BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Pajak 1. Pengertian dan Unsur Pajak Teidapat banyak pengertian tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli, seperti yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2002:1): Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Kemudian menurut Achmat Tjahjono dan Muhammad Fakhri Husein (2002:3), sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Pengertian lainnya yang masih dikemukakan oleh Achmat Tjahjono dan Muhammad Fakhri Husein (2002:3) adalah sebagai berikut: Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum. Dari pengertian-pengertian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pajak memiliki unsur-unsur yang melekat pada pengertian pajak, yaitu:

2 a. Pajak dipungut oleh negara (pemerintah pusat maupun pemerintah daerah), berdasarkan kekuatan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya. b. Dalam pembayaran pajak-pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individu oleh pemerintah atau tidak ada hubungan langsung antara jumlah pembayaran pajak dengan kontraprestasi individu. c. Penyelenggaraan pemerintah secara umum merupakan kontraprestasi dari negara. d. Diperuntukkan untuk pengeluaran rutin pemerintah jika masih surpuls digunakan untuk public investment, e. Pajak dipungut disebabkan adanya suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu kepada seseorang. f. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter yaitu mengatur. 2. Pengelompokan Pajak Pengelompokan pajak dibedakan menurut golongan, sifat, dan lembaga pemungutnya seperti yang dikemukakan oleh Rosdiana dan Tarigan (2005:68-72). Berikut ini penjelasan dari masing-masing perbedaan tersebut: a. Menurut golongannya Pengelompokan pajak menurut golongannya dibedakan menjadi dua, yaitu:

3 1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: Pajak Penghasilan. 2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: Pajak Pertambahan Nilai. b. Menurut sifatnya Pengelompokan pajak menurut sifatnya kembali dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya: Pajak Penghasilan. 2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. c. Menurut lembaga pemungutnya Pengelompokan pajak menurut lembaga pemungutnya dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

4 2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contohnya: Pajak Propinsi seperti Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan Pajak Kabupaten/Kota seperti Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, dan Pajak Penerangan Jalan. 3. Tata Cara Pemungutan Pajak Hukum pajak juga mengatur tentang tata cara pemungutan pajak, asas pemungutan pajak, dan sistem pemungutan pajak yang dilakukan oleh fiskus. Berikut ini diuraikan secara lebih rinci. a. Stelsel pajak Menurut Rosdiana dan Tarigan (2005:111). Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga cara berikut ini, yaitu: 1) Stelsel Nyata (riel stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek atau penghasilan yang sesesungguhnya diperoleh oleh Wajib Pajak. Dengan demikian pajak bam dapat dipungut setelah akhir tahun pajak yaitu setelah diketahui penghasilan yang sesungguhnya. 2) Stelsel Anggapan (fictive stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan dan anggapan tersebut tergantung bunyi Undang-undangnya. Misalnya anggapan tersebut bahwa penghasilan tahun sekarang sama dengan

5 penghasilan tahun lalu, sehingga pada awal tahun sudah dapat diketahui besamya pajak terutang. 3) Stelsel Campwan Kombinasi antara stelsel nil dan stelsel anggapan. Pengenaan pajak dilakukan pada awal tahun berdasarkan anggapan dan pada akhir tahun dilakukan koreksi. b. Asas pemungutan pajak 1) Asas Domisili (tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak terhadap semua penghasilan Wajib Pajak. Siapa saja yang bertempat tinggal di Indonesia dikenakan pajak atas segala penghasilan yang diperoleh di Indonesia maupun diperolehnya dan luar Indonesia. 2) AsasSumber Pengenaan pajak tergantung adanya sumber di suatu negara. Siapapun yang menerima penghasilan dari Indonesia, akan dikenakan Pajak oleh negara Indonesia, baik Wajib Pajak bertempat tinggal di Indonesia maupun di luar negeri. 3) Asas Kebangsaan Asas ini menghubiingkan pengenaan pajak dengan kebangsaan suatu negara, dimana setiap orang asing yang bertempat tinggak di Indonesia diperlakukan untuk membayar pajak.

6 10 c. Sistem pemungutan pajak Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu official assesment system, self assesment system, dan with holding system, seperti yang dikemukakan Rosdiana dan Tarigan (2005: ). 1) Official Assesment System Suatu sistem pemungutan pajak dimana besarnya pajak yang harus dilunasi atau pajak yang terutang oleh Wajib Pajak ditentukan oleh fiskus (dalam hal ini Wajib Pajak bersifat pasif). 2) SelfAssesment System Suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang menghitung besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak diserahkan oleh fiskus kepada Wajib Pajak yang bersangkutan, sehingga dengan sistem ini Wajib Pajak harus aktif untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sedangkan fiskus bertugas memberikan penerangan dan pengawasan. 3) With Holding System Suatu cara pemungutan pajak dimana penghitungan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dilakukan oleh pihak ketiga. B. Pajak Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai mulai diperkenalkan di Indonesia sejak 1 April 1985 untuk menggantikan Pajak Penjualan menurut Undang-undang Pajak

7 11 Penjualan Tahun 1951, dengan berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Baiang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994, dan diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun Pengertian-Pengertian Siti Resmi (2002: ) mengemukakan bahwa terdapat beberapa pengertian mengenai Pajak Pertambahan Nilai seperti yang disebutkan dalam UU No. 11 Tahun 1994 dan telah diperbaharui dengan Undangundang No. 18 Tahun 2000, yaitu: a. Dareah Pabean, adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. b. Barang, adalah barang berwujud yang menurut sifat dan hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. c. Barang Kena Pajak, adalah barang sebagaimana maksud pada poin b yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai d. Penyerahan Barang Kena Pajak, adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada poin c.

