SISTEM BAWON DI DESA MUNGSENG KECAMATAN TEMANGGUNG KABUPATEN TEMANGGUNG RINGKASAN SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SISTEM BAWON DI DESA MUNGSENG KECAMATAN TEMANGGUNG KABUPATEN TEMANGGUNG RINGKASAN SKRIPSI"

Transkripsi

1 SISTEM BAWON DI DESA MUNGSENG KECAMATAN TEMANGGUNG KABUPATEN TEMANGGUNG RINGKASAN SKRIPSI Disusun Handi Tris Tanto PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013

2 SISTEM BAWON DI DESA MUNGSENG KECAMATAN TEMANGGUNG KABUPATEN TEMANGGUNG Oleh: Handi Tris Tanto dan Setiati Widihastuti, M.Hum. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan sistem bawon, mendeskripsikan makna sistem bawon dan mendeskripsikan penyebab mulai ditinggalkannya sistem bawon oleh petani desa Mungseng. Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Subyek penelitian ditentukan dengan teknik purposive dan teknik snowball. Subyek penelitian ini adalah kepala desa, ketua gapoktan, empat petani dan empat buruh tani. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun metode yang digunakan untuk menganalisis data menggunakan model analisis induktif, yang meliputi reduksi data, unitisasi dan kategorisasi, display data dan pengambilan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa realisasi sistem bawon diawali dengan petani menyuruh tetangga dekat untuk menanam padi pada setiap bagian yang telah ditentukan kemudian setelah padi siap panen, tetangga tersebut disuruh kembali untuk derep (memanen) dan membagi hasil upah padi dengan petani pemilik dengan cara ditakar atau ditimbang dengan pola perbandingan 5:1 atau 6:1. Makna dalam sistem bawon bagi masyarakat desa yaitu terdapat makna berbagi, gotong-royong dan kebersamaan. Penyebab ditinggalkannya sistem bawon oleh petani di desa Mungseng yaitu sulitnya pengawasan saat panen dan timbulnya rasa sungkan (pekewuh) saat pengerjaan panen, munculnya sistem tebasan, guna memperoleh pendapatan yang lebih dan sulitnya mencari tenaga kerja (buruh tani). Kata kunci: Sistem Bawon, Petani, Desa Mungseng I. PENDAHULUAN Manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi, bermasyarakat dan menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa

3 identitas bersama (Koentjaraningrat, 2009: 146). Pengaturan interaksi dalam masyarakat tidak terlepas dari norma-norma kehidupan yang dijadikan acuannya. Tanpa adanya norma tersebut, masyarakat hanya sebatas kumpulan manusia dengan tidak adanya rasa kebersamaan. Aktivitas gotong-royong ini sering dijumpai di setiap daerah yang masing-masing memiliki latar kebudayaan yang berbeda-beda. Salah satunya adalah kelompok masyarakat Jawa pedesaan, hubungan sosial desa di Jawa sebagian besar berdasarkan sistem gotong-royong, walaupun gotong-royong tidak terbatas pada hubungan keluarga saja, namun sistem itu oleh kelompok masyarakat desa di Jawa dipahami sebagai perluasan hubungan kekerabatan yang mempunyai pengaruh kuat. Salah satu tahap pekerjaan dalam pertanian padi di sawah yang dilakukan dengan cara gotong-royong dan biasa mendapatkan bantuan dari orang lain (luar keluarga petani yang bersangkutan) adalah tahap pekerjaan terakhir di sawah, yaitu panenan. Dalam pekerjaan panen ini dikenal istilah derep. Derep ialah melakukan panenan di sawah orang lain (Satjadibrata R, 1954: 83). Untuk pekerjaan tersebut para buruh tani biasa memperoleh upah berupa sebagian dari hasil derepnya. Hasil yang menjadi bagian penderep ini disebut bawon. Bawon merupakan upah natura yang diberikan pemilik lahan kepada buruh tani, khususnya untuk kegiatan panen yang merupakan bagian tertentu dari hasil panen. Bawon juga merupakan sistem upah secara tradisional yang dikenal para petani pedesaan Jawa. Warga desa biasanya akan lebih senang apabila para pemilik sawah saat musim padi menggunakan sistem bawon dimana para tetangga sekitar petani tersebut diajak menanam, derep dan bawon dengan perbandingan 4:1. Pemberian upah gabah menggunakan bawon 4:1 akan lebih berguna dibandingkan dengan upah uang harian seperti buruh tetap, apabila dengan upah uang maka akan cepat habis untuk kebutuhan sehari-hari, sedangkan apabila menggunakan upah bawon maka akan lebih awet. Selain masih berbentuk gabah yang harus digiling dulu, biasanya ibu-ibu di desa cenderung malu untuk menjual gabah hasil bawon yang tidak seberapa besar.

4 Namun seiring berjalannya waktu dan perkembangan jaman, kini para petani pemilik sawah mulai beralih meninggalkan sistem bawon pada masyarakat tradisional. Contohnya petani di Mertoyudan Magelang, selalu kesusahan mencari tenaga panen apabila menjelang waktu panen padi. Desanya sekarang sepi dari tenaga kerja produktif karena para pemuda lebih senang merantau ke Jakarta. Masalah selanjutnya adalah hilangnya hasil panen sekitar 11-17% karena masih menggunakan alat dan cara tradisional. Artinya apabila hasil padi yang dibawa pulang petani itu 6 ton/ha, maka sebenarnya ada gabah yang hilang tercecer dilahan selama proses panen sebesar kg atau rata-rata sekitar 840 kg/ha. Contoh lainnya yaitu proses pergeseran dari cara pengerahan tenaga tani dan sistem gotong-royong menjadi sistem menyewa buruh tani. Hal itu disebabkan oleh murahnya tenaga buruh tani dan makin bertambahnya jumlah petani yang tidak memiliki tanah, atau petani yang hanya memiliki tanah yang sangat sempit sehingga tidak cukup menghasilkan untuk memberi makan satu keluarga Jawa sepanjang musim. Paradigma pemberian upah dari majikan kepada buruh tani telah bergeser, sebelumnya imbalan yang diberikan diwujudkan dengan bentuk hasil panenan, kini pemberian upah didominasi dalam bentuk uang. Fenomena tersebut akan menjadi permasalahan ketika kebiasaan turuntemurun yang sangat berhubungan dengan keterikatan antar individu di dalam masyarakat mula mengikis dan pudar. Hal inilah menarik bagi penulis ketika sebuah kebiasaan kebersamaan telah berlangsung secara turun-temurun dan merupakan hal ideal dari masyarakat desa, ternyata dalam perkembangannya telah terjadi pengikisan kebiasaan akibat banyak faktor yang melatarbelakangi kesenjangan tersebut. Oleh karena itu berdasarkan permasalahan diatas penulis ingin meneliti lebih khusus mengenai Bagaimana Realisasi Sistem Bawon di Desa Mungseng Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung. II. KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Masyarakat 1. Pengertian Masyarakat

5 Banyak deskripsi yang dituliskan oleh para pakar mengenai pengertian masyarakat. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin socius, berarti kawan. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab syaraka yang berarti ikut serta, berpartisipasi. Masyarakat adalah sekumpulan manusia saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi (Koentjaraningrat, 2009: 116). Menurut Phil Astrid S. Susanto (1999: 6), masyarakat atau society merupakan manusia sebagai satuan sosial dan suatu keteraturan yang ditemukan secara berulangulang, sedangkan menurut Dannerius Sinaga (1988: 143), masyarakat merupakan orang yang menempati suatu wilayah baik langsung maupun tidak langsung saling berhubungan sebagai usaha pemenuhan kebutuhan, terkait sebagai satuan sosial melalui perasaan solidaritas karena latar belakang sejarah, politik ataupun kebudayaan yang sama. 2. Masyarakat Tani a. Masyarakat Desa Soerjono Soekanto (2006: 162), istilah community dapat diterjemahkan sebagai masyarakat setempat. Masyarakat setempat adalah wilayah kehidupan sosial ang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial yang tertentu. Dasar dasar dari masyarakat setempat adalah lokalitas dan perasaan semasyarakat setempat tersebut. Ciri-ciri pokok suatu masyarakat yaitu manusia yang hidup bersama, bercampur untuk waktu yang cukup lama, mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan, dan merupakan suatu sistem hidup bersama. Menurut Soerjono Soekanto (2006: ) masyarakat pedesaan pada hakikatnya bersifat gradual. Warga suatu masyarakat pedesaan memupunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupannya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Penduduk masyarakat desa pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat

6 adanya tukang kayu, tukang membuat genteng dan bata, tukang bangunan, akan tetapi inti pekerjaan penduduk pedesaan adalah pertanian. Masyarakat ditandai oleh ciri-ciri, yaitu adanya interaksi, ikatan pola tingkah laku yang khas didalam semua aspek kehidupan yang bersifat mantap dan kontinyu, dan adanya rasa identitas terhadap kelompok, dimana individu yang bersangkutan menjadi anggota kelompoknya. B. Tinjauan tentang Petani 1. Pengertian pertanian Secara etimologi pertanian, berasal dari kata agriculture, dimana ager artinya lahan atau tanah dan cultura artinya memelihara atau menggarap. Menurut A.T Mosher (1968: 19) pertanian adalah sejenis proses produksi khas yang didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Bagi Indonesia sebagai negara berkembang, sektor peetanian merupakan mata pencaharian utama bagi sebagian besar penduduk dan merupakan sasaran pembangunan di pedasaan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh M. Suhartono dalam Harumiasih (2002: 23) prioritas pembangunan masyarakat di pedesaan dijatuhkan pada sektor ekonomi pertanian. Hal tersebut disebabkan karena mata pencaharian sebagai petani di Indonesia identik dengan kehidupan masyarakat pedesaan. Tidak bisa disanggah lagi bahwa sebagian besar penduduk Indonesia adalah penduduk pedesaan yang bekerja pada sektor agraris atau pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Menurut cara tanamnya, padi dapat dibagi menjadi padi sawah dan padi gogo. Padi sawah adalah padi yang ditanam di sawah dengan pengairannya sepanjang musim atau setiap saat. Sedangkan padi gogo adalah padi yang diusahakan di tanah tegalan kering secara menetap. Padi gogo diusahakan dengan menerapkan teknik budidaya seperti pengolahan tanah, pemupukan, dan pergiliran tanaman. C. Tinjauan tentang Hukum Adat 1. Pengertian Hukum Adat Hukum adat merupakan istilah teknis ilmiah, yang menunjukkan aturan-aturan kebiasaan yang berlaku di kalangan masyarakat yang tidak

7 berbentuk peraturan-perundangan yang dibentuk oleh penguasa pemerintahan (Hilman Hadikusuma, 1992: 8). Menurut Cornelis van Vollenhoven hukum adat adalah himpunan peraturan tentang perilaku yang berlaku bagi orang pribumi dan timur asing pada satu pihak yang mempunyai sanksi (karena bersifat hukum) dan pada pihak lain berada dalam keadaan tidak dikodifikasikan (karena adat). Tetapi rumusan Van Vallenhoven dimaksud memang cocok untuk mendeskripsikan apa yang dinamakan adat recht pada jaman tersebut bukan untuk hukum adat pada masa kini (Abdulrahman, 1984: 17-18). Pengertian dan batasan diatas dapat dijadikan pedoman untuk membahas suatu tradisi yang ada di salah satu masyarakat tani di tengahtengah masyarakat modern. Salah satu contoh tradisi yang akan dibahas adalah sistem bawon. Bawon yang merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang para petani sudah memenuhi unsur hukum adat karena merupakan aktifitas atau kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh masyarakat tani. 2. Corak-Corak Hukum Adat Indonesia Menurut Hilman Hadikusuma (1992: 33), corak hukum adalah hukum adat Indonesia yang normatif pada umumnya menunjukkan corak yang kepercayaan, tradisional, kebersamaan, konkrit dan visual. Sistem keseluruhan hidup bersama yang tersusun dari berbagai bagian dimana antara bagian satu dengan bagian yang lain saling bertautan atau berhubungan. Tiap hukum merupakan suatu sistem, sebagai suatu sistem yang kompleks dari norma-norma, yang merupakan suatu kebulatan sebagai wujud dari kesatuan alam pikiran yang hidup dalam masyarakat yang bersendi atas dasar alam pikiran yang berkaitan dengan unsur-unsur yang menjadi dasar corak sistem hukum adat (I Gede A.B Wiranata 2003: 57-58). Adapun corak-corak dalam hukum adat sebagai berikut: a. Kepercayaan (Religio Magis) b. Kebersamaan (Komunal) c. Tradisional

