BAB I PENDAHULUAN. commit to user

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan modal utama untuk seseorang yang harus ditingkatkan dalam rangka melaksanakan pembangunan suatu negara serta untuk mengikuti perkembangan zaman yang semakin maju sehingga dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah. Kegiatan pendidikan tidak bisa di abaikan karena masa depan bangsa ditentukan oleh kualitas pendidikan suatu bangsa itu sendiri. Tetapi praktek pendidikan yang selama ini berlangsung di sekolah ternyata masih jauh dari hakikat pendidikan yang sesungguhnya khususnya pada pembelajaran matematika. Pada kenyataannya matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang menakutkan, membosankan dan susah untuk dimengerti. Hal tersebut dikarenakan matematika merupakan suatu konsep atau ide abstrak yang menyebabkan siswa mengalami kejenuhan yang berakibat kurangnya sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika. Sikap dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak sesuatu konsep, kumpulan idea atau kelompok individu. Harlen dalam Djaali (2007: 114) mengemukakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kecenderungan seseorang untuk bertindak dalam menghadapi satu objek atau situasi tertentu. Sikap mempengaruhi pilihan untuk bertindak. Karena matematika bersifat abstrak dan membutuhkan pemahaman konsep-konsep, maka siswa menyikapinya secara berbeda-beda, mungkin menerima dengan baik atau menolak matematika itu sendiri. Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dapat berupa sikap positif dan sikap negatif. Sikap positif terhadap pembelajaran matematika adalah sikap yang dapat membantu siswa untuk menghargai mata pelajaran matematika dan membantu siswa mengembangkan rasa percaya diri terhadap kemampuan dirinya. Sikap positif memunculkan kecenderungan untuk menyenangi, mendekati, 1

2 menerima atau bahkan mengharapkan kehadiran objek tertentu. Sebaliknya sikap negatif terhadap pembelajaran matematika adalah kebalikan dari sikap positif terhadap pembelajaran matematika itu sendiri yaitu sikap yang tidak dapat membantu siswa untuk menghargai mata pelajaran matematika dan tidak dapat membantu siswa mengembangkan rasa percaya diri terhadap kemampuan dirinya (Isbandi Rukminto Adi, 1986: 178). Agar siswa dapat menerima pelajaran matematika perlu ditanamkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika. Rusefendi (dalam Saragih, 2007: 3) mengatakan untuk menimbulkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika perlu diperhatikan bagaimana cara penyampaian matematika supaya menyenangkan, mudah dipahami, tidak menakutkan, dan dapat dirasakan memiliki kegunaan dalam kehidupan nyata. Rusefendi (dalam Saragih, 2007: 6) juga mengatakan bahwa sikap positif terhadap pembelajaran matematika berkolerasi positif dengan hasil belajar matematika. Berdasarkan laporan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011, siswa Indonesia berada pada posisi 38 dari 45 negara yang disurvei, prestasi Indonesia jauh di bawah negara-negara Asia lainnya. Kisaran rata-rata skor yang diperoleh oleh setiap negara adalah dengan skor ideal 1000 dan Indonesia berada pada skor 386. Hasil mengenai sikap siswa Indonesia setingkat kelas VIII terhadap matematika yang dibandingkan dengan Malaysia seperti yang terlihat pada tabel 1.1 berikut (Nurbaiti, 2013: 6): Negara Tabel 1.1 Persentase Sikap Siswa Terhadap Matematika pada TIMSS 2011 Pernyataan Sikap Like Learning Mathematics Somewhat Like Learning Matematics Do not Like Learning Matematics Indonesia 20% 70% 10% Malaysia 39% 46% 15% 2 International Average 26% 42% 31%

3 3 Berdasarkan laporan TIMSS 2011 mengenai sikap siswa terhadap matematika terlihat bahwa siswa Indonesia yang menyukai belajar matematika masih di bawah rata-rata Internasional, hanya sebesar 20%. Untuk siswa Indonesia yang tidak menyukai belajar matematika hanya sekitar 10%, dengan kata lain lebih kecil persentasenya dibanding dengan negara-negara lain. Sedangkan 70% siswa, hanya biasa-biasa saja terhadap matematika, mereka tidak menyukai belajar matematika dan tidak pula membenci untuk belajar matematika. Menurut Nurbaiti (2013: 6) sikap menyenangi matematika dapat dijadikan sebagai tolak ukur sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika. Sementara itu, sebuah penelitian yang telah dilakukan pada siswa SMP juga menunjukkan rendahnya sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Farida Rosiana Suwari (2013) di SMP N 14 Surakarta menunjukkan bahwa persentase skor pencapaian sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika hanya 28,12% yang masih tergolong rendah. Dari hasil laporan TIMSS dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Farida menunjukkan bahwa sikap positif terhadap pembelajaran matematika siswa SMP masih tergolong rendah. Untuk mengetahui bagaimana sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika siswa SMP Negeri 16 Surakarta, peneliti melalukan observasi di kelas VIII A SMP Negeri 16 Surakarta pada tanggal 17 Oktober Pada saat itu Ibu Kristin, guru matematika kelas VIII A sedang mengajarkan materi persamaan garis lurus dan gradien atau kemiringan. Dalam proses pembelajarannya, guru memberikan teori dengan metode ceramah dan tanya jawab, selanjutnya guru memberikan contoh soal kepada siswa kemudian guru membahas contoh soal tersebut dan dilanjutkan dengan latihan soal. Siswa secara pasif menerima informasi dan waktu belajar siswa sebagian besar digunakan untuk mendengar ceramah dan mengerjakan latihan soal yang membosankan secara individual. Proses pembelajaran yang demikian dimungkinkan kurang dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap matematika. Hal ini tergambarkan dari siswa yang kurang memperhatikan saat guru menjelaskan dan lebih suka mengobrol dengan temannya. Siswa yang mengalami commit kesulitan to user tidak berani bertanya kepada guru.

4 4 Selain itu ketika guru memberikan latihan soal, hanya beberapa siswa yang mencoba menyelesaikan sedangkan siswa lain yang tadinya tidak mencoba mengerjakan sendiri hanya menyalin pekerjaan temannya yang ada di papan tulis. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika kelas VIII SMP Negeri 16 Surakarta diperoleh informasi bahwa dengan model pembelajaran yang hampir sama, nilai siswa kelas VIII A tahun pelajaran 2012/2013 untuk materi lingkaran masih rendah yaitu siswa yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang telah ditetapkan sebesar 67 hanya 9 siswa atau 37,5%. Siswa banyak yang mengalami kesulitan pada bagian menentukan hubungan sudut pusat dan sudut keliling lingkaran. Selain itu berdasarkan nilai prasiklus, siswa yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang telah ditetapkan sebesar 72 hanya 10 siswa atau 41,67%. Berdasarkan hasil observasi, hasil wawancara, dan hasil nilai prasiklus di atas, maka peneliti bersama guru matematika kelas VIII A merasa perlu untuk menerapkan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika. Guru dituntut untuk mengetahui, memilih dan mampu menerapkan model pembelajaran yang dinilai efektif sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berlatih memecahkan masalah yang mereka hadapi sehingga dapat meningkatkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika. Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan sikap positif siswa adalah model Problem Based Learning. Problem Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran matematika yang berlandaskan pada proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa. Dalam model Problem Based Learning fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karena itu siswa tidak saja harus memahami konsep yang berhubungan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan penyelesaian masalah (I Wayan Santyasa: 2008). Roh dalam Djamilah commit to Bondan user Widjajanti (2011: 2) juga

5 5 mengatakan bahwa model Problem Based Learning menggambarkan suatu suasana pembelajaran yang menggunakan masalah untuk memandu, mengemudikan, menggerakkan, atau mengarahkan pembelajaran. Pembelajaran dalam PBL dimulai dengan suatu masalah yang harus diselesaikan, dan masalah tersebut diajukan dengan cara sedemikian hingga para siswa memerlukan tambahan pengetahuan baru sebelum mereka dapat menyelesaikan masalah tersebut. Tidak sekedar mencoba atau mencari jawab tunggal yang benar, para siswa akan menafsirkan masalah tersebut, mengumpulkan informasi yang diperlukan, mengenali penyelesaian yang mungkin, menilai beberapa pilihan, dan menampilkan kesimpulan. Model Problem Based Learning dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika, karena model pembelajaran ini mengaktifkan siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran, yaitu dengan menyelesaikan masalah-masalah yang diberikan dalam kelompok. Dalam model Problem Based Learning, masalah yang nyata dan kompleks memotivasi siswa untuk mengidentifikasi dan meneliti konsep dan prinsip yang mereka perlu ketahui untuk berkembang melalui masalah tersebut. Siswa bekerja dalam tim kecil, dan memperoleh, mengomunikasikan, serta memadukan informasi dalam proses yang menyerupai atau mirip dengan menemukan. Pada model Problem Based Learning siswa dihadapkan kepada suatu permasalahan yang berhubungan dengan kehidupan nyata yang akan lebih menarik siswa untuk mempelajari matematika sehingga siswa akan mengetahui bahwa matematika mempunyai banyak kegunaan. Model Problem Based Learning terdiri dari lima tahap yaitu orientasi peserta didik kepada masalah, mengorganisasikan peserta didik, membimbing penyelidikan individu dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Sehubungan dengan permasalahan di atas akan dilakukan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas dilakukan dengan cara menerapkan model Problem Based Learning sebagai upaya untuk meningkatkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika di kelas VIII A SMP Negeri 16 Surakarta. Peneliti merasa tertarik melakukan commit penelitian to user di SMP Negeri 16 Surakarta karena

6 model Problem Based Learning belum dilaksanakan disekolah tersebut. Dengan begitu diharapkan melalui model Problem Based Learning dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, selanjutnya dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan model Problem Based Learning yang dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika di kelas VIII A SMP Negeri 16 Surakarta tahun pelajaran 2013/2014? 2. Bagaimana peningkatan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika di kelas VIII A SMP Negeri 16 Surakarta setelah mengikuti pembelajaran matematika dengan model Problem Based Learning tahun pelajaran 2013/2014? 3. Bagaimana dampaknya terhadap ketuntasan belajar siswa setelah diterapkan model Problem Based Learning yang dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika pada materi lingkaran di kelas VIII A SMP Negeri 16 Surakarta tahun pelajaran 2013/2014? 6 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran dengan model Problem Based Learning yang dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika di kelas VIII A SMP Negeri 16 Surakarta tahun pelajaran 2013/ Mengetahui peningkatan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika di kelas VIII A SMP Negeri 16 Surakarta tahun pelajaran 2013/2014 setelah mengikuti pembelajaran matematika dengan model Problem Based Learning. 3. Mengetahui dampak terhadap ketuntasan belajar siswa setelah diterapkan model Problem Based Learning yang dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika pada materi lingkaran di kelas VIII A SMP Negeri 16 Surakarta tahun pelajaran 2013/2014.

7 7 D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan oleh peneliti dari hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi guru Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada guru untuk merancang desain pembelajaran yang inovatif sehingga dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap matematika. 2. Bagi siswa Memperluas wawasan siswa tentang cara belajar matematika dalam upaya untuk meningkatkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika dan hasil belajar matematikanya. 3. Bagi sekolah Dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas ini menjadi inovasi baru tentang suatu alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika sehingga hasil belajar siswa di sekolah menjadi lebih baik.