8 12 e. Jasa, adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk pesanan. f. Jasa Kena Pajak, adalah jasa sebagahnana dimaksud pada poin e yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. g. Penyerahan Jasa Kena Pajak, adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada poin f. h. Impor, adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean. i. Ekspor, adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean. j. Pengusaha, adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak benvujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. k. Pengusaha Kena Pajak, adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kecuali

9 13 Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. I. Harga Jual, adalah berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. m. Penggantian, adalah berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta oleh pemberi Jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. n. Nilai Impor, adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini. o. Faktur Pajak, adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Ditjen Bea dan Cukai. p. Pajak Masukan, adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak.

10 14 q. Pajak Keluaran, adalah Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan iasa Kena Pajak atau ekspor Barang Kena Pajak. r. Nilai Ekspor, adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh eksportir. s. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, adalah bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan emalporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut. 2. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai Menurut Siti Resmi (2002:440), Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia memiliki karakteristik seperti berikut: a. Pajak Tidak Langsung Secara ekonomis beban Pajak Pertambahan Nilai dapat dialihkan kepada pihak lain. Tanggung jawab pembayaran pajak yang terutang berada pada pihak yang menyerahkan barang atau jasa, akan tetapi pihak yang menanggung beban pajak berada pada penanggung pajak. b. Pajak Objektif Timbulnya kewajiban membayar pajak sangat ditentukan oleh adanya objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak dipertimbangkan.

11 15 c. Multi-Stage Tax Pajak Pertambahan Nilai dikenakan secara bertahap pada setiap mata rantai produksi dan distribusi, dalam aiti pabrikan sampai dengan pengecer. d. Non-Kumulatif Pajak Pertambahan Nilai tidak bersifat kumulatif walaupun memiliki multi-stage tax karena Pajak Pertambahan Nilai mengenal adanya mekanisme pengkreditan pajak masukan. Oleh karena itu. Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar bukan merupakan unsur harga pokok barang atau jasa. e. Single Tariff (Tsaif Tunggal) Pajak Pertambahan Nilai Indonesia hanya mengenal satu jenis tarif yaitu 10% atau sepuluh persen untuk penyerahan dalam negeri dan 0% atau nol persen untuk ekspor Barang Kena Pajak. f. Credit Method/Invoice Method/Indirect Substruction Method Metode ini mengandung pengertian bahwa pajak yang terutang diperoleh dari hasil pengurangan pajak yang dipungut atau yang dikenakan pada waktu penyerahan barang atau jasa yang disebut Pajak Keluaran, dengan pajak yang dibayar pada waktu pembelian atau penerimaan jasa yang dinamakan Pajak Masukan. g. Pajak Atas Konsumsi Dalam Negeri Atas Impor Barang Kena Pajak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, sedangkan atas ekspor Barang Kena Pajak tidak dikenakan Pajak

12 16 Pertambahan Nilai. Prinsip ini menggunakan prinsip tempat tujuan yaitu pajak dikenakan di tempat barang atau jasa akan dikonsumsi. h. Consumption Type Value Added Tax (VAT) Dalam Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia, Pajak Masukan atas pembelian dan pemeliharaan barang modal dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Jasa dan atau Jasa Kena Pajak. 3. Objek dan Subjek Pajak Pertambahan Nilai a. Objek Pajak Pertambahan Nilai Objek Pajak Pertambahan Nilai adalah penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. Mardiasmo (2002:225) menjelaskan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai menurut Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, adalah sebagai berikut: 1) Penyerahan Barang Kena Pajak Penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusaha kepada pihak manapun terutang Pajak Pertambahan Nilai. Penyerahan barang dapat dikenakan pajak apabila: a) barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak,

13 17 b) barang tidak berwujud yang diserahkan merapakan Barang Kena Pajak tidak berwujud, c) penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, d) penyerahan dilakukan dalam lingkungan pemsahaan atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan. 2) Impor Barang Kena Pajak Impor Barang Kena Pajak yang dilakukan siapapun terutang Pajak Pertambahan Nilai. 3) Penyerahan Jasa Kena Pajak Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak, termasuk Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk kepentingan sendiri atau Jasa Kena Pajak yang diberikan secara cuma-cuma. Penyerahan jasa dapat dikenakan pajak apabila: a) jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak, b) penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, c) penyerahan dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan. 4) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean Untuk memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor Barang Kena Pajak, maka atas Barang Kena Pajak tidak berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan

14 18 oleh siapapun di dalam Daerah Pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. 5) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. 6) Eskpor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Pengusaha yang melakukan kegiatan Penyerahan Barang Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Dalam hal ini pengusaha adalah yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 7) Kegiatan Membangun Sendiri yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan Sesuai dengan ketentuan pasal 16C, kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan pertimbangan untuk mencegah terjadinya penghindaran-pengenaan Pajak Peitambahan Nilai. Untuk melindungi masyarakat yang berpenghasilan rendah dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri, maka diatur batasan kegiatan membangun sendiri dengan Keputusan Menteri Keuangan.

