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatan lingkungan. Hampir semua limbah binatu rumahan dibuang melalui. kesehatan manusia dan lingkungannya (Ahsan, 2005).

I. PENDAHULUAN. kesehatan lingkungan. Hampir semua limbah binatu rumahan dibuang melalui. kesehatan manusia dan lingkungannya (Ahsan, 2005). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah binatu mengandung sisa deterjen, pewangi, pelembut, pemutih, dan senyawa aktif metilen biru yang sulit terdegradasi dan berbahaya bagi kesehatan lingkungan. Hampir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manajemen rantai pasok adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaan yang terintegrasi dari rantai pasok (Pujawan, 2005). Rantai Pasok adalah suatu kegiatan menghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan rumah sakit mempunyai potensi menghasilkan limbah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan rumah sakit mempunyai potensi menghasilkan limbah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan rumah sakit mempunyai potensi menghasilkan limbah yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan hidup. Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit bebas bulu dan urat di bawah kulit. Pekerjaan penyamakan kulit mempergunakan air dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan salah satu komponen sumber daya alam yang paling dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko mudah tercemar,

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Tingkat Toksisitas Limbah Cair Industri Gula Tebu Tanpa Melalui Proses IPAL Terhadap Daphnia magna telah dilakukan. Hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah. untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah. untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar dari makhluk hidup. Air mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah satunya yaitu berhubungan

Lebih terperinci

adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya.

adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah merupakan hasil sampingan akibat proses produksi/ kegiatan manusia yang berbentuk cair, gas dan padat. Limbah domestik/ rumah tangga adalah air yang telah dipergunakan

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP Lutfi Noorghany Permadi luthfinoorghany@gmail.com M. Widyastuti m.widyastuti@geo.ugm.ac.id Abstract The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menjelaskan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Umar Ode Hasani Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO Email : umarodehasani@gmail.com Ecogreen Vol. 2 No. 2, Oktober

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Sebelum dibuang ke lingkungan, keberadaan suatu limbah membutuhkan pengolahan dan pengendalian agar tidak terjadi pencemaran lingkungan yang tidak terkendali. Sehingga, setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang

I. PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Perkembangan sektor industri memiliki peran penting dalam memberikan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai usaha telah dilaksanakan oleh pemerintah pada akhir-akhir ini untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan yaitu masyarakat

Lebih terperinci

USULAN PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN INTEGRASI METODE ENTROPY DAN TOPSIS

USULAN PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN INTEGRASI METODE ENTROPY DAN TOPSIS USULAN PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN INTEGRASI METODE ENTROPY DAN TOPSIS (Studi kasus : CV Cahaya Makmur) Skripsi Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

SPO INSTALASI PENGELOLAAN LIMBAH CAIR DENGAN SISTEM TANGKI SEPTIK MODIFIKASI

SPO INSTALASI PENGELOLAAN LIMBAH CAIR DENGAN SISTEM TANGKI SEPTIK MODIFIKASI RSUD TANI DAN NELAYAN KABUPATEN BOALEMO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL ( SPO ) BAGIAN HOUSE KEEPING ( UNIT IPAL) TERBIT TANGGAL : 2010 DISUSUN OLEH : RUSLI BADU PENANGGUNG JAWAB BAGIAN HOUSE KEEPING DISETUJUI

Lebih terperinci

Kata Kunci: arang aktif, tempurung kelapa, kayu meranti, COD.

Kata Kunci: arang aktif, tempurung kelapa, kayu meranti, COD. UJI PERBEDAAN EFEKTIVITAS ARANG AKTIF TEMPURUNG KELAPA DAN KAYU MERANTI TERHADAP NILAI COD PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU Muhammad Hidayat Koem, Dian Saraswati, Ekawaty Prasetya 1 muhammadhidayatkoem@gmail.com

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN Menimbang : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beasiswa merupakan bantuan studi yang diinginkan setiap siswa yang memiliki keterbatasan ekonomi. Bantuan yang diberikan dalam bentuk uang atau barang ini mempunyai

Lebih terperinci