BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan masyarakat oleh profesi kedokteran di rumah sakit dan puskesmas tidak hanya mencakup peningkatan kesehatan masyarakat secara fisik saja, namun juga dimaksudkan agar semua orang dapat memperoleh hak yang diberikan oleh negara. Salah satu pelayanan kedokteran yang dituntut oleh undang-undang untuk mutlak dapat dilaksanakan oleh setiap dokter di Indonesia adalah pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal. Tuntutan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum saat ini meningkat seiring meningkatnya pendidikan masyarakat. Keberadaan dokter forensik atau dokter yang menjalankan perintah undang-undang (dalam hal ini KUHAP), yang melakukan pemeriksaan atas diri korban tindak pidana, atau tersangka pelaku tindak pidana (misalnya pada kasus penyalahgunaan obat), merupakan suatu hal yang mutlak dan tidak dapat diabaikan. Keberadaan pelayanan Kedokteran Forensik dan medikolegal merupakan salah satu bentuk pelayanan kedokteran yang tidak dapat dipisahkan dari kesatuan pelayanan kedokteran bagi masyarakat. Proses penegakan hukum dan keadilan merupakan suatu usaha ilmiah dan bukan sekedar common-sense, non-scientific belaka. Dengan demikian di dalam penyelesaian perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia; seperti kasus pembunuhan, penganiayaan, kejahatan seksual, perbuatan yang menyebabkan kematian atau perlukaan, pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal di rumah sakit dan puskesmas mutlak diperlukan. Terkait dengan permasalahan diatas, rumah sakit sebagai sarana kesehatan rujukan juga memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal tersebut. Untuk itu diperlukan acuan bagi rumah sakit dalam mempersiapkan sumber daya bagi penyelenggaraannya. Departemen Kesehatan bersama organisasi profesi Persatuan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) telah menyusun Pedoman Pelayanan Forensik dan Medikolegal di RS. Diharapkan dengan adanya pedoman ini, pelayanan forensik dan medikolegal dapat dikembangkan di RS-RS kelas A hingga kelas C di seluruh Indonesia. Hal ini sejalan juga dengan ketentuan yang ada dalam undangundang no. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 1

2 B. Dasar Hukum 1. UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan 2. UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit 3. UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 4. UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran 5. UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 6. UU No.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan 7. UU No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 8. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis. 9. Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medis. 10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran. 11. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1045 Tahun 2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan. 12. Keputusan Menteri Kesehatan No.129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal RS C. Tujuan Penyusunan Pedoman 1. Memberi acuan bagi pelaksanaan pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Rumah Sakit. 2. Meningkatkan mutu pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Rumah Sakit 3. Menjadi acuan pengembangan pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Rumah Sakit. 2

3 D. Sasaran 1. Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota 2. Direktur Rumah Sakit 3. Bagian / Departemen / Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Rumah Sakit 4. Dokter Spesialis Forensik (SpF) dan dokter Spesialis Forensik Konsultan (SpF(K) 5. Dokter umum 6. Perawat (untuk tenaga bantuan pelaksanaan pelayanan forensik klinik) 7. Tenaga keteknisian kedokteran forensik (untuk bantuan pelaksanaan pelayanan patologi forensik) 8. Tenaga terkait lain (Psikolog, Petugas Sosial Medik, Kepolisian RI, Jaksa, Hakim) E. Ruang Lingkup Pelayanan Kedokteran Forensik di Rumah Sakit Pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Rumah Sakit meliputi bidang-bidang sebagai berikut : 1. Pelayanan Patologi Forensik : bedah jenazah forensik, rekonstruksi jenazah. 2. Pelayanan Forensik Klinik : korban Kekerasan terhadap perempuan dan anak, perkosaan, kejahatan seksual lain, perlukaan, keracunan, penunjang pelaku (psikiatrik). 3. Pelayanan Laboratorium Forensik : serologi forensik, histopatologi forensik, toksikologi forensik, DNA/Pemeriksaan paternitas (keayahan) 4. Pelayanan Identifikasi Orang Hilang : odontologi forensik, penunjang sidik jari, korban bencana (Disaster Victim Identification /DVI) 5. Pelayanan forensik di luar RS (extra-mural) : TKP, Penggalian jenazah (ekshumasi) dan identifikasi kerangka (antropologi forensik) 3

4 6. Pelayanan forensik : medikolegal penentuan mati batang otak, medikolegal transplantasi organ, penyebab kematian, penentuan pengguna narkotika, medikolegal surat keterangan sehat 7. Pelayanan wet lab (penunjang ketrampilan klinik spesialistik) 8. Pelayanan kamar jenazah (pemulasaraan, rumah duka dan transportasi jenazah, pengawetan jenazah dan tindakan prevensi jenazah infeksius) 9. Pelayanan Medikolegal : konsultasi medikolegal, konsultasi etikolegal, kesaksian ahli (termasuk a de charge) 4

5 BAB II PENGERTIAN PELAYANAN KEDOKTERAN FORENSIK A. Definisi dan Klasifikasi Pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal : Adalah pelayanan kedokteran untuk memberikan bantuan profesional yang optimal dalam memanfaatkan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal mencakup 5 bidang, yaitu : 1.Pelayanan Forensik Klinik : Adalah pelayanan pemeriksaan forensik terhadap korban hidup yang dikirim penyidik ke Rumah Sakit atau puskesmas dan pelayanan pemeriksaan forensik pada pasien dalam rangka pembuatan visum et repertum, surat keterangan atau lainnya. 2.Pelayanan Forensik Patologi : Adalah pelayanan pemeriksaan forensik terhadap korban mati yang dikirim oleh penyidik ke Rumah Sakit atau puskesmas dan bantuan pelayanan pemeriksaan bedah mayat klinis terhadap mayat pasien sesuai permintaan pihak yang berkepentingan. 3.Pelayanan Laboratorium Kedokteran Forensik : Adalah pelayanan pemeriksaan laboratorium untuk menunjang kepentingan pelayanan forensik klinik, forensik patologi, maupun pelayanan medikolegal. 4.Pelayanan Konsultasi Medikolegal Adalah pelayanan konsultasi ahli yang dilaksanakan seorang dokter spesialis kedokteran forensik secara tersendiri atau dibantu oleh ahli lain dan atau dokter spesialis lain dalam bidang terkait untuk : prosedur medikolegal, penyusunan by-laws, pembuatan dokumen medik, dan penyelesaian sengketa medik. 5.Pelayanan Identifikasi Orang Hilang Adalah pelayanan identifikasi terhadap temuan mayat tidak dikenal, meliputi pemeriksaan kedokteran forensik serta bantuan untuk pemeriksaan identifikasi non kedokteran (bantuan pengambilan foto wajah, sidik jari, dsb). 5

6 6.Pelayanan Extra Mural Forensik Adalah pelayanan kedokteran forensik di luar RS, termasuk pemeriksaan penggalian jenazah (ekshumasi), identifikasi temuan kerangka korban perang dsb 7.Pelayanan Forensik Adalah pelayanan pengesahan tindakan medis terhadap pasien (keadaan mati batang otak, terkait masalah transplantasi dsb) atau yang terkait dengan ketentuan hukum tentang kemampuan/kompetensi seseorang dimuka hukum untuk memberi kesaksian dsb. 8.Pelayanan Wet Lab Adalah pelayanan penyediaan kadaver (dengan persyaratan khusus antara lain ada izin ahli waris, tidak ditemukan ahli waris, tidak termasuk korban kejahatan dsb) bagi pelatihan ketrampilan klinik spesialistik 9.Pelayanan Kamar Jenazah Adalah pelayanan pengurusan jenazah sesuai kondisinya hingga siap untuk dimakamkan meliputi kegiatan pemulasaran jenazah, termasuk pengawetan jenazah, dan surat surat yang terkait dengan penguburan. 10.City Morgue Adalah tempat pemulasaraan dan layanan kematian bagi jenazah dari seluruh kota/kabupaten dengan kriteria kematian tidak wajar, kematian yang tidak diketahui penyebabnya, dan kematian di tempat umum. Selanjutnya City Morgue dapat dikembangkan menjadi pusat layanan dan registrasi kematian yang lebih menyeluruh, tidak terbatas pada yang memerlukan pemeriksaan kedokteran forensik saja. B. Tujuan Tujuan pelayanan forensik di RS adalah : 1. Memberikan pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal menyeluruh pada korban kekerasan, kekhususan pada perempuan dan anak di bidang klinik dan psikososial sesuai amanat undang-undang 2. Memberi pelayanan forensik bagi klien sesuai standar dan peraturan berlaku. 3. Memberi layanan konsultasi medikolegal dan etika dalam lingkungan rumah sakit, keprofesian maupun antar institusi. 6

7 C. Falsafah Pelayanan Kedokteran Forensik dan medikolegal 1. Pelayanan kedokteran forensik untuk kepentingan penegakan hukum pidana serta kepentingan internasional merupakan pelayanan kelembagaan publik yang dilaksanakan oleh rumah sakit pendidikan milik pemerintah, bukan merupakan pelayanan yang dilakukan oleh dokter selaku praktisi perorangan. 2. Mengutamakan obyektifitas dan imparsialitas. RS dan Puskesmas sebagai lembaga imparsial independen yaitu lembaga yang dalam mengemban amanah membantu penegakan keadilan harus memiliki otonomi sehingga tidak dapat dipengaruhi oleh siapapun dalam memberikan keterangan medis 3. Memperhatikan autonomy, beneficence, non maleficence dan justice, terutama dalam menangani korban hidup 4. Menjunjung tinggi kebebasan profesi dan Rahasia Kedokteran 5. Menunjukan profesionalisme dalam melayani masyarakat 7. Mematuhi prosedur hukum yang berlaku D. Pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Indonesia Untuk dapat memberikan pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal secara merata di Indonesia sesuai ketentuan perundang-undangan, terutama KUHAP, UU Kesehatan, UU Praktik Kedokteran dan UU Rumah Sakit, dibuat strategi pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal berjenjang di rumah sakit dan puskesmas. Strategi ini dikembangkan dan disesuaikan secara etik dan legal dengan kebijakan, standar, pedoman dan by-laws yang telah ada sebelumnya. 1. Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal di rumah sakit Upaya pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal di rumah sakit dikembangkan ke arah peningkatan mutu (pelayanan spesialistik dan subspesialistik), peningkatan jangkauan pelayanan serta sistem rujukan dengan tujuan tercapainya pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal yang optimal. Peningkatan mutu ini ditunjukkan dengan diikutsertakannya pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal pada kegiatan akreditasi RS serta pemenuhan secara bertahap dari sumber daya manusia, sarana, prasarana dan peralatan sesuai standar. 7

8 2. Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal di Puskesmas Upaya pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal di Puskesmas ditujukan memberikan pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal yang bersifat dasar, seperti pelayanan pemeriksaan mayat, pemeriksaan korban kekerasan fisik dan seksual, tata laksana barang bukti dan pelayanan laboratorium forensik sederhana. Puskesmas juga diharapkan dapat memberikan pembinaan kepada masyarakat dan melaksanakan sistem rujukan sesuai kebutuhan dan ketentuan yang berlaku. Karena distribusi spesialis kedokteran forensik dan dokter umum terlatih belum merata di seluruh Indonesia, dimungkinkan pelayanan kedokteran forensik extra-mural (keliling) ke tempat kejadian perkara yang memerlukannya. 8

9 BAB III PENGORGANISASIAN A. Struktur Organisasi Agar tujuan dan sasaran yang optimal dari program pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal dapat dicapai, maka perlu organisasi pelayanan, pendidikan dan pengembangan yang baik, dengan tugas dan wewenang yang jelas dan terinci, baik secara administratif maupun teknis. Struktur ini tergantung pada ketersediaan Sumber Daya Manusia di RS. 1. Contoh Struktur Organisasi dengan SDM lengkap Direktur Utama Komite Medik Dir. Direktur Medik & Keperawatan Dir. Ketua SMF Kepala Instalasi Kedokteran Forensik & Medikolegal Koord Pelayanan Koord Diklit* Koord Adm&Keu - Forensik Klinik - Patologi Forensik - Laboratorium - Medikolegal - Kamar Jenazah Pencatatan & pelaporan Keuangan SpF & SpF(K), Sp bidang lain Dr. Umum Tenaga Teknis Perawat Tenaga Lain : Psikiater, Pekerja Sosial Ket : garis perintah garis koordinasi * Pada RS pendidikan terdapat koordinator Diklit... 9

10 b. Contoh Struktur Organisasi dengan SDM tidak lengkap Direktur RS Kepala Bagian Kedokteran Forensik & Medikolegal dan kamar jenazah Dokter pelaksana pemeriksaan Kedokteran Forensik dan pelayanan kamar jenazah Tenaga Teknisi Perawat Tenaga Administras i Susunan organisasi di dalam bagian/departemen/instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal dibuat sefleksibel mungkin dengan pembagian habis tugastugas melalui koordinasi, sinkronisasi, dan pendelegasian kewenangan yang tepat dan jelas. 1. Bagian / Departemen / Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal merupakan penyelenggara pelayanan medis, pelayanan penunjang medis, pelatihan, dan pemeliharaan sarana kedokteran forensik dan medikolegal di rumah sakit. 2. Bagian / Departemen / Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal dipimpin oleh seorang Kepala dalam jabatan non-struktural. Kepala Bagian / Departemen / Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal dibantu oleh beberapa penanggung jawab / koordinator, yaitu koordinator administrasi dan keuangan, koordinator pelayanan, serta koordinator pendidikan, penelitian dan pengembangan. 3. Staf medis fungsional adalah kelompok dokter yang bekerja pada bagian / departemen / instalasi dalam jabatan fungsional. 4. Perawat dan Tenaga keteknisan bidang kedokteran forensik adalah petugas yang mendukung kelancaran pelayanan di bagian / departemen / instalasi dalam jabatan fungsional. 10

11 B. Ketenagaan Bagian / Departemen / Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal merupakan sarana untuk memberi pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal, yang dilaksanakan oleh Dokter Spesialis Forensik (SpF), dokter Spesialis Forensik Konsultan (SpF(K)), dokter umum terlatih forensik dan medikolegal, tenaga keteknisan bidang kedokteran forensik dan perawat yang berwenang. Semua tenaga yang melakukan pelayanan forensik dan medikolegal telah memenuhi semua ketentuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Undang-Undang no. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Semua tenaga dokter yang melakukan pelayanan forensik dan medikolegal di rumah sakit harus memiliki kewenangan klinis (clinical privilege) dari rumah sakit yang sesuai dengan tugas dibidang ini. Kewenangan klinis (clinical privilege) dibidang forensik dan medikolegal ditentukan oleh Direktur Rumah Sakit berdasarkan rekomendasi dari Komite Medis Rumah Sakit. Dasar Komite Medis merekomendasikan seorang dokter untuk diberikan kewenangan klinis (clinical privilege) dibidang forensik dan medikolegal adalah statuta rumah sakit atau peraturan internal staf medis (medical staff bylaws) dan peraturan internal rumah sakit (hospital bylaws) yang berlaku dirumah sakit. Perlu diperhatikan Hospital by Laws yang ada di Rumah Sakit masingmasing. C. Uraian Tugas dan Fungsi Uraian tugas masing-masing adalah : 1. Kepala Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal a. Merencanakan, melaksanakan dan mengawasi kegiatan pelayanan, pendidikan dan penelitian dalam bidang forensik dan medikolegal di Rumah Sakit, sesuai standar pelayanan, etika, disiplin profesi dan kendali mutu. b. Mengelola sumber daya instalasi dalam rangka penyelenggaraan pelayanan forensik dan medikolegal yang bermutu. c. Melakukan koordinasi dengan bagian/departemen/instalasi dan instansi terkait. d. Melakukan evaluasi dan pengembangan pelayanan. 11

12 2. Koordinator Administrasi dan Keuangan a. Menyelenggarakan dan mengkoordinasi kegiatan administrasi b. Menyusun dan mengkoordinasikan penyusunan program kegiatan keuangan, akutansi, dan anggaran c. Memonitor dan mengevaluasi kinerja keuangan di instalasi d. Menyelenggarakan surat menyurat e. Mengkoordinasi pembuatan dan membuat visum et repertum 3. Koordinator Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan a. Menyusun dan menerima masukan usulan rencana kegiatan dan pengembangan instalasi. b. Menyusun rencana kegiatan dan anggaran pendidikan atau pelatihan di bidang kedokteran forensik dan medikolegal. c. Menyusun perencanaan kebutuhan sumber daya dalam rangka penyelenggaraaan pendidikan dan latihan. d. Menyelenggarakan kegiatan informasi data pelayanan di instalasi, melakukan koordinasi dan pengelolaan data statistik, pelaporan dan pengelolaan informasi di instalasi kedokteran forensik dan medikolegal. e. Menyelenggarakan kerjasama dan koordinasi dengan pusat kedokteran forensik dan medikolegal di luar Rumah Sakit. f. Membuat laporan dan evaluasi kegiatan pendidikan, penelitian dan pengembangan di instalasi 4. Koordinator Pelayanan a. Menetapkan kebijakan pelayanan, standar pelayanan, pedoman pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal, serta membuat strategi pengembangan pelayanan forensik dan medikolegal. b. Menetapkan indikator dan kriteria pelayanan pada unit pelayanan di bawahnya c. Mengawasi pelaksanaan pelayanan setiap hari. d. Mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan 12

13 e. Memberi masukan kepada Kepala Instalasi yang berkaitan dengan pelayanan. f. Membuat laporan berkala pelayanan yang dilaporkan pada Kepala Instalasi. 5. Staf Medis Fungsional a. Melakukan pemeriksaan kedokteran forensik, pemeriksaan penunjang, membuat rujukan untuk pendapat bidang keahlian lain, interpretasi temuan, dan membuat dokumen medikolegal. b. Memberi kesaksian ahli c. Melakukan pelayanan konsultasi medikolegal dari dalam dan luar rumah sakit. d. Bertanggung jawab atas hasil pekerjaannya 6. Perawat (untuk pelayanan Forensik Klinik) a. Membantu dokter dalam melakukan pemeriksaan kedokteran forensik klinik dan pemeriksaan penunjangnya b. Membantu staf medis fungsional dalam menjalankan program pendidikan, penelitian dan pengembangan pelayanan. c. Bertanggung jawab atas hasil pekerjaannya 7. Tenaga Keteknisan bidang kedokteran forensik a. Membantu dokter dalam melakukan pemeriksaan kedokteran forensik patologi dan pemeriksaan penunjangnya b. Membantu dokter dalam melakukan identifikasi, pengumpulan dan pemrosesan bukti-bukti c. Membantu staf medis fungsional dalam menjalankan program pendidikan, penelitian dan pengembangan pelayanan. d. Bertanggung jawab atas hasil pekerjaannya 13

14 f. Menyelenggarakan pengurusan SDM g. Melaksanakan kegiatan penyusunan laporan rutin dan berkala. h. Menyusun laporan hasil pengawasan dan evaluasi kinerja instalasi i. Membantu terlaksananya kegiatan pendidikan / pelatihan, dan penelitian di instalasi) D. Kompetensi 1. Kepala bagian/departemen/instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal Kepala bagian/departemen/instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Rumah Sakit Umum kelas A dan B harus dipimpin oleh seorang dokter spesialis forensik. Apabila belum ada dokter SpF maka sementara dapat diangkat dokter umum terlatih Kedokteran Forensik dan Medikolegal sebagai kepala. 2. SMF Kedokteran Forensik dan Medikolegal adalah kelompok dokter SpF dan dokter spesialis bidang lain serta dokter terlatih Kedokteran Forensik dan Medikolegal yang bekerja sesuai standar profesi kedokteran forensik dan medikolegal dalam jabatan fungsional. Yang dimaksud dokter terlatih adalah dokter umum atau dokter spesialis lain yang telah mengikuti pelatihan forensik dasar selama minimal 3 bulan. 3. Perawat adalah tenaga lulusan minimal D3 keperawatan dengan pelatihan khusus di bidang forensik klinik dan medikolegal 4. Tenaga Keteknisan bidang kedokteran forensik adalah tenaga lulusan D3 keperawatan dengan sertifikat pelatihan di bidang kedokteran forensik patologi dan medikolegal (minimal 6 bulan di Pusat Pelayanan Kedokteran Forensik di RS Klas A). Dalam keadaan mendesak, tenaga keteknisian forensik dapat diperoleh dari jenjang di bawah D3 keperawatan (minimal SMU/sederajat) 5. Koordinator Administrasi dan Keuangan adalah tenaga lulusan minimal D3 Perumahsakitan. 6. Koordinator Pelayanan adalah dokter SpF atau dokter umum terlatih kedokteran forensik dan medikolegal. 7. Koordinator Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan adalah dokter SpF atau dokter umum terlatih kedokteran forensik dan medikolegal. 14

15 8. Psikolog adalah sarjana psikologi yang telah menjalani pendidikan profesi atau menyelesaikan pendidikan master psikologi klinik. 15

16 BAB IV PELAYANAN KEDOKTERAN FORENSIK & MEDIKOLEGAL DI RUMAH SAKIT A. Strata Pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Rumah Sakit Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal di rumah sakit dalam penyelenggaraannya dibagi dalam beberapa strata pelayanan. Strata pelayanan ini ditetapkan berdasarkan jenis tenaga dan kelengkapan pelayanan yang tersedia di rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Strata I : Pelayanan Primer Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal dasar (rumah sakit kelas D dan Puskesmas). Pelayanan mencakup pelayanan forensik klinik, pemeriksaan luar jenazah untuk pembuatan Visum et Repertum (sesuai dengan permintaan penyidik), surat keterangan kematian, kamar jenazah sederhana. Tenaga yang tersedia adalah dokter umum terlatih dan perawat. Strata II : Pelayanan Sekunder Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal spesialistik (rumah sakit kelas B non pendidikan dan kelas C) Pelayanan mencakup : 1. Pelayanan patologi forensik (termasuk pemeriksaan autopsi forensik) 2. Pelayanan forensik klinik 3. Pelayanan laboratorium forensik sederhana: pemeriksaan darah, cairan mani, spermatozoa, rambut, air liur, penentuan pengguna narkoba (kualitatif) 4. Pelayanan konsultasi medikolegal terbatas dan surat keterangan kematian 5. Pelayanan kamar jenazah ( penanganan jenazah infeksius, embalming) 6. Pelayanan identifikasi orang hilang: DVI Tenaga yang tersedia : dokter spesialis kedokteran forensik, dokter umum terlatih forensik dan medikolegal, perawat dan tenaga keteknisan kedokteran forensik & medikolegal. 16

17 Strata III : Pelayanan Tersier Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal spesialistik dan subspesialistik (rumah sakit kelas B pendidikan dan kelas A) Pelayanan mencakup : 1. Pelayanan patologi forensik 2. Pelayanan forensik klinik 3. Pelayanan laboratorium forensik (dasar, DNA dan toksikologi) 4. Pelayanan konsultasi medikolegal dan etika 5. Pelayanan kamar jenazah (city morgue) 6. Pelayanan wet lab 7. Pelayanan extra mural 8. Pelayanan surat keterangan medik 9. Pelayanan identifikasi orang hilang Tenaga yang tersedia : dokter spesialis kedokteran forensik dan dokter spesialis konsultan kedokteran forensik, dokter terlatih forensik, perawat, tenaga keteknisan kedokteran forensik dan medikolegal, psikolog, petugas sosial medik. Pendidikan : pendidikan dokter spesialis, jejaring pendidikan spesialis, pendidikan profesi dokter umum, pelatihan perawat dan tenaga keteknisan kedokteran forensik dan medikolegal. Penelitian dan pengembangan : penelitian dasar dan terapan, pengembangan forensik dan medikolegal. Strata III B : Pusat Rujukan Nasional Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal rujukan tertinggi. Pelayanan mencakup : 1. Pelayanan patologi forensik 2. Pelayanan forensik klinik 3. Pelayanan laboratorium forensik 17

18 4. Pelayanan konsultasi mediko-etiko-legal 5. Pelayanan kedokteran gigi forensik 6. Pelayanan kamar jenazah (city morgue) 7. Pelayanan wet lab 8. Pelayanan extra mural 9. Pelayanan surat keterangan medik 10.Pelayanan identifikasi orang hilang Tenaga yang tersedia : dokter spesialis kedokteran forensik dan dokter spesialis konsultan kedokteran forensik, dokter spesialis bidang lain terkait kedokteran forensik, tenaga keteknisan kedokteran forensik dan medikolegal, psikolog, petugas sosial medik. Pendidikan : Pendidikan dokter spesialis konsultan kedokteran forensik, pendidikan dokter spesialis kedokteran forensik, pendidikan profesi dokter umum, pendidikan dan pelatihan etika profesi, medikolegal dan HAM, pelatihan perawat dan tenaga keteknisan kedokteran forensik dan medikolegal. Pendidikan dan pelatihan bioetika, medikolegal dan HAM dilaksanakan dengan kerja sama pusat bioetika, medikolegal dan HAM kedokteran (Center for Bioethics, Medicolegal & Human Rights). Penelitian dan pengembangan : penelitian dasar dan terapan, pengembangan forensik dan medikolegal. B. Sistem Pelayanan Pelayanan bagian/departemen/instalasi kedokteran forensik dan medikolegal di rumah sakit dilaksanakan melalui sistem pendekatan pelayanan terpadu, artinya klien, korban atau pasien yang memerlukan pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal dilayani melalui 2 akses utama. Akses tersebut adalah : 1. Korban atau pasien yang telah meninggal dunia memperoleh pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal setelah terdaftar untuk memperoleh pelayanan pada instalasi kamar mayat /mortuary/pemulasaraan jenazah yang ada di rumah sakit. Pelayanan patologi forensik di luar gedung rumah sakit berupa ekshumasi / penggalian mayat dilakukan dengan koordinasi bersama penanggung jawab instalasi pemulasaraan jenazah. Pelayanan autopsi klinik di rumah sakit bila tidak memiliki fasilitas tersendiri, juga dapat dilakukan di instalasi kedokteran forensik dan medikolegal. 18

19 2. Korban, klien atau pasien hidup yang memperoleh pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal melalui instalasi gawat darurat, pusat pelayanan terpadu (PPT), poliklinik atau datang ke kantor bagian/departemen/instalasi kedokteran forensik dan medikolegal. Semua pelayanan kedokteran forensik korban, klien atau pasien hidup didaftarkan dan di data pada bagian/departemen/instalasi kedokteran forensik dan medikolegal melalui unit-unit tersebut di atas. Pelayanan konsultasi medikolegal dilaksanakan di dalam dan di luar gedung bagian / departemen / instalasi kedokteran forensik dan medikolegal dan dilayani oleh dokter spesialis forensik atau dokter spesialis konsultan forensik, atau dokter terlatih kedokteran forensik yang sesuai dengan kewenangan klinisnya. Pada Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) ditangani korban, klien atau pasien hidup dengan keadaan non kritis sedemikian hingga dapat dilakukan pelayanan forensik di bawah satu atap. PPT akan melayani masalah klinis, medikolegal, juga masalah psiko-sosial, dengan kerja sama multi-disiplin dan multisektor. Pemeriksaan oleh bidang spesialisasi lain, pada kasus yang ditangani di PPT, sedapat mungkin dilakukan di ruang PPT. C. Hubungan Kerja Dalam Pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Rumah Sakit Untuk mencapai tujuan di atas diperlukan sistem kerja dan alur kerja yang tepat, baik inter disiplin maupun intra disiplin dengan memanfaatkan secara maksimal sarana dan prasarana yang tersedia. Kekhususan pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal adalah : 1. Sebagian korban atau klien yang membutuhkan pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal diharuskan datang karena perintah perundangundangan. Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal merupakan kewajiban dokter yang harus dipenuhi sebagai kewajiban hukum. 2. Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal melibatkan berbagai profesi yang bekerja dalam suatu tim terpadu sesuai kewenangannya masing-masing. 3. Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal dalam pelaksanaannya, selain memperhatikan kepentingan klien atau korban, juga mengutamakan kepentingan hukum, baik dalam posisi sebagai penyidik atau posisi lain sesuai perintah hukum. 19

20 4. Pelayanan kedokteran forensik bersifat professional dan imparsial, meletakkan suatu kasus pada tempatnya. Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal memiliki fungsi melindungi masyarakat (to protect the society) sehingga dalam memutuskan suatu kasus tidak hanya mempertimbangkan keadilan, namun juga stabilitas masyarakat/dalam hal ini yang dimaksud adalah kepercayaan masyarakat terhadap institusi yang benar benar imparsial tidak dibawah pengaruh hirarkhi apa pun. Lintas Program Pelayanan korban / klien yang datang ke bagian/departemen/instalasi kedokteran forensik dan medikolegal dapat berasal dari berbagai disiplin ilmu, demikian pula sebaliknya, pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal membutuhkan konsultasi dan rujukan ke berbagai disiplin ilmu sesuai kebutuhan. Lintas Sektoral Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal tidak berdiri sendiri, selalu diperlukan kerja sama dengan instansi / institusi lain, seperti kepolisian RI, Jaksa, Advokat, tenaga kesehatan, lembaga swadaya masyarakat, asuransi, universitas, dan masyarakat umum untuk kepentingan pelayanan forensik. D. Alur Korban / Klien Dalam Pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Rumah Sakit. Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal dilakukan dengan 2 akses utama, akses pertama adalah untuk korban, klien( pasien ) hidup dan akses kedua untuk korban, klien pasien yang telah meninggal dunia. Keduanya memiliki alur pelayanan masing-masing dan keduanya saling berkoordinasi. 1. Korban, klien, atau pasien hidup i. Korban/pengantar yang datang ke RS atau Puskesmas mendaftar di bagian registrasi, kemudian di IGD dilakukan triage untuk menilai kondisi korban apakah dalam keadaan non kritis, semi kritis atau kritis. ii. Korban perempuan dan anak dalam keadaan non kritis, akan dirujuk ke PPT untuk mendapatkan layanan pemeriksaan kedokteran forensik dan medikolegal, serta layanan psiko-sosial. Bilamana perlu dapat dilakukan koordinasi dan kerja sama dengan LSM terkait. Pada korban lain (bukan perempuan dan anak) pemeriksaan dilakukan di Instalasi Gawat Darurat. 20

21 iii. Korban dalam keadaan semi kritis dan kritis atau memerlukan terapi bedah dan medik ditangani di instalasi gawat darurat bersama dengan dokter forensik sesuai prosedur yang berlaku. iv. Korban, klien, atau pasien yang datang ke poliklinik atau IGD dan dipandang mungkin penyakit atau cederanya terkait suatu tindak pidana diperiksa bersama dengan dokter forensik atau dirujuk ke bagian/ departemen/ instalasi kedokteran forensik dan medikolegal. v. Korban, klien, atau pasien yang sedang dirawat di instalasi rawat inap, bila dipandang mungkin penyakit atau cederanya terkait suatu tindak pidana, maka dokter penanggung jawab pasien, dapat merujuknya ke bagian/ departemen/ instalasi kedokteran forensik dan medikolegal. vi. Korban, klien, atau pasien yang datang tanpa disertai surat permintaan visum dimintakan untuk melapor atau dibantu untuk melapor pada pihak penyidik. Pemberitaan visum et repertum dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan pada hari surat permintaan visum dibuat. Pemeriksaan sebelumnya dapat disertakan sebagai suatu surat keterangan dokter. vii. Pelayanan konsultasi medikolegal dapat diperoleh dengan melakukan registrasi pada bagian/departemen/instalasi kedokteran forensik dan medikolegal, dan akan dilayani oleh staf medis fungsional dengan kewenangan klinis yang sesuai dan ditunjuk oleh bagian/departemen/ instalasi kedokteran forensik dan medikolegal. 2. Korban, klien, atau pasien mati i. Korban, klien atau pasien mati datang ke RS atau Puskesmas dibawa ke instalasi pemulasaraan jenasah dan didaftarkan pada bagian registrasi instalasi pemulasaraan jenazah. ii. Korban, klien atau pasien mati yang telah dilengkapi administrasinya sesuai prosedur medikolegal dibawa ke bagian/departemen/instalasi kedokteran forensik dan medikolegal untuk diperiksa. Pada beberapa rumah sakit, kedua instalasi ini tergabung menjadi satu bagian/departemen/instalasi. iii. Pada pemeriksaan forensik, penyidik/penyidik pembantu mengikuti pemeriksaan mayat dan atau bedah mayat bersama staf medis fungsional. iv. Pada autopsi klinik, pihak keluarga, staf medis fungsional rumah sakit dari bagian/departemen/instalasi lain dapat diijinkan mengikuti pemeriksaan mayat dan bedah mayat bersama staf medis fungsional. 21

22 E. Sarana, Prasarana dan Peralatan 1. Ruangan dan Gedung a. Lokasi Lokasi gedung yang ideal terletak dekat instalasi pemulasaraan jenazah sedangkan unit pelayanan forensik klinik terletak dekat dengan instalasi gawat darurat, mengingat pelayanan terpadu menggunakan 2 akses utama. b. Kebutuhan Ruang 1. Ruang tunggu dan Resepsionis Ruangan tempat penerimaan jenazah dan dokumen. Harus bersih dan cukup luas, aman dan nyaman untuk korban, klien, pasien atau keluarganya atau pengantarnya. Ruangan harus cukup tenang agar keluarga korban, klien, pasien atau pengantarnya dapat mendengar dan mengerti penjelasan dari staf medis fungsional bila diperlukan. 2. Ruang administrasi Ruang ini harus cukup untuk penempatan meja tulis, komputer, lemari arsip untuk penyimpanan rekam medik, visum et repertum dan dokumen medik lainnya. Luasnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan aktivitasnya. 3. Ruang pemeriksaan Ruang pemeriksaan pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal terbagi 3 ruang utama, yaitu : a. Ruang pemeriksaan patologi forensik Ruang pemeriksaan patologi forensik harus cukup luas untuk sarana tepat guna autopsi forensik. Pada ruang otopsi RS Pendidikan sebaiknya mempunyai ruangan dengan tempat duduk yang disusun bertingkat di sekeliling ruang otopsi. Di ruangan minimal terdapat 2 meja otopsi. b. Ruang pemeriksaan forensik klinik dan atau ruang PPT Ruang pemeriksaan forensik klinik dan atau ruang PPT sebaiknya cukup luas untuk menampung pelayanan multi-disiplin dan sumberdaya manusianya. c. Ruang observasi medis 22

23 Digunakan para staf medis untuk melihat otopsi, dilantai atas dengan dinding terbuat dari kaca. 4. Ruang pendingin untuk mengawetkan jenazah Sebaiknya cukup untuk menampung 20 jenazah, dengan daya pendinginan sampai -20 o C (minus 20 derajat Celsius). Merupakan tempat penyimpanan jenazah sebelum dibawa keluarganya atau menunggu saat pelaksanaan otopsi, atau yang berkaitan dengan wet lab. 5. Ruang staf dan ruang pertemuan Terdiri dari : a. Ruang pertemuan besar untuk keperluan seluruh karyawan dan kemungkinan acara dengan undangan dari luar. b. Ruang diskusi kecil untuk keperluan pertemuan diskusi profesi secara khusus. c. Ruang istirahat dilengkapi dengan dapur kecil. d. Ruang Konsultan dan ruang staf pengajar e. Ruang perawat dan tenaga keteknisan forensik 6. Ruang laboratorium forensik Ruang laboratorium forensik dilengkapi dengan alat-alat laboratorium, dengan sirkulasi udara yang baik, pasokan dan saluran air yang dapat memenuhi kebutuhan laboratorium. Ruang ini juga harus dilengkapi dengan lemari pendingin untuk menjaga sebagian bahan laboratorium yang termolabil atau sensitif terhadap cahaya matahari. Disiapkan juga lemari bagi penyimpanan spesimen dan ruang fotografi forensik. 7. Ruang Radiologi Sebaiknya tersedia X-ray portable dan alat untuk melihat hasilnya. 8. Ruang konsultasi medikolegal / etika Ruang konsultasi medikolegal sebaiknya memiliki suasana yang tenang dan privat, dapat menampung kelompok orang yang membutuhkan 23

24 konsultasi medikolegal. Bila tidak tersedia ruang konsultasi medikolegal, pelayanan dapat dialihkan pada ruang diskusi kecil. 9. Kamar mandi dan WC Disediakan ruang mandi terpisah untuk staf medis fungsional, perawat dan tenaga keteknisan kedokteran forensik, toilet bagi staf, korban/ klien, pasien serta keluarga atau pengantarnya. Toilet untuk pasien dilengkapi dengan pengaman dari kayu atau besi untuk pegangan serta dibuat sedemikian rupa sehingga korban, klien, atau pasien yang mempergunakan kursi roda, kruk atau alat penyangga tubuh lainnya dapat mempergunakannya tanpa ada kesukaran. 10. Ruang ganti dokter Ruang ganti dipisahkan untuk staf medis pria dan wanita, dilengkapi dengan rak penggantung baju yang terpisah dengan rak penggantung apron. 11. Ruang ganti pakaian tenaga keteknisan/perawat kedokteran forensik dan medikolegal merangkap ruang jaga. Ruang ganti dipisahkan untuk perawat/staf teknis pria dan wanita, dilengkapi dengan rak penggantung baju yang terpisah dengan rak penggantung apron. 12. Gudang 2. Peralatan Gudang terdiri atas gudang bersih dan gudang besar. Gudang bersih digunakan untuk penyimpanan perlengkapan seperti formulir dokumen medik, sprei, sarung bantal, dan lain-lain. Gudang besar digunakan untuk menyimpan bahan kimia habis pakai, peralatan yang masih berfungsi maupun yang sudah rusak untuk diperbaiki, serta troley. Pada pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal dibutuhkan peralatan yang memadai untuk dapat dilakukan pemeriksaan kedokteran forensik dan medikolegal yang profesional, sesuai strata institusi penyelenggara. Kebutuhan peralatan disusun berdasar : a. Kebutuhan tiap jenis pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal. b. Jumlah korban, klien atau pasien yang membutuhkan pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal di RS yang bersangkutan. 24

25 c. Kapasitas kerja dan efisiensi penggunaan alat. d. Sarana dan prasarana yang ada sesuai strata rumah sakit. (lihat lampiran) F. Sistem Pembiayaan 1. Sumber : o o o o o o Biaya sendiri Pemerintah Pusat (APBN) Pemerintah daerah (APBD) Asuransi Perusahaan / Instansi Kedutaan asing 2. Pola tarif terdiri dari : o o o Konsul dokter Konsul psikolog Tindakan Jasa medik Jasa rumah sakit Jasa pemulasaraan dan pengawetan jenazah Bahan dan alat Pemeriksaan penunjang, lab, radiologi dsb Transportasi jenazah Pengurusan dokumen terkait G. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 25

26 Dalam melakukan pelayanan, pemberi layanan harus selalu menggunakan alat pelindung diri sesuai Universal Precaution Measures. Desain ruang pelayanan sesuai kebutuhan dalam rangka menghindari penyebaran infeksi Penataan ruang, aksesibilitas, penerangan dan pemilihan bahan harus sesuai dengan ketentuan yang mengacu pada patient safety. H. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan tiap pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal di bagian / departemen / instalasi dalam rekam medis kedokteran forensik dan medikolegal. Pencatatan ini mencakup pelayanan yang dilakukan oleh staf medis fungsional dan tenaga keteknisian bidang kedokteran forensik yang dilakukan di dalam gedung Rumah Sakit maupun di luar gedung Rumah Sakit dalam naungan kewenangan rumah sakit. Dalam rekam medis dicatat diagnosa medik berdasarkan ICD X untuk pelaporan rumah sakit ke Dinas Kesehatan yang kemudian diteruskan ke Departemen Kesehatan. I. Evaluasi dan Pengendalian Mutu Kegiatan evaluasi dan kendali mutu terdiri dari : a. Evaluasi internal Rapat internal berupa pertemuan tim pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal yang membahas permasalahan dalam pelayanan, pendidikan, penelitian dan pengembangan pelayanan serta monitoring terhadap indikator kinerja pelayanan seperti respond time, kepuasan klien dll. b. Evaluasi eksternal Dilakukan oleh badan akreditasi/sertifikasi dari luar rumah sakit sebagai upaya penjaminan mutu pelayanan di RS. c. Evaluasi terhadap pelaksanaan Pedoman Pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal di rumah sakit yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dan Persatuan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) setiap 5 tahun. 26

27 27

28 BAB V SISTEM RUJUKAN A. Pengertian Rujukan Konsep rujukan adalah suatu upaya pelimpahan tanggung jawab dan wewenang secara timbal balik dalam pelayanan kesehatan untuk mencapai suatu pelayanan forensik dan medikolegal yang bermutu dan tepat sasaran. Rujukan ini dapat bersifat vertikal maupun horizontal sesuai dengan fungsi koordinasi dan jenis kemampuan yang dimiliki. Rujukan dapat terjadi dari Puskesmas ke Puskesmas lain, Puskesmas ke Rumah Sakit, Rumah Sakit ke Rumah Sakit dengan kelas rujukan yang lebih tinggi. Kegiatan rujukan ini mencakup : a. Rujukan korban/klien (internal dan eksternal) b. Rujukan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk peningkatan kemampuan tenaga Kedokteran Forensik dan Medikolegal serta sumber daya berupa dana, alat dan sarana. c. Pembinaan manajemen B. Sistem Pelayanan Rujukan Pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal 1. Koordinasi dan mekanisme kerja internal dalam tim kedokteran forensik dan medikolegal, dan antar instalasi dalam rumah sakit. a. Koordinasi dan mekanisme kerja internal dalam tim kedokteran forensik dan medikolegal dalam rumah sakit mengikuti peraturan yang berlaku, serta berpedoman pada tata aturan baku pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal pada rumah sakit (hospital bylaws). b. Rujukan intern rumah sakit berpedoman pada prosedur rujukan di dalam rumah sakit dan mekanisme kerja di bagian/departemen/instalasi kedokteran forensik dan medikolegal. 2. Koordinasi dan kerja sama pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal antar institusi dan lintas sektoral. 28

29 a. Koordinasi dan kerja sama antar institusi dilakukan mengikuti undangundang dan peraturan lain yang berlaku dan memperhatikan petunjuk pelaksanaan pada masing-masing pihak, dengan diketahui oleh wakil direktur bidang pelayanan. Pada kasus bencana massal, RS berkoordinasi dan kerja sama dengan Pemerintah Daerah, Kepolisian Daerah, Disaster Victim Indentification (DVI) Team, dan Departemen Kesehatan. b. Koordinasi dan kerja sama antar bagian/departemen/instalasi kedokteran forensik dan medikolegal pada rumah sakit di bawah departemen kesehatan mengikuti peraturan yang berlaku, serta berpedoman pada tata aturan baku pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal pada rumah sakit (hospital by-laws). Pada kasus korban mati sedangkan tidak ada dokter spesialis forensik di RS wilayah tersebut, dapat dilakukan : 1. Konsultasi oleh dokter umum kepada instalasi forensik di RS terdekat untuk kemudian pelayanan otopsi dilakukan dengan bimbingan atau supervisi langsung dari dokter spesialis forensik dari RS tersebut. Hasil visum et repertum ditandatangani oleh dokter pemeriksa dan diketahui oleh dokter spesialis forensik 2. Bila memungkinkan dalam pembiayaan, jenazah dapat dipindahkan ke instalasi forensik terdekat yang memiliki dokter spesialis forensik 29

30 BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN A. Tujuan Pembinaan dan Pengawasan Tujuan pembinaan dan pengawasan pada pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal adalah : 1. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan 2. Peningkatan jangkauan pelayanan 3. Peningkatan kemandirian pelayanan Pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh PDFI serta ikatan profesi terkait lain dalam aspek standar profesi. Tenaga keteknisan kedokteran forensik dan medikolegal dibina dan diawasi oleh PDFI Cabang setempat. Pengawasan dan pembinaan aspek legalitas dilakukan bersama antara Dinas Kesehatan dan PDFI dan ikatan profesi lain yang terkait. B. Pengawasan Pengawasan yang dilakukan mencakup : 1. Manajemen 2. Layanan keteknisan kedokteran forensik dan medikolegal 3. Layanan terkait lainnya. Pengawasan dilakukan secara berkelanjutan dan hasil pengawasan dituangkan dalam penilaian tertulis terhadap kinerja bagian/departemen/instalasi kedokteran forensik dan medikolegal. C. Pembinaan Pembinaan oleh PDFI, Departemen Kesehatan dan Dinas Kesehatan secara periodik sesuai ketentuan yang berlaku, atau dapat dilakukan sesuai kebutuhan tiap bagian/departemen/instalasi atau dengan permintaan instalasi yang bersangkutan. 30

31 D. Sanksi Pelanggaran yang ditemukan pada pengawasan disampaikan pada direktur rumah sakit, untuk dievaluasi dan ditindaklanjuti. Sanksi administratif akan diberikan oleh manajemen rumah sakit, atau bila perlu dilaporkan ke Dinas Kesehatan untuk diberikan sanksi administratif. Pelanggaran aturan ikatan profesi diserahkan pada ikatan profesi yang bersangkutan melalui surat resmi pada ikatan profesi cabang setempat untuk ditindak lanjuti sesuai ketentuan dalam ikatan profesi tersebut. Pelanggaran hukum akan ditindaklanjuti melalui jalur hukum yang sesuai (pidana, perdata, administratif), dan diserahkan tindak lanjutnya pada aparat yang berwenang. 31

32 BAB VII PENGEMBANGAN PELAYANAN A. Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengembangan sumber daya manusia dibagi dalam : a. Pemenuhan kuantitas ketenagaan b. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Program / kegiatan yang dilakukan dalam usaha pemenuhan sumber daya manusia adalah : a. Melengkapi jumlah dan kualifikasi tenaga yang diperlukan sesuai dengan tingkat pelayanan masing-masing di rumah sakit. b. Pendidikan dan pelatihan teknis bagi tenaga kedokteran forensik dan medikolegal c. Penerapan jenjang karir dan peningkatan tenaga kedokteran forensik dan medikolegal melalui penerapan angka kredit dan jabatan fungsional serta pendidikan berkelanjutan. Setiap orang yang bekerja pada bagian/departemen/instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal berkewajiban secara konsisten meningkatkan ilmu pengetahuan dan ketrampilannya baik secara mandiri maupun mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga yang berwenang dan terakreditasi oleh organisasi profesi. B. Pengembangan Sarana, Prasarana, dan Peralatan Pengembangan sarana, prasarana dan peralatan disesuaikan dengan peningkatan kelas rumah sakit menurut standar Departemen Kesehatan RI. Diutamakan pemenuhan sarana dan prasarana serta peralatan sesuai standar yang ditetapkan untuk tiap kelas rumah sakit. Program / kegiatan yang berkaitan dengan pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan : 1. Pembangunan dan pengembangan gedung bagian/departemen/instalasi kedokteran forensik dan medikolegal di rumah sakit. 32

33 2. Penyediaan peralatan untuk pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal yang diperlukan dokter dan tenaga lain yang terkait, termasuk sarana penunjangnya. C. Pengembangan Jenis Layanan Pengembangan dan peningkatan mutu layanan dilakukan sesuai kebutuhan untuk mencapai pelayanan spesialistik, subspesialistik dan pelayanan khusus yang optimal. Penyediaan pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal di rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan optimal di dalam maupun di luar gedung rumah sakit, dan melaksanakan sistem rujukan sesuai ketentuan yang berlaku. Pusat pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal di rumah sakit juga harus melakukan pembinaan teknis dan manajemen pada sarana kesehatan dalam wilayah binaannya. 33

34 BAB VIII PENUTUP Rumah sakit dan Puskesmas yang telah atau akan menyelenggarakan pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal agar menyesuaikan dengan ketentuan yang terdapat dalam buku pedoman ini dan dapat dikembangkan secara fleksibel sesuai dengan kondisi dan situasi bagi tiap rumah sakit. Buku pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan standar pelayanan kedokteran di bidang kedokteran forensik dan medikolegal dan unit-unit penunjangnya. 34

35 Lampiran 1. Standar Minimal Ketenagaan Pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal di RS Tenaga Strata Klasifikasi SpF DU Perawat TKF DrSp. Lain* Lain Jumlah Ket Primer (I) RS kelas D,& Puskesmas Sekunder (II) RS kelas B non pendidikan dan kelas C * fakultatif Tertier (III)A RS kelas B pendidikan dan kelas A Tertier (III)B RS kelas A Pusat Rujukan Nasional Catatan : 1. SpF = Spesialis Forensik 2. Sp.Lain = Spesialis bidang lain terkait kedokteran forensik, diutamakan yang terlatih kedokteran forensik dan medikolegal 3. Dr.U = dokter umum terlatih kedokteran forensik dan medikolegal 4. TKF = tenaga keteknisian kedokteran forensik dan medikolegal 5. Lain = tenaga lain seperti psikolog, sarjana bioteknologi, dan tenaga lain yang diperlukan untuk pengembangan pelayanan kedokteran forensik & medikolegal Keterangan : 1. Kebutuhan rumah sakit disesuaikan dengan keadaan rumah sakit 35

36 Lampiran 2 Alur Pelayanan Kedokteran Forensik Dan Medikolegal Di RS KELUARGA,PASIEN, JENAZAH, MASYARAKAT IGD HIDUP RUJUKAN/KONSULTA SI IRJ Ranap RS POLISI MENINGGAL DEPARTEMEN/INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL DIAGNOSIS KLINIS (DOKTER) DIAGNOSIS MEDIKOLEGAL (SpF) TIM KEDOKTERAN FORENSIK dan MEDIKOLEGAL SpF (coordinator), dr, drg, Apt,Antropologi dll Pemeriksaan hidup ulang/observasi Pemeriksaan Meninggal Identifikasi, saat kematian, cara kematian, sebab kematian Visum et Repertum, opini profesi, funeral service 36

37 Alur Pelayanan Kedokteran Forensik Dan Medikolegal Di Strata Primer dan Sekunder KELUARGA,PASIEN, JENAZAH, MASYARAKAT MeninggalA L Hidup Polisi Polisi DEPARTEMEN/INSTALA SI KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL IGD DIAGNOSIS KLINIS (DOKTER) DIAGNOSIS MEDIKOLEGAL (SpF) TIM KEDOKTERAN FORENSIK dan MEDIKOLEGAL SpF (coordinator), dr, drg, Apt,Antropologi dll Pemeriksaan Meninggal Identifikasi, saat kematian, cara, sebab kematian Pemeriksaan hidup ulang/observasi, Visum et Repertum, opini profesi, funeral service 37

38 Lampiran 3. NO Sarana dan Prasarana Minimal Pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal Di RS SARANA/PRASARANA RUJUK AN TINGGI A-B DIDIK KELAS A-B NON DIDIK C KETERANGAN DATA DASAR 1. TT rata2 RS < Gedung Instalasi a. Front Office v v v v b. Kamar Jenazah v v v v c. Laboratorium Forensik v v v v d. Back office v v v v Karyawan, Staf fgs, SMF e. Suplemen/satelit/unit I. Ruang Dokter v v v v. II. Kamar jenazah v v v v III. Laboratorium otopsi (wet lab) v v IV. Laboratorium Patologi v v v Forensik V. Laboratorium Toksikologi v v v Forensik VI. Laboratorium Serobiomol v v Forensik VII. Medikolegal v v v v VIII. Klinik forensik v v v v IX. Ruang PPDS v v X. Ruang Tenaga Keteknisan v v v v I XI. Ruang Radiologi v v XII 38

39 Lampiran 4 Bagan Sistim Rujukan Pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Rujukan Tertinggi (Spesialistik dan Sub-spesialistik) Rumah sakit kelas A/B pendidikan (spesialistik dan non spesialistik) Rumah sakit kelas A/B non pendidikan (Spesialistik dan non spesialistik) Rumah sakit kelas C (Ked for dasar atau spesialistik) PUSKESMAS (forensik dasar) Kedokteran Forensik bersumber daya masyarakat Perorangan Kelompok Masyarakat 39

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT WALIKOTA BOGOR,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT WALIKOTA BOGOR, BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT WALIKOTA BOGOR, Menimbang : Mengingat a. bahwa rumah sakit merupakan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. H. ANDI ABDURRAHMAN NOOR KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 436 / MENKES / SK / VI / Tentang

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 436 / MENKES / SK / VI / Tentang Lampiran 1 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 436 / MENKES / SK / VI / 1993 Tentang BERLAKUNYA STANDAR PELAYANAN RUMAH SAKIT DAN STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR: 30 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR: 30 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR: 30 TAHUN 2017 TENTANG TARIF PELAYANAN PADA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMO 3 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMO 3 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMO 3 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. profesi medik disini adalah mencakup Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI),

BAB I PENDAHULUAN. profesi medik disini adalah mencakup Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), BAB I PENDAHULUAN Keberadaan profesi medis di rumah sakit sangat penting dan strategis dalam menentukan arah pengembangan dan kemajuan suatu rumah sakit. Maka pengorganisasian dan pemberdayaan profesi

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LANDAK

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LANDAK PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 PEDOMAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MALINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALINAU,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SAMARINDA

PEMERINTAH KOTA SAMARINDA PEMERINTAH KOTA SAMARINDA PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) I. A. MOEIS KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MAKALAH MANAJEMEN REKAM MEDIS DI RUMAH SAKIT

MAKALAH MANAJEMEN REKAM MEDIS DI RUMAH SAKIT MAKALAH MANAJEMEN REKAM MEDIS DI RUMAH SAKIT DISUSUN OLEH MARIA YOSEFINA SARINA BIMA 10.001.068 Semester/Kelas : III/C AKADEMI PEREKAM MEDIS DAN INFORMATIKA KESEHATAN YAYASAN BINA ADMINISTRASI BANDUNG

Lebih terperinci

PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS KLINIK PRATAMA TABITA PENDAHULUAN

PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS KLINIK PRATAMA TABITA PENDAHULUAN PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS KLINIK PRATAMA TABITA PENDAHULUAN Staf medis merupakan tenaga yang mandiri, karena setiap dokter dan dokter gigi memiliki kebebasan profesi dalam mengambil keputusan klinis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

A. KOMITE MEDIK Susunan Komite Medik terdiri diri dari : a. Ketua, b. Wakil Ketua, c. Sekretaris d. Anggota

A. KOMITE MEDIK Susunan Komite Medik terdiri diri dari : a. Ketua, b. Wakil Ketua, c. Sekretaris d. Anggota I.PENDAHULUAN Keberadaan profesi medis di rumah sakit sangat penting dan strategis dalam menentukan arah pengembangan dan kemajuan suatu rumah sakit. Maka pengorganisasian dan pemberdayaan profesi medik

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 66 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 25

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 66 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 25 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 66 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 25 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 54 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLAAN RUMAH

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.122, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sistem Rujukan. Pelayanan Kesehatan. Perorangan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 001 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARBARU PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA BANJARBARU PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG WALIKOTA BANJARBARU PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR: 12 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT JIWA SAMBANG LIHUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/MENKES/PER/I/2010 TENTANG PERIZINAN RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/MENKES/PER/I/2010 TENTANG PERIZINAN RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/MENKES/PER/I/2010 TENTANG PERIZINAN RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI ACEH TAMIANG PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TAMIANG NOMOR 77 TAHUN 2016

- 1 - BUPATI ACEH TAMIANG PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TAMIANG NOMOR 77 TAHUN 2016 - 1 - BUPATI ACEH TAMIANG PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TAMIANG NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 58/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PADA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 30 Tahun 2001 Seri D ---------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG PENGATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOLOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 01 TAHUN 2006 TENTANG

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 01 TAHUN 2006 TENTANG WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 01 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATAM,

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30. p TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru telah berdiri pada tahun 1980 dan beroperasi pada tanggal 5 Juli 1984 melalui

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Rumah Sakit Umum Artha Medica Binjai 2.1.1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan belum semuanya

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI PADA

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang No.307, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Keperawatan. Pelayanan. Praktik. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.295, 2015 KESEHATAN. Rumah Sakit Pendidikan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5777). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG 1 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN MILIK PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

-1- BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG

-1- BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG -1- BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA RSUD DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER MOHAMAD SOEWANDHIE KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER MOHAMAD SOEWANDHIE KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER MOHAMAD SOEWANDHIE KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 A TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG TARIF PELAYANAN KESEHATAN KELAS III PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG KABUPATEN BOYOLALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN TUGAS POKOK ORGANISASI LEMBAGA TEKNIS DAERAH, BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN SATUAN POLISI

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BYLAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SINJAI BUPATI SINJAI,

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BYLAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SINJAI BUPATI SINJAI, PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BYLAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SINJAI BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan Rumah

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ELIZABETH

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ELIZABETH PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ELIZABETH PT NUSANTARA SEBELAS MEDIKA RUMAH SAKIT ELIZABETH SITUBONDO 2015 DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN Tujuan Umum... 2 Tujuan Khusus... 2 BAB II

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG. ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr.

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG. ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. DORIS SYLVANUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

Lebih terperinci

2011, No Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Kedokteran Kepolisian; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepo

2011, No Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Kedokteran Kepolisian; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepo BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.466, 2011 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Kedokteran Kepolisian. Kegiatan. Pengawasan dan Pengendalian. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 06 TAHUN 2004 T E N T A N G SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KARIMUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2017, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingg

2017, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingg No.226, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Wajib Kerja Dokter Spesialis. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS

Lebih terperinci

ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN II LILY WIDJAYA, SKM.,MM, PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN II LILY WIDJAYA, SKM.,MM, PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN II LILY WIDJAYA, SKM.,MM, PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Memahami Organisasi Pelayanan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG. ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr.

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG. ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. DORIS SYLVANUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Rumah Sakit Umum. Tata Kerja. Organisasi. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Rumah Sakit Umum. Tata Kerja. Organisasi. Pencabutan. No.1583, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Rumah Sakit Umum. Tata Kerja. Organisasi. Pencabutan. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-30 /A/JA/ 10 /2014 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RSUD AJI BATARA AGUNG DEWA SAKTI SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA BUPATI KUTAI KARTANEGARA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta) LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta) Nomor : 6 Tahun 1996 Seri D ================================================================= PERATURAN DAERAH KOTAMADYA

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. RUMAH SAKIT Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. DASAR HUKUM RUMAH SAKIT UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. PerMenKes RI Nomor 1045/menkes/per/XI/2006 Tentang Pedoman organisasi rumah sakit di lingkungan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 86 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN RUMAH SAKIT KELAS C DAN D

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN RUMAH SAKIT KELAS C DAN D BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN RUMAH SAKIT KELAS C DAN D DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DAERAH KABUPATEN BLITAR Menimbang : Bahwa untuk menindaklanjuti

Lebih terperinci

panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang

panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang 04 02 panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang Kata Pengantar Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAGAS WARAS KABUPATEN KLATEN

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAGAS WARAS KABUPATEN KLATEN BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAGAS WARAS KABUPATEN KLATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG KEDOKTERAN KEPOLISIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG KEDOKTERAN KEPOLISIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG KEDOKTERAN KEPOLISIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk implementasi pengaturan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AJI MUHAMMAD PARIKESIT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AJI MUHAMMAD PARIKESIT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AJI MUHAMMAD PARIKESIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA,

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 69 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT (HOSPITAL BYLAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAYEN KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana

CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana 126 Lampiran 1 CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT A. Komando dan Kontrol 1. Mengaktifkan kelompok komando insiden rumah sakit. 2. Menentukan pusat komando rumah sakit. 3. Menunjuk penanggungjawab manajemen

Lebih terperinci

G U B E R N U R J A M B I

G U B E R N U R J A M B I G U B E R N U R J A M B I PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.295, 2015 KESEHATAN. Rumah Sakit Pendidikan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5777). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KOMITE ETIK RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

KEBIJAKAN KOMITE ETIK RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG KEBIJAKAN KOMITE ETIK NOMOR : 01/KBJ/SDI/RSI-SA/IV/2013 Tindakan Nama Jabatan Tandatangan Tanggal Disiapkan Hj. Miftachul Izah, SE, M. Kes Manajer SDI 1 April 2013 Diperiksa Dr. H. Makmur Santosa, MARS

Lebih terperinci

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan ( Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambah Lembaran Negara Nomor 3445 );

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan ( Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambah Lembaran Negara Nomor 3445 ); PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 42 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAYANAN KESEHATAN JIWA PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO Menimbang : Mengingat : 1.

Lebih terperinci

Bupati Pandeglang PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BERKAH

Bupati Pandeglang PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BERKAH Bupati Pandeglang PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BERKAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Lebih terperinci

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS 1. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

Lebih terperinci

PANDUAN PELEPASAN INFORMASI REKAM MEDIS

PANDUAN PELEPASAN INFORMASI REKAM MEDIS PANDUAN PELEPASAN INFORMASI REKAM MEDIS Pendahuluan Rumah Sakit yang salah satu pelayanannya adalah menyelenggarakan pelepasan informasi isi Rekam Medis pasien yang sesuai dengan standar yakni berisi informasi

Lebih terperinci

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA BENGKULU TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN.

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA BENGKULU TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN. WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 100 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA KLINIK, IZIN USAHA RUMAH BERSALIN, DAN IZIN USAHA LABORATORIUM KLINIK SWASTA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 55 TAHUN : 2014 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 54 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH NYI AGENG SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kinerja sumber daya manusia tepatnya pada staf medis fungsional di. Instalasi Gawat Darurat adalah berupa uraian pembagian tugas (job

BAB V PENUTUP. kinerja sumber daya manusia tepatnya pada staf medis fungsional di. Instalasi Gawat Darurat adalah berupa uraian pembagian tugas (job 234 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Dari analisis data maka dapat di simpulkan bahwa beban kerja dan kualitas kinerja sumber daya manusia tepatnya pada staf medis fungsional di Instalasi Gawat Darurat adalah

Lebih terperinci

BUPATI SRAGEN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN

BUPATI SRAGEN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN BUPATI SRAGEN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang

Lebih terperinci

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992;

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992; PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang : a.

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem No.671, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Izin. Pelaksanaan. Praktik Kedokteran. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 31 SERI D

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 31 SERI D BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 31 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

MISI MENJADI RUMAH SAKIT BERSTANDAR KELAS DUNIA PILIHAN MASYARAKAT KEPUASAN DAN KESELAMATAN PASIEN ADALAH TUJUAN KAMI

MISI MENJADI RUMAH SAKIT BERSTANDAR KELAS DUNIA PILIHAN MASYARAKAT KEPUASAN DAN KESELAMATAN PASIEN ADALAH TUJUAN KAMI MISI MENJADI RUMAH SAKIT BERSTANDAR KELAS DUNIA PILIHAN MASYARAKAT 1. Mewujudkan kualitas pelayanan paripurna yang prima dengan mengutamakan keselamatan pasien dan berfokus pada kepuasan pelanggan. 2.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Organisasi. Tata Kerja. Rumah Sakit Pengayoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Organisasi. Tata Kerja. Rumah Sakit Pengayoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA No.959, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Organisasi. Tata Kerja. Rumah Sakit Pengayoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 141 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT JIWA

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 141 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT JIWA -1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 141 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT JIWA DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 718 TAHUN : 2005 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 12 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SERANG DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 61 TAHUN 2008 TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNAN

Lebih terperinci