15 19 8) Penyerahan Aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. b. Subjek Pajak Pertambahan Nilai Menurut Erly Suandi (2002:277) Subjek Pajak Pertambahan Nilai seperti yang disebutkan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000adalah: 1) Pengusaha Kena Pajak Pengusaha Kena Pajak adalah orang pribadi atau Badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean, yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dikenakan berdasarkan Undangundang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

16 20 Yang tennasuk dalam kategori Pengusaha Kena Pajak adalah: a) Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; b) Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak; c) Pengusaha yang menyerahkan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan. 2) Pengusaha Kecil yang memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak Pengusaha Kecil dipeikenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak yang disebut dengan PMPKP atau Pengusaha Yang Memilih Menjadi Pengusaha Kena Pajak. PM.PKP adalah pengusaha yang tidak tennasuk ruang lingkup pengenaan pajak tetapi menyatakan memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Perlakuan untuk PM.PKP sesuai dengan perlakuan Pengusaha Kena Pajak lainnya. 3) Orang Pribadi atau Badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri dengan persyaratan tertentu Orang Pribadi atau Badan yang membangun rumahnya sendiri merupakan Subjek Pajak Pertambahan Nilai. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk kegiatan membangun rumah sendiri yang merupakan Subjek PPN adalah sebagai berikut:

17 21 a) pembangunan tersebut dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain, b) peruntukan bangunan tersebut adalah untuk tempat tinggal atau tempat usaha, c) luas bangunan minimal 400 m2, d) bangunan bersifat permanen, dan e) tidak dibangun dalam lingkungan real estate. 4. Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Jenis-jenis Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dapat dibedakan menjadi dua yaitu: Dasar Pengenaan Pajak Umum dan Dasar Pengenaan Pajak Khusus. Dasar Pengenaan Pajak Umum meiiputi: Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, dan Nilai Ekspor. Sedangkan untuk Dasar Pengenaan Pajak Khusus meiiputi: Nilai Lain, Real Estate, Jasa Persewaan Ruangan, dan Membangun sendiri tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan. a. Dasar Pengenaan Pajak Umum 1) Penyerahan Barang Kena Pajak, yaitu Harga Jual Harga Jual adalah berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menunrt Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak

18 22 2) Penyerahan Jasa Kena Pajak, yaitu Penggantian Penggantian adalah berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta oleh pemberi Jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak tennasuk pajak yang dlpungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak 3) Impor Barang Kena Pajak, yaitu Nilai lmpor Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang ini. Nilai Impor dihitung dengan cara berikut: Nilai _ Cost Insurance Bea Bea Masuk Impor Freight Masuk Tambahan 4) Ekspor Barang Kena Pajak, yaitu Nilai Ekspor Nilai ekspor adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. b. Dasar Pengenaan Pajak Khusus 1) Nilai Lain Nilai lain adalah suatu jumiah yang ditetapkan sebagai DPP untuk menghitung PPN. Adapun nilai lain yang dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan KMK No. 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 JO KMK-251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002, diantaranya sebagai berikut:

19 23 a) Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adaiah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor. b) Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adaiah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor. c) Penyerahan media rekaman suara atau gambar adaiah perkiraan harga jual rata-rata. d) Penyerahan filmcerita adaiah perkiraan hasil rata-rata per judul film. e) Persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran pemsahaan adaiah harga pasar wajar f) Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan sepanjang PPN atas perolehan tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan adaiah harga pasar wajar. g) Kendaraan bermotor bekas adaiah 10% dari harga jual. h) Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro panwisata adaiah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. i) Jasa pengiriman paket adaiah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. j) Jasa anjak piutang adaiah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon.

20 24 k) Penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor. 1) Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang. 2) Real Estate DPP atas Penyerahan BKP berupa bangunan dan atau tanah matang yang dilakukan oleh para Pengusaha Real Estate ditentukan sebagai berikut: a) Untuk penyerahan tanah matang saja, DPP dihitung dan Harga Jual tanah matang dikurangi 20%. b) Untuk penyerahan bangunan beserta tanahnya, DPP dihitung dan Harga Jual bangunan beserta tanahnya, dikurangi dengan 20% dan Harga Jual tanah matang. 3) Jasa Persewaan Ruangan Berdasarkan Surat Edaran Ditjen Pajak Nomor: SE- 14/PJ.53/2002 mulai 3 Juni 2003 DPP Penyerahan Jasa Persewaan Ruangan adalah penggantian, yakni sebesar nilai tagihan service charge yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa. 4) Membangun sendiri tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan DPP atas kegiatan ini adalah sebesar 40% dari seluruh pengeluaran pada bulan yang bersangkutan (termasuk PPN). PPN yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri

21 25 berdasarkan KMK-554/KMK.04/2000 Jo KMK- 320/KMK.03/2002 sebagai berikut: ppn - in*/ v jikv v Jumlah Seluruh Pengeluaran dauro Satu Bulan 5. Tarif Pajak Pertambahan Nilai Tarif Pajak Pertambahan Nilai menumt Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 adalah sebagai berikut: a. Tarif PPN adalah 10 % (sepuluh persen) Tarif PPN Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak merupakan tarif tunggal yang dikenakan terhadap semua jenis BKP dan JKP. Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, dengan Peraturan Pemerintah tarif PPN dapat diubah serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (Iimabelas persen) dengan tetap menggunakan prinsip tarif tunggal. b. Tarif PPN atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen) Tarif PPN Barang Kena Pajak sebesar 0% (nol persen) yang diterapkan atas Barang Kena Pajak dimaksudkan untuk meningkatkan persaingan di pasar luar negeri. 6. Saat dan Tempat Pajak Terutang Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan BKP atau pada saat

