BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat rawan akan bencana alam. Hal ini terjadi karena faktor alam itu sendiri. Secara geografis, Indonesia berada di antara dua benua dan dua samudera sehingga sangat rentan dilalui badai tropis yang tak jarang menimbulkan bencana alam yang hebat. Badai itu bisa memicu gelombang pasang maupun curah hujan yang sangat tinggi hingga menyebabkan banjir. Gempa yang berkekuatan 9,3 SR mengingatkan kita pada tragedi tsunami akhir tahun 2004 yang lalu. Tragedi tersebut telah meninggalkan kesedihan dan penderitaan luar biasa bagi masyarakat Aceh dan Indonesia pada umumnya. Posisi Indonesia merupakan titik pertemuan dua lempengan bumi Pasifik dan Hindia yang menjadikannya sebagai negara yang sering mengalami bencana gempa bumi dan gunung berapi. Negeri ini berdiri di atas pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang mengakibatkan Indonesia berada di atas jalur gempa dan patahan-patahan yang menyebabkan gempa. Indonesia juga memiliki banyak gunung berapi. Jumlahnya sekitar 129 gunung yang aktif. Iklim Indonesia yang tropis juga menyebabkan banyak tanah yang tidak stabil dan tanah yang rusak. Hal ini dibuktikan dengan terus menerus, baik itu peristiwa gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung berapi, tanah longsor, angin ribut, dan lain-lain. Bencana yang terjadi akan mengakibatkan berbagai penderitaan bagi masyarakat, baik berupa korban jiwa manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan dan musnahnya hasilhasil pembangunan yang telah dicapai. Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling dikenali adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Gunung berapi pada lokasi tersebut kebanyakan adalah gunung berapai aktif yang dapat membahayakan kehidupan umat manusia kira-kira 500 juta orang tinggal di daerah yang beresiko di dekat gunung berapi aktif di seluruh dunia. Tanah subur dan puncak gunung berapi yang mengagumkan menarik perhatian penduduk dan wisatawan. Akibatnya, jumlah orang yang terancam resiko yang ditimbulkan gunung berapi yang berpotensi aktif terus meningkat (Prager, 2006). Indonesia memiliki gunung berapi aktif yang lebih banyak daripada negara-negara lain, terdapat 129 gunung berapi aktif di Indonesia, di pulau Sumatera terdapat 30 gunung berapi.

2 Penyebaran gunung berapi di Indonesia merentang sepanjang 700 km dari Aceh sampai ke Sulawesi Utara melalui Bukit Barisan, Pulau Jawa, Nusa Tenggara dan Maluku. Beberapa diantara gunung berapi tersebut adalah gunung berapi yang pernah meletus dengan dahsyat, yang tak terlupakan dalam sejarah peradaban manusia seperti Gunung Krakatau (Departemen Kesehatan RI, 2007). Letusan Gunung Krakatau sekitar satu abad yang silam menyebabkan sekitar 36 ribu orang yang berada di daerah sekitar Pulau Jawa dan Pulau Sumatera meninggal dunia (Winardi, 2006). Letusan gunung berapi merupakan salah satu fenomena yang menjadi perhatian utama di Indonesia yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian yang sangat besar. Letusan gunung berapi dapat menimbulkan gejala vulkanik seperti erupsi gunung berapi. Erupsi gunung berapi membawa awan panas serta material vulkanik yang amat berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Luka bakar dan memburuknya kesehatan terutama pernafasan merupakan dampak yang secara langsung dapat dirasakan manusia akibat erupsi gunung berapi selain kerugian dari segi materil. Erupsi gunung berapi juga mengakibatkan kerusakan kehidupan ekosistem di sekitar wilayah gunung berapi. Hutan, udara, sungai, sawah dan perkebunan penduduk menjadi tercemar akibat debu dan material vulkanik yang muncul dari erupsi berapi (Adiputro, 2002). Letusan gunung berapi terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Magma merupakan cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari C. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai C. Letusan gunung berapi membawa batu dan debu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km bahkan lebih, sedangkan lavanya bisa mengalir sampai sejauh radius 90 km (Pollard, 2007). Kabupaten Karo secara geografis berada di dekat jejeran gunung berapi wilayah Sumatera, di Kabupaten karo ada 2 dari 129 gunung berapi aktif yang berada di Indonesia yaitu Gunung Berapi Sinabung dan Gunung Berapi Sibayak. Kedua gunung ini berstatus siaga (level III). Kedua gunung ini tidak pernah erupsi sejak tahun Gunung Sinabung (bahasa Karo: Deleng Sinabung) adalah gunung api di dataran tinggi Karo, kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Sinabung bersama gunung Sibayak di dekatnya adalah dua gunung berapi aktif di Sumatera Utara dan menjadi puncak tertinggi di provinsi itu. Ketinggian gunung ini adalah meter dari permukaan laut dan disertai 4 kawah yaitu (kawah I, kawah II, kawah III dan kawah IV). Gunung ini tidak pernah tercatat meletus sejak tahun 1600, tetapi mendadak aktif kembali

