KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI DANAU TOBA DESA HARANGGAOL KECAMATAN HARANGGAOL HORISAN KABUPATEN SIMALUNGUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI DANAU TOBA DESA HARANGGAOL KECAMATAN HARANGGAOL HORISAN KABUPATEN SIMALUNGUN"

Transkripsi

1 118 KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI DANAU TOBA DESA HARANGGAOL KECAMATAN HARANGGAOL HORISAN KABUPATEN SIMALUNGUN (Diversity of Macrozoobenthos in Lake Toba, Village Haranggaol, Haranggaol Horisan District, Simalungun Regensi) Ariance Nurdaya Sitanggang (1), Hasan Sitorus (2), Riri Ezraneti (2) 1 Alumni Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara 2 Staf Pengajar Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara ariance.sitanggang@gmail.com ABSTRACT The aims of study were to determine the diversity of macrozoobenthos and to analize the relationship of water quality parameters (temperature, ph, DO, BOD 5 ) to diversity index of macrozoobenthos in Lake Toba, Village Haranggaol, Haranggaol Horisan Subdistrict, Simalungun District. Observations had been carried out three times in three locations, and each location sampling was conducted three replications. Regression analysis was used to determine the correlation of water quality parameters to diversity index of macrozoobenthos. Based on the research obtained that macrozoobenthos diversity index ranged from 1.53 to 1.90, uniformity index ranged from 0.82 to 0.95, the population density ranges from 332 to 645 ind/m 2 and relative density ranged from to %. Regression analysis showed that the correlation coefficient (R) of indicates that the relationship between water quality against the relatively strong macrozoobenthos diversity index and the coefficient of determination (R 2 ) obtained at Keywords: Diversity, Lake Toba, Macrozoobenthos. PENDAHULUAN Danau Toba merupakan suatu perairan yang banyak dimanfaatkan dalam beberapa sektor seperti perikanan, pariwisata, perhubungan dan juga merupakan sumber air minum bagi masyarakat di kawasan Danau Toba. Adanya berbagai aktivitas manusia di sekitar danau tersebut menyebabkan Danau Toba mengalami perubahan-perubahan ekologis sehingga kondisinya sudah berbeda dengan kondisi alaminya sehingga dapat mengganggu fauna yang hidup didalamnya. Salah satu fauna perairan tawar yang akan terganggu adalah kelompok fauna invertebrata yang hidup di dasar perairan yang disebut kelompok zoobentos. Kelompok zoobentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah spesies yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro.

2 119 Kelompok tersebut lebih dikenal dengan makrozoobentos (Suartini, dkk., 2006). Makrozoobentos mempunyai peranan sangat penting dalam siklus nutrien di dasar perairan. Makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi. Peran penting lainnya adalah dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan, serta menduduki beberapa tingkat trofik dalam rantai makanan (Koesobiono, 1987). Perkembangan pemanfaatan perairan Danau Toba untuk kegiatan perikanan dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) di Desa Haranggaol dengan instensitas yang tinggi, diperkirakan telah menimbulkan dampak terhadap struktur komunitas makrozoobentos di dasar perairan akibat limbah sisa pakan yang mengendap di dasar perairan. Menurut data dari Badan Koordinasi Pengelolaan Ekosistem Kawasan Danau Toba (2008) jumlah unit KJA yang aktif beroperasi di Desa Haranggaol mencapai 2500 unit, dengan menggunakan pakan komersial untuk budidaya ikan mas dan nila. Pemerintah mengharapkan pengembangan usaha budidaya ini dapat dilakukan secara berkelanjutan (sustainable aquaculture), dengan prinsip peningkatan produksi dan perairan tetap lestari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman makrozoobentos di Danau Toba di Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun dan mengetahui hubungan beberapa parameter fisika kimia perairan dengan keanekaragaman makrozoobentos di Danau Toba Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun. Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan data dan informasi mengenai keanekaragaman makrozoobentos di Danau Toba Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun dengan sifat fisik dan kimia perairan, yang dapat digunakan dalam mengambil kebijakan pengembangan budidaya ikan yang berkelanjutan di daerah tersebut. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juli Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian di lapangan yang meliputi pengambilan sampel dan pengukuran parameter fisika-kimia perairan secara insitu dan eksitu. Identifikasi makrozoobentos dilakukan di Laboratorium Biologi FMIPA USU Medan. Alat-alat yang digunakan adalah termometer, ph meter, jarum suntik, plastik, meteran, lakban, kertas label, erlenmeyer, GPS, eckman grab, ember, cool box, tali plastik, kamera digital, dan alat-alat tulis yang mendukung pelaksanaan penelitian. Bahan yang digunakan adalah MnSO 4, KOHKI, H 2 SO 4, Na 2 S 2 O 3, amilum, akuades, formalin 4 % dan alkohol 70 %. Penelitian ini dilakukan di perairan Danau Toba Desa Haranggaol Horisan Kecamatan Haranggaol Kabupaten Simalungun pada 3 lokasi pengamatan yang berbeda dengan pengulangan masing-masing tiga kali. Lokasi I