22 26 penyerahan JKP. Penentuan saat dan tempat pajak terutang untuk BKP dan JKP sepeiti dalam Pandiangan Liberty (2002:321), dijelaskan berikut: a. Penentuan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai menunit Pasal 11 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 jo Pasal 33 Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 1994 adalah sebagai berikut: a) Barang Bergerak b) Penyerahan Barang Tidak Bergerak c) Penyerahan Barang Tidak Berwujud d) Impor Barang Kena Pajak e) Penyerahan Jasa Kena Pajak f) Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean g) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean h) Ekspor Barang Kena Pajak b. Tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai Tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai diatur sebagai berikut: a) Pengusaha Kena Pajak b) Dalam hal impor c) Bagi orang pribadi atau badan d) Kegiatan membangun sendiri

23 27 7. Faktur Pajak Faktur Pajak merupakan (1) Bukti pungutan PPN dan PPnBM yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan BKP dan atau JKP, atau oleh Ditjen Bea Cukai atas impor Barang Kena Pajak; (2) Bukti pembayaran PPN yang telah dilakukan oleh pembeli BKP atau JKP kepada PKP atau Ditjen Bea Cukai; dan (3) Sarana administrasi pajak terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan baik oleh PKP penjual atau pengusaha jasa maupun yang dilakukan oleh pembeli atau penerimajasa, Faktur Pajak dibedakan menjadi Faktur Pajak Standar, Faktur Pajak Gabungan; Faktur Pajak Sederhana; dan Faktur Pajak Khusus.Berikut ini uraian atas perbedaan dari masing-masing faktur tersebut, yaitu: a. Faktur Pajak Standar Faktur Pajak Standar merupakan Faktur Pajak yang dapat digunakan sebagai bukti pungutan pajak dan sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Untuk setiap penyerahan BKP atau penyerahan JKP oleh Pengusaha Kena Pajak hams dibuat satu Faktur Pajak Standar. Faktur Pajak Standar hams dibuat selambat-lambatnya: 1) Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan atau JKP dalam hal pembayaran diterima setelah bulan penyerahan BKP atau JKP, kecuali pembayaran diterima sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur Pajak Standar harus dibuat pada saat penerimaan pembayaran.

24 28 2) Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan atau JKP. 3) Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan. 4) Pada saat Pengusaha Kena Pajak menyampaikan tagihan kepada pemungut PPN. b. Faktur Pajak Gabungan Faktur Pajak Gabungan merupakan Faktur Pajak Standar yang meliputi semua penyerahan BKP atau JKP yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli yang sama atau penerima JKP yang sama. Faktur Pajak Gabungan ini harus dibuat selambat-tambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP atau JKP. c. Faktur Pajak Sederhana Faktur Pajak Sederhana adalah faktur pajak yang digunakan untuk menampung transaksi penyerahan BKP atau JKP kepada konsumen akhir, atau kepada pembeli BKP atau penerima JKP yang tidak diketahui identitasnya, atau kepada PKP yang tidak memerlukan Faktur Pajak Standar. Faktur Pajak Sederhana ini tidak dapat digunakan sebagai sarana untuk pengkreditan Pajak Masukan. Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pada saat penyerahan BKP atau JKP atau pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau JKP. d. Faktur Pajak Khusus

25 29 Faktur Pajak Khusus adalah dokumen-dokumen tertentu yang diberlakukan sebagai Faktur Pajak Standar. Dokumen-dokumen tertentu itu dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar sekurangkurangnya harus memuat: identitas yang berwenang menerbitkan dokumen; nama, alamat, dan NPWP penerima dokumen; jumlah satuan; Dasar Pengenaan Pajak; dan jumlah PPN terutang. Menurut Keputusan Ditjen Pajak Nomor Kep-39/PJ/1996, dokumen-dokumen itu adalah sebagai berikut: 1) Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD) yang dilampiri dengan Surat Setoran Pajak (SSP) untuk impor BKP. 2) Surat Perintah Penyerahan Barang yang dibuat atau dikeluarkan oleh Bulog atau Dolog untuk pengeluaran gula pasir dan tepung. 3) Faktur Note Bon Penyerahan yang dibuat atau dikeluarkan oleh Pertamina untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM. 4) Tanda Pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi. 5) Tiket atau Tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill) yang dibuat atau dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri. 6) Surat Setoran Pajak (SSP) untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean. 7) Pemberitahuan Ekspor Barang untuk ekspor Barang Kena Pajak.

26 30 8. Can* Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Untuk menentukan besamya pajak yang dikenakan, maka hams diketahui berapa besamya nilai tambah yang diberikan oleh wajib pajak dalam satu periode. Untuk menentukan besamya nilai tambah tersebut terdapat tiga metode penghitungan Pajak Pertambahan Nilai, diantaranya: a. Substraction Method Dalam metode ini perhitungan PPN dilakukan dengan menggunakan cara mengurangkan pembelian dari penjualan kemudian dikalikan atau diperhitungkan dengan tarif pajaknya. PPN yang Terutang = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak Contoh: 1) Pengusaha Kena Pajak A menjual tunai Barang Kena Pajak dengan harga jual Rp ,-, maka PKP A memungut PPN sebesar 10% x Rp ,- = Rp ,- atas transaksi tersebut 2) Pengusaha Kena Pajak B melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh penggantian sebesar Rp ,-. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah sebesar 10% x Rp ,- = Rp b. Addition Method Perhitungan dengan menggunakan cara menjumlahkan nilai tambah yang dibuat oleh pengusaha yang bersangkutan yang terdiri dari bunga, upah, gaji, sewa, laba, dan biaya lainnya yang kemudian dikalikan atau

