KEKERASAN MASSA. Oleh : Chery Aditya Romiko Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEKERASAN MASSA. Oleh : Chery Aditya Romiko Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto ABSTRAK"

Transkripsi

1 KEKERASAN MASSA Oleh : Chery Aditya Romiko Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto ABSTRAK Kekerasan terjadi pada mereka yang mudah terprovokasi, frustasi atau menderita stres lingkungan. Kemudian terbentuklah satu keyakinan kolektif, yang walaupun tidak serta merta menjadi perilaku massal, merekalah kelompok potensial untuk terlibat dalam kerusuhan massa. Untuk mengatasi tersebut bisa dilakukan dengan upaya edukasi dan upaya penataan sistem norma hukum dan penataan sistem kelembagaan hukum, baik yang berlaku dalam rangka upaya pembaruan hukum maupun dalam penegakan hukum. Namun, oleh karena luasnya permasalahan tersebut, kita harus menentukan pilihan yang paling mudah, murah, dan segera dalam menghadapi pelbagai masalah yang timbul dalam masyarakat, yaitu dengan cara penindakan. Kata Kunci : Kekerasan, Massa PENDAHULUAN Kekerasan bukanlah barang langka untuk kita temui karena hampir setiap hari kekerasan terjadi, seperti kerusuhan, huru-hara, pengeroyokan, penjarahan, pembantaian, pemberontakan, revolusi dan sebagainya. Perilaku tersebut sama sekali irrasional, yang tidak mencerminkan rasa kemanusian. Dalam ranah modern konflik itu terus terjadi bahkan kalau dibiarkan akan semakin tinggi intensitasnya. Seiring dengan rasa dendam dan rasa harga diri dan kelompok yang merasa paling benar terus terpelihara, krisis identitas itu juga akan semakin tumbuh seiring dengan rasa ego akan diri yang juga bisa meletus sewaktu-waktu sehingga menjadi kekerasan massa. Indonesia adalah salah satu contoh negara yang mempunyai tradisi kekerasan massa yang cukup rutin. Pembunuhan masal di tahun 60-an terhadap anggota PKI, tragedi Priok dan masih basah dalam ingatan banyak orang kerusuhan yang berbau SARA pada tanggal mei 1998 belum juga kekerasan yang terjadi di Sampit dan masih banyak kekerasan lainya.kemudian, yang jadi persoalan bagi kita adalah mengapa kekerasan itu bisa terjadi? Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengkaji mengenai penyebab kekerasan massa dari sisi psikologi dan hukum, sekaligus juga memberikan beberapa alternatif dalam upaya untuk menyelesaikan masalah yang muncul di Indonesia. PEMBAHASAN Analisis tentang kekerasan massa selama ini, pada umumnya dilakukan secara sporadis. Kajian kekerasan banyak didasarkan pada aspek eksternal pelaku yaitu sisi sosialnya, misalnya faktor kesenjangan sosial ekonomi, unsur SARA ataupun ditunggangi. Padahal tak kalah pentingnya adalah analisis dari segi internal masing-masing pelaku individu sebagai kelompok sehingga perlua analisis psikologi. 83

2 Ada beberapa sebab mengapa kekerasan massa kurang di dekati secara psikologis : pertama, kemungkinan psikologi terlalu asyik dengan masalah konvensional seperti anak bermasalah atau konflik perkawinan. Kedua, psikologi merasa lebih berkompeten dengan urusan mikro dan bukan makro seperti halnya kekerasan massa. Ketiga, pendekatan sosiologis sering menafikan peranan individu dan kemampuan individu atau pelakunya. Dengan demikian telaah psikologi, lebih tepatnya kajian psikologi sosial menempatkan obyek material perilaku sebagai proses dinamika mental. Massa yang terbentuk atau membentuk diri, memiliki kecenderungan besar untuk merusak dan melakukan kekerasan. Padahal massa tidak dengan sendirinya identik dengan perilaku merusak atau kekerasan. Itulah proses dinamika mental sehingga fakta kekerasan massa tak harus dilihat secara ekstrinsik seperti halnya didekati berbagai disiplin lain selama ini. Maraknya kekerasan massa yang melanda negeri ini menjadi bukti rakyat tengah mengalami frustrasi sosial. Kondisi itu terjadi karena beberapa faktor yang saling memengaruhi, seperti lemahnya penegakan hukum, ketiadaan keteladanan dari elite politik, dan kemiskinan. Masyarakat semakin frustrasi sebab kondisi karutmarut itu terjadi di depan mata mereka. Selain merasakannya sehari-hari, rakyat juga melihat kondisi yang membuat frustrasi itu melalui media massa hampir setiap hari. Frustrasi sosial yang melanda sebagian rakyat itu, disebabkan menurunnya kualitas pendidikan kemanusiaan, baik di keluarga, sekolah, maupun di masyarakat. Di sisi lain, penegakan hukum yang tak konsisten telah mendorong sebagian masyarakat tidak lagi menghiraukan hukum. Polisi saat ini tak lagi memiliki wibawa di mata masyarakat. Saat polisi turun ke lapangan, mereka tak digubris. Kondisi ini terjadi karena secara sengaja atau tidak polisi sering dihujat dan dikecilkan, terlepas kinerja polisi dalam penegakan hukum itu baik atau tidak. Adanya faktor kemiskinan di balik fenomena maraknya aksi kekerasan massa, tapi tidak semua pelaku kekerasan massa dari kalangan orang miskin. Atau mungkin dilakukan karena ada kendali dari atas. Apa yang terjadi bila seseorang terkena berbagai stimulus massa itu? Individu bisa terprovokasi, frustasi atau menderita stres lingkungan, kemudian terbentuklah satu keyakinan kolektif, yang menjadi perilaku massal, merekalah kelompok potensial untuk terlibat dalam kerusuhan massa. Istilah ini terkait dengan istilah amock dalam bahasa Inggris digambarkan sebagai temuan budaya khas yang tidak ditemukan dalam tradisi masyarakat lain, sehingga istilah amuk massa dalam bahasa Indonesia diadopsi begitu saja menjadi istilah bahasa Inggris. Karena itu, kekerasan massa dapat pula dianggap sebagai praktik yang lazim terjadi apabila kerumunan orang sedang berkumpul untuk sesuatu tujuan tertentu, seperti menonton permainan, menonton hiburan, melampiaskan perasaan atau unjuk rasa, menyatakan pendapat-pendapat pribadi dan kelompok, dan lain sebagainya. Dengan demikain, dimana saja orang berkerumun atau berkumpul, potensi untuk terjadinya tindak kekerasan sangat mungkin terjadi, dan bahkan diakui sebagai kebiasaan buruk yang selalu dapat kita saksikan dimana-mana. Namun, sebenarnya, watak kerumunan yang mudah terpancing untuk melakukan tindak kekerasan itu, bukanlah monopoli budaya Indonesia saja. Pendek kata, kerumunan orang banyak dapat menciptakan keadaan dimana para anggota kerumunan mengalami disorientasi sehingga menciptakan kebingungan dan kekacauan. Dalam keadaan yang begitu, masyarakat yang tidak memiliki watak dan tingkat kesadaran hukum yang kuat, yang tidak memiliki dasar-dasar solidaritas yang kokoh, atau yang 84

3 menghadapi masalah ketimpangan sosial dan ekonomi yang tinggi, tentu mudah terbawa emosi untuk bertindak keras dan kasar, sehingga menimbulkan kekerasan yang merugikan pihak lain. Untuk mencegah hal demikian, dapat dilakukan upaya-upaya pendidikan dan penyadaran atau pun penataan sistem yang kondusif sehingga kekerasan semacam itu tidak terjadi. Namun, pencegahan yang demikian tentu membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Karena itu, yang perlu adalah memastikan bahwa sistem hukum dan penegakan hukum bekerja efektif sebagaimana mestinya. Kekerasan atas nama apapun, dan untuk motif dan tujuan apapun tidak boleh dibiarkan. Yang boleh melakukan tindak kekerasan dan daya paksa, hanya aparat dan aparatur negara dengan syarat apabila hal itu dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Antar sesama warga masyarakat tidak boleh terjadi tindak kekerasan dan pemaksaan kehendak. Pemerintah dan lembaga-lembaga psikologi yang concern dengan kasuskasus kekerasan massa perlu menghidupkan lembaga-lembaga kepemudaan dan lembaga-lembaga sosial lainnya, yang bisa mendorong para pemuda untuk beraktivitas secara produktif dan konstruktif.program dan aktivitas di lembagalembaga tersebut harus mampu meningkatkan citra diri (self-image) dan kebanggaan diri (self confidence) para pemuda, dan meningkatkan peran sosial mereka yang konstruktif. Karena bila seorang individu mempersepsikan dirinya memiliki peran yang baik (positif) di masyarakat, maka ia akan merasa tidak pantas untuk terlibat dalam kekerasan massa. Untuk mencegah munculnya kesalahan persepsi dan komunikasi tentang berbagai aspek kehidupan (sosial, ekonomi, politik, hukum, dan budaya) yang dapat memicu aksi kekerasan massa, semua pihak terlebih para pemimpin pemerintahan hendaknya bersedia/berinisiatif membangun komunikasi yang intensif dengan masyarakatnya. Sebenarnya, untuk meningkatkan fungsi pencegahan, kita memang perlu memperkuat dan menata sistem hukum dengan baik. Jika hukum dan aparatur hukum kita tertata dengan baik, tentu dapat dicegah segala kemungkinan terjadinya tindak kekerasan massa yang mengatasnamakan agama dan/atau kelompok dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Akan tetapi, dalam praktik di lapangan, kita sering mendapati bahwa dalam penindakan dan penegakan hukum itu juga mengandung dampak pencegahan yang bersifat pendidikan (education), penjeraan (deterrence), dan penyadaran (conscientisastion). Oleh karena itu, upaya penindakan yang adil dan pasti (legal certainty) juga berfungsi untuk mencegah agar perbuatan serupa tidak dilakukan lagi oleh pelaku yang bersangkutan (special deterrence) ataupun oleh masyarakat pada umumnya yang menyaksikan adanya peristiwa pelanggaran hukum semacam itu. Oleh karena itu, apa yang kita maksud dengan pencegahan kekerasan terorganisasi, sebenarnya juga terdapat dalam upaya penindakan sekaligus itu secara sekaligus. Dengan demikian, untuk mengatasi kondisi hukum negara yang dinilai lemah dalam menghadapi kekerasan massa yang terjadi, kita memang harus melihatnya mulai dari upaya penataan sistem norma hukum dan penataan sistem kelembagaan hukum, baik yang berlaku dalam rangka upaya pembaruan hukum maupun dalam penegakan hukum. Namun, oleh karena luasnya permasalahan tersebut, kita harus menentukan pilihan yang paling mudah, murah, dan segera dalam menghadapi pelbagai masalah yang timbul dalam masyarakat, yaitu dengan cara penindakan. Janganlah mengatasi masalah di depan mata dengan membuat undang-undang baru, tetapi pergunakan sajalah undang-undang yang sudah ada untuk menindak segala pelanggaran yang terjadi dalam masyarakat. 85

4 Negara dengan pelbagai perangkat sistem hukumnya yang ada betapapun banyak kekurangan yang terdapat di dalamnya tidak boleh dibiarkan dianggap tidak hadir dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Idealnya, tentu saja, kita seharusnya memperkuat hukum untuk mencegah kekerasan massa yang mengatasnamakan agama atau kelompok. Oleh sebab itu, untuk menghadapi permasalahan yang terjadi di depan mata, sudah semestinya dilakukan upaya penindakan dan penegakan hukum yang konkrit dan segera. Jangan hadapi masalah hukum dengan membuat hukum baru, tetapi tegakkanlah hukum yang sudah ada. Dalam praktik di era demokrasi dewasa ini, kita biasa menyaksikan kerumunan-kerumunan orang berdemonstrasi di jalan-jalan untuk mengekspresikan kebebasannya untuk berpendapat. Ekspresi kebebasannya itu sendiri tentu dijamin oleh UUD Akan tetapi apabila dalam pelaksanaannya terjadi hal-hal yang melanggar peraturan perundang-undangan, seperti mengakibatkan rumah dan mobil orang menjadi rusak, terbakar, atau ada orang yang terluka, maka hal-hal demikian berada di luar lingkup jaminan konstitusional akan kebebasan itu sendiri. Pelanggaran hukum tetaplah merupakan pelanggaran hukum yang harus dipertanggungjawabkan secara tersendiri. Demikian pula jika timbul tindak kekerasan atas nama agama ataupun kelompok yang sudah berada di luar koridor kebebasan berekspresi, maka tindak kekerasan semacam itu sudah berada di luar lingkup jaminan konstitusional akan kebebasan berorganisasi dan berkumpul sebagaimana dimaksud dalam UUD Karena itu, untuk menghadapi perhimpunan, perkumpulan, atau pun kerumunan-kerumunan orang yang melakukan tindak kekerasan, baik yang mengatasnamakan agama atau pun kelompok tertentu, aparatur negara sudah seharusnya bertindak tegas dan terarah sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam menjalankan tugasnya, setiap aparat dan aparatur penegak hukum dapat dibenarkan untuk berpikir dan bertindak normatif dan idealistis. Karena itu, para penegak hukum ada baiknya juga mempertimbangkan cara kerja yang bersifat mission driven yang tidak kaku tetapi tetap dalam koridor aturan yang berlaku. Orientasinya pun sebaiknya tidak hanya idealistis tetapi juga mekanistis. Penegakan hukum dan keadilan pada hakikatnya merupakan suatu rangkaian proses hukum atau suatu mekanisme kerja melalui mana cita-cita keadilan ditegakkan. Cara pandang idealis lebih berorientasi hasil, sedangkan cara pandang mekanis lebih mengutamakan prosesnya. Tegaknya keadilan itu harus mengikuti alur mekanisme atau prosesnya yang tersendiri. Proses tidak hanya berfungsi sebagai (i) jalan menuju keadilan, tetapi juga berfungsi sebagai (ii) sarana penyalur penyelesaian konflik, (iii) sarana penyerap rasa kecewa, kemarahan, dan bahkan permusuhan. Sebagai penyalur penyelesaian konflik, proses hukum dapat meredam konflik, meredam kemarahan, menyerap kebencian, kekecewaan, dan permusuhan pihak-pihak yang terlibat. Harus juga diakui bahwa kesadaran hukum masyarakat kita juga sangat rendah. Ide-ide yang terkandung dalam pelbagai perangkat peraturan perundangundangan yang ada juga seringkali tidak mencerminkan realitas sistem nilai yang hidup dalam masyarakat. Karena itu, hukum menjadi tidak akrab dengan masyarakatnya, dan demikian pula masyarakat tidak akrab dengan norma hukum. Dalam keadaan demikian, sangatlah sulit untuk mengharapkan hukum dapat dengan mudah ditegakkan oleh aparatur hukum sehingga dapat dirasakan adil oleh masyarakat. Oleh karena itu, upaya penegakan hukum itu haruslah diimbangi oleh upaya pembinaan masyarakat secara intensif. Sosialisasi hukum dan penyadaran 86

5 masyarakat akan hak dan kewajibannya dalam hukum haruslah terus menerus dilakukan, sehingga aparatur hukum dapat dengan legitimate memaksakan berlakunya sesuatu norma hukum dalam praktik. Sekarang disinilah letak persoalan yang paling serius dalam sistem dan dunia hukum kita di Indonesia. Hukum kita buat dari pengaruh asing, sedangkan masyarakat yang hidup dengan sistem nilainya sendiri dipaksa untuk mengikuti segala norma hukum yang berasal dari luar kesadarannya sendiri. Anehnya lagi, para pembuat hukum tidak merasa bertanggungjawab, setidaknya secara moral, mengenai pentingnya sosialisasi dan pendidikan hukum itu sendiri. Akibatnya hukum hanya tertuang di atas kertas, sedangkan pelaksanaannya di lapangan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Karena itu, di samping upaya penegakan hukum, kita perlu meningkatkan usaha pendidikan dan pembinaan hukum masyarakat secara luas dan bersengaja. KESIMPULAN Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk kekerasan massa bisa muncul karena aspek psikologis masyarakat, yaitu adanya frustasi sosial. Untukitu diperlukan langkah-langkah pembinaan yang bersifat preventif dengan cara melembagakan kegiatan pembinaan kesadaran hukum masyarakat secara sengaja, juga diperlukan upaya-upaya yang menggerakkan sistem penegakan hukum secara rasional. Dalam proses penegakan hukum itu juga terdapat elemen pembinaan yang bersifat mendidik dan bersifat preventif, sehingga aparat penegak hukum tidak perlu ragu-ragu dalam menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya. SARAN 1. Perlu upaya serius dan sungguh-sungguh dari pemerintah dan aparat kepolisian untuk segera mengurangi tingkat kejahatan dalam masyarakat. Dengan menurunnya kualitas dan kuantitas kejahatan, diharapkan mampu menurunkan persepsi, emosi, dan niat untuk melakukan kekerasan massa. 2. Pemerintah dan LSM-LSM yang concern dengan masalah-masalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) perlu melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat dalam konteks ini perlu upaya untuk mengubah dukungan sosial (social support) terhadap aksi-aksi destruktif menjadi dukungan positif terhadap aksi-aksi yang konstruktif. Misalnya, dukungan terhadap kekerasan massa berubah menjadi dukungan terhadap penangkapan pelaku kejahatan tanpa kekerasan massa. DAFTAR PUSTAKA Costanzo, Mark Aplikasi Psikologi dalam Sistem Hukum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dyah, A.W Diktat Ajar Psikologi Sosial I. Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Kepolisian Negara Republik Indonesia Perpolisian Masyarakat. Jakarta: Kepolisian Negara Republik Indonesia. ajian-aksi-kekerasan-massa&catid=59:opini&itemid=215 87

PENGUATAN HUKUM DALAM UPAYA PENCEGAHAN KEKERASAN MASSA YANG MENGATASNAMAKAN AGAMA ATAU KELOMPOK 1. Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 2.

PENGUATAN HUKUM DALAM UPAYA PENCEGAHAN KEKERASAN MASSA YANG MENGATASNAMAKAN AGAMA ATAU KELOMPOK 1. Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 2. PENGUATAN HUKUM DALAM UPAYA PENCEGAHAN KEKERASAN MASSA YANG MENGATASNAMAKAN AGAMA ATAU KELOMPOK 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 2. HUKUM YANG LEMAH Dengan menentukan judul sebagaimana tersebut

Lebih terperinci

PENDEKATAN HUKUM DALAM PENANGGULANGAN GERAKAN EKSTRIM ATAS NAMA AGAMA ATAU KELOMPOK. Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PENDEKATAN HUKUM DALAM PENANGGULANGAN GERAKAN EKSTRIM ATAS NAMA AGAMA ATAU KELOMPOK. Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PENDEKATAN HUKUM DALAM PENANGGULANGAN GERAKAN EKSTRIM ATAS NAMA AGAMA ATAU KELOMPOK Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PENANGGULANGAN GERAKAN EKSTRIM DAN KEKERASAN MASSA Beberapa tahun terakhir muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia meliputi: Hak untuk

BAB I PENDAHULUAN. sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia meliputi: Hak untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Konsep hak asasi manusia bukanlah hal yang baru terdengar dewasa ini, namun seakan mendapatkan perhatian yang lebih intens ketika Indonesia memasuki era reformasi. Pernyataan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan pembahasan, dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Setting Sosial Tahun 1998, di Indonesia banyak terjadi demonstrasi hingga berujung pada

Lebih terperinci

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya jenis tindak pidana dan modus

Lebih terperinci

SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA

SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris Vol. 2., No. 1., 2016. Hal. 57-65 JIPP Non-Empiris SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA a Subhan El Hafiz Universitas

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VII/2009 Tentang UU Tindak Pidana Terorisme Tindak pidana terorisme

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VII/2009 Tentang UU Tindak Pidana Terorisme Tindak pidana terorisme RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VII/2009 Tentang UU Tindak Pidana Terorisme Tindak pidana terorisme I. PARA PEMOHON 1. Umar Abduh; 2. Haris Rusly; 3. John Helmi Mempi; 4. Hartsa Mashirul

Lebih terperinci

MARAKNYA PERILAKU AGRESIF DI TINJAU DARI SEGI PSIKOLOGI

MARAKNYA PERILAKU AGRESIF DI TINJAU DARI SEGI PSIKOLOGI Semnas Mengurai Akar Kekerasan Massa di Indonesia MARAKNYA PERILAKU AGRESIF DI TINJAU DARI SEGI PSIKOLOGI Oleh: Alexander Angga Harmawan Mahasiswa Fakultas Psikologi - Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi ketentraman dan rasa aman merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang tertuang dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada

I. PENDAHULUAN. Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada pengertian kemandirian yaitu bahwa manusia dengan keutuhan

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suporter sepakbola merupakan kerumunan di mana diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suporter sepakbola merupakan kerumunan di mana diartikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suporter sepakbola merupakan kerumunan di mana diartikan sebagai sejumlah orang yang berada pada tempat yang sama, adakalanya tidak saling mengenal, dan memiliki

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

Peningkatan Keamanan dan Ketertiban serta Penanggulangan Kriminalitas

Peningkatan Keamanan dan Ketertiban serta Penanggulangan Kriminalitas XIX Peningkatan Keamanan dan Ketertiban serta Penanggulangan Kriminalitas Keamanan dan ketertiban merupakan prasyarat mutlak bagi kenyamanan hidup penduduk, sekaligus menjadi landasan utama bagi pembangunan

Lebih terperinci

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H 1 UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H A. LATAR BELAKANG Pemerintah sangat menjunjung tinggi perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya, sehingga diperlukan pemantapan-pemantapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pengantar pesan. Setiap informasi yang dimuat dapat

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pengantar pesan. Setiap informasi yang dimuat dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media menjadi sarana informasi yang dibutuhkan masyarakat. Tujuannya memberikan gambaran mengenai alat komunikasi yang bekerja dari skala terbatas hingga melibatkan

Lebih terperinci

Sikap Dan Tindakan Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Premanisme Yang Terjadi Di Masyarakat. Oleh : Suzanalisa

Sikap Dan Tindakan Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Premanisme Yang Terjadi Di Masyarakat. Oleh : Suzanalisa Sikap Dan Tindakan Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Premanisme Yang Terjadi Di Masyarakat Oleh : Suzanalisa ABSTRAK Tindak pidana kekerasan premanisme yang sangat lekat dengan pelanggaran hukum

Lebih terperinci

Apakah pancasila sebagai pembangunan sudah diterapkan di Indonesia atau belum?

Apakah pancasila sebagai pembangunan sudah diterapkan di Indonesia atau belum? PANCASILA SEBAGAI PEMBANGUNAN BANGSA TEORI Pengertian Paradigma Paradigma adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah Bangsa demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah Bangsa demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah Bangsa demokrasi yaitu bangsa yang mengakui, dan menjamin perlindungan tehadap terhadap hak hak asasi manusia, termasuk dalam hal mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Kata tawuran

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Kata tawuran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tawuran merupakan suatu perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Kata tawuran sepertinya bagi masyarakat

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012. Hilangnya Rasa Nasionalisme Remaja Berimbas Kehancuran Bangsa

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012. Hilangnya Rasa Nasionalisme Remaja Berimbas Kehancuran Bangsa TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012 Hilangnya Rasa Nasionalisme Remaja Berimbas Kehancuran Bangsa disusun oleh : EVI LISTYANINGRUM 11.02.7998 KELOMPOK A PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

d. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang.

d. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang. BAB II PEMBAHASAN A. Hak Dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Menurut UUD 1945. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, sehingga pembangunan tersebut harus mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia termasuk membangun generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Status dan kondisi anak Indonesia adalah paradoks. Secara ideal, anak adalah pewaris dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai kegiatan pembelajaran telah dilakukan manusia dalam pelaku pendidikan. Pendidikan merupakan suatu sistem yang harus dijalankan secara terpadu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB I. Dalam kehidupan bernegara yang semakin komplek baik mengenai. masalah ekonomi, budaya, politik, keamanan dan terlebih lagi masalah

BAB I. Dalam kehidupan bernegara yang semakin komplek baik mengenai. masalah ekonomi, budaya, politik, keamanan dan terlebih lagi masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara yang semakin komplek baik mengenai masalah ekonomi, budaya, politik, keamanan dan terlebih lagi masalah persamaan di hadapan hukum (equality

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bertentangan dengan hukum dan undang-undang. Tingkat krminalitas di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bertentangan dengan hukum dan undang-undang. Tingkat krminalitas di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kriminalitas merupakan suatu fenomena yang komplek dan menarik perhatian banyak kalangan, karena kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari pembahasan skripsi yang berjudul Gejolak Politik di Akhir Kekuasaan Presiden: Kasus Presiden Soeharto (1965-1967) dan Soeharto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PERKEMBANGAN KONTEMPORER SISTEM ETIKA PUBLIK Dewasa ini, sistem etika memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengertian yang berbeda. Dimana secara yuridis-formal, kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengertian yang berbeda. Dimana secara yuridis-formal, kejahatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Secara yuridis formal dan sosiologi istilah kriminal atau kejahatan mempunyai pengertian yang berbeda. Dimana secara yuridis-formal, kejahatan adalah bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan di bidang pendidikan yang dialami bangsa Indonesia pada saat ini adalah berlangsungnya pendidikan yang kurang bermakna bagi pembentukan watak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan ketiga. Hal ini berarti bahwa di dalam negara Republik

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT 37 BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT A. Sejarah Perkembangan Demokrasi di Indonesia Demokrasi adalah bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebebasan pers merupakan salah satu dimensi hak asasi manusia, yaitu hak manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam undang-undang

Lebih terperinci

BAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan

BAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan BAB 5 Penutup 5.1 Kesimpulan Hidup bersama membutuhkan membutuhkan modus operandi agar setiap individu di dalamnya dapat berdampingan meskipun memiliki identitas dan kepentingan berbeda. Perbedaan tidak

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kerusuhan di berbagai tempat di Indonesia hendaknya kita cermati sebagai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kerusuhan di berbagai tempat di Indonesia hendaknya kita cermati sebagai BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kerusuhan di berbagai tempat di Indonesia hendaknya kita cermati sebagai suatu dinamika sosial, politik, dan ekonomi. Kita tidak selalu harus menginterpretasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari ketidakpuasan seseorang terhadap kondisi hidupnya sehingga melihat anak yang tidak berdaya sebagai

Lebih terperinci

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI Skripsi Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : NANANG FEBRIANTO F. 100 020 160 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang didalamnya terdapat berbagai hubungan dari sebuah masyarakat tertentu yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) telah menjadi agenda bersama dalam beberapa dekade terakhir. Fakta menunjukkan bahwa KDRT memberikan efek negatif yang cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan berpartisipasi

Lebih terperinci

BAB III FAKTOR PENYEBAB TERJADI KORBAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DI KABUPATEN ACEH BARAT

BAB III FAKTOR PENYEBAB TERJADI KORBAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DI KABUPATEN ACEH BARAT 38 BAB III FAKTOR PENYEBAB TERJADI KORBAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DI KABUPATEN ACEH BARAT A. Faktor Penyebab Terjadi Korban 1. Faktor Internal a. Faktor Aparat Penegak Hukum Penegakan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah generasi penerus bangsa. Oleh karena itu setiap anak seharusnya mendapatkan haknya untuk bermain, belajar dan bersosialisasi. Tetapi keadaannnya akan menjadi

Lebih terperinci

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14 Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : 2008 Pertemuan 14 MASYARAKAT MATERI: Pengertian Masyarakat Hubungan Individu dengan Masyarakat Masyarakat Menurut Marx Masyarakat Menurut Max Weber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan hormon pada fase remaja tidak saja menyebabkan perubahan fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan. Perubahan

Lebih terperinci

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017 Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid 14-15 November 2017 Kondisi kekerasan seksual di Indonesia Kasus kekerasan terhadap perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat dari berbagai kalangan, baik anak-anak, remaja, dewasa, sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat dari berbagai kalangan, baik anak-anak, remaja, dewasa, sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepak bola merupakan salah satu olah raga yang banyak digemari oleh masyarakat dari berbagai kalangan, baik anak-anak, remaja, dewasa, sampai orangtua. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan saat ini, banyak terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Dengan

Lebih terperinci

Problem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan

Problem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan Problem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160906163356-21-156465/problem-papua-dan-rapuhnya-relasi-kebangsaan/ Arie Ruhyanto, CNN Indonesia Kamis, 15/09/2016 08:24

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH[1].

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH[1]. KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH[1]. WARGANEGARA DAN KEWARGANEGARAAN Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyat. Peran dan partisipasi rakyat sangat besar peranannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini terdapat pada Pasal 28 UUD 1945 yang

I. PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini terdapat pada Pasal 28 UUD 1945 yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dalam kehidupan negara demokratis, dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini terdapat pada Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan

Lebih terperinci

MEWUJUDKAN DPR RI SEBAGAI LEMBAGA PERWAKILAN YANG KREDIBEL 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

MEWUJUDKAN DPR RI SEBAGAI LEMBAGA PERWAKILAN YANG KREDIBEL 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 MEWUJUDKAN DPR RI SEBAGAI LEMBAGA PERWAKILAN YANG KREDIBEL 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Seiring dengan upaya reformasi birokrasi dan lembaga-lembaga negara, setiap lembaga negara dan instansi pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Eros Rosinah, 2013 Gerakan Donghak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Eros Rosinah, 2013 Gerakan Donghak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada abad ke-19, sebagian besar negara-negara di Asia merupakan daerah kekuasan negara-negara Eropa. Pada abad tersebut khususnya di negara-negara Asia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal dekade 1980-an. Mereka adalah anak-anak yang hidup terpisah dari

BAB I PENDAHULUAN. awal dekade 1980-an. Mereka adalah anak-anak yang hidup terpisah dari BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Fenomena anak hidup dijalan sudah mulai menjadi perbincangan sejak awal dekade 1980-an. Mereka adalah anak-anak yang hidup terpisah dari keluarga, dan menempati

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Peranan Metodologi Dalam Penelitian / Kajian Hukum

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Peranan Metodologi Dalam Penelitian / Kajian Hukum 50 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Peranan Metodologi Dalam Penelitian / Kajian Hukum Cara kerja keilmuan salah satunya ditandai dengan penggunaan metode (Inggris: method, Latin: methodus, Yunani: methodos-meta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sering menjadikan manusia putus asa. Persoalan-persoalan tersebut. dari adanya perubahan-perubahan sosial di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sering menjadikan manusia putus asa. Persoalan-persoalan tersebut. dari adanya perubahan-perubahan sosial di masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup dan persoalannya menjadi hal yang selalu menyibukkan seseorang, bahkan sering menjadikan manusia putus asa. Persoalan-persoalan tersebut semakin menjadi sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan memiliki banyak suku yang berada diseluruh kepulauan Indonesia, mulai dari Aceh sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan orang yang melaksanakan hak-haknya, misalnya hak untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan orang yang melaksanakan hak-haknya, misalnya hak untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Polisi adalah aparat penegak hukum yang memiliki tugas dalam menjaga ketertiban masyarakat dan berperan sebagai penjaga keseimbangan antara kepentingan orang

Lebih terperinci

V. PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan

V. PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan 52 V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat yang telah dilakukan

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oleh : Wahab Ahmad, S.HI., SH (Hakim PA Tilamuta, Dosen Fakultas Hukum UG serta Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, pencapaian kedewasaan, kemandirian, dan adaptasi peran dan fungsi

Lebih terperinci

POKOK PIKIRAN TANWIR MUHAMMADIYAH 2012

POKOK PIKIRAN TANWIR MUHAMMADIYAH 2012 POKOK PIKIRAN TANWIR MUHAMMADIYAH 2012 UNTUK PENCERAHAN DAN SOLUSI PERMASALAHAN BANGSA Muhammadiyah merupakan bagian tak terpisahkan dari komponen bangsa. Oleh karena itu, Muhammadiyah sangat peduli atas

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

HUKUM SEBAGAI SARANA KONTROL, SEJAUH MANAKAH DAYA KEEFEKTIFANNYA? Herlambang P. Wiratraman 2016

HUKUM SEBAGAI SARANA KONTROL, SEJAUH MANAKAH DAYA KEEFEKTIFANNYA? Herlambang P. Wiratraman 2016 HUKUM SEBAGAI SARANA KONTROL, SEJAUH MANAKAH DAYA KEEFEKTIFANNYA? Herlambang P. Wiratraman 2016 Pustaka Turkel, Gerald (1996) Law and Society: Critical Approaches. Boston: Allyn & Bacon. Milovanovich,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena di masyarakat khususnya bagi warga yang tinggal di perkotaan, aksiaksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian.

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kasus bullying (tindak kekerasan) di sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kasus bullying (tindak kekerasan) di sekolah-sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peristiwa demi peristiwa bullying masih terus terjadi di wilayah sekolah. Kasus kekerasan ini telah lama terjadi di Indonesia, namun luput dari perhatian. Yogyakarta

Lebih terperinci

Pengendalian Sosial Upaya Pengendalian Penyimpangan Sosial

Pengendalian Sosial Upaya Pengendalian Penyimpangan Sosial Pengendalian Sosial Upaya Pengendalian Penyimpangan Sosial Pokok materi Pengendalian Penyimpangan Sosial Pengertian Pengendalian sosial Upaya Pengendalian Penyimpangan Sosial Pengertian & jenis-jenisnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini kita sebagai manusia tidak bisa hidup dalam kesendirian, kita sebagai makhluk yang sosialis, tentunya membutuhkan proses saling tolong menolong

Lebih terperinci

Perilaku Sosial dan Kontrol Sosial. Lolytasari, M.Hum

Perilaku Sosial dan Kontrol Sosial. Lolytasari, M.Hum Perilaku Sosial dan Kontrol Sosial Lolytasari, M.Hum Perilaku Menyimpang Adalah suatu perilaku yang buruk dan dapat menimbulkan masalah, penyakit masyarakat, anti sosial, para ahli menyebutnya dengan disfungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berada di tangan rakyat. Dalam sistem demokrasi, hak-hak asasi manusia

I. PENDAHULUAN. berada di tangan rakyat. Dalam sistem demokrasi, hak-hak asasi manusia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, dimana kedaulatan rakyat diakui, sehingga kekuatan tertinggi berada di tangan rakyat. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik Polri dalam menjalankan tugasnya untuk membuat terang setiap tindak pidana yang terjadi di masyarakat adalah peran yang sangat penting terutama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 ABSTRAK Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen) tidak

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada siswa Sekolah Menengah Pertama berusia 12 tahun sampai 15 tahun, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan dari pihak keluarga dan sekolah agar mereka dapat

Lebih terperinci

PARADIGMA MESIN PEMBANGUNAN UNTUK PERKEMBANGAN DAERAH 1. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

PARADIGMA MESIN PEMBANGUNAN UNTUK PERKEMBANGAN DAERAH 1. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. PARADIGMA MESIN PEMBANGUNAN UNTUK PERKEMBANGAN DAERAH 1 Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. TRIAS POLITIKA BARU Sekarang kita hidup di abad ke-21. Dunia tidak lagi berbatas secara kaku. Beberapa aspek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan dengan proses pembangunan nasional yang terus digalakkan. Salah satu wadah dari pembinaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode untuk mendisiplinkan anak. Cara ini menjadi bagian penting karena terkadang menolak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nanggroe Aceh Darussalam dikenal dengan sebutan Seramoe Mekkah

BAB I PENDAHULUAN. Nanggroe Aceh Darussalam dikenal dengan sebutan Seramoe Mekkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nanggroe Aceh Darussalam dikenal dengan sebutan Seramoe Mekkah (Serambi Mekkah) memiliki prinsip bahwa Syariat Islam merupakan satu kesatuan adat, budaya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan kajian-kajian per bab yang telah Penulis uraiakan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Mengenai Kualifikasi Tindak Pidana terhadap Penyalahguna Narkotika

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kekerasan yang dilakukan oleh massa sebagai kejahatan kekerasan, sewaktu-waktu berubah sejalan dengan keadaan yang terdapat dalam masyarakat, sehingga

Lebih terperinci

PENGARUH HARAPAN TERHADAP KECENDERUNGAN RESIDIVIS PADA NARAPIDANA DI LAPAS KLAS I MALANG

PENGARUH HARAPAN TERHADAP KECENDERUNGAN RESIDIVIS PADA NARAPIDANA DI LAPAS KLAS I MALANG PENGARUH HARAPAN TERHADAP KECENDERUNGAN RESIDIVIS PADA NARAPIDANA DI LAPAS KLAS I MALANG Laily Lolita Sari_11410129 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.

Lebih terperinci