3 dengan meletus pada tahun Letusan terakhir gunung ini terjadi sejak September 2013 dan berlangsung hingga kini. Masyarakat yang bermukim dan beraktivitas dalam radius 6 km dari kawah aktif diungsikan ke tempat yang aman. Mereka yang mengungsi berasal dari kecamatan Payung, kecamatan Tiga Nderket, kecamatan Simpang Empat dan kecamatan Naman Teran yang di tempatkan di posko pengungsian yang berbeda-beda (BMKG, 2010 dan BNPB, 2008). Kecamatan Naman Teran merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia yang menjadi korban dari erupsi Gunung Sinabung. Ada 14 desa (Kuta Gugung, Sigarang-garang, Bekerah, Simacem, Suka Nalu, Kuta Tonggal, Suka Ndebi, Naman, Suka Tepu, Ndeskati, Kuta Mbelin, Gung Pinto, Kebayaken, Kuta Rayat) dari Kecamatan Naman Teran yang menjadi korban dari erupsi Gunung Sinabung yang hingga kini belum diketahui sampai kapan akan berakhirnya derita ini. Masyarakat yang berada di dalam radius 3 km, yaitu yang bermukim di Kecamatan Payung (desa Sukameriah) dan Kecamatan Naman Teran (desa Bekerah, desa Simacem), agar direlokasi. Sementara masyarakat yang tinggal di luar radius 3 km dari kawah Gunung Sinabung dan berada di depan bukaan kawah, berpotensi terancam oleh guguran lava dan luncuran awan panas diungsikan ke tempat yang jauh lebih aman dan ditempatkan di posko pengungsian yang berbeda-beda. Berada di pengungsian yang memakan waktu lebih dari setahun itu membuat keadaan sosial warga di Kecamatan Naman Teran secara drastis berubah pasca erupsi Gunung Sinabung. Sektor pertanian juga menjadi dampak terbesar yang mengakibatkan warga beralih pekerjaan menjadi buruh lepas harian (dalam bahasa karo disebut aron). Mereka ketakutan untuk bercocok tanam, trauma dan situasi ini membuat warga sulit untuk tidur di malam hari. Masyarakat yang enggan berada di pengungsiandan meninggalkan rumahnya guna melihat tanaman sekaligus hewan ternaknya selalu membuat pos jaga yang dilakukan oleh laki-laki secara bergantian. Hal ini dilakukan guna menghindari terjadinya pencurian, baik itu harta benda, tanaman maupun hewan ternak mereka karena situasi seperti ini bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Masyarakat yang tidak berada di pengungsian sudah diarahkan untuk menyiapkan pakaian mereka dalam karung sebagai upaya kesiapan bilamana bencana datang tiba-tiba. Kecamatan Naman Teran merupakan salah satu dari empat kecamatan yang menjadi dampak korban erupsi gunung Sinabung. Dimana, hampir seluruh desa di kecamatan ini merasakan keganasan dari erupsi gunung itu sendiri. Bahkan dua desa(bekerah dan Simacem) harus direlokasi ke desa Siosar, Kecamatan Merek. Kedua desa tersebut direlokasi karena situasi

4 dan kondisi yang tidak memungkinkan bagi penduduk untuk tinggal dan melanjutkan kehidupannya. Status gunung yang sampai saat ini belum diketahui kejelasannya menyebabkan mereka harus menuruti keputusan tersebut. Tidak ada alasan bagi mereka untuk bertahan melihat keadaan yang belum menemukan titik terangnya. Karena situasi inilah peneliti memilih Kecamatan Naman Teran sebagai objek dari penelitian ini. Kabupaten Karo mengalami peristiwa erupsi Gunung Sinabung cukup mengejutkan pada tanggal 29 Agustus Surono selaku Kepala PVMBG sebelumnya menyatakan: Gunung Sinabung tidak akan mengalami erupsi. Akhirnya Surono mengumumkan pernyataan: Gunung Sinabung berbahaya dari status tipe B berubah menjadi tipe A. Masyarakat agar mengungsi sejauh 6 km dari kaki Gunung Sinabung. Erupsi sinabung juga mengakibatkan rusaknya pertanian dan perkebunan seluas 60 ha. Sektor mata pencaharian utama sebahagian besar masyarakat Kabupaten Karo adalah sektor pertanian. Masyarakat yang mengungsi ke 21 titik pengungsian berjumlah orang dan korban meninggal sebanyak dua orang (KeMenKes RI, 2010). Pemerintah Kabupaten Karo salah memprediksi dan memberi informasi kepada warganya dan belum menangani pengungsi erupsi Gunung Sinabung dengan baik. Koordinator Palang Merah Indonesia (PMI) di lokasi bencana, M. Irsal mengatakan: pemerintah Kabupaten Karo tidak memiliki satuan koordinasi penanganan bencana. Relawan dari berbagai elemen seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI), Tim Serach and Rescue (SAR), pecinta alam, Universitas dan Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI) bekerja secara sporadis dan sendiri-sendiri. Korban berasal dari empat kecamatan yang terdekat dengan Gunung Sinabung, yaitu Kecamatan Tiga Nderket, Kecamatan Payung, Kecamatan Simpang Empat dan Kecamatan Naman Teran. Pengungsi kekurangan air untuk MCK dan air minum. Irsal mengatakan, pada sabtu 29 Agustus relawan telah bersiap-siap mengantisipasi meletusnya Gunung Sinabung dengan membawa sejumlah peralatan dan bantuan darurat. Rapat Musdipa, Bupati Karo menegaskan sebelumnya daerahnya aman dan tidak akan terjadi letusan. Penduduk pulang ke daerah masing-masing. Lima menit meninggalkan kantor bupati, terjadilah letusan, masyarakat tidak siap. Masyarakat yang sempat mengungsi sudah terlanjur disuruh kembali ke desa masing-masing. Ratusan pengungsi korban letusan Gunung Sinabung, memblokir jalan meuju pendopo rumah dinas Bupati Karo di Jalan Veteran, Kabanjahe, Karo, Sumatera Utara, karena kesal belum juga mendapatkan bantuan makanan. Pengungsi sempat ribut dengan petugas

5 yang berusaha mencoba menenangkan massa. Ratusan warga tersebut meminta pemerintah daerah setempat segera memberikan bantuan makanan. Masyarakat ada yang sudah dua malam di pengungsian mengaku belum mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat. Bantuan makanan tidak dikirimkan dari posko penanggulangan bencana. Pengungsi merasa kesal, di lokasi pengungsian beberapa kilometer dari pendopo rumah dinas Bupati Karo yang kini dijadikan posko penanggulangan bencana, ternyata bantuan tidak sampai. Kepala Bidang Humas Kabupaten Karo, Jhonson Tarigan menyatakan dari tujuh belas kecamatan yang ada di Kabupaten Karo, empat kecamatan lokasinya berada di sekitar Gunung Sinabung. Yaitu: Kecamatan Naman Teran, Kecamatan Tiga Nderket, Kecamatan Payung dan Kecamatan Simpang Empat. Warga dari keempat kecamatan ini, terutamanya yang desanya berada di bawah kaki gunung Sinabung, untuk segera dievakuasi. Baik ke Berastagi, Kabanjahe atau tempat lainnya ( Diakses 11 Juli 2015 pukul WIB. Kejadian di atas jelas memperlihatkan bahwa komunikasi yang terjalin dalam proses penanggulangan dan penanganan bencana belum efektif. Keterlambatan bantuan dan proses evakuasi menambah keresahan warga yang memicu terjadinya keributan. Memang kejadian ini pertama kali terjadi sejak ribuan tahun yang lalu. Namun, kesiapsiagaan untuk menghadapi setiap bencana yang akan terjadi seharusnya sudah diperhitungkan jauh sebelum terjadinya bencana. Koordinasi dan komunikasi yang baik merupakan cara yang efektif demi mengurangi dampak serta resiko bencana yang terjadi. Maka, proses penanggulangan bencana ini dapat meminimalisir setiap kekurangan yang ada. Koordinator setiap bidang yang terkait harus melakukan koordinasi dan komunikasi antara bidang yang satu dengan yang lainnya untuk mengurangi resiko bencana yang lebih besar. Karena situasi yang kacau seperti ini seharusnya bisa dikendalikan ketika komunikasi yang dilakukan berjalan dengan lancar. Namun, fakta dilapangan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Setiap bidang yang terlibat dalam penanganan bencana ini bekerja secara sendiri-sendiri, seolah tanpa ada arahan yang jelas yang mengakibatkan pengungsi merasa resah dan takut ketika Gunung Sinabung mengalami erupsi susulan. Padahal, pengungsi membutuhkan bantuan dan kepastian informasi terkait bencana yang sedang mereka hadapi. Peranan komunikasi sangatlah diperlukan dalam penanggulangan bencana. Komunikasi menjadi unsur penting dalam penanggulangan bencana, baik pada saat prabencana, darurat

6 bencana dan pascabencana. Dalam penanggulangan bencana harus dibangun komunikasi integratif dan kohesif yang setara antara pemerintah, masyarakat, media dan korban bencana. komunikasi bencana harus melibatkan semua pihak dari unsur masyarakat, akademisi dan pemerintah. Dimana, tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah karena informasi dari pemerintah belum sepenuhnya dipakai oleh masyarakat bahkan lembaga pemerintah lainnya juga bisa tidak menghiraukannya. Dalam masalah bencana, informasi sering hanya dianggap sebatas pelengkap. Masyarakat justru menjadikannya sebagai mitos, lagenda, worldview dan nilai tradisional sebagai rujukan utama. Untuk itu harus ada komunikasi interaktif antara pemerintah, korban bencana, lembaga swasta dan masyarakat. Komunikasi yang dilakukan harus fokus pada pemulihan korban dan lingkungannya. Masyarakat korban bencana harus diberi hak komunikasi sederajat dengan pemerintah maupun lembaga lain. Media massa mendorong komunikasi yang transparan dalam penanganan korban. Pemahaman masyarakat akan tanggap bencana alam erupsi gunung berapi harus terus ditingkatkan demi menghindarkan banyaknya korban jiwa, terlebih lagi memang sebagian wilayah Indonesia termasuk daerah rawan bencana. Pendidikan bencana dalam membangun kesiapsiagaan masyarakat sangat penting artinya demi menghindarkan banyaknya korban jiwa saat bencana melanda. Banyak pihak yang terlibat dalam penanggulangan bencana termasuk yang berhubungan dengan informasi dan komunikasi bencana. Banyaknya instansi yang turun dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung tentu mempengaruhi proses penanggulangan bencana. Komunikasi yang terjalin dalam proses penanganannya belum sesuai dengan yang diharapkan sehingga masih banyak kendala yang dihadapi dalam penanganannya. Apalagi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang dibentuk tahun 2013 lalu dianggap belum mampu dalam memainkan perannya dalam penanggulangan bencana hingga sebagian dari tugas mereka dialihkan kepada Dinas Sosial. Hal ini membuktikan bahwa komunikasi memang sangatlah diperlukan dalam proses penanganan bencana. Maka, setiap instansi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi maupun relawan yang ingin melibatkan diri dalam susunan tim penanganan tanggap darurat bencana seharusnya berkoordinasi dan melaporkan setiap agenda kegiatan yang akan dilakukannya melalui Dandim 0205 Tanah Karo (selaku komandan tanggap darurat), Sekretaris Daerah (selaku penanggung jawab) dan Bupati Karo (selaku Pembina). Humas sekaligus media centre penanganan tanggap darurat bencana juga berperan penting dalam penanganan erupsi Gunung Sinabung. Selain menghimpun data dan informasi penanganan