27 31 diperhitungkan dengan tarif PPN atas akumulasi dari nilai tambah tersebut c. Credit Method Perhitungan dengan menggunakan cara pengkreditan atau pengurangan pajak masukan terhadap pajak keluaran. atau PPN yang Terutang = Pajak Keluaran - Pajak Masukan Contoh: PKP B adaiah pabrik tekstil, membeli bahan baku berupa benang dari PKP A seharga Rp ,- dan membayar PPN sebesar 10%. Benang ini kemudian diolah menjadi kain. Biaya yang dibutuhkan untuk proses tersebut sebesar Rp ,- dan perusahaan menginginkan Iaba sebesar Rp ,-. Kain ini kemudian dijual kepada PKP C sebarga Rp ,- dan memungut PPN 10% Perhitungan PPN PKP B adaiah sebagai berikut: Harga Beli Bahan Baku Rp Pajak Masukan Rp Harga Jual Kain Rp Pajak Keluaran Rp Pajak yang hams disetor: Pajak Keluaran Rp Pajak Masukan (Rp ) Pajak terutang Rp

28 32 Prinsip dasar dalam melakukah pengltreditan pajak masukan adalah sebagai berikut: 1) Pajak Masukan dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut dalam masa pajak yang sama, namun demikian berdasarkan Pasal 9 ayat (9) UU PPN 1984, PKP dapat mengkreditkan Pajak Masukannya yang belum dikreditkan pada Masa Pajak yang sama selambat-lambatnya dalam bulan ketiga setelah akhir tahun buku selama memenuhi syarat: a) Pajak Masukan ini belum dibebankan sebagai biaya. b) Belum dilakukan pemeriksaan, kecuali dapat dibuktikan bahwa pembelian Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pajak tersebut telah dibukukan 2) Dalam hal jumlah Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak lebih besar dari Pajak Keluaran, maka kelebihan tersebut dapat dikompensasikan dengan utang pajak berikutnya. 3) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, yaitu kegiatan produksi, manajemen, distribusi, dan pemasaran Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. 4) Berdasarkan Pasal 9 ayat (8) dan Pasal 16B ayat (3) UU PPN 1984 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 643/KMK.04/1994

29 33 tanggal 29 Desember 1994 Jo Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 1994 ditetapkan bahwa Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagai berikut: a) Pajak Masukan yang dibayar sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. b) Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak berhubungan dengan kegi atan usaha. c) Pajak Masukan yang dibayar untuk pembelian atau pemeliharaan kendaraan bennotor berbentuk sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali sebagai barang dagangan atau digunakan langsung sesuai bidang usahanya. d) Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Sederhana. e) Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Standar cacat f) Pajak Masukan yang pembayarannya ditagih menggunakan Surat Ketatapan Pajak. g) Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN yang ditentukan pemeriksaan, kecuali sudah dicatat dalam pembukuan, Pasal 9 ayat (8) huruf 1UU PPN 1984 Jo Pasal 32 ayat (4) PP Nomor 50 Tahun h) Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan

30 34 usaha yang menghasilkan penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN. i) Pajak Masukan yang PPN-nya ditanggung pemerintah. j) Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan usaha yang menghasilkan penyerahan PPN-nya ditanggung Pemerintah (Keputusan Menteri Keuangan Nomor. 643/KMK.04/1994). 5) Dalam Pasal 28 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994 ditetapkan bahwa penghapusan piutang tidak mengakibatkan koreksi terhadap: a) Pajak Keluaran yang telah dilaporkan oleh PKP Penjual. b) Pajak Masukan yang telah dikreditkan atau dibebankan sebagai biaya oleh PKP Pembeli atau Pengusaha Kena Pajak penerima Jasa Kena Pajak. 6) Berdasarkan Pasal 28 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994 tersebut ditetapkan bahwa musnahnya Barang Kena Pajak akibat bencana alam atau diluar kekuasaan PKP tidak mempengaruhi Pajak Masukan yang telah dikreditkan atau telah dibebankan sebagai biaya oleh PKP pembeli atau penerima jasa. 7) Dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE- 01/PJ/1991 tanggal 4 Januari 1991 antara lain ditegaskan bahwa

31 35 sehubungan dengan Pajak Masukan atas pemakaian sendiri Barang Kena Pajak sebagai berikut: b) Pemakaian sendiri untuk tujuan konsumtif, atas pemakaian sendiri untuk tujuan ini PPN yang terutang merupakan Pajak Keluaran dan juga Pajak Masukan bagi PKP yang bersangkutan, dan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan. c) Pemakaian sendiri untuk tujuan produktif, yaitu untuk pemakaian hasil produksi sendiri untuk keperluan yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Atas pemakaian ini PPN yang terutang adalah berfungsi sebagai Pajak Keluaran dan Pajak Masukan bagi PKP yang bersangkutan. Pajak Masukan ini merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan 9. Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaponra Pajak Pertambahan Nilai Setiap Pengusaha Kena Pajak berkewajiban untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang. Pemungutan PPN dilakukan dengan penerbitan Faktur Pajak, penyetoran PPN dilakukan dengan Formulir Surat Setoran Pajak, dan pelaporannya dengan menggunakan formulir surat pemberitahuan atau SPT Masa PPN. Untuk menjelaskan kegiatan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN, berikut ini beberapa mekanisme yang dilakukan, yaitu:

32 36 a. Mekanisme yang bersifat umum 1) Setiap Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak diwajibkan membuat Faktur Pajak untuk memungut pajak terutang. Pajak yang dipungut ini dinamakan Pajak Keluaran. 2) Pada saat pengusaha tersebut di atas membeli Barang Kena Pajak dan atau menerima Jasa Kena Pajak dari Pengusaha Kena Pajak yang lain, juga membayar pajak terutang yang dinamakan Pajak Masukan. 3) Akhir masa pajak, Pajak Masukan tersebut dikreditkan dengan Pajak Keluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan, maka selisih tersebut hams dibayar ke kas negara selambat-lambatnya tanggal 15 bulan takwim berikutnya 4) Apabila selisih antara Pajak Keluaran dan Pajak Masukan lebih besar Pajak Masukan, maka nilai ini dapat dikompensasikan untuk utang pajak masa berikutnya atau diminta kembali. Kompensasi atas masa pajak berikutnya berarti kelebihan itu digunakan untuk membayar pajak terutang pada masa berikutnya. Sedangkan bila kelebihan tersebut diminta kembali, maka hal ini disebut Restitusi. 5) Setiap Pengusaha Kena Pajak diwajibkan melaporkan pemungutan dan pembayaran pajak terutang kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 bulan takwim berikutnya.

33 37 b. Mekanisme untuk penyerahan kepada pemungut pajak 1) lnstansi pemerintah, badan, atau orang pribadi tertentu yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN. 2) Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada pemungut PPN wajib membuat Faktur Pajak. 3) Pada saat melakukan pembayaran Harga Jual atau Penggantian, Pemungut Pajak memungut pajak terutang dan menyetorkan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama Pengusaha Kena Pajak tersebut dan melapoikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat. Contoh: PKP B adalah pabrik tekstil, pada bulan Mei 2005 PKP melakukan transaksi pembelian bahan baku benipa benang dari PKP A seharga Rp ,- dan membayar PPN sebesar 10%. Benang ini kemudian diolah menjadi kain. Biaya yang dibutuhkan untuk proses tersebut sebesar Rp ,- dan perusahaan menginginkan laba sebesar Rp ,-. Kain ini kemudian dijual kepada PKP C seharga Rp ,- dan memungut PPN 10% masih dalam bulan yang sama. Maka perhitungan dan pelaporan PPN PKP B untuk periode Mei 2005 adalah sebagai berikut: Harga Beli Bahan Baku Rp Pajak Masukan Rp

34 38 Harga Jual Kain Rp Pajak Keluaran Rp Pajak yang harus disetor: Pajak Keluaran Rp Pajak Masukan (Rp ) Pajak terutang Rp Pajak terutang sebesar Rp itu harus disetor kepada Kas Negara paling lambat tanggal 15 Juni 2005 menggunakan formulir SSP, serta pelaporannya paling lambat tanggal 20 Juni 2005 dengan menggunakan formulir SPT Masa PPN. Berkaitan dengan kewajiban penyetoran pajak sebagaimana disebutkan dalam uraian mekanisme secara umum di atas, apabila wajib pajak terlambat melakukan pembayaran maka sanksi bunga sebesar 2% per bulan untuk seluruh masa yang dihitung penuh satu bulan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 14 ayat 3 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam penyampaian SPT Masa PPN, di dalam Pasal 7 undangundang tersebut dikatakan bahwa apabila Surat Pemberitahuan Masa tidak disampaikan dalam batas waktu yang telah ditentukan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp ,00. Namun demikian, Wajib Pajak dapat membetulkan pemyataan tertulis dalam jangka waktu dua

35 39 tahun sesudah saat terutang pajak atau berakhirnya masa pajak dengan syarat Ditjen Pajak belum melakukan pemeriksaan. Bila pembetulan yang dilakukan ini mengakibatkan jumlah pajak terutang menjadi lebih besar, maka kepada Wajib Pajak dikenakan sanksi berupa bunga 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang bayar tersebut, dan terhitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT. 10. Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Pandiangan Liberty (2002:309) menjelaskan Restitusi pada dasamya adalah pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak oleh negara kepada Wajib Pajak. Restitusi dapat diberikan jika setelah diadakan perhitungan jumlah pajak yang sebenamya terutang dengan jumlah pajak yang telah dibayar menunjukkan selisih lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, maka Wajib Pajak berhak untuk meminta kembali kelebihan pembayaran pajak dengan catatan Wajib Pajak tersebut tidak memiliki hutang pajak lain. Pemberian restitusi PPN dapat dilakukan setiap masa sesuai dengan permintaan Wajib Pajak ataupun pada akhir tahun apabila Wajib Pajak menghendaki untuk meminta restitusi PPN seluruhnya pada akhir tahun. Dalam hal lebih bayar yang disebabkan oleh ekspor atau penyerahan kepada pemungut, jumlah pajak lebih bayar maksimal yang boleh direstitusi setiap masa adalah senilai 7% dari nilai penyerahan ekspor atau

36 40 penyerahan kepada pemungut, kemudian pada akhir tahun pajak sisa restitusi senilai 3% diberikan seluruhnya kepada Wajib Pajak.

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar - dasar Perpajakan Indonesia II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak Dibawah ini terdapat beberapa definisi-definisi dan unsur pajak yang terangkum tentang pajak yang dikemukakan

Lebih terperinci

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Mardiasmo (2011:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Adapun pengertian pajak menurut para ahli dalam Siti Resmi (2009:1) diantaranya: 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Umum Tentang Pajak II.1.1 Definisi Pajak dan Ciri Ciri Pajak Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah

Lebih terperinci

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi pajak Pengertian pajak menurut Pasal 1 Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP sebagai berikut : Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan salah satu penerimaan negara dalan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Apabila membahas pengertian pajak, banyak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Dalam membahas definisi mengenai pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Adriani di kutip

Lebih terperinci

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak PPN DAN PPnBM PAJAK ATAS NILAI TAMBAH PPN yang ditetapkan dengan UU no.18 tahun 2000 merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (Value Added) yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Jika kita membahas pengertian dari pajak, banyak ahli yang memiliki pengertian yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri.

Lebih terperinci

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

Perpajakan 2 PPN & PPnBM Perpajakan 2 PPN & PPnBM 18 Februari 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Karakteristik PPN 1. Pajak tidak langsung Beban pajak dipikul oleh konsumen akhir. Pengusaha akan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Definisi Pajak Ada bermacam-macam definisi Pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh

BAB II TELAAH PUSTAKA. pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Umum Tentang Pajak Pajak memiliki berbagai defenisi, yang pada hakekatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1.1 Definisi Pajak Dalam Suandy (2011:5) Pajak di definisikan sebagai pungutan berdasarkan undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang dan jasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan

Lebih terperinci

BAB I I. LANDASAN TEORl

BAB I I. LANDASAN TEORl 8 BAB I I LANDASAN TEORl A. Pajak 1. Pengertian dan Unsur Pajak Definisi pajak yang perlu diketahui sebelum memasuki pembahasan tentang Pajak Pertambahan Nilai, antara lain: Menurut Rochmat Soemitro, dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang berasal dari penghasilan masyarakat, dalam proses pemungutan perlu diatur dalam undang-undang agar dapat

Lebih terperinci

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK 2.1 Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari para ahli, antara lain:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pajak dan Fungsi Pajak 2.1.1 Definisi Pajak Menurut Adriani dalam kutipan Soemarso (2007:2), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Dasar Dasar Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Mengacu pada pasal 1 Undang Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Keempat atas Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Definisi Pajak berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut : Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ). Pada era gliobalisasi seperti sekarang, persaingan antar negara semakin ketat. Oleh karena itu, Negara Indonesia dengan gencar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI II.1. Perpajakan II.1.1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak berdasarkan undang-undang dan dari berbagai pakar pajak

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak berdasarkan undang-undang dan dari berbagai pakar pajak BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan undang-undang dan dari berbagai pakar pajak sangat banyak serta bervariasi. Berikut ini definisi pajak menurut undang-undang

Lebih terperinci

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009 Disusun oleh : SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009 Oktober 2009 begawan5060@gmail.com begawan5060 1 Pasal 1 Pengertian 1 Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pajak a. Pengertian Pajak Banyak definisi atau batasan yang telah dikemukakan oleh pakar yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Pengertian Pajak Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada masyarakat berdasarkan undang undang untuk mengisi kas negara guna membiayai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Menurut S.I.Djajadiningrat (Resmi,2009:1) Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut Rachmat Soemitro (1990 : 5) menyatakan Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

Lebih terperinci

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Faktur Pajak Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha b. penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha c.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata secara partisipasi dalam rangka ikut membiayai pembangunan nasional. Adapun definisi pajak menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dipaksakan kepada mereka yang melanggarnya.

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dipaksakan kepada mereka yang melanggarnya. BAB II LANDASAN TEORI A. Pajak 1. Pengertian Pajak Pajak adalah iuran wajib dari rakyat kepada negara sebagai wujud peran serta dalam pembangunan yang pengenaannya berdasarkan undang-undang dan tidak mendapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. definisi pajak menurut versinya masing-masing. Walaupun banyak pendapat mengenai

BAB II LANDASAN TEORI. definisi pajak menurut versinya masing-masing. Walaupun banyak pendapat mengenai BAB II LANDASAN TEORI II. 1 Pengertian Pajak Secara Umum II.1.1 Definisi Pajak Para ahli pajak baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri telah memberikan definisi pajak menurut versinya masing-masing.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011 Pajak Pertambahan Nilai (PPn) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya

BAB II LANDASAN TEORITIS. (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Pengertian pajak telah dikemukakan oleh banyak ahli, namun pada dasarnya definisi tersebut memiliki tujuan yang sama. Adapun definisi pajak menurut P.J.A Adriani dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai Menurut Andriani dalam Brotodiharjo,(2009:2) menyatakan: Pajak adalah iuran kepada negara (yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Soemitro,R (2006) Pajak adalah perikatan yang timbul karena undang-undang yang mewajibkan seseorang yang memenuhi syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dikemukakan para ahli sebagai berikut: a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH (2002:1)

BAB II LANDASAN TEORI. dikemukakan para ahli sebagai berikut: a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH (2002:1) BAB II LANDASAN TEORI A. Perpajakan Adapun pengertian pajak yang dikemukakan para ahli dari sudut pandang yang berbeda. Beberapa pendapat mengenai definisi pajak yang dikemukakan para ahli sebagai berikut:

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3),

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3), BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3), Pajak adalah

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan oleh hampir seluruh negara di dunia. Masalah pajak merupakan masalah negara dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Apabila membahas pengertian pajak, banyak definisi atau batasan pajak yang

BAB II LANDASAN TEORI. Apabila membahas pengertian pajak, banyak definisi atau batasan pajak yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Pajak II.1.1 Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak definisi atau batasan pajak yang telah dikemukakan oleh para pakar, yang satu sama lain pada

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pemahaman Perpajakan 2.1.1.1 Pengertian Pajak Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, ada beberapa definisi tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. With Holding System a. Pengertian With Holding System Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus mengetahui bahwa with holding system

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) 139 BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PENGERTIAN Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan pelunasan pajak yang dikenakan atas setiap transaksi pembelian barang atau perolehan jasa dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 Menimbang : a. TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Defenisi Pajak Pajak memiliki berbagai defenisi, yang pada hakekatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. dimiliki oleh masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan

BAB II TELAAH PUSTAKA. dimiliki oleh masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan 6 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Pajak Pajak adalah pembayaran (pengalihan) sebagian harta kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan masyarakat,

Lebih terperinci

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian pajak Menurut UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pajak mempunyai definisi yang berbeda-beda menurut sudut pandang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pajak mempunyai definisi yang berbeda-beda menurut sudut pandang yang 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi a. Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pajak Negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pada era globalisasi seperti sekarang, persaingan antar negara semakin ketat. Oleh karena itu, Negara Indonesia dengan gencar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan kontribusi wajib rakyat kepada negara yang diatur berdasarkan undangundang yang bersifat memaksa, tanpa imbalan atau balas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pajak merupakan alat bagi pemerintah didalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung dan tidak langsung dari masyarakat, guna membiayai pengeluaran

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dari sektor pajak diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dari sektor pajak diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan pembangunan dan kelangsungan jalannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 II.1.1 Kerangka Teori dan Literatur Gambaran Umum Perpajakan II.1.1.1 Pengertian Pajak Banyak definisi tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari para ahli, antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA G. Pengertian Pajak 1.Defenisi Pajak Pajak memiliki berbagai defenisi, yang pada hakekatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat di paksakan) yang langsung dapat

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TENTANG EFEKTIVITAS PENERAPAN E-FAKTUR ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK

BAB III PEMBAHASAN TENTANG EFEKTIVITAS PENERAPAN E-FAKTUR ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK BAB III PEMBAHASAN TENTANG EFEKTIVITAS PENERAPAN E-FAKTUR ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK 3.1 Teori Tentang Pajak 3.1.1 Definisi Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Andriani yang telah diterjemahkan oleh Santoso Brotodiharjo (Waluyo,2003:3): Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak dapat diterangkan melalui beberapa definisi, yaitu :

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak dapat diterangkan melalui beberapa definisi, yaitu : BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengantar Pajak II.1.1. Pengertian Pajak Pengertian pajak dapat diterangkan melalui beberapa definisi, yaitu : Pajak menurut undang-undang adalah iuran rakyat kepada kas negara

Lebih terperinci

PAPER. Dibuat Oleh: Annisa Pradita FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR

PAPER. Dibuat Oleh: Annisa Pradita FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PENERBITAN DAN PEROLEHAN FAKTUR PAJAK SERTA PENGAKUAN ATAS PENYERAHAN DAN PEROLEHAN BARANG KENA PAJAK PADA PT UNITEX TBK TAHUN 2014 PAPER Dibuat Oleh: Annisa Pradita 0221

Lebih terperinci

Faktur Pajak. Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. Saat Faktur Pajak Harus Dibuat. Faktur Pajak Gabungan

Faktur Pajak. Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. Saat Faktur Pajak Harus Dibuat. Faktur Pajak Gabungan Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Faktur a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha b. penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha c. ekspor BKP

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian dan Fungsi Pajak 1. Pengertian Pajak Banyak pengertian dan batasan yang telah dikemukakan oleh para ahli ekonomi, yang pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut pasal 1 angka 1 Undang-undang perpajakan No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Pengertian Pajak Kata PAJAK mungkin seringkali kita dengar dan ucapkan, entah saat makan, belanja atau sedang di parkiran. Akan tetapi pajak seringkali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:5),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:5), BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Pajak Secara Umum Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:5), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Banyak para ahli perpajakan telah memberikan definisi mengenai pajak menurut versinya masing-masing. Tetapi walaupun demikian berbagai definisi

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-382/PJ/2002 Tanggal : 13 Agustus 2002 A. Singkatan 1. APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2. APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semuanya itu memiliki maksud dan tujuan yang sama, perbedaannya hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semuanya itu memiliki maksud dan tujuan yang sama, perbedaannya hanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Perpajakan 1. Pengertian Pajak Banyak definisi pajak yang telah dikemukakan oleh para pakar, namun semuanya itu memiliki maksud dan tujuan yang sama, perbedaannya hanya

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN DEFINISI PAJAK Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pajak Secara Umum 2.1.1. Dasar Hukum Pajak Dasar hukum pajak adalah pasal 23 ayat ( 2 ) Undang - Undang Dasar 1945 yang berbunyi : segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 143 TAHUN 2000 (143/2000) TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS

Lebih terperinci

PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009

PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009 PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009 UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak dapat diterangkan melalui beberapa definisi :

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak dapat diterangkan melalui beberapa definisi : BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengantar Pajak II.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dapat diterangkan melalui beberapa definisi : Menurut Sukardji,U (2006), Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) 3.1 Teori Tentang Pajak 3.1.1 Definisi Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai iuran

Lebih terperinci

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian BAB 4 Pembahasan Hasil Penelitian 4.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikomsumsi di dalam daerah

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Akuntansi dan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Ada beberapa definisi tentang ilmu akuntansi, antara lain : 1. Menurut American Institute of Certified

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA Didalam bab ini akan dilakukan analisis atau pembahasan hasil pemeriksaan, keberatan sampai dengan keluarnya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

Dasar-dasar Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Dasar-dasar Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Dasar-dasar Perpajakan Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Definisi Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik

Lebih terperinci

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM UU No.18 Tahun 2000 => 42 Th 2009 Tentang Pengenaan PPN dan PPnBM atas BKP dan JKP yang dikonsumsi di dalam negeri Definisi Pajak

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009

BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009 BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009 2.1. Konsep Dasar Pajak Pertambahan Nilai Untuk mengetahui konsep dasar PPN (Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci