BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Hendra Kartawijaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SLUDGE PALM OIL (SPO) SPO adalah minyak sisa yang terapung yang dipisahkan pada tahap awal ketika palm oil mill effluent (POME) dibuang ke kolam. Sejumlah minyak yang gagal diekstraksi dan dikeluarkan dari berbagai tahap pada proses penggilingan akan berakhir di kolam terbuka sebagai sludge oil berkualitar rendah. Kadar FFA pada SPO bervariasi, tergantung lamanya waktu SPO terpapar sinar matahari di kolam terbuka tersebut [11]. Jika dikaji secara teoritis, sludge oil kelapa sawit tersedia dalam jumlah yang banyak dengan kandungan FFA 33-73%. Adapun FFA dalam sludge oil adalah asam laurat, asam miristat, asam palmitat, asam oleat, dan asam stearat [12]. Tabel 2.1 menunjukkan karakteristik SPO dan Tabel 2.2 menunjukkan komposisi FFA pada SPO. Tabel 2.1 Karakteristik SPO [13] Karakteristik Nilai FFA (%) 51,64 ± 0,59 Nilai asam 113,17 ± 1,9 Nilai saponifikasi 191,92 ± 2,88 Kadar air (%) 1,00 ± 0,04 Tabel 2.2 Komposisi FFA pada SPO [13] FFA Struktur Komposisi (%) Asam kaprat C10:0 0,04 ± 0,05 Asam laurat C12:0 0,62 ± 0,82 Asam miristat C14:0 1,25 ± 0,24 Asam palmitat C16:0 42,12 ± 1,02 Asam palmitoleat C16:1 0,15 ± 0,02 Asam stearat C18:0 4,26 ± 0,07 6
2 Tabel 2.2 Komposisi FFA pada SPO (lanjutan) FFA Struktur Komposisi (%) Asam oleat C18:1 40,31 ± 1,03 Asam linoleat C18:2 10,49 ± 0,81 Asam α-linoleat C18:3 0,26 ± 0,16 Asam arachidat C20:0 0,43 ± 0,44 SPO berwarna coklat tua, berbau, dan berwujud padat pada suhu 25 o C. Jika disuling, SPO bisa diaplikasikan secara langsung sebagai bahan bakar boiler, bahan baku untuk memproduksi biodiesel, dan menggantikan 100% distilat palm fatty acid dalam industri pembuatan sabun [11]. Sebagai bahan baku biodiesel, SPO harus mengalami pretreatment terlebih dahulu untuk menurunkan kadar FFA, yaitu dengan esterifikasi menggunakan asam kuat kemudian dilanjutkan dengan proses transesterifikasi menggunakan basa kuat [7]. 2.2 BIODIESEL Biodiesel merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan yang saat ini mendapat perhatian yang cukup tinggi untuk menyelesaikan masalah perubahan iklim dan mengurangi pemakaian bahan bakar fosil, dimana bahan bakar fosil sendiri sering mengalami ketidakstabilan harga, kelangkaan, dan merupakan polutan udara terbesar. Biodiesel menjadi begitu menarik karena mudah terurai, ramah lingkungan, tidak beracun, menghasilkan sedikit polusi di udara serta mengandung kadar sulfur yang rendah (0-24 ppm) [13]. Selain itu, biodiesel juga memiliki kadar oksigen yang tinggi dimana kadar oksigen yang tinggi tersebut menyebabkan pembakaran yang sempurna dalam mesin diesel sehingga gas buangan yang dihasilkan mengandung partikulat, karbon dioksida, karbon monoksida, dan SOx yang rendah [14]. Biodiesel dapat diproduksi secara lokal menggunakan berbagai bahan baku tergantung pada ketersediaan bahan baku tersebut di alam [14]. Bahan-bahan tersebut biasanya dikelompokkan menjadi bahan baku yang dapat dikonsumsi dan bahan baku yang tidak dapat dikonsumsi atau minyak jelantah. Dari jenis-jenis bahan baku tersebut, yang lebih dipilih untuk digunakan dalam memproduksi 7
3 biodiesel adalah kelompok bahan baku yang tidak dapat dikonsumsi, seperti minyak jarak, karanja, dan putranjiva. Namun, adanya permintaan yang tinggi untuk mengurangi biaya dalam menggunakan bahan baku tersebut, menyebabkan banyak peneliti yang mencari bahan baku baru yang lebih murah dan berpotensial untuk dijadikan biodiesel seperti minyak lemak sapi dan minyak jelantah, akan tetapi kedua bahan baku ini memiliki keterbatasan dalam hal kuantitas [2]. Untuk menghasilkan biodiesel, terdapat 4 metode yang dapat digunakan, yaitu penggunaan langsung dengan mencampurkan bahan baku, micro-emulsions, thermal cracking, dan transesterifikasi [15]. Namun diantara metode-metode tersebut, transesterifikasi merupakan metode yang paling umum digunakan. Dalam reaksi transesterifikasi, minyak nabati maupun lemak hewan bereaksi dengan alkohol berantai pendek seperti metanol atau etanol [1]. Selain itu, pada reaksi transesterifikasi juga menggunakan bantuan katalis untuk menghasilkan fatty acid alkyl esters (FAAE) dan gliserol sebagai produk samping [16]. Produksi biodiesel secara konvensional menggunakan katalis basa yang homogen, seperti kalium hidroksida (KOH), natrium hidroksida (NaOH) untuk mengurangi suhu reaksi. Namun dampak dari penggunaan katalis ini adalah menghasilkan produk yang dapat memicu terjadinya reaksi saponifikasi, terutama dengan adanya minyak atau lemak yang kandungan FFA nya lebih/dari/0,5%/(w/w) atau kadar airnya di atas 2% (v/v). Pretreatment dengan asam sulfat dan alkohol dapat digunakan untuk mencegah terjadinya reaksi saponifikasi, tetapi proses yang dibutuhkan menjadi lama dan mempengaruhi biaya ekonomi karena dihasilkannya limbah berupa air kotor [17]. Berbagai faktor seperti konsentrasi bahan baku dan jenis katalis yang digunakan, pemurnian reaktan, kadar FFA, suhu, waktu reaksi, perbandingan mol antara alkohol dengan minyak turut mempengaruhi yield optimum biodiesel yang dihasilkan [14]. Faktor-faktor tersebut menunjukkan karakteristik fisik dan kimia dari biodiesel yang dihasilkan serta menunjukkan kualitas dari biodiesel tersebut, sebab kualitas merupakan salah satu prasyarat yang harus dipenuhi untuk mengetahui berhasil atau tidaknya suatu teknologi dalam menghasilkan biodiesel. Kriteria utama dari kualitas biodiesel adalah tercantumnya sifat fisik dan kimia biodiesel tersebut di dalam persyaratan yang telah ditentukan oleh suatu 8
4 badan standar yang berwenang. Standar kualitas biodiesel selalu diperbarui seiring dengan perkembangan mesin kendaraan, standar emisi, ketersediaan bahan baku biodiesel, dan lain-lain. Standar yang mengatur kualitas biodiesel saat ini tergantung pada berbagai faktor sesuai dengan daerahnya masing-masing, termasuk standar karakteristik mesin diesel yang beredar, keunggulan jenis-jenis mesin diesel yang umum di suatu daerah tertentu, dan iklim serta cuaca pada negara atau daerah yang menggunakan biodiesel [18]. Tabel 2.3 menunjukkan beberapa badan standar biodiesel yang penting dari berbagai negara dan Tabel 2.4, 2.5, serta 2.6 menunjukkan spesifikasi biodiesel di Eropa, Amerika, dan Indonesia : Tabel 2.3 Standar biodiesel dari berbagai negara [18] Negara Spesifikasi Judul Eropa EN Heating fuels - Fatty acid methyl esters (FAME) - Requirements and test methods Eropa EN EN Automotive fuels - Fatty acid methyl esters (FAME) for diesel engines - Requirements and test methods USA ASTM D 6751 ASTM D a Standard Specification for Biodiesel Fuel Blend Stock (B100) for Middle Distillate Fuels Australia - Fuel Standard (Biodiesel) Determination 2003 Brazil ANP 42 Brazilian Biodiesel Standard (Agência Nacional do Petróleo) India IS Bio-diesel (B 100) blend stock for diesel fuel - Specification Jepang JASO M360 Automotive fuel - Fatty acid methyl ester (FAME) as blend stock Afrika Selatan SANS 1935 Automotive biodiesel fuel 9
5 Tabel 2.4 Spesifikasi biodiesel Eropa (European Biodiesel Standard) [18] Sifat Metode Tes Batas Minimal Maksimal Satuan Kadar Ester EN ,5 - % (m/m) Densitas pada 15 o C EN ISO 3675 EN ISO kg/m 3 Viskositas pada 40 o C EN ISO 3104 ISO ,5 5,0 mm 2 /s Titik nyala EN ISO C Kadar Sulfur EN ISO EN ISO ,0 mg/kg Residu Karbon EN ISO ,30 % (m/m) Angka Setana EN ISO Abu Sulfur ISO ,02 % (m/m) Kadar Air EN ISO mg/kg Kontaminasi Total EN mg/kg Korosi Kepingan Tembaga (3 jam, 50 o C) EN ISO kelas Stabilitas Oksidatif, 110 o C EN ,0 - jam Bilangan Asam mg EN ,5 KOH/g Bilangan Iodin EN g I/100 g Kadar Asam Linolenik EN % (m/m) Kadar FAME dengan 4 ikatan rangkap - 1 % (m/m) Kadar Metanol EN ,20 % (m/m) Kadar Monogliserida EN ,80 % (m/m) Kadar Digliserida EN ,20 % (m/m) Kadar Trigliserida EN ,20 % (m/m) Gliserin Bebas EN EN ,02 % (m/m) Total Gliserin EN ,25 % (m/m) Logam Alkali (Na + K) EN EN ,0 mg/kg Logam Alkali Tanah (Ca + Mg) EN ,0 mg/kg Kadar Fosfat EN ,0 mg/kg 10
6 Tabel 2.5 Spesifikasi biodiesel Amerika Serikat (Biodiesel Standard ASTM D6751) [18] Sifat Metode Tes Batas Minimal Maksimal Satuan Kalsium, Magnesium ppm EN (kombinasi) (μg/g) Titik Nyala D C Kadar Metanol EN ,2 % (m/m) Air dan Pengendapan D ,05 % (v/v) Viskositas Kinematik pada 40 o C D 445 1,9 6 mm 2 /s Abu Tersulfonasi D 874-0,02 % (m/m) Sulfur S 15 Grade D ,0015 % (m/m) Sulfur S 500 Grade D ,05 % (m/m) Korosi Kepingan Tembaga D No. Angka Setana D Cloud Point D 2500 Dilaporkan C Residu Karbon, 100% D ,05 % (m/m) sampel Bilangan Asam D 664-0,05 mg KOH/g Gliserin Bebas D ,020 g I/100 g Total Gliserin D ,240 % (m/m) Kadar Posfat D ,001 % (m/m) Distilasi Suhu D C Atsmosferik 90% recovery Natrium/Kalium, ppm EN kombinasi (μg/g) Stabilitas Oksidasi EN jam Cold Soak Filtration (Untuk pemakaian dibawah suhu -12 o C) D detik 11
7 Tabel 2.6 Spesifikasi Biodiesel Indonesia (Standar Nasional Indonesia (SNI)) [19] Sifat Metode Tes Batas Minimal Maksimal Satuan Kadar Ester EN ,5 - % (m/m) Densitas pada 40 o C ASTM D ASTM kg/m 3 D-1452 Viskositas kinematik pada 40 o C ASTM D-445 2,3 6,0 mm 2 /s Titik nyala ASTM D C Kadar Sulfur ASTM D ASTM D ASTM D mg/kg 4294 ASTM D Residu Karbon ASTM D ,30 % (m/m) ASTM D-189 Angka Setana ASTM D-613 ASTM D Abu Tersulfatkan ASTM D-874-0,02 % (m/m) Air dan Sedimen ASTM D ,05 % (v/v) Kontaminasi Total EN mg/kg Korosi Kepingan Tembaga (3 jam, 50 o C) ASTM D kelas Stabilitas Oksidasi EN menit Bilangan Asam mg EN ,5 KOH/g Bilangan Iodin AOCS Ca g I/100 g Gliserin Bebas AOCS Ca ASTM D ,02 % (m/m) Total Gliserin AOCS Ca ASTM D- - 0,24 % (m/m) 6584 Kadar Fosfat AOCS Ca ,0 mg/kg 12
8 2.3 ESTERIFIKASI Esterifikasi merupakan suatu reaksi yang digunakan secara luas dalam proses industri organik. Ester dikelompokkan dalam range yang cukup luas, mulai dari kelompok alifatik hingga aromatik dengan berbagai gugus substitusi dan multifungsional. Pada umumnya, ester digunakan dalam memproduksi monomermonomer dalam bidang farmasi, serta digunakan pula sebagai pengemulsi dalam industri makanan dan kosmetik. Langkah paling sederhana dalam menghasilkan ester dengan yield yang tinggi adalah dengan esterfikasi langsung antara asam dengan alkohol dengan bantuan katalis asam. Reaksi esterifikasi biasanya berlangsung lambat dan katalis asam diperlukan untuk mempercepat reaksi tersebut. Kedua jenis katalis asam, baik katalis asam yang homogen (misalnya asam sulfat) maupun katalis asam yang heterogen (misalnya zeolit) pun dipilih untuk mempercepat reaksi tersebut. Katalis asam yang homogen memiliki beberapa kelemahan, diantaranya dapat menyebabkan tingginya volume limbah yang dihasilkan, adanya reaksi samping, dan sulit dipisahkan dari campuran. Demikian pula halnya dengan katalis heterogen yang juga memiliki beberapa kelemahan, seperti rendahnya stabilitas termal dan masalah difusi [20]. Dalam memproduksi biodiesel, reaksi esterifikasi juga memegang peranan penting, yaitu sebagai suatu proses untuk menurunkan kadar dalam minyak/lemak. Minyak dengan kadar FFA yang tinggi (>1%wt) dapat membentuk sabun selama proses transesterifikasi menggunakan katalis basa yang dapat menyebabkan berkurangnya yield biodiesel yang dihasilkan, sehingga bahan baku yang memiliki kadar FFA yang tinggi tidak cocok jika langsung mengalami reaksi transesterifikasi menggunakan katalis basa. Namun, transesterifikasi menggunakan katalis asam juga tidak diterapkan untuk bahan baku dengan kadar FFA tinggi walaupun adanya katalis asam dalam reaksi tersebut dapat mengubah FFA menjadi ester sehingga kadar FFA berkurang karena lamanya reaksi yang berlangsung. Oleh karena itu, dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, dilaporkan bahwa untuk menghasilkan biodiesel dari bahan baku minyak dengan kadar FFA tinggi akan mengalami kombinasi proses, yaitu proses esterifikasi 13
9 menggunakan katalis asam yang kemudian dilanjutkan dengan proses tranesterifikasi menggunakan katalis basa. Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa reaksi esterifikasi sangat tergantung pada intensitas pengadukan, rasio metanol dengan minyak, jumlah katalis, temperatur dan waktu reaksi. Waktu reaksi yang lama, banyaknya jumlah bahan baku, tingginya temperatur dan kecepatan pengadukan dapat meningkatkan peforma reaksi, namun berdampak negatif pada harga produk akhir yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan perpindahan massa antara minyak dan alkohol terbatas, dimana minyak dan alkohol tidak dapat bercampur sebab rendahnya nilai kelarutan alkohol berantai pendek [21]. 2.4 TRANSESTERIFIKASI Transesterifikasi merupakan reaksi tiga tahap dimana trigliserida dikonversi menjadi digliserida, digliserida menjadi monogliserida, dan akhirnya monogliserida menjadi gliserol. Monoalkil ester dari FFA dihasilkan pada tiap tahap dalam ketiga tahap tersebut. Secara stoikiomeri, 3 mol alkohol diperlukan untuk mengkonversi 1 mol trigliserida menjadi biodiesel. Dalam skala industri, produksi biodiesel dilakukan dengan menggunakan katalis alkali dan metanol sebagai penerima acyl. Metanol digunakan secara luas karena dapat menghasilkan yield yang tinggi dan lebih ekonomis [14]. Berikut ini adalah reaksi transesterifikasi : CH 2OCOR 1 CHOCOR 2 + CH 2OCOR 3 3C 2H 5OH Catalyst R 1 COO CH 3 R 2 COO CH 3 + R 3 COO CH 3 CH 2OH CHOH CH 2OH Trigliserida etanol Fatty acid metil ester Gliserol (alkohol) (FAME) Gambar 2.1 Reaksi transesterifikasi [14] Pada umumnya, reaksi transesterifikasi dapat dikatalisis oleh asam, basa, dan enzim. Dalam beberapa proses memproduksi biodiesel, katalis basalah yang sering digunakan. Katalis basa yang paling umum digunakan adalah kalium hidroksida (KOH), natrium hidroksida (NaOH), dan kalium maupun natrium metoksida. Akan tetapi, penggunaan katalis basa dalam memproduksi biodiesel 14
10 memerlukan netralisasi asam dan tahap pencucian untuk menghilangkan sisa katalis dan garam dari ester yang terbentuk, sehingga menghasilkan limbah air yang cukup banyak. Selain itu, sulit untuk memisahkan katalis homogen tersebut dari gliserol. Untuk mengatasi masalah tersebut, penggunaan katalis heterogen pun lebih dipilih. Adapun alasan pemilihan katalis heterogen tersebut antara lain mudahnya dipisahkan dari ester yang terbentuk dan dapat digunakan berulangulang [22]. Selain menggunakan katalis basa dalam reaksi transesterifikasi, trasnsesterifikasi menggunakan enzim juga telah banyak digunakan. Lipase, merupakan enzim yang paling sering digunakan dalam reaksi transesterifikasi. Enzim ini juga merupakan enzim yang mampu menjadi katalis yang cukup efektif dalam mengkonversi semua FFA dalam minyak yang mengandung kadar FFA yang tinggi menjadi FAME. Ketika lipase digunakan sebagai katalis, gliserol dapat dimurnikan dengan mudah dan dengan cara yang sederhana pula, kadar air dari minyak yang digunakan juga berkurang sehingga memperkecil resiko terjadinya reaksi saponifikasi, serta yield yang dihasilkan cukup tinggi [23]. 2.5 DEEP EUTECTIC SOLVENT (DES) Deep eutectic solvent (DES) dikelompokkan sekelas dengan ionic liquids (ILs) dimana DES ini merupakan campuran dari garam kuartenari dengan logam halida (asam Lewis), garam terhidrasi, maupun hidrogen bond donor (HBD) seperti alkohol dan amida. Campuran ini membentuk sebuah campuran yang eutektik dengan titik leleh yang lebih rendah dari prekursor aslinya, sehingga campuran ini disebut sebagai DES. DES mengatasi beberapa kelemahan utama dari ILs, yaitu lebih mudah dibuat, tidak reaktif terhadap air, dan mudah terurai [23]. DES umumnya terbentuk dari 2 atau 3 komponen yang murah dan aman yang berikatan satu sama lain melalui ikatan hidrogen untuk membentuk suatu campuran yang eutektik. DES memiliki beberapa karakteristik, salah satunya berwujud cair pada suhu dibawah 150 o C. Dibandingkan dengan pelarut organik tradisional, DES tidak volatil seperti pelarut organik dan tidak mudah terbakar, sehingga mudah untuk disimpan [25]. 15
11 Adapun keunggulan-keunggulan dari DES yang telah disebutkan tersebut, maka DES telah banyak dimanfaatkan dalam bidang industri, misalnya untuk ekstraksi cair-cair untuk memisahkan senyawa aromatik dari naftalena, sebagai media untuk deposit logam-logam dalam bidang elektro, dan untuk memisahan gliserol yang terbentuk pada proses pembuatan biodiesel [7]. 2.6 PEMBUATAN DEEP EUTECTIC SOLVENT (DES) Secara umum, DES telah dibuat dari garam berbasis amonium atau fosfonium. Garam-garam ini digabungkan dalam rasio yang berbeda dengan berbagai jenis donor ikatan hidrogen, seperti alkohol, urea, asam karboksilat (asam oksalat, asam sitrat, asam suksinat atau asam amino), poliol (gliserol, karbohidrat), ester, eter, amida, dan garam logam terhidrasi, seperti klorida, nitrat dan asetat [24]. Namun, diantara garam-garam tersebut, choline cloride (ChCl) merupakan garam yang cukup banyak digunakan sebagai komposisi utama dalam membuat DES. Hal ini dikarenakan ChCl merupakan garam quartenari yang mudah terurai, murah, dan tidak beracun. Dalam suatu literatur dilaporkan bahwa DES berbasis ChCl-urea adalah salah satu DES yang pertama kali dibuat dan telah diaplikasikan ke berbagai bidang hingga saat ini. Pengaplikasian DES berbasis ChCl antara lain : untuk membuat polyoxometalate berbasis hybrid dan untuk persiapan pembuatan zeolit, serta telah digunakan sebagai media dalam reaksi enzimatik untuk memproduksi biodiesel [27]. Adapun proses pembuatan DES pada dasarnya adalah sebagai berikut [28] : 1. HBD dan garam ditimbang dan dimasukkan ke dalam termos (semua tindakan pencegahan harus diambil untuk mengisolasi campuran dari kelembaban udara karena higroskopisitas tinggi) 2. Pemanasan dan pengadukan dilakukan sampai terbentuk cairan berwarna (biasanya 2 jam pada 60 o C). 16
12 2.6.1 Choline Chloride (ChCl) Choline chloride (ChCl) dengan nama IUPAC 2-hydroxy-N,N,Ntrimethylethanaminium chlorideatau (2-hydroxyethyl) trimethylammonium chloridea dalah salah satu garam amonium yang paling luas digunakan untuk pembentukan DES karena ChCl murah dan dapat dengan mudah diambil dari biomassa [25]. ChCl berbentuk kristal putih dengan kemurnian 98%, mudah larut dalam air, etanol, aseton, dan klorofom [29]. Alasan utama ChCl menjadi sebuah garam amonium kuaterner yang bermanfaat adalah bahwa ChCl merupakan garam amonium kuaterner asimetris dengan kelompok fungsional polar. Sifat asimetris molekul tersebut akan mengurangi titik beku molekul cairan ionik, seperti halnya gugus fungsional polar. Dengan menggabungkan ChCl: urea (rasio 1:2) dihasilkan produk dengan titik beku 12 C [30]. Gambar 2.2 Struktur Choline Chloride (Hydroxyethyltrimethylammonium Chloride) [30] DES berbasis ChCl telah menarik perhatian yang cukup besar di banyak bidang, seperti elektrodeposisi, biokatalitik dan sintesis organik. Selain itu, DES ini juga telah ditemukan memiliki potensi sebagai pelarut hijau dalam penyerapan CO2 [30]. Akan tetapi, meskipun sebagian besar DES terbuat dari ChCl yang merupakan jenis ILs, DES tidak dapat dianggap sebagai ILs karena DES tidak seluruhnya terdiri dari jenis ion, DES juga dapat diperoleh dari jenis non-ionik. Selain itu, Dibandingkan dengan ILs tradisional, DES yang berasal dari ChCl memiliki banyak keuntungan, seperti (1) biaya rendah; (2) kurang reaktif dengan air; (3) pembuatannya mudah, yaitu diperoleh hanya dengan mencampurkan dua komponen, sehingga akan melewati semua masalah pemurnian dan pembuangan limbah yang umumnya ditemui pada ILs dan (4) sebagian besar dari DES adalah 17
13 biodegradable, biocompatible dan tidak beracun, sehingga memperkuat DES menjadi media ramah lingkungan [25]. 2.7 DEEP EUTECTIC SOLVENT (DES) DAN SLUDGE PALM OIL (SPO) DALAM.BIDANG\BIODIESEL Dalam beberapa tahun terakhir, biodiesel telah menjadi perhatian penting sebagai salah satu alternatif untuk mesin diesel [32]. Biodiesel dihasilkan dari minyak nabati atau lemak hewani dan memiliki sifat biodegradable, tidak beracun dan dapat mengurangi emisi polutan udara. Biodiesel berasal dari sumber daya terbarukan, hal ini memungkinkan biodiesel akan bersaing dengan produksi minyak bumi [5]. Secara umum, produksi biodiesel terutama melalui reaksi transesterifikasi melibatkan minyak nabati atau lemak hewan dengan metanol atau etanol dan menggunakan katalis homogen basa atau asam untuk mendapatkan mono-alkil ester [17]. DES saat ini banyak diterapkan dalam bidang sintesis biodiesel, seperti sebagai pelarut dalam penghilangan katalis dari biodiesel [15], sebagai pelarut dalam penghilangan gliserol dari biodiesel [16], sebagai media dalam reaksi enzimatik sintesis biodieseldan sebagai co-solvent dalam sintesis biodiesel [8]. Namun, penggunaan DES sebagai co-solvent untuk sinstesis biodiesel belum sepenuhnya dikenal dan dipelajari. Sebuah studi terbaru menunjukkan telah potensi DES yang berbeda, yaitu sebagai co-solventuntuk sintesis enzimatik biodiesel. Di sisi lain, pemanfaatan DES sebagai media untuk produksi biodiesel melalui katalisis kimia belum dilaporkan [8]. Hayyan dkk. [5], pada tahun 2010 melaporkan pembuatan biodiesel dari SPO secara multitahap, dimana pada tahap pretreatment, SPO diesterifikasi dengan menggunakan asam kuat p-toluenesulfonic acid (ptsa) dan dilanjutkan dengan transesterifikasi menggunakan basa kuat KOH. Dari penelitian ini, diperoleh yield biodiesel sebesar 76,62% dengan kadar ester 93% dan konversi FFA menjadi FAME sebesar 90,93%. Untuk menyempurnakan penelitian sebelumnya, maka pada tahun 2011 Hayyan dkk. [6], melaporkan pembuatan biodiesel dari SPO secara multitahap, namun tahap esterifikasi ini dilakukan dengan menggunakan asam kuat 18
14 trifluoromethanesulfonic acid (TFMSA) dan dilanjutkan dengan transesterifikasi menggunakan basa kuat KOH. Dari penelitian ini diperoleh hasil akhir transesterifikasi berupa yield sebesar 84% dengan kadar ester 96,7%. Shahbaz, dkk. [14], pada tahun 2011 telah melaporkan penggunaan DES menjadi pelarut dalam penghilangan katalis basa KOH dari biodiesel yang berbasis choline chloride (ChCl) dan methyltriphenylphosphoniumbromide (MTPB) sebagai garam halida organik serta gliserol, ethylene glycol dan 2,2,2- trifluoroacetamide sebagai donor ikatan hidrogen. Efisiensi penyisihan KOH ratarata masing-masing 98,59% dan 97,57% untuk DES ChCl: gliserol dan MTPB: gliserol. Hasil penelitian menunjukkan DES berpotensi digunakan sebagai pelarut untuk menghilangkan KOH dari biodiesel. Shahbaz, dkk. [16], pada tahun 2012 juga melaporkan penggunaan DES menjadi pelarut dalam penghilangan gliserol dari biodiesel yang berbasis choline chloride (ChCl) dan methyltriphenylphosphoniumbromide (MTPB) sebagai garam halida organik serta gliserol, ethylene glycol dan 2,2,2-trifluoroacetamide sebagai donor ikatan hidrogen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DES berbasis gliserol sebagai ikatan donor hidrogen memiliki efisiensi removal yang lebih rendah dan DES berbasis phosphunium sebagai garam halida organik jauh lebih efisien. Penggunaan DES berbasis choline chloride dengan gliserol (1:2) juga dilaporkan sebagai cosolvent dalam sintesis biodisel dengan NaOH sebagai katalis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa FAME dapat diperoleh hingga yield 98%. Selain itu, penggunaan DES sebagai co-solvent dalam sintesis biodiesel ini memiliki kelebihan, seperti meminimalkan jumlah penggunaan pelarut volatil (metanol), mempercepat dan memudahkan pemurnian biodiesel yang diperoleh [8]. 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INDUSTRI KIMIA DAN PERKEMBANGANNYA Saat ini, perhatian terhadap industri kimia semakin meningkat karena berkurangnya pasokan bahan baku dan sumber energi serta meningkatnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Minyak Sawit Sebagai Bahan Baku Biodiesel Tanaman sawit (Elaeis guineensis jacquin) merupakan tanaman yang berasal dari afrika selatan. Tanaman ini merupakan tanaman
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Industri Kimia Banyak proses kimia yang melibatkan larutan homogen untuk meningkatkan laju reaksi. Namun, sebagian besar pelarut yang digunakan untuk reaksi adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan
Lebih terperinciSNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional
Standar Nasional Indonesia Biodiesel ICS 75.160 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 2 4 Syarat mutu...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat dihindari ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu bangsa di masa sekarang
Lebih terperinciPembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)
Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Dipresentasikan oleh : 1. Jaharani (2310100061) 2. Nasichah (2310100120) Laboratorium
Lebih terperinciJurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :
PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) Pohon kelapa sawit merupakan tanaman tropis yang berasal dari Afrika Barat. Kelapa sawit memiliki Penggunaan sebagai makanan dan obatobatan. Minyak sawit
Lebih terperinciDEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA OKTOBER 2016
PROSES ETANOLISIS SLUDGE PALM OIL (SPO) DALAM SISTEM PELARUT CHOLINE CHLORIDE (ChCl) : GLISEROL PADA PRODUKSI BIODIESEL SKRIPSI Oleh DEBBIE ADITIA RAMADHANI 120405030 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO
PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO Dosen Pembimbing : Dr. Lailatul Qadariyah, ST. MT. Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA. Safetyllah Jatranti 2310100001 Fatih Ridho
Lebih terperinciProses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)
Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik
Lebih terperinciPROSES ETANOLISIS MINYAK SAWIT DALAM SISTEM DEEP EUTECTIC SOLVENT (DES) BERBASIS CHOLINE CHLORIDE ETILEN GLIKOL
PROSES ETANOLISIS MINYAK SAWIT DALAM SISTEM DEEP EUTECTIC SOLVENT (DES) BERBASIS CHOLINE CHLORIDE ETILEN GLIKOL SKRIPSI Oleh LEONARDO INDRA 120405068 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah cadangan minyak bumi dunia semakin menipis. Sampai akhir tahun 2013, cadangan minyak bumi dunia tercatat pada nilai 1687,9 miliar barel. Jika tidak
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR
PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR Galih Prasiwanto 1), Yudi Armansyah 2) 1. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada
Lebih terperinciREAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK
REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang
Lebih terperinciBiodiesel Dari Minyak Nabati
Biodiesel Dari Minyak Nabati Minyak dan Lemak Minyak dan lemak merupakan campuran dari ester-ester asam lemak dengan gliserol yang membentuk gliserol, dan ester-ester tersebut dinamakan trigliserida. Perbedaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Permintaan energi global sedang meningkat sebagai hasil dari prtumbuhan dari populasi, industri serta peningkatan penggunaan alat transportasi [1], Bahan bakar minyak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui transesterifikasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri atas mono-alkil ester dari fatty acid rantai panjang, yang diperoleh dari minyak tumbuhan atau lemak binatang (Soerawidjaja,
Lebih terperinci4 Pembahasan Degumming
4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan manusia akan bahan bakar semakin meningkat. Namun, peningkatan kebutuhan akan bahan bakar tersebut kurang
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )
LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI 01-3555-1998) Cawan aluminium dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bahan Baku, Pengepressan Biji Karet dan Biji Jarak Pagar, dan Pemurnian Minyak Biji karet dan biji jarak pagar yang digunakan sebagai bahan baku dikeringanginkan selama 7
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.9 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar mesin
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran
METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel dapat dibuat dengan empat cara utama, yaitu secara langsung dengan pencampuran, mikroemulsi, pirolisis dan transesterifikasi. Metode yang paling umum digunakan
Lebih terperinciLAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)
LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi Berat Mikroalga Kering (gr) Volume Pelarut n-heksana Berat minyak (gr) Rendemen (%) 1. 7821 3912 2. 8029 4023 20 120 3. 8431
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Minyak Nabati Minyak dan lemak adalah triester dari gliserol, yang dinamakan trigliserida. Minyak dan lemak sering dijumpai pada minyak nabati dan lemak hewan. Minyak umumnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan cocodiesel, minyak kelapa terlebih dahulu dianalisa. Adapun hasil analisa beberapa karakteristik minyak
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU
LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI TRIGLISERIDA BAHAN BAKU MINYAK SAWIT MENTAH CPO HASIL ANALISA GC-MS Tabel L1.1 Komposisi Trigliserida CPO Komponen Penyusun Komposisi Berat Mol %Mol %Mol x (%)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Meningkatnya populasi manusia di bumi mengakibatkan kebutuhan akan energi semakin meningkat pula. Bahan bakar minyak bumi adalah salah satu sumber energi utama yang
Lebih terperincilebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini bahan bakar minyak bumi merupakan sumber energi utama yang digunakan di berbagai negara. Tingkat kebutuhan manusia akan bahan bakar seiring meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi bahan bakar sangat
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di Indonesia, kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi bahan bakar sangat tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari analisis kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) yaitu
Lebih terperinciPERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES
PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES KARYA TULIS ILMIAH Disusun Oleh: Achmad Hambali NIM: 12 644 024 JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
Lebih terperinciPROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN
PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari,Nani Wahyuni Dosen Tetap Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional Malang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ
Lebih terperinciNama Kelompok : MUCHAMAD RONGGO ADITYA NRP M FIKRI FAKHRUDDIN NRP Dosen Pembimbing : Ir. IMAM SYAFRIL, MT NIP.
Nama Kelompok : MUCHAMAD RONGGO ADITYA NRP. 2308 030 028 M FIKRI FAKHRUDDIN NRP. 2308 030 032 Dosen Pembimbing : Ir. IMAM SYAFRIL, MT NIP. 19570819 198701 1 001 Latar Belakang Bahan Bakar Solar Penggunaan
Lebih terperinciBab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan sumber bahan bakar semakin meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Akan tetapi cadangan sumber bahan bakar justru
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)
23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada beberapa dekade terakhir ini, konsumsi bahan bakar fosil seperti minyak bumi terus mengalami kenaikan. Hal itu dikarenakan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS II. 1 Tinjauan Pustaka II.1.1 Biodiesel dan green diesel Biodiesel dan green diesel merupakan bahan bakar untuk mesin diesel yang diperoleh dari minyak nabati
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI Pardi Satriananda ABSTRACT Ethyl ester and gliserol produce by reacting coconut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketertarikan dunia industri terhadap bahan baku proses yang bersifat biobased mengalami perkembangan pesat. Perkembangan pesat ini merujuk kepada karakteristik bahan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada sampel CPO {Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU
LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU LEMAK AYAM HASIL ANALISA GCMS Komposisi asam lemak dari lemak ayam diperlihatkan pada tabel LA.1. Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak Bahan Baku
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, (C 17 H 35 COO Na+).Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan melalui kekuatan pengemulsian
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET
PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Biodiesel dari proses transesterifikasi menghasilkan dua tahap. Fase atas berisi biodiesel dan fase bawah mengandung gliserin mentah dari 55-90% berat kemurnian [13].
Lebih terperinciPENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)
PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023
Lebih terperinciLemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C
Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan nasional dewasa ini dan semakin dirasakan pada masa mendatang adalah masalah energi. Perkembangan teknologi, industri dan transportasi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan yang pokok dalam suatu proses. Sumber energi yang paling mudah didapat berasal dari bahan bakar minyak (BBM) atau yang sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan BBM mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan bahan bakar ini untuk kegiatan transportasi, aktivitas industri, PLTD, aktivitas
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU
LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU CPO HASIL ANALISIS GCMS Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak CPO Asam Lemak Komposisi Berat (%) Molekul Mol %Mol %Mol x BM Asam Laurat (C 12:0
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel adalah sejenis bahan bakar yang termasuk kedalam kelompok bahan bakar nabati (BBN). Bahan bakunya bisa berasal dari berbagai sumber daya nabati, yaitu kelompok
Lebih terperinci: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.
SKRIPSI/TUGAS AKHIR APLIKASI BAHAN BAKAR BIODIESEL M20 DARI MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS 0,25% NaOH PADA MOTOR DIESEL S-111O Nama : Rifana NPM : 21407013 Jurusan Pembimbing : Teknik Mesin : Dr. Rr. Sri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Minyak goreng adalah salah satu unsur penting dalam industri pengolahan makanan. Dari tahun ke tahun industri pengolahan makanan semakin meningkat sehingga mengakibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Silika merupakan unsur kedua terbesar pada lapisan kerak bumi setelah oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai dari jaringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa cadangan sumber energi fosil dunia sudah semakin menipis. Hal ini dapat berakibat pada krisis energi yang akan menyebabkan terganggunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan energi tidak pernah habis bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini.
Lebih terperinciTransesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi
Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Rita Arbianti *), Tania S. Utami, Heri Hermansyah, Ira S., dan Eki LR. Departemen Teknik Kimia,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biji Jarak Pagar Jarak pagar (Jatropha Curcas Linn) yang dalam Bahasa Inggris disebut Physic Nut merupakan jenis tanaman semak atau pohon yang tahan terhadap kekeringan sehingga
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel adalah suatu energi alternatif yang telah dikembangkan secara luas untuk mengurangi ketergantungan kepada BBM. Biodiesel merupakan bahan bakar berupa metil
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di sisi lain ketersediaan bahan bakar minyak bumi dalam negeri semakin hari semakin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Gliserol dengan nama lain propana-1,2,3-triol, atau gliserin, pada temperatur kamar berbentuk cairan memiliki warna bening seperti air, kental, higroskopis dengan rasa
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN PENELITIAN
BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Merujuk pada hal yang telah dibahas dalam bab I, penelitian ini berbasis pada pembuatan metil ester, yakni reaksi transesterifikasi metanol. Dalam skala laboratorium,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa
Lebih terperinciLAMPIRAN A DATA PENGAMATAN
LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN TABEL DATA HASIL PENELITIAN Tabel 1. Perbandingan Persentase Perolehan Rendemen Lipid dari Proses Ekstraksi Metode Soxhlet dan Maserasi Metode Ekstraksi Rendemen Minyak (%) Soxhletasi
Lebih terperinci: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT
KALOR BIODIESEL DARI HASIL ESTERIFIKASI DENGAN KATALIS PdCl 2 DAN TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS KOH MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum) Oleh : Muhibbuddin Abbas 1407100046 Pembimbing I: Ir.
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU
LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK MINYAK JELANTAH Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Jelantah Asam Lemak Komposisi Berat Molekul % x BM (%) (gr/mol) (gr/mol) Asam Laurat (C12:0)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Bahan bakar minyak bumi adalah salah satu sumber energi utama yang banyak digunakan berbagai negara didunia pada saat ini. Beberapa tahun kedepan kebutuhan terhadap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum mengenal bahan bakar fosil, manusia sudah menggunakan biomassa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomassa Sebelum mengenal bahan bakar fosil, manusia sudah menggunakan biomassa sebagai sumber energi. Biomassa mengacu pada material yang berasal dari makhluk hidup, tidak
Lebih terperinciSoal Open Ended OSN PERTAMINA 2015 Bidang Kimia. Algae Merupakan Bahan Bakar Terbarukan
Soal Open Ended OSN PERTAMINA 2015 Bidang Kimia Topik 1 Algae Merupakan Bahan Bakar Terbarukan Algae adalah salah satu tanaman yang paling cepat berkembang di dunia, dan dikenal orang merupakan pengotor
Lebih terperinciPembuatan produk biodiesel dari Minyak Goreng Bekas dengan Cara Esterifikasi dan Transesterifikasi
Pembuatan produk biodiesel dari Minyak Goreng Bekas dengan Cara Esterifikasi dan Transesterifikasi Isalmi Aziz*, Siti Nurbayti, Badrul Ulum Program Studi Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Energi berperan penting dalam kehidupan manusia yang mana merupakan kunci utama dalam berbagai sektor ekonomi yang dapat mempengaruhi kualitas kehidupan manusia. Kebutuhan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang
Lebih terperinciSintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi
Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011 79 Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Wara Dyah Pita Rengga & Wenny Istiani Program Studi Teknik
Lebih terperinciPENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA
9 PENDAHULUAN Departemen Energi Amerika Serikat dalam International Energy utlook 2005 memperkirakan konsumsi energi dunia akan meningkat sebanyak 57% dari tahun 2002 hingga 2025. Di lain pihak, persediaan
Lebih terperinciBab III Pelaksanaan Penelitian
Bab III Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas transesterifikasi in situ pada ampas kelapa. Penelitian dilakukan 2 tahap terdiri dari penelitian pendahuluan dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi. Jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak sawit mentah mempunyai nilai koefisien viskositas yang tinggi (sekitar 11-17 kali lebih tinggi dari bahan bakar diesel), sehingga tidak dapat langsung digunakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat
Lebih terperinciPRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP
PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP Eka Kurniasih Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan km. 280 Buketrata Lhokseumawe Email: echakurniasih@yahoo.com
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIODIESEL Biodiesel adalah bahan bakar diesel alternatif yang berasal dari minyak nabati ataupun lemak hewan. Komponen utama dalam minyak nabati dan lemak hewan adalah trigliserida
Lebih terperinci