7 bencana yang terjadi, juga membentuk jaringan informasi dan komunikasi serta menyebarkan informasi tentang bencana Gunung Sinabung ke media massa dan masyarakat luas. Dalam situasi bencana yang mendadak dan sulit untuk dikontrol, sejumlah pihak dengan klaim peduli bencana sepertinya berhak memproduksi pesan sendiri tanpa pengorganisasian informasi yang berasal dari sumber terpercaya.akibatnya, muncul kesimpang siuran berita yang berpotensi mengganggu penerapan berbagai peraturan penanggulangan ataupun pemulihan pasca bencana. Lebih celaka lagi, munculnya kelompok politik dalam kemasan membantu korban tetapi lebih banyak melakukan kampanye terselubung demi meraih popularitas. Masyarakat korban bencana sepertinya menjadi komoditas yang rentan untuk dieksploitasi oleh para pemburu kekuasaan. Wilayah bencana seolah-olah sebagai daerah tak bertuan yang bisa digarap menjadi salah satu lumbung suara untuk menghadapi kompetisi politik lokal maupun nasional. Sudah teramat klise kita selalu menyuarakan betapa hebatnya nilai gotong royong untuk membantu sesamanya dan betapa tolerannya kita kepada mereka yang berduka. Akan tetapi, potret bencana bisa bicara lain mirip dengan dogma politik, tidak ada yang bisa diperoleh gratis dalam proses memburu kekuasaan. Mengintrodusir pesan yang bermakna untuk memberikan kekuatan moral bagi korban adalah mutlak.membangun jaringan komunikasi antar entitas yang konsisten dalam membantu mereka yang berduka adalah kewajiban utama agar dampak bencana bisa dipulihkan dengan segera. Lembaga politik, pemerintah maupun lembaga swasta seringkali mengunggulkan bantuan teknologi dan aneka macam panduan teknis untuk menangani korban dan lingkungannya. Akan tetapi, tugas membantu korban bisa diselesaikan dengan mengandalkan pendekatan teknis semata yang kadang-kadang sengaja menempatkan korban bencana sebagai objek yang tidak berhak bicara dan mengatur diri sendiri serta jauh dari tindakan yang dikehendaki.kerentanan moralitas dan ketidakpercayaan diri para korban yang semakin mencengkram mereka harus segera dihilangkan. Tidak untuk dilembagakan dan dipamerkan untuk menarik simpati dermawan dari seluruh penjuru angin. Korban harus diberi hak untuk berdiri tegak menghadapi realitas. Masyarakat di kawasan rawan bencana harus memiliki kekuatan dan dukungan menjalani hidup dengan wajar dan leluasa tanpa pengaturan berlebihan dari pemegang otoritas sosial, ekonomi maupun politik. Pengorganisasian pesan ini dilakukan oleh Humas sekaligus media centre dalam penanganan bencana. Media centre dijadikan sebagai pusat data dan informasi yang

8 dibutuhkan.seluruh data dan informasi yang diperlukan oleh pengungsi maupun masyarakat lain dapat mengunjungi media centre yang berada di posko utama. Media centre akan melayani setiap orang yang ingin mencari data dan informasi yang dibutuhkan tentang bencana erupsi Gunung Sinabung. Khususnya bagi pengungsi, media centre merupakan salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk menambah informasi dan antisipasi dalam menghadapi bencana. Selain itu, informasi mengenai proses penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung juga bisa diperoleh pengungsi. Artinya, setiap kendala yang didapat pengungsi baik itu di lokasi pengungsian maupun di tempat lain dapat dicairkan di media centre ini. Kemudian media centre akan melakukan komunikasi dan koordinasi dengan lembaga terkait sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan dikeluhkan oleh pengungsi. Secara umum komunikasi mengacu pada tindakan oleh satu orang atau lebih yang mengirim dan menerima pesan, terjadi dalam konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Komunikasi juga menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari pelaku yang terlibat sehingga dalam kegiatan komunikasi terjadi pokok perhatian yang sama terhadap topik yang dibicarakan. Berkaitan dengan bencana, komunikasi dapat berfungsi sebagai radar sosial yang memberi kepastian kepada pihak lain mengenai adanya bencana di satu tempat. Dalam konteks ini, komunikasi diperuntukkan pada kegiatan prabencana yang meliputi kesiagaan, peringatan dini dan mitigasi. Dalam hal ini, komunikasi memberikan informasi kepada masyarakat dari kecamatan Naman Teran mengenai kesiagaan yang diperlukan dan persiapan apa yang harus dilakukan ketika bencana itu terjadi. Semua ini dimaksudkan untuk mengurangi seminimal mungkin korban jiwa dan harta benda. Upaya penanggulangan bencana haruslah dimulai jauh sebelum bencana terjadi karena antisipasi sedini mungkin akan mampu menekan jumlah kerugian jiwa dan materi. Ketika upaya penanggulangan bencana dapat dilakukan sedini mungkin, kita berharap muncul sikap, tindakan dan perilaku yang menekankan kesadaran manusia dan peningkatan kemampuan manusia dalam menghadapi ancaman (Susanto, 2011:90-91). Komunikasi bencana adalah mengorganisasikan pesan dan bekerja keras untuk menghadapi kompleksitas bencana. Bukan sebaliknya, komunikasi berjalan linier dengan bencana yang kusut tidak terurai. Penanganan bencana sesungguhnya bukan semata-mata mengandalkan kemampuan untuk memberikan bantuan material saja tetapi memberikan dukungan moral, kepada mereka yang terkena bencana, menjadi suatu keharusan. Melalui

9 komunikasi yang berpedoman kepada etika dan substansi komunikasi dalam penyampaian pesan, dari satu sumber ke sumber lain yang bertujuan memperoleh pemahaman ataupun pemaknaan bersama, maka komunikasi menjadi sangat esensial dalam memberikan bantuan terhadap bencana alam (Susanto, 2011:5). Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana yang menyatakan bahwa, Rehabilitasi adalah Perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Sementara itu, Rekonstruksi adalah Perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utamanya tumbuh berkembangnya perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pascabencana. Rehabilitasi dan rekonstruksi adalah bagian inti dari rencana pemulihan ketika bencana sudah terjadi. Periode ini merupakan rangkaian setelah rencana darurat, berfokus pada aktivitas yang bertujuan memberikan kemampuan bagi korban untuk memulihkan kehidupan yang normal, layak dan juga sebagai sarana untuk mata pencaharian. Bagaimanapun juga setelah terjadinya bencana, ada kemungkinan tetap dibutuhkan bantuan kemanusiaan untuk kelompokkelompok tertentu yang paling rentan akibat terjadinya bencana (Susanto, 2011:95). Terkait pasca erupsi gunung Sinabung, Tanah Karo, dampak psikologis pada korban yang selamat (survivor) terutama yang masih berada di lokasi pengungsian berkembang seiring waktu dan kondisi sosial pascabencana. Kondisi psikologis yang muncul ditengarai seperti gejala depresi dan stres. Umumnya yang muncul di pengungsian adalah rasa jenuh dan gejala stres berkaitan dengan perasaan kehilangan keluarga, tempat tinggal, pekerjaan, dan harta benda. Kondisi tersebut juga ditambah dengan perasaan ketidakpastian terhadap bencana yang terjadi. Apalagi masyarakat setempat tidak berpengalaman dalam menghadapi bencana erupsi sebelumnya. Erupsi Sinabung juga menimbulkan dampak baik secara fisik dan psikologis. Kehilangan harta benda dan kesedihan mendalam pastinya dirasakan oleh korban bencana dari kecamatan

10 Naman Teran. Akan tetapi, kondisi penyikapan dari para korban berbeda. Dampak psikologis ini akan mempengaruhi pikiran, emosi, dan perilaku korban bencana dalam menjalani kehidupan sehari-harinya setelah mengalami bencana. Pengaruh ini dapat berlangsung dalam waktu singkat maupun lama, bahkan hingga seumur hidup. Sebagian besar kelompok rentan pada pengungsi erupsi Gunung Sinabung merasakan dampak psikologis yang sangat kuat dari bencana tersebut. Status gunung yang tidak stabil dan menjadikan mereka tinggal lebih lama di pengungsian membuat mereka bosan dan mengalami perubahan keadaan psikologis. Selain itu, mereka juga cukup kaget dengan perubahan drastis yang ada. Gunung Sinabung tidak pernah terdengar aktivitasnya namun tiba-tiba meletus padahal mereka tidak memiliki persiapan apapun. Oleh sebab itu, secara umum kegiatan yang dapat dilakukan terkait dengan psikologi adalah membantu memulihkan psikologis para survivor melalui konseling traumatik. Tujuan konseling traumatik, antara lain mengajak para survivor untuk berfikir realistis bahwa trauma adalah bagian dari kehidupan, memperoleh pemahaman tentang peristiwa dan situasi yang menimbulkan trauma, memahami dan menerima perasaan para survivor yang berhubungan dengan trauma, serta mengajak para survivor belajar keterampilan baru untuk mengatasi trauma. Belajar dari peristiwa erupsi Gunung Sinabung, maka Indonesia khususnya pemerintahan Kabupaten Karo seharusnya mempersiapkan penanganan bencana komunikasi selain utamanya menangani darurat bencana. Bencana komunikasi ditandai dengan minimnya sumber-sumber komunikasi yang dapat memberikan informasi mengenai situasi terkini di lokasi bencana. Di samping itu, bencana komunikasi juga terjadi karena terputusnya saluran-saluran komunikasi masyarakat akibat rusaknya infrastruktur dan sarana komunikasi karena dihantam bencana. Bencana komunikasi dalam situasi bencana alam menyebabkan tidak adanya informasi yang memadai apalagi akurat tentang situasi darurat bencana. UU No 24 Tahun 2007 menjelaskan tiga fase dalam penanganan bencana yaitu: Pertama, fase prabencana terdiri dari dua kondisi dalam situasi tidak terjadi bencana dan situasi terdapat potensi terjadinya bencana yang meliputi aspek kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana. Kedua, fase tanggap darurat bencana dengan melakukan langkah pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumber daya; penentuan status keadaan darurat bencana; penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; pemenuhan kebutuhan dasar; perlindungan terhadap kelompok rentan; dan pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital. Ketiga, Fase pascabencana yang meliputi rehabilitasi terhadap masyarakat korban bencana dan rekonstruksi dengan melakukan

11 pembangunan kembali pada fasilitas dan infrastruktur yang rusak akibat bencana. Ketiga fase tersebut memerlukan komunikasi dalam fungsi sosialiasi dan edukasi, fungsi koordinasi, fungsi manajemen, fungsi konseling juga fungsi hiburan. Fungsi sosialisasi dan edukasi dibutuhkan pada masa prabencana. Sedangkan fungsi koordinasi dan manajemen sangat dibutuhkan dalam penanganan tanggap darurat seperti koordinasi tim penolong, manajemen distribusi bantuan, koordinasi antar instansi dan manajemen penanganan pengungsi. Fungsi konseling dan hiburan diperlukan saat melakukan rehabilitasi pada korban yang mengalami trauma akibat bencana dan upaya untuk mengembalikan kondisi sosial dan psikologis seperti sediakalanya. Pada tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi ini, layanan psikologis dan konseling dapat dilakukan untuk mengatasi dan mengendalikan stress yang dialami korban bencana. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengurangi pemicu stress agar korban bencana terhindar dari gangguan mental. Cara yang paling tepat yaitu dengan memandang secara positif untuk setiap masalah yang ada dan berusaha untuk menyelesaikannya. Hal ini bisa dilakukan dengan meminta korban bencana untuk meningkatkan interval toleransi terhadap stress. Selain itu, melakukan pendekatan orientasi kepada korban bencana untuk penyelesaian masalah. Kegiatan yang dapat dilakukan dengan latihan pernafasan dalam, istirahat teratur, sosialisasi, meditasi dan relaksasi. Adapun poses rehabilitasi merupakan kebutuhan pemulihan mendesak yang meliputi: kebutuhan dasar individu; kebutuhan fasilitas kesehatan; kebutuhan rohani; kebutuhan sanitasi; serta kebutuhan sarana dan prasarana mendesak. Sementara itu, rekonstruksi merupakan kebutuhan pemulihan jangka panjang yang meliputi: membangun perekonomian lokal; perbaikan unsur rohani, adat budaya; perbaikan saluran listrik dan komunikasi permanen; perbaikan fasilitas umum; perbaikan produksi pangan; perbaikan dan pelestarian lingkungan; dan pemulihan pendidikan. Berdasarkan uraian konteks masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti Peranan komunikasi bencana dalamproses rehabilitasi dan rekonstruksi di kecamatan Naman Teran, kabupaten Karo.

12 1.2 Fokus Masalah Berdasarkan konteks masalah di atas maka yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimanakah Peranan Komunikasi Bencana dalamproses Rehabilitasi dan Rekonstruksi pada Bencana Gunung Sinabung di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui lembaga apa saja yang berperan memberikan informasi yang dibutuhkan pengungsi. 2. Untuk mengetahui pesan/informasi apa saja yang dibutuhkan oleh pengungsi yang mengalami bencana. 3. Untuk mengetahui kebutuhan apa saja yang diperlukan korban bencana Gunung Sinabung. 4. Untuk mengetahui apakah komunikasi bencana berperan menangani bencana di Gunung Sinabung. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapakan dapat memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan Ilmu Komunikasi, khususnya mengenai Komunikasi Bencana. 2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya keanekaragaman wacana penelitian di departemen ilmu komunikasi FISIP USU. 3. Secara praktis, melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembacanya dalam menghadapi bencana dari perspektif Ilmu Komunikasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana alam yang melanda berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana alam yang melanda berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat rawan akan bencana alam. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana alam yang melanda berbagai wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan non alam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan alamnya, tetapi merupakan salah satu Negara yang rawan bencana karena berada dipertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Indo Australia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan negara kepulauan terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan negara kepulauan terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah negara Indonesia memiliki kerawanan tinggi terhadap terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan peningkatan urbanisasi, deforestasi, dan degradasi lingkungan. Hal itu didukung oleh iklim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik secara materi atau secara spiritual. Bencana sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik secara materi atau secara spiritual. Bencana sering terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana alam merupakan peristiwa alam yang disebabkan oleh proses dan aktivitas alam, baik yang terjadi secara alami maupun karena sebelumnya ada tindakan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik secara materi atau secara spiritual. Bencana sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik secara materi atau secara spiritual. Bencana sering terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana alam merupakan peristiwa alam yang disebabkan oleh proses dan aktivitas alam, baik yang terjadi secara alami maupun karena sebelumnya ada tindakan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang rawan bencana karena alam negeri kita ini berdiri di atas pertemuan

BAB I PENDAHULUAN. negara yang rawan bencana karena alam negeri kita ini berdiri di atas pertemuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan alamnya, tetapi merupakan salah satu negara yang rawan bencana karena alam negeri kita ini berdiri di atas pertemuan lempeng-lempeng

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Indonesia menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di duniakarena posisi geografis Indonesia terletak di ujung pergerakan tiga lempeng dunia yaitu Eurasia,

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negeri yang rawan bencana. Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah menjadi tempat terjadinya dua letusan gunung api terbesar di dunia. Tahun

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui berbagai proses dalam waktu yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia dan setiap individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, dijelaskan bahwa pendidikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Adolesen (remaja) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial

Lebih terperinci

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah lama diakui bahwa Negara Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia serta diantara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia, serta diantara Samudera Pasifik dan Hindia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Terjadinya bencana alam di suatu wilayah merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan karena bencana alam merupakan suatu gejala alam yang tidak

Lebih terperinci

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dan dilihat secara geografis, geologis, hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, bahkan termasuk

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. geografis Indonesia yang demikian menempatkan Indonesia di posisi silang,

BAB I PENDAHULUAN. geografis Indonesia yang demikian menempatkan Indonesia di posisi silang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan posisi geografisnya, Indonesia terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia serta diantara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Letak geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di ring of fire (Rokhis, 2014). Hal ini berpengaruh terhadap aspek geografis, geologis dan klimatologis. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geografis Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng benua Eurasia, lempeng samudra Hindia,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA. DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN...5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA...8 5W 1H BENCANA...10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA...11 SEJARAH BENCANA INDONESIA...14 LAYAKNYA AVATAR (BENCANA POTENSIAL INDONESIA)...18

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tergolong rawan terhadap kejadian bencana alam, hal tersebut berhubungan dengan letak geografis Indonesia yang terletak di antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis, posisi Indonesia yang dikelilingi oleh ring of fire dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), lempeng eura-asia

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA Menimbang

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang berada pada lingkaran cincin api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNSI PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilintasi oleh jalur api (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Australia. Letak wilayah

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan berisi latar belakang dilakukannya penelitian tugas akhir, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika dalam penulisan proposal tugas akhir ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN 1 PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 19/2014 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan kondisi iklim global di dunia yang terjadi dalam beberapa tahun ini merupakan sebab pemicu terjadinya berbagai bencana alam yang sering melanda Indonesia. Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 13.466 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Wilayah Indonesia terbentang

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 LATAR BELAKANG. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang sosial, kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal, dan kekacauan

BAB I PENDAHULUAN. bidang sosial, kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal, dan kekacauan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK, FUNGSI, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN PURWOREJO BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sarat akan potensi bencana gempa bumi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sarat akan potensi bencana gempa bumi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sarat akan potensi bencana gempa bumi dan tsunami yang disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik. Ini merupakan dampak dari wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 2 TAHUN : 2010 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 2 TAHUN : 2010 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 2 TAHUN : 2010 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN KEPADA MASYARAKAT KORBAN BENCANA ALAM DAN MUSIBAH KEBAKARAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015 BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT OPERASIONAL DAN UNIT PELAKSANA PENANGGULANGAN BENCANA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi alam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN KEPADA MASYARAKAT KORBAN BENCANA ALAM DAN MUSIBAH KEBAKARAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gempa bumi sebagai suatu kekuatan alam terbukti telah menimbulkan bencana yang sangat besar dan merugikan. Gempa bumi pada skala kekuatan yang sangat kuat dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan yang menurut letak geografisnya berada pada daerah khatulistiwa, diapit Benua Asia dan Australia dan juga terletak diantara

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia meliputi subsektor tanaman, bahan makanan,

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia meliputi subsektor tanaman, bahan makanan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang mengandalkan sektor pertanian sebagai penopang pembangunan juga sebagi sumber mata pencaharian penduduknya. Sektor pertanian di

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG 1 2015 No.14,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Peran serta, Lembaga Usaha, penyelenggaraan, penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOJONEGORO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permukiman kembali masyarakat pesisir di Desa Kuala Bubon Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat merupakan upaya membangun kembali permukiman masyarakat

Lebih terperinci