KAJIAN DISINFESTASI LALAT BUAH DENGAN PERLAKUAN UAP PANAS (VAPOR HEAT TREATMENT) PADA MANGGA GEDONG GINCU OLEH ELPODESY MARLISA F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN DISINFESTASI LALAT BUAH DENGAN PERLAKUAN UAP PANAS (VAPOR HEAT TREATMENT) PADA MANGGA GEDONG GINCU OLEH ELPODESY MARLISA F"

Transkripsi

1 KAJIAN DISINFESTASI LALAT BUAH DENGAN PERLAKUAN UAP PANAS (VAPOR HEAT TREATMENT) PADA MANGGA GEDONG GINCU OLEH ELPODESY MARLISA F PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCAPANEN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

2 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Kajian Disinfestasi Lalat Buah Dengan Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat Treatment) Pada Mangga Gedong Gincu adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Desember 2007 ELPODESY MARLISA F

3 RINGKASAN ELPODESY MARLISA. Kajian Disinfestasi Lalat Buah dengan Perlakuan Uap Panas (vapor heat treatment) pada Mangga Gedong Gincu. Dibimbing oleh: ROKHANI HASBULLAH dan DADANG. Mangga gedong gincu merupakan salah satu jenis buah andalan ekspor Indonesia. Salah satu kendala ekspor yang dihadapi diantaranya tingginya serangan hama/lalat buah sehingga mengakibatkan banyak buah tidak lolos dalam proses karantina. Beberapa teknologi karantina yang biasa digunakan diantaranya adalah perlakuan dingin (cold treatment), iradiasi, fumigasi dan perlakuan panas. Keefektifan metode perlakuan dingin dalam mengendalikan hama pascapanen tergantung pada rendahnya suhu yang digunakan dan lamanya waktu aplikasi. Metode ini menjadi kurang efektif karena beberapa buah tidak tahan pada suhu yang terlalu rendah dan dalam waktu yang lama. Metode iradiasi hingga saat ini belum dapat diterima konsumen secara luas karena faktor keamanannya masih diragukan. Sementara metode fumigasi (seperti menggunakan etilen bromida) yang telah diterapkan secara luas di seluruh dunia, diketahui menyisakan residu yang tidak aman bagi kesehatan manusia, selain itu juga merusak lapisan ozon. Oleh karena itu metode perlakuan panas menjadi afternatif utama untuk proses disinfestasi. Beberapa perlakuan panas yang biasa digunakan antara lain dengan menggunakan air panas (hot water treatment, HWT), uap panas (vapor heat treatment, VHT) dan udara panas (hot air treatment, HAT) (Lurie, 1998). Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mempelajari proses disinfestasi lalat buah pada mangga gedong gincu menggunakan metode VHT. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan tingkat mortalitas fase telur lalat buah pada beberapa suhu dan lama pemanasan yang berbeda dan mengamati daur hidup lalat buah (Bactrocera dorsalis); (2) mengkaji pengaruh perlakuan panas dan pelilinan terhadap mutu buah mangga gedong gincu dan (3) menentukan suhu dan waktu optimum dalam proses perlakuan uap panas pada mangga gedong gincu. Penelitian dilaksanakan pada bulan April Agustus 2007 di Laboratorium AP4, TPPHP, dan LBP, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bahan utama yang digunakan adalah mangga gedong gincu dan telur lalat buah (B. dorsalis). Mangga diperoleh dari petani mangga di daerah Cirebon, Jawa Barat dan telur lalat buah diperoleh dari pembiakan di laboratorium. Peralatan yang digunakan adalah VHT chamber, hybrid recorder, chromameter Minolta CR-200, rheometer model CR-300, gas analyzer Shimadzu, refraktometer, kurungan kayu dan lainlain. Penelitian tahap pertama adalah mengetahui tingkat mortalitas telur lalat buah, dengan merendam telur lalat buah pada air panas bersuhu 40, 43, 46 dan 49 o C selama 30 menit dan pada suhu 46 o C selama 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 menit. Penelitian tahap kedua adalah mempelajari pengaruh VHT dan pelilinan terhadap mutu mangga gedong gincu. Tahap ini meliputi penentuan waktu kondisioning, yakni waktu yang dibutuhkan hingga suhu pusat mangga mencapai 46,5 o C. VHT diaplikasikan selama 10, 20 dan 30 menit dan kontrol kemudian dilakukan pelilinan dengan lilin lebah dengan konsentrasi 6%. Pengamatan perubahan mutu setelah VHT dan pelilinan dilakukan setiap 4 hari sekali selama 28 hari masa simpan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mortalitas lalat buah B. dorsalis mencapai 100% pada pemanasan selama 30 menit untuk suhu diatas 43 o C,

4 sedangkan pada suhu 46 o C tercapai pada pemanasan minimal selama 10 menit. Selama masa simpan laju konsumsi O 2 mengalami peningkatan pada masa klimakterik (hari ke-6 dan 7). Laju konsumsi O 2 terbesar adalah 63,7 ml O 2 /kg.jam (VHT 30 menit tanpa pelilinan) dan 56,2 ml O 2 /kg.jam (VHT 10 menit dengan pelilinan). Susut bobot mengalami peningkatan selama masa simpan, pada hari simpan terakhir susut bobot tertinggi 20,1% (kontrol dengan pelilinan) dan 27,8% (VHT 10 menit tanpa pelilinan). Sementara kekerasan mangga gedong selama penyimpanan mengalami penurunan, nilai kekerasan tertinggi pada akhir masa simpan adalah 0,49 kg/mm (kontrol dengan pelilinan) dan 0,46 kg/mm (VHT 20 menit tanpa pelilinan). Warna mangga gedong mengalami perubahan dari hijau ke kuning, ini menandai terjadinya proses pematangan. Kadar air dan nilai total padatan terlarut mengalami perubahan yang fluktuatif selama penyimpanan. Vitamin C mengalami peningkatan selama penyimpanan. Pada hari simpan ke-24, kandungan vitamin C tertinggi adalah adalah 36,03 mg/100g (VHT 10 menit dengan pelilinan) dan 33,40 mg/100g (VHT 10 menit tanpa pelilinan). Proses VHT pada mangga gedong gincu memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada laju respirasi, dan total populasi cendawan dan tidak berpengaruh nyata pada susut bobot, kekerasan, warna, total padatan terlarut, kadar air dan vitamin C serta hasil uji organoleptik. Pemberian lilin memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju respirasi, susut bobot dan total populasi cendawan dan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai kekerasan, warna, total padatan terlarut, kadar air dan vitamin C serta hasil uji organoleptik. Interaksi antara perlakuan pelilinan dengan lama VHT memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju respirasi, susut bobot, penurunan kekerasan, perubahan nilai total padatan terlarut, kadar air dan total populasi cendawan dan tidak berbeda nyata terhadap warna, vitamin C serta hasil uji organoleptik. Perlakuan VHT selama menit pada suhu 46,5 o C cukup efektif dalam membunuh telur lalat buah yang terinfestasi di dalam mangga dan apabila diikuti dengan pelilinan mampu mempertahankan mutu mangga gedong gincu selama 28 hari penyimpanan. Namun demikian perlu diteliti pengkombinasian perlakuan VHT dengan perlakuan yang dapat menghambat serangan penyakit mangga selama penyimpanan seperti penggunaan asap cair atau bahan kimia alami lainnya yang diijinkan. Sementara untuk memperpanjang masa simpan buah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut seperti penggunaan penyerap etilen, pengemasan dengan atmosfer termodifikasi (MAP) atau penyimpanan atmosfer terkontrol (CAS)

5 ABSTRACT ELPODESY MARLISA. Study on The Fruit Fly Disinfestation using Vapor Heat Treatment on Gedong Gincu Mango. Under supervisors of ROKHANI HASBULLAH and DADANG. Export of Indonesian fruits is constrained by very tight quarantine regulations. Fruits are attacked by Tephritidae fruit flies such as Bactrocera dorsalis. To be accepted by importing market, fruits must be treated to kill fruit fly eggs inside the fruit. Since the prohibition of chemical method for insect disinfestation processes such as ethylene dibromide in 1984, heat treatment method was developed as quarantine technology. One of the heat treatment methods is vapor heat treatment (VHT). The objectives of this research were to study mortality of fruit fly (Bactrocera dorsalis) and to study the responses of VHT on quality of gedong gincu mango. Fruit fly mortality due to heat has been investigated by immersing fruit fly eggs into heated water at temperatures 40, 43, 46 and 49 o C for 30 minutes and then at temperature 46 o C for 5, 10, 15, 20, 25 and 30 minutes. Gedong gincu mangoes were treated at temperature 46.5 o C for 10, 20, 30 minutes and control then followed by waxing treatment. The results showed that mortality has been achieved 100% at temperature more than 43 o C for 30 minutes and at temperature 46 o C for more than 10 minutes. The results show that VHT has significantly influenced the fruit respiration rates and fungi population although without adversely affecting to the fruit quality and there were no significant change in the fruit weight loss, hardness, color, soluble solid content, water content, vitamin C and organoleptic test. VHT at temperature 46.5 o C for 20 up to 30 minutes were effective to kill fruit flies inside mangoes and VHT combined by waxing treatment were able to maintaining mango quality during storage. Keywords: fruit fly, disinfestation, vapor heat treatment, mango

6 Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Mengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 KAJIAN DISINFESTASI LALAT BUAH DENGAN PERLAKUAN UAP PANAS (VAPOR HEAT TREATMENT) PADA MANGGA GEDONG GINCU Oleh ELPODESY MARLISA TESIS Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pascapanen SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

8 Judul Tesis Nama NRP : Kajian Disinfestasi Lalat Buah dengan Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat Treatment) Pada Mangga Gedong Gincu : Elpodesy Marlisa : F Disetujui Komisi Pembimbing: Dr. Ir. Rokhani Hasbullah. M.Si Ketua Dr. Ir. Dadang, M.Sc Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen, Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal ujian: 19 Desember 2007 Tanggal Lulus: 18 Januari 2008

9 PRAKATA Alhamdulilah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rezki, nikmat, kesempatan serta karunianya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan baik. Segala hambatan teknis maupun non teknis yang dihadapi pada masa penelitian dan penyusunan tesis ini telah menjadi pengalaman dan merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi penulis. Oleh karena itu ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M. Si dan Dr. Ir. Dadang, M. Sc sebagai komisi pembimbing yang telah memberikan arahan, koreksi dan masukan mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian serta penyusunan tesis ini. 2. Dr. Ir. Lilik Pujantoro EN, M. Agr, yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi dan memberikan masukan untuk perbaikan tesis ini. 3. Dr. Ir. I Wayang Budiastra, M. Agr, selaku ketua program studi Teknologi Pascapanen, seluruh staf pengajar di program studi Teknologi Pascapanen, yang telah mengajar dan mendidik penulis selama masa perkuliahan. Selain itu rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada para teknisi yang telah membantu penulis selama masa penelitian. 4. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada Papa dan Mama, atas segala pengorbanan mereka hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan hingga ke jenjang master ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna, oleh karena itu saran dan masukan sangat diharapkan. Namun demikian penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, Desember 2007 ELPODESY MARLISA

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 12 Desember 1981 sebagai anak sulung dari pasangan Drs. Mardias Ibrahim dan Dra. Lismar Mahmud. Tahun 2000 penulis menamatkan SMAN I Lubuk Basung dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, dan lulus pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke program pascasarjana IPB pada tahun 2005 di Program Studi Teknologi Pascapanen, Fakultas Teknologi Pertanian.

11 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Botani Tanaman Mangga... 4 B. Karakteristik Buah Mangga Gedong Gincu... 5 C. Respirasi... 7 D. Penanganan Pascapanen Mangga... 9 E. Hama dan Penyakit Pascapanen Mangga F. Perlakuan Karantina G. Vapor Heat Treatment III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat B. Bahan C. Metode IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Daur Hidup Oriental Fruit Fly B. Mortalitas Lalat Buah C. Pengaruh Perlakuan Panas dan Pelilinan Terhadap Mutu Buah.. 50 D. Uji Verifikasi dan Proses Disinfestasi Lalat Buah yang Optimum. 70 V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN i

12 DAFTAR TABEL Tabel 1. Karakteristik keunggulan mangga gedong gincu dibandingkan mangga arumanis... 6 Tabel 2. Karakteristik fisik dan kimiawi beberapa varietas mangga... 7 Tabel 3. Komposisi gizi beberapa jenis mangga per 100g... 7 Tabel 4. Umur petik optimal beberapa varietas mangga Tabel 5. Syarat mutu mangga Tabel 6. Syarat mutu mangga gedong gincu untuk ekspor Tabel 7. Perbandingan umur simpan beberapa buah-buahan Tabel 8. Komposisi gas optimum yang direkomendasikan untuk buah-buahan Tabel 9. Pematangan buah mangga dengan berbagai bahan pemicu pematangan Tabel 10. Dosis radiasi minimum untuk berbagai lalat buah Tabel 11. Pedoman karantina dengan perlakuan panas pada mangga yang akan diekspor ke Jepang Tabel 12. Hasil pengujian mortalitas telur lalat buah oriental fruit fly pada berbagai suhu selama 30 menit Tabel 13. Hasil pegujian mortalitas telur lalat buah oriental fruit fly pada suhu 46 o C dengan berbagai lama perlakuan Tabel 14. Total populasi cendawan pada mangga gedong gincu di hari penyimpanan ke Tabel 15. Total populasi cendawan pada mangga gedong gincu di hari penyimpanan ke Tabel 16. Optimalisasi VHT dan pelilinan terhadap parameter mutu mangga gedong gincu ii

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Mangga gedong gincu... 5 Gambar 2. Diagram alir proses pascapanen mangga untuk ekspor... 9 Gambar 3. Oriental fruit fly (Bactrocera dorsalis) Gambar 4. Hubungan antara suhu dan lama perlakuan yang layak untuk proses karantina produk hortikultura Gambar 5. Diagram alir proses pembiakan lalat buah Gambar 6. Proses pembiakan lalat buah Gambar 7. Diagram alir pengujian mortalitas Gambar 8. Proses uji mortalitas Gambar 9. Penentuan waktu kondisioning Gambar 10. Diagram alir VHT Gambar 11. Proses VHT pada mangga Gambar 12. Munsell color chart Gambar 13. Daur hidup oriental fruit fly Gambar 14. Perkembangan suhu hasil pengukuran selama proses VHT Gambar 15. Sebaran suhu hasil ukur dan hasil duga selama proses VHT Gambar 16. Laju konsumsi O 2 selama penyimpanan Gambar 17. Laju konsumsi O 2 mangga gedong pada hari ke Gambar 18. Laju produksi CO 2 selama penyimpanan Gambar 19. Laju konsumsi CO 2 mangga gedong pada hari ke Gambar 20. Peningkatan susut bobot mangga selama penyimpanan Gambar 21. Nilai susut bobot manga gedong pada hari ke Gambar 22. Penurunan kekerasan mangga selama penyimpanan Gambar 23. Nilai kekerasan mangga gedong pada hari ke Gambar 24. Perubahan warna (nilai a) selama penyimpanan Gambar 25. Perubahan warna (nilai b) selama penyimpanan Gambar 26. Warna mangga hari simpan ke-0 pada Munsell chart Gambar 27. Warna mangga hari simpan ke-12 pada Munsell chart Gambar 28. Perubahan total padatan terlarut selama penyimpanan Gambar 29. Total padatan terlarut pada hari ke Gambar 30. Perubahan kadar air selama penyimpanan Gambar 31. Kadar air mangga gedong hari ke Gambar 32. Peningkatan kandungan vitamin C selama peyimpanan iii

14 Gambar 33. Penyakit antraknosa (A) dan stem end rot (B) Gambar 34. Identifikasi cendawan pada hari simpan ke Gambar 35. Skor uji organoleptik pada hari ke Gambar 36. Hasil uji verifikasi Gambar 37. Kondisi mangga pada hari penyimpanan ke Gambar 38. Kondisi mangga pada hari penyimpanan ke iv

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kondisi mangga gedong gincu pada hari penyimpanan ke Lampiran 2. Kondisi mangga gedong gincu pada hari peyimpanan ke Lampiran 3. Penetrasi panas selama proses VHT pada mangga gedong gincu Lampiran 4. Hasil uji mortalitas telur oriental fruit fly pada berbagai suhu selama 30 menit Lampiran 5. Hasil uji mortalitas telur oriental fruit fly pada suhu 46 o C dengan beberapa lama perlakuan Lampiran 6. Hasil running SAS untuk model matematika logistik Lampiran 7. Sidik ragam laju konsumsi O 2 mangga gedong gincu selama penyimpanan Lampiran 8. Sidik ragam laju produksi CO 2 mangga gedong gincu selama penyimpanan Lampiran 9. Sidik ragam peningkatan susut bobot mangga gedong gincu selama penyimpanan Lampiran 10. Sidik ragam penurunan kekerasan mangga gedong gincu selama penyimpanan Lampiran 11. Sidik ragam perubahan warna (a) mangga gedong gincu selama penyimpanan Lampiran 12. Sidik ragam perubahan warna (b) mangga gedong gincu selama penyimpanan Lampiran 13. Sidik ragam perubahan total padatan terlarut mangga gedong gincu selama penyimpanan Lampiran 14. Sidik ragam perubahan kadar air mangga gedong gincu selama penyimpanan Lampiran 15. Sidik ragam perubahan vitamin C mangga gedong gincu selama penyimpanan Lampiran 16. Hasil uji statistik Orgenoleptik pada hari ke Lampiran 17. Uji lanjut Duncan peningkatan susut bobot mangga gedong gincu selama penyimpanan Lampiran 18. Uji lanjut Duncan penurunan kekerasan mangga gedong gincu selama penyimpanan Lampiran 19. Uji lanjut Duncan perubahan warna (nilai b) mangga gedong gincu selama penyimpanan Lampiran 20. Uji lanjut Duncan perubahan warna (nilai a) mangga gedong gincu selama penyimpanan Lampiran 21. Uji lanjut Duncan perubahan total padatan terlarut mangga gedong gincu selama penyimpanan v

16 Lampiran 22. Uji lanjut Duncan perubahan kadar air mangga gedong gincu selama penyimpanan Lampiran 23. Uji lanjut Duncan perubahan vitamin C mangga gedong gincu selama penyimpanan vi

17 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas hortikultura Indonesia sangat potensial untuk diekspor, mengingat banyaknya jumlah dan ragam jenis hortikultura yang dapat tumbuh di Indonesia seperti mangga, pisang, jeruk, pepaya dan nenas. Mangga (Mangifera indica) merupakan salah satu produk hortikultura penting yang berperan sebagai sumber vitamin dan mineral, sumber pendapatan dan lapangan kerja serta salah satu penghasil devisa negara. Mangga gedong gincu adalah salah satu buah yang menjadi andalan ekspor, karena dapat diterima dengan baik di pasar dengan harga jual cukup tinggi. Pangsa ekspor mangga dari Indonesia terutama adalah negara-negara Timur Tengah dan Asia Timur. Pada tahun 2004 jumlah impor tertinggi dilakukan oleh negara Hongkong sebanyak 32,196 ton, kemudian Singapura mengimpor 24,966 ton dan Malaysia mengimpor sebanyak 11,389 ton. Pengimporan mangga pada tahun 2005 mengalami peningkatan, dengan pengimporan terbesar dilakukan oleh negara Saudi Arabia sebanyak 205,772 ton, lalu Uni Emirat Arab sebanyak 186,753 ton dan Singapura sebesar 141,482 ton (Deptan, 2007a). Produktivitas mangga di Indonesia dari tahun ke tahun berfluktuasi, produksi pada tahun 2004 adalah sebesar ton, pada tahun 2005 menurun menjadi ton, dan tahun 2006 sebesar ton (Deptan, 2007b). Beberapa kendala ekspor yang dihadapi diantaranya adalah tingginya serangan lalat buah yang menyebabkan buah tidak lolos dalam proses karantina. Sekitar 78 spesies Dacus spp. ditemukan di Indonesia dan menyerang sekitar 75% buah-buahan seperti mangga, belimbing, nenas, semangka, mentimun, jeruk, dan durian (Sutrisno, 1991). Kerugian yang ditimbulkan oleh lalat buah ini mencapai 10-30% bahkan pada populasi tinggi kerusakan yang ditimbulkannya mencapai 100% (Deptan, 2003). Dalam pasar domestik, buah yang terinfestasi lalat buah selain mendatangkan kerugian karena menurunnya mutu, juga memberi andil yang cukup besar dalam penyebaran hama dan penyakit buahbuahan di tanah air sehingga sulit untuk dikendalikan. Oleh karena itu buah-buah yang akan diekspor harus dikarantina terlebih dahulu di negara asalnya untuk menjamin tidak terjadinya penyebaran hama penyakit di negara tujuan ekspor. Penguasaan teknologi karantina terutama dalam proses disinfestasi hama dan penyakit menjadi kebutuhan mendasar bagi negara penghasil buah-buahan - 1 -

18 tropika seperti Indonesia. Teknologi karantina belum banyak dikembangkan di Indonesia meskipun buah-buahan dan sayuran Indonesia berpotensi untuk dipasarkan di pasar internasional. Beberapa teknologi karantina yang biasa digunakan diantaranya adalah perlakuan dingin (cold treatment), iradiasi, fumigasi dan perlakuan panas. Keefektifan perlakuan dingin dalam mengendalikan lalat buah tergantung pada rendahnya suhu yang digunakan dan lamanya waktu aplikasi. Hal ini menjadi kurang efektif karena beberapa buah terutama buah-buahan tropis tidak tahan pada suhu udara yang terlalu rendah dan dalam waktu yang lama, sehingga mengalami kerusakan dingin (chiling injury). Sedangkan metode iradiasi hingga saat ini belum dapat diterima konsumen secara luas karena faktor keamanannya yang masih diragukan. Sementara metode fumigasi yang telah diterapkan secara luas di seluruh dunia, diketahui menyisakan residu yang tidak aman bagi kesehatan manusia, selain itu juga beberapa bahan fumigasi dapat merusak lapisan ozon. Penggunaan metode perlakuan panas pada buah-buahan dan sayuran sangat berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Beberapa metode yang biasanya digunakan adalah hot water treatment (HWT), hot air treatment (HAT), dan vapor heat treatment (VHT). Kelebihan metode VHT dibandingkan metode perlakuan panas yang lainnya adalah dapat memperkecil resiko kerusakan akibat panas, sehingga mencegah terjadinya penurunan mutu. B. Tujuan Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari proses disinfestasi lalat buah pada mangga gedong gincu menggunakan metode VHT. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengamati daur hidup lalat buah dan menentukan tingkat mortalitas fase telur lalat buah pada beberapa suhu dan lama pemanasan. (2) Mengkaji pengaruh perlakuan panas dan pelilinan terhadap mutu buah mangga gedong gincu (3) Menentukan suhu dan waktu optimum dalam proses perlakuan uap panas pada mangga gedong gincu - 2 -

19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Mangga Mangga merupakan tanaman pendatang yang berasal dari India, kemudian menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Tinggi pohon mangga dapat mencapai m, dengan diameter tajuk 7-15 m. Faktor suhu, kelembaban, air dan ketinggian tempat sangat mempengaruhi produktivitasnya. Broto (2003) menyatakan bahwa tanaman mangga dapat hidup baik di dataran rendah sampai ketinggian 500 dpl. Kemiringan tanah tidak boleh lebih dari 15º. Tipe iklimnya kering, curah hujan mm/tahun dan tingkat penyinaran 50-80%. Kondisi bulan kering yang diperlukan mangga adalah 4-8 bulan/tahun. Tanah yang cocok untuk budidaya mangga adalah tanah lempung berpasir dan tanaman ini tahan terhadap kekeringan. Derajat keasaman tanah (ph tanah) ideal untuk tanaman mangga adalah 5,5-6,0 dan suhu udara optimum o C. Suhu udara yang rendah dapat merangsang pembungaan namun tidak baik untuk perkembangan buahnya (Sunarjono, 1998). Menurut Surachmat (1985), mangga gedong gincu temasuk: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Sapindales Famili : Anacardiaceae Genus : Mangifera Spesies : Mangifera indica L. Tanaman mangga berbuah bersamaan dengan musim kemarau. Tanaman mangga akan berbunga 1-1,5 bulan sesudah kemarau dimulai dan buah matang 3-4 bulan kemudian. Bila musim kemaraunya kering hasil produksi akan lebih baik, sehingga daerah dengan musim kering yang panjang baik digunakan untuk berkebun mangga. Untung (1999) mengemukakan bahwa mangga arumanis dan manalagi merupakan kultivar mangga yang cocok tumbuh pada kondisi kering. Sementara kultivar mangga yang tahan terhadap kondisi basah adalah seperti gedong gincu dan indramayu

20 Buah mangga berukuran relatif besar, bentuknya bulat sampai lonjong, bijinya gepeng dibungkus oleh daging yang tebal dan lunak serta enak dimakan. Mangga tersusun atas 11-18% kulit, 14-22% daging dan 60-75% biji (Verheij dan Coronel, 1997). Produksi mangga antara buah per pohon tergantung varietas, umur, tempat tumbuh, dan kondisi iklim. Umumnya tanaman mangga dapat dipanen pada bulan September sampai Desember. Satuhu (1999) menyatakan bahwa musim mangga di Indonesia pada bulan Agustus sampai Desember untuk mangga arumanis, golek dan manalagi, sedangkan Juni dan Juli untuk mangga gedong gincu. B. Karakteristik Buah Mangga Gedong Gincu Jenis mangga gedong ada dua macam yaitu mangga gedong biasa dan mangga gedong gincu (Gambar 1). Mangga gedong biasa berbentuk bulat, letak tangkai di tengah, pangkal buah miring, sedikit berlekuk, pucuk buah bulat dan sedikit pecah. Berat rata-rata 300 g dan berukuran 9,4 cm x 7,4 cm x 6,1 cm. Kulit buah tebal, halus, berlilin, bintik-bintik agak jarang dan berwarna putih kehijauan. Warna daging buah masak kuning jingga. Daging buah tebal, kenyal, berserat halus sekali, kandungan air banyak, beraroma harum dan khas, serta rasanya manis segar. Gambar 1. Mangga gedong gincu

21 Bijinya besar berukuran 7,9 cm x 4,5 cm x 2,3 cm dan sebagian biji berserat pendek (Satuhu, 1999). Buah mangga gedong gincu memiliki warna daging merah kekuningan. Bentuk buah hampir bulat dengan panjang 10 cm dan lebarnya 8 cm. Bobot buah rata-rata g dan kulit tipis serta halus. Daging buah tebal, berwarna kuning kemerahan, berserat, beraroma harum dan rasanya manis (Satuhu, 1999). Mangga gedong gincu mempunyai keunggulan dibandingkan mangga gedong biasa ataupun mangga lainnya, karena mangga ini memiliki aroma lebih tajam, kulit buah berwarna merah menyala (disukai konsumen luar negeri). Pada Tabel 1 ditampilkan beberapa keunggulan mangga gedong gincu dibandingkan mangga arumanis. Tabel 1. Karakteristik keunggulan mangga gedong gincu dibandingkan mangga arumanis Karakteristik buah Mangga gedong gincu Mangga arumanis Bentuk buah Bulat Jorong berparuh sedikit dan pucuk runcing Warna pangkal buah Warna Pucuk buah Merah keunguan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kebiruan Aroma buah Harum menyengat kuat Harum Rasa buah Manis Manis Bobot buah g 450 g (Sumber: Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2004). Keunggulan yang dimiliki gedong gincu menyebabkan mangga ini diminati oleh kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas dan konsumen luar negeri. Rachmiyanti (2006) melaporkan harga jual mangga gedong gincu berfluktuasi, dimana supply buah berlebih maka harga akan rendah, begitu pula sebaliknya dimana supply buah sedikit maka harga jual tinggi. Harga jual mangga gedong gincu di petani saat musim panen yaitu sekitar Rp 6.000/kg, yang terjadi pada pertengahan bulan Desember, sedangkan harga jual petani tertinggi pada bulan September Oktober berkisar antara Rp /kg. Pada kondisi supply stabil harga mangga berkisar antara Rp /kg ditingkat petani. Buah mangga mengandung nutrisi yang cukup tinggi sehingga baik untuk dikonsumsi dengan komposisi nutrisi yang berbeda-beda tergantung varietasnya. Selama mengalami pematangan, beberapa varietas mangga mengalami - 5 -

22 perubahan fisiko-kimia seperti yang tertera pada Tabel 2 sementara pada Tabel 3 ditampilkan komposisi gizi beberapa varietas mangga. Tabel 2. Karakteristik fisik dan kimiawi beberapa varietas mangga matang Jenis mangga Kandungan Gedong Arumanis Cengkir Total padatan terlarut ( o brix) 16,0-7,8 14,8-16,6 13,0-15,0 Total asam (%) 0,12-0,49 0,22-0,56 0,26-0,88 Total gula (g/100g) 14,80 11,40 11,50 Zat pati (g/100g) 8,80 7,40 7,60 Vit. C (g/100g) 36,2-96,2 22,0-46,9 37,8-58,2 Kadar air (%) ±82,9 ±81,1 ±84,3 (Sumber: Sabari, 1989). Tabel 3. Komposisi gizi beberapa jenis mangga per 100g Jenis mangga Kandungan Gedong Indramayu Arumanis Energi (kal) Protein (g) 0,7 0,8 0,4 Lemak (g) 0,2 0,2 0,2 Karbohidrat (g) 11,2 18,7 11,9 Kalsium (g) 13,0 13,0 15,0 Fosfor (mg) 10,0 10,0 9,0 Besi (mg) 0,2 1,9 0.2 Vit. A (RE) Vit. C (mg) 9,0 16,0 6,0 Vit. B1 (mg) 0,08 0,06 0,08 Air (g) 87,4 80,2 86,6 (Sumber: Direktorat Gizi, 1981). C. Respirasi Mangga masih melakukan proses respirasi dan transpirasi setelah dipetik (Soesarsono, 1998). Proses respirasi dan transpirasi sepenuhnya tergantung pada kandungan bahan dan kelembaban komoditas tersebut (Wills et al., 1981). Menurut Pantastico (1986), laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk mengetahui daya simpan sayur dan buah setelah panen. Semangkin tinggi laju respirasi, semakin pendek umur simpan. Respirasi memerlukan oksigen untuk pembakaran senyawa makromolekul seperti karbohidrat, lemak, protein yang menghasilkan CO 2 dan - 6 -

23 H 2 O serta sejumlah energi (Winarno dan Aman, 1981). Selama proses respirasi terjadi perubahan fisik, kimia, dan biologi misalnya proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan, pengurangan keasaman, pelunakan daging buah dan pengurangan bobot. Bila proses respirasi berlanjut terus, buah dan sayuran akan mengalami kelayuan dan akhirnya terjadi pembusukan yang ditandai dengan hilangnya zat gizi dan faktor mutu buah tersebut. Respirasi yang merupakan pembongkaran oksidatif bahan-bahan komplek, yang terdapat di dalam sel menjadi molekul yang sederhana, disamping terbentuknya energi dan juga dihasilkan molekul lain yang dapat digunakan sel untuk reaksi sintesa (Wills et al., 1981). Umumnya respirasi aerob pada buah tropis digambarkan dengan reaksi berikut: C 6 H 12 O 6 + 6O 2 6CO 2 + 6H 2 O + 678kal Ryall dan Pentzer (1982) menyatakan bahwa tiap buah yang berbeda mempunyai kecepatan dan pola respirasi yang berbeda pula sesuai dengan jenis dan tingkat kedewasaan buah (maturation). Berdasarkan pola respirasinya, buah dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu buah klimakterik dan non klimakterik. Buah-buahan klimakterik menurut Pantastico (1986) adalah buah yang mengalami kenaikan produksi CO 2 secara mendadak, kemudian mengalami penurunan yang cepat. Demikian juga menurut Haard (1976), buah-buahan yang mengalami kenaikan dalam respirasi digolongkan ke dalam buah-buahan klimakterik. Klimakterik sedikit banyak berhubungan dengan perubahan flavour, tekstur, warna yang erat hubungannya dengan kematangan buah. Biale dan Young (1981) menambahkan bahwa peningkatan laju respirasi pada buah klimakterik terjadi pada akhir fase kemasakan, sedang pada buah non klimakterik tidak terjadi peningkatan laju respirasi pada akhir fase pemasakan. Buah mangga termasuk buah-buahan klimakterik sehingga walaupun dipanen masih muda, akan matang dalam masa pemeraman. Untuk menghasilkan buah dengan mutu yang baik, buah harus dipanen dengan tingkat ketuaan yang cukup, buah yang dipetik sebelum umur petik optimal, setelah matang akan mempunyai rasa buah yang hambar dan kurang enak serta warna buah yang tidak menarik, tampak kusam dan tidak cerah. Menurut Krishnamurthy (1973), respirasi buah mangga mencapai puncaknya 2-5 hari setelah pemanenan pada saat buah masih keras dan berwarna hijau atau saat permulaan terjadinya perubahan warna. Pada periode-periode selanjutnya kecepatan respirasi akan - 7 -

24 menurun. Laju respirasi buah mangga dapat dibagi menjadi 4 periode yaitu, praklimakterik, klimakterik, puncak klimakterik dan periode kelayuan atau senescene. Menurut Phan et al. (1986) laju respirasi buah dan sayuran dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yang mempengaruhi respirasi adalah tinggkat perkembangan, ukuran produk, jenis jaringan dan lapisan alamiah seperti lilin, ketebalan kulit dan sebagainya. Sementara faktor luar yang mempengaruhi adalah suhu, konsentrasi gas CO 2 dan O 2 yang tersedia, zat-zat pengatur tumbuh, dan kerusakan yang ada pada buah. D. Penanganan Pascapanen Mangga Penanganan pascapanen yang tepat diperlukan untuk mengurangi susut dan mempertahankan mutu buah-buahan setelah dipanen. Penanganan pascapanen perlu dilakukan segera semenjak buah itu dipanen, diimbangi dengan penerapan teknologi dengan memperhatikan nilai ekonomi komoditas (Budiastra dan Purwadaria, 1993). Setyadjid dan Sjaifullah (1992) menyatakan kerusakan pascapanen buah mangga diperkirakan mencapai 30%. Kerusakan pascapanen disebabkan karena perlakuan pascapanen yang tidak tepat misalnya: teknik pemanenan yang kurang tepat, sortasi yang tidak baik, pengemasan dan pengepakan, pengangkutan dan penyimpanan yang kurang diperhatikan serta adanya serangan hama dan penyakit. Panen Mutu I Sortasi dan pencucian Pemutuan/grading Pelilinan Tidak layak jual Pasaran dalam negeri (Mutu II, III dan IV) Labeling & Pengemasan Penyimpanan Pematangan buatan Gambar 2. Diagram alir proses pascapanen mangga untuk ekspor

25 1. Panen Pemanenan merupakan kegiatan pascapanen untuk mengumpulkan buah secepat mungkin dari lahan pertanaman pada tingkat ketuaan yang tepat (Broto, 1993). Untuk menghasilkan mangga dengan mutu yang baik, pemanenan buah mangga harus dilakukan pada saat yang tepat dan dengan cara yang baik dan tepat. Tingkat ketuaan buah dapat didasarkan kepada umur buah, bentuk buah, tangkai buah, lapisan lilin dan lentisel pada permukaan kulit buah. Umur buah (Tabel 4) ditentukan dan dihitung mulai bunga mekar. Tabel 4. Umur petik optimal beberapa varietas mangga Varietas Umur petik (hari) Gedong gincu Arumanis Golek Manalagi (Sumber: Satuhu, 1999). Permasalahan yang sering dihadapi dalam pengusahaan buah mangga adalah sulitnya menentukan tingkat ketuaan buah mangga yang tepat untuk dipetik (Haryati, 1991). Padahal pemanenan yang dilakukan akan mempengaruhi mutu buah yang dihasilkan, sehingga tingkat ketuaan sewaktu panen merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi mutu buah mangga. Pemanenan biasanya dilakukan secara manual dengan memanjat pohon mangga, atau menggunakan galah yang diberi jaring diujungnya agar buah mangga tidak terhempas ke tanah. Bila pemanenan buah menggunakan gunting, setidaknya 10 cm dari tangkai harus dipertahankan. Dengan demikian getah yang sangat lekat dan mudah mengalir pada buah mangga yang baru dipetik, tidak akan mengotori buah. Buah mangga, khususnya varietas berwarna hijau di Indonesia, banyak sekali mengalirkan lateks atau getah dari tangkai yang baru dipotong. 2. Sortasi dan Pencucian Sortasi dan pemutuan merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan setelah panen yang umumnya dikerjakan di bangsal pengemasan. Tujuan sortasi dalam pascapanen mangga adalah untuk memisahkan buah yang layak dan tidak layak untuk dipasarkan. Disamping itu sortasi juga dilakukan untuk memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah atau pasar

26 Dengan demikian sortasi merupakan kegiatan yang menentukan keberhasilan buah agar tetap bermutu baik hingga sampai ke tangan konsumen (Broto, 1993). Setelah sortasi dilakukan buah mangga dicuci terlebih dahulu untuk membersihkan kotoran dan sisa getah yang masih menempel pada permukaan kulit buah. Pencucian biasanya dilakukan dengan meletakkan mangga pada konveyor yang melewati semprotan air selama lebih kurang 20 menit. Pencucian dilakukan dengan hati-hati agar getah terbuang dan tidak mengalir pada kulit buah, bahkan pada mangga kensington pekerja harus menggunakan sarung tangan agar getah tidak merusak kulit. Penambahan detergen atau cairan pembersih seperti klorin biasanya sering dilakukan pada berbagai packing house. 3. Pemutuan Pemutuan dilakukan untuk memisahkan produk berdasarkan mutu yaitu, warna, bentuk, berat, tekstur, dan kebebasan buah dari kotoran atau bahan asing (Budiastra dan Purwadaria, 1993). Mangga Gedong gincu dapat diklasifikasikan berdasarkan beratnya. Mangga dikatakan besar jika beratnya > 250g, sedang jika beratnya g, kecil jika beratnya g, dan sangat kecil jika beratnya g. Keseragaman kualitas dapat diperoleh dengan menerapkan standar mutu produk. Menurut Dirjen Bina Produksi Hortikultura (2004) standar mutu yang berlaku sacara nasional adalah menurut Standar Nasional Indonesia, SNI (Tabel 5), dimana syarat mutu minimal dan tingkat toleransi kriteria mutu mangga yang masih diperbolehkan untuk dipasarkan yaitu: (1) buah mangga yang utuh, tidak terbelah atau terkelupas, (2) kekerasan buah cukup, (3) penampakan segar, (4) keadaan baik, tidak busuk, layak dikonsumsi, (5) bersih dan bebas dari benda asing, (6) bebas dari bercak atau noda hitam pada permukaan kulit, (7) bebas dari tanda-tanda memar, (8) bebas dari kerusakan yang disebabkan oleh hama penyakit, (9) bebas dari bau dan rasa asing, (10) tingkat perkembangan buah cukup dan menjamin tercapainya proses pematangan yang sempurna

27 Tabel 5. Syarat mutu mangga Karakteristik Mutu I Mutu II Keseragaman varietas Seragam Seragam Tingkat ketuaan Tua tapi tidak matang Tua agak matang Kekerasan Keras Cukup keras Keseragaman ukuran Seragam Kurang seragam Mangga cacat, % maks 0 0 Kadar kotoran Bebas Bebas Mangga busuk, % maks 0 0 Panjang tangkai, maks 1 cm 1 cm (Sumber: SNI ). Beberapa syarat mutu yang harus dipenuhi oleh mangga untuk tujuan ekspor (Tabel 6) adalah: permukaan kulit mulus (tidak berbintik, tidak berlubang, tidak ada warna hitam pada pangkal buah, tidak ada noda scab ), bebas dari luka (luka mekanis atau mikrobiologis), bebas dari penyakit pascapanen dan bentuk normal. Beberapa syarat mutu tambahan untuk mangga yang akan diekspor yaitu matang fisiologis, kolorisasi kuning 30-50%, tingkat kematangan merata, berat dan ukuran seragam berdasarkan varietasnya. Tabel 6. Syarat mutu mangga gedong untuk ekspor Karakteristik Mutu I Mutu II Mutu III Mutu IV Mutu V Mutu VI Permukaan kulit 100% mulus 100% mulus 100% mulus 100% mulus 100% mulus 100% mulus Persen cacat Penyakit Bebas Bebas Bebas Bebas Bebas Bebas pascapanen Bentuk Normal Normal Normal Normal Normal Normal Berat buah (g) > 350 g (Sumber: Satuhu, 1999). 4. Pelilinan Pelapisan lilin terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran befungsi sebagai pelindung terhadap hilangnya air dari komoditi dan mengatur kebutuhan oksigen untuk respiras untuk menekan respirasi dan transpirasi sehingga komoditi tersebut memiliki umur simpan yang lebih lama dan nilai jualnya dapat dipertahankan. Roosmani (1975) menyatakan bahwa konsentrasi emulsi lilin tertentu dapat memperpanjang masa simpan beberapa komoditas hortikultura

28 Pemberian lapisan lilin cukup penting, khususnya bila terdapat luka-luka atau goresan kecil pada permukaan buah. Kerusakan-kerusakan tersebut dapat ditutupi oleh lapisan lilin. Dalam pelilinan diupayakan agar pori-pori kulit buah tidak tertutupi sama sekali untuk mencegah kondisi anaerob di dalam buah, yang dapat mengakibatkan terjadinya fermentasi sehingga mempercepat kebusukan (Akamine et al., 1986). Lapisan lilin yang digunakan umumnya menggunakan lilin lebah yang dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4-12%, dengan syarat lilin tersebut tidak mempengaruhi bau dan flavor dari komoditas yang akan dilapisi, mudah kering, tidak lengket, mudah diperoleh, tidak bersifat racun dan murah harganya. Lilin alami yang komersial diantaranya adalah lilin lebah (hasil sekresi dari lebah madu), karnauba (dari pohon palem) dan spermaceti (dari kepala ikan paus). Akamine et al. (1986) menyatakan dalam pembuatan emulsi lilin tidak boleh menggunakan air sadah karena garam-garam yang terkandung dalam air tersebut dapat merusak emulsi lilin. Pemberian lilin dapat dilakukan dengan teknik pembusaan, penyemprotan, pencelupan, dan pengolesan. Pelapisan lilin sebaiknya dilakukan menggunakan mesin untuk menghasilkan pelapisan yang merata. Pelilinan terhadap buah jeruk segar pertamakali dikenal sejak abad oleh bangsa Cina. Pelapisan lilin pada saat itu tanpa memperhatikan adanya efek-efek respirasi dan tranpirasi sehingga lapisan lilin yang terbentuk terlalu tebal, mengakibatkan respirasi anaerob dan menghasilkan jeruk yang masam dan busuk. Roosmani (1975) melakukan percobaan menggunakan mangga indramayu, apel malang, jeruk siam dan tomat varietas money maker menggunakan emulsi lilin yang mengandung 6, 8 dan 9 % solid untuk mengetahui pengaruh pelilinan terhadap hortikultura di Indonesia (Tabel 7). Tabel 7. Perbandingan umur simpan beberapa buah-buahan Daya simpan (hari) Jenis buah Tanpa pelilinan Dengan pelilinan Apel malang Jeruk siam Mangga indramayu 6 12 Tomat (Sumber: Roosmani, 1975)

29 Pada buah mangga pelilinan juga biasa diterapkan, berdasarkan SPO mangga arumanis dijelaskan bahwa untuk membuat emulsi lilin standar 12 % terlebih dahulu diperlukan lilin lebah 120 g, asam oleat 20 g, triethanol amin 40 g dan air panas 820 cc. Lilin dipanaskan dalam panci sampai mencair, kemudian dimasukkan dalam blender. Selanjutnya dituang sedikit demi sedikit asam oleat, triethanolamin dan air panas, larutan diblender kurang lebih dari 2-5 menit agar tercampur dengan sempurna kemudian emulsi lilin didinginkan. Emulsi lilin dapat digunakan setelah proses pendinginan selesai dilaksanakan. Berdasarkan pengetahuan ini dan sesuai dengan kemajuan teknologi maka pelilinan terhadap berbagai komoditas hortikultura terus berkembang. Menurut Roosmani (1975) emulsi lilin optimum untuk buah mangga adalah pada konsentrasi 6%. 5. Pengemasan Pengemasan hortikultura adalah salah satu usaha untuk menempatkan komoditas segar ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat sehingga menjaga supaya mutunya tetap atau hanya mengalami penurunan mutu yang masih dapat diterima oleh konsumen sampai akhir dengan nilai pasar yang tetap tinggi. Tujuan pengemasan buah adalah: melindungi buah dari luka, memudahkan dalam pengelolaan suhu, mencegah kehilangan air, mempermudah dalam perlakuan khusus dan memberikan estetika yang menarik bagi konsumen (Broto, 1993). Pengemasan mempunyai peran yang cukup strategis dalam pemasaran produk, baik dari segi menjaga kualitas produk, penanganan selama transportasi maupun sebagai sebagai daya tarik bagi konsumen. Disamping itu pengemasan berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk agar mempunyai bentuk-bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Dari segi promosi, wadah atau pembungkus berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli. Karena itu, bentuk warna dan dekorasi dari kemasan perlu diperhatikan dalam perencanaannya. Berdasarkan bahan yang digunakan, kemasan transportasi untuk mangga umumnya terbuat dari keranjang bambu, keranjang plastik, peti kayu atau kotak karton. Kemasan konsumen umumnya dilakukan di tingkat pedagang eceran. Seperti halnya pada apel dan pear, buah mangga dilakukan pengemasan individual menggunakan kemasan jala busa dan kertas tipis

30 6. Penyimpanan Tujuan penyimpanan adalah untuk mempertahankan mutu produk sehingga masa simpannya dapat diperpanjang. Selain untuk memperpanjang daya guna mangga dan dalam keadaan tertentu dapat mempertahankan mutunya, menghindari banjirnya produk mangga dipasaran, menjaga ketersedian mangga sepanjang tahun sehingga dapat membantu pemasaran yang teratur sehingga meningkatkan keuntungan produsen. Penyimpanan dingin dapat mengurangi aktivitas respirasi dan metabolisme, proses penuaan karena adanya proses pematangan, pelunakan dan perubahan warna serta tekstur, kehilangan air dan pelayuan, kerusakan karena aktivitas mikroba (bakteri, kapang/cendawan dan khamir). Mangga yang akan disimpan hendaknya bebas dari lecet kulit, memar, busuk dan kerusakan lainnya. Memar dan kerusakan mekanis bukan hanya menyebabkan bentuk dan rupa produk menjadi kurang menarik, tetapi juga memberikan kesempatan bagi organisme pembusuk untuk masuk dan merusak bahan. Sehingga produk tersebut akan mengalami lebih banyak dan lebih cepat busuk, serta menyebabkan kehilangan air. Buah yang memar akan mengalami penyusutan empat kali lebih besar dari pada buah yang utuh. Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka penting dijaga agar suhu ruang penyimpanan relatif tetap. Jika kelembaban rendah maka akan terjadi pelayuan atau pengkeriputan dan jika terlalu tinggi akan merangsang proses pembusukan, terutama apabila ada variasi suhu dalam ruangan. Kelembaban nisbi antara 85-90% diperlukan untuk menghindari pelayuan dan pelunakan pada beberapa jenis sayuran. Beberapa produk bahkan memerlukan kelembaban sekitar 90-95%. Kelembaban udara dalam ruangan pendinginan dapat dipertinggi antara lain dengan cara menyemprot lantai dengan air. Kelembaban yang tepat akan menjamin tingkat keamanan bahan yang disimpan terhadap pertumbuhan mikroba. Selain itu dibutukan sirkulasi udara yang cepat terutama pada waktu bahan baru dimasukkan, untuk menghilangkan panas lapang. Setelah panas lapangan dihilangkan dari bahan, maka kecepatan sirkulasi udara tidak perlu terlalu besar. Sirkulasi udara diperlukan secukupnya untuk membuang panas yang berasal dari hasil respirasi atau panas yang masuk dari luar. Selama penyimpanan diperlukan suhu yang tepat karena ada kemungkinan komoditi mengalami kerusakan akibat suhu rendah (chiling injury)

31 Buah-buahan tropika pada umumnya sensitif pada suhu dingin (Kays, 1991). Chiling injury adalah kerusakan karena penyimpanan di bawah suhu optimum yang dicirikan oleh bintik-bintik hitam atau coklat pada kulit buah, pembentukan warna kulit yang tidak sempurna dan pematangan yang tidak normal. Kays (1991) menerangkan bahwa suhu chiling injury pada mangga adalah o C. Apandi (1984) menerangkan bahwa suhu 7-13 o C adalah suhu chiling injury untuk penyimpanan mangga, sedangkan Broto (2003) menerangkan bahwa suhu chiling injury untuk penyimpanan mangga adalah 5-20 o C dan untuk mencegah terjadinya chiling injury pada penyimpanan mangga gedong yang disimpan pada suhu 10 o C, diperlukan adaptasi selama sehari pada suhu 15 o C. USDA (1968) mempublikasikan kisaran suhu untuk penyimpanan mangga adalah pada 13 o C selama 2-3 minggu. Satuhu (2000) menjelaskan bahwa mangga yang disimpan pada suhu o C dapat bertahan selama 22 hari. Menurut Pantastico (1986), lama penyimpanan pada suhu rendah untuk mangga tergantung varietasnya, yaitu 2,5 hingga 6 minggu. Mangga arumanis dapat simpan pada suhu kamar selama 14 hari (Yuniarti, 1980) dan selama 15 hari pada suhu 15 o C (Sahirman et al., 1994); mangga indramayu dapat disimpan selama 36 hari pada suhu 10 o C (Hadi, 1987) dan mangga cengkir dapat disimpan selama 15 hari pada suhu 10 o C (Pratikno dan Sosrodihardjo, 1989). Ratule (1999) menyimpulkan bahwa suhu 10 o C adalah suhu optimum penyimpanan mangga arumanis yang terolah minimal berlapis edibel dengan penyimpanan atmosfer terkontrol. Broto (2003) menerangkan bahwa mangga gedong dapat disimpan selama 4 minggu pada suhu 10 o C setelah sebelumnya dilakukan adaptasi penyimpanan pada suhu 15 o C selama sehari. Saat dikeluarkan dari ruang penyimpanan mangga tersebut masih dapat matang normal serta bermutu baik dalam waktu 2-3 hari pada suhu ruang (28-30 o C). Sakai et al. (1988) mengemukakan bahwa penyimpanan mangga dapat dilakukan pada 4 variasi suhu yang berbeda yaitu: penyimpanan pada suhu 9-10 o C, pematangan pada suhu o C; penyimpanan pada suhu 7 o C, pematangan pada suhu kamar; penyimpanan pada suhu 15-17,8 o C, pematangan pada suhu o C dan penyimpanan dan pematangan pada suhu dibawah 26,1 o C. Umumnya penyimpanan pada suhu 12 o C dengan RH 85-95% merupakan kondisi yang optimum untuk mangga (Kader, 1992). Penerapan teknologi lain seperti pelilinan, pengemasan dengan plastik film maupun pengaturan lingkungan atmosfir tidak memberikan hasil yang

32 memuaskan bila tanpa pendinginan. Penyimpanan dengan pengaturan lingkungan atmosfir dimaksudkan untuk memberikan kondisi atmosfir disekitar produk yang berbeda dengan kondisi atmosfir udara normal, biasanya dengan meningkatkan kandungan karbondioksida dan atau menurunkan kandungan oksigen. Kondisi atmosfir ini dapat menekan laju respirasi sehingga masa simpan dapat diperpanjang. Penyimpanan dengan teknik Modified Atmosphere Package (MAP) adalah penyimpanan dengan cara pengemasan menggunakan plastik film yang memiliki tingkat permeabilitas terhadap O 2 dan CO 2 tertentu sehingga menghasilkan konsentrasi gas di dalam kemasan (O 2 dan CO 2 ) sesuai yang direkomendasikan untuk produk yang dikemas (Tabel 8). Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan O 2 dan CO 2 dalam kemasan antara lain adalah faktor produk yang dikemas (varietas, berat, respirasi), faktor bahan pengemas (jenis film plastik, ketebalan, luas permukaan, nilai permeabilitas) dan faktor lingkungan (suhu dan kelembaban ruang penyimpan). Pada Controlled Atmosphere Storage (CAS), komposisi gas di dalam ruangan penyimpanan diatur secara terus-menerus dengan menambahkan atau mengurangi gas-gas tertentu sehingga diperoleh komposisi sesuai yang direkomendasikan untuk produk yang disimpan. Sedangkan pada hypobaric atmosphere, penyimpanan produk dilakukan pada tekanan rendah sehingga kandungan oksigen menjadi sangat terbatas. Tabel 8. Komposisi gas optimum yang direkomendasikan untuk buah-buahan Jenis buah Suhu Komposisi gas (%) Aplikasi secara simpan ( o C) O 2 CO 2 komersial Alpukat Terbatas Pisang Dikomersialkan Jeruk Tak komersial Mangga Terbatas Pepaya Tak komersial (Sumber: Kader, 1992). 7. Pematangan buatan Pematangan buatan dilakukan secara komersial untuk dapat memenuhi permintaan pasar akan buah yang masak optimum pada suatu periode yang

33 terjadwal, baik dalam mempercepat atau memperlambat proses pematangan buah tersebut. Beberapa keuntungan dari proses pematangan buatan ini adalah, warna yang seragam dan maksimal, memperkecil terjadinya pengeriputan karena jangka waktu buah menjadi matang dan siap dipasarkan lebih singkat, sehingga presentase kehilangan airnya lebih kecil, modal kembali lebih cepat karena pada saat yang ditentukan petani atau pedagang bisa menjual buah matang dari pada buah dibiarkan matang secara alami, memberikan keleluasaan pedagang besar atau pengencer dalam menjual buah matang yang dinginkan pembeli, mendapatkan keuntungan dari harga yang lebih tinggi pada awal, akhir atau luar musim mangga (Broto, 2003). Secara teoritik, pengontrolan pematangan buatan dilakukan dengan perlakuan suhu ruang penyimpanan pada suatu tingkat tertentu tanpa menimbulkan kerusakan pada buah-buahan tersebut. Suhu ruangan pematangan yang tinggi dapat mengakibatkan kelainan fisiologis pada buah. Buah yang diperam pada suhu tinggi akan berwarna kusam dan daging buah rusak. Sedang pada suhu rendah, pematangan akan berlangsung lama. Broto (2003) menyarankan suhu terbaik untuk proses pematangan adalah o C. Metode lain untuk mengontrol pematangan adalah dengan memberikan bahan kimia tertentu yang berefek fisiologis terhadap buah-buahan (Tabel 9). Sugiyono (1999) menerangkan bahan-bahan kimia yang mempercepat pematangan misalnya karbit, gas etilen, gas asetilen dan daun-daun yang banyak memproduksi etilen, misalnya daun gamal. Etilen adalah suatu senyawa hidrokarbon tak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas, tak berwarna dengan sedikit berbau manis, diproduksi secara alami sebagai hormon pematangan pada beberapa buah seperti mangga, pisang, pepaya dan sebagainya. Tabel 9. Pematangan buah mangga dengan berbagai bahan pemicu pematangan Varietas Bahan pemicu Takaran dan cara Hasil Arumanis Karbit 0,6 g/kg buah Matang 3 hari lebih awal Cengkir Asetilen 500 ppm, 24 jam Matang 3 hari lebih awal Asetaldehida 5%, direndam 10 detik Matang 3 hari lebih awal Gedong Asetilen 500 ppm, degreening Matang 2 hari lebih awal Etanol 10, direndam 10 detik Matang 3 hari lebih awal Etilen 50 ppm, degreening Matang 4 hari lebih awal (Sumber: Broto, 2003)

34 Dengan kelembaban tinggi, konsentrasi optimal untuk pematangan mangga gedong menggunakan etilen, dan asetilen secara terus menerus pada suhu kamar masing-masing sebesar 50 ppm dan 500 ppm. Sementara mangga cengkir juga memerlukan 500 ppm asetilen. Seymor dan Tucker (1993) menerangkan bahwa konsentrasi dan waktu pemberian etilen adalah khas untuk setiap jenis buah. Penggunaan 100 ppm etilen selama jam pada suhu 20 o C untuk menyeragamkan masaknya mangga. Penggunaan gas asetilen dari kalsium karbida juga dapat diaplikasikan pada ruangan tertutup selama 24 jam dan suhu o C dengan RH 90-95% serta konsentrasi gas ppm (0,001-0,01%) etilen dan 1000 ppm asetilen (Kader, 1992) Buah mangga yang telah tua dapat masak pada suhu C dan kelembaban 85-90%. Pada proses masaknya buah khlorofil (warna hijau) berkurang dan terjadi pembentukan antosianin dan karotenoida dalam kulit dan daging. Etilen dapat digunakan untuk mempercepat dan lebih menyeragamkan masaknya buah (100 ppm etilen selama jam pada suhu 20 o C). Menjadikan buah masak dapat dilakukan di tempat pengangkutan bila waktu transit kurang dari 5 hari atau di tempat penerimaan bila waktu transit lebih dari 5 hari. Selain itu pematangan juga dapat ditunda untuk memperpanjang masa simpan buah, dilakukan dengan melakukan penyerapan etilen menggunakan ethylene absorber. Pantastico (1986) menyatakan bahwa pengeluaran C 2 H 4 secara paksa dengan menggunakan kemasan hampa udara menyebabkan terhambatnya pematangan yang cukup lama. Hal ini membuktikan bahwa penghisapan sebagian besar C 2 H 4 dari dalam buah dapat mengurangi kadar etilen tersebut sampai tingkat fisiologi tidak aktif. Scott et al. (1968) mengembangkan bahan yang lebih praktis, yaitu kalium permanganat (KMnO 4 ) pada vermikulit untuk menyerap etilen. Menurut Abeles (1973), etilen dapat dioksidasi dengan KMnO 4 dan merubahnya menjadi bentuk etilen glikol dan Mangan dioksida. KMnO 4 bersifat tidak mudah menguap sehingga dapat disimpan bersama buah tanpa menimbulkan kerusakan. E. Hama dan Penyakit Pascapanen Mangga Lalat buah yang menyerang buah mangga di Indonesia termasuk ke dalam spesies Bactrocera dorsalis atau dikenal dengan nama Oriental fruit fly

35 Lalat buah termasuk ke dalam filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo Diptera, sub Ordo Cyclorrhapha dan famili Tephritidae (Trypetidae) (Borror, 1981). Di Indonesia telah diketahui sekitar lima genus lalat buah dari sekitar 12 genus yang ada, kelimanya adalah Anastrepha, Bactrocera, Ceratitis, Rhagolestis dan Dacus (Nugroho, 1997). Pada beberapa jenis buah-buahan lalat buah dianggap sebagai hama utama (White dan Elson, 1992). Mediteranian fruit fly (Ceratitis capitata), Oriental fruit fly (Bactrocera dorsalis), Queensland fruit fly (Bactocera tryoni), melon fly (Bactrocera curcubitae), codling moth (Cydia pomonella) adalah hama yang sangat merugikan dan negara yang diketahui memiliki jenis-jenis hama ini tidak diijinkan melakukan impor buah-buah yang menjadi inang hama ini ke Jepang (Plant Protection Division, 1997). Betina Jantan Gambar 3. Oriental fruit fly (Bactrocera dorsalis). Oriental fruit fly adalah salah satu lalat buah yang paling merugikan di Asia Timur dan pasifik dan menyerang bermacam-macam buah-buahan (Allwood et al., 1999 di dalam Hou et al., 2006). Lalat ini juga dalam pengawasan yang ketat oleh pemerintah sehubungan dengan besarnya kehilangan ekonomi yang disebabkan oleh spesies ini di banyak negara, hal ini juga menjadi pembatas utama dalam perdagangan dan perkembangan ekonomi (Aluja dan Liedo, 1993 di dalam Hou et al., 2006). Lalat buah mempunyai empat fase metamorfosis, yaitu telur, larva, pupa dan imago. Telur diletakkan di dalam atau di bawah kulit buah oleh lalat buah betina, tempat peletakannya ditandai oleh cekungan/titik kecil berwarna gelap pada komoditas yang terserang. Imago lalat buah meletakan telur antara 2-15 butir setiap periode. Setiap lalat betina mampu meletakan sekitar 800 butir telur

36 selama masa peletakan telur, telur tersebut akan menetas kira-kira dua hari setelah diletakkan oleh induknya (Nugroho, 1997). Bahkan menurut Pena dan Mohyuddin (1997) lalat betina Anastrepha fraterculus dapat meletakkan sebanyak telur dan B. Dorsalis sebanyak telur. Telur berwarna putih bening sampai kuning krem dan berubah menjadi lebih tua mendekati saat menetas. Bentuk dan ukuran telur bervariasi, tergantung spesiesnya. Pada umumnya telur berbentuk bulat panjang seperti pisang dengan ujung meruncing. Panjang telur lalat buah sekitar 1,2 mm dengan lebar 0,2 mm tergantung spesiesnya (White dan Elson-Haris, 1992). Fase larva merupakan fase yang merusak karena aktivitasnya dalam jaringan buah. Larva keluar dari telur yang diletakkan di dalam inang, daging inang dikoyak oleh larva dengan menggunakan alat pada mulutnya yang berupa kait tajam sambil mengeluarkan enzim perusak. Enzim tersebut berfungsi melunakan daging inang sehingga mudah dihisap dan dicerna mengakibatkan buah bewarna coklat dan tidak menarik serta terasa pahit atau bahkan rusak dan hancur. Enzim tersebut juga mempercepat pembusukan dan pada tahap selanjutnya mengeluarkan aroma kuat yang diduga berasal dari senyawa alkohol. Setelah melewati masa instar tiga lalat buah meninggalkan inangnya, dan dalam waktu yang tidak terlalu lama masuk ke dalam pori-pori tanah untuk menjadi pupa. Lalat buah melewati tiga instar dalam waktu 7-10 hari hingga membentuk pupa. Pupa (kepompong) lalat buah berada di dalam puparium yang berbentuk tong dan berwarna coklat tua. Perkembangan pupa membutuhkan waktu sekitar 18 hari dan lamanya dipengaruhi kondisi lingkungan. Setelah proses metamorposis selesai lalat buah dewasa keluar dari permukaan tanah, mereka mengeraskan sayapnya terlebih dahulu sebelum terbang (Smith, 1989 di dalam Hou et al., 2006). Hou et al. (2006) melaporkan bahwa pupa tidak ditemukan pada permukaan tanah dengan kelembaban 0-70%, dan lebih dari 50% pupa ditemukan pada permukaan tanah dengan kelembaban 80, 90, dan 100%. Kebanyakan larva menjadi pupa di kedalaman 4 cm dari permukaan tanah, larva bergerak ke kedalaman lebih dari 4 cm pada tanah yang menerima terlalu banyak atau terlalu sedikit air. Lalat buah dewasa muncul paling cepat pada tingkat kelembaban tanah 30% dan muncul paling lama pada tanah dengan tingkat kelembaban 70%

37 Penyakit pascapanen pada mangga dapat dibedakan berdasarkan waktu terjadinya infeksi patogen, yaitu penyakit yang disebabkan patogen yang menginfeksi buah saat buah telah dipanen dan yang menginfeksi sejak buah masih di pohon yang gejalanya kemudian berkembang saat buah dalam penyimpanan (Yulianingsih, 1995). Cendawan merupakan salah satu mikroba penyebab penyakit pascapanen pada buah-buahan sehingga mempercepat terjadinya penurunan mutu. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Wills et al. (1981), cendawan dan bakteri dapat menyebabkan penyakit pascapanen buah dan sayur. Dodd et al. (1997) menyatakan bahwa antraknosa merupakan penyakit pascapanen utama pada mangga di seluruh dunia, yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum gloeosporioides, dimana perkembangannya berkaitan erat dengan curah hujan sewaktu di lapangan. Penyakit ini dapat menyerang daun, bunga dan buah. Pada buah terlihat gejala khas yaitu bercakbercak hitam pada bagian kulit yang sedikit demi sedikit melekuk dan bersatu dan daging buah membusuk. Selain itu salah satu penyakit yang sering ditemui adalah busuk pangkal buah (stem end rot). Penyakit ini dapat disebabkan oleh beberapa cendawan seperti Lasiodiplodia theobromae, Dothiorella dominicana, Pestalotiopsis mangiferae. Buah yang terinfeksi, terdapat bercak yang pada awalnya terjadi di sekitar ujung tangkai buah. Bercak berwarna gelap kemudian berubah menjadi bercak coklat kehitaman, berbatas tidak teratur. Pada kondisi lembab pembusukan buah terjadi sangat cepat, dalam waktu 2-3 hari seluruh kulit buah menjadi busuk, daging buah berwarna coklat tua, lunak dan mengandung cairan berwarna gelap. F. Perlakuan Karantina Untuk memenuhi aturan perdagangan dengan negara pengimpor dan untuk menghambat penyebarluasan hama dan penyakit, maka prosedur karantina dalam kegiatan ekspor-impor mutlak diperlukan. Perlakuan karantina bertujuan untuk mematikan semua fase serangga, mulai dari telur sampai serangga dewasa yang mungkin ada. Berdasarkan media yang digunakan untuk mengendalikan infestasi serangga, perlakuan karantina dapat dikelompokan menjadi 3 macam, yakni perlakuan kimia menggunakan fumigan seperti fungisida, insektisida dan lain-lain; perlakuan fisik seperti penggunaan temperatur (tinggi atau rendah), penggunaan efek gelombang frekwensi tinggi, iradiasi dan lain-lain; dan kombinasi antara perlakuan kima dan fisik. Metode

38 metode tersebut digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis spesies hama tanaman dan tumbuhan berdasarkan standar dan aturan dari setiap negara yang menggunakannya. Secara umum semua metode-metode tersebut cukup memuaskan jika diaplikasikan sesuai aturan. 1. Perlakuan Dingin (Cold treatment) Metode ini pada dasarnya diaplikasikan pada saat penyimpanan dengan temperatur yang rendah untuk mengendalikan serangga. Metode ini sudah mulai diterapkan sejak tahun 1900, dan telah lama diterapkan untuk mengontrol lalat buah. Keuntungan dari penggunaan teknologi ini adalah bisa diselaraskan sebagai penyimpanan dan kerusakan atau penurunan mutu produk cenderung lebih kecil dibandingkan penggunaan heat treatment dan prosedurnya lebih mudah dilakukan dan dikontrol. Penyimpanan dingin biasanya dilakukan pada suhu 10 o C hingga -2 o C. Penyimpanan pada temperatur dibawah suhu -18 o C disebut dengan penyimpanan beku. Sementara jika disimpan pada suhu diatas 10 o C disebut penyimpanan biasa. Sebagai metode disinfestasi pada buah dan sayuran, temperatur harus disesuaikan untuk menghindari kebekuan produk selama proses perlakuan. Titik beku untuk buah adalah o C dan untuk sayuran adalah pada suhu -0,5- -1 o C. Untuk menghemat waktu pengaplikasian temperatur 0 o C sering digunakan untuk membunuh serangga. Namun demikian keefektifan metode ini dalam mengontrol serangga sangat tergantung pada lamanya perlakuan, dan biaya operasinya cenderung mahal. Perlakuan dingin (cold treatment) tidak dapat diaplikasikan pada mangga karena mangga tidak toleran terhadap temperatur rendah yang dibutuhkan untuk disinfestasi. 2. Fumigasi Teknologi fumigasi sudah dikenal sejak lama dan telah diaplikasikan secara luas diberbagai negara di seluruh dunia. Fumigan yang digunakan diantaranya metil bromida, aluminum pospin, hidrogen sianida, karbondioksida dll. Fumigasi dilakukan pada ruang tertutup dengan dosis dan aturan tertentu dimana komoditas ditempatkan. Salah satu keunggulan fumigasi adalah dapat diaplikasikan pada komoditas dalam jumlah besar secara bersamaan sehingga dapat menghemat waktu. Metil bromida adalah salah satu fumigan yang sudah umum dipergunakan, karena dapat mengontrol berbagai spesies serangga secara efektif, tidak mudah meledak dan relatif aman digunakan. Selain itu juga dapat

39 diaplikasikan pada suhu rendah. Namun demikian metil bromida terbukti dapat merusak lapisan ozon. Selain itu residu yang ditinggalkannya pada komoditas yang difumigasi disinyalir berbahaya bagi kesehatan. Alumunium pospin umumnya digunakan untuk memfumigasi serangga di gudang-gudang penyimpanan biji-bijian. Bentuknya dapat berupa tablet atau tepung. Hidrogen sianida adalah gas fumigan yang biasa digunakan pada komoditas perishable seperti, buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga potong. Sementara itu karbondioksida tidak meninggalkan residu pada produk yang difumigasi. Selain itu cukup efektif untuk mengontrol beberapa hama pada gudang-gudang penyimpanan biji-bijian dengan waktu apikasi yang tidak terlalu lama. Namun fumigan ini tidak dapat mengontrol pupa serangga beras secara efektif. 3. Iradiasi Penggunaan radiasi dosis rendah dapat memperlambat pematangan buah-buahan, mengontrol cendawan serta dapat memperpanjang umur simpan. Pematangan pisang, pepaya dan mangga dapat ditunda dengan mengiradiasi dengan 0,25-1 kgy. Stroberi yang biasanya selalu diserang oleh cendawan Botritis dapat diperpanjang umur simpannya selama 14 hari dengan meradiasinya dengan 2-3 kgy dan kemudian disimpan pada suhu 10 o C. Iradiasi 0,15-0,3 kgy pada jeruk, mangga dan pepaya dapat mengontrol serangan lalat buah. Stroberi lebih tahan terhadap iradiasi dibandingkan buah-buahan lainnya, beberapa varietas dapat toleran hingga dosis 4 kgy. Pada tahun 1986, Food and Drug Administration (FDA) mengijinkan penerapan radiasi hingga 1 kgy (100 krad) pada buah dan sayuran. Dimana tujuanya adalah untuk memperpanjang masa simpan dan memperlambat proses pembusukan. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dosis 0,75 kgy dapat mensterilkan serangga dan dosis yang lebih besar dari 1 kgy dapat mengontrol pembusukan. Tahun 1996 United States Departement of Agriculture (USDA) dan Animal and Plan Health Inspection Service (APHIS) menyatakan iradiasi legal segai salah satu perlakuan karantina untuk mengontrol lalat buah. Kemudian ada tahun 1997 peraturannya dikeluarkan uleh USDA dan APHIS untuk mengiradiasi pepaya, carambola, dan litchi sebagai salah satu perlakuan pitosanitari

40 Tabel 10. Dosis radiasi minimum untuk berbagai lalat buah Jenis Nama latin Dosis radiasi minimum (Gy) Oriental fruit fly Bactrocera dorsalis 250 Mediterranean fruit fly Ceratitis capitata 225 Melon fly Bactrocera cucurbitae 210 Caribbean fruit fly Anastrepha suspensa 150 Mexican fruit fly Anastrepha ludens 150 West Indian fruit fly Anastrepha obliqua 150 Sapote fruit fly Anastrepha serpentina 150 Queensland fruit fly Bacterocera tryoni Bactrocera jarvisi 150 Malaysian FF Bactrocera latifrons 150 Mango seed weevil Sternochetus mangiferae 300 (Sumber: USDA, 1996). Walaupun pada beberapa artikel disebutkan dibutuhkan dosis 1-2 kgy untuk membunuh telur, larva dan pupa Melon, Oriental dan Mediteranean fruit fly dengan cepat. Pada Queensland fruit fly dibutuhkan dosis 0,80 kgy dimana banyak buah-buahan yang mengalami perubahan kualitas pada dosis tersebut. Selain itu dikhawatirkan proses radiasi akan menyebabkan mutagen pada produk yang diradiasi sehingga membahayakan kesehatan ketika dikonsumsi. Oleh karena itu iradiasi hanya diijinkan di beberapa negara tertentu. Selain itu, iradiasi juga menyebabkan beberapa penurunan kualitas pada beberapa jenis buah-buahan tertentu. Ionisasi menyebabkan perubahan kimia pada komponen dinding sel seperti selulosa, hemi selulosa dan pektin sehingga dinding sel menjadi lunak karena kehilangan kalsium. Hal ini umumnya terjadi pada dosis radiasi 6 kgy atau lebih, bahkan pada level yang lebih tinggi kehilangan kalsium mencapai 80% atau lebih. Akibatnya buah menjadi sangat bermasalah ketika dalam proses transportasi karena daging buah menjadi cepat sekali melunak. Pada transportasi normal sebagaimana buah yang tidak diradiasi, terjadi kerusakan yang tidak dapat diterima pada buah yang diiradiasi setibanya ditempat tujuan. Kehilangan kalsium memegang peranan penting dalam terjadinya pelunakan pada buah dan sayuran. Selain itu buah-buahan diradiasi menjadi lebih sensitif terhadap suhu dingin, sehingga memudahkan terjadinya chiling injury, seperti yang dijumpai pada pisang, lemon, jeruk dan tomat setelah diradiasi dengan dosis dibawah yang diijinkan

41 Iradiasi pada jeruk australia, washington dan valencia tidak dapat lebih dari dosis 0,30 kgy, karena dapat menyebabkan kerusakan pada permukaan kulit buah. Jeruk California yang diiradiasi dengan 0,35-0,50 kgy mengalami kerusakan kulit dan perubahan rasa setelah diradiasi. Laporan lain menyebutkan bahwa iradiasi jeruk pada dosis 0,50 kgy menyebabkan perubahan warna dan rasa setelah 2-4 minggu penyimpanan. Demikian juga dengan iradiasi terhadap anggur Marsh tanpa biji dengan dosis 0,25-0,50 kgy menyebabkan perubahan yang siknifikan pada rasa. Dan banyak survey menunjukan bahwa jeruk tidak tahan pada radiasi lebih dari 0,50 kgy, sementara cendawan penyebab penyakit pascapanen pada jeruk membutuhkan dosis radiasi hingga 3 kgy. Demikian juga pada buah cherry, aprikot dan peach dibutuhkan dosis radiasi lebih dari 2 kgy untuk mengontrol pertumbuhan cendawan Monilia fructicola yang menyebabkan penyakit brown rot. 4. Perlakuan panas (heat treatment) Teknologi karantina diperlukan dalam rantai pemasaran komoditi yang merupakan inang dari suatu hama penyakit dari daerah yang terinfestasi ke daerah yang tidak terinfestasi yang bertujuan untuk mencegah penyebaran hama penyakit tersebut (Armstrong dan Couey, 1989). Dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan dalam penggunaan metode perlakuan panas (heat treatment) sebagai salah satu teknologi karantina setelah adanya pelarangan penggunaan senyawa kimia seperti etilen bromida untuk proses disinfestasi hama dan pengendalian penyakit sejak tahun 1984 (Couey, 1989; Heard et al., 1992; Heather et al., 1997; Lurie, 1998). Saat ini perlakuan panas digunakan sebagai perlakuan bebas residu untuk mendisinfestasi mangga diseluruh dunia seperti Pilipina (Merino et al., 1985; Thailand (Unahawutti et al., 1992) dan USA (Sharp, 1986; Mangan dan Ingle, 1992). Perlakuan panas pada pascapanen buah-buahan/sayuran dimaksudkan untuk membunuh serangga atau lalat buah maupun cendawan pada buah-buahan/sayuran seperti antraknosa dan busuk pangkal buah (stem end rot) tanpa menyebabkan kerusakan pada buah itu sendiri. Beberapa metode penggunaan panas dalam proses karantina antara lain dengan menggunakan air panas (hot water treatment, HWT), uap panas (vapor heat treatment, VHT) dan udara panas (hot air treatment, HAT) (Couey, 1989; Paull, 1990; Lurie, 1998). Proses disinfestasi pada buah dilakukan dengan cara

42 memanaskan buah pada suhu tertentu selama periode waktu tertentu yang bertujuan untuk membunuh lalat buah atau mengendalikan penyakit seperti antraknosa dan stem end rot tanpa menyebabkan kerusakan pada buah itu sendiri. Perlakuan panas sebagai salah satu teknologi karantina cukup efektif untuk mengatasi masalah hama penyakit pascapanen. Tetapi penggunaan suhu yang tinggi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan penurunan mutu produk. Pengaruh perlakuan panas terhadap suatu produk berbeda-beda, tergantung pada kultivar, ukuran dan bentuk, serta kematangan dan metode yang digunakan. Oleh karena itu faktor suhu dan lama perlakuan sangat menentukan agar tujuan untuk membunuh lalat buah pada berbagai stadia tercapai tanpa merusak mutu produk itu sendiri. Kerusakan produk hortikultura karena kelebihan panas disebut heat injury. Gejala umumnya berupa pencoklatan (browning) pada kulit dan terjadinya penguningan pada sayuran hijau seperti ketimun. Kerusakan internal yang terjadi diantaranya adalah pelunakan abnormal dan penghitaman pada daging buah, misalnya pada buah leci. Pada umumnya buah-buahan dan sayuran masih toleran dalam air bersuhu C sampai 10 menit, tetapi pada waktu yang lebih singkat telah dapat membunuh larva-larva penyebab penyakit pada komoditas tersebut. Pencelupan buah-buahan dalam air panas pada suhu 46 C membutuhkan waktu 90 menit dan perlakuan panas dengan uap panas menggunakan suhu C sudah dapat membunuh telur serangga yang terinfestasi pada buah atau sayuran. Pencegahan kebusukan akibat jamur dapat dilakukan dalam hitungan menit pada suhu diatas 50 C. Hot water treatment (HWT) adalah dengan mencelupkan komoditas ke dalam air panas pada suhu dan waktu tertentu, tergantung kepada varietas, jenis dan stadia serangga yang akan dibasmi (APHIS, 1993). Air panas merupakan media yang efektif untuk menghantarkan panas secara seragam ke seluruh bagian buah dalam waktu yang tidak terlalu lama (Couey, 1989). Untuk buahbuahan yang bersifat perishable, pemanasan dapat dilakukan hingga suhu pusat buah mencapai 43-46,7 o C selama menit. Variasi tergantung kepada jenis dan stadium hama yang ditargetkan dan varietas buah. Metode HWT juga dapat mengontrol penyakit pascapanen seperti antraknosa dan stem end rot (Couey,

43 1989 dan Mc Guire, 1991). Pencelupan komoditas non-food perishable seperti bunga ke dalam air panas dengan suhu 43,3-49 o C selama 6 menit hingga 1 jam efektif untuk membunuh serangga dan tidak merusak kualitas produk (Hara et al., 1994). Saat ini HWT digunakan pada mangga yang terinfestasi Mediteranean fruit fly dan beberapa lalat buah dari jenis Anastrepha, yang diimpor dari Meksiko, Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan ke Amerika Serikat. Perendaman jeruk pada suhu 45 C selama 42 menit dapat mengurangi pembusukan yang disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides, Penicillium digitatum dan Penicillium italicum. Pada mangga Irwin, HWT memberikan hasil yang terbaik pada suhu 47,2 C selama 90 menit, dalam hal ini suhu pusat mangga mencapai 46,5 C. HWT pada ubi jalar varietas Siroyutaka dan CIP menggunakan suhu 47,5 C selama 30 menit mencapai hasil yang optimum. Perendaman paprika pada suhu 50 C selama 3 menit dapat menghambat pertumbuhan jamur hitam dan jamur abu-abu. Tetapi perendaman pada suhu 50 C selama 5 menit atau pada suhu 55 C selama 1 menit atau lebih dapat mengakibatkan retak-retak pada kulit buah. HWT pada suhu 46,5 C selama 20 menit memberikan hasil terbaik dalam mempertahankan mutu tomat dan dapat menekan chiling injury pada penyimpanan dingin. Kesuksesan penerapan hot water treatment sebagai pada karantina mangga juga dikembangkan pada pepaya (Couey dan Hayes, 1986), jambu biji (Gould dan Sharp, 1992) dan pisang (Armstrong, 1982). Namun demikian metode ini tidak direkomendasikan untuk anggur, belimbing, plum, dan peach karena dapat merusak mutu buah (Hallman, 1991; Hallman dan Sharp, 1990). Penggunaan perlakuan udara panas (hot air treatment/hat) juga digunakan sebagi salah satu perlakuan karantina. Pemanasan dengan udara hingga suhu o C selama kurang dari 8 jam dapat digunakan untuk mengontrol lalat buah pada buah-buahn tropik (Armstrong et al., 1989). Kondensasi pada permukaan buah atau pada ruang perlakuan dihindari dengan menjaga titik embun 2-3 o C di bawah temperatur bola kering. Hal ini akan mengontrol kelembaban relatif ruangan sehingga menghindari kondensasi pada ruang perlakuan dan pada permukaan buah yang ditreatment. Buah-buahan yang memperlihatkan toleransi dengan udara panas adalah mangga (Mangan dan Ingle, 1992; Miller et al., 1991 dan Sharp, 1992), anggur (McGuire, 1991; Sharp, 1989), jeruk (Sharp and McGuire, 1996), carambola

44 (Sharp and Hallman, 1992), persimon (Lay-yee, 1994) dan pepaya (Armstrong et al., 1989). Namun demikian perlakuan udara panas tidak direkomendasikan pada buah alpukat, lychee dan nectarine. USDA-APHIS telah menggunakan perlakuan HAT pada pepaya, mangga, dan anggur (APHIS, 1993). Metode ini efektif digunakan untuk mengendalikan lalat buah seperti lalat buah Meksiko pada anggur dari Meksiko, lalat buah Mediteranean, Oriental dan Melon fly pada pepaya dari Hawaii serta lalat buah Meksiko, West Indian dan lalat buah hitam pada mangga dari Meksiko. G. Vapor Heat Treatment/VHT VHT merupakan penggunaan uap panas jenuh pada komoditas hortikultura pada suhu dan waktu tertentu untuk membunuh hama yang terinfestasi di dalamnya (APHIS, 1993). Tergantung pada ukuran dan varietas buah, perlakuan karantina pada buah-buahan menggunakan uap panas adalah pada kisaran suhu antara o C (Jacobi et al., 1995; Jacobi and Giles, 1997; Jacobi and Wong, 1992; Ponce de Leon et al., 1996; Sharp, 1986). Penggunaan uap panas dengan kelembaban lebih dari 90% digunakan oleh USDA-APHIS pada buah clementine, anggur, jeruk dan mangga yang diimpor untuk mendisinfestasi mexican fruit fly demikian juga pada paprika, terong, pepaya, tomat, zuchini dan markisa yang diimpor dari area yang terinfestasi Oriental dan Melon fly (APHIS, 1993). Dilaporkan juga bahwa VHT juga efektif diaplikasikan pada karambola (Hallman, 1990), anggur (Miller et al., 1991). Beberapa peneliti lain juga menyatakan bahwa metode VHT efektif membunuh serangga codling meth pada cherry (Neven dan Micham, 1996), Caribbean fly, aphid, dan thrips pada bunga potong dan mealybug (Hansen et al., 1992). Pada saat ini fasilitas komersial VHT untuk mangga telah beroperasi di Okinawa, Pilipina, Thailand, USA dan Australia (Suganawa et al., 1987; Merino et al., 1985; Unahawutti et al., 1986; Heater et al., 1997). Dalam prakteknya, penggunaan panas pada mangga dengan metode VHT dilakukan pada suhu buah (dekat biji) 46,5 o C selama menit dan terbukti efektif untuk membunuh lalat buah jenis Oriental fruit fly dan Melon fruit fly dari mangga Nang Klangwan (Thailand) dan mangga Irwin (Taiwan dan Okinawa) serta mampu mengendalikan penyakit stem end rot dari mangga Kensington (JFTA, 1996; Coates et al., 1996; Rokhani et al., 2001). Rokhani et al. (2001) melaporkan bahwa dengan metode VHT pada mangga Irwin yang

45 diproduksi di Okinawa tahan pada suhu 46,5 o C selama 30 menit. Proses tersebut cukup efektif dalam menekan perkembangan penyakit antraknosa dan stem end rot pada mangga serta dapat mempertahankan mutu buah hingga 21 hari penyimpanan pada suhu 13 o C. Semua komoditas buah-buahan dari Hawaii yang terserang oleh Oriental fruit fly, Melon fly, dan Mediterranean fruit fly harus didisinfeksi terlebih dahulu sebelum di ekspor ke USA, Jepang dan beberapa negara lainnya yang diketahui tidak memiliki spesies hama ini. Untuk buah-buahan yang diimpor dari Philipina pemerintah Australia mengharuskan penerapan VHT dengan suhu 46 o C selama 10 menit, untuk membunuh semua stadium lalat buah, Bactrocera cucurbitae, B. occipotalis dan B. philipiniensis (Australian Quarantine & Inspection Service, 1999). Dua metode yang non kimia yang digunakan untuk membunuh Oriental dan Mediteranean fruit fly yang terinfestasi di dalam pepaya Hawaii adalah dengan pencelupan berulang ke dalam air panas dan penggunaan uap panas. Pada pencelupan ulang ke dalam air panas, terlebih dahulu buah dicelupkan ke dalam air bersuhu 42 o C selama 30 menit kemudian dicelupkan kembali ke dalam air bersuhu 49 o C selama 20 menit (Hardenburg et al., 1986). Untuk penggunaan uap panas, buah ditempatkan dalam ruang bersuhu 43,3 o C selama 6-8 jam untuk memperbaiki toleransi panasnya, lalu dipanaskan pada lingkungan uap jenuh selama 4 jam atau lebih hingga suhu buah menjadi 47,2 o C, lalu buah didiinginkan dengan air mengalir selama beberapa jam sebelum dikemas (Akamine, 1976). Perlakuan panas juga efektif mengontrol penyakit yang disebabkan Phytophthora citrophthora pada lemon, Rhizopus dan Molinia pada peach, Colletrotichum gloesporioides pada mangga dan pepaya serta Gloesporium sp. pada apel. Disinfektan dengan perlakuan panas (suhu 45 C selama 42 menit) dapat menghilangkan spora dipermukaan, mengurangi viabilitas spora Penicillium dan Colletotrichum, dan tidak merusak lapisan lilin ataupun kualitas buah. VHT pada suhu C dapat mengontrol pertumbuhan Colletotrichum gloeosporioides pada mangga. Sedangkan VHT pada suhu 46,5 C selama menit dapat mengontrol penyakit stem end rot pada mangga Kensington. Perlakuan panas dengan metode VHT pada suhu 38 C selama 3 hari sebelum penyimpanan dapat mencegah busuk pada tomat yang disebabkan oleh jamur

46 Botrytis cinerea. Tabel 11 memperlihatkan pedoman karantina untuk buah mangga yang akan diekspor ke Jepang. Tabel 11. Pedoman karantina dengan perlakuan panas pada mangga yang akan diekspor ke Jepang Negara asal (Kultivar) Target lalat buah Perlakuan standar Australia (Kensington) Ceratitis capitata VHT Suhu 47,5 o C selama 15 menit. Pilipina (Manila Super) Taiwan (Irwin, Harden) Tailand (Nam Dorkmai, Rad, Pimsen Daeng) (Nang Klangwan) Dacus tryoni D. dorsalis D. cucurbitae D. dorsalis D.cucurbitae D.dorsalis D.cucurbitae VHT Suhu 46,0 o C selama 10 menit. VHT Suhu 46,5 o C selama 30 menit. VHT Naikkan suhu dari 43,0 o C ke 47,0 o C secara bertahap selama 20 menit. VHT Naikkan suhu dari 43,0 o C ke 47,0 o C secara bertahap selama 20 menit. atau D. dorsalis D.cucurbitae (Sumber: Plant Protection Division, 1997). Suhu pusat buah 46,5 o C selama 10 menit. Temperatur kritis yang menyebabkan kematian pada serangga tergantung pada spesiesnya, lama perlakuan, dan faktor lain seperti kelembaban (RH) dan konsentrasi O 2. Kematian serangga pada suhu tinggi dapat disebabkan oleh inaktifasi enzim, pengumpalan protein, ketidakseimbangan metabolisme, produksi toksin, perubahan tingkat lemak pada dinding sel dan kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Pada suhu tinggi, konsumsi O 2 serangga meningkat, serangga akan sulit bergerak yang dikenal dengan istilah heat stupor kemudian diikuti dengan kematian. Selain itu karena serangga hidup di dalam daging buah kematian juga dapat disebabkan karena suhu tinggi menyebabkan peningkatan respirasi buah, sehingga konsentrasi O 2 di dalam sel menurun dan konsentrasi CO 2 meningkat. Evaporasi pada telur dan imago meningkat pada suhu tinggi (pada perlakuan HWT dan VHT) menyebabkan mencairnya wax pada lapisan chorion pada telur dan kutikula pada imago

47 Menurut Niven, (2000) perubahan ekstrim suhu (misal pada saat perlakuan karantina setelah panen) dapat menimbulkan respon metabolisme yang berbeda. Pada beberapa jenis serangga responnya dapat berupa peningkatan metabolisme anaerob seperti yang terjadi pada larva Cochliomyia macellaria yang menghasilkan penyingkatan polyols dan polipospat. Enzim juga merupakan salah satu yang sangat terpengaruhi dengan adanya perbedaan suhu ini. Perubahan suhu mempengaruhi ikatan pada enzim sehingga mempengaruhi metabolismenya seperti perubahan katalisasi enzim yang menyebabkan kekurangan energi, aktivasi, perubahan fluiditas pada lapisan membran pospolipid. Respon-respon ini akan semakin kritis pada suhu diatas 40 o C. Pada Gambar 4 ditampilkan hubungan suhu dan lama perlakuan panas terhadap mortalitas lalat buah dan toleransi buah pada perlakuan panas Garis maksimum kerusakan buah Daerah aplikasi perlakuan panas Garis minimum mortalitas 100 % Gambar 4. Hubungan antara suhu dan lama perlakuan yang layak untuk proses karantina mangga (Sumber: JFTA, 1996)

48 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April Agustus 2007 di Laboratorium AP4 (Agricultural Products Processing Pilot Plant); Laboratorium TPPHP (Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian) dan Laboratorium Lingkungan dan Bangunan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. B. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah mangga gedong gincu yang berukuran g yang diperoleh dari petani mangga di daerah Cirebon, Jawa Barat. Telur lalat buah Oriental fruit fly diperoleh dengan melakukan pembiakan (rearing) di laboratorium. Peralatan yang digunakan adalah VHT chamber untuk melakukan proses VHT, hybrid recorder untuk memantau perkembangan suhu selama proses VHT berlangsung, chromameter Minolta CR-200 untuk mengukur warna, rheometer model CR-300 untuk mengukur kekerasan, gas analyzer Shimadzu untuk mengukur konsentrasi O 2 dan CO 2, refraktometer untuk mengukur total padatan terlarut, timbangan, oven, ruang pendingin, kurungan kayu berukuran (40cmx40cmx40cm); kurungan mika dengan tinggi 35 cm dan diameter 34 cm; kain kasa; water bath untuk melakukan uji mortalitas, kaca pembesar, dus pengemas dan berbagai alat bantu lainnya. C. Metode Tahap I: Mortalitas Lalat Buah Penelitian tahap I bertujuan untuk mengetahui tingkat mortalitas lalat buah pada fese telur pada beberapa suhu dan waktu perlakuan panas yang berbeda. Untuk mendapatkan telur yang akan digunakan pada pengujian mortalitas, dilakukan pembiakan lalat buah di laboratorium. Diagram alir proses pembiakan ditampilkan pada Gambar 5 dan foto-foto proses pembiakan lalat buah di laboratorium diperlihatkan pada Gambar

49 Pepaya masak Isolasi (±3 hari) terinfestasi Terinfestasi Isolasi (± hari) B. dorsalis Identifikasi B. dorsalis Dimasukan ke kurungan kayu Pepaya dipotong dua Dilubangi Inang buatan diletakkan di dalam kurungan Diletakkan di wadah Setelah 2 hari inang diganti Inang yang telah diteluri diisolasi kembali Lalat buah dewasa Pemindahan ke dalam kurungan kayu Gambar 5. Diagram alir proses pembiakan lalat buah

50 Gambar 6. Proses pembiakan lalat buah. Pembiakan lalat buah dilakukan pada suhu ruang o C dan RH 75-85%. Buah yang digunakan adalah pepaya masak yang diambil dari kebun pepaya Tajur I, Seameo Biotrop, Tajur, Bogor. Pepaya yang telah matang diisolasi dengan menempatkannya pada kurungan mika dan toples plastik, pada dasarnya ditaburi serbuk gergaji yang telah disterilkan untuk mengindari tergenangnya air karena proses pembusukan buah. Serbuk gergaji yang digunakan telah disterilkan pada suhu 120 o C selama sedikitnya 2 jam, atau dibekukan selama 2 malam untuk membunuh hewan lain. Setelah 3 hari buah yang terlihat terinfeksi lalat buah ditandai dengan terjadinya proses pelunakan dan pembusukan yang lebih cepat, dilanjutkan proses isolasinya hingga hari. Lalat buah yang dihasilkan diidentifikasi dan dipisahkan ke dalam kurungan kayu yang berukuran lebih besar. Hal ini bertujuan untuk memisahkannya dari lalat buah lain atau hama lain yang mungkin terbawa. Pemindahan ini dilakukan dengan hati-hari agar lalat tidak stress dan mati. Hal yang perlu diperhatikan adalah kepadatan populasi ditiap kurungan, karena populasi yang terlalu padat dapat menimbulkan stress dan kematian;

51 menyediakan makanan yang cocok dan menghindari suhu diatas 30 o C. Lalat dewasa dipelihara dan dikembangbiakkan di dalam kurungan kayu. Pakan yang diberikan berupa air gula yang disajikan dengan wadah yang dialasi kertas tisu. Air diganti setiap hari untuk menjaga kebersihan kurungan. Selain itu juga disediakan inang berupa pepaya utuh (whole fruit) yang diletakkan di dalam kurungan. Peletakkan inang ini adalah untuk media bertelur bagi lalat betina. Inang diganti setiap 2 hari sekali, inang yang telah diteluri kembali di isolasi untuk memperbanyak populasi lalat buah. Mortalitas Lalat Buah Uji mortalitas bertujuan untuk mengetahui ketahanan panas lalat buah pada fase telur. Respon kematian serangga sewaktu proses pencelupan air panas akan sama dengan respon mortalitasnya dalam jaringan buah. Dari proses ini akan diketahui suhu dan waktu yang dapat menyebabkan mortalitas mencapai 100%. Setelah populasi lalat buah cukup banyak (±150 pasang) pengumpulan telur dilakukan dengan meletakkan inang buatan yang daging buahnya telah dikikis dan ditinggalkan setipis mungkin. Lalu pada permukaan buah dibuat lubang-lubang kecil menggunakan jarum (diameter 1 mm), untuk memudahkan lalat buah betina meletakkan telurnya. Lubang dibuat sebanyak mungkin (tergantung jumlah lalat betina dewasa). Inang diletakkan di dalam cawan Petri yang dialasi kertas tisu pada bagian bawahnya, kemudian dimasukkan ke dalam kurungan kayu. Keesokan harinya inang diambil dan diganti dengan yang baru. Inang yang telah diteluri dibelah dua agar telur-telur yang menempel pada bagian dalamnya terlihat dengan jelas. Selanjutnya telur dihitung dan diambil menggunakan spatula, telur ditampung pada saringan yang pada bagian bawahnya diberi kain tipis berwarna hitam untuk mempermudah perhitungan. Selama proses tersebut saringan dibiarkan terendam air setinggi ± 0,5 cm, agar telur-telur tidak kering. Setelah itu dilakukan uji mortalitas (Gambar 7) dan foto proses pengujian mortalitas diperlihatkan pada Gambar 8. Pengujian ini dilakukan dengan mencelupkan 20 butir telur/perlakuan ke dalam air panas. Kondisi yang dicobakan adalah: a. Pencelupan pada suhu 46 o C dengan variasi waktu (5, 10, 15, 20 dan 30 menit). b. Pencelupan selama 30 menit dengan variasi suhu (40, 43, 46 dan 49 o C)

52 Telur Pemanasan 30 menit (40, 43, 46 dan 49 o C) Suhu 46 o C (5, 10, 15, 20, 25, 30 menit) Pembiakan Menetas Tak menetas Hidup Mati Gambar 7. Diagram alir proses pengujian mortalitas lalat buah. Gambar 8. Proses pengujian mortalitas lalat buah. Setelah itu telur dibiarkan menetas dengan mengiolasinya pada media makanan buatan (artificial diet). Media buatan berupa pepaya masak yang telah diblender yang terlebih dahulu disimpan pada suhu 4 o C selama 24 jam agar terjadi pembentukan gel. Makanan seberat g ditempatkan pada wadah

53 plastik kecil dengan ketebalan 1-2 cm. Setelah telur dimasukkan wadah plastik ditutup bagian atasnya agar kelembabannya tidak hilang dan menghindarkannya dari cahaya yang dapat memicu pertumbuhan cendawan serta mencegah hinggapnya lalat lain. Setelah 6-7 hari telur yang berhasil menetas menjadi larva terlihat berloncatan di dalam wadah dan dihitung sebagai telur yang dapat bertahan hidup. Tahap II: Pengaruh Perlakuan Panas dan Pelilinan terhadap Mutu Buah Penentuan waktu kondisioning Sebelum dilakukan kajian pengaruh panas terhadap mutu mangga, terlebih dahulu ditentukan waktu kondisioning. Waktu kondisioning adalah waktu yang dibutuhkan hingga suhu pusat mangga mencapai suhu yang diinginkan. Mangga yang diuji dipasangi termokopel yang terhubung dengan hybrid recorder untuk memantau penetrasi suhu selama proses VHT. Proses penentuan waktu kondisioning diperlihatkan pada Gambar 9. Gambar 9. Penentuan waktu kondisioning. Untuk menggambarkan penetrasi panas yang terjadi pada mangga gedong selama proses VHT digunakan beberapa model matematika non-linier yakni model logistik, rumus umumnya adalah:

54 T θ = A ( 1+ B exp( kθ )) Pada metode VHT pemanasan buah terjadi secara konduktif dimana panas pada permukaan buah akan berpenetrasi hingga ke pusat buah. Hansen (1992) mengembangkan beberapa model matematika untuk menduga penetrasi panas pada buah dan sayur selama proses karantina, dan dilaporkan bahwa model terbaik adalah model logistik. Demikian pula menurut Rokhani (2002), model terbaik dalam menduga suhu pusat mangga Irwin yang di VHT adalah model logistik. Proses VHT Mangga dibawa dari kebun menggunakan peti kayu yang dialasi kertas koran untuk mencegah terjadinya kerusakan mekanis dan diangkut menggunakan mobil berpendingin. Setiba di laboratorium dilakukan sortasi untuk mendapatkan ukuran yang sesuai. Lalu mangga dicuci untuk menghilangkan getah dan kotoran yang menempel pada permukaan kulit buah. VHT diberikan pada buah mangga dengan suhu chamber 46,5 o C dengan lama perlakuan 0, 10, 20, dan 30 menit setelah suhu pusat mangga gedong mencapai suhu 46 o C. Setelah proses perlakuan panas mangga segera didinginkan dengan air yang mengalir hingga suhu kembali menjadi normal. Kemudian mangga dikeringkan dengan cara mengangin-anginkannya. Setelah kering dilakukan proses pelilinan dan tanpa pelilinan. Mangga yang dililin kembali dikeringanginkan, setelah permukaan buah benar-benar kering, kemudian dilakukan pengemasan. Diagram alir proses VHT dan pelilinan diperlihatkan pada Gambar 10 dan foto selama proses VHT ditampilkan pada Gambar

55 Panen Sortasi Pemutuan VHT pada suhu 46,5 o C Perlakuan: 10, 20, dan 30 menit dan kontrol Pendinginan dengan air yang mengalir Tanpa pelilinan Pelilinan Pengemasan dengan dus Penyimpanan pada suhu 13 o C Pengukuran respirasi dan pengamatan mutu (susut bobot, kadar air, warna, kekerasan, total padatan terlarut, uji vitamin C, jumlah populasi cendawan dan uji organoleptik) Gambar 10. Diagram alir proses VHT pada mangga

56 Gambar 11. Proses VHT pada mangga. Penelitian ini menggunakan Rancangan Faktorial RAL dengan dua faktor. Faktor pertama adalah lama VHT dengan 4 taraf percobaan (10, 20, 30 menit dan kontrol) dan faktor kedua adalah pelilinan dengan dua taraf (pelilinan dan tanpa pelilinan). Penelitian ini dilakukan dengan 3 kali ulangan. Untuk melihat pengaruh perlakuan dilakukan analisis sidik ragam (anova) dengan program SAS R Jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Model Linearnya adalah: Yij i j ( αβ ) ε ijk = μ + α + β + + ij dimana, i = 1,2,3, dan p j = 1, 2, 3, dan n Y ijk = Respon setiap parameter yang diamati µ = Rataan umum α i β j (αβ) ij ε ijk = Pengaruh utama lama VHT = Pengaruh utama pelilinan = Komponen interaksi dari lama VHT dan pelilinan = Pengaruh galat percobaan

57 Pengamatan mutu Mangga gedong yang telah diberi perlakuan panas disimpan dalam ruang pendingin bersuhu o C dengan RH >70%, menggunakan karton yang diberi partisi pada bagian dalamnya. Perubahan mutu diamati setiap 4 hari sekali hingga 28 hari penyimpanan. Parameter mutu yang diamati adalah: laju respirasi, susut bobot, kadar air, warna, kekerasan, total padatan terlarut, uji vitamin C, jumlah populasi cendawan dan uji organoleptik. a. Laju respirasi Laju respirasi mangga diukur menggunakan gas analyzer. Untuk mengukur respirasi sebanyak 3 buah mangga (seberat ± g) ditempatkan pada toples kaca tertutup dan disimpan di dalam lemari pendingin bersuhu o C dengan RH >70%. Dua buah selang yang dihubungkan dengan alat pengukur gas Analyzer Shimadzhu disambungkan dengan dua buah selang yang terpasang ditutup toples untuk melewatkan gas CO 2 dan O 2. Pengukuran respirasi dilakukan 2 jam sekali hingga laju respirasi menurun. Setiap pengamatan dilakukan 2 kali ulangan.data yang diperoleh kemudian digunakan untuk menghitung laju respirasi dengan rumus: b. Kekerasan R = V dx W dt Dimana: R = Laju respirasi (ml. CO 2 /kg.jam dan ml.o 2 /kg.jam) V = Volume bebas wadah (cm 3 ) W = Berat sampel (kg) dx = Laju perubahan konsentrasi O dt 2 dan CO 2 (%/jam) Pengukuran kerasan dilakukan menggunakan alat Sun Rheometer tipe CR-300 DX yang diset dengan mode 20, beban maksimum 10 kg, kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/mnt dan diameter probe 5 mm. Pengukuran dilakukan pada bagian ujung, tengah dan pangkal buah. Nilai yang ditunjukan alat merupakan nilai kekerasan buah dengan satuan kg/mm

58 c. Warna Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter (Minolta tipe CR-200) dengan metode Hunter dan Munsell Color. Pengukuran dilakukan dengan cara menempelkan alat sensornya pada permukaan kulit dan daging mangga. Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal, tengah dan bawah buah; pengukuran dilakukan sebanyak 3 ulangan pada setiap pengamatan. Nilai Y, y dan x yang diperoleh kemudian konversi dengan rumus ke dalam nilai L, a dan b serta chroma. Nilai Hunter L menunjukkan kecerahan (lightness) yang bergerak dari Nilai Hunter a menunjukkan warna kromatik campuran merah hijau yang nilainya bergerak dari positif (0-100) untuk warna merah sampai negatif (0-80) untuk warna hijau. Nilai Hunter b menunjukkan warna kromatik campuran biru kuning yang nilainya bergerak dari positif (0-70) untuk warna kuning sampai negatif (0-70) untuk warna biru. Nilai hunter a dan b merupakan indikasi perubahan warna hijau ke merah/kuning. Nilai a negatif menunjukkan warna hijau nilai a positif menunjukkan warna merah-kuning sementara nilai b positif menunjukkan warna kuning sedangkan nilai b negatif menunjukkan warna biru. Konversi nilai Y, x, z ke dalam L, a, b dengan menggunakan rumus sbb: Y=y X= Y(x/y) Z= Y((1-x-y)/y) Dimana: L = 10 a = b = Y [ 17.5( 1.02X Y )]/ Y [ 7.0( Y 0.847Z )]/ Y 2 2 ( a b ) Chroma = + Menurut Mohsenin (1984), metode Munsell merupakan metode berdasarkan tiga notasi Munsell yaitu Hue o (hijau, merah, biru, kuning), value (nilai L atau kecerahan yang bergerak dari dark atau gelap sampai light/bright atau cerah), dan chroma (saturasi atau tingkat kandungan warna yang bergerak dari weak atau muda sampai vivid/strong atau tua). Nilai dari notasi tersebut kemudian diplotkan pada Munsell color chart (Gambar 12)

59 Gambar 12. Munsell color chart. d. Susut bobot Penghitungan susut bobot dilakukan berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak awal penyimpanan sampai dengan akhir penyimpanan. Untuk mengukur susut bobot digunakan rumus sebagai berikut: Wo Wt SusutBobot = W o x100% Dimana: Wo = bobot bahan awal penyimpanan Wt = bobot bahan akhir penyimpanan e. Kadar air Pengukuran terhadap kadar air dilakukan dengan metode oven (AOAC, 1984). Bahan ditimbang sebanyak 10 g di dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan dalam oven selama 15 mnt pada suhu o C. Lalu dimasukan ke dalam oven dengan suhu o C sampai beratnya konstan, perhitungannya: KA = BA BA + BK x100% Dimana: BA= berat air dalam bahan, BK= berat kering mutlak f. Uji vitamin C Penentuan kadar vitamin C dilakukan dengan menggunakan metode titrasi (Ranganna, 1977). Sampel sebanyak 10 g ditimbang, ditambahkan dengan HPO 3 6% sebanyak 50 ml, diaduk/diblender kemudian diencerkan hingga 100 ml dan disaring. Bila hasil saringannya masih keruh dilakukan sentrifuge, diambil ±5-43 -

60 ml dan ditambahkan larutan dye (Dichlorofenol indofenol) ± 5-10ml (sampai warna merah). Setengah menit dari penambahan larutan dye tersebut dimasukan ke spektrofotometer dan nilainya dapat dibaca. Panjang gelombang absorban yang digunakan 518 nm. Selanjutnya kandungan vitamin C dapat dihitung dengan rumus: g Vit. C/100g sampel = (a x b)/(cxd) a = Konsentrasi asam askorbat dari kurva standar x volume larutan b = Volume larutan yang dibuat x 100 c = ml larutanx1000 yg diukur d = Berat/vol sampel g. Total padatan terlarut Total padatan terlarut diukur dengan refraktometer. Buah mangga dihancurkan kemudian dan diteteskan pada prisma refraktometer. Indeks refraksi sebagai total padatan terlarut ditentukan dengan melihat angka yang tertera pada alat dengan satuan o Brix. h. Uji organoleptik Dilakukan uji kesukaan meliputi warna, rasa, tekstur dan penampakan atau kesegaran dengan menggunakan 15 orang panelis. Bahan yang telah diberi kode disajikan secara acak. Panelis diminta untuk memberikan penilaian berdasarkan skala mutu hedonik/kesukaan yang berkisar antara 1-5. Dimana (1): sangat tidak suka; (2): tidak suka; (3): biasa; (4): suka; (5): sangat suka. i. Populasi cendawan Populasi cendawan dihitung dengan metode Standar Plate Count (SPC) dengan media PDA (Potato Dextrose Agar). Sampel dihancurkan dan diambil sebanyak 25 g lalu dilakukan seri pengenceran bertingkat, 1:10, 1:10-2, 1:10-3, 1:10-4, 1:10-5. Kemudian sampel ditanam pada media PDA dengan metode cawan tuang, yakni dengan mengambil 1 ml suspensi dari tiap pengenceran dan dimasukan ke dalam cawan petri steril (9 cm), kemudian dituangi media PDA dengan suhu 47 o C-50 o C sebanyak ml dan ditutup. Setelah itu diinkubasi pada suhu ruang selama ±7 hari dan dihitung koloni cendawannya

61 Tahap III: Proses disinfestasi lalat buah yang optimum Proses ini bertujuan untuk melihat keefektifan metode VHT dalam mendisinfestasi lalat buah. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tahap sebelumnnya, diperoleh suhu dan waktu perlakuan yang tepat, yang menimbulkan mortalitas 100% terhadap lalat buah tetapi tidak menyebabkan kerusakan panas serta penurunan mutu lainnya terhadap mangga. Mangga diinfestasi secara alami dengan meletakkannya ke dalam kurungan lalat. Populasi lalat pada setiap kurungan sekitar 150 pasang. Sehari setelah itu mangga diambil dan diberi VHT. Kemudian mangga diisolasi selama 7 hari pada suhu ruang, untuk melihat dan menghitung telur yang berhasil menetas menjadi larva. Telur yang menetas menjadi larva dikategorikan hidup

62 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Daur Hidup Oriental Fruit Fly Untuk mendapatkan telur yang dibutuhkan dalam melakukan pengujian tingkat mortalitas terhadap panas, lalat buah diisolasi dari buah yang sudah terinfestasi dari lapangan. Pemeliharaan dilakukan untuk meningkatkan dan menstabilkan populasinya hingga dapat menyediakan jumlah telur yang cukup. Lalat buah mempunyai empat fase metamorfosis (Gambar 13), yaitu telur, larva, pupa dan imago. Telur Larva Imago Pupa Gambar 13. Daur hidup oriental fruit fly. Telur berbentuk lonjong dan berwarna putih. Telur diletakkan secara berkelompok 2-15 butir. Dalam 1-2 hari telur-telur tersebut menetas menjadi larva. Larva berwarna putih kekuningan dan berbentuk bulat panjang dan salah satu ujungnya meruncing serta memiliki titik hitam, panjangnya berkisar 7-10 mm. Larva terdiri dari tiga instar dan lama fase larva adalah 6-9 hari. Setelah itu larva akan berubah menjadi pupa. Pupa berwarna coklat dan berbentuk oval. Panjangnya kira-kira 5 mm dengan lama fase pupa 4-12 hari. Kemudian pupa menetas menjadi imago. Panjang imago 7-10 mm, berwarna belang kuning dan hitam dan pada bagian abdomen memiliki garis vertikal membentuk huruf T. Sayapnya transparan dan bergaris hitam. Lalat betina memiliki ujung abdomen

63 runcing yang berfungsi sebagai alat untuk meletakkan telur, sementara abdomen lalat jantan membulat. B. Mortalitas Lalat Buah Keberhasilan penerapan perlakuan panas tergantung pada keseimbangan antara toleransi panas komoditas yang diberi perlakuan panas dengan toleransi panas serangga yang akan ditargetkan. Uji mortalitas bertujuan untuk mengetahui ketahanan panas lalat buah pada fase telur, sehingga dapat digunakan sebagai pemodelan dalam sistem karantina. Karena respon kematian serangga sewaktu proses pencelupan dengan air panas akan sama dengan respon mortalitasnya dalam jaringan buah. Dari uji mortalitas yang telah diratarata ditampilkan pada Tabel 12 dan hasil uji mortalitas sebelum dirata-rata dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 12. Hasil pengujian mortalitas telur pada beberapa suhu selama 30 menit. Suhu ( o C) Jumlah telur (butir) Hidup (ekor) Mati (ekor) Mortalitas (%) Kontrol Hasil pengujian menunjukkan bahwa mortalitas telur mencapai 85% pada perendaman dengan suhu 40 o C selama 30 menit. Mortalitas 100% tercapai pada perendaman dengan air bersuhu 43 o C selama 30 menit sehingga suhu diatas 43 o C dipastikan sudah dapat menimbulkan mortalitas 100%. Selanjutnya dipilih suhu 46 o C untuk melakukan pengujian yang lebih terperinci terhadap mortalitas telur lalat buah terhadap panas dengan memvariasikan lama perendamannya. Suhu 46 o C selain sudah dapat mengakibatkan mortalitas 100%, juga karena merupakan suhu yang direkomendasikan untuk perlakuan mangga dengan metode VHT. Karena perlakuan karantina pada mangga menggunakan metode VHT atau HWT adalah pada kisaran suhu antara o C tergantung pada ukuran dan varietas buah, (Jacobi et al., 1995; Jacobi and Giles, 1997; Jacobi and Wong, 1992; Ponce de Leon et al., 1996; Sharp, 1986). Hasil pengujian mortalitas telur lalat buah pada

64 suhu 46 o C pada berbagai lama pemanasan yang telqah dirata-rata ditampilkan pada Tabel 13 dan hasil pengujian sebelum dirata-rata dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 13. Hasil pengujian mortalitas telur pada air bersuhu 46-46,5 o C dengan beberapa lama perendaman Waktu (menit) Jumlah telur (butir) Hidup (ekor) Mati (ekor) Mortalitas (%) Perendaman selama 5 menit pada air bersuhu 46 o C mengakibatkan tingkat mortalitas 75% pada telur sementara lama perendaman 10 menit sudah mengakibatkan tingkat mortalitas 100% pada telur-telur yang diberi perlakuan. Heather et al. (1997) melaporkan pada pengujian lalat buah jenis Queensland fruit fly dan Ceratitis capitata dengan suhu 43 dan 44 o C diketahui bahwa fase telur lebih toleran terhadap panas. Demikan pula Heard et al. (1992) melaporkan bahwa suhu 42,8 o C sudah dapat mendisinfestasi mangga kensington yang terinfestasi Queensland fruit fly, dan diketahui bahwa fase telur memiliki toleransi panas yang paling tinggi dibandingkan fase lainnya. Selain itu juga ditambahkan oleh Heather et al. (1997) bahwa pemberian panas selama 10 menit pada suhu 46,5 o C sudah dapat mengakibatkan mortalitas 100% pada mediteranian fruit fly. Penggunaan VHT pada suhu pusat mangga mencapai 46,5 o C selama menit efektif untuk membunuh oriental fruit fly dan melon fruit fly pada mangga nang klangwan dan mangga irwin dari Thailand, selain itu juga dapat mengontrol penyakit stem end rot pada mangga kensington (JFTA, 1996). Jacobi et al. (2000) menerangkan agar dapat lolos dari karantina pada berbagai negara pengimpor mangga, perlakuan panas yang diberikan harus menimbulkan tingkat mortalitas 99,9968% terhadap lalat buah yang ditargetkan. Informasi ini selanjutnya akan digunakan sebagai informasi tambahan untuk melakukan proses VHT pada mangga gedong

65 C. Pengaruh Perlakuan Panas dan Pelilinan terhadap Mutu Buah 1. Waktu Kondisioning Penentuan waktu kondisioning dimaksudkan untuk mengetahui berapa lama waktu dibutuhkan hingga pusat mangga mencapai suhu yang diinginkan. Dengan memasangkan termokopel pada setiap mangga yang diuji, maka perkembangan suhu buah selama proses VHT dapat dipantau menggunakan hybrid recorder. Data perkembangan suhu selama proses VHT diperlihatkan pada Lampiran 3. Suhu pusat yang ingin dicapai adalah 46 o C dengan menggunakan suhu VHT chamber 46,5 o C dan RH>90%. Perkembangan suhu pada mangga gedong selama proses VHT ditampilkan pada Gambar Suhu mangga Suhu air Suhu ruang Suhu ( o C) Waktu (menit) Gambar 14. Perkembangan suhu buah mangga gedong gincu selama proses VHT. Untuk mendeskripsikan penyebaran suhu selama proses perlakuan panas digunakan model matematika. Pada penelitian ini digunakan model matematika logistik untuk menduga perkembangan suhu pada mangga gedong selama proses VHT. Pada Gambar 15 ditampilkan grafik suhu hasil pengukuran dan pendugaan menggunakan metode logistik selama proses VHT pada mangga gedong. Data penetrasi suhu selama proses VHT diolah dengan program SAS 6.12 untuk mendapatkan model matematika logistik dan keluarannya ditampilkan pada Lampiran 4. Maka persamaan yang didapatkan adalah Y = 47,18/(1+0,65*EXP(-0,04* X)) dengan R 2 = 0,

66 50 45 Suhu ukur Suhu duga Suhu ( o C) Waktu (menit) Gambar 15. Perkembangan suhu hasil pengukuran dan pendugaan dengan model logistik selama proses VHT pada mangga gedong gincu. Suhu awal pada menit ke-1 hasil pengukuran adalah sebesar 28,4 o C dimana hanya berselisih sebesar 0,6 o C dengan suhu hasil pendugaan (suhu hasil pendugaan 29,0 o C). Dari hasil pengukuran diketahui, bahwa waktu kondisioning yang dibutuhkan mangga gedong gincu hingga suhu pusatnya mencapai 46 o C adalah selama 82 menit (1 jam 22 menit). Hal ini hanya berbeda 2 menit dengan suhu hasil pendugaan, dimana dari hasil pendugaan suhu pusat mangga 46 o C tercapai pada menit ke 80 (1 jam 20 menit). Secara keseluruhan model logistik sudah dapat digunakan untuk menduga perkembangan suhu pada mangga gedong gincu selama proses VHT dengan akurat. Hansen (1992) mengembangkan beberapa model matematika untuk menduga penetrasi panas pada buah dan sayur selama proses karantina, dan dilaporkan bahwa model terbaik adalah model logistik. Demikian pula menurut Rokhani (2002), model terbaik dalam menduga suhu pusat mangga Irwin yang di VHT adalah model logistik. 2. Perubahan Mutu Mangga gedong diberi perlakuan panas metode VHT pada suhu 46,5 o C dengan RH 90% selama 10 menit, 20 menit, 30 menit dan kontrol. Kemudian sebagian mangga diberi lapisan lilin (6%) dan sebagian tidak dililin. Mangga disimpan pada suhu 13 o C dengan RH 70% menggunakan kemasan karton yang diberi partisi pada bagian dalamnya. Pemberian partisi ini adalah untuk

67 menghindari gesekan sesama mangga dan untuk memperkecil kemungkinan penyebaran penyakit yang mungkin terjadi selama masa penyimpanan. Untuk mengetahui parameter proses yang memberikan hasil terbaik, dilakukan pengamatan terhadap respirasi buah dan parameter mutu yang meliputi susut bobot, kekerasan, warna, total padatan terlarut, kadar air, vitamin C, total populasi cendawan dan uji organoleptik. Respirasi Laju respirasi dinyatakan dalam laju konsumsi O 2 dan produksi CO 2. Pada Gambar 16 disajikan laju konsumsi O 2 mangga gedong selama penyimpanan. Terjadi peningkatan konsumsi O 2 pada hari penyimpanan ke-6 baik untuk mangga yang diberi lilin maupun untuk mangga yang tidak diberi lilin. Peningkatan respirasi ini menandai fase klimakterik pada mangga. Selanjutnya konsumsi O 2 mengalami penurunan hingga hari ke-10. Peningkatan O 2 yang fluktuatif kembali terjadi pada hari ke-12 hingga akhir masa pengamatan, ini terjadi karena adanya respirasi tambahan dari mikroorganisme seperti cendawan yang ditandai dengan mulai munculnya gejala penyakit pada hari pengamatan ke-12. laju konsumsi O2(mlO2/kg-jam) kontrol vht 10' vht 20' vht 30' Pelilinan Waktu (hari) laju konsumsi O2 (mlo2/kg-jam) kontrol vht 10' vht 20' vht 30' Tanpa pelilinan Waktu (hari ) Gambar 16. Pengaruh lama VHT terhadap konsumsi O 2 mangga gedong gincu selama penyimpanan. Pada hari penyimpanan ke-0 laju konsumsi O 2 tertinggi adalah sebesar 44,6 ml O 2 /kg.jam (VHT 10 mnt tanpa pelilinan) dan 39,1 ml O 2 /kg.jam (VHT 30 menit dengan pelilinan). Pada masa klimakterik laju konsumsi O 2 terbesar adalah 63,9 ml O 2 /kg.jam (VHT 30 menit tanpa pelilinan) dan 56,2 ml O 2 /kg.jam (VHT 10 menit dengan pelilinan). Mitcham dan Mc Donald (1993) melaporkan bahwa respirasi mangga yang diberi perlakuan panas lebih tinggi dibandingkan kontrol pada 6 hari pertama. Demikian juga yang dilaporkan oleh Irving et al. (1991),

68 dimana buah kiwi yang diberi perlakuan panas metode HWT pada suhu o C selama 8 menit memiliki laju respirasi yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Esguerra dan Lizada (1990) menambahkan bahwa terjadi peningkatan respirasi pada mangga carabao yang diberi perlakuan panas metode VHT 46 o C selama 10 menit. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa lama VHT memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsumsi O 2 pada hari pengamatan ke-0, 1, 5, 12, 13, dan 15. Sementara pelilinan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsumsi O 2 pada hari pengamatan ke- 0, 1, 8 dan 9. Interaksi antara perlakuan lama VHT dan pelilinan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsumsi O 2 pada hari ke-0, 1, 12, 13 dan 15. Pemberian lilin dapat menekan laju respirasi dimana, mangga yang tidak dililin memiliki laju konsumsi O 2 yang lebih tinggi dibandingkan mangga yang dililin. Pada hari ke-0, 1, 13 dan 15 mangga yang digunakan sebagai kontrol memiliki laju konsumsi O 2 paling tinggi sementara lama VHT tidak memiliki pengaruh nyata terhadap laju konsumsi O 2, walaupun demikian mangga yang diberi VHT selama 20 menit memiliki laju respirasi terendah pada hari ke-0, 1 dan 15. Joyce dan Shorter (1994) juga menyatakan bahwa respirasi buah yang diberi panas lebih rendah dibandingkan kontrol. Konsumsi O 2 pada hari ke-15 diperlihatkan pada Gambar 17. Laju konsumsi O2 (ml.o2/kg.jam) VHT dengan pelilinan VHT tanpa pelilinan kontrol Lama VHT (menit) Gambar 17. Laju konsumsi O 2 mangga gedong gincu pada hari ke-15. Gambar 18 menampilkan grafik laju produksi CO 2 mangga gedong selama 16 hari penyimpanan. Sama halnya dengan laju konsumsi O 2, terjadi

69 peningkatan produksi CO 2 pada hari 6-7 (klimakterik), laju produksi CO 2 kembali mengalami penurunan setelah berlalunya fase klimakterik. Untuk penyimpanan ke-0 laju produksi CO 2 tertinggi untuk mangga yang tidak dililin adalah pada VHT selama 10 menit sebesar 47,1 ml CO 2 /kg.jam dan pada VHT selama 30 menit 42,8 ml CO 2 /kg.jam untuk mangga yang dililin. Pada puncak fase klimakterik produksi CO 2 tertinggi adalah sebesar 62,6 ml CO 2 /kg.jam (kontrol tanpa pelilinan) dan 52,8 ml CO 2 /kg.jam (VHT 10 menit dengan pelilinan). Rokhani (2002) juga melaporkan bahwa mangga irwin yang diberi perlakuan panas memiliki laju yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. laju produksi CO2 (ml CO2/kg-jam) kontrol vht 10' vht 20' vht 30' Pelilinan Waktu (hari) laju produksi CO2(ml CO2/kg-jam) kontrol vht 10' vht 20' vht 30' Tanpa pelilinan Waktu (hari) Gambar 18. Pengaruh lama VHT terhadap produksi CO 2 mangga selama penyimpanan. Dari analisa sidik ragam (Lampiran 8), diketahui bahwa lama VHT memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap produksi CO 2 pada hari ke- 2, dan perlakuan pelilinan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap produksi CO 2 pada hari ke-0, 1 dan 2 sementara interaksi antara lama VHT dan pelilinan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada hari ke-0, 1, 2, 13 dan 14. Mangga yang digunakan sebagai kontrol memiliki laju produksi CO 2 tertinggi pada hari ke-2, dan mangga yang diberi VHT 20 menit dengan pelilinan memiliki laju produksi CO 2 terendah dibandingkan perlakuan lainnya, walaupun tidak ada beda nyata diantara lama VHT 10, 20 dan 30 menit. Pada diagram di Gambar 19 ditampilkan laju produksi CO 2 pada hari ke

70 Laju produksi CO2 (ml.co2/kg.jam) VHT dengan pelilinan VHT tanpa pelilinan kontrol Lama VHT (menit) Gambar 19. Laju produksi CO 2 mangga gedong gincu pada hari simpan ke-14. Laju respirasi merupakan petunjuk umur simpan buah sesudah panen karena berhubungan dengan laju kemunduran mutu. Semakin rendah laju respirasi maka semakin potensial buah tersebut disimpan dalam bentuk segar (Pantastico, 1986). Terjadinya peningkatan atau penurunan laju respirasi setelah perlakuan panas erat kaitannya dengan kerusakan sel yang terjadi selama perlakuan. Klein dan Lurie (1990), melaporkan bahwa VHT dapat meningkatkan ataupun menurunkan puncak respirasi buah-buahan klimakterik tergantung seberapa lama penundaan yang terjadi setelah perlakuan. Jacobi et al. (1995) melaporkan bahwa perlakuan panas tidak mempengaruhi waktu klimakterik pada mangga kensington. Susut Bobot Mangga gedong mengalami peningkatan susut bobot selama penyimpanan. Pada Gambar 20 ditampilkan grafik presentase peningkatan susut bobot mangga gedong selama penyimpanan Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30' Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30' Susut (%) Susut (%) Pelilinan Waktu (hari) 5 0 Tanpa pelilinan Waktu (hari) Gambar 20. Pengaruh lama VHT terhadap peningkatan susut bobot mangga gedong selama penyimpanan

71 Dari hasil pengamatan pada hari penyimpanan ke-4 susut bobot terbesar adalah 1,8% (VHT 30 menit dengan pelilinan) dan 2,7% (VHT 20 menit tanpa pelilinan). Pada akhir pengamatan yakni hari penyimpanan ke-28, didapatkan susut bobot tertinggi 20,1% (kontrol dengan pelilinan) dan 27,8% (VHT 10 menit tanpa pelilinan). Hasil sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa lama VHT tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kehilangan bobot selama penyimpanan. Sementara pelilinan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penurunan bobot mangga gedong selama masa simpan. Interaksi antara lama VHT dan pelilinan memberikan pengaruh yang berbeda nyata hingga hari penyimpanan ke-20. Rokhani (2002) juga melaporkan bahwa perlakuan panas tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap susut bobot mangga irwin selama masa simpan. Hal serupa juga dilaporkan oleh Sunagawa et al. (1987) di dalam Rokhani (2002), dimana susut bobot dari mangga irwin tidak dipengaruhi oleh perlakuan VHT. Dari uji Duncan (Lampiran 8) diketahui bahwa mangga yang tidak dililin memiliki kehilangan bobot yang lebih tinggi dibandingkan mangga yang dililin. Interaksi pelilinan dan lama VHT hingga hari simpan ke-16 dan 24, terlihat bahwa mangga yang di VHT selama 20 menit dan dililin memiliki susut bobot terendah. Pada diagram di Gambar 21 diperlihatkan penurunan bobot mangga gedong di hari ke-24. Susut bobot (%) VHT dengan pelilinan VHT tanpa pelilinan kontrol Lama VHT (menit) Gambar 21. Nilai susut bobot mangga gedong gincu pada hari ke-24. Pantastico (1986) menjelaskan bahwa penurunan bobot dapat disebabkan oleh terurainya glukosa menjadi CO 2 dan air selama proses respirasi walaupun jumlahnya kecil. Selain itu kehilangan bobot juga dihubungkan dengan adanya penurunan kekerasan, sehingga ikatan antar sel di dalam buah manjadi

72 lebih lemah dan jaraknya meregang sehingga air-air bebas yang terdapat di dalam buah menjadi mudah teruapkan (Bourne, 1979). Dikatakan pula oleh Wills et al. (1981), faktor lain yang mempengaruhi kehilangan air pada buah dan sayuran antara lain adalah luas/volume permukaan buah dan sayur itu sendiri, lapisan alami permukaan buah serta kerusakan mekanik pada buah dan sayur itu. Disamping itu Syarief dan Halid (1991) menjelaskan bahwa salah satu penyebab susut bobot adalah proses respirasi dan proses transpirasi. Transpirasi merupakan faktor dominan penyebab susut bobot. Proses transpirasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu suhu dan kelembaban. Roosmani (1975) juga menerangkan bahwa pelapisan lilin juga dapat menekan respirasi dan transpirasi sehingga komoditi tersebut memiliki umur simpan yang lebih lama dan nilai jualnya dapat dipertahankan. Kekerasan Selama masa peyimpanan terjadi penurunan nilai kekerasan mangga gedong (Gambar 22). Kekerasan tertinggi pada hari ke-0 adalah 1,97 kg/mm (kontrol dan VHT 10 menit dengan pelilinan) dan 2,01 kg/mm (VHT 10 dan 30 menit tanpa pelilinan). Pada hari penyimpanan ke-28, nilai kekerasan tertinggi 0,49 kg/mm (kontrol dengan pelilinan) dan 0,46 kg/mm (VHT 20 menit tanpa pelilinan). Kekerasan (kg/mm) Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30' Pelilinan Kekerasan (kg/mm) Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30' Tanpa pelilinan Waktu (Hari) Waktu (Hari) Gambar 22. Pengaruh lama VHT pada penurunan kekerasan mangga gedong gincu selama penyimpanan. Dari hasil sidik ragam (Lampiran 9) diketahui bahwa lama VHT memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada hari penyimpanan ke-8, dimana hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 10) menunjukkan bahwa VHT 10 memiliki nilai kekerasan tertinggi, diikuti oleh kontrol, VHT selama 30 dan 20 menit. Pelilinan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap penurunan kekerasan

73 mangga gedong selama penyimpanan sementara interaksi antara pelilinan dan lama VHT memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada hari ke-24, dimana mangga yang digunakan sebagai kontrol dan tidak dililin memiliki kekerasan tertinggi, diikuti oleh VHT selama 20, 30 dan 10 menit, tetapi tidak terdapat perbedaan diantara lama VHT. Pada Gambar 23 ditampilkan penurunan kekerasan pada hari ke-24 uji Duncannya ditampilkan pada Tabel 16. Kekerasan (kg/mm) VHT dengan pelilinan VHT tanpa pelilinan kontrol Lama VHT (menit) Gambar 23. Nilai kekerasan mangga gedong gincu pada hari ke-24. Rokhani (2002) melaporkan bahwa mangga irwin yang diberi HWT memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Klein dan Lurie juga menemukan hal yang sama pada apel varietas anna dan granny smith, dimana apel yang diberi perlakuan panas 38 o C selama 4 hari memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibanding kontrol. Perlakuan panas metode HWT dengan suhu 46 o C juga dilaporkan dapat mempertahankan kekerasan pada pepaya (Chan et al., 1981). Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena terhambatnya atau terpicunya hidrolisis pektin karena perlakuan panas sehingga dapat memperlambat ataupun mempercepat aktifitas enzim dalam mendegradasi dinding sel (Smith, 1989). Nilai kekerasan yang semakin lama semakin menurun disebabkan karena mangga mengalami pematangan/pelunakan. Pematangan terjadi karena sebagian protopektin yang tidak larut dalam air berubah menjadi pektin yang larut dalam air, sehingga menurunkan kohesi dinding sel yang mengikat sel yang satu dengan sel yang lainnya sehingga buah menjadi lunak (Winarno dan Wiranatakusumah, 1981). Menurut Winarno (1997), protopektin merupakan istilah untuk senyawa pektin yang banyak terdapat dalam jaringan tanaman muda dan bila dipanaskan di dalam air yang mengandung asam, protopektin dapat diubah menjadi pektin yang dapat terdepresi dalam air sehingga buah

74 menjadi empuk. Kekerasan buah mangga berhubungan dengan struktur dan tekstur buah yaitu kulit dan daging. Tucker (1993) menambahkan bahwa penurunan kekerasan buah dapat meningkat selama pemeraman yang disebabkan oleh 3 mekanisme yaitu, penurunan tekanan turgor, degradasi (perombakan zat tepung) dan pemecahan dinding sel buah. Penurunan tekanan turgor sel pada umumnya disebabkan penurunan komposisi dinding sel, terjadi karena adanya senyawa penyusun dinding sel menjadi fraksi yang berat molekulnya lebih rendah dan larut di dalam air. Warna Warna biasanya digunakan oleh konsumen dalam menilai kualitas buah yang akan dikonsumsi. Perubahan warna pada kulit mangga dari hijau ke kuning menandai terjadinya proses pemasakan buah. Pada Gambar 24 dan 25 diperlihatkan grafik perubahan warna pada mangga gedong selama penyimpanan berdasarkan perubahan nilai a dan b. Selama masa simpan mangga gedong nilai a cenderung bergerak dari nilai negatif ke nilai positif yang menandai perubahan warna dari hijau ke kuning. Pada hari ke-0 nilai a tertinggi adalah -20,92 (VHT 20 menit dengan pelilinan) dan -20,73 (VHT 30 menit tanpa pelilinan). Hari pengamatan ke-12 dimana mangga sudah matang, nilai a tertinggi adalah 5,21 (VHT 10 menit dengan pelilinan) Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30' Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30' 5 5 nilai a Nilai a Pelilinan -20 Tanpa pelilinan -25 Waktu (hari) -25 Waktu (hari) Gambar 24. Pengaruh lama VHT terhadap perubahan warna (nilai a) mangga gedong gincu selama penyimpanan

75 55 50 Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30' Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30' nilai b nilai b Pelilinan Waktu (Hari) Tanpa pelilinan Waktu (Hari) Gambar 25. Pengaruh lama VHT terhadap perubahan warna (nilai b) mangga gedong gincu selama penyimpanan. Nilai b selama masa penyimpanan cenderung mengalami peningkatan dan kemudian mengalami penurunan pada hari pengamatan ke-24 dan 28. Pada hari pengamatan ke-0, nilai b tertinggi adalah 42,45 (VHT 20 menit dengan pelilinan) dan 38,37 (VHT 10 menit tanpa pelilinan). Di hari pengamatan ke-12, nilai b tertingginya adalah 48,13 (VHT 30 menit dengan pelilinan). Pada Gambar 26 dan 27 diperlihatkan hasil plotting nilai a dan b mangga gedong pada grafik warna Munsell pada hari penyimpanan ke-0 dan 12. Gambar 26. Warna mangga gedong gincu pada hari ke

76 Gambar 27. Warna mangga gedong gincu pada hari ke-12. Dari analisa sidik ragam (Lampiran 11 dan 13) diketahui bahwa lama VHT perlakuan, pelilinan, dan interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perubahan nilai a selama penyimpanan. Lama VHT juga tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perubahan nilai b tetapi pemberian lilin memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada hari simpan ke-0, 16 dan 24. Interaksi antara lama VHT dan pelilinan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada hari ke-16 dan 20, dimana VHT selama 30 dan 20 menit memiliki nilai b tertinggi berturut-turut. Dari perubahan nilai a dan b ini cenderung terlihat bahwa mangga yang di VHT menjadi kuning lebih cepat dibandingkan mangga yang digunakan sebagai kontrol. Juga didapati bahwa VHT selama 10, 20 dan 30 menit belum menimbulkan gejala heat injury pada kulit mangga gedong. Uji lanjut Duncan-nya dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 14. Rokhani (2002) juga mendapatkan hasil yang serupa, dimana lama perlakuan panas tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perubahan warna mangga irwin selama masa penyimpanan. Walau demikian, pada beberapa jenis mangga ditemukan bahwa perlakuan panas mempercepat kematangan dan penguningan mangga, namun mekanismenya belum dapat dideskripsikan, hal tersebut kemungkinan berhubungan dengan cepatnya sintesis karotenoid, degradasi klorofil dan sintesis dinding sel yang diikuti dengan degradasi enzim seperti poligalakturonase (Jacobi et al., 2000). Proses perubahan kulit mangga dari warna hijau menjadi kuning disebabkan terdegradasinya klorofil tanpa atau dengan sedikit

77 pembentukan karatenoid. Pigmen karoten adalah pigmen yang stabil pada kulit buah mangga tetapi penampakannya tertutup oleh klorofil. Dengan terdegradasinya klorofil selama pematangan, maka pigmen karoten nampak sehingga menyebabkan mangga berwarna kuning (Wills et al., 1981). Total Padatan Terlarut Total padatan terlarut (TPT) diukur dengan refraktometer, bagian terbesar dari TPT ini adalah kandungan total gula dalam buah, sehingga banyaknya TPT yang terukur merupakan gambaran banyaknya kandungan gula total pada mangga yang diukur. Perubahan TPT mangga gedong selama penyimpanan ditampilkan pada grafik di Gambar 28. Kandungan TPT cenderung mengalami peningkatan, namun demikian perubahannya fluktuatif, hal ini dapat juga disebabkan kurang seragamnya tingkat kematangan mangga selain itu pengukuran juga dilakukan pada buah yang berbeda pada setiap kali pengamatan. Total Padatan Terlarut (%) Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30' Pelilinan Waktu (hari) Total padatan Terlarut (%) Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30' Tanpa pelilinan Waktu (hari) Gambar 28. Pengaruh lama VHT terhadap perubahan TPT mangga gedong gincu selama penyimpanan. Nilai TPT tertinggi pada hari ke-0 adalah 13,67 o brix (VHT 20 menit dengan pelilinan) dan 15,00 o brix (kontrol tanpa pelilinan). Analisa sidik ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa lama VHT memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada hari ke-24, dimana VHT 30 menit memiliki nilai TPT tertinggi, Namun pelilinan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perubahan TPT selama penyimpanan. Interaksi antara pelilinan dan lama VHT memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada hari ke-0 dan 20. Mangga yang digunakan sebagai kontrol dan VHT 10 menit tanpa pelilinan memiliki kandungan TPT tertinggi pada hari ke-0 dan 20. Hasil uji lanjut Duncan ditampilkan pada Lampiran 21. Pada diagram di Gambar 29 diperlihatkan nilai TPT mangga gedong pada hari ke-20 dan uji Duncannya dapat dilihat pada Lampiran

78 Total padatan terlarut ( o brix) VHT dengan pelilinan VHT tanpa pelilinan kontrol Lama VHT (menit) Gambar 29. Nilai total padatan terlarut mangga gedong gincu pada hari ke-20. Jacobi dan Wong (1992) melaporkan bahwa perlakuan panas secara VHT dan HWT tidak mempengaruhi perubahan mutu dan kimia yang terjadi pada beberapa kultivar mangga. Rokhani (2002) juga menyatakan bahwa perlakuan panas tidak berpengaruh nyata pada perubahan TPT mangga irwin yang diberi perlakuan panas hingga hari penyimpanan ke-14. Hal serupa juga dilaporkan oleh Suganawa et al. (1987) bahwa perubahan TPT mangga irwin tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan panas metode VHT. Demikian juga yang dijelaskan oleh Jacobi et al. (1995) perlakuan panas metode VHT suhu 47 o C selama 30 menit tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada perubahan TPT mangga, begitu juga dengan perlakuan panas metode HAT dengan suhu 46,5 o C selama 10 menit (Jacobi dan Gilles, 1997). Peningkatan nilai total padatan terlarut selama penyimpanan mangga gedong dapat disebabkan oleh adanya perubahan pati di dalam buah mangga menjadi gula. Gula-gula yang terbentuk akan digunakan sebagai energi untuk respirasi. Menurut Apandi (1984), selama pematangan kandungan gula bertambah akibat adanya proses hidrolisa pati, zat pati terhidrolisa seluruhnya menjadi sukrosa (Leley et al., 1943). Menurut Krishnamurthy (1973), pada penyimpanan suhu ruang antara hari ke-3 dan ke-4, kandungan pati buah mangga hilang secara sempurna dan TPT buah menjadi bertambah. Penurunan TPT buah mangga selama penyimpanan mungkin disebabkan adanya penguraian sukrosa oleh enzim invertase menjadi gula-gula sederhana seperti glukosa, fruktosa, sakarosa dan monosakarida lainnya seperti dikemukakan oleh Pantastico (1975)

79 Kadar Air Selama masa simpan kadar air mangga cenderung mengalami penurunan secara fluktuatif. Pada Gambar 30 diperlihatkan perubahan kadar air selama penyimpanan. Mangga yang dililin mengalami perubahan yang lebih seragam dibandingkan dengan mangga gedong yang tidak dililin. 90 KONTROL VHT 10' VHT 20' VHT 30' 90 KONTROL VHT 10' VHT 20' VHT 30' Kadar air (%) Kadar air (%) Pelilinan Waktu (hari) 75 Tanpa pelilinan Waktu (hari) Gambar 30. Pengaruh lama VHT terhadap perubahan kadar air mangga gedong gincu selama penyimpanan. Pada penyimpanan hari ke-0 nilai kadar air tertinggi adalah 87,7%( VHT 10 menit dengan pelilinan) dan 87,3% (VHT 10 menit tanpa pelilinan). Pada akhir masa simpan (hari ke-28) kadar air tertinggi adalah 84,6% kontrol dengan pelilinan) 84,3% (VHT 30 menit tanpa pelilinan). Dari hasil analisa sidik ragam (Lampiran 17) diketahui bahwa lama VHT memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada hari ke-0 dan pelilinan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada hari pengamatan ke-0 dan 8. Sementara interaksi antara lama VHT dengan pelilinan memberikan pengaruh nyata pada hari ke-0 dan 20. Uji lanjut Duncan (Lampiran 18) memperlihatkan bahwa mangga yang tidak dililin memiliki kadar air lebih tinggi pada hari pengamatan ke-0 dan 8 dan VHT 30 menit memiliki kadar air tertinggi pada hari ke-0, namun demikian tidak terdapat perbedaan diantara lama VHT. Dari hasil interaksi pemberian lilin dan lama VHT terlihat bahwa VHT 20 dan 30 menit tanpa pelilinan memiliki nilai kadar air tertinggi pada hari ke-0 dan 20. Pada Gambar 31 ditampilkan nilai kadar air pada hari ke

80 Kadar air (%) VHT dengan pelilinan VHT tanpa pelilinan kontrol Lama VHT (menit) Gambar 31. Nilai kadar air mangga gedong gincu pada hari ke-20. Rokhani (2002) juga melaporkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang berbeda nyata pada perubahan kadar air mangga irwin setelah mendapat perlakuan panas. Kadar air merupakan faktor penting dalam penyimpanan, terutama pada penyimpanan bahan-bahan segar, karena kadar air akan berpengaruh pada konsistensi bahan dan berpengaruh terhadap keawetan bahan pangan tersebut. (Winarno et al., 1997). Setelah pemetikan buah masih mempunyai kadar air yang tinggi kemudian akan terus menurun sampai pemasakan (Pantastico, 1986). Vitamin C Grafik perubahan kandungan vitamin C pada mangga gedong selama penyimpanan ditampilkan pada Gambar 32. Selama penyimpanan terjadi peningkatan kandungan vitamin C kontrol VHT 10 ' VHT 20' VHT 30' kontrol VHT 10 ' VHT 20' VHT 30' total vit C (%) total vit C (%) Pelilinan Waktu (hari) Tanpa pelilinan Waktu (hari) Gambar 32. Pengaruh lama VHT terhadap peningkatan kandungan vitamin C pada mangga gedong gincu selama. Pada hari ke-0, kandungan tertinggi vitamin C adalah 21,52 mg/100g pada mangga yang mendapat VHT selama 20 menit, baik untuk mangga yang dililin

81 maupun tidak dililin. Pada pengamatan hari ke-24, kandungan vitamin C meningkat tertinggi adalah 36,03 mg/100g (VHT 10 menit dengan pelilinan) dan 33,40 mg/100g (VHT 10 menit tanpa pelilinan). Dari hasil analisa sidik ragam (Lampiran 19) didapatkan bahwa, lama VHT tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada perubahan kandungan vitamin C mangga gedong selama penyimpanan kecuali pada hari pengamatan ke-0, dimana mangga yang mendapatkan VHT selama 30 menit memiliki kandungan vitamin C tertinggi (21,56 mg/100g) sementara pemberian lilin tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada perubahan kandungan vitamin C selama penyimpanan. Dari uji lanjut Duncan (Lampiran 20) terlihat bahwa lama VHT 10, menit tidak berpengaruh kecuali terhadap kontrol. Interaksi antara perlakuan pelilinan dengan lama VHT juga tidak memberikan pengaruh yang berbeda pada kandungan vitamin C. Vitamin terpenting yang dikandung oleh sayur dan buah adalah vitamin C dan lebih dari 90% kebutuhan manusia akan vitamin C disuplai dari buah dan sayur. Kandungan vitamin C pada buah-buahan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perbedaan genotip, kondisi iklim, cara budi daya, tingkat kematangan dan metode pemanasan serta penanganan pascapanen. Pengaturan temperatur setelah panen sangat penting untuk mempertahankan kandungan vitamin C pada buah-buahan. Kehilangan vitamin C akan sejalan dengan peningkatan temperatur, rendahnya RH, kerusakan fisik, chilling injury, panjangnya masa simpan dan tingginya tingkat CO 2 (Lee dan Kader, 2000). Mangga yang matang merupakan sumber vitamin C, B 1 dan B 2 serta pro vitamin A (Mukherjee, 1957). Populasi Cendawan Pada hari ke-0 ditemukan 3 koloni Colletotrichum gloeosporioides dan Pestalotiopsis mangiferae penyebab penyakit antraknose dan stem end rot pada mangga yang tidak diberi perlakuan panas, sementara pada mangga yang diberi perlakuan panas tidak ditemukan adanya cendawan (Tabel 14). Dari hasil tersebut terlihat bahwa pemberian panas mampu mengendalikan total populasi cendawan pada mangga gedong di hari penyimpanan ke

82 Tabel 14. Total populasi cendawan mangga gedong gincu segera setelah VHT Populasi cendawan Cendawan (koloni/g bobot basah) Kontrol VHT C. gloeosporioides 3 - P. mangiferae 3 - Di hari ke-12 mulai terlihat bintik hitam kecil yang merupakan gejala awal serangan penyakit antraknose pada mangga. Ditemukan 4 spesies cendawan dan 3 diantaranya adalah patogen penyebab penyakit kecuali cendawan Cladosporium cladosporoides (Tabel 15). Mangga yang digunakan sebagai kontrol memiliki tingkat populasi cendawan yang paling tinggi, dimulai dari C. gloeosporioides sebanyak 1000 koloni pada mangga yang dililin dan pada mangga yang tidak dililin. Lasiodiplodia theobromae 217 koloni pada mangga yang dililin dan pada mangga yang tidak dililin populasinya mencapai 1300 koloni. Cendawan P. mangiferae mempunyai populasi 14 koloni pada mangga yang dililin dan 5 koloni pada mangga yang tidak dililin. Pada mangga gedong yang diberi perlakuan VHT jumlah koloni cendawan <100 koloni, kecuali untuk cendawan C. gloeosporioides pada mangga yang diberi VHT selama 20 menit dan tidak dililin. Tabel 15. Total populasi cendawan mangga gedong gincu pada hari penyimpanan ke-12 Populasi cendawan (koloni/g bobot basah) Cendawan Kontrol VHT 10 VHT 20 VHT 30 P TP P TP P TP P TP C. cladosporoides C. gloeosporioides P. mangiferae L. theobromae Ket: P= pelilian; TP= tanpa pelilinan Diketahui bahwa pemberian lilin dan pemberian panas mampu mengendalikan serangan cendawan penyebab penyakit antraknosa dan stem end rot pada mangga gedong. Dimana mangga yang dililin dan diberi perlakuan panas memiliki tingkat serangan cendawan yang lebih rendah. Rokhani (2002) juga melaporkan bahwa perlakuan panas metode VHT dan HWT dapat

83 memperlambat perkembangan penyakit antraknosa (cendawan C. gloeosporioides) dan stem end rot (cendawan Dothiorella dominicana). Berdasarkan hasil identifikasi cendawan (Gambar 34) dan gejala serangan penyakit yang timbul (Gambar 33), diketahui bahwa mangga gedong mendapat serangan antraknose yang cukup parah, diikuti dengan serangan penyakit stem end rot. Colletotrichum gloeosporioides Pestalotiopsis mangiferae Lasiodiplodia Gambar 33. Cendawan patogen yang ditemukan pada mangga gedong gincu pada hari ke-12. Gambar 34. Penyakit antraknose (A) dan stem end rot (B). Setelah gelaja awal penyakit muncul pada hari penyimpanan ke-12, semakin lama penyimpanan gejala serangan semakin meluas. Terutama pada mangga gedong yang digunakan sebagai kontrol dan tidak dililin. Pada mangga yang di- VHT juga terjadi peningkatan serangan penyakit selama penyimpanan, namun

84 penyebarannya tidak secepat pada mangga gedong yang tidak diberi perlakuan panas. Terlihat bahwa lama perlakuan panas metode VHT memberikan pengaruh terhadap kecepatan penyebarluasan penyakit. Menurut Sulusi et al. (1993) bahwa tingkat kematangan buah juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan gejala serangan cendawan pascapanen seperti Colletotrichum gloeosporioides dan Lasiodiplodia theobromae. Perlakuan panas dilaporkan dapat mengendalikan perkembangan penyakit antraknosa pada mangga, secara umum perendaman dengan air bersuhu o C setidaknya selama 5 menit, namun demikian hal ini tergantung pada toleransi panas kultivar mangga dan sensitifitas strain C. gloeosporioides terhadap panas. Coates et al. (1996) melaporkan perlakuan panas metode VHT pada suhu 46 o C selama 24 menit atau pada suhu 48 o C selama 8 menit dapat mengontrol penyakit antraknosa. Awal infeksi Colletotrichum gloeosporioides biasanya terjadi saat buah masih di pohon. Setelah melakukan penetrasi, patogen akan bertahan beberapa lama dalam keadaan dorman menunggu kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut (infeksi laten). Infeksi ini dapat berkembang menjadi aktif setelah terjadi infeksi melalui luka pada kulit buah atau kontak langsung dengan buah yang sudah terinfeksi. Infeksi yang secara laten akan aktif berkembang pada saat buah mulai matang, yang ditandai dengan adanya bercak kecil pada kulit buah sebagai gejala awal bercak antraknosa. Bercak ini akan berkembang dan meluas, yang terdiri dari aservulli berwarna coklat kehitaman dengan tetesan bewarna krem atau orange yang merupakan kumpulan konidianya. Pada tingkat serangan berat, bercak antraknosa ini dapat menutupi seluruh permukaan buah dan berlanjut dengan busuknya buah. Cendawan Lasiodiplodia theobromae (Gambar 34) biasanya menginfeksi buah setelah panen, selama pengangkutan atau selama penyimpanan. Gejala awal serangan berupa bercak kecil yang bewarna violet dan kemudian terus berkembang menjadi coklat terang dan akhirnya akan berwarna hitam, yang terdapat pada bagian sekitar tangkai buah. Busuk yang terjadi tampak lunak dan berair. Penyebaran penyakit ini akan diperparah oleh cendawan Pestalotiopsis mangiferae (Gambar 34), sehingga penyakit menyebar dengan cepat. Perlakuan panas metode HWT pada suhu o C yang dikombinasikan dengan penambahan Benomyl (850mgl -1 ) selama 5-10 menit mampu mengontrol perkembangan penyakit stem end rot pada beberapa jenis mangga (Dodd et al., 1991)

85 Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap mangga gedong yang diberi perlakuan dibandingkan terhadap kontrol. Uji organoleptik ini dilakukan terhadap 15 orang panelis. Nilai-nilai yang diperoleh diolah menggunakan metode non parametrik Kruskal-Wallis test, hasil ujinya dapat dilihat pada Lampiran 21. Mangga gedong masak penuh pada hari ke-12 dimana ditandai dengan peningkatan kadar gula, vitamin C, perubahan warna menjadi kuning serta melembutnya tekstur daging buah. Pada Gambar 35 ditampilkan diagram hasil uji organoleptik setelah diolah dengan metode non parametrik Kruskal-Wallis. Untuk uji organoleptik pada hari simpan ke-12, nilai tertinggi adalah pada mangga yang diberi perlakuan VHT selama 30 menit dengan pelilinan untuk warna dan aroma (72,43 dan 72,90) dan untuk rasa dan tekstur nilai tertinggi adalah pada mangga yang digunakan sebagai kontrol tanpa pelilinan (90,47 dan 73,03). 5 4 Dililin Tanpa lilin Dililin Tanpa lilin Nilai warna Nilai aroma kontrol Lama VHT (menit) 0 kontrol Lama VHT (menit) Dililin Tanpa Lilin 5 4 Dililin Tanpa lilin Nilai rasa Nilai tekstur kontrol Lama VHT (menit) 3 kontrol Lama VHT (menit) Gambar 35. Skor uji organoleptik mangga gedong gincu pada hari ke-12. Dari hasil uji organoleptik terlihat bahwa pemberian lilin tidak memberikan pengaruh terhadap tingkat kesukaan panelis. Demikian juga hasil uji lanjut memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara mangga yang diberi perlakuan panas dengan mangga yang tidak diberi perlakuan terhadap tingkat

86 kesukaan panelis yang mencakup warna, aroma, rasa dan tekstur. Hal serupa juga dilaporkan oleh (Merino et al., 1985; Unahawutti et al., 1986; Jacobi et al., 1995) bahwa, hasil organoleptik menunjukkan pemberian panas tidak mempengaruhi rasa, aroma, ph, TPT dan total asam pada mangga. D. Proses Disinfestasi Lalat Buah yang Optimum Dari dua tahap penelitian sebelumnya diperoleh data bahwa perlakuan panas dengan suhu 46 o C dapat menimbulkan tingkat mortalitas 100% pada telur oriental fruit fly. Dimana diketahui bahwa fase telur merupakan fase yang paling toleran terhadap panas dibandingkan fase lainnya. Penelitian terhadap perubahan mutu mangga gedong setelah di VHT juga diketahui bahwa mangga geong masih toleran terhadap perlakuan panas metode VHT hingga selama 30 menit. Untuk melihat keefektifan metode VHT dalam mendisinfestasi lalat buah yang terinfestasi pada mangga gedong maka dilakukan uji verifikasi. Mangga gedong dinfestasi langsung dengan lalat oriental fruit fly dengan cara meletakkan mangga ke dalam kurungan lalat. Masing-masing kurungan diberi 1 mangga dengan populasi lalat jantan dan betina ± 250 ekor/kurungan. Setelah 1 hari di dalam kurungan mangga diambil dan diberi VHT pasa suhu 46,5 o C selama 0, 10, 20, dan 30 menit, kemudian diisolasi. Untuk memastikan bahwa lalat melakukan infestasi dengan meletakkan telurnya pada mangga gedong yang digunakan sebagai inang, sebelumnya mangga dikupas terlebih dahulu, dan ditemukan adanya telur. Pada Gambar 36 diperlihatkan hasil uji verifikasi mangga gedong setelah 6 hari isolasi. Gambar 36. Hasil uji verifikasi mangga gedong; yang diberi perlakuan panas (kiri) dan kontrol (kanan)

87 Setelah diisolasi selama 6 hari terlihat bahwa pada mangga gedong yang digunakan sebagai kontrol terdapat larva dari oriental fruit fly. Sementara pada mangga yang diberi perlakuan panas tidak terdapat larva yang menandakan bahwa telur yang terinfestasi di dalam mangga tidak berkembang/mati. Dari berbagai pengamatan mutu mangga gedong selama penyimpanan diketahui bahwa laju respirasi secara umum dipengaruhi oleh pemberian lilin, dimana mangga yang dililin memiliki laju respirasi yang lebih rendah dibandingkan mangga yang tidak dililin. Lama VHT mempengaruhi respirasi pada beberapa hari pengamatan tertentu, dimana didapatkan dua hal; mangga yang di-vht memiliki laju respirasi yang lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan kontrol. Seperti yang dijelaskan oleh Klein dan Lurie (1990), bahwa perlakuan panas (dengan kelembaban tinggi dan udara bersuhu tinggi) dapat meningkatkan ataupun menurunkan puncak respirasi buah-buahan klimakterik tergantung seberapa lama penundaan yang terjadi setelah perlakuan. Namun demikian pengaruh yang terjadi belum menimbulkan gangguan atau ketidaknormalan respirasi dan mangga dapat matang secara sempurna seperti kontrol. Pada beberapa kali pengamatan didapatkan bahwa pemberian VHT selama 20 menit yang dikombinasikan dengan pelilinan, memiliki laju respirasi yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Tabel 16. Pengaruh lama VHT dan pelilinan terhadap mutu mangga gedong gincu Perlakuan Susut bobot (%) TPT ( o brix) Parameter mutu Kadar Air (%) Kekerasan (kg/mm) VHT 10 11,80 ± 1,15 c 15,31 ± 0,38 b 84,33 ± 0,55 a 0,39 ± 0,03 bcd VHT 20 10,16 ± 3,00 c 16,36 ± 0,38 ab 82,70 ± 0,95 ab 0,36 ± 0,04 d Pelilinan VHT 30 13,56 ± 2,69 c 16,44 ± 0,89 ab 82,83 ± 0,86 ab 0,46 ± 0,01 abc Kontrol 11,70 ± 0,76 c 15,42 ± 0,79 b 83,96 ± 1,06 a 0,50 ± 0,05 a VHT 10 20,70 ± 1,41 a 17,24 ± 1.16 a 82,43 ±1,35 ab 0,37 ± 0,07 cd VHT 20 19,40 ± 4,85 a ± 1,26 ab 83,60± 1,64 ab 0,49 ± 0,08 ab Tanpa VHT 30 18,96 ± 4,32 a 15,02 ± 0,42 b 84,60 ± 0,36 a 0,40 ± 0,01 bcd pelilinan Kontrol 17,96 ± 1,15 ab 16,57 ± 1,27 ab 81,33 ± 2,02 b 0,39 ± 0,05 bcd Hari ke Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf Pemberian lilin juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kehilangan bobot mangga gedong selama penyimpanan. Dimana mangga yang dililin memiliki susut bobot yang lebih rendah dibandingkan mangga yang tidak

88 dililin. Sementara itu lama pemberian VHT tidak memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap kehilangan bobot mangga gedong selama penyimpanan, interaksi dari perlakuan pelilinan dan lama VHT memberikan susut bobot terendah hingga hari ke-16 dan 24 yaitu pada mangga yang diberi VHT selama 20 menit dan pelilinan. Dari pengamatan penurunan kekerasan mangga gedong selama penyimpanan, didapati bahwa pelilinan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penurunan kekerasan. Demikian juga dengan lama VHT hanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada hari pengamatan ke-8. Dimana VHT selama 10 menit memiliki nilai kekerasan tertinggi, namun ini tidak berbeda dengan kontrol. Interaksi antara pelilinan dan lama VHT berpengaruh nyata pada hari pengamatan ke-24. Dari pengukuran warna selama penyimpanan mangga gedong. Pemberian lilin, lama VHT dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perubahan warna (nilai a). Untuk perubahan warna (nilai b) pemberian lilin memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada hari ke- 0, 16 dan 24 namun lama VHT belum memberikan pengaruh yang bebeda nyata. Interaksi antara perlakuan pelilinan dan lama VHT memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perubahan nilai b pada hari ke-16 dan ke-20. dimana pada VHT selama 30 dan 20 menit memiliki nilai b tertinggi pada kedua pengamatan tersebut berturut-turut. Dari pengamatan secara visual terlihat bahwa mangga masih toleran pada pemberian VHT selama 10, 20 dan 30 menit dengan tidak munculnya gejala heat injury pada permukaan buah. Uji total populasi cendawan pada hari ke-0 dan ke-12 memperlihatkan bahwa pemberian lilin dan VHT memberikan pengaruh yang nyata terhadap total populasi cendawan. Dimana mangga yang dililin dan diberi VHT dapat diperlambat laju pertumbuhan cendawannya. Pada Gambar 37 dan 38 ditampilkan penampakan mangga gedong secara visual pada hari ke-16 dan 24 sedangkan penampakan secara visual untuk hari ke-8 dan ke-12 dapat dilihat pada Lampiran 22. Dari pengamatan total padatan terlarut, kadar air dan kandungan vitamin C secara umum tidak ada pengaruh yang berbeda nyata untuk perlakuan pelilinan, lama pemberian VHT dan interaksi keduanya. Hal tersebut memperlihatkan bahwa perlakuan yang diberikan terutama VHT selama 10,

89 dan 30 menit belum mempengaruhi kandungan total padatan terlarut, kadar air dan vitamin C mangga gedong selama penyimpanan. Gambar 37. Kondisi mangga gedong gincu pada hari penyimpanan ke-16. Gambar 38. Kondisi mangga gedong gincu pada hari penyimpanan ke

90 SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN 1. Lalat buah Bactrocera dorsalis mengalami metamorfosis sempurna melalui fase telur selama ± 1-2 hari, larva ± 6-9 hari, pupa 4-12 hari dan fase imago. 2. Mortalitas lalat buah B. dorsalis mencapai 100% pada pemanasan selama 30 menit dan suhu diatas 43 o C, sedangkan pada suhu 46 o C tercapai pada pemanasan minimal selama 10 menit. 3. Mangga gedong gincu membutuhkan waktu kondisioning 82 menit hingga suhu pusat mencapai 46 o C dan penetrasi panas selama proses VHT dapat digambarkan secara matematis menggunakan model logistik dengan rumus umum Y=47,18/(1+0,65*exp(-0,04*X)). 4. Pemberian lilin memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju respirasi, susut bobot dan total populasi cendawan dan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai kekerasan, warna, total padatan terlarut, kadar air dan vitamin C serta hasil uji organoleptik. 5. Perlakuan panas pada suhu 46,5 o C pada mangga gedong gincu memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada laju respirasi, penurunan kekerasan, dan total populasi cendawan dan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada susut bobot, warna, total padatan terlarut, kadar air dan vitamin C serta hasil uji organoleptik. 6. Interaksi antara perlakuan pelilinan dengan lama VHT memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju respirasi, susut bobot, penurunan kekerasan, perubahan nilai total padatan terlarut, kadar air dan totap populasi cendawan dan tidak berbeda nyata terhadap warna, vitamin C serta hasil uji organoleptik. 7. Perlakuan VHT selama menit sudah dapat mendisinfestasi lalat buah dan tidak menyebabkan penurunan mutu mangga gedong gincu selama penyimpanan

91 SARAN 1. Perlu dipelajari pengkombinasian perlakuan VHT dengan perlakuan yang dapat menghambat serangan penyakit mangga selama penyimpanan seperti penggunaan asap cair atau bahan kimia alami lainnya yang diijinkan. 2. Untuk memperpanjang masa simpan buah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut seperti penggunaan penyerap etilen, pengemasan dengan atmosfer termodifikasi (MAP) atau penyimpanan atmosfer terkontrol (CAS)

92 DAFTAR PUSTAKA Abeles FB Ethylene in Plant Biology. Academic Press. New York. Apandi, M Teknologi Buah dan Sayur. Alumni. Bandung. Allowood, A. J., A. et al Host plan records for fruit fies (Diptera: Tephriditidae) in South East Asia. Raffles Bull. Zool. Suppl. 7:1-92. Aluja, M. and P. Liedo (eds) Fruit Flies, Biology and Management. Springer-Verlag, New York, USA. 492pp. Akamine, E. K. et al Kegiatan-kegiatan Dalam Gudang Pengemasan. Di dalam Pantastico, Er. B. (ed). Fisiologi Pascapanen. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. APHIS Plant Protection and Quarantine Treatment Manual. United States Department of Agriculture. Animal and Plant Health Inspection Service. APHIS The application of irradiation to phytosanitary problems. USDA Fed. Reg. 16: Armstrong J. W Development of a hot-water immersion quarantine treatment for Hawaiian grown 'Brazilian' bananas. J. Econ. Entomol. 75: Armstrong J. W, Hansen J. D, Hu B. K, and Brown S. A High-temperature, forced-air quarantine treatment for papayas infested with Tephritid fruit flies (Diptera: Tephritidae). J. Econ. Entomol. 82(6): Armstrong, J. W. and H. M. Couey, Fruit disinfestation. In Robinson and Hooper (eds). Fruits Flies, Their Biology, Natural Enemies and Control. Volume 3B. Elsevier. Tokyo. Australian Quarantine& Inspection Service Final Import Analysis on The Proposal to Change the Treatment for Mango (Mangifera indica L.) Fruit From The Republic of Philippines. Australian Quarantine& Inspection Service. Canberra ACT Australia. Biale, J. B. dan R. E. Young Respiration and Ripening in Fruit, Restrospect and Prospect. Didalam Friend, J dan M.J.C Rhodes (eds.). Recent Advance in the Biochemeistry of Fruit and Vegetable. Academic Press, London, New York. Borror, D. J., Dwigth D., C.A Triplehorn An Introduction to Study of Insect. Edisi ke-5. New york. Saunders College Publisher. Bourne, M. C Texture of Fruits and Vegetables. Di dalam De Man, J. M., Voise, P.W., Rasper, V. F dan Stanley, D. W. (eds.). Rheology dan Texture in Food Quality. The AVI Pub. Co. Inc. Wesport, Connecticut. Broto, W Metode Penanganan segar buah-buahan dan sayuran dalam skala industri. Info Hortikultura 1 (1): Broto, W Mangga, Budidaya, Pascapanen dan Tataniaganya. Agromedia Pustaka. Jakarta

93 Budiastra, W dan Purwadaria, H. K Penanganan pascapanen sayuran dan buah-buahan dalam rumah pengemasan. Makalah Pelatihan Pascapanen Sayuran dan Buah-buahan. Bogor, Mei Chan, H. T., Tam, S. Y. T., Seo, S. T Papaya polygalacturonase and its role in thermally injured ripening fruit. J. Food Science. 46: Coates, L.M., A.W. Cooke and J.R. Dean The response of mango stem end rot pathogens to heat. Proceeding in 5 th International Mango Symposium. Tel Aviv, Israel, September 1-6. Couey, H.M. and C.F. Hayes Quarantine procedure for Hawaiian papaya using fruit selection and a two-stage hot-water immersion. J. Econ. Entomol. 79: Couey, H.M Heat treatment for control of postharvest diseases and insect pests of fruits. HortScience 24, Departemen Pertanian. 2007a. Basis data pertanian. 1 Desember Departemen Pertanian. 2007b. Basis data pertanian Oktober Departemen Pertanian Statistik Pertanian Jakarta. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia Daftar Komposisi Makanan. Bharata. Jakarta. Ditjen Bina Produsksi Hortikultura Buku Tahunan Hortikultura 2003, Sentra Tanaman Buah. Departemen Pertanian. Dirjen Bina Produksi Hortikultura. Jakarta. Dodd, J. C., Prusky, D., Jeffires, P., Fruits disease. In: Litz, R. E. (eds.). The mango: Botany, Production and Uses. CAB International, Wallingford, Oxon, United Kingdom, pp Food and Drug Administration, Irradiation in the production, processing, and handling of foods: final rules. Fed. Reg., 51: Gould W.P and Sharp J.L Hot-water immersion quarantine treatment for guavas infested with Caribbean fruit fly (Diptera: Tephritidae). J. Econ. Entomol. 85(4): Haard, N. F Characteristic of Edible Plant Tissue. Di dalam Fennema (eds.). Principles of Food Science. Marcel Dekker Inc. New York. Hadi, H. S Kajian Perubahan Sifat Fisiko Kimia Buah Mangga Varietas Indramayu selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Hallman G. J Quality of Carambolas subjected to hot water immersion quarantine treatment. Proc. Fla. State Hort. Soc. 102: Hallman G. J Vapor-heat treatment of carambolas infested with Caribbean fruit fly (Diptera:Tephritidae). J. Econ. Entomol. 83(6):

94 Hallman G. J Quality of carambolas subjected to postharvest hot-water immersion and vapor heat treatments. HortScience 26(2): Hallman G. J and Sharp J. L Mortality of Caribbean fruit fly (Diptera: Tephritidae) larvae infesting mangoes subjected to hot-water treatment, then immersion cooling. J. Econ. Entomol. 83(6): Hansen, J. D Heating curve models of quarantine treatments against insect pest. J. Encon. Entomol. 85, Hansen JD, Hara AH, and Tenbrink VL Vapor heat: a potential treatment to disinfest tropical cut flowers and foliage. HortScience 27(2): Hardenburg. R. E., A. E. Watada and C.Y. Wang The Commercial Storage od Fruit, Vegetable and Florist and Nursery Stocks. USDA, Agriculture Research Service. Agriculture Handbook. No. 66. Heard, T. A., N.W. Heather and P.M. Peterson Relative tolerance to vapor heat treatment of eggs and larvae of Bactrocera tryoni (Diptera: Tephritidae) in mangoes. J. Econ. Entomol. 85, Heather, N.W., R.J. Corcoran and R.A. Kopittke Hot air disinfestations of Australian Kensington mangoes against two fruit flies (Diptera: Tephritidae). Postharvest Biol. Technol. 10, Hara A, Tsang M, Hata T, et al Postharvest treatment alternatives for flowers and foliage. In: Annual International Research Conference on Methyl Bromide Alternatives and Emissions Reductions. November 13-16, 1994, pp Hou, B., et al Depth of pupation and survival of the Oriental fruit fly, Bactrocera dorsalis (Diptera: Tephritidae) pupae at selected soil moistures. Appl. Entomol. Zool. 41(3): Irving, D. E., J.C. Pallesen and L. H. Cheah Respiration and ethylene production in kiwi fruit following hot water dips. Postharvest Biol. Technol. 1, JFTA Textbook for vapor heat disinfestation test technicians. Japan Fumigation Technology Association. Okinawa International Center- JICA. Japan. Jacobi, K. K., and L.S. Wong Quality of Kensington mango (Mangifera indica Linn.) following hot water and vapour-heat treatments. Postharvest Biol. Technol. 1, Jacobi, K. K., J. Giles, E. MacRae and T. Wegrzyn Conditioning Kensington mango with hot air alleviates hot water disinfestation injuries. HortScience 30, Jacobi, K. K. Giles, J. E Quality of Kensington mango (Mangifera indica L.) fruit following continued vapor heat disinfestation and hot water disease control treatment. Postharvest Biol. Technol. 12, Jacobi, K. K., et al Effects of hot air conditioning of Kesington mango fruit on the response to hot water treatment. Postharvest Biology and Technology (21):

95 Joyce, D.C., and A. J. Shorter High temperature conditioning reduce hot water treatment injury of Kensington Pride mango fruit. HortScience, 29: Kader, A.A Postharvest Technology of Horticultural Crops. Publication University of California. Amerika Serikat. Kane, O. and Marcellin, P Incidence of ripening and shiling injury on the oxidative actifities and fatty acid compositions of the mitochondria from mango fruits. Plant Physiol., 61:634 Kays, S. J Postharvest Physiology of Perishable Plan Product. AVI. New York. Klein, J. D., Lurie, S., Prestorage heat treatment as a means of improving poststorage quality of apples. J. Am. Soc. Hort. Sci. 115: Krishnamurthy, S Pre and Postharvest Physiology of Mango Fruits. Tropical Science. 15(2):167. Lay-Yee M Responses of fruit to high temperature disinfestation. In: Annual International Research Conference on Methyl Bromide Alternatives and Emissions Reductions. November 13-16, 1994, pp Leley, V. K., Narayana, N., dan Darji, J. A Biochemical Studies in The Growth and Ripening of The Alphonso Mango. Ind. J. Agric. Sci., 13:291. Lurie, S Review: Postharvest heat treatments. Postharvest Biology and Technology, 14, Laksminarayana Tropical and Subtropical Fruits. AVI. Westport Connecticut. Mangan R. L and Ingle S. J Forced hot-air quarantine treatment for mangoes infested with West Indian fruit fly (Diptera: Tephritidae). J. Econ. Entomol. 85(5): McGuire R. G Concomitant decay reductions when mangoes are treated with heat to control infestations of Caribbean fruit flies. Plant Disease 75(9): Merino, S. R. Eugenio, M. M., Ramos, A. U and Hernandez, S.T Fruit fly disinfestation of mangoes by vapor heat treatment. Report of Bureau of Plan Industry, Ministry of Agriculture of Food, Manila, 76 pp. Mitcham E. J., McDonald R.E Respiration rate, internal atmosphere and ethanol and acetaldehyde accumulation in heat treated mango fruit. Postharvest. Biol. Technol. 3: Miller W.R., McDonald R.E., Hallman G.H., and Sharp J.L Condition of Florida grapefruit after exposure to vapor heat quarantine treatment. HortScience 26(1): Mohsenin N.N Electromagnetic Radiation Properties of Foods and Agricultural Products. Gordon and Breach Science Publishers. New York, London, Paris, Montreux, Tokyo

96 Mukherjee, S. K Cytology of some Malayan Species of Mangifera. Cytologia (22): Neven, L. G Physiological responses of insects to heat. Postharvest Biology and Technology (21): Nugroho Hama Lalat Buah dan Pengendaliannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Pantastico, E. B Post Harvest Technology. The AVI Pub. Co. Inc. Westport, Connecticut. Pantastico, E. R. D Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and Subtropical Fruits and Vegetables. The AVI. Westport, Connecticut. Paull, R. E., et al Postharvest handling and lossed during marketing of papaya (Carica papaya L.). Postharvest Biology and Technology (11): Paull, R.E and N.J. Chen Heat treatments and fruit ripening. Postharvest Biol. Technol. (2): Pena, J. E Pest of mango in Florida. Acta Horticulture 341: Phan, C. T., E. B. Pantastico, K. Ogata dan K. Chachin Respirasi dan Puncak Respirasi. Didalam Pantastico, E. B. (eds). Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Plant Protection Division Text Book of Plant Quarantine Treatments. Plant Protection Bureau, Ministry of Agriculture, Forestry abd Fisheries Goverment of Japan. Japan. Ponce de Leon, L., C. Munoz, L. Perez, F. Diaz de Leon, C. Kerbel, L. Peres Flores, S. Esparda, E. Bosquez and M. Trinidad Hot Water Quarantine treatment and water cooling of Haden mangos. Proceeding in 5th International Mango symposium. Tel Aviv. Israel, September 1-6. Pratikno, S dan S. Sosrodihardjo Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap daya simpan dan proses pematangan mangga cengkir. Buletin Penelitian Hortikultura. 2(2). Balai Penelitian Hortikultura Solok. Indonesia. Rachmiyanti, Mirra Analisis Pemasaran Mangga Gedong Gincu (Mangifera Indica spp.) di Kecamatan Panyingkiran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rangana, S Manual of Analisys of Fruit and Vegetable Products. Mc Grow-Hill Pub. Co., New Delhi (Chapter 5, pp:94). Ratule, M. T Penentuan Keadaan Penyimpanan Optimal Untuk Irisan Buah Mangga Segar Terlapis Film Edibel. Thesis Magister, Program Studi Teknologi Pascapanen. IPB Bogor. Rodriguez, A. C., G. J. Hallman, W. P. Gould, and J. J. Gaffney Modeling fruit quarantine heat treatments. Paper no Summer Meeting, American Soc. Agric. Engineers, Quebec

97 Roosmani, A. B Pelapisan lilin terhadap hasil-hasil hortikultura. Bull. LPH Pasar Minggu, Jakarta. Roosmani, A. B Percobaan pendahuluan pelapisan lilin terhadap buahbuahan dan sayuran Indonesia. Buletin Penelitian Hortikultura LPH Pasar Minggu, Jakarta 3(2): Rokhani, H., S. Kawasaki, T. Kojima and T. Akinaga Effect of heat treatments on respiration and quality of Irwin mango. The Journal of the Society of Agric. Structures, Japan, 32, Rokhani, H Studies on the postharvest treatments for export preparation of tropical fruits: Mango. Dissertation. The United Graduate School of Agricultural Sciences, Kagoshima University. Japan. Ryall, A. L dan W. T. Pentzer Handling, Transportation and Storage of Fruit and Vegetable. AVI Publishing Co. Inc., Westport, Connecticut. Sabari, S. D Karakteristik fisik dan Kimia Buah. P: In. S. Kusumo, Ismiyati, Sunaryono dan Ria Riati, Penyunting. Produksi Mangga di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta. Sahirman, S. Kumalaningsih, Loekito, A.S Penanganan buah mangga segar varietas arumanis dan madu pada beberapa variasi suhu dingin. Prosiding Hortikultura Nasional. Malang, 8-9 Nopember. Sakai, W. S., J. Jagtiani, H. T. Chan, Jr Tropical Fruits Processing. Academic Pr. California. Satuhu, S. 2000/1999. Penanganan Mangga Segar Untuk Ekspor. Penebar Swadaya. Jakarta. Setyadjit dan Sjaifullah Pengaruh ketebalan plastik untuk penyimpanan atmosfer termodifikasi mangga arumanis dan indramayu. Jurnal Hortikultura 2(1): Seymor, G.B., J.E. Taylor and G. A. Tucker Biochemistry of Fruit Ripening. Chapmann&Hall, London. Scott K. J., Methods of Delaying The Ripening of Fruits. ASEAN Horticultural Produce Handling Workshop Report Bureau. Kuala Lumpur. P Sjaifullah, Dondy, A.S.B Formulasi penggunaan kalium permanganay dan bahan penyerapnya untuk pembuatan pellet pengikat etilen. J. Hort. (3): Syarif dan Halid Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit ARCAN. Jakarta. Sharp J. L Hot-water treatment for control of Anastrepha suspens (Diptera: Tephritidae). J. Econ. Entomol. 79: Sharp J. L Hot-water immersion appliance for quarantine research. J. Econ. Entomol. 82(1): Sharp J. L Hot-air quarantine treatment for mango infested with Caribbean fruit fly (Diptera:Tephritidae). J. Econ. Entomol. 85(6):

98 Sharp J. L and Hallman GJ Hot-air treatment for carambolas infested with Caribbean fruit fly (Diptera: Tephritidae). J. Econ. Entomol. 85(1): Sharp J. L and R.G McGuire Control of Caribbean fruit fly (Diptera: Tephritadae) in navel orange by forced air. J. Econ. Entomol. 89:in press. Soesarsono Teknologi Penyimpanan Komoditi Pertanian. Jurusan TIN, Fateta, IPB, Bogor. Smith, P. H Behavioral partitioning of the day and circadian rhythmicity. In World Crop Pests. Vol 3(B). Fruits Flies: Their Bilogy, Natural Enemies and Control (A. S. Robinson and G. Hooper eds.). Elsevier, Amsterdam, Netherland, pp Standar Nasional Indonesia SNI UDC. Sugiono, Kajian Pengembangan Sistem Kontrol Otomatis Menggunakan Logika Fuzzy pada Pemeraman (Artificial Ripening) untuk Buahbuahan Tropika : Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB, Bogor. Sulusi, P., Murtiningsih dan Yulianingsih Pengaruh ketuaan dan perlakuan setelah panen terhadap penampakan dan perkembangan busuk pangkal (stem end rot) buah mangga arumanis. Jurnal Hortikultura. 3(3): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Jakarta. Sunagawa, K., K. Kume and R. Iwaizumi The effectiveness of vapor heat treatment against the melon fly, dacus cucurbitae coquillett, in mango and fruits tolerance to the treatment. Res. Bull. PI. Prot. Japan, 23, Sunaryono, H Pengenalan Jenis Tanaman Buah-buahan dan Bercocok Tanam Buah-buahan penting di Indonesia. Sinar Baru. Bandung. Surachmat Mangga (Mangifera indica, L.). Yasaguna. Jakarta. Sutrisno, S Current Fruit fly problems in Indonesia. Proceedings of The International Symposium on the Biology and Control Fruit Flies. K. Kawasaki, O. Iwahashi, K. Y. Kaneshiro (Eds). Okinawa Japan, 2-4 September Tucker, G. A Introduction. In: Biochemestry of Fruits Ripening. Seymor, G., J. Taylor and G. Tucker (Eds). Chapmann&Hall, London. Pp Untung, O Agar Tanaman Berbuah di Luar Musim. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Unahawutti, U., Chettanachitara, C., Poomthong., M., Komson, and Intarakumheng, R., Evaluation of vapor heat treatment for control of the oriental fruit fly and the melon fly in Nang Klangwun mango. Technical Report of the Departement of Agriculture, Bangkok, Thailand, 106 pp. Unahawutti, U., Poomthong., Intarakumheng, R., Worawisitthumrong, W., Lapasathukool, C., Smitasiri. E., Srisook, P. And Ratanawahara, C Vapor heat as plant quarantine treatment of Nang Klarngwun, Nam Dorkmai, Rad and Pimseng Daeng magoes

99 infested with fruit flies (Diptera: Tephtritidae). Technical Report of the Departement of Agriculture, Bangkok, Thailand, 64 pp. USDA Penyimpanan buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga-bungaan. Penerjemah Soesarsono, W. Jurusan TIN, IPB, Bogor. Verheij, E. W. M. Dan Coronel, R. E Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah-buahan yang Dapat Dimakan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wills, Graham, M. C. Glason dan Hall Post Harvest. An Introduction of Fruits and Vegetables. Granada. London. Winarno, F.G dan M.A. Wiratakusumah Fisologi Lepas panen:pt. Sastra Hudaya. Jakarta. Winarno, F. G Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. White, I. M dan Elson-Haris Fruit Flies of Economics Significance: Their Identification and Bionomics. Dipublikasikan oleh C.A. Bactocera International bekerjasama dengan ACIAR. Red-wood Press Ltd. Melksham. Yulianingsih Pengaruh Penyimpanan Sistem Atmosfer Termodifikasi Terhadap Perkembangan Penyakit Antraknose (Colletotrichum gloeosporioides PENZ.) pada Buah Mangga (Mangiferae indica L.) cv. Gedong. Thesis. Program Pascasarjana. IPB. Bogor. Yuniarti Pengaruh waktu simpan terhadap perubahan fisiko-kimia mangga arumanis. Buletin Penelitian&Pengembangan Hortikutura. Jakarta

100 Lampiran 1. Hasil uji mortalitas telur oriental fruit fly pada berbagai suhu selama 30 menit Suhu ( o C) Kontrol 40 o C 43 o C 46 o C 49 o C Ulangan (ke-) Jumlah Telur (butir) Hidup (ekor) Mati (ekor) Mortalitas (%)

101 Lampiran 2. Hasil uji mortalitas telur oriental fruit fly pada suhu 46 o C dengan beberapa lama perlakuan Waktu (menit) Ulangan (ke-) Jumlah Telur (butir) Hidup (ekor) Mati (ekor) Mortalitas (%)

102 Lampiran 3. Penetrasi panas selama proses VHT pada mangga gedong gincu Waktu (mnt) Suhu mangga ( o C) Suhu air ( o C) Suhu ruang ( o C) Suhu mangga hasil duga metode logistik ( o C) 0 28,4 43,3 34,9 29, ,4 43,1 35,0 29, ,4 48,9 43,0 29, ,3 48,7 43,5 30, ,5 49,1 44,1 30, ,9 59,0 44,0 31, ,2 58,9 44,0 31, ,4 58,9 44,6 32, ,0 59,0 45,0 32, ,3 58,9 44,8 32, ,6 58,6 44,2 33, ,9 58,4 45,3 33, ,4 58,5 45,2 34, ,5 58,3 45,2 34, ,1 58,4 45,4 34, ,4 58,4 45,3 35, ,9 58,2 45,1 35, ,2 58,0 45,4 35, ,5 58,1 45,4 36, ,0 58,0 45,4 36, ,2 57,9 45,7 36, ,6 58,0 45,3 37, ,0 57,8 45,6 37, ,3 58,0 45,2 37, ,6 58,1 45,8 38, ,8 58,0 45,6 38, ,2 58,0 45,2 38, ,4 58,0 45,5 38, ,5 58,3 45,5 39, ,8 58,3 45,8 39, ,0 58,3 46,7 39, ,0 58,5 45,8 39, ,2 58,3 46,0 40, ,9 58,4 46,0 40, ,2 58,6 45,8 40, ,4 58,5 45,7 40, ,6 58,6 45,4 41, ,8 58,7 45,8 41, ,9 58,6 45,6 41, ,1 58,7 46,5 41, ,3 58,6 46,3 41, ,5 58,8 46,3 42, ,6 58,7 46,3 42, ,9 58,6 45,8 42, ,1 58,9 46,2 42, ,3 58,9 46,5 42, ,4 58,9 46,5 42,

103 Lampiran 3. (Lanjutan) Waktu (mnt) Suhu mangga ( o C) Suhu air ( o C) Suhu ruang ( o C) Suhu mangga hasil duga metode logistik ( o C) 49 43,0 59,0 46,4 43, ,0 58,9 46,0 43, ,0 58,8 46,7 43, ,2 58,9 46,5 43, ,3 59,0 46,2 43, ,5 59,0 46,4 44, ,5 59,1 46,3 44, ,7 59,0 46,4 44, ,8 58,8 45,9 44, ,9 59,5 46,8 44, ,0 59,5 46,9 44, ,1 58,8 46,6 44, ,2 59,0 46,9 44, ,3 58,6 46,8 44, ,5 58,9 47,3 44, ,5 58,8 46,8 45, ,6 59,1 47,2 45, ,6 59,7 47,1 45, ,8 59,8 46,9 45, ,8 59,8 47,0 45, ,9 59,8 46,5 45, ,1 59,8 46,6 45, ,1 60,0 47,0 45, ,1 60,1 46,9 45, ,3 59,3 47,0 45, ,3 59,2 47,5 45, ,4 58,8 47,2 45, ,6 59,0 47,2 45, ,5 59,1 47,1 45, ,6 59,8 47,6 45, ,7 59,8 47,1 45, ,8 59,2 47,0 46, ,8 59,6 46,9 46, ,9 59,5 46,8 46, ,0 59,6 46,7 46, ,2 59,6 47,2 46, ,1 59,5 46,8 46, ,3 59,2 46,4 46, ,2 59,2 46,2 46, ,3 59,1 46,5 46, ,2 59,0 46,7 46, ,3 58,9 46,8 46, ,5 59,2 46,9 46, ,3 58,7 46,1 46, ,4 58,6 45,9 46, ,4 58,6 45,9 46, ,4 58,5 46,1 46,

104 Lampiran 3. (Lanjutan) Waktu (mnt) Suhu mangga ( o C) Suhu air ( o C) Suhu ruang ( o C) Suhu mangga hasil duga metode logistik ( o C) 96 46,4 58,5 46,5 46, ,2 58,4 46,3 46, ,4 58,4 46,4 46, ,5 58,6 46,3 46, ,6 58,7 46,5 46, ,5 58,9 46,3 46, ,5 59,2 46,4 46, ,3 59,4 46,2 46, ,5 59,4 46,6 46, ,5 59,3 46,4 46, ,5 59,2 46,6 46, ,6 59,1 45,6 46, ,6 59,1 46,7 46, ,6 59,3 46,8 46, ,5 59,3 46,5 46, ,6 59,2 46,5 46, ,7 59,2 46,4 46, ,6 59,3 46,7 46, ,7 59,3 46,7 46, ,9 59,3 46,0 46, ,7 59,4 46,7 46, ,7 59,6 46,0 46, ,8 59,8 46,3 46, ,8 59,7 46,5 46, ,8 59,5 46,1 46, ,7 59,7 46,6 46, ,9 59,7 46,6 46, ,7 59,6 46,9 46,

105 Lampiran 4. Hasil running SAS untuk model matematika logistik Logistic Model : Y=A/(1+B*EXP(-C*X)) Non-Linear Least Squares Grid Search Dependent Variable Y A 50, B 0, C 0, Sum of Squares 1180, Non- Linear DUD Least Squares DUD Initialization Dependent Variable Y A B C Sum of Squares 50, , , , , , , , , , , , , , , , Non-Linear Least Squares Iterative Phase Dependent Variable Y Method:DUD Iter A 50, , , , , , , , , , , , , , , , , B 0, , , , , , , , , , , , , , , , , C 0, , , , , , , , , , , , , , , , , Sum of Squares 1056, , , , , , , , , , , , , , , , , Non-Linear Least Squares Summary Statistics Source DF Sum of Squares Regression ,39643 Residual 121 6,69917 Uncorrected Total ,09560 (Corrected Total) 123 Dependent Variable Y Mean Square 74519, , ,91121 Parameter Estimate Asymptotic Asymptotic 95 % Std. Error Confidence Interval A B C 47, , , Lower 0, , , Upper 47, , , , , ,

106 Lampiran 5. Hasil sidik ragam laju konsumsi O 2 mangga gedong gincu selama penyimpanan Waktu (hari ke-) Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr>F Lama VHT 3 166, , ,30 0,0030 Pelilinan 1 65, , ,30 0,0065 Interaksi 3 121, ,5268 8,27 0,0078 Galat 16 39,2056 4,9007 Total ,0159 Lama VHT 3 85, ,8442 8,11 0,0083 Pelilinan 1 40, , ,77 0,0089 Interaksi 3 54, ,3026 5,33 0,0260 Galat 16 27,4607 3,43259 Total ,3192 Lama VHT 3 23,6742 7,8914 0,53 0,6716 Pelilinan 1 6,7340 6,7340 0,46 0,5186 Interaksi 3 52, ,6286 1,19 0,3721 Galat , ,7707 Total ,4599 Lama VHT 3 5,0505 1,6835 0,10 0,9587 Pelilinan 1 38, ,8629 2,27 0,1703 Interaksi 3 43, ,5734 0,85 0,5039 Galat , ,1159 Total ,5616 Lama VHT 3 15,1086 5,0362 0,91 0,4790 Pelilinan 1 0,0372 0,0372 0,01 0,9367 Interaksi 3 26,2931 8,7643 1,58 0,2687 Galat 16 44,3859 5,5482 Total 23 85,8249 Lama VHT 3 114, ,1246 7,52 0,0103 Pelilinan 1 13, ,4139 2,65 14,25 Interaksi 3 58, ,6420 3,87 0,0558 Galat 16 40,5696 Total ,2835 Lama VHT 3 303, ,0013 1,08 0,4117 Pelilinan 1 390, ,0625 4,16 0,0756 Interaksi 3 143, ,8175 0,51 0,6862 Galat , ,6957 Total ,

107 Lampiran 5. (Lanjutan) Waktu (hari ke-) Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr>F Lama VHT 3 143, ,8752 1,22 0,3650 Pelilinan 1 261, ,7115 6,65 0,0327 Interaksi 3 111, ,0306 0,94 0,4652 Galat , ,3792 Total ,4630 Lama VHT 3 32, ,8139 1,58 0,2691 Pelilinan 1 89, , ,03 0,0069 Interaksi 3 27,0835 9,0278 1,32 0,3346 Galat 16 54,8331 6,8541 Total ,6609 Lama VHT 3 19,8502 6,6167 0,83 0,5146 Pelilinan 1 44, ,8565 5,61 0,0453 Interaksi 3 30, ,1187 1,27 0,3494 Galat 16 63,9263 7,9907 Total ,9894 Lama VHT 3 43, ,5996 1,58 0,2681 Pelilinan 1 10, ,8405 1,17 0,3100 Interaksi 3 35, ,7266 1,27 0,3481 Galat 16 73,8259 Total ,6451 Lama VHT 3 9,6706 3,2235 0,23 0,8708 Pelilinan 1 30, ,7193 2,22 0,1744 Interaksi 3 95, ,7947 2,30 0,1541 Galat , ,8263 Total ,3846 Lama VHT 3 36, ,0929 4,36 0,0425 Pelilinan 1 3,9700 3,9700 1,43 0,2656 Interaksi 3 39, ,1424 4,74 0,0348 Galat 16 22,1680 2,7710 Total ,8441 Lama VHT 3 66, ,3258 5,03 0,0301 Pelilinan 1 4,9729 4,9729 1,12 0,3207 Interaksi 3 111, ,3148 8,41 0,0074 Galat 16 35,5056 4,4382 Total ,

108 Lampiran 5. (Lanjutan) Waktu (hari ke) Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr>F Lama VHT 3 89, ,9157 1,80 0,2242 Pelilinan 1 24, ,1326 1,46 0,2620 Interaksi 3 104, ,8681 2,10 0,1781 Galat , ,5744 Total ,0801 Lama VHT 3 64, ,4269 4,14 0,0479 Pelilinan 1 11, ,0223 2,13 0,1825 Interaksi 3 69, ,2536 4,49 0,0396 Galat 16 41,3894 5,1736 Total ,4535 Lama VHT 3 70, ,4087 2,82 0,1075 Pelilinan 1 0,0058 0,0058 0,00 0,9794 Interaksi 3 90, ,2993 3,64 0,0637 Galat 16 66,5098 8,3137 Total ,

109 Lampiran 6. Hasil sidik ragam laju produksi CO 2 mangga gedong gincu selama penyimpanan Waktu (hari ke-) Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr>F Lama VHT 3 1,6353 0,5451 0,10 0,9583 Pelilinan 1 98, , ,92 0,0029 Interaksi 3 164, ,8447 9,97 0,0044 Galat 16 43,9931 5,4991 Total ,7180 Lama VHT 3 1,6316 0,5438 0,10 0,9584 Pelilinan 1 98, , ,90 0,0029 Interaksi 3 164, ,8752 9,97 0,0044 Galat 16 44,0241 5,5030 Total ,7662 Lama VHT 3 83, ,8156 8,10 0,0083 Pelilinan 1 40, , ,78 0,0089 Interaksi 3 54, ,2947 5,33 0,0261 Galat 16 27,4714 3,4344 Total ,2782 Lama VHT 3 64, ,6146 2,74 0,1132 Pelilinan 1 7,3308 7,3308 0,93 0,3634 Interaksi 3 29,7269 9,9089 1,26 0,3527 Galat 16 63,1333 7,8916 Total ,0350 Lama VHT 3 20,4638 6,8212 0,54 0,6653 Pelilinan 1 58, ,1393 4,64 0,0633 Interaksi 3 1,2653 0,4217 0,03 0,9911 Galat , ,5225 Total ,0491 Lama VHT 3 14,4832 4,8277 1,40 0,3115 Pelilinan 1 3,6450 3,6450 1,06 0,3337 Interaksi 3 4,0116 1,3372 0,39 0,7647 Galat 16 27,5563 3,4445 Total 23 49,6962 Lama VHT 3 54, ,2960 2,91 0,1006 Pelilinan 1 39, ,0341 6,22 0,0373 Interaksi 3 24,8787 8,2929 1,32 0,3335 Galat 16 50,2230 6,2778 Total ,

110 Lampiran 6. (Lanjutan) Waktu (hari ke-) Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr>F Lama VHT 3 168, ,1415 3,07 0,0911 Pelilinan 1 39, ,5261 2,16 0,1800 Interaksi 3 25,7917 8,5972 0,47 0,7118 Galat , ,3108 Total ,2292 Lama VHT 3 50, ,6836 2,62 0,1225 Pelilinan 1 21, ,5781 3,39 0,1027 Interaksi 3 37, ,4218 1,95 0,1997 Galat 16 50,8726 6,3590 Total ,7672 Lama VHT 3 31, ,6367 0,78 0,5375 Pelilinan 1 19, ,0353 1,40 0,2713 Interaksi 3 79, ,6514 1,95 0,1995 Galat , ,6351 Total ,9808 Lama VHT 3 38, ,7864 1,18 0,3775 Pelilinan 1 6,1608 6,1608 0,57 0,4730 Interaksi 3 12,0533 4,0177 0,37 0,7771 Galat 16 86, ,8636 Total ,4828 Lama VHT 3 39, ,1776 1,06 0,4165 Pelilinan 1 11, ,1176 0,90 0,3710 Interaksi 3 105, ,1028 2,84 0,1060 Galat 16 99, ,3773 Total ,9777 Lama VHT 3 55, ,6597 3,38 0,0750 Pelilinan 1 3,9052 3,9052 0,71 0,4250 Interaksi 3 45, ,2094 2,75 0,1122 Galat 16 44,2170 5,5271 Total ,7298 Lama VHT 3 56, ,7705 3,55 0,0672 Pelilinan 1 0,5270 0,5270 0,10 0,7601 Interaksi 3 109, ,4385 6,90 0,0131 Galat 16 42,2453 5,2806 Total ,

111 Lampiran 6. (Lanjutan) Waktu (hari ke-) Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr>F Lama VHT 3 49, ,4599 3,42 0,0731 Pelilinan 1 2,2028 2,2028 0,46 0,5179 Interaksi 3 73, ,5153 5,09 0,0293 Galat 16 38,5342 4,8167 Total ,6632 Lama VHT 3 109, ,5255 5,44 0,0247 Pelilinan 1 2,5728 2,5728 0,38 0,5531 Interaksi 3 68, ,8873 3,41 0,0735 Galat 16 53,7107 6,7138 Total ,5226 Lama VHT 3 7,3265 2,4421 2,27 0,1574 Pelilinan 1 3,3501 3,3501 3,11 0,1156 Interaksi 3 59, , ,57 0,0006 Galat 16 8,6057 1,0757 Total 23 79,

112 Lampiran 7. Hasil sidik ragam susut bobot mangga gedong gincu selama penyimpanan Waktu (hari ke-) Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr>F Lama VHT 3 0,1079 0,0359 0,91 0,4587 Pelilinan 1 0,6037 3, ,04 0,0001 Interaksi 3 0,3845 0,4281 3,24 0,0500 Galat 16 0,6333 0,0395 Total 23 4,7295 Lama VHT 3 0,7800 0,2600 1,44 0,2670 Pelilinan 1 21, , ,23 0,0001 Interaksi 3 2,7383 0,9127 5,07 0,0117 Galat 16 2,8799 0,1800 Total 23 27,6800 Lama VHT 3 2,4745 0,8248 2,36 0,1100 Pelilinan 1 61, , ,84 0,0001 Interaksi 3 6,9879 2,3293 6,66 0,0040 Galat 16 5,5933 0,3495 Total 23 76,1762 Lama VHT 3 3,42 1,1422 2,06 0,1460 Pelilinan 1 89, , ,76 0,0001 Interaksi 3 8,40 2,80 5,05 0,0119 Galat 16 8,8733 0,5545 Total ,4133 Lama VHT 3 4,9979 1,6659 1,46 0,2636 Pelilinan 1 153, , ,27 0,0001 Interaksi 3 21,8445 7,2815 6,37 0,0048 Galat 16 18,2933 1,1433 Total ,6562 Lama VHT 3 12,3483 4,1161 0,52 0,6774 Pelilinan 1 331, , ,53 0,0001 Interaksi 3 16,5700 5,5233 0,69 0,5702 Galat ,7233 Total ,1583 Lama VHT 3 77, ,7084 1,10 0,3781 Pelilinan 1 313, , ,41 0,0021 Interaksi 3 81, ,0376 1,16 0,3570 Galat , ,3831 Total ,

113 Lampiran 8. Uji Duncan peningkatan susut bobot mangga gedong gincu selama penyimpanan Pelilinan Tanpa pelilinan Susut bobot (hari ke-) Perlakuan VHT 10 1,66 ± 0,11 c 3,33 ± 0,15 c 5,03 ± 0,32 c 6,60 ± 0,39 c VHT 20 1,60 ± 0,26 c 3,23 ± 0,40 c 4,80 ± 0,60 c 6,26 ± 0,98 c VHT 30 1,76 ± 0,15 c 3,66 ± 0,41 c 5,43 ± 0,60 c 6,93 ± 0,68 c Kontrol 1,70 ± 0,10 c 3,40 ± 0,30 c 5,00 ± 0,26 c 6,40 ± 0,45 c VHT 10 2,53 ± 0,15 a 5,46 ± 0,37 a 8,23 ± 0,60 a 10,90 ± 0,72 a VHT 20 2,70 ± 0,17 a 5,96 ± 0,40 a 9,00 ± 0,36 a 11,56 ± 0,70 a VHT 30 2,16 ± 0,15 b 4,53 ± 0,40 b 6,86 ± 0,58 b 8,96 ± 0,77 b Kontrol 2,43 ± 0,35 ab 5,20 ± 0,72 ab 8,93 ± 1,02 a 10,23 ±1,00 ab Susut bobot (hari ke-) Perlakuan VHT 10 8,63 ± 0,50 c 11,80 ± 1,15 c 16,63 ± 2,46 c Pelilinan VHT 20 8,43 ± 1,45 c 10,16 ± 3,00 c 17,03 ± 3,66 c VHT 30 9,76 ± 1,01 c 13,56 ± 2,69 c 17,76 ± 3,61 bc Kontrol 8,80 ± 0,62 c 11,70 ± 0,76 c 16,96 ± 3,39 c Tanpa pelilinan VHT 10 14,80 ± 1,11 a 20,70 ± 1,41 a 27,80 ± 2,29 a VHT 20 15,53 ± 0,92 a 19,40 ± 4,85 a 26,40 ± 4,91 ab VHT 30 15,80 ± 0,88 b 18,96 ± 4,32 a 24,74 ± 5,29 abc Kontrol 13,73 ± 1,56 a 17,96 ± 1,15 ab 18,36 ± 9,24 bc Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 * sangat berbeda nyata

114 Lampiran 9. Hasil sidik ragam kekerasan mangga gedong gincu selama penyimpanan Waktu (hari ke-) Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr>F Lama VHT 3 0,0415 0,0138 1,62 0,2249 Pelilinan 1 0,0005 0,0005 0,06 0,8113 Interaksi 3 0,0520 0,0173 2,03 0,1507 Galat 16 0,1369 0,0085 Total 23 0,2309 Lama VHT 3 0,1089 0,0363 0,70 0,5671 Pelilinan 1 0,0580 0,0580 1,11 0,3069 Interaksi 3 0,4153 0,1384 2,66 0,0835 Galat 16 0,8332 0,0520 Total 23 1,4155 Lama VHT 3 0,0546 0,0482 4,58 0,0169 Pelilinan 1 0,0004 0,0004 0,10 0,7504 Interaksi 3 0,0180 0,0060 1,51 0,2489 Galat 16 0,0636 0,0039 Total 23 0,1368 Lama VHT 3 0,1060 0,0353 2,04 0,1490 Pelilinan 1 0,0192 0,0192 1,11 0,3076 Interaksi 3 0,0353 0,0117 0,68 0,5779 Galat 16 0,2775 0,0173 Total 23 0,4381 Lama VHT 3 0,0055 0,0018 1,15 0,3593 Pelilinan 1 0,0016 0,0016 1,04 0,3232 Interaksi 3 0,0034 0,0011 0,72 0,5543 Galat 16 0,0256 0,0016 Total 23 0,0363 Lama VHT 3 0,0055 0,0018 1,15 0,3593 Pelilinan 1 0,0016 0,0016 1,04 0,3232 Interaksi 3 0,0034 0,0011 0,72 0,5543 Galat 16 0,0256 0,0016 Total 23 0,0036 Lama VHT 3 0,0134 0,0044 1,71 0,2045 Pelilinan 1 0,0015 0,0015 0,57 0,4594 Interaksi 3 0,0473 0,0157 6,04 0,006 Galat 16 0,0418 0,0026 Total 23 0,

115 Lampiran 9. (Lanjutan) Waktu (hari ke-) 28 Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr>F Lama VHT 3 0,0201 0,0067 0,72 0,5540 Pelilinan 1 0,0108 0,0108 1,17 0,2964 Interaksi 3 0,0130 0,0043 0,47 0,7090 Galat 16 0,1488 0,0093 Total 23 0,

116 Lampiran 10. Uji Duncan penurunan kekerasan mangga gedong gincu selama penyimpanan Pelilinan Perlakuan Kekerasan (hari ke-) VHT 10 1,97 ± 0,05 ab 1,21± 0,20 a 0,87 ± 0,25 a 0,77 ± 0,24 a VHT 20 1,92 ± 0,03 ab 1,12 ± 0,06 ab 0,77 ± 0,07 ab 0,65 ± 0,13 a VHT 30 1,95 ± 0,06 ab 0,83 ± 0,09 ab 0,79 ± 0,04 ab 0,57 ± 0,01 a Kontrol 1,96 ± 0,12 ab 0,95 ± 0,12 ab 0,72 ± 0,06 b 0,80 ± 0,18 a Tanpa pelilinan VHT 10 2,00 ± 0,07 a 0,72 ± 0,47 b 0,86 ± 0,06 a 0,60 ± 0,09 a VHT 20 1,97 ± 0,05 ab 0,96 ± 0,02 ab 0,73 ± 0,09 b 0,59 ± 0,06 a VHT 30 2,00 ± 0,06 a 0,93 ± 0,15 ab 0,72 ± 0,04 b 0,63 ± 0,04 a Kontrol 1,79 ± 0,18 b 1,12 ± 0,31 ab 0,80 ± 0,07 ab 0,74 ± 0,13 a Kekerasan (hari ke-) Perlakuan VHT 10 0,49 ± 0,04 a 0,49 ± 0,04 a 0,39 ± 0,03 bcd 0,41 ± 0,14 a Pelilinan VHT 20 0,54 ± 0,02 a 0,54 ± 0,02 a 0,36 ± 0,04 d 0,45 ± 0,05 a VHT 30 0,49 ± 0,02 a 0,49 ± 0,02 a 0,46 ± 0,01 abc 0,41 ± 0,05 a Kontrol 0,47 ± 0,05 a 0,47 ± 0,05 a 0,50 ± 0,05 a 0,48 ± 0,11 a Tanpa pelilinan VHT 10 0,46 ± 0,03 a 0,46 ± 0,03 a 0,37 ± 0,07 cd 0,34 ± 0,05 a VHT 20 0,49 ± 0,05 a 0,49 ± 0,05 a 0,49 ± 0,08 ab 0,46 ± 0,16 a VHT 30 0,86 ± 0,03 a 0,48 ± 0,03 a 0,40 ± 0,01 bcd 0,41 ± 0,03 a Kontrol 0,49 ± 0,03 a 0,49 ± 0,03 a 0,39 ± 0,05 bcd 0,38 ± 0,04 a Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 * sangat berbeda nyata

117 Lampiran 11. Hasil sidik ragam warna (a) mangga gedong gincu selama penyimpanan, Waktu (hari ke-) Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr>F Lama VHT 3 2,2563 0,7521 1,63 0,2224 Pelilinan 1 0,4565 0,4565 0,99 0,3350 Interaksi 3 0,4567 0,1522 0,33 0,8041 Galat 16 7,3917 0,4619 Total 23 10,5613 Lama VHT 3 24,5550 8,1850 1,31 0,3047 Pelilinan 1 3,1032 3,1032 0,50 0,4906 Interaksi 3 18,7755 6,2585 1,00 0,4166 Galat 16 99,7523 6,2345 Total ,1861 Lama VHT 3 11,7268 3,9089 0,42 0,7401 Pelilinan 1 0,0088 0,0088 0,00 0,9758 Interaksi 3 6,3225 2,1075 0,23 0,8760 Galat ,3790 9,2736 Total ,4372 Lama VHT 3 5,7878 1,9292 0,24 0,8639 Pelilinan 1 32, ,0859 4,07 0,0608 Interaksi 3 8,4782 2,8260 0,36 0,7839 Galat ,2007 7,8875 Total ,5527 Lama VHT 3 37, ,4838 0,82 0,5012 Pelilinan 1 43, ,5512 2,86 0,1099 Interaksi 3 50, ,9690 1,12 0,3719 Galat ,2859 Total ,1959 Lama VHT 3 52, ,4704 2,39 0,1068 Pelilinan 1 7,5152 7,5152 1,03 0,3256 Interaksi 3 30, ,2917 1,41 0,2768 Galat ,9118 7,3069 Total ,7137 Lama VHT 3 5,5925 1,8641 1,86 0,1764 Pelilinan 1 2,1420 2,1420 2,14 0,1627 Interaksi 3 0,8947 0,2982 0,30 0,8262 Galat 16 16,0033 1,0002 Total 23 24,

118 Lampiran 11. (Lanjutan) Waktu (hari ke-) 28 Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr>F Lama VHT 3 3,9203 1,3067 0,34 0,7982 Pelilinan 1 4,5762 4,5762 1,18 0,2928 Interaksi 3 2,6716 0,8905 0,23 0,8740 Galat 16 61,8844 3,8677 Total 23 73,

119 Lampiran 12. Uji Duncan perubahan warna (a) mangga gedong gincu selama penyimpanan Pelilinan Perlakuan Warna a (hari ke-) VHT 10-19,9 ± 1,09 a -4,9 ± 1,26 a -13,3 ± 5,09 a 5,2 ±1,62 a VHT 20-20,9 ± 0,63 a -2,3 ± 1,88 a -14,1 ± 1,39 a 3,8 ± 1,40 a VHT 30-20,6 ± 0,18 a -3,7 ± 4,46 a -13,9 ± 3,16 a 4,0 ± 2,90 a Kontrol -20,7 ± 0,43 a -2,2 ± 1,72 a -14,2 ± 3,83 a 4,8 ± 0,24 a Tanpa pelilinan VHT 10-19,8 ±1,23 a -1,8 ± 1,66 a -12,5 ± 3,38 a 6,4 ±1,06 a VHT 20-20,3 ± 0,43 a -0,6 ± 0,31a -12,9 ± 1,59 a 5,8 ± 1,27a VHT 30-20,3 ± 0,26 a -4,8 ± 3,28 a -15,2 ± 2,08 a 8,3 ± 6,79 a Kontrol -20,7 ± 0,37 a -3,0 ± 2,86 a 14,8 ± 1,79 a 6,5 ± 1,02 a Warna a (hari ke-) Perlakuan VHT 10 2,6 ± 2,84 a 7,2 ± 0,44 a 4,3 ± 0,22a 6,8 ± 0,81a Pelilinan VHT 20 2,6 ± 1,27 a 1,4 ± 0,45 b 3,2 ± 1,25 a 5,8 ± 2,46 a VHT 30 1,9 ± 1,42 a 1,4 ± 0,54 b 2,7 ± 0,91 a 6,9 ± 4,22 a Kontrol 2,1 ± 0,630 a 1,6 ± 0,67 b 3,8 ± 1,04 a 7,3 ± 1,26 a Tanpa pelilinan VHT 10 3,2 ± 2,74 a 2,39 ± 0,87 ba 3,1 ± 0,79 a 5,9 ± 1,10 a VHT 20 4,6 ± 1,26 a 1,09 ± 0,79 b 2,6 ± 0,23 a 5,9 ± 0,90 a VHT 30 9,5 ± 9,69 a 1,77 ± 0,66 b 2,4 ± 1,37 a 5,1 ± 0,69 a Kontrol 2,6 ± 2,53 a 2,98 ± 0,47 ba 3,5 ± 1,37 a 6,4 ± 1,50 a Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 * sangat berbeda nyata

120 Lampiran 13. Hasil sidik ragam warna (b) mangga gedong gincu selama penyimpanan Waktu (hari ke-) Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr>F Lama VHT 3 6,6403 2,2134 0,36 0,7858 Pelilinan 1 49, ,9682 8,03 0,0120 Interaksi 3 9,4403 3,1467 0,51 0,6839 Galat 16 99,5924 6,2245 Total ,6413 Lama VHT 3 14,5582 4,8527 0,90 0,4635 Pelilinan 1 3,0602 3,0602 0,57 0,4626 Interaksi 3 7,1269 2,3756 0,44 0,7276 Galat 16 86,4197 5,4012 Total ,1650 Lama VHT 3 25,1402 8,3800 1,67 0,2123 Pelilinan 1 0,0726 0,0726 0,01 0,9056 Interaksi 3 1,9245 0,6415 0,13 0,9420 Galat 16 80,0564 5,0035 Total ,1937 Lama VHT 3 5,4872 1,8290 0,40 0,7560 Pelilinan 1 13, ,3504 2,91 0,1075 Interaksi 3 2,5621 0,8540 0,19 0,9044 Galat 16 73,4681 4,5917 Total 23 94,8679 Lama VHT 3 17,2936 5,7645 1,67 0,2124 Pelilinan 1 31, ,6250 9,19 0,0079 Interaksi 3 35, ,7790 3,42 0,0428 Galat 16 55,0767 3,4422 Total ,33 Lama VHT 3 20,1735 6,7245 0,44 0,7280 Pelilinan 1 68, ,0740 4,45 0,0511 Interaksi 3 108, ,0999 2,36 0,0110 Galat , ,3062 Total ,4477 Lama VHT 3 96, ,0321 0,81 0,5065 Pelilinan 1 371, ,0707 9,39 0,0074 Interaksi 3 155, ,7575 1,31 0,3058 Galat , ,5272 Total ,

121 Lampiran 13. (Lanjutan) Waktu (hari ke-) 28 Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr>F Lama VHT 3 228, ,2403 1,44 0,2669 Pelilinan 1 27, ,9504 0,53 0,4773 Interaksi 3 11,7150 3,9050 0,07 0,9731 Galat , ,7683 Total ,

122 Lampiran 14. Uji Duncan perubahan warna (b) mangga gedong gincu selama penyimpanan Pelilinan Warna (b) (hari ke-) Perlakuan VHT 10 40,2 ± 4,04 ab 45,2 ± 1,63 a 41,9 ± 2,49 a 47,9 ± 1,55 a VHT 20 42,5 ± 0,92 a 44,8 ± 1,40 a 42,8 ± 0,82 a 47,9 ± 0,74 a VHT 30 39,7 ± 3,2 ab 45,1 ± 4,88 a 41,1 ± 3,6 a 48,1 ± 4,71a Kontrol 40,8 ± 1,9 ab 43,3 ± 1,23 a 40,3 ± 0,85 a 46,5 ± 1,51 a Tanpa pelilinan VHT 10 38,4 ± 3,04 ab 46,5 ± 0,78 a 42,9 ± 2,19 a 49,6 ± 1,47 a VHT 20 38,0 ± 0,89 ab 46,3 ± 1,36 a 42,7 ± 1,6 a 48,4 ± 0,53 a VHT 30 38,2 ± 2,06 ab 43,9 ± 2,22 a 40,6 ± 2,7 a 49,5 ± 1,46 a Kontrol 37,0 ± 2,07 b 44,5 ± 2,43 a 40,4 ± 2,27 a 48,8 ± 2,17 a Warna (b) (hari ke-) Perlakuan VHT 10 47,2 ± 0,72 ab 41,0 ± 4,49 ab 38,6 ± 6,53 ab 28,7 ±11,36 a Pelilinan VHT 20 45,8 ± 1,53 ab 44,4 ± 0,49 a 32,7 ± 2,68 ab 22,5 ±10,04 a VHT 30 42,1 ± 3,42 c 42,3 ± 2,70 a 42,9 ± 1,87 a 24,3 ± 5,00 a Kontrol 44,6 ± 0,95 bc 39,4 ± 3,99 ab 32,6 ± 5,27 ab 30,4 ± 4,63 a Tanpa pelilinan VHT 10 47,3 ± 0,25 ab 40,6 ± 6,19 ab 26,6 ± 9,17 b 27,9 ± 7,35 a VHT 20 47,3 ± 1,11 ab 33,8 ± 5,48 b 30,7 ± 4,53 b 21,6 ± 5,21a VHT 30 48,5 ± 0,41 a 40,1± 1,75 ab 29,1± 6,61 b 20,8 ± 3,94 a Kontrol 45,8 ± 3,26 ab 39,2 ± 2,71 ab 28,8 ± 9,31 b 26,7 ± 6,97 a Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 *sangat berbeda nyata

123 Lampiran 15. Hasil sidik ragam total padatan terlarut mangga gedong gincu selama penyimpanan Waktu (hari ke-) Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr>F Lama VHT 3 1,4050 0,4683 0,80 0,5136 Pelilinan 1 2,5350 2,5350 4,31 0,0543 Interaksi 3 6,8983 2,2994 3,91 0,0286 Galat 16 9,4066 0,5879 Total 23 20,2450 Lama VHT 3 4,3530 1,4510 0,72 0,5550 Pelilinan 1 1,5862 1,5862 0,79 0,3884 Interaksi 3 12,5231 4,1743 2,07 0,1447 Galat 16 32,2814 2,0175 Total 23 50,7437 Lama VHT 3 11,1002 3,7000 2,72 0,0792 Pelilinan 1 1,7985 1,7985 1,32 0,2673 Interaksi 3 1,7257 0,5752 0,42 0,7395 Galat 16 21,7857 1,3616 Total 23 36,4101 Lama VHT 3 5,8257 1,9419 0,84 0,4921 Pelilinan 1 0,1190 0,1190 0,05 0,8235 Interaksi 3 4,3262 1,4420 0,62 0,6103 Galat 16 37,0268 2,3141 Total 23 47,2977 Lama VHT 3 6,0656 2,0218 1,04 0,4023 Pelilinan 1 1,4950 1,4950 0,77 0,3939 Interaksi 3 1,4209 0,4736 2,04 0,8649 Galat 16 31,1581 1,9473 Total 23 40,1396 Lama VHT 3 1,3457 0,4485 0,55 0,6546 Pelilinan 1 0,9087 0,9087 1,12 0,3063 Interaksi 3 9,7240 3,2413 3,98 0,0269 Galat 16 13,0204 0,8137 Total 23 24,9988 Lama VHT 3 28,3339 9,4446 4,87 0,0136 Pelilinan 1 0,5953 0,5953 0,31 0,5871 Interaksi 3 6,5324 2,1774 1,12 0,3690 Galat 16 31,0102 1,9381 Total 23 66,

124 Lampiran 15. (Lanjutan) Waktu (hari ke-) 28 Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr>F Lama VHT 3 0,6116 0,2038 0,05 0,9846 Pelilinan 1 0,3504 0,3504 0,09 0,7727 Interaksi 3 8,5877 2,8625 0,71 0,5628 Galat 16 64,9596 4,0599 Total 23 74,

125 Lampiran 16. Uji Duncan perubahan total padatan terlarut mangga gedong gincu selama penyimpanan Pelilinan Perlakuan Total padatan terlarut (hari ke-) VHT 10 13,50 ± 0,91 b 15,53 ± 0,55 a 17,48 ± 2,06 a 15,01 ± 1,00 a VHT 20 13,66 ± 0,55 b 14,63 ± 1,01 a 16,30 ± 1,28 ab 14,85 ± 2,57a VHT 30 12,19 ± 1,01 b 16,61 ± 1,31 a 16,71 ± 1,34 ab 16,93 ± 1,38 a Kontrol 12,53 ± 0,92 b 16,19 ± 1,18 a 16,02 ± 0,65 ab 16,05 ± 1,22 a Tanpa pelilinan VHT 10 13,43 ± 0,85 a 14,18 ± 2,03 a 17,21 ± 0,48 a 15,26 ± 0,58 a VHT 20 13,46 ± 0,75 b 16,33 ± 0,35 a 16,48 ± 0,80 ab 15,92 ± 1,66 a VHT 30 13,30 ± 0,55 b 14,45 ± 2,44 a 15,80 ± 1,18 ab 15,96 ± 1,60 a Kontrol 15,00 ± 0,26 b 15,93 ± 1,20 a 14,83 ± 0,68 b 15,14 ± 1,32 a Total padatan terlarut (hari ke-) Perlakuan VHT 10 15,58 ± 1,74 a 15,31 ± 0,38 b 17,50 ± 1,28 a 16,13 ± 0,55 a Pelilinan VHT 20 16,86 ± 1,57 a 16,36 ± 0,38 ab 13,06 ± 1,69 b 15,95 ± 0,57 a VHT 30 16,21 ± 0,96 a 16,44 ± 0,89 ab 17,10 ± 0,99 a 16,67 ± 1,50 a Kontrol 15,37 ± 1,00 a 15,42 ± 0,79 b 15,99 ± 1,87 ab 15,29 ± 2,93 a Tanpa pelilinan VHT 10 16,20 ± 0,15 a 17,24 ± 1,16 a 16,16 ± 2,37 ab 15,77 ± 1,83 a VHT 20 16,61 ± 0,47 a 16,26 ± 1,26 ab 15,16 ± 0,39 ab 16,15 ± 2,59 a VHT 30 17,32 ± 2,50 a 15,02 ± 0,42 b 17,40 ± 0,59 a 15,63 ± 3,23 a Kontrol 15,90 ± 1,28 a 16,57 ± 1,27 ba 16,78 ± 0,59 a 17,46 ± 0,61 a Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 * sangat berbeda nyata

126 Lampiran 17. Hasil sidik ragam kadar air mangga gedong gincu selama penyimpanan Waktu (hari ke-) Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr>F Lama VHT 3 25,2633 8,4211 3,74 0,0328 Pelilinan 1 13, ,4999 6,00 0,0262 Interaksi 3 33, ,2633 5,00 0,0123 Galat 16 36,0266 2,2516 Total ,5800 Lama VHT 3 15,2549 5,0849 2,34 0,1117 Pelilinan 1 3,3749 3,3749 1,55 0,2304 Interaksi 3 1,8549 0,6183 0,28 0,8356 Galat 16 34,7333 2,1708 Total 23 55,2183 Lama VHT 3 26,2612 8,7537 2,13 0,1360 Pelilinan 1 24, ,2004 5,90 0,0273 Interaksi 3 6,5579 2,1859 0,53 0,6663 Galat 16 65,6399 4,1024 Total ,6595 Lama VHT 3 10,1979 3,3993 1,17 0,3507 Pelilinan 1 0,1837 0,1837 0,06 0,8043 Interaksi 3 12,5145 4,1715 1,44 0,2681 Galat 16 46,3333 2,8958 Total 23 69,2295 Lama VHT 3 14,1745 4,7248 0,92 0,4523 Pelilinan 1 5,3204 5,3204 1,04 0,3232 Interaksi 3 10,1412 3,3804 0,66 0,5885 Galat 16 81,9333 5,1208 Total ,5695 Lama VHT 3 3,6183 1,2061 0,81 0,5052 Pelilinan 1 1,3066 1,3066 0,88 0,3619 Interaksi 3 20,4066 6,8022 4,59 0,0168 Galat 16 23,7333 1,4833 Total 23 49,0650 Lama VHT 3 34, ,6281 1,51 0,2504 Pelilinan 1 0,1204 0,1204 0,02 0,9021 Interaksi 3 15,6912 5,2304 0,68 0,5778 Galat ,3200 7,7075 Total ,

127 Lampiran 17. (Lanjutan) Waktu (hari ke-) 28 Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Pr>F keragaman bebas kuadrat tengah value Lama VHT 3 0,6412 0,2137 0,06 0,9797 Pelilinan 1 0,0937 0,0937 0,03 0,8724 Interaksi 3 21,404 7,1348 2,03 0,1507 Galat 16 56,3200 3,5200 Total 23 78,

128 Lampiran 18. Uji Duncan perubahan kadar air mangga gedong gincu selama penyimpanan Pelilinan Perlakuan Kadar air (hari ke-) VHT 10 86,20 ± 2,95 a 81,53 ± 3,15 a 83,86 ± 2,28 ab 84,73 ± 1,33 a VHT 20 82,53 ± 1,12 bc 82,33 ± 0,86 a 83,36 ± 3,21 ab 85,73 ± 3,01 a VHT 30 85,30 ± 0,36 ab 82,93 ± 0,89 a 83,80 ± 0,79 ab 82,40 ± 1,21 a Kontrol 81,96 ± 1,09 c 82,86 ± 0,75 a 82,36 ± 2,22 b 84,26 ± 1,06 a Tanpa pelilinan VHT 10 83,96 ± 2,21 abc 81,80 ± 1,05 a 86,63 ± 2,03 a 85,00 ± 0,40 a VHT 20 86,80 ± 1,22 a 82,50 ± 1,25 a 84,23 ± 0,66 ab 83,56 ± 1,76 a VHT 30 86,80 ± 0,17 a 84,00 ± 1,32 a 87,10 ± 1,47 a 84,10 ± 1,35 a Kontrol 84,43 ± 0,51 abc 84,36 ± 0,95 a 83,46 ± 2,22 ab 85,16± 2,14 a Kadar air (hari ke-) Perlakuan VHT 10 83,36 ± 0,63 a 84,33 ± 0,55 a 83,1 ± 2,68 a 82,50 ± 0,95 a Pelilinan VHT 20 83,00 ± 0,70 a 82,70 ± 0,95 ab 85,56 ± 1,62 a 83,43 ± 0,77 a VHT 30 82,00 ± 1,38 a 82,83 ± 0,86 ab 82,23 ± 0,90 a 82,16 ± 1,46 a Kontrol 80,66 ± 4,83 a 83,96 ± 1,06 a 82,96 ± 1,16 a 84,63 ± 2,91 a Tanpa pelilinan VHT 10 84,03 ± 3,06 a 82,43 ±1,35 ab 82,60 ± 1,85 a 83,60 ± 1,57 a VHT 20 81,93 ± 1,94 a 83,60± 1,64 ab 84,33 ± 1,15 a 83,56 ± 1,86 a VHT 30 84,23 ± 1,07 a 84,60 ± 0,36 a 81,63 ± 1,05 a 84,33 ± 2,97 a Kontrol 82,60 ± 0,87 a 81,33 ± 2,02 b 85,86 ± 6,61 a 81,73 ± 1,10 a Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 * sangat berbeda nyata

129 Lampiran 19. Hasil sidik ragam vitamin C mangga gedong gincu selama penyimpanan Waktu (hari ke-) Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr>F Lama VHT 3 11,0719 3, ,33 0,0001 Pelilinan 1 0,0000 0,0000 0,00 1,0000 Interaksi 3 0,0000 0,0000 0,0000 1,0000 Galat 16 0,0064 0,0008 Total 23 11,0783 Lama VHT 3 7,3255 2,4418 0,24 0,8635 Pelilinan 1 28, ,9444 2,89 0,1276 Interaksi 3 4,5278 1,5092 0,15 0,9264 Galat 16 80, ,0184 Total ,9454 Lama VHT 3 16,5338 5,5112 0,23 0,8717 Pelilinan 1 31, ,3600 1,32 0,2839 Interaksi 3 20,9367 6,9789 0,29 0,8291 Galat , ,7752 Total ,0327 Lama VHT 3 156, ,3279 1,53 0,2797 Pelilinan 1 37, ,2710 1,09 0,3269 Interaksi 3 46, ,6493 0,46 0,7192 Galat , ,1839 Total ,

130 Lampiran 20. Uji Duncan perubahan vitamin C mangga gedong gincu selama penyimpanan Pelilinan Perlakuan Vitamin C (hari ke-) VHT 10 21,48 ± 0,00 a 21,97 ± 5,16 a 24,27 ± 5,72 a 36,02 ± 3,47 a VHT 20 21,52 ± 0,06 a 20,39 ± 2,70 a 25,51 ± 7,46 a 31,25 ± 11,49 a VHT 30 21,56 ± 0,00 a 19,57 ± 3,77 a 23,43 ± 0,81 a 27,32 ± 4,12 a Kontrol 19,60 ± 0,00 a 19,90 ± 1,97 a 24,27 ± 5,72 a 29,08 ± 0,48 a Tanpa pelilinan VHT 10 21,48 ± 0,00 a 17,75 ± 4,13 a 19,62 ± 3,42 a 33,39 ± 3,74 a VHT 20 21,52 ± 0,06 a 19,04 ± 0,00 a 22,62 ± 2,05 a 22,51 ± 3,13 a VHT 30 21,56 ± 0,00 a 17,41 ± 2,34 a 24,39 ± 6,41 a 27,43 ± 9,02 a Kontrol 19,60 ± 0,00 a 16,89 ± 2,34 a 19,65 ± 3,37 a 28,13 ± 2,62 a Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 * sangat berbeda nyata

131 Lampiran 21. Hasil uji statistik pada hari ke-12 (Metode: NPar Kruskal-Wallis Test) Ranks WARNA AROMA RASA TEKSTUR SAMPEL KL KTL 10L 10TL 20L 20TL 30L 30TL Total KL KTL 10L 10TL 20L 20TL 30L 30TL Total KL KTL 10L 10TL 20L 20TL 30L 30TL Total KL KTL 10L 10TL 20L 20TL 30L 30TL Total N Mean Rank Chi-Square df Asymp. Sig. a. Kruskal Wallis Test Test Statistics a,b WARNA AROMA RASA TEKSTUR b. Grouping Variable: SAMPEL

132 Lampiran 22. Penampakan mangga secara visual (a). Hari penyimpanan ke-8 (b). Hari penyimpanan ke

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH MANGGA MELALUI PELILINAN Oleh: Masnun, BPP JAmbi BAB. I. PENDAHULUAN

PENYIMPANAN BUAH MANGGA MELALUI PELILINAN Oleh: Masnun, BPP JAmbi BAB. I. PENDAHULUAN PENYIMPANAN BUAH MANGGA MELALUI PELILINAN Oleh: Masnun, BPP JAmbi BAB. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangga ( Mangifera indica L. ) adalah salah satu komoditas hortikultura yang mudah rusak dan tidak

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.)

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) Oleh : Ali Parjito F14103039 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F145981 29 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat Treatmant) untuk Disinfestasi Lalat Buah dan Mempertahankan Mutu Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.

Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat Treatmant) untuk Disinfestasi Lalat Buah dan Mempertahankan Mutu Buah Belimbing (Averrhoa carambola L. Technical Paper Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat Treatmant) untuk Disinfestasi Lalat Buah dan Mempertahankan Mutu Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) Vapor Heat Treatment (VHT) for Fruit Fly Disinfestation

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Karakteristik Fisik Beberapa Varietas Mangga Komersial Berat (%) Panjang (cm) Daging (cm)

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Karakteristik Fisik Beberapa Varietas Mangga Komersial Berat (%) Panjang (cm) Daging (cm) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MANGGA Mangga merupakan tanaman buah tahunan berupa pohon yang berasal dari negara India, yang kemudian menyebar ke wilayah Asia Tenggara termasuk Malaysia dan Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Siam Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN KENAPA PERLU PENANGANAN PASCA PANEN??? Buah-buahan, setelah dipanen masih tetap merupakan jaringan hidup, untuk itu butuh penanganan pasca panen yang tepat supaya susut kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara yang kaya dengan berbagai spesies flora. Kekayaan tersebut merupakan suatu anugerah besar yang diberikan Allah SWT yang seharusnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang beranekaragam dan melimpah. Beberapa jenis buah yang berasal dari negara lain dapat dijumpai dapat

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lalat buah merupakan hama penting yang menyerang buah-buahan. Lalat

BAB I PENDAHULUAN. Lalat buah merupakan hama penting yang menyerang buah-buahan. Lalat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat buah merupakan hama penting yang menyerang buah-buahan. Lalat buah yang termasuk dalam Familia Tephritidae telah banyak diketahui sebagai organisme pengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

Buah-buahan dan Sayur-sayuran

Buah-buahan dan Sayur-sayuran Buah-buahan dan Sayur-sayuran Pasca panen adalah suatu kegiatan yang dimulai dari bahan setelah dipanen sampai siap untuk dipasarkan atau digunakan konsumen dalam bentuk segar atau siap diolah lebih lanjut

Lebih terperinci

INSTRUKSI KERJA PENANGANAN PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU

INSTRUKSI KERJA PENANGANAN PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU PENANGANAN PENDAHULUAN Instruksi kerja merupakan dokumen pengendali yang menyediakan perintah-perintah untuk pekerjaan atau tugas tertentu dalam penanganan pascapanen mangga Gedong Gincu. 1. Struktur kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran berbentuk buah yang banyak dihasilkan di daerah tropis dan subtropis. Budidaya tanaman tomat terus meningkat seiring

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

MAKALAH FISIOLOGI PASCAPANEN BUAH MANGGA

MAKALAH FISIOLOGI PASCAPANEN BUAH MANGGA MAKALAH FISIOLOGI PASCAPANEN BUAH MANGGA Oleh: Riski Febri Wijayanti A1C015010 Abi Andalas Putra A1C015020 Saefulloh Maslul A1C015034 Afta Daulialfatah A1C015046 Arief Bayu Murti A1C015056 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN

PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN PENYIMPANAN DINGIN Diperlukan untuk komoditi yang mudah rusak, karena dapat mengurangi Kegiatan respirasi dan metabolisme lainnya Proses penuaan karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura.

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura. Buah mudah sekali mengalami kerusakan yang disebabkan oleh faktor keadaan fisik buah yang

Lebih terperinci

PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA

PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mengetahui prinsip penyimpanan sayur dan buah Mahasiswa mengetahui tujuan penyimpanan sayur dan buah Mahasiswa mengetahui jenis

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR SKRIPSI PENGARUH BERBAGAI JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN MUTU FISIK MENTIMUN (Cucumis sativus L.) SELAMA TRANSPORTASI Oleh : ERY SUCIARI KUSUMAH F14102081 2007 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penilitan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penilitan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Jatibarang, Indramayu dan Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++) V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Pola Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk - - (++) Tekstur (++) Berat (gram) 490 460 451 465,1 450

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP KERUSAKAN FISIK/MEKANIS KERUSAKAN KIMIAWI KERUSAKAN MIKROBIOLOGIS KEAMANAN PANGAN, CEGAH : o CEMARAN FISIK o CEMARAN KIMIAWI o CEMARAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L.

BAB I PENDAHULUAN. Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L. adalah jenis tanaman yang hidup baik pada daerah tropis dan wilayah iklim sedang. Di daerah tropis terong

Lebih terperinci

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN (Changes in the quality of mangosteen fruits (Garcinia mangosiana L.) after transportation and

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Buah mangga yang digunakan untuk bahan penelitian langsung diambil dari salah satu sentra produksi mangga, yaitu di daerah Indramayu, Kecamatan Jatibarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah buah pisang. Tahun 2014, buah pisang menjadi buah dengan produksi terbesar dari nilai produksi

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

LAPORAN MAKALAH MK. SISTEM INFORMASI BISNIS (AGB 212) Penanganan Pasca Panen Buah Alpukat (Persea americana Mill) Oleh:

LAPORAN MAKALAH MK. SISTEM INFORMASI BISNIS (AGB 212) Penanganan Pasca Panen Buah Alpukat (Persea americana Mill) Oleh: LAPORAN MAKALAH MK. SISTEM INFORMASI BISNIS (AGB 212) Penanganan Pasca Panen Buah Alpukat (Persea americana Mill) Oleh: Fitya Shabrina (H34140041) Dosen Kuliah : Dr. Ir. Burhanuddin, MM Ir. Wahyu Budi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. khusus maupun yang ditanam sembarangan di kebun atau halaman rumah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. khusus maupun yang ditanam sembarangan di kebun atau halaman rumah. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang Hampir semua lapisan masyarakat Indonesia mengenal buah pisang. Buah pisang termasuk ke dalam golongan buah klimakterik. Penyebarannya sangat luas mulai dari dataran rendah

Lebih terperinci

PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O

PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 ABSTRACT SUGIARTO. Effects of Modified Atmospheres

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L. Buah stroberi adalah salah satu produk hasil

Lebih terperinci

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I. PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F 14103093 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami hal-hal yang menyebabkan kerusakan dan kehilangan serta memahami teknologi penanganan pasca panen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia adalah buah-buahan yaitu buah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi

TINJAUAN PUSTAKA. baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respirasi Respirasi merupakan suatu aktifitas yang dilakukan oleh mikroorganisme hidup baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi merupakan proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Spermatophyta. : Dicotyledoneae : Sapindales : Anacardiaceae. Spesies : Mangifera indica L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Spermatophyta. : Dicotyledoneae : Sapindales : Anacardiaceae. Spesies : Mangifera indica L. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Mangga Mangga merupakan tanaman pendatang yang berasal dari India, kemudian menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Tinggi pohon mangga dapat mencapai 15-20

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu produk pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. Komoditas hortikultura

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan pertumbuhan yang cepat dan tinggi dapat mencapai 7,5 meter. Tanaman ini mulai berproduksi pada umur 18 bulan setelah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN Pasca Panen Sayuran yang telah dipanen memerlukan penanganan pasca panen yang tepat agar tetap baik mutunya atau tetap segar seperti saat panen. Selain itu kegiatan pasca panen dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kultivar Fuji merupakan hasil persilangan antara Ralls janet (Kakko)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kultivar Fuji merupakan hasil persilangan antara Ralls janet (Kakko) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Buah Apel Fuji Sun Moon Kultivar Fuji merupakan hasil persilangan antara Ralls janet (Kakko) dengan Red Delicious yang dikembangkan oleh The Fruit Tree Research Station.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Pisang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Pisang 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Pisang Pisang adalah salah satu jenis tanaman pangan yang sudah dibudidayakan sejak dahulu. Pisang berasal dari kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia, kemudian menyebar luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura yang banyak diminati konsumen. Salah satu contoh kultivar jambu yang memiliki

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005 PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN Malang, 13 Desember 2005 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang Pepaya merupakan salah satu komoditi buah penting dalam perekonomian Indonesia. Produksi buah pepaya nasional pada tahun 2006 mencapai 9.76% dari total produksi buah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan jumlah produksi yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa peluang untuk pengembangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Radish Radish (Raphanus sativus L.) merupakan tanaman semusim atau setahun (annual) yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di Indonesia,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Manggis Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN)

PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN) PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN) Post 04 Desember 2014, By Ir. Elvina Herdiani, MP. bbpplbungapotperkembangan bisnis bunga potong meningkat dengan cukup pesat dari waktu ke waktu, hal ini menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon. Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon. Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah apel fuji sun moon di Hypermart Gorontalo. Tahapan sortasi

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA

PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA Kebanyakan pasca panen produk hortikultura segar sangat ringkih dan mengalami penurunan mutu sangat cepat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah jambu biji merupakan buah klimakterik yang berkulit tipis. Jambu biji

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah jambu biji merupakan buah klimakterik yang berkulit tipis. Jambu biji 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Panen dan Pascapanen Jambu Biji Buah jambu biji merupakan buah klimakterik yang berkulit tipis. Jambu biji memiliki masa simpan yang relatif pendek, berkisar 6-7 hari pada suhu

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENDINGINAN (Cooling / Refrigerasi) : Adalah penyimpanan bahan pangan (Nabati/Hewani) diatas suhu titik beku tetapi kurang dari 15oC Pendinginan merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian Pengaruh Perlakuan Bahan Pengisi Kemasan terhadap Mutu Fisik Buah Pepaya Varietas IPB 9 (Callina) Selama Transportasi dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kerusakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pemanenan buah jeruk dilakukan dengan menggunakan gunting. Jeruk yang dipanen berasal dari tanaman sehat yang berumur 7-9 tahun. Pada penelitian ini buah jeruk yang diambil

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si.

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai segar mempunyai daya simpan yang sangat singkat. Oleh karena itu, diperlukan penanganan pasca panen mulai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan salah satu produk hortikultura. Jagung manis memiliki laju respirasi yang tinggi sehingga mudah mengalami

Lebih terperinci

RANCANGBANGUN DAN UJI PERFORMANSI UNIT VHT (VAPOR HEAT TREATMENT) UNTUK PENANGANAN PASCAPANEN PEPAYA

RANCANGBANGUN DAN UJI PERFORMANSI UNIT VHT (VAPOR HEAT TREATMENT) UNTUK PENANGANAN PASCAPANEN PEPAYA RANCANGBANGUN DAN UJI PERFORMANSI UNIT VHT (VAPOR HEAT TREATMENT) UNTUK PENANGANAN PASCAPANEN PEPAYA Oleh : ARIS SETYAWAN F14104108 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RANCANGBANGUN

Lebih terperinci