3 120 adalah perairan yang banyak terdapat aktivitas perikanan Keramba Jaring Apung (KJA), Lokasi II merupakan daerah pemukiman penduduk, dan Lokasi III adalah perairan yang menjadi lokasi pariwisata. Parameter yang Diukur Data makrozoobentos yang diperoleh dihitung nilai dari kepadatan populasi, kepadatan relatif, indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dan indeks keseragaman dengan persamaan berikut: a. Kepadatan Populasi (K) (Brower et al., 1990) K = b. Kepadatan Relatif (KR) (Barus, 2004) Kepadatan Suatu Jenis KR = x 100 % Jumlah Kepadatan Seluruh Jenis c. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (Koesoebiono, 1987) H' s i 1 pi ln pi Keterangan: Hʹ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener s = Jumlah Jenis ln = logaritma Natural pi = ni/n (nilai penting jenis ke i) Menurut Krebs (1978) membagi tingkat nilai indeks keanekaragaman ke dalam tiga tingkat yaitu: Hʹ < 1,0 :Keanekaragaman Rendah Hʹ < 1,0 3,0 :Keanekaragaman Sedang Hʹ > 3,0 Tinggi :Keanekaragaman d. Indeks Keseragaman (E) (Michael, 1984 diacu oleh Sinaga, 2009) E = Keterangan: Hʹ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener H max = Keanekaragaman spesies maksimum s = banyaknya spesies Hubungan Kualitas Air Danau dengan Indeks Keanekaragaman Untuk mengetahui hubungan antara parameter kulitas air suhu (X 1 ), ph (X 2 ), DO (X3) dan BOD 5 (X 4 ) terhadap Indeks Keanekaragaman makrozoobentos (Y), maka dilakukan analisis regressi linier berganda dengan menggunakan program SPSS versi Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil penelitian yang dilakukan pada beberapa titik di lokasi penelitian selama 3 kali pengambilan sampel ditemukan 18 genus makrozoobentos yang tersebar pada 3 lokasi pengambilan sampel. Jumlah makrozoobentos pada lokasi penelitian yaitu Filum Annellida yang terdiri dari 1 genus, Filum Arthropoda terdiri dari 5 genus, Filum Molluska terdiri dari 11 genus dan Filum Plathyhelminthes terdiri dari 1 genus.

4 121 Tabel 1. Klasifikasi Makrozoobentos yang Diperoleh pada Setiap Stasiun Penelitian Filum Kelas Ordo Famili Genus Annelida Oligochaeta Haplotaxida Tubificidae Branchiura Arthropoda Insekta Diptera Limoniidae Hexatoma Odonata Libellulidae Plathemis Crustaceae Decapoda Palaemonidae Macrobranchium Palaemonetes Melacostraca Isopoda Cirolanidae Exosphaeroma Moluska Bivalvia Unionida Unionidae Anodonta Gastropoda Mesogastropoda Ampullariidae Pila Buccinidae Anentome Hydrobidae Floridobia Littoridinops Lithoglyphidae Gillia Pleuroceridae Elimia Thiaridae Melanoides Thiara Truncatellidae Truncatella Vivivaridae Viviparus Plathyhelminthes Turbellaria Tricladida Planariidae Planaria Hasil identifikasi terhadap makrozoobentos pada setiap stasiun penelitian maka diperoleh ciri-ciri morfologi pada setiap individu: a b c d e f g h i j k l m n o p

5 122 q r Keterangan: a. Branchiura b. Hexatoma c. Plathemis d. Macrobranchium e. Palaemonetes f. Exosphaeroma g. Anodonta h. Pila i. Anentome j. Floridobia k. Littoridinops l. Gillia m. Elimia n. Melanoides o. Thiara p. Truncatella q. Viviparus r. Planaria Berdasarkan data jumlah makrozoobentos yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian maka didapat nilai kepadatan populasi dan kepadatan relatif sebagai berikut (Tabel 2). Tabel 2. Nilai Kepadatan Populasi (K) dan Kepadatan Relatif (KR) Pada Setiap Stasiun Stasiun Kepadatan Populasi (ind/m 2 ) Kepadatan Relatif (%) I ,98 II ,95 III ,95 Tabel 2. menunjukkan pada stasiun III memiliki nilai kepadatan populasi (K) tertinggi yaitu 645 sedangkan stasiun I dan II memiliki nilai total kepadatan relatif sama yaitu 99,95 %. ind/m 2, sedangkan stasiun I memiliki Berdasarkan analisis data nilai kepadatan populasi terendah diperoleh nilai indeks yaitu 332 ind/m 2. keanekaragaman dan indeks Nilai total kepadatan relatif keseragaman makrozoobentos pada tertinggi terdapat pada stasiun I masing-masing stasiun seperti dengan nilai 99,98 % (Tabel 3), terlihat pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Indeks Keanekaragaman (Hʹ) dan Indeks Keseragaman (E) Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian Indeks Stasiun I II III Rataan Keanekaragaman (Hʹ) 1,53 1,87 1,90 1,77 Keseragaman (E) 0,95 0,83 0,82 0,87 Pada Tabel 3 dapat dilihat Berdasarkan penelitian yang bahwa nilai indeks keanekaragaman dilakukan pada ketiga stasiun yang tertinggi terdapat pada stasiun penelitian di perairan Danau Toba III sebesar 1,90 dan indeks Desa Haranggaol Kecamatan keanekaragaman terendah pada Haranggaol Horisan diperoleh nilai stasiun I sebesar 1,53. Indeks rata-rata faktor fisika kimia pada keseragaman tertinggi terdapat pada Tabel 4 sebagai berikut: stasiun I sebesar 0,95 dan terendah pada stasiun III sebesar 0,82.

6 123 Tabel 4. Nilai Rata-rata Parameter Fisika Kimia di Danau Toba Desa Haranggaol Parameter Stasiun I II III Suhu ( o C) ph 7,31 7,38 7,49 Kecerahan (cm) 47,00 50,89 98,67 DO (mg/l) 4,43 5,80 6,50 BOD 5 (mg/l) 14,67 11,67 10,33 Substrat Pasir Berlumpur Pasir Berlumpur Pasir Hubungan parameter kualitas air suhu (X 1 ), ph (X 2 ), DO (X 3 ) dan BOD 5 (X 4 ) dengan Indeks (Y) pada ketiga stasiun dianalisis dengan regresi linier berganda (Tabel 5) Keanekaragaman makrozoobentos Tabel 5. Analisis Regresi Parameter Fisika Kimia Perairan dengan Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos Parameter Komponen Hasil Analisis Regresi Suhu (X 1 ), ph (X 2 ), DO (X 3 ) dan BOD 5 (X 4 ) Y = 397 0,153 X 1 +0,389 X 2 + 0,065 X 3 0,003 R 0,710 R 2 0,505 Pembahasan Penelitian yang dilakukan pada ketiga lokasi penelitian selama 3 kali pengambilan sampel teridentifikasi 4 filum, 7 kelas, 8 ordo, 15 famili dan 18 genus makrozoobentos. Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi yang telah dilakukan bahwa filum moluska merupakan genus yang paling banyak didapatkan di Danau Toba yaitu 11 genus. Menurut Suwignyo, dkk. (1998) moluska merupakan hewan yang sangat berhasil menyesuaikan diri untuk hidup dibeberapa tempat dan cuaca. Filum moluska mempunyai bentuk tubuh yang beranekaragam, dari bentuk silindris seperti cacing dan tidak mempunyai kaki maupun cangkang sampai bentuk hampir bulat tanpa kepala dan tertutup dua keping cangkang besar. Filum arthropoda diperoleh sebanyak 5 genus, sedangkan filum annelida dan plathyhelmintes hanya didapatkan 1 genus. Nilai kepadatan populasi yang diperoleh pada daerah Keramba Jaring Apung (KJA) pada stasiun I merupakan nilai kepadatan populasi paling rendah yaitu 332 ind/m 2. Hal ini dikarenakan pada stasiun I jumlah KJA yang dioperasikan secara intensif sangat banyak yang berarti jumlah limbah organik yang dihasilkan relatif besar (kotoran ikan dan sisa pakan yang tidak termakan) yang pada akhirnya mengendap di dasar perairan dan mengganggu habitat benthos. Jumlah bahan organik yang cukup tebal di dasar perairan memungkinkan terjadinya dekomposisi bahan organik secara anaerobik yang menghasilkan gas beracun dan suhu yang meningkat, sehingga hanya jenis benthos tertentu yang dapat bertahan hidup (Koesoebiono, 1995). Kondisi ini menyebabkan kepadatan

7 124 makrozoobenthos di lokasi KJA lebih rendah dibandingkan lokasi pengamatan lainnya. Kepadatan Relatif yang diperoleh pada stasiun ini sebesar 99,98 %. Pada stasiun II nilai kepadatan populasi (K) sebesar 424 ind/m 2 dan Kepadatan Relatif (KR) 99,95 %. Jenis Viviparus merupakan paling tinggi pada stasiun ini yaitu sebesar 110 ind/m 2 dan KR 26,08 %. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang sesuai dengan keberadaan hewan tersebut. Menurut Pennak (1978) bahwa Viviparus dapat hidup pada perairan yang memiliki kadar BOD 5 yang rendah dan kandungan oksigen terlarut yang rendah. Sedangkan nilai kepadatan populasi dan kepadatan relatif makrozoobentos terendah ditemukan pada genus Gillia, Planaria, Plathemis dengan nilai K sebesar 18 ind/m 2 dan nilai KR sebesar 4,34 %. Rendahnya nilai kepadatan populasi dan kepadatan relatif genus tersebut disebabkan kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan keberadaan hewan tersebut. Lokasi pengamatan stasiun II di sekitar pemukiman penduduk dipastikan terjadi pembuangan limbah rumah tangga (domestik) ke perairan Danau Toba, yang menjadi salah satu sumber bahan organik di dasar perairan. Pembuangan limbah domestik yang semakin meningkat akibat pertambahan penduduk dengan berbagai aktivitasnya, menyebabkan bahan organik substrat dasar yang menjadi habitat makrobenthos mengalami perubahan yang signifikan, sehingga kepadatan makrozoobenthos lebih rendah dibandingkan lokasi pariwisata yang relatif bersih. Pada stasiun III nilai kepadatan populasi (K) dan kepadatan relatif (KR) paling tinggi adalah Anentome dengan nilai K sebesar 203 ind/m 2 dan nilai KR sebesar 31,42 %. Nilai kepadatan populasi (K) dan kepadatan relatif (KR) paling rendah terdapat pada genus Hexatoma dan Palaemonetes dengan nilai K sebesar 18 ind/m 2 dan nilai KR sebesar 2,85 %. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan pada stasiun III yaitu daerah pariwisata tidak sesuai dengan kehadiran genus tersebut. Keberadaan hewan makrozoobenthos dapat digunakan untuk mengetahui kondisi perairan. Dari data jumlah makrozoobenthos yang ditangkap dapat digunakan untuk menentukan nilai indeks keanekaragaman (Hʹ) dan indeks keseragaman (E) di Danau Toba Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun. Nilai indeks keanekaragaman terendah dari ketiga stasiun terdapat pada stasiun I (daerah keramba jaring apung) sebesar 1,53. Hal ini dikarenakan pada daerah ini adanya limbah organik yang berasal dari sisa-sisa pakan yang tidak terkonsumsi oleh ikan budidaya dan buangan dari sisa metabolisme ikan berupa feces dan urin. Limbah organik dari pakan ikan KJA yang terbuang ke badan air secara kontiniu jumlahnya cukup besar. Menurut Panjaitan (2009), keramba jaring apung menghasilkan senyawa beracun yang selalu merugikan dan dapat menyebabkan kematian fauna, dekomposisi juga dapat menghasilkan kondisi perairan yang cocok bagi kehidupan mikroba fatogen yang terdiri dari mikroba, virus dan protozoa yang setelah berkembang-biak, setiap saat dapat menyerang dan menjadi penyakit