8 d. Konkrit dan Visual e. Tidak dikodifikasikan D. Tinjauan Tentang Sistem Bawon Collier et.al (1974: 10) menyebutkan pada sistem bawon tradisional, bawon merupakan upah natura yang diberikan pemilik lahan kepada buruh tani khususnya untuk kegiatan panen yang merupakan bagian tertentu dari hasil panen. Panen padi merupakan aktifitas komunitas yang dapat diikuti oleh semua atau kebanyakan anggota komunitas dan menerima bagian tertentu dari hasil. Menurut hasil di beberapa tempat petani tidak dapat membatasi jumlah orang yang ikut memanen. Sistem tersebut merupakan bawon yang benar-benar terbuka dalam arti setiap orang diijinkan ikut memanen (Hayami dan Kikuchi, 1981: 50). Sistem bawon adalah suatu sistem upah yang berlaku di pedesaan di pulau jawa, dimana pemetik padi disawah orang lain akan mendapatkan bagian hasil padi sebanyak 20 % dari padi yang berhasil dipetiknya, yang dinamakan bawon. Pemberian bawon 20 % ini tidak mutlak, tetapi kebanyakan di beberapa daerah atau beberapa desa dipulau jawa biasanya memberikan bawon sebesar 20 % atau 1/5 bagian (Kasihono Arumbinang, 1993: 17-18). Terdapat beberapa tinjauan tentang sistem bawon yaitu : III. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana prosedur pemecahan masalahnya diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya yang meliputi interprestasi, data dan analisis data. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, karena data yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah berupa kata-kata yang tertulis dan lisan. Prosedur penelitian menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang perilakunya diamati.

9 Secara deskriptif dalam hal ini merupakan sebuah pendekatan dengan mengeksplorasi dan klarifikasi mengenai sebuah fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendiskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah atau unit yang diteliti (Sanapiah Faisal, 2005: 20). Penentuan subyek penelitian dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive dan teknik snowball. Berkaitan dengan kriteria tersebut, maka dalam penelitian ini yang dijadikan subyek penelitian menggunakan teknik purposive adalah: 1. Kepala desa Mungseng yang merupakan pemimpin di desa Mungseng secara historis dan administratif dapat mengetahui tentang pertanian di desa Mungseng secara umum serta sistem bawon di desa Mungseng. 2. Ketua Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) desa Mungseng merupakan ketua semua kelompok petani yang anggotanya adalah semua petani di desa Mungseng yang dapat menjelaskan seluk-beluk sistem bawon dan fenomena petani di desa Mungseng. Sedangkan yang dijadikan subyek penelitian yang ditentukan menggunakan teknik snowball dengan kriteria sebagai berikut : 1. Petani pemilik sawah di desa Mungseng merupakan petani yang berhak menentukan siapa saja yang akan ikut menanam padi dan dapat bawon dan menentukan berapa takaran pembagian upah bawon. 2. Petani penggarap sebagai wakil dari pemilik sawah dan menentukan buruh tani yang akan ikut menanam padi dan bawon. 3. Buruh tani yang ada di desa Mungseng merupakan pihak yang melaksanakan sistem bawon dan berjumlah 4 orang yang ditentukan atau diawali dari informan awal. Untuk teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga cara yaitu dengan observasi, wawancara dan dokumentasi maka teknik yang digunakan dalam pemeriksaan data adalah menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada (Sugiyono, 2011: 327).

10 Tiga metode pengumpulan data yakni wawancara, observasi dan dokumentasi sehingga teknik triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan mengecek hasil wawancara dengan subyek penelitian dan observasi ke sawah tempat panen padi berlangsung dengan data yang diperoleh dari dokumen di kantor kepala desa Mungseng. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data induktif. Analisis data bersifat induktif yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan atau menjadi hipotesis (Sugiyono, 2011: 333). Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam analisis data antara lain sebagai berikut: 1. Reduksi Data 2. Unitisasi dan Kategorisasi 3. Display Data 4. Pengambilan Kesimpulan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Lokasi Penelitian Desa Mungseng merupakan salah satu dari 25 Desa/Kelurahan yang ada di bawah wilayah pemerintahan Kecamatan Temanggung, Kabupaten Temanggung. Temperatur desa tersebut berkisar antara 20C -26C. Secara geografis desa Mungseng berada di sebelah selatan Kecamatan dan kota Kabupaten Temanggung. Jarak tempuh antara desa Mungseng dengan ibukota Kabupaten Temanggung adalah 1,75 Km dengan akses transportasi yang mudah dan keterjangkauan cukup tinggi, sedangkan jarak tempuh dengan Kecamatan Temanggung adalah 2 Km. Desa Mungseng yang termasuk wilayah di bagian barat Kabupaten Temanggung keadaan tanahnya sudah mulai tinggi karena berada tepat di kaki gunung Sumbing. Oleh karena itu temperatur dan iklim di desa tersebut termasuk dalam iklim tropis basah dengan musim hujan rata-rata antara bulan Nopember-April dan musim kemarau antara bulan Mei-Oktober.

11 2. Pelaksanaan Sistem Bawon di Desa Mungseng Dahulu masyarakat petani di desa Mungseng sebelum memulai mengerjakan lahan sawah akan diawali dengan perhitungan secara primbon jawa dengan adanya pranatamangsa. Para petani di desa Mungseng menggantungkan hidupnya pada alam semesta, Pranatamangsa diartikan sebagai perhitungan suatu musim berdasar gejala-gejala alam dan lingkungan. Menurut ketua gapoktan desa Mungseng, dari perhitungan pranatamangsa waktu tanam yang paling baik tahun ini sekitar tanggal Desember, rentang waktu ini diperuntukkan bagi petani yang ingin menanam padi umur pendek antara 90 dan 100 hari. Mengikuti pranatamangsa hanya salah satu syarat agar penanaman berhasil. Untuk selanjutnya para petani akan mulai merencanakan dan mempersiapkan semua alat, bahan maupun modal dalam menanam padi. Berikut tahap-tahap dalam realisasi penanaman padi dan bawon oleh petani di desa Mungseng: 1) Persiapan lahan tanam 2) Pembenihan dan penyemaian bibit padi 3) Penanaman bibit padi 4) Pemupukan dan perawatan tanaman padi 5) Pemanenan tanaman padi Proses bawon dilakukan setelah penderep selesai memanen padi dan mengumpulkan hasil derepnya kedalam karung atau bagor. Dengan cara diangkut ke rumah pemilik sawah maka pemilik akan langsung bawoni dengan cara membagi padi dengan perbandingan 5:1 artinya apabila buruh tani mendapat derep 60 kg maka yang 50 kg akan diperoleh petani dan 10 kg untuk buruh tani. Terkait pembagian upah dengan bawon ini terdapat dua macam cara di desa Mungseng. Ketua gapoktan mengungkapkan ada dua

12 macam bentuk pemberian bawon yang ada di desa Mungseng, pertama pemberian upah bawon menggunakan takaran berupa mangkuk atau baskom kecil, kedua langsung menggunakan timbangan yang kesemua perbandingan takaran tergantung pemberian masing-masing pemilik sawah. Pemberian upah bawon dengan takaran ini sudah muncul lebih dulu sebelum adanya timbangan. Dahulu ketiadaan alat timbang mengharuskan para petani menggunakan takaran sebagai alat pembagi antara penderep dengan pemilik sawah. Menurut pemilik sawah, sudah menggunakan takaran sejak dari simbah-simbahnya dulu, biasanya menggunakan baskom kecil untuk menakar dengan perbandingan takaran setiap 5 baskom untuk bagian pemilik sawah dan 1 baskom untuk bagian penderep. Setelah muncul alat timbang kemudian para petani mulai menggunakan timbangan untuk membagi hasil derep. Akan tetapi berbeda dengan salah satu petani yang lain yaitu menggunakan alat timbang dirasa lebih mudah dan cepat dalam membagi hasil panen, jumlahnya pun hampir sama dengan yang menggunakan takaran, karena rata-rata setiap 1 takaran seperti baskom kecil berisi 1 kg padi. Pada pembagian upah bawon dengan cara ditakar atau ditimbang pasti diikuti dengan perbandingan pemberian bagian. Menurut ketua gapoktan, di desa Mungseng ini terdapat macam-macam perbandingan pemberian upah misalnya 4:1, 5:1, 6:1, ada juga yang 9:1 jika buruh tani tidak ikut menanam padi sebelumnya. Hal tersebut tergantung wewenang atau rasa berbagi dari setiap pemilik sawah meskipun tidak ada ukuran patokan atau standarisasi perbandingan upah. Meskipun demikian para buruh tani tetap saja menerima pemberian upah tersebut dengan senang hati. 3. Makna Sistem Bawon di Desa Mungseng a. Makna Berbagi Hal pertama cermin dari nilai-nilai berbagi adalah saat petani menyuruh atau mengajak tetangganya untuk ikut menanam padi. Menurut

13 seorang petani penggarap, alasan untuk mengajak tetangga dekat untuk ikut menanam padi dilandasi dengan rasa berbagi dan tolong-menolong, rasa berbagi agar para tetangganya dapat mendapatkan bawonan dan agar para tetangganya mendapat pekerjaan sampingan dan tambahan pendapatan dari selain pekerjaan pokoknya. Saat ditanya kenapa tidak memakai tenaga kerja dari luar desa Mungseng, petani penggarap tersebut menjelaskan bahwa selain untuk saling berbagi kepada tetangga, juga karena adanya rasa pekewuh atau sungkan apabila menyewa tenaga buruh tani dari luar desa. Lain halnya dengan yang ditunjukkan oleh salah satu petani pemilik, saat pemberian upah bawