BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi tanggung jawab Kementrian Pendidikan dan Keebudayaan Republik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi tanggung jawab Kementrian Pendidikan dan Keebudayaan Republik"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab Kementrian Pendidikan dan Keebudayaan Republik Indonesia. Saat ini pendidikan di Indonesia diatur melalui Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional (Wikipedia.org). Sebagai salah satu wahana pembentuk karakter bangsa, sekolah adalah lokasi penting dimana para Nation Builders Indonesia diharapkan dapat berjuang membawa bersaing di kancah global. Seiring dengan derasnya tantangan global, tantangan dunia pendidikan pun menjadi semakin besar, hal ini yang mendorong para siswa mendapatkan prestasi terbaik. Namun, dunia pendidikan di Indonesia masih memiliki beberapa kendala yang berkaitan dengan mutu pendidikan diantaranya adalah keterbatasan akses pada pendidikan, jumlah guru yang belum merata, serta kualitas guru itu sendiri dinilai masih kurang ( Menurut Staff Khusus Presiden RI Lenis Kogoya mengatakan bahwa program 1500 pelajar Papua akan mengenyam pendidikan di Pulau Jawa sejak bangku SMA hingga sarjana, salah satunya adalah Kota Bandung. Ridwan Kamil selaku walikota Bandung akan menjadi wali murid dari 70 orang siswa asal Papua, selain mengenyam pendidikan formal, para siswa Papua di Bandung juga akan mendapat kursus teknologi tepat guna (Dendi Ramdhani, 2015). Menurut Santrock usia siswa tersebut termasuk dalam tahap perkembangan remaja. Santrock mengartikan masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan kognitif dan sosial emosional 1

2 2 (Santrock, 2003). Perubahan kognitif yang terjadi pada remaja adalah remaja secara aktif mengkonstruksikan dunia kognitifnya sendiri, tidak lagi sekedar menuangkan informasiinformasi ke dalam pikiran mereka, melainkan mulai mengorganisasikan pengalamanpengalamannya. Sedangkan perubahan sosial emosional ini mencakup meningkatnya usaha untuk memahami diri sendiri serta pencarian identitas, disertai dengan transformasi yang berlangsung di dalam relasi dengan keluarga dan teman sebaya di dalam konteks budaya. Perubahan kognitif dan perubahan sosial emosional memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi yang terjadi pada kepribadian remaja yaitu terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya dan tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja (Santrock, 2003). Tuntutan peran membuat remaja berupaya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Beberapa remaja memilih kuliah dengan cara merantau keluar daerah, salah satunya adalah Bandung. Oleh karena itu, remaja dari luar pulau Jawa yang merantau ke Bandung memiliki tujuan untuk menuntut ilmu, pada umumnya memiliki kesulitan dalam hal bahasa maupun dalam hal penyesuaian diri seperti menyesuaikan diri pada kebiasaan masyarakat Bandung, menyesuaikan diri dengan cuaca dan iklim di Bandung. Salah satu cara untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di Bandung antara lain dengan mencari suatu komunitas untuk menjadi wadah bertukar informasi, dan biasanya mereka mencari suatu komunitas satu daerah agar mereka mudah untuk menyesuaikan diri. Sebagian remaja asal daerah dari luar pulau Jawa yang merantau ke Bandung adalah remaja dari Papua. Menurut ketua dari salah satu komunitas Papua yang berada di Bandung, remaja di Papua yang tergolong ke dalam perekonomian menengah ke atas, biasanya memutuskan untuk merantau ke luar Papua setelah lulus SMA. Mereka merantau dari pulau Papua dengan

3 3 tujuan untuk menuntut ilmu yang dianggap lebih maju dan berkembang di pulau lain dan melatih kemandirian. Papua adalah sebuah provinsi yang terluas di Indonesia dan terletak di bagian tengah Pulau Papua. Luas Pulau Papua adalah km² dan memiliki jumlah penduduk 3,486 juta ( Papua memiliki rumah adat yang dinamakan Honai, pakaian adat berupa hiasan kepala, kalung yang terbuat dari gigi dan tulang hewan, kalung dari kerang, ikat pinggang, dan sarung yang berumbai-rumbai. Tari-tarian daerah Papua yaitu tari selamat datang, tari musyoh, tari mbes, senjata tradisionalnya adalah pisau belati dan senjata utamanya adalah busur dan panah. Suku yang mendiami Pulau Papua adalah suku asmat, dani dan yang tergolong suku Rumpu Melanisia. Lagu daerahnya adalah Apuse, Yamko Rambe Yamko ( Papua memiliki dua provinsi yaitu daerah khusus papua yang ibukotanya Jayapura dan daerah khusus papua barat yang ibukotanya Manokhwari. Manokhwari adalah sebuah kabupaten di provinsi Papua Barat yang masih hidup dalam kebudayaan dan adat istiadat yang tinggi. Papua barat memiliki potensi yang luar biasa baik dalam pertanian, pertambangan, hasil hutan, maupun pariwisata ( Wisata alam di Manokhwari adalah pegunungan arfak, pantai pasir putih dan lain-lain. Suku asli yang mendiami Kabupaten Manokhwari adalah suku besar arfak, suku wamesa, suku samuri, sebyar, irarutu dan Numfor Doreri ( Salah satu komunitas Manokhwari di Bandung adalah HIMASRI. HIMASRI adalah suatu komunitas beranggotakan remaja yang berasal dari Manokhwari yang berdiri pada tahun Anggota yang bergabung ke dalam komunitas dengan tujuan memererat tali persaudaraan. Selain itu HIMASRI dijadikan sebagai wadah

4 4 atau tempat untuk berkumpul bersama dan saling berbagi pengalaman. Sebelum mereka menjadi anggota aktif HIMASRI, calon anggota harus mengikuti kegiatan orientasi yang telah ditetapkan. Selama masa orientasi tersebut, remaja Manokhwari dianggap sebagai calon anggota, orientasi yang dilakukan adalah dengan mengikuti acara malam kebersamaan untuk membangun keakraban antara calon anggota dan anggota aktif di HIMASRI. Setelah melewati masa orientasi, mereka dapat naik jenjang menjadi anggota aktif HIMASRI. Menurut ketua HIMASRI, HIMASRI sekarang memiliki anggota aktif sejumlah 70 orang. HIMASRI sendiri adalah organisasi yang sering mengadakan kegiatan, namun kegiatan yang paling sering dilakukan adalah main futsal dan menonton film bersama. HIMASRI selalu membawa nama besar Papua di dalam setiap kegiatannya. Misalnya pada saat mengadakan kegiatan liga futsal, HIMASRI selalu mengumumkan bahwa HIMASRI adalah himpunan yang berasal dari Papua yang bertujuan untuk memperkenalkan salah satu komunitas Papua yang ada di Bandung. HIMASRI sering melakukan kerja sama dengan komunitas lain yang berada di Bandung seperti komunitas anak Sumatera. HIMASRI dan komunitas anak Sumatera secara bersama-sama mengadakan kegiatan yang bertujuan untuk mempererat hubungan antar komunitas, salah satu kegiatannnya adalah secara bersama-sama mengadakan liga futsal. Setelah menjadi anggota aktif HIMASRI, mereka mempunyai seragam komunitas dan kartu keanggotaan, mereka diwajibkan untuk membayar iuran bulanan, wajib untuk mengikuti setiap kegiatan yang diadakan oleh HIMASRI dan mereka diharapkan untuk mematuhi aturan-aturan yang ada di dalam komunitas. Hal ini menunjukkan bahwa anggota HIMASRI telah conform terhadap komunitas, namun pada kenyataannya ada beberapa anggota yang melakukan konformitas setelah ketua mempertegas aturan, misalkan dalam hal mematuhi aturan untuk membayar iuran bulanan, memakai seragam komunitas dalam setiap acara dan wajib mengikuti setiap kegiatan yang diadakan komunitas. Anggota HIMASRI harus

5 5 melakukan penyesuaian tingkah laku agar sesuai dengan peraturan yang ada dan agar diterima oleh anggota komunitas lainnya, namun pada kenyataannya terdapat anggota yang mematuhi aturan karena adanya keinginan untuk diterima oleh anggota lain dalam komunitas dan terdapat anggota yang mematuhi peraturan dengan anggapan aturan yang berlaku tersebut benar atau sesuai dengan yang ia butuhkan. Penyesuaian tingkah laku dalam komunitas disebut Konformitas. (Sheriff 1936, dalam Robert A. Baron dan Donn Byrne 2005), mengatakan bahwa perilaku konformitas terjadi apabila keadaan ambigu dalam norma-norma sosial, dimana konformitas diperlukan untuk mengurangi keadaan yang tidak pasti. Tujuan awal anggota aktif HIMASRI merantau ke Bandung adalah untuk menuntut ilmu dan melatih kemandirian, namun dalam mencapainya terdapat kendala berupa kesulitan bahasa dan penyesuaian diri, sehingga anggota aktif memutuskan bergabung dengan HIMASRI untuk mendapatkan support dalam mengatasi kendala tersebut, meskipun pada kenyataannya HIMASRI menuntut untuk adanya kebersamaan sehingga terbentuklah konformitas di antara anggota aktif HIMASRI. Konformitas terdiri dari 2 tipe yaitu tipe Normative Social Influence dan Informational Social Influence. Individu yang termasuk ke dalam tipe Normative Social Influence akan memiliki pengaruh sosial yang didasarkan pada keinginan individu untuk disukai dan diterima oleh orang lain dengan tujuan menghindari penolakan dan mendapatkan penerimaan, sedangkan individu yang termasuk ke dalam tipe Informational Social Influence akan memiliki pengaruh sosial yang didasarkan pada keinginan individu untuk menjadi benar dan untuk memiliki persepsi yang tepat mengenai dunia sosial. Peneliti melakukan survey awal melalui wawancara terhadap 10 anggota aktif HIMASRI. Dari sini dapat diketahui bahwa 3 dari 10 (30%) anggota HIMASRI memberi pernyataan bahwa setiap pribadi anggota dalam HIMASRI merasa memiliki tuntutan untuk

6 6 dapat menyesuaikan perilakunya dengan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku secara umum di HIMASRI dengan tujuan agar dapat diterima oleh anggota lain dalam komunitas HIMASRI. Sedangkan sisanya, yaitu 7 dari 10 (70%) anggota aktif menyatakan bahwa perilaku untuk dapat menyesuaikan perilakunya dengan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku secara umum selama berada di komunitas HIMASRI adalah sepenuhnya keputusan mereka pribadi dengan anggapan aturan yang berlaku tersebut benar atau sesuai dengan yang ia butuhkan. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa pada komunitas HIMASRI terdapat 2 tipe konformitas yang berbeda. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tipe konformitas pada anggota HIMASRI (Himpunan Mahasiswa Manokwari). 1.2 Identifikasi Masalah Ingin memeroleh gambaran yang jelas mengenai tipe konformitas pada mahasiswa yang menjadi anggota komunitas di komunitas HIMASRI. 1.3 Maksud dan Tujuan Maksud Penelitian Peneliti ini bermaksud memeroleh gambaran tipe konformitas pada mahasiswa yang menjadi anggota aktif di komunitas HIMASRI Tujuan Penelitian Peneliti ini bertujuan memeroleh gambaran tipe konformitas pada mahasiswa yang menjadi anggota aktif di komunitas HIMASRI melalui tiga aspeknya yaitu kekompakan, kesepakatan, dan ketaatan yang mengarah pada salah satu tipe konformitas yaitu Normative Social Influence atau Informational Social Influence.

7 7 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan Teoritis 1. Dari hasil penelitian diharapkan dapat menambahkan informasi pada bidang Psikologi Sosial khususnya mengenai variabel Konformitas. 2. Dari hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dan rujukan kepada peneliti lain yang ingin meneliti variabel Konformitas Kegunaan Praktis 1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai tipe konformitas kepada ketua komunitas HIMASRI yang berguna untuk menjadi masukan dalam mengembangkan komunitas, dan untuk membantu pencapaian visi dan misi HIMASRI agar lebih efektif dan efisien. 2. Untuk meningkatkan konformitas pada mahasiswa yang menjadi anggota aktif di komunitas HIMASRI yang akan dilihat melalui tiga aspek yaitu kekompakan, kesepakatan dan ketaatan. 1.5 Kerangka Pikir. Pada masa remaja yaitu dari usia 18 hingga 20 tahun dapat muncul suatu bentuk perilaku tertentu yang sejalan dengan tuntutan kelompok (Santrock,2003). Sebagian remaja beranggapan bila dirinya berperilaku sama dengan kelompok yang diminati, maka timbul rasa percaya diri dan kesempatan diterima kelompok lebih besar. Menurut Floyd dan South (dalam Santrock,2003) umur merupakan faktor yang berperan dalam menentukan pilihan referensi pada remaja. Pada remaja terdapat indikasi bahwa seiring dengan meningkatnya umur seseorang juga seiring dengan kematangan bersosialisasi (social maturation), maka terjadi

8 8 pergantian orientasi secara bertahap pada diri remaja yang asalnya berorientasi pada pendapat orang tua menjadi pendapat teman sebaya. Remaja lebih memiliki keberanian untuk beremansipasi, bersikap mandiri, independence, dan mampu menyelesaikan permasalahan secara pribadi. Posisi ini menyebabkan remaja memiliki dorongan alamiah untuk menolak campur tangan orangtua dan lebih memilih peer groupnya. Peer group adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Fenomena remaja lebih memilih peer groupnya dibandingkan orangtuanya disebut sebagai peer orientation. Remaja berusaha untuk menyesuaikan perilakunya agar diterima oleh peer group. Perilaku tersebut merupakan indikasi dari adanya konformitas pada diri remaja. Konformitas merupakan suatu keadaan seseorang mengubah sikap dan tingkah laku agar sesuai dengan norma sosial yang berlaku dengan tujuan agar mendapatkan penerimaan oleh kelompok sosial (Baron dan Byrne, 2005). Anggota aktif HIMASRI (Himpunan Mahasiswa Manokwari) termasuk dalam masa perkembangan remaja. Anggota aktif tergabung dalam kelompok yang menuntut konformitas di dalam menjalankan kegiatan-kegiatan yang ada. Hal ini terlihat jelas dari syarat-syarat yang ada dalam jenjang keanggotaan HIMASRI. Sebelum seseorang tergabung dalam anggota HIMASRI sebagai anggota, anggota aktif harus melalui dua jenjang keanggotaan terlebih dahulu yaitu calon anggota setelah itu menjadi anggota muda. Setiap jenjang memiliki syarat seperti harus mampu mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di dalam HIMASRI. Menurut Robert A. Baron dan Donn Byrne (2005), konformitas adalah suatu keadaan dimana seseorang mengubah sikap dan tingkah laku agar sesuai dengan norma sosial yang berlaku dengan tujuan agar mendapatkan penerimaan oleh kelompok sosial. Konformitas diperlukan oleh remaja di HIMASRI agar sikap dan tingkah laku remaja sesuai dengan

9 9 aturan-aturan yang ada di dalam komunitas serta untuk mendapatkan penerimaan dalam komunitas HIMASRI. Menurut Sears (dalam Baron dan Byrne, 2005). Konformitas memiliki 3 aspek yaitu kekompakan, kesepakatan dan ketaatan. Kekompakan merupakan kekuatan yang dimiliki kelompok acuan (HIMASRI) yang menyebabkan individu (dalam hal ini anggota aktif HIMASRI) tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Hubungan yang erat antar anggota HIMASRI disebabkan oleh perasaan cocok dan perasaan tertarik antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa cocok dan rasa tertarik terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok, serta semakin besar kesetiaan yang ada, maka akan semakin kompak kelompok tersebut. Kekompakan dapat terlihat dari kegiatan yang dilakukan bersama-sama oleh anggota aktif, yang dalam hal ini adalah kegiatan bermain futsal dan nonton film. Kekompakan terdiri atas dua hal yang mendasarinya, yaitu penyesuaian diri dan perhatian terhadap kelompok. Penyesuian diri pada anggota aktif HIMASRI, mereka berusaha untuk merubah dan menyamakan diri dengan anggota lainnya. Dalam proses ini, anggota aktif HIMASRI mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota HIMASRI. Perhatian terhadap kelompok pada anggota aktif HIMASRI akan semakin serius tingkat rasa takut terhadap penolakan, dan semakin kecil kemungkinan untuk tidak menyetujui kelompok karena anggota aktif HIMASRI enggan disebut sebagai orang yang menyimpang. Kesepakatan mengarah pada tekanan pendapat kelompok yang ada (dalam hal ini adalah HIMASRI), karena memiliki tekanan kuat sehingga individu (dalam hal ini anggota aktif HIMASRI) harus setia dan menyamakan pendapatnya dengan pendapat kelompok (Sears dalam Baron dan Byrne, 2005). Kesepakatan itu dapat terjalin melalui adanya kepercayaan

10 10 para anggota aktif HIMASRI dengan aturan atau tujuan kelompok dan juga melalui adanya persamaan pendapat dalam HIMASRI serta melalui menghindari adanya perbedaan pendapat dengan anggota HIMASRI lainnya karena dianggap menyimpang. Ketaatan adalah tekanan atau tuntutan kelompok acuan (HIMASRI), pada individu (anggota aktif HIMASRI) membuatnya rela melakukan tindakan apapun meskipun individu tidak menginginkannya (Sears dalam Baron dan Byrne, 2005). Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga. Ketaatan dalam HIMASRI dapat muncul dari adanya hukuman berupa pengasingan atau pengucilan oleh anggota kelompok lainnya dan juga karena adanya harapan dari sesama anggota aktif HIMASRI. Anggota aktif HIMASRI dapat mentaati tuntutan dari kelompok karena anggota aktif lainnya berharap agar dirinya bertindak sesuai dengan aturan yang ada. Tiga aspek ini menentukan konformitas yang ada pada anggota HIMASRI. Tujuan dari konformitas berdasarkan ketiga aspek ini akan mengarah pada salah satu dari dua tipe konformitas yang ada. Tipe konformitas yang dimaksudkan adalah Normative Social Influence dan Informational Social Influence (Baron dan Byrne, 2005). Normative Social Influence adalah konformitas yang didasarkan pada keinginan anggota aktif HIMASRI untuk disukai dan diterima oleh kelompok dengan tujuan menghindari penolakan dan mendapatkan penerimaan. Normative Social Influence didasari oleh beberapa hal, antara lain keinginan untuk disukai, rasa takut terhadap penolakan, dan melakukan apa yang dianggap pantas oleh anggota kelompok lain. Informational Social Influence adalah konformitas yang didasarkan pada keinginan anggota HIMASRI untuk menjadi benar menurut kelompoknya, dalam hal ini HIMASRI, (Baron dan Byrne, 2005). Informational Social Influence didasari oleh beberapa hal, antara lain opini dan tindakan anggota HIMASRI lain dijadikan acuan untuk berperilaku dan

11 11 berpendapat, bergantung pada anggota HIMASRI lainnya sebagai sumber informasi, terjadi saat seseorang merasa tidak pasti mengenai apa yang tepat untuk dilakukan dalam situasi dan berperilaku sebagaimana anggota HIMASRI lainnya agar merasa benar. Ketiga aspek dalam konformitas dapat mengarahkan anggota aktif HIMASRI, untuk memiliki salah satu dari dua tipe konformitas yang ada. Pada saat kekompakan yang ada pada anggota aktif lebih berpusat pada melaksanakan suatu kegiatan karena anggota aktif lainnya bertindak demikian, maka hal ini lebih mengarah pada Informational Social Influence. Anggota aktif HIMASRI yang turut serta dalam suatu kegiatan kelompok dan berusaha untuk menyesuaikan diri dalam kegiatan tersebut guna menjadi dekat dengan anggota aktif lainnya mengarahkan anggota aktif terkait pada tipe konformitas Normative Social Influence. Kesepakatan anggota aktif HIMASRI yang didasari dengan tujuan untuk menyamakan pendapat dirinya dengan anggota aktif lainnya dapat membentuk tipe konformitas Informational Social Influence. Normative Social Influence dapat terbentuk pada anggota aktif HIMASRI bila dirinya sepakat terhadap suatu pendapat atau tujuan HIMASRI dikarenakan anggota aktif tersebut percaya dan meyakini pendapat atau tujuan HIMASRI. Ketaatan anggota aktif HIMASRI dapat mempengaruhi pembentukan tipe konformitas yang ada pada dirinya. Anggota aktif HIMASRI yang menaati aturan dan kebiasaan yang berlaku dalam HIMASRI hanya karena ingin menghindari hukuman-hukuman yang ada seperti pengucilan dan pengasingan dari kelompok dapat mengarahkan anggota aktif tersebut pada tipe Informational Social Influence. Anggota aktif HIMASRI yang mengikuti aturan kelompok dikarenakan untuk memenuhi harapan atau permintaan langsung dari anggota aktif kelompok lainnya mengarahkan pembentukan tipe konformitas Normative Social Influence. Tipe konformitas yang muncul dipengaruhi oleh 2 faktor. Faktor berpengaruh pada konformitas ada dua yaitu: kohesivitas dan norma sosial (Baron dan Byrne, 2005).

12 12 Kohesivitas merupakan derajat ketertarikan yang dimiliki oleh individu terhadap suatu kelompok. Bila anggota aktif HIMASRI memiliki ketertarikan yang besar terhadap kelompok, maka keinginan untuk bergabung dengan kelompok tersebut akan lebih besar mengarah pada tipe Normative Social Influence dibandingkan Informational Social Influence. Hal ini dikarenakan keinginan dari pribadi anggota aktif untuk bergabung sepenuhnya dengan HIMASRI, bukan karena hanya ingin dianggap benar oleh anggota aktif kelompok lainnya. Norma sosial merupakan norma yang ada pada suatu kelompok (Baron dan Byrne, 2005). Terdapat dua jenis norma sosial yaitu norma sosial deskriptif dan norma sosial injungtif. Norma sosial deskriptif merupakan norma yang berlaku di dalam komunitas HIMASRI yang mendeskripsikan hal-hal yang sebagian besar anggota lakukan dalam sebuah situasi tertentu, dalam hal ini seperti himbauan untuk berpartisipasi di dalam acara perayaan ulangtahun setiap anggota komunitas, dan perayaan lainnya yang tidak termasuk ke dalam daftar kegiatan tetap di HIMASRI. Norma injungtif atau perintah menetapkan apa yang harus dilakukan (tingkah laku yang diterima atau tidak diterima dalam situasi tertentu) oleh anggota HIMASRI, dalam hal ini seperti kegiatan futsal, perayaan keagamaan. Ketika norma injungtif lebih banyak dihayati oleh para anggota HIMASRI, kemungkinan untuk terbentuknya tipe Informational Social Influence akan membesar. Sebaliknya, jika norma deskriptif lebih banyak dihayati oleh para anggota HIMASRI, maka kemungkinan terbentuknya tipe Normative Social Influence akan lebih besar pada anggota HIMASRI. Pemaparan sebelumnya dapat dirangkum dalam bentuk bagan sebagai berikut

13 13 Faktor yang memengaruhi Konformitas: Kohesivitas Anggota Aktif HIMASRI Norma sosial KONFORMITAS Informational Social Influence Karakteristik Remaja: Usia 18-20tahun Aspek: Kekompakan Kesepakatan Normative Social Influence Ketaatan Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran 1.6 Asumsi Penelitian - Anggota aktif HIMASRI memiliki konformitas. - Konformitas anggota aktif dapat terlihat dari tiga aspek yaitu kekompakan, kesepakatan dan kepatuhan - Konformitas pada HIMASRI terbagi menjadi dua tipe yaitu Normative Social Influence dan Informational Social Influence.

14 14 - Tipe konformitas pada anggota HIMASRI dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kohesivitas dan norma sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah remaja. Remaja memiliki karakteristik tersendiri yang unik, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun jumlah mahasiswa di Indonesia cenderung meningkat. Latief (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat dimana remaja menghabiskan sebagian waktunya. Remaja berada di sekolah dari pukul tujuh pagi sampai pukul tiga sore, bahkan sampai

Lebih terperinci

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penulisan ini menggunakan teori Konformitas (Robert A. Baron dan Donn Byrne, 2005) untuk mengetahui gambaran yang jelas mengenai tipe konformitas pada mahasiswa yang menjadi anggota komunitas di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin besarnya kebutuhan akan tenaga kerja profesional di bidangnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

Lebih terperinci

Abstrak. i Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. i Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian ini bertujuan memeroleh gambaran tipe konformitas pada anggota aktif GPA-PL. Teori yang digunakan adalah teori tipe konformitas yang dikemukakan oleh Baron dan Byrne (2005). Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia, tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia, tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia, tentang karakteristik, perilaku dan permasalahan yang berkaitan dengan abnormalitas, sosial, budaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa ini sering disebut juga masa peralihan atau masa pencari jati diri. Remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perguruan tinggi saat ini menjadi incaran para siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di Indonesia menjadikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia yang didapatkan lewat sekolah. Setiap orang yang bersekolah harus

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO Astrid Oktaria Audra Siregar 15010113140084 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang menempuh pendidikan tinggi di sebuah perguruan tinggi. Dalam mahasiswa terdapat beberapa golongan remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh semua orang atau anggota masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang menjadi salah satu tempat dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang menjadi salah satu tempat dalam pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang menjadi salah satu tempat dalam pelaksanaan pendidikan untuk mencapai tujuan yang optimal. Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Hidup Hedonis 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).

Lebih terperinci

KONFORMITAS. Konformitas dan Norma SoSial. Konformitas dan Penelitian Solomon Asch. Pengaruh Sosial dan Kontrol Pribadi (bag 1) Halaman 1

KONFORMITAS. Konformitas dan Norma SoSial. Konformitas dan Penelitian Solomon Asch. Pengaruh Sosial dan Kontrol Pribadi (bag 1) Halaman 1 1 KONFORMITAS dan Norma SoSial adalah Suatu jenis pengaruh sosial di mana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada. dan Norma Sosial Tekanan untuk melakukan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang mampu menciptakan makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan suatu cara, model, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa tahap perkembangan. Keseluruhan tahap perkembangan itu merupakan proses yang berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu aspek utama yang memiliki peranan penting dalam mempersiapkan sekaligus membentuk generasi muda. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa perkembangan dimana manusia berada pada rentan umur 12 hingga 21 tahun. Masa transisi dari kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tahap perkembangan remaja, kebanyakan mereka tidak lagi mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan yang akan dilakukan. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang menempati strata paling

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang menempati strata paling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang menempati strata paling tinggi dalam dunia pendidikan di Indonesia bahkan di dunia. Maka, tidak heran ketika mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi, ekonomi-industri, sosial budaya dan bidang lainnya. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. informasi, ekonomi-industri, sosial budaya dan bidang lainnya. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini banyak hal yang berubah, perubahan terjadi di dalam berbagai bidang, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi informasi, ekonomi-industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang sifatnya karena tuntutan gengsi semata dan bukan menurut tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Setiap manusia berinteraksi membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktifitasnya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masalah sumber daya tersebut tidak bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masalah sumber daya tersebut tidak bisa BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah sumber daya manusia menjadi salah satu permasalahan paling penting bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masalah sumber daya tersebut tidak bisa terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang berarti pertumbuhan menuju kedewasaan. Dalam kehidupan seseorang, masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita serta mencapai peran sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa menerima pendidikan di sekolah formal untuk mendapatkan bekal yang akan berguna dalam kehidupannya kelak. Sudah menjadi tugas siswa untuk belajar dan menimba

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang membedakan individu satu dengan individu lain dalam persoalan gaya hidup.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang membedakan individu satu dengan individu lain dalam persoalan gaya hidup. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gaya hidup selalu mengalami perubahan seiring perkembangan zaman. Kehidupan yang semakin modern membawa manusia pada pola perilaku yang unik, yang membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial yang membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai makhluk sosial, individu

Lebih terperinci

2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS

2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu penyelenggara pendidikan formal yang bertujuan untuk mempersiapkan dan mengasah keterampilan para siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permainan bola voli di Indonesia merupakan salah satu cabang olahraga yang banyak digemari masyarakat, karena dapat dilakukan oleh anak-anak hingga orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat sekarang ini permasalahan remaja adalah masalah yang banyak di bicarakan oleh para ahli, seperti para ahli sosiologi, kriminologi, dan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bidang yang penting dan perlu mendapatkan perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, kecerdasan dan keterampilan manusia lebih terasah dan teruji dalam menghadapi dinamika kehidupan

Lebih terperinci

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga sosial yang memiliki peranan penting dalam mengembangkan pendidikan di dalam masyarakat. Sekolah sebagai organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja juga merupakan priode yang penting, dimana pada masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja juga merupakan priode yang penting, dimana pada masa remaja A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN Masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat. Masa remaja juga merupakan priode yang penting, dimana pada masa remaja sebagai masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan olahraga sepak bola dan bulutangkis. Peminat olahraga hoki

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan olahraga sepak bola dan bulutangkis. Peminat olahraga hoki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Olahraga hoki merupakan salah satu cabang permainan bola kecil yang dapat dimainkan baik oleh pria maupun wanita. Cabang olahraga hoki mulai berkembang di sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang begitu pesat, baik secara fisik, psikologis, dan sosial. Secara sosial, perkembangan ini

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan konformitas teman sebaya dengan konsep diri terhadap kenakalan remaja di Jakarta Selatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh siswa di Madrasah Aliyah (MA) Almaarif Singosari-Malang,

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh siswa di Madrasah Aliyah (MA) Almaarif Singosari-Malang, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seluruh siswa di Madrasah Aliyah (MA) Almaarif Singosari-Malang, sebagaimana siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) pada umumnya, akan melalui proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai harapan serta cita-cita sendiri yang ingin dicapai. Mencapai suatu cita-cita idealnya memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam setiap kehidupan sosial terdapat individu-individu yang memiliki kecenderungan berperilaku menyimpang dalam arti perilakunya tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif

I. PENDAHULUAN. adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia baik sebagai individu maupun makhluk sosial, selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan tersebut berupa: 1) Kebutuhan utama, menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya MEA di tahun 2016 dimana orang-orang dengan kewarganegaraan asing dapat bekerja

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu hal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan. Pemerintah berusaha untuk mewujudkan pendidikan yang kedepan diharapkan muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal dan keberadaannya disadari sebagai sebuah realita di dalam masyarakat dan menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial Penyesuaian sosial adalah sebagai keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya. Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi merambah di semua kalangan. Merokok sudah menjadi kebiasaan di

BAB I PENDAHULUAN. tetapi merambah di semua kalangan. Merokok sudah menjadi kebiasaan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini merokok menjadi gaya hidup seseorang tidak hanya di perkotaan tetapi merambah di semua kalangan. Merokok sudah menjadi kebiasaan di masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu terdekat ini kemajuan disegala aspek kehidupan menuntut masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah media penghantar individu untuk menuju masa depan yang lebih baik. Pendidikan merupakan salah satu solusi atau upaya yang dibuat agar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sangat cepat. Seiring dengan perkembangan zaman, siswa selaku peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sangat cepat. Seiring dengan perkembangan zaman, siswa selaku peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan saat ini mengalami perkembangan dan perubahan yang sangat cepat. Seiring dengan perkembangan zaman, siswa selaku peserta didik dituntut untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia disebut juga sebagai makhluk holistik, yaitu bisa berfungsi sebagai makhluk individual, makhluk sosial, dan juga makhluk religi. Manusia sebagai makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Santri, sebagaimana dia seorang remaja, mengalami periode transisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Santri, sebagaimana dia seorang remaja, mengalami periode transisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Santri, sebagaimana dia seorang remaja, mengalami periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia di dunia ini dimana manusia memiliki akal, pikiran, dan perasaan. Manusia bukanlah makhluk individual yang

Lebih terperinci

sendiri seperti mengikuti adanya sebuah kursus suatu lembaga atau kegiatan

sendiri seperti mengikuti adanya sebuah kursus suatu lembaga atau kegiatan BAB I PENDAHULUAN Pendidikan adalah salah satu cara yang digunakan agar sesorang mendapatkan berbagai macam ilmu. Pendidikan dapat diperoleh secara formal maupun informal. Pendidikan secara formal seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang individu dapat dikatakan menginjak masa dewasa awal ketika mencapai usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perekonomian, perindustrian, dan pendidikan. yang diambil seseorang sangat erat kaitannya dengan pekerjaan nantinya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perekonomian, perindustrian, dan pendidikan. yang diambil seseorang sangat erat kaitannya dengan pekerjaan nantinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin bertambah, teknologi semakin canggih, serta ilmu pengetahuan semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan dan salah satunya adalah permasalahan sosial. Masalah sosial selalu dijadikan topik pembicaraan di kalangan masyarakat

Lebih terperinci