8 125 yang mematikan ikan, udang dan fauna lainnya termasuk makrozoobentos. Berdasarkan pengelompokan tingkat indeks keanekaragaman beserta data yang diperoleh, stasiun I termasuk tingkat keanekaragaman makrozoobentos tergolong sedang. Menurut Alfitriatussulus (2003), mengatakan bahwa nilai indeks keanekaragaman tergantung dari variasi jumlah spesies dan jumlah individu tiap spesies yang didapatkan. Semakin kecil jumlah spesies dan variasi jumlah individu tiap spesies maka keanekargaman suatu ekosistem semakin kecil. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan ekosistem yang disebabkan gangguan atau tekanan dari lingkungan, berarti hanya jenis tertentu yang dapat bertahan hidup. Indeks keanekaragaman pada stasiun II sebesar 1,87. Berdasarkan pengelompokan tingkat indeks keanekaragaman makrozoobentos beserta data yang diperoleh, stasiun II termasuk ke dalam tingkat keanekaragaman makrozoobentos tergolong sedang. Pada stasiun ini Viviparus merupakan genus yang memiliki indeks keanekaragaman tertinggi yaitu sebesar 0,35. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun III sebesar 1,90. Brower, dkk., (1990) suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies relatif merata. Dengan kata lain bahwa apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata, maka komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah. Berdasarkan pengelompokan tingkat indeks keanekaragaman makrozoobentos beserta data yang diperoleh, stasiun III termasuk ke dalam tingkat keanekaragaman makrozoobentos tergolong sedang. Pada stasiun ini Anentome merupakan genus yang memiliki indeks keanekaragaman tertinggi yaitu sebesar 0,36. Tingginya keanekaragaman di stasiun III diduga karena ketersediaan makanan (faktor biotik) bagi makrozoobentos lebih mendukung diperairan ini. Selain itu faktor lingkungan abiotik di stasiun ini lebih mendukung terhadap perkembangan makrozoobentos dan menyebabkan beberapa makrozoobentos lebih menyukai stasiun ini sebagai habitatnya. Indeks keseragaman yang tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 0,95 dan indeks keseragaman terendah terdapat pada stasiun III sebesar 0,82. Nilai Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0 1. Jika nilai indeks keseragaman mendekati 0 berarti keseragamannya rendah karena ada jenis yang mendominasi. Bila nilai mendekati 1, maka keseragaman tinggi dan menggambarkan tidak ada jenis yang mendominasi sehingga pembagian jumlah individu pada masing-masing jenis sangat seragam atau merata (Krebs, 1985). Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi kehidupan makrozoobentos. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa suhu air dari tiga stasiun penelitian berkisar antara o C. Suhu pada tiga stasiun tersebut relatif sama, tidak mengalami fluktuasi karena keadaan cuaca pada saat pengukuran suhu relatif sama, sehingga suhu tidak mengalami perubahan. Kisaran suhu tersebut bersifat optimum untuk kehidupan makrozoobentos air tawar

9 126 seperti moluska, karena umumnya moluska dapat hidup dengan suhu antara ºC, seperti moluska M. tuberculata yang termasuk ke dalam famili Thiaridae hidup pada kisaran ºC (Hamidah, 2000). Nilai pengukuran ph tertinggi terdapat pada stasiun III sebesar 7,49 dan nilai ph terendah terdapat pada stasiun I yaitu 7,31. Kisaran ini masih berada dalam nilai toleransi hewan makrozoobentos, ini dibuktikan pada kelimpahan genus yang relatif sama pada ph terendah maupun tertinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga lokasi tersebut masih mempunyai ph yang cukup bagus bagi kehidupan organisme. Menurut Effendi (2003), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan ph dan menyukai nilai ph sekitar 7 8,5. Pengukuran kecerahan setiap stasiun berbeda-beda, tergantung pada kondisi stasiun yang diamati. Nilai kecerahan yang yang tertinggi diperoleh pada stasiun III sebesar 98,67 cm. Hal ini terjadi karena pada stasiun III (daerah pariwisata) tingkat kejernihan perairan ini masih tinggi dan partikel terlarut masih sedikit. Nilai kecerahan terendah terdapat pada stasiun I sebesar 47 cm, dikarenakan pada daerah ini bahan organik dan sisa pakan dari keramba jaring apung sudah sangat banyak. Kecerahan suatu perairan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kedalaman perairan, cuaca (sinar matahari) serta adanya zat-zat terlarut yang berada di perairan tersebut. Partikel-partikel terlarut yang dapat mengendap dan terbawa oleh aliran air dari hulu juga akan mempengaruhi kecerahan perairan. Menurut Ginting (2006), faktor lain yang mempengaruhi pengukuran kecerahan adalah waktu pengamatan. Pada saat cuaca mendung lebih sedikit cahaya yang masuk ke perairan dibanding dengan saat cuaca cerah. Hal tersebut dapat mempengaruhi pandangan mata. Kandungan oksigen terlarut (DO) tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 6,50 mg/l, sedangkan nilai oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun I yaitu 4,43 mg/l. Menurut Setyobudiandi (1997), kandungan oksigen terlarut mempengaruhi suatu perairan, semakin tinggi kadar O 2 terlarut maka jumlah dan jenis makrozoobentos semakin besar. Rendahnya nilai oksigen terlarut pada stasiun I menunjukkan bahwa terdapat banyak senyawa organik serta senyawa kimia yang masuk ke dalam badan perairan tersebut, sehingga kehadiran senyawa organik akan menyebabkan terjadinya proses penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme yang akan berlangsung secara aerob (memerlukan oksigen). Oksigen terlarut diperairan sangat penting bagi kehidupan makrozoobentos untuk aktivitas respirasi dalam metabolisme. Semakin besar suhu dan ketinggian serta semakin kecil tekanan atmosfer, maka kadar oksigen terlarut semakin kecil (Jeffries dan Mills, 1996). Nilai BOD 5 tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu 14,67 mg/l dan terendah terdapat pada stasiun II yaitu 10,33 mg/l. Adanya perbedaan nilai BOD 5 pada setiap stasiun penelitian disebabkan oleh jumlah bahan organik yang berbeda pada masing-masing stasiun yang berhubungan dengan defisit oksigen karena oksigen tersebut digunakan oleh mikroorganisme dalam proses penguraian bahan organik sehingga mengakibatkan nilai BOD 5

10 127 meningkat. Menurut Manahan (1984) diacu oleh Wargadinata (1995), bahwa nilai BOD 5 menunjukkan terjadinya pencemaran dalam suatu perairan. Substrat dasar perairan pada stasiun I dan II merupakan jenis substrat pasir berlumpur sedangkan pada stasiun III adalah jenis substrat berpasir. Jenis substrat ini masih sesuai dengan habitat makrozoobentos. Kelompok organisme yang mampu beradaptasi pada kondisi substrat pasir adalah organisme infauna makro (berukuran 1 10 cm) yang mampu menggali liang di dalam pasir, dan organisme meiofauna mikro (berukuran 0,1 1 mm) yang hidup di antara butiran pasir dalam ruang interaksi. Ditinjau dari kebiasaan makan (feeding habit) maka hewan bentos yang banyak ditemukan adalah kelompok suspention feeder dan carnivore. Organisme yang dominan adalah Polychaeta, Bivalvia dan Crustacea (Nybakken, 1988). Persamaan regresi hasil analisis suhu (X 1 ), ph (X 2 ), DO (X 3 ) dan BOD 5 (X 4 ) terhadap Indeks Keanekaragaman makrozoobentos (Y) adalah Y = 2,397 0,153 X 1 + 0,389 X 2 + 0,065 X 3 0,003 X 4. Persamaan regresi tersebut menggambarkan bahwa apabila nilai suhu (X 1 ) sebesar 0,153, maka suhu mempunyai pengaruh negatif terhadap indeks keanekaragaman makrozoobentos, artinya dengan semakin besarnya suhu perairan maka indeks keanekaragaman makrozoobentos akan semakin kecil. Suhu merupakan salah satu faktor abiotik yang memegang peranan penting bagi kehidupan organisme perairan. Menurut Barus (2004), fluktuasi suhu diperairan tropis umumnya sepanjang tahun mempunyai fluktuasi suhu udara yang tidak terlalu tinggi sehingga mengakibatkan fluktuasi suhu air juga tidak terlalu besar. Suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh ditepi perairan. Naiknya suhu air dapat menimbulkan beberapa akibat diantaranya menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air, meningkatkan kecepatan reaksi kimia, dan mengganggu kehidupan biota air, apabila batas suhu yang mematikan terlampaui maka organisme air diantaranya makrozoobentos mungkin akan mati (Wardhana, 1995). Koefisien regresi ph (X 2 ) sebesar 0,389 menggambarkan bahwa nilai ph mempunyai pengaruh positif terhadap indeks keanekaragaman makrozoobentos, artinya dengan semakin besarnya nilai ph maka akan semakin meningkatkan indeks keanekaragaman makrozoobentos. Secara keseluruhan nilai ph yang didapat dari ketiga stasiun penelitian masih mendukung kehidupan dan perkembangan makrozoobentos. Menurut Barus (2004), kehidupan dalam air masih dapat bertahan apabila perairan mempunyai kisaran ph 7 8,5. Kehidupan hewan akuatik akan semakin terganggu apabila ph makin jauh dari titik normal, bahkan ph di bawah 4 dan di atas 11 dapat berakibat fatal. Nilai Oksigen Terlarut/ DO = Dissolved Oxygen (X 3 ) sebesar 0,065 menggambarkan bahwa nilai oksigen terlarut (DO) mempunyai pengaruh positif terhadap besarnya indeks

11 128 keanekaragaman makrozoobentos, artinya dengan semakin besarnya nilai oksigen terlarut (DO) maka indeks keanekaragaman makrozoobentos akan semakin meningkat. DO memegang peranan penting sebagai indikator biologis karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Sumber utama oksigen terlarut dalam perairan berasal dari adanya kontak antara permukaan air dengan udara dan juga dari proses fotosintesis. Menurut Brower, dkk., (1990) semakin tinggi suhu maka kelarutan oksigen akan semakin berkurang, dimana kenaikan suhu 1 C akan meningkatkan metabolisme organisme dan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10 %. Koefisien regresi Biochemical Oxygen Demand/ BOD 5 (X 4 ) memiliki nilai sebesar 0,003 yang menggambarkan bahwa besarnya nilai BOD 5 berpengaruh negatif terhadap indeks keanekaragaman makrozoobentos, artinya dengan semakin besarnya nilai BOD 5 maka indeks keanekaragaman makrozoobentos akan semakin kecil. Nilai BOD 5 dalam suatu perairan sangat berhubungan dengan ada tidaknya pemasukan bahan organik dari daratan serta ketersediaan oksigen bagi mikroorganisme dalam melakukan proses dekomposisi. Rendahnya nilai BOD 5 berarti tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme dalam proses dekomposisi juga rendah. BOD 5 adalah banyaknya oksigen yang digunakan mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik yang terdapat dalam air selama lima hari. Menurut Manahan (1984) diacu oleh Wargadinata (1995), bahwa nilai BOD 5 menunjukkan terjadinya pencemaran organik di dalam suatu perairan. Semakin tinggi nilai BOD 5 maka menunjukkan semakin tinggi aktivitas organisme untuk menguraikan bahan organik atau dapat dikatakan juga semakin besar kandungan bahan organik di perairan itu. Menurut Lee dkk., (1978) perairan yang mengandung BOD 5 lebih dari 10 mg/l berarti perairan tersebut telah tercemar oleh bahan organik, sedangkan apabila dibawah 3 mg/l berarti perairan tersebut masih cukup bersih. Berdasarkan hasil pengolahan data regresi pada seluruh stasiun diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,710 yang menunjukkan bahwa hubungan antara kualitas air suhu, ph, DO dan BOD 5 terhadap indeks keanekaragaman makrozoobentos tergolong kuat. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang diperoleh sebesar 0,505 menunjukkan bahwa parameter kualitas air yang diukur yakni: suhu, ph, DO dan BOD 5 memberikan pengaruh sebesar 50,5% terhadap indeks keanekaragaman makrozoobentos sedangkan 49,5% lainnya dipengaruhi oleh faktorfaktor lain. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Nilai indeks keanekaragaman (H ) makrozoobenthos yang diperoleh pada ketiga stasiun penelitian adalah 1,77. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun III sebesar 1,90 dan terendah terdapat pada stasiun I sebesar 1,53 dan analisis regresi linear berganda hubungan parameter fisika kimia terhadap Indeks Keanekaragaman makrozoobenthos

12 129 diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,710, dan koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,505. Saran Perlu perhatian, pengawasan dan penanganan yang khusus terhadap kualitas di Danau Toba Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun oleh masyarakat dan pemerintah setempat agar kondisi perairan terjaga dengan baik serta penambahan stasiun pengamatan untuk mengetahui keanekaragaman makrozoobentos yang lebih banyak lagi. DAFTAR PUSTAKA Alftriatussulus Sebaran Moluska (Bivalvia dan Gastropoda) di Muara sungai Cimandiri, Teluk Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Koordinasi Pengelolaan Ekosistem Kawasan Danau Toba Rona Awal Ekosistem Kawasan Danau Toba. BKPDT. Medan. Barus, T.A Pengantar Limnologi: Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Program Studi Biologi FMIPA USU. Medan. Brower, J. E. H. Z. Jerrold and Car. I.N. Von Ende Field and Laboratory Methods For General Ecology. Third Edition. Wm. C. Brown Publisher. USA. New York. Effendi, H Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Ginting, E.H Kualitas Perairan Hulu Sungai Ciliwung Ditinjau dari Struktur Komunitas Makrozoobentos. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hamidah, A Keanekaragaman dan Kelimpahan Komunitas Moluska di Perairan Bagian Utara Danau Kerinci, Jambi. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jeffries, M., D. Mills Freshwater Ecology, Principles and Applications. Koesoebiono Ekologi Perairan. Fakultas Perikanan IPB. Bogor. Lee, C.D., S. E. Wang and C. L. Kuo Benthic macroinvertebrates and fish as biological indicators of water quality, with reference to community diversity index. International Conference on Water Pollution Control in Developing Countries, Bangkok. Thailand. Nybakken, J. W Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta.

13 130 Panjaitan, P Kajian Potensi Pencemaran Keramba Jaring Apung PT. Aquafarm Nusantara di Ekosistem Perairan Danau Toba. ISSN Pennak, R Fresh Water Invertebrates of The United States Protozoa To Mollusca. University of Colorado. Colorado. Wargadinata, E.L Makrozoobentos Sebagai Indikator Ekologi di Sungai Percut. Tesis. Program Pasca Sarjana Ilmu Pengetahuan Sumber Daya Alam dan Lingkungan USU. Medan. Setyobudiandi, I Makrozoobentos. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sinaga, T Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Toba Balige Kabupaten Toba Samosir. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Suartini, N.M., N.W Sudatri., M. Pharmawati dan R, Dalem Identifikasi Makrozoobentos di Tukad Bausan Desa Pererenan Kabupaten Badung Bali. Ecotrophic 5 (1): Denpasar. Suwignyo. S, B. Widigdo, Y. Wardianto, M. Krisanti Avertebrata Air Jilid 2. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor. Wardhana, W.A Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta.

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam TINJAUAN PUSTAKA Benthos Bentos merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam atau di permukaan sedimen dasar perairan. Bentos memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret- 20 Juli 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari

TINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari 7 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari merupakan wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Sebagian besar estuari

Lebih terperinci

stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan stasiun 3 Stasiun 1 dengan Stasiun 1 Morishita Horn

stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan stasiun 3 Stasiun 1 dengan Stasiun 1 Morishita Horn Didapatkan hasil sungai Wonorejo Surabaya mempunyai indeks kesamaan komunitas makrozoobenthos antara stasiun 1 dengan stasiun 2 yaitu 0.88. Perbandingan dari kedua stasiun ini memiliki indeks kesamaan

Lebih terperinci

Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara

Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara Diversity and Abundance of Macrozoobenthos in Naborsahan River of Toba Samosir Regency, North Sumatera

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2010 pada 3 (tiga) lokasi di Kawasan Perairan Pulau Kampai, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat,

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DANAU SIOMBAK KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DANAU SIOMBAK KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DANAU SIOMBAK KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN The Diversity of Macrozoobenthic as Water Quality Indicators of Siombak Lake District

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Ekosistem perairan dapat dibedakan menjadi air tawar, air laut dan air payau seperti terdapat di muara sungai yang besar. Dari ketiga ekosistem perairan tersebut,

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Mei 2011 pada 4 lokasi di Sungai Bah Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Perairan dibagi dalam tiga kategori utama yaitu tawar, estuaria dan kelautan. Habitat air tawar menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi bila

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MAKROZOOBENTHOS DI LOKASI KERAMBA JARING APUNG DENGAN LOKASI YANG TIDAK MEMILIKI KERAMBA JARING APUNG SKRIPSI MUHAMMAD FADLY AGUSTIAN

PERBANDINGAN MAKROZOOBENTHOS DI LOKASI KERAMBA JARING APUNG DENGAN LOKASI YANG TIDAK MEMILIKI KERAMBA JARING APUNG SKRIPSI MUHAMMAD FADLY AGUSTIAN PERBANDINGAN MAKROZOOBENTHOS DI LOKASI KERAMBA JARING APUNG DENGAN LOKASI YANG TIDAK MEMILIKI KERAMBA JARING APUNG SKRIPSI MUHAMMAD FADLY AGUSTIAN PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI BINGAI KECAMATAN BINJAI BARAT KOTA BINJAI

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI BINGAI KECAMATAN BINJAI BARAT KOTA BINJAI STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI BINGAI KECAMATAN BINJAI BARAT KOTA BINJAI (Community Structure of Macrozoobenthos in the River Bingai at West Binjai Subdistrict of Binjai City) Navisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi

TINJAUAN PUSTAKA. diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi 6 TINJAUAN PUSTAKA Zona Intertidal Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan gelombang tiap saat. Daerah ini juga sangat terpengaruh dengan dinamika fisik lautan yakni pasang

Lebih terperinci

bentos (Anwar, dkk., 1980).

bentos (Anwar, dkk., 1980). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 pada beberapa lokasi di hilir Sungai Padang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

POSTER KERAGAMAN JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI OGAN, SUMATERA SELATAN 1 Marson 2

POSTER KERAGAMAN JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI OGAN, SUMATERA SELATAN 1 Marson 2 POSTER KERAGAMAN JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI OGAN, SUMATERA SELATAN 1 Marson 2 ABSTRAK Sungai Ogan dimanfaatkan penduduk untuk kepentingan sosial dan ekonomi, dampak kegiatan tersebut mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hal yang penting dan harus tetap dijaga kestabilannya (Effendi, 2003).

PENDAHULUAN. hal yang penting dan harus tetap dijaga kestabilannya (Effendi, 2003). PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang diperlukan sebagai hajat hidup orang banyak. Semua makhluk hidup membutuhkan air untuk kehidupannya sehingga sumberdaya air perlu dilindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Brantas adalah sungai terpanjang yang ada di provinsi Jawa Timur. Panjangnya yaitu mencapai sekitar 320 km, dengan daerah aliran seluas sekitar 12.000 km 2

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Perairan Ekosistem merupakan tingkat organisasi yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi antar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Organisme makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Organisme makrozoobenthos 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan 2.1.1. Organisme makrozoobenthos Organisme benthos merupakan organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar perairan

Lebih terperinci

Nilai fisikokimia perairan

Nilai fisikokimia perairan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Parameter Fisikokimia Perairan Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Tiga Lokasi Aliran Sungai Sumber Kuluhan Jabung diperoleh nilai rata-rata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Waduk Cirata dengan tahap. Penelitian Tahap I merupakan penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. Tempat penelitian berlokasi di Sungai Way Sekampung, Metro Kibang,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. hari dengan batas 1 minggu yang dimulai dari tanggal Juli 2014 dan

BAB V PEMBAHASAN. hari dengan batas 1 minggu yang dimulai dari tanggal Juli 2014 dan jumalah Individu 1 BAB V PEMBAHASAN A. Familia Bivalvia yang didapatkan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus, di mana penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI PERCUT KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA

KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI PERCUT KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI PERCUT KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA Macrozoobentos Community in Percut River, Percut Sei Tuan District, Deli Serdang Regency, North

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2010 di Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah, dan Laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu senggangnya (leisure time), dengan melakukan aktifitas wisata (Mulyaningrum, 2005). Lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga menghasilkan komunitas yang khas (Pritchard, 1967).

I. PENDAHULUAN. sehingga menghasilkan komunitas yang khas (Pritchard, 1967). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Estuari adalah perairan semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut yang bersalinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar yang bersalinitas

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan adalah Purpossive Random Sampling dengan menentukan tiga stasiun pengamatan.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. peranpenting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan

TINJAUAN PUSTAKA. peranpenting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan 6 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranpenting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air(catchment area) bagi daerah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Perairan Estuari Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan

Lebih terperinci

JENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN

JENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN JENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN Ayu Wahyuni 1, Armein Lusi 2, Lora Purnamasari 2 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

STUDI KELIMPAHAN DAN JENIS MAKROBENTHOS DI SUNGAI CANGAR DESA SUMBER BRANTAS KOTA BATU. *

STUDI KELIMPAHAN DAN JENIS MAKROBENTHOS DI SUNGAI CANGAR DESA SUMBER BRANTAS KOTA BATU. * STUDI KELIMPAHAN DAN JENIS MAKROBENTHOS DI SUNGAI CANGAR DESA SUMBER BRANTAS KOTA BATU Hendra Febbyanto*, Bambang Irawan, Noer Moehammadi, Thin Soedarti Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

KOMUNITAS DAN PREFERENSI HABITAT GASTROPODA PADA KEDALAMAN BERBEDA DI ZONA LITORAL DANAU SINGKARAK SUMATERA BARAT TESIS OLEH: YULI WENDRI

KOMUNITAS DAN PREFERENSI HABITAT GASTROPODA PADA KEDALAMAN BERBEDA DI ZONA LITORAL DANAU SINGKARAK SUMATERA BARAT TESIS OLEH: YULI WENDRI KOMUNITAS DAN PREFERENSI HABITAT GASTROPODA DANAU SINGKARAK SUMATERA BARAT TESIS OLEH: YULI WENDRI NO. BP. 1320422006 JURUSAN BIOLOGI PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2016 KOMUNITAS DAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 Juni sampai dengan 31 Juli 2013. Penelitian meliputi kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium. Kegiatan

Lebih terperinci

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities.

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities. Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities Dedy Muharwin Lubis, Nur El Fajri 2, Eni Sumiarsih 2 Email : dedymuh_lubis@yahoo.com This study was

Lebih terperinci

Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta

Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta Andhika Rakhmanda 1) 10/300646/PN/12074 Manajamen Sumberdaya Perikanan INTISARI Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penentuan kualitas suatu perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air kurang memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh: BETZY VICTOR TELAUMBANUA 090302053 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan

TINJAUAN PUSTAKA. pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan 47 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan

Lebih terperinci

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03"LU '6.72" BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km.

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03LU '6.72 BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km. 8 menyebabkan kematian biota tersebut. Selain itu, keberadaan predator juga menjadi faktor lainnya yang mempengaruhi hilangnya atau menurunnya jumlah makrozoobentos. 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH Rezha Setyawan 1, Dr. Ir. Achmad Rusdiansyah, MT 2, dan Hafiizh

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN INTERTIDAL BUKIT PIATU KIJANG, KABUPATEN BINTAN

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN INTERTIDAL BUKIT PIATU KIJANG, KABUPATEN BINTAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN INTERTIDAL BUKIT PIATU KIJANG, KABUPATEN BINTAN Lani Puspita Dosen Tetap Prodi Pendidikan Biologi UNRIKA Batam Abstrak Makroozoobenthos adalah salah satu

Lebih terperinci

KELIMPAHAN MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN SITU PAMULANG EDWARD ALFIN FTMIPA UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI. Abstrak.

KELIMPAHAN MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN SITU PAMULANG EDWARD ALFIN FTMIPA UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI. Abstrak. KELIMPAHAN MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN SITU PAMULANG EDWARD ALFIN FTMIPA UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI Abstrak. Penelitian tentang kelimpahan makrozoobenthos di perairan Situ Pamulang dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok dalam pengembangan industri budidaya perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun eksternal. Sebagai media

Lebih terperinci

Fisheries and Marine Science Faculty Riau University ABSTRACT. 1). Students of the Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Riau

Fisheries and Marine Science Faculty Riau University ABSTRACT. 1). Students of the Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Riau ANALYSIS ORGANIC MATERIALS AND COMMUNITY STRUCTURE IN THE MANGROVE SWAMP OF MAKROZOOBENTHOS IN ROKAN HILIR REGENCY by Melia Azian 1 ), Irvina Nurrachmi 2 ), Syahril Nedi 3 ) Fisheries and Marine Science

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2005 - Agustus 2006 dengan lokasi penelitian di Pelabuhan Sunda Kelapa, DKI Jakarta. Pengambilan contoh air dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 78 % wilayah Indonesia merupakan perairan sehingga laut dan wilayah pesisir merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Di kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009- Juli 2010 di Danau Lut Tawar. Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun adalah dengan metode Purposive

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Objek dan Lokasi Penelitian 1. Profil Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah jenis zooplankton yang ada di estuari Cipatireman pantai Sindangkerta Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, mengalir dari hulu di Kabupaten Simalungun dan terus mengalir ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran luas 100 km x 30 km di Sumatera Utara, Indonesia. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ekologi, biologi, sosial ekonomi dan budaya, sehingga timbul masalah yang

TINJAUAN PUSTAKA. ekologi, biologi, sosial ekonomi dan budaya, sehingga timbul masalah yang TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Perairan Pesisir Kawasan pesisir (coastal zone) merupakan suatu ekosistem (ke arah darat dan laut) yang di dalamnya terjadi interaksi yang kompleks baik faktor fisik, ekologi,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 07 o 20 0,6576 LS 19 o 13 48,4356 BT Kober, Kec. Purwokerto Barat Bantarsoka, Kec. Purwokerto Barat

METODE PENELITIAN. 07 o 20 0,6576 LS 19 o 13 48,4356 BT Kober, Kec. Purwokerto Barat Bantarsoka, Kec. Purwokerto Barat III. METODE PENELITIAN A. Materi Penelitian 1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan selama penelitian adalah botol Winkler, plankton net no.25, ember plastik, buret, statif, Erlenmayer, pipet tetes,

Lebih terperinci

KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SITU PAMULANG

KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SITU PAMULANG KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SITU PAMULANG Edward Alfin* Prodi Matematika Fakultas Teknik, Matematika dan IPA Universitas Indraprasta PGRI Jakarta *Corresponding author: edwardalfin@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (Walhi, 2005). Perairan air tawar, salah

BAB 1 PENDAHULUAN. sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (Walhi, 2005). Perairan air tawar, salah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia memiliki 65% dari persediaan air di dunia atau sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (Walhi, 2005). Perairan air tawar, salah satunya waduk menempati

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

Perubahan Lingkungan Ekosistem Sungai Belawan terhadap Kualitas Air dan Keanekaragaman Makrozoobenthos sebagai Bioindikator

Perubahan Lingkungan Ekosistem Sungai Belawan terhadap Kualitas Air dan Keanekaragaman Makrozoobenthos sebagai Bioindikator Biosfera 27 (1) Januari 2010 38 Perubahan Lingkungan Ekosistem Sungai Belawan terhadap Kualitas Air dan Keanekaragaman Makrozoobenthos sebagai Bioindikator Mayang Sari Yeanny Departemen Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water) secara umum di bagi atas dua yaitu perairan lentik (perairan tenang atau diam, misalnya: danau, waduk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perairan yang menutupi seperempat bagian dari permukaan bumi dibagi dalam dua kategori utama, yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut (Barus, 1996).

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN KEANEKARAGAMAN BENTOS DI SUNGAI BATANG KUANTAN KABUPATEN SIJUNJUNG. Reren Maria Junita, Nurhadi, Nursyahra

KOMPOSISI DAN KEANEKARAGAMAN BENTOS DI SUNGAI BATANG KUANTAN KABUPATEN SIJUNJUNG. Reren Maria Junita, Nurhadi, Nursyahra KOMPOSISI DAN KEANEKARAGAMAN BENTOS DI SUNGAI BATANG KUANTAN KABUPATEN SIJUNJUNG Reren Maria Junita, Nurhadi, Nursyahra Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP)

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan dilakukan dengan Metode Purpossive Random Sampling pada tiga stasiun penelitian. Di masing-masing stasiun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik penentuan lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik penentuan lokasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik penentuan lokasi secara purposive sampling (penempatan titik sampel dengan tujuan

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS AIR DAN KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI SUNGAI BELAWAN MEDAN

PENGARUH AKTIVITAS MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS AIR DAN KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI SUNGAI BELAWAN MEDAN Jamaran Kaban Daniel PENGARUH AKTIVITAS MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS AIR DAN KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI SUNGAI BELAWAN MEDAN Mayang Sari Yeanny Biologi FMIPA USU Abstract The research about the influence

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTHOS DI BAGIAN HULU SUNGAI HORAS KECAMATAN HATONDUHAN KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA SKRIPSI

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTHOS DI BAGIAN HULU SUNGAI HORAS KECAMATAN HATONDUHAN KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA SKRIPSI 1 KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTHOS DI BAGIAN HULU SUNGAI HORAS KECAMATAN HATONDUHAN KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA SKRIPSI ZETTY NURMAYA GULTOM 120805003 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di ekosistem Sungai Batang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR 3 Dhani Dianthani Posted 3 May, 3 Makalah Falsafah Sains (PPs ) Program Pasca Sarjana /S3 Institut Pertanian Bogor Mei 3 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Dr Bambang Purwantara IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DI SEKITAR KERAMBA JARING APUNG DANAU TOBA KECAMATAN HARANGGAOL, KABUPATEN SIMALUNGUN, SUMATERA UTARA SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DI SEKITAR KERAMBA JARING APUNG DANAU TOBA KECAMATAN HARANGGAOL, KABUPATEN SIMALUNGUN, SUMATERA UTARA SKRIPSI STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DI SEKITAR KERAMBA JARING APUNG DANAU TOBA KECAMATAN HARANGGAOL, KABUPATEN SIMALUNGUN, SUMATERA UTARA SKRIPSI RISKY ANGGITA HARAHAP 090302075 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci