BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Deddy Kurnia
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Indeks Massa Tubuh (IMT) Definisi Indeks Massa Tubuh Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai dapat menjadi indikator atau menggambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. IMT tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa IMT berkolerasi dengan pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti underwater weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn LM et al., 2002). IMT merupakan alternatif untuk tindakan pengukuran lemak tubuh karena murah serta metode skrining kategori berat badan yang mudah dilakukan. Untuk mengetahui IMT, dapat dihitung dengan rumus berikut: Menurut rumus metrik: (CDC,2009) Berat Badan (Kg) IMT= [ Tinggi badan (m) ] 2 Atau menurut rumus Inggeris: IMT= Berat badan (lb)/ [Tinggi badan (in)] 2 x 703 Indeks massa tubuh (IMT) diartikan sebagai berat dalam kilogram yang dibagi dengan tinggi badan dalam meter kuadrat (Bandini, Flynn dan Scampini, 2011). Indeks massa tubuh yang digunakan sebagai alat skrining untuk mendeteksi masalah berat badan pada anak (CDC, 2011). Setelah dilakukan pengukuran pada tinggi dan berat badan anak, maka kita dapat melakukan plot hasil IMT pada kurva CDC BMI-for-age growth chart yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin (Gambar 2.1; Gambar 2.2) (CDC, 2000). Perhitungan IMT pada orang dewasa berbeda dikarenakan kriteria IMT pada anak maupun
2 5 remaja spesifik terhadap umur dan jenis kelamin (CDC, 2011). Jenis kelamin dan umur pada anak dan remaja dipertimbangkan karena jumlah lemak tubuh yang berubah sesuai dengan umur dan jumlah lemak tubuh yang berbeda antara perempuan dan laki-laki (CDC, 2011) Kategori Indeks Massa Tubuh Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun ke atas, IMT diinterpretasi menggunakan kategori status berat badan standard yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita. Untuk anak-anak dan remaja, interpretasi IMT adalah spesifik mengikuti usia dan jenis kelamin (CDC, 2009). Secara umum, IMT 25 ke atas membawa arti pada obesitas. Standar baru untuk IMT telah dipublikasikan pada tahun 1998 mengklasifikasikan BMI di bawah 18,5 sebagai sangat kurus atau underwegiht, IMT melebihi 23 sebagai berat badan lebih atau overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT yang ideal bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 sehingga 22,9. Obesitas dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I (25-29,9), tingkat II (30-40), dan tingkat III (>40) (CDC, 2002). Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa egara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:
3 6 Tabel 2.1 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Orang Dewasa Berdasarkan IMT Menurut WHO Klasifikasi IMT (Kg/m 2 ) Berat Badan Kurang <18,5 Kisaran Normal 18,5-24,9 Berat Badan Lebih >25 Pre-Obes 25-29,9 Obes Tingkat I 30-34,9 Obes Tingkat II 35-39,9 Obes Tingkat III >40 Sumber: WHO technical series,2000 Tabel 2.2 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik Klasifikasi IMT Berat Badan Kurang <18,5 Kisaran Normal 18,5-22,9 Berat Badan Lebih 23,0 Beresiko 23,0-24,9 Obes I 25,0-29,9 Obes II 30,0 Sumber: WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment (2000)
4 7 Tabel 2.3 Klasifikasi IMT Berdasarkan Depkes RI (1994) IMT (Kg/m 2 ) Klasifikasi < 17,0 Kekurangan Berat Badan Tingkat Berat Kurus 17,0-18,4 Kekurangan Berat Badan Tingkat Ringan 18,5-25,0 Normal Normal 25,1-27,0 Kelebihan Berat Badan Tingkat Ringan >27,0 Kelebihan Berat Badan Tingkat Berat Gemuk Sumber: Depkes RI 1994 dalam Supariasa, 2001 Saat ini,imt secara internasional diterima sebagai alat untuk mengidentifikasi kelebihan berat badan dan obesitas (Hill, 2005). Penggunaan IMT hanya berlaku unutk orang dewasa yang berusia 18 tahun ke atas. IMT tidak diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Disamping itu pula, IMT tidak diterapka pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti edema, asites, dan hepatomegali (Supariasa,2001) Kekurangan dan Kelebihan Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh (IMT) merupakan salah satu indikator yang dapat dipercayai untuk mengukur lemak tubuh. Walau bagaimanapun, terdapat beberapa kekurangan dan kelebihan dalam mengggunakan IMT sebagai indikator pengukuran lemak tubuh. Kekurangan indeks massa tubuh adalah: 1. Pada olahragawan: tidak akurat pada olahragawan (terutama atlet bina) yang cenderung berada pada kategori obesitas dalam IMT disebabkan mereka mempunyai massa otot yang berlebihan walaupun presentase
5 8 2. lemak tubuh mereka dalam kadar yang rendah. Sedangkan dalam pengukuran berdasarkan berat badan dan tinggi badan, kenaikan nilai IMT adalah disebabkan oleh lemak tubuh. 3. Pada anak-anak: tidak akurat karena jumlah lemak tubuh akan berubah seiringan dengan pertumbuhan dan perkembangan tubuh badan seseorang. Jumlah lemak tubuh pada lelaki dan perempuan juga berbeda selama pertumbuhan. Oleh itu, pada anak-anak dianjurkan untuk mengukur berat badan berdasarkan nilai persentil yang dibedakan atas jenis kelamin dan usia. 4. Pada kelompok bangsa: tidak akurat pada kelompok bangsa tertentu karena harus dimodifikasi mengikuti kelompok bangsa tertentu. Sebagai contoh IMT yang melebihi 23,0 adalah berada dalam kategori kelebihan berat badan dan IMT yang melebihi 27,5 berada dalam kategori obesitas pada kelompok bangsa seperti Cina, India, dan Melayu (CORE, 2007). Kelebihan indeks massa tubuh adalah: 1. Biaya yang diperlukan tidak mahal 2. Untuk mendapat nilai pengukuran, hanya diperlukan data berat badan dan tinggi badan seseorang 3. Mudah dikerjakan dan hasil bacaan adalah sesuai nilai standar yang telah dinyatakan pada tabel IMT. 2.2 Hal-Hal yang Mempengaruhi Indeks Massa Tubuh Banyak sekali hal-hal yang dapat mempengaruhi Indeks Massa Tubuh seseorang,baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Hal-hal tersebut ialah sebagai berikut: a. Usia Usia merupakan faktor yang secara langsung berhubungan dengan Indeks Massa Tubuh Seseorang. Prevalensi obesitas (berdasarkan IMT) meningkat secara terus menerus dari usia tahun. Setelah 60 tahun angka obesitas mulai menurun (Hill, 2005). Hasil survey kesehatan di Inggris (2003) menyatakan bahwa kelompok usia tahun tidak berisiko mengalami obesitas dibandingkan dengan
6 9 kelompok usia yang lebih tua. Kelompok usia setengah baya dan pensiun memiliki risiko obesitas yang lebih tinggi. Semakin bertambah usia seseorang, mereka cenderung kehilangan massa otot dan mudah terjadi akumulasi lemak tubuh. Kadar metabolisme juga akan menurun menyebabkan kebutuhan kalori yang diperlukan lebih rendah (Gayle Galleta, 2005). b. Genetik Obesitas cenderung berlaku dalam keluarga. Ini disebabkan oleh faktor genetik, pola makan keluarga, dan kebiasaan gaya hidup. Walaupun begitu, mempunyai anggota keluarga yang obesitas tidak menjamin seseorang itu juga akan mengalami obesitas (Gayle Galleta, 2005) c. Jenis Kelamin Berat badan juga dipengaruhi oleh jenis kelamin. Pada obesitas, jumlah lemak tubuh lebih banyak. Pada dewasa muda laki-laki lemak tubuh >25% dan perempuan > 35% (Sugondo, 2010). Distribusi lemak tubuh juga berbeda berdasarkan jenis kelamin, pria cenderung mengalami obesitas viseral (abdominal) dibandingkan wanita. Proses-proses fisiologis dipercaya dapat berkontribusi terhadap meningkatnya simpanan lemak pada perempuan (Hill,2005). d. Pola Makan Pola makan adalah pengulangan susunan makanan yang dapat dilihat ketika makanan itu dimakan. Terutama sekali berkenaan dengan jenis makanan dan proporsinya dan atau kombinasi makanan yang dimakan individu, masyarakat, dan sekelompok individu (Idapola, 2009). Pada zaman modern seperti sekarang ini, semuanya menjadi serba mudah, Salah satunya adalah dengan adanya makanan cepat saji. Makanan cepat saji mempunyai pengaruh terhadap berat badan karena kandungannya yang tinggi lemak dan gula. Meningkatnya porsi makan juga dapat mempengaruhi berat badan. Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang mengonsumsi makanan tinggi lemak lebih cepat mengalami peningkatan berat badan
7 10 dibanding mereka yang mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat dengan jumlah kalori yang sama. Ukuran dan frekuensi asupan makanan juga mempengaruhi peningkatan berat badan dan lemak tubuh (Abramovitz, 2004). e. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik mencermikan gerakan tubuh yang disebabkan oleh kontraksi otot menghasilkan energy ekspenditur (Idapola, 2009). Bermain bola, berjalan kaki,naik-turun tangga merupakan aktvitas fisik yang baik untuk dilakukan. Aktivitas fisik yang berdasarkan gaya hidup cenderung lebih berhasil menurunkan berat badan dalam jangka panjang dibandingkan dengan program latihan yang terstruktur (Sugondo, 2010). f. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang paling memainkan peranan adalah gaya hidup seseorang. Kebiasaan makan dan aktivitas seseorang dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya. Makan terlalu banyak dan aktivitas yang pasif (tidak aktif) merupakan faktor resiko utama terjadinya obesitas (Gayle Galleta, 2005) 2.3 Obesitas Definisi Obesitas merupakan kelainan sistem pengaturan berat badan yang ditandai oleh akumulasi lemak tubuh yang berlebihan. Dalam masyarakat primitif, dimana kehidupan sehari-hari membutuhkan aktivitas fisik yang tinggi dan makanan hanya tersedia sesekali, kecenderungan genetik akan berperan dalam penyimpanan kalori sebagai lemak karena makanan yang dikonsumsi tidak melebihi kebutuhan (Richard Harvey dan Champe PC., 2005). Obesitas didefinisikan sebagai keadaan dimana adanya peningkatan yang sangat berlebihan pada massa jaringan adiposa (lemak). Obesitas bisa disalahartikan sebagai peningkatan berat badan yang sangat berlebihan bagi kebanyakan masyarakat. Namun, konsep ini tidak begitu relevan karena konsep
8 11 obesitas tidak bisa diambil akbiat peningkatan berat badan semata-mata melainkan adanya peningkatan massa jaringan adiposa (Gabriel Uwaifo, 2009). Obesitas dan kegemukan merupakan faktor resiko utama untuk sejumlah penyakit kronis seperti diabetas, penyakit jantung, dan kanker. Obesitas dianggap merupakan masalah hanya di negara berpenghasilan tinggi, tetapi sekarang jumlah penderita obesitas dan kegemukan semakin meningkat di negara berpenghasilan rendah dan menengah khususnya di perkotaan (WHO, 2010) Epidemiologi Saat ini diperkirakan jumlah orang di seluruh dunia dengan IMT 30 kg/m 2 melebihi 250 juta orang, yaitu sekitar 7% dari populasi orang dewasa di dunia. Prevalensi obesitas berhubungan dengan urbanisasi dan mudahnya mendapatkan makanan serta banyaknya jumlah makanan yang tersedia. Urbanisasi dan perubahan status ekonomi yang terjadi di Negara-negara yang sedang berkembang berdampak pada peningkatan prevalensi obesitas pada populasi di negara-negara ini, termasuk di Indonesia (Sugondo, 2010). Penelitian epidemiologi yang dilakukan di daerah sub urban di dareah Koja, Jakarta Utara, pada tahun 1982, mendapatkan prevalensi obesitas sebesar 4,2%; di daerah Kayu Putih, Jakarta Pusat, sepuluh tahun kemudian, yaitu tahun 1992, prevalensi obesitas obesitas sudah mencapai 17,1%, dimana ditemukan prevalensi obesitas pada laki-laki dan perempuan masing-masing 10,9% dan 24,1%. Pada populasi obesitas ini, dislipidemia terdapat pada 19% laki-laki dan 10,8% perempuan, dan hipertrigliseridemia pada 16,6% laki-laki (Sugondo, 2010). Pada penelitian epidemiologi di daerah Abadijaya, Depok pada tahun 2001 didapatkan 48,6%, pada tahun 2002 didapat 45% dan 2003 didapat 44% orang dengan berat badan lebih dan obes; sedang IMT pada tahun 2001 adalah 25,1 kg/m 2, tahun 2002; 24,8 kg/m 2 dan tahun 2003; 24,3 kg/m 2.Pada tahun 1997 dan 1998 dilakukan penelitian komposisi tubuh di beberapa daerah di Indonesia dan didapatkan bagwa umur,jenis kelamin, dan IMT yang sama dibandingkan dengan Kaukasia (Belanda), lemak tubuh orang Indoneisa 5% lebih tinggi, sehingga
9 12 seharusnya IMT juga 3kg/m 2 lebih rendah.mortalitas yang berkaitan dengan obesitas, terutama obesitas sentral,sangat erat hubungannya dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolik merupakan satu kelompok kelainan metabolic, yang selain obesitas, meliputi reisistensi insulin gangguan toleransi glukosa, abnormalitas trigliserida dan hemostasis, disfungsi endotel dan hipertensi yang kesemuanya secara sendiri-sendiri atau bersama-sama merupakan factor risiko utama untuk terjadinya aterosklerosis dengan menifestasi penyakit jantung koronerdan/atau strok (Sugondo, 2010) Etiologi Berbagai hal dapat menyebabkan obesitas. Penyebab utamanya adalah gaya hidup yang tidak aktif, hal ini dikarenakan aktivitas otot adalah cara terpenting untuk mengeluarkan energi dari tubuh sehingga ini merupakan satu cara efektif untuk mengurangi simpanan lemak (Guyton, 2007) Patofisiologi Pengaturan keseimbangan energy diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Obesitas terjadi karena adanya gangguan keseimbangan energi yang dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan factor endogen (obesitas sekunder) akibat kelainan hormonal, sindrom, atau defek genetic (10%) (Hidajat et al., 2006). Proses pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui 2 kategori sinyal, yaitu sinyal pendek dan panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan factor distensi lambung dan peptide gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan kesimbangan energi (Hidajat et al., 2006). Apabila asupan energi melebihi kebutuhan, jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin merangsang hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro peptide Y (NPY),
10 13 sehingga terjadi penurunan nafsu makan, demikian pula sebaliknya. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan (Hidajat et al., 2006). Pada obesitas, jumlah lemak tubuh meningkat. Pada dewasa, pria lemak tubuh > 25% dan perempuan > 35% (Sugondo, 2006). Berdasarkan distribusi jaringan lemak, dibedakan menjadi (Hidajat et al.,2006) : a. Apple shape body ( distribusi jaringan lemak lebih banyak di daerah perut dan mempunyai faktor resiko penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes mellitus, atau gangguan lemak darah). Keadaan ini disebut obesitas sentral. b. Pear shape body/gynecoid (distribusi jaringan lemak lebih banyak di glutea dan paha, belum terbukti sebagai faktor resiko). Keadaan ini disebut obesitas perifer 2.4 Manajemen Berat Badan Penurunan berat badan sangat menguntungkan pasien yang mengalami berat badan lebih dan obesitas. Terdapat bukti kuat bahwa penurunan berat badan pada individu dengan berat badan lebih dan obesitas mengurangi factor risiko diabetes, penyakit kardiovaskular, menurunkan tekanan darah, mengurangi serum terigliserida, meningkatkan kolesterol-hdl, mengurangi serum kolesterol-ldl, mengurangi konsentrasi gula darah, dan mengurangi konsentrasi HbA 1c pada beberapa pasien dengan diabetes tipe 2 (Sugondo, 2010). 2.5 Cara Menurunkan dan Memelihara Berat Badan Menurut Sugondo (2010), ada beberapa cara untuk menurunkan dan memelihara berat badan yaitu: 1. Terapi Diet Terapi diet ini harus dilakukan pada pasien dengan berat badan lebih. Hal ini bertujuan untuk membuat deficit kcal/hari. Sebelum menganjurkan deficit kalori sebesar kcal/hari sebaiknya diukur
11 14 kebutuhan energy basal pasien terlebih dahulu dengan rumus dari Harris- Benedict berikut: Laki-laki: B.E.E= 66,5+(13,75x kg)+(5,003xcm)-(6,775 x usia) Wanita: BEE= 655,1+ (9563xkg)+(1,850x cm)-(4,676 x usia) Kebutuhan kalori total sama dengan BEE dikali dengan jumlah factor stress dan aktivitas. Faktor stress ditambah aktivitas berkisar 1,2 sampai lebih dari Akrivitas Fisik Peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dari program penurunan berat badan; walaupun aktivitas fisik tidak menyebabkan penurunan berat badan lebih banyak dalam jangka waktu enam bulan. Kebanyakan penurunan berat badan terjadi karena penurunan asupan kalori. Aktivitas fisik yang lama sangat membantu pencegahan peningkatan berat badan. Keuntungan tambahan aktivias fisik adalah terjadi pengurangan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes lebih banyak dibandingkan penurangan beran badan tanpa aktivitas fisik saja. 3. Terapi Perilaku Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya, diperlukan suatu strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada saat terapi diet dan aktivitas fisik. Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan dan aktivitas fisik, manajemen stress, stimulus control, pemecahan masalah, contingency management, cognitive restructuring dan dukunga sosial. 4. Obat-Obatan Sibutramine dan orlistat merupakan oabt-obatan penurun berat badan yang telah disetujui oleh FDA di Amerika Serikat, untuk penggunaan jangka panjang. Pada pasien dengan indikasi obesitas, sibutramine dan orlistat sangat berguna.
12 15 Sibutramine ditambah diet rendah kalori dan aktivitas fisik terbukti efektif menutunkan berat badan dan mempertahankannya. Dengan pemberian sibutramine dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung. Orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30 persen. Dengan permberian orlistat, dibutuhkan vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi parsial. 5. Terapi Bedah Terapi bedah merupakan salah satu pilihan untuk menurunkan berat badan. Terapi ini hanya diberikan kepada pasien obesitas berat secara klinis dengan BMI 40 ATAU 35 dengan kondisi komorbid. Terapi bedah ini harus dilakukan sebagai alternative terakhir untuk pasien yang gagal farmakoterapi dan menderita komplikasi obesitas yang ekstrem.
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di zaman modern ini. Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit dimana terjadi penimbunan lemak
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas 2.1.1. Definisi Obesitas adalah penumpukan jaringan lemak yang berlebihan ataupun abnormal yang dapat mengganggu kesehatan (WHO,2011). Batas yang tidak wajar untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam era globalisasi sekarang dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang artinya masalah gizi kurang belum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Secara fisiologis,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi muncul masalah gizi lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. (1) Obesitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus kini telah menjadi ancaman dalam kesehatan dunia. Jumlah penderita diabetes melitus tidak semakin menurun setiap tahunnya, namun justru mengalami
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan energi antara kalori yang dikonsumsi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami
BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami perubahan, yaitu dari deposisi lemak subkutan menjadi lemak abdominal dan viseral yang menyebabkan peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index (BMI), pengukuran lingkar pinggang, rasio lingkar panggul pinggang, skinfold measurement, waist stature rasio,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fleksibilitas 2.1.1. Definisi fleksibilitas Fleksibilitas mengacu pada kemampuan ruang gerak sendi atau persendian tubuh. Kemampuan gerak sendi ini berbeda di setiap persendian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. commit to user
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO menyatakan bahwa gizi adalah pilar utama dari kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan (Soekirman, 2000). Di bidang gizi telah terjadi perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh, maka resiko terjadinya penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini obesitas telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia, baik di negara maju ataupun negara berkembang. Menurut data World Health Organization (WHO) obesitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini, kelebihan berat badan (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai
Lebih terperinciPencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM)
Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM) PENDAHULUAN Mengenai pencegahan ini ada sedikit perbedaan mengenai definisi pencegahan yang tidak terlalu mengganggu. Dalam konsensus yang mengacu ke
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terlokalisasi pada bagian-bagian tubuh tertentu (Sudoyo, 2009).
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Obesitas merupakan suatu keadaan dimana terjadi akumulasi jaringan lemak berlebihan yang dapat terjadi diseluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian-bagian tubuh tertentu
Lebih terperinciPada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita
12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perubahan pola kesakitan dan kematian dari penyakit infeksi dan malnutrisi ke penyakit tidak menular menunjukan telah terjadinya transisi epidemiologi di Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan, sosial. dan ekonomi pada berbagai kelompok usia di seluruh
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Obesitas telah menjadi masalah kesehatan, sosial dan ekonomi pada berbagai kelompok usia di seluruh dunia. Tahun 2013, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengestimasikan lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan salah satu. penyakit tidak menular yang semakin meningkat di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan salah satu penyakit tidak menular yang semakin meningkat di Indonesia. Perubahan gaya hidup dan urbanisasi merupakan penyebab
Lebih terperinciBAB 2. Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 2.1 Obesitas 2.1.1 Definisi Fauci, et al. (2009) menyatakan obesitas sebagai kondisi dimana massa sel lemak berlebihan dan tidak hanya didefinisikan dengan berat badan saja karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus dan komplikasinya telah menjadi masalah masyarakat yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan, kematian, dan kecacatan di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan sebagai akibat keseimbangan antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang diekskpresikan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya prevalensi obesitas merupakan masalah kesehatan utama diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap tahun terkait
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia, setelah menjadi masalah pada negara berpenghasilan tinggi, obesitas mulai meningkat di negara-negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lipid atau lemak adalah suatu kumpulan zat yang tidak larut dalam air tetapi dapat larut dalam pelarut seperti alkohol atau kloroform (Oxford Dictionary, 2003). Selama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini berbagai laporan kesehatan mengindikasikan bahwa prevalensi penyakit tidak menular lebih banyak dari pada penyakit menular. Dinyatakan oleh World
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. OBESITAS. 2.1.1. Pengertian Obesitas. Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegemukan sudah lama menjadi masalah. Bangsa Cina kuno dan bangsa Mesir kuno telah mengemukakan bahwa kegemukan sangat mengganggu kesehatan. Bahkan, bangsa Mesir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung menunjukkan masalah gizi ganda, disamping masih menghadapi masalah gizi kurang, disisi lain pada golongan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai laporan terkini mengindikasikan bahwa prevalensi obesitas diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang berkembang telah meningkat dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Penelitian. Dislipidemia adalah suatu istilah yang dipakai untuk
BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Penelitian Dislipidemia adalah suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan sejumlah ketidaknormalan pada profil lipid, yaitu: peningkatan asam lemak bebas, peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kegemukan bukanlah hal baru dalam masyarakat kita, bahkan 20 tahun yang lalu kegemukan merupakan kebanggaan dan lambang kemakmuran. Bentuk tubuh yang gemuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah (hiperglikemia), disebabkan karena ketidakseimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidak mampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan insulin yang tidak efektif.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang digunakan untuk menilai status gizi seorang individu. IMT merupakan metode yang murah dan mudah dalam mengukur
Lebih terperinciContoh Penghitungan BMI: Obesitas atau Overweight?
Obesitas yang dalam bahasa awam sering disebut kegemukan merupakan kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas dapat menurunkan rasa percaya diri seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh. Asam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit tidak menular salah satunya adalah Diabetes Mellitus (DM). DM dikenali sekitar 1500 tahun sebelum Masehi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan World Health Organization (WHO) tahun 1995 menyatakan bahwa batasan Berat Badan (BB) normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah menetapkan bahwa tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI INSTALASI RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG.
KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI INSTALASI RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG Meiana Harfika Abstrak: Diabetes melitus adalah salah satu penyakit degeneratif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini biasanya menyerang tanpa tanda-tanda. Hipertensi itu sendiri bisa menyebabkan berbagai
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Obesitas atau kegemukan merupakan kondisi kelebihan bobot badan akibat penimbunan lemak yang melebihi 20% pada pria dan 25% pada wanita dari bobot badan normal. Kondisi tersebut
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan seseorang dapat dapat diindikasikan oleh meningkatkatnya usia harapan hidup (UHH), akibatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) semakin bertambah banyak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indeks Masa Tubuh 2.1.1. Defenisi Indeks Masa Tubuh Indeks Massa tubuh (IMT) adalah alat ukur paling umum yang digunakan untuk mendefenisikan status berat badan anak, remaja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu kelompok penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk lanjut usia pria lebih rendah dibanding wanita. Terlihat dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi dan proyeksi
Lebih terperinciDiabetes Mellitus Type II
Diabetes Mellitus Type II Etiologi Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin atau ketika pankreas berhenti memproduksi insulin yang cukup. Persis mengapa hal ini terjadi tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi (Paramurthi, 2014). Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi mengakibatkan perilaku penduduk berubah dan menimbulkan ketidakseimbangan antara asupan makanan dengan aktivitas yang lebih banyak kurang gerak sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Obesitas masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut data
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut data Riskesdas (2013), prevalensi obesitas dewasa (>18 tahun) di Indonesia mencapai 19,7% untuk laki-laki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diabetes melitus ditandai oleh adanya hiperglikemia kronik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transformasi luar biasa dibidang ekonomi dan urbanisasi telah mengubah struktur demografi sosial di Indonesia sehingga menyebabkan pergeseran besar dalam pola makan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki
5 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang melitus (DM) merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi yang dapat mengakibatkan kerusakan organ-organ tubuh dan menyebabkan kebutaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada zaman serba modern saat ini, manusia bekerja menjadi lebih hemat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman serba modern saat ini, manusia bekerja menjadi lebih hemat waktu, tenaga, dan disertai peningkatan taraf hidup. Tetapi dengan perkembangan teknologi mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight adalah kondisi berat badan seseorang melebihi berat badan normal pada umumnya. Sementara obesitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus
Lebih terperinciPERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD
PERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif kronis yang semakin meningkat prevalensinya (Setiawati, 2004). DM mempunyai karakteristik seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas atau kegemukan adalah keadaan yang terjadi apabila kuantitas jaringan lemak tubuh dibandingkan berat badan total lebih besar daripada normal. Hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jantung beristirahat. Dua faktor yang sama-sama menentukan kekuatan denyut nadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekanan darah merupakan ukuran tekanan yang digunakan oleh aliran darah melalui arteri berdasarkan dua hal yaitu ketika jantung berkontraksi dan ketika jantung beristirahat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegemukan dan obesitas menjadi masalah kesehatan yang serius di berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh obesitas.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia telah membuat kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping berhasilnya pembangunan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama di banyak negara termasuk Indonesia. Pola penyebab kematian di rumah sakit yang utama dari Informasi Rumah
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda. Artinya, masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara sudah muncul masalah gizi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami setelah manusia mencapai usia dewasa di mana seluruh komponen tubuh berhenti berkembang dan mulai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di negara miskin, negara berkembang, maupun negara maju. Negara miskin cenderung dengan masalah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saja akan tetapi sudah menjadi permasalahan bagi kalangan anak - anak
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas 2.1.1. Definisi Obesitas didefenisikan sebagai suatu penambahan berat badan akibat akumulasi berlebihan lemak tubuh relatif terhadap massa tubuh tanpa lemak (Wong,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. begitu pula dengan permasalahan kardiovaskuler dan DM (Marliyanti, 2010).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus (DM). Permasalahan obesitas sekarang ini semakin banyak begitu pula
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indeks Massa Tubuh (IMT) IMT dihitung sebagai berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan (m 2 ) dan tidak terikat pada jenis kelamin. IMT
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lemak adalah substansi yang tidak larut dalam air dan secara kimia mengandung satu atau lebih asam lemak. Tubuh manusia menggunakan lemak sebagai sumber energi, pelarut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara
1 BAB I PENDAHULUAN a) Latar Belakang Peningkatan kemakmuran seseorang ternyata diikuti dengan perubahan gaya hidup. Pola makan mulai bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 15% penduduk Amerika Serikat memiliki kadar kolesterol
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dislipidemia memiliki prevalensi yang tinggi hampir di seluruh negara. Diperkirakan sekitar 15% penduduk Amerika Serikat memiliki kadar kolesterol total serum melebihi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelompok usia lanjut (usila/lansia) (Badriah, 2011). Secara alamiah lansia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan taraf kesehatan pada masyarakat di Indonesia, berakibat pada usia harapan hidup yang diiringi oleh pertambahan jumlah kelompok usia lanjut (usila/lansia)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi pada berbagai kalangan, terjadi pada wanita dan pria yang berumur. membuat metabolisme dalam tubuh menurun, sehingga proses
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelebihan berat badan saat ini merupakan masalah yang banyak terjadi pada berbagai kalangan, terjadi pada wanita dan pria yang berumur lebih dari 30 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat saat ini dipengaruhi oleh globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi, dan industri. Dengan adanya globalisasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. serius karena termasuk peringkat kelima penyebab kematian di dunia.sekitar 2,8 juta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obesitas merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena termasuk peringkat kelima penyebab kematian di dunia.sekitar 2,8 juta orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi yang dialami oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan berbagai dampak pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang sehat setiap harinya memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga memiliki kesanggupan yang maksimal dalam menjalankan kehidupannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan masalah kesehatan global dan telah muncul sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko untuk kanker, hipertensi, hiperkolesterolemia,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak yang abnormal atau
1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak yang abnormal atau berlebihan sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Obesitas ditentukan dengan menggunakan Indeks
Lebih terperinciTes ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui Indeks Masa Tubuh (IMT). Tes ini meliputi: 1. Pengukuran Tinggi Badan (TB) 2. Pengukuran Berat Badan (BB)
Lampiran 1. Tes Status Gizi Tes ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui Indeks Masa Tubuh (IMT). Tes ini meliputi: 1. Pengukuran Tinggi Badan (TB) 2. Pengukuran Berat Badan (BB) Peralatan tes antara lain:
Lebih terperincistatistik menunjukkan bahwa 58% penyakit diabetes dan 21% penyakit jantung yang kronik terjadi pada individu dengan BMI di atas 21 (World Heart
BAB 1 PENDAHULUAN Obesitas berasal dari bahasa Latin yaitu obesus yang berarti gemuk. Obesitas atau yang lebih dikenal dengan kegemukan adalah kondisi dimana terjadi peningkatan berat badan melebihi batas
Lebih terperincidan rendah serat yang menyebabkan pola makan yang tidak seimbang.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan bangsa yang sehat, di tahun 2011 dicanangkan peningkatan derajat kesehatan sebagai salah satu fokus
Lebih terperinci