TANTANGAN DAN STRATEGI KONSERVASI SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN LAUT INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TANTANGAN DAN STRATEGI KONSERVASI SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN LAUT INDONESIA"

Transkripsi

1 Bimafika, 2010, 3, TANTANGAN DAN STRATEGI KONSERVASI SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN LAUT INDONESIA Husain Latuconsina * Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Darussalam Ambon Abstrak Potensi sumberdaya ikan di perairan laut Indonesia telah mengalami penyusutan, seiring meningkatnya jumlah nelayan, upaya penangkapan dan pola pemanfaatan yang merusak sehingga menimbulkan kerusakan ekosistem laut dan mengancam keberlanjutan produktivitas sumberdaya ikan pada masa mendatang. Untuk itu, diperlukan strategi pengembangan dan pengelolaan kawasan konservasi laut (KKL) secara efektif melalui pendekatan bioekologi dan sosial-ekonomi, sehingga dapat mendukung peran KKL untuk; (1) meningkatkan produksi ikan dengan menyebarkan telur, ikan muda dan dewasa dari dalam kawasan larang-ambil ke wilayah perikanan di sekitarnya, (2) menyediakan tempat perlindungan bagi spesies dalam masa pertumbuhan dan terancam punah, (3) membantu pemulihan spesies dan ekosistem dari gangguan naturogenik maupun antropogenik, (4) mencegah konflik pemanfaatan ruang dan sumberdaya, dan (5) mencegah hancurnya perikanan tangkap secara keseluruhan jika pengelolaan perikanan di luar KKL mengalami kegagalan. Kata Kunci : Sumberdaya ikan, Kawasan Konservasi Laut, Spill Over dan Recruitment Effect. PENDAHULUAN Indonesia memiliki potensi keanekaragaman sumberdaya ikan yang sangat tinggi, lebih dair 2000 spesies yang setara dengan 25 % spesies ikan di dunia terdapat di Indonesia dan diperkirakan baru sekitar 400 spesies diketahui bernilai ekonomis (Dahuri, 2003). Tingginya keanekaragaman spesies ikan mengingat luas laut sekitar 70 % dari total luas Indonesia. sehingga potensi sumberdaya perikanan laut menjadi andalan dalam upaya meningkatkan perekonomian bangsa. Namun kenyataannya, potensi yang begitu besar ini mulai mengalami penyusutan akibat pemanfaatan berlebihan diiringi degradasi fisik habitat akibat penggunaan alat tangkap merusak yang telah berlangsung lama di seluruh perairan laut Indonesia. Kondisi ini semakin diperburuk dengan tingginya ketergantungan sebagian besar nelayan di Indonesia terhadap potensi sumberdaya ikan di kawasan perairan pesisir (inshore) akibat keterbatasan teknologi penangkapan (armada, alat tangkap dan teknik penangkapan) untuk menjangkau perairan yang lebih jauh (offshore), sehingga sering terjadi konflik pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan pesisir akibat perebutan ruang dan sumberdaya yang semakin terbatas. Akibatnya akan berdampak negatif terhadap penurunan stok dan mengancam terjadinya deplesi sumberdaya ikan. Sehingga diperlukan strategi pengelolaan melalui penutupan kawasan perairan laut yang memiliki produktivitas biologis tinggi secara permanen dengan sistem zonasi sesuai peruntukannya, untuk menjamin kelestarian dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya ikan dan ekosistemnya. Peranan Konservasi Sumberdaya Ikan Konservasi Sumberdaya Ikan menurut UU No.34/2004 adalah upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya ikan, termasuk ekosistem, jenis dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungannya dengan tetap memelihara Korespondensi : husainlatuconsina@ymail.com

2 dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumberdaya ikan. Menurut Charles (2001) dalam Suseno (2007), upaya melindungi sumberdaya ikan dilakukan melalui reorientasi pengelolaan perikanan berbasis ekosistem. Konsep dasarnya adalah mengelola aktivitas manusia bersama ekosistem disekitarnya dengan membentuk kawasan konservasi laut (KKL), sehingga pengelolaan tidak hanya pada satu spesies tertentu, melainkan juga membatasi aktivitas manusia pada kawasan tersebut. Definisi Kawasan Konservasi Laut (KKL) menurut International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), adalah; Suatu wilayah perairan pasang surut bersama badan air di bawahnya dan terkait dengan flora, fauna, dan penampakan sejarah serta budaya, yang dilindungi secara hukum atau cara lain yang efektif, untuk melindungi sebagian atau seluruh lingkungan di sekitarnya (Indrawan et al, 2007). KKL menurut Wiryawan et al (2005), mencakup kawasan yang dilindungi penuh (notake zones), terutama kawasan yang sangat penting untuk peningkatan stok ikan, seperti kawasan pemijahan dan proses-proses ekologi lainnya. KKL melingkupi kawasan pemanfaatan ekstratif dan kawasan pemanfaatan terbatas yang ditujukan untuk perlindungan keanekaragaman hayati dengan menjamin pemanfaatan sumberdaya laut berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat pengguna lokal. Sasaran penetapan KKL menurut Agardy (1997) dalam Bengen (2002) adalah untuk mengkonservasi ekosistem dan sumberdaya alam agar proses ekologi terus berlangsung dan dipertahankannya keberlanjutan produksi bahan makanan dan jasa lingkungan bagi manusia. Untuk mencapaianya, maka tujuan penetapan KKL menurut Salm et.al, (2000) dalam Bengen (2002) adalah; melindungi habitat kritis, mempertahankan keanekaragaman hayati, mengkonservasi sumberdaya ikan, menyediakan lokasi rekreasi dan wisata bahari, merekolonisasi daerah yang tereksploitasi dan mempromosikan pembangunan kelautan berkelanjutan. Manfaat KKL menurut Roberts dan Hawkins (2000) yaitu ; (1) meningkatkan produksi anakan ikan untuk memperbaharui ikan di wilayah penangkapan, (2) memungkinkan pergerakan induk dan ikan muda ke dalam wilayah penangkapan, (3) menyediakan tempat perlindungan bagi spesies yang lemah, (4) mencegah kerusakan habitat, (5) mendukung pengembangan komunitas biologis yang berbeda dengan komunitas di daerah tangkapan,(6) membantu pemulihan dan mendukung pertambahan jumlah, ukuran dan biomas organisme yang dieksploitasi. Li (2000) dalam Fauzi dan Anna (2005) menambahkan manfaat KKL yaitu; (1) melindungi spesies endemik dan langka serta spesies yang rentan dalam masa pertumbuhan, (2) mengurangi mortalitas penangkapan, (3) merlindungi areal pemijahan, (4) membatasi hasil tangkapan sampingan berupa ikan-ikan juvenil, dan (5) meningkatkan produktivitas perairan. Input dan output produksi perikanan dalam KKL diatur melalui penutupan secara permanen sebagian perairan untuk daerah perlindungan yang disesuaikan dengan luasan kawasan konservasi serta tujuan pengelolaan 199

3 dan perlindungan sumberdayaa hayati yang telah mengalami tekanan eksploitasi. Menurut Rodwel et.al, (2001), luas yang optimal untuk KKL antara 15-25% dari daerah tangkapan ikan jika intensitas perikanan di daerah sekitarnya tidak melebihi 40% dari total biomas yang bisa dieksploitasi. Luasan KKL yang ideal tidak mutlak sama di setiap daerah, karena harus disesuaikan dengan karakteristik fisik lingkungan dan biologi sumberdaya ikan yang dilindungi, serta tingkat eksploitasi dan ketergantungan masyarakat pengguna. Prinsip Spill Over dan Recruitment effect Prinsip kerja KKL adalah pengaruh limpahan (spill over effect), dimana pada kawasan yang dilindungi stok ikan akan tumbuh dengan baik hingga mencapai dewasa dan limpahan dari pertumbuhan ini akan mengalir ke wilayah di luar KKL sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan tanpa mengurangi sumber pertumbuhan di daerah yang dilindungi (Fauzi dan Anna,,2005). Gambar 1.Pengelolaan KKL yang memberikan pengaruh Spill Over bagi ikan dewasa dan Recruitment telur dan larva ke kawasan disekitarnya (Sumber:Helfman, 2007). Prinsip kerja KKL juga berperan mengekspor telur dan larva (Recruitment effect) dari hasil pemijahan ikan yang biomassanya semakin lama akan semakin bertambah sesuai fungsi waktu disebabkan faktor pertumbuhan. Menurut Helfman (2007), rekrutmen sumberdaya ikan bisa meningkat meningkatnya output reproduksi dalam KKL. Dengan kepadatan ikan lebih banyak dan lebih besar diharapkan dapat menghasilkan telur lebih banyak. KKL yang berfungsi dengan baik akan memberikan perlindungan seiring dan kesempatan memijah bagi sumberdaya ikan yang menempatinya, kemudian telur dan larva hasil pemijahan tersebut tidak hanya tersebar dalam KKL tetapi juga akan terdistribusi keluar yang akan menyuplai ke perairan sekitarnya dengan individu baru. Terkait prinsip spillover dan recruitment effect dalam KKL tersebut, maka mekanisme peningkatan biomas dan ukuran individu sumberdaya ikan ekonomis penting dalam KKL menurut Robert dan Hawkins (2000), dapat memberikan manfaat bagi usaha perikanan di sekitarnya melalui; (1) penyebaran ikan muda dan dewasa dari dalam kawasan larang-ambil ke wilayah perikanan di sekitarnya, (2) ekspor telur dan atau larva yang bersifat planktonik dari wilayah larang-ambil ke wilayah perikanan di sekitarnya, dan (3) mencegah hancurnya perikanan tangkap secara keseluruhan jika pengelolaan perikanan di luar kawasan larangambil mengalami kegagalan. Pengembangan Jejaring KKL Pembentukan jejaring KKL yang saling berhubungan dapat mendukung aktivitas 200

4 biologis sumberdaya ikan yang umumnya bermigrasi untuk mencari makan, memijah dan berlindung. Keuntungan jejaring KKL yang saling terkait menurut Roberts dan Hawkins (2000) adalah karena: (1) KKL yang terisolasi bisa memberikan banyak manfaat, namun hanya melindungi bagian biodiversitas laut yang terbatas, (2) Sebagian besar spesies di laut mempunyai fase penyebaran yang luas dan berpindah jauh dari tempat mereka memijah, (3) KKL secara individu hanya mampu melakukan penambahan populasi spesies yang menyebar terbatas, sedangkan jaringan KKL diperlukan untuk melindungi spesies yang melakukan penyebaran secara luas dan saling berinteraksi. Jejaring KKL yang saling terkait mempresentasikan daya lenting spesies dan habitatnya untuk mencapai keseimbangan ekosistem melalui pengelolaan bersama. Sehingga keanekaragaman hayati dapat terpelihara. Sistem jejaring KKL diharapkan memberikan manfaat untuk: 1) Menjamin adanya spill over bila suatu KKL mengalami kerusakan, maka masih ada daerah cadangan yang akan melimpah keluar sebagai ke daerah sekitarnya. 2) Memberikan ruang untuk terjadinya interaksi diantara berbagai jenis biota, habitat, ekosistem dan fungsi ekologis yang dapat berkontribusi meningkatkan nilai produktivitas perairan. 3) Membentuk suatu koridor yang merupakan bentuk paling efektif bagi perlindungan dibandingkan dengan bentuk tunggal dan besar. Model jejaring KKL menurut Mulyana dan Dermawan (2008), dibagi menjadi dua Kriteria, yaitu: (1) jejaring KKL berdasarkan ekologis yang menunjukkan bahwa kawasan konservasi laut yang satu dengan lainnya terdapat keterkaitan dalam hal ekologis (ekoregion), baik secara fisik maupun biologis, dan (2) jejaring KKL berdasarkan pengelolaan yang menunjukkan bahwa ada keterkaitan berupa keterpaduan sistem pengelolaan bersama yang melibatkan semua stakeholder. Sehingga diperlukan kelembagaan dan pendanaan untuk mengkoordinasikan seluruh stakeholder. Dikembangkannya jejaring KKL dapat semakin meningkatkan manfaat bio-ekologi bagi sumberdaya ikan dan manfaat sosialekonomi bagi masyarakat nelayan yang memanfaatkan sumberdaya ikan di sekitar KKL. Roberts et.al, (2001) melaporkan bahwa sebuah jejaring terdiri dari 5 KKL yang berukuran kecil di St. Lucia telah meningkatkan hasil tangkapan nelayan tradisional antara 40-90%. Hasil penelitian Harpen (2003) dalam Fauzi dan Anna (2005) menunjukkan manfaat KKL berupa peningkatan rata-rata biomas, kelimpahan meningkat 2 kali lipat, keanekaragaman hayati meningkat tiga kali lipat, dan meningkatkan rasio produksi hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE) sekitar 30% - 60% dibandingkan sebelum kawasan tersebut menjadi KKL. Penelitian White dan Cruz-Trinidad (1998) dalam Fauzi dan Anna (2005) mendapatkan manfaat ekonomi KKL di Apo Island mencapai US $ , bersumber dari penerimaan ekotorisme dan perikanan, juga manfaat sosial berupa peningkatan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hidup. Selain itu, pengelolaan KKL di kepulauan Pasifik telah mengurangi konflik pengguna sumberdaya, dan 201

5 meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan Menurut Balmford et.al, (2004) Sebuah jejaring KKL global dengan ukuran 20-30% dari luas laut dunia diperkirakan memerlukan biaya US$ 5-19 miliar per tahun dan akan menghasilkan tangkapan berkelanjutan senilai US$70-80 miliar per tahun, serta memberikan jasa ekosistem setara US$ 4,5-6,7 juta per tahun. Bahkan total biaya pembuatan dan pengelolaan jejaring KKL global lebih rendah dibanding pembelanjaan subsidi industri perikanan yang tidak berkelanjutan sebesar US$ miliar per tahun. yang cukup signifikan di Indonesia, hingga tahun 2008 luasan areal KKL yang terbangun kurang lebih ,25 ha, meliputi 24 KKLD (KKL di level kabupaten/kota), selain itu masih banyak KKL yang akan dideklarasikan pencadangnnya, termasuk KKL seluas ha di kepualau Anambas (Kepulauan Riau) dan KKL di Laut Sawu (NTT) seluas Ha, sehingga sampai pada tahun 2020 ditargetkan telah dicadangkan sekitar 20 juta Ha KKL di seluruh Indonesia (Haryani et al, 2008). Paradigama baru pembentukan KKL di Indonesia menurut Haryani et al (2008), bukan hanya merlindungi dan melestarikan sumberdaya ikan dengan melarang dan menutup akses bagi masyarakat, namun juga Peneliti Lokasi Tema Penelitian Hasil Penelitian Putra, 2001 Coral reef conservation Island di Lampung Dampak KKL terhadap perikanan Ada Korelasi positif signifikan antara penutupan karang dan produktifitas perikanan. Koefisiennya adalah 2.08, artinya peningkatan 1% penutupan meningkatkan 2.08 kg tangkapan ikan. Suprihatin, KKL Pulau Dampak KKL Ada penurunan tangkapan ikan dalam jangkapendek 2002 Hariyadi, 2004 Komodo KKL Pulau seribu terhadap perikanan Dampak KKL pada Kesejahteraan masyarakat Tabel 1. Studi Manfaat KKL terhadap Usaha Perikanan Tangkap di Indonesia. Sumber : Fauzi et al (2007). akibat adanya KKL 50% responden menyatakan KKL tidak ada dampak signifikan terhadap hasil tangkapan ikan. Strategi dan Tantangan Pengelolaan KKL di Indonesia Konservasi sumberdaya ikan di Indonesia erat kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan. Konservasi ekosistem diselenggarakan untuk melindungi habitat ikan agar terjaga kelestariannya, baik pada daerah pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground) dan jalur migrasi ikan (migratory route). Instrumen pengelolaan KKL didesain langsung pada aspek pengendalian sumber daya alam telah mengalami perkembangan dimanfaatkan secara terbatas melalui pengaturan zonasi. Sehingga masyarakat tetap diberikan akses untuk kegiatan penangkapan dan budidaya ikan, pariwisata serta pendidikan dan penelitian. Namun penerapan kebijakan ini masih menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat nelayan, karena menganggap penetapan KKL akan berdampak bagi penurunan kesejahteraan mereka, akibat ditutupnya sebagian dari kawasan penangkapan ikan. 202

6 Penolakan sebagaian besar nelayan terhadap pembentukan KKL disebabkan pada periode tahun , upaya pengembangan KKL bersifat sentralistik dan tujuannya hanya untuk konservasi sumberdaya ikan dan ekosistemnya (aspek Bio-ekologi) dan kurangnya kepedulian kepada kesejahteraan nelayan yang menggantungkan hidup pada sumberdaya perikanan di kawasan tersebut (aspek Sosial-ekonomi) (Satria 2009). Sehingga sering terjadi konflik pemanfaatan antara nelayan dengan pihak pengelola KKL yang menyebabkan kegagalan pengelolaannya. Kesejahteraan nelayan terkait pada akses pemanfaatan dan akses kontrol pada pengelolaan sumberdaya perikanan, sehingga jika semakin kecil akses nelayan pada kedua hal tersebut maka kesejahteraannya akan terancam (Satria, 2009), dan menimbulkan resistensi di kalangan mereka terhadap segala bentuk strategi konservasi oleh pemerintah. Hasil penelitian manfaat beberapa KKL di Indonesia (Tabel 1), menunjukkan dalam jangka pendek belum ada manfaat signifikan dari KKL terhadap peningkatan produktivitas perikanan tangkap, karena diperlukan waktu yang relatif lama untuk mendapatkan hasil maksimal, bila pengelolaan KKL berjalan efektif dan terhindar dari konflik pemanfaatan. Dengan akan dikembangkannya KKL seluas 20 juta Ha di Indonesia sesuai yang ditargetkan pada tahun 2020, diharapkan dapat mencapai tujuan pengelolaan perikanan di Indonesia, yaitu: (1) menjaga spesies target berada pada tingkat yang diperlukan untuk menjamin produktivitas berkelanjutan (tujuan Biologi), (2) Meminimalkan dampak atas lingkungan fisik dan atas hasil tangkapan sampingan/by catch (tujuan Ekologi), (3) memaksimalkan pendapatan bersih bagi nelayan (tujuan Ekonomi), dan (4) memaksimalkan kesempatan kerja bagi masyarakat nelayan (tujuan Sosial). PENUTUP Pemanfaatan sumberdaya ikan berkelanjutan merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan perikanan yang sejalan dengan tujuan pengelolaan KKL di Indonesia, sehingga strategi penting yang harus dilakukan, yaitu: 1. Pengembangan dan pengelolaan kawasan konservasi laut secara efektif, dengan membentuk jejaring KKL yang saling berhubungan sebagai migratory route bagi sumberdaya ikan dalam mendukung siklus hidupnya secara utuh. 2. Pengembangan kawasan konservasi laut daerah (KKLD) sebagai model pengelolaan desentrsalistik yang mengedepankan asepek Bio-ekologi sumberdaya dan Sosialekonomi masyarakat untuk mencegah konflik pemanfaatan dan menjamin efektifitas pengelolaannya. 3. Peningkatan penyuluhan dan sosialisasi manfaat dan peran KKL bagi usaha perikanan tangkap berkelanjutan, disertai pemberlakuan aturan dengan sangsi tegas bagi yang melanggarnya, serta penciptaan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat nelayan di sekitar KKL. 4. Rehabilitasi stok ikan yang mengalami over eksploitasi melalui restoking dan upaya rehabilitasi ekosistem yang terdegradasi untuk mengembalikan fungsi alamiahnya 203

7 sebagai nursery ground, spawning ground dan feeding ground bagi sumberdaya ikan. 5. Monitoring tingkat eksploitasi dan pengaruhnya terhadap sumberdaya ikan di zona pemanfaatan untuk keperluan evaluasi dan perbaikan sistem pengelolaan KKL secara fleksibel. DAFTAR PUSTAKA [1]. Balmford.A.,P.Gravestock.,N.Hockley,C.J. Mc Clean, & C.M. Roberts The Worldwide Costs of Marine Protected Areas. Ecology PNAS Early Edition Art [2]. Bengen, D.G Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Pesisir dan Laut, IPB. Bogor. [3]. Dahuri, R Keanekaragaman Hayati Laut; Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. [4]. Fauzi. A dan S. Anna Analisis Ekonomi Sumberdaya Kawasan Konservasi Laut (Marine Protected Area) Melalui Pendekatan Valuasi Ekonomi dan Bioekonomi. Dalam Fauzi dan Anna, Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Untuk Analisis Kebijakan. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. [5]. Fauzi, A., S.Anna., I.Nahib dan I.A.P.Putri Studi Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Kawasan Lindung (Konservasi). Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. [6]. Haryani, E.B.S., Sadarun, B., Amin,M.I., Nuriadi, L., Sudarisman, R., Puspitasari, R., Widayati, R dan Nursalam Konservasi Sumberdaya Ikan di Indonesia. Kerjasama Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, Ditjen KP3K,DKP dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). Jakarta-Indonesia. [7]. Helfman, G.S Fish Conservation; A Guide to Understanding and Restoring Global Aquatic Biodiversity and Fishery Resources. Island Press. Washington DC. USA. [8]. Indrawan, M., R.B. Primack, dan J. Supriatna Biologi Konservasi (Edisi Revisi). Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. [9]. Mulyana, Y dan A. Dermawan Konservasi Kawasan Perairan Indonesia Bagi Masa Depan Dunia. Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, Ditjen KP3K.DKP. Jakarta. [10]. Myers R.A., dan B.Worm Rapid Worldwide Depletion of Predatory Fish Communities. Nature 423: p [11]. Roberts C.M. & J. P. Hawkins Fully-Protected Marine Reserves: A guide. WWF in Washington DC USA, University of York, York, UK. 131 p. [12]. Roberts C.M., J.A. Bohnsack., F. Gell., J.P. Hawkins., & R.Goodridge Effects on Marine Reserves on Adjacent Fisheries. Science 294 p. [13]. Rodwell L.D.,E.B.Barbier.,C.M.Roberts & T.R.McClanahan in: Sumaila U.R.,dan J.Alder. (eds). Economics of Marine Protected Areas. Papers, Discussions and Issues: A Conference held at the UBC Fisheries Centre July 204

8 2000. Published by The Fisheries Centre, University of British Columbia, Vancouver, Canada. [14]. Satria, A. Pesisir dan Laut untuk Rakyat. IPB Press. Bogor. [15]. Suseno Menuju Perikanan Berkelanjutan. Pustaka Cidesindo. Jakarta. [16]. Undang-Undang Republik Indonesia No.31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. [17]. Wiryawan, B., Khazali, M dan Knight,M Menuju Kawasan Konservasi Laut Berau, Kalimantan Timur. Status Sumberdaya Pesisir dan Proses Pengembangan. Program Bersama Kelautan Berau Mitra Pesisir/CRMP II USAID, WWF dan TNC. Jakarta. 205

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

PENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT

PENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT PENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT Oleh: Rony Megawanto Tekanan terhadap sumber daya perikanan semakin tinggi seiring dengan meningkatkan permintaan pasar (demand) terhadap produk-produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu konservasi sumberdaya hayati menjadi salah satu bagian yang dibahas dalam Agenda 21 pada KTT Bumi yang diselenggarakan di Brazil tahun 1992. Indonesia menindaklanjutinya

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Natuna memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup tinggi karena memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN. Nama mata kuliah : Konservasi Sumberdaya Perairan Kode mata kuliah : : Sri Nuryatin Hamzah, S.Kel, M.

KONTRAK PERKULIAHAN. Nama mata kuliah : Konservasi Sumberdaya Perairan Kode mata kuliah : : Sri Nuryatin Hamzah, S.Kel, M. KONTRAK PERKULIAHAN Nama mata kuliah : Konservasi Sumberdaya Perairan Kode mata kuliah : 633431373 Pengajar : Sri Nuryatin Hamzah, S.Kel, M.Si Semester : VII/2012-2013 Hari Pertemuan/Jam : Rabu/08,31-10.00

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT POTENSI SUMBER DAYA HAYATI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA 17.480

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

OLEH : DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, SEPTEMBER

OLEH : DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, SEPTEMBER OLEH : DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, SEPTEMBER 2010 Mandat Pengelolaan dan Konservasi SDI Dasar Hukum

Lebih terperinci

LESSON PLAN. 5. Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP)

LESSON PLAN. 5. Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) LESSON PLAN A. INDENTITAS MATA KULIAH 1. Nama Mata Kuliah : Konservasi Sumberdaya Perairan 2. Kode Mata Kuliah : 633431373 3. SKS/Semester : 3/VII 4. Dosen Pengajar : Sri Nuryatin Hamzah 5. Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Dukungan Potensi Sumberdaya Hayati Laut dan Ekosistemnya

6 PEMBAHASAN 6.1 Dukungan Potensi Sumberdaya Hayati Laut dan Ekosistemnya 6 PEMBAHASAN 6.1 Dukungan Potensi Sumberdaya Hayati Laut dan Ekosistemnya Salah satu parameter yang berpengaruh bagi pengembangan kawasan konservasi laut adalah kandungan potensi kekayaan bawah laut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang terus menerus melakukan pembangunan nasional. Dalam mengahadapi era pembangunan global, pelaksanaan pembangunan ekonomi harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

Kawasan Konservasi Perairan SRI NURYATIN HAMZAH

Kawasan Konservasi Perairan SRI NURYATIN HAMZAH Kawasan Konservasi Perairan SRI NURYATIN HAMZAH DESKRIPSI SINGKAT MATERI Materi ini menjelaskan mengenai kawasan konservasi perairan sebagai kawasan yang dilindungi untuk keberlanjutan sumberdaya perikanan.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kebijakan dan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DISAMPAIKAN OLEH Ir. Agus Dermawan, M.Si DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT PENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT (Mewujudkan Kawasan Suaka Perikanan Nasional Perairan Laut Sawu dan Sekitarnya) Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

Investasi cerdas untuk perlindungan keanekaragaman hayati laut dan membangun perikanan Indonesia. Wawan Ridwan

Investasi cerdas untuk perlindungan keanekaragaman hayati laut dan membangun perikanan Indonesia. Wawan Ridwan Investasi cerdas untuk perlindungan keanekaragaman hayati laut dan membangun perikanan Indonesia Wawan Ridwan Simposium Nasional Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 9 10 Mei 2017 (c) Nara

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 Lima prinsip dasar Pengelolaan Konservasi 1. Proses ekologis seharusnya dapat dikontrol 2. Tujuan dan sasaran hendaknya dibuat dari sistem pemahaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

Oleh. Firmansyah Gusasi

Oleh. Firmansyah Gusasi ANALISIS FUNGSI EKOLOGI HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN KWANDANG KABUPATEN GORONTALO UTARA JURNAL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Menempuh Ujian Sarjana Pendidikan Biologi Pada Fakultas Matematika

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN (KKP) UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN Suatu Pendekatan Teoritis

MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN (KKP) UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN Suatu Pendekatan Teoritis MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN (KKP) UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN Suatu Pendekatan Teoritis Didik Santoso Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap,

Lebih terperinci

Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT-

Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT- Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT- Direktorat Konservasi dan Taman Nasional laut Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut dalam dekade terakhir ini menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat, bahkan telah mendekati kondisi yang membahayakan kelestarian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia yang tidak dapat lepas dengan aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam. Sumberdaya perikanan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

2 KERANGKA PEMIKIRAN

2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem

I. PENDAHULUAN. Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem tropis (tropical ecosystem complexities) yang telah menjadi salah satu ciri dari ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia terletak pada wilayah segitiga terumbu karang (coral reef triangle) dunia. Posisi tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu

Lebih terperinci

vi panduan penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi laut daerah DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tahapan Umum Penetapan KKLD 9 Gambar 2. Usulan Kelembagaan KKLD di Tingkat Kabupaten/Kota 33 DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting dan memiliki peran strategis bagi pembangunan Indonesia saat ini dan dimasa mendatang. Indonesia

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem hutan yang terletak diantara daratan dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan formasi hutan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 2, Nomor 1, Desember 2010 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) MARINE PROTECT AREA (MPA) SEBAGAI STRATEGI EKONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA KELAUTAN Jardie Androkles Andaki*

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Pombo merupakan salah satu Pulau di Provinsi Maluku yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi sumber daya alam dengan kategori Kawasan Suaka Alam, dengan status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam dan jenis endemiknya sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang merupakan organisme yang hidup di dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO 3 ). Terumbu karang terdiri atas binatang karang (coral) sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DAN PENATAAN FUNGSI PULAU BIAWAK, GOSONG DAN PULAU CANDIKIAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Dalam pelaksanaan proses pembangunan, manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PERATURAN BUPATI BATANG NOMOR :18 18 TAHUN 2012

BUPATI BATANG PERATURAN BUPATI BATANG NOMOR :18 18 TAHUN 2012 BUPATI BATANG PERATURAN BUPATI BATANG NOMOR :18 18 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN PESISIR UJUNGNEGORO-ROBAN OAN SEKITARNYA 01 KABUPATEN BATANG BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari Kuwati, M. Martosupono dan J.C. Mangimbulude Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Email: kuwatifolley@yahoo.co.id Pendahuluan Kabupaten

Lebih terperinci

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan 5 Tantangan Ke Depan Pemahaman ilmiah kita terhadap ekosistem secara umum, khususnya pada ekosistem laut, mengalami kemajuan pesat dalam beberapa dekade terakhir. Informasi tentang pengelolaan ekosistem

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan I. PENDAHULUAN Mangrove adalah tumbuhan yang khas berada di air payau pada tanah lumpur di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagian besar perairan laut Indonesia (> 51.000 km2) berada pada segitiga terumbu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Oleh: Rony Megawanto Kebijakan nasional kelautan dan perikanan Indonesia diawali dengan perjuangan kewilayahan pasca proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, terutama di wilayah pesisir. Salah satu ekosistem khas yang ada di wilayah pesisir adalah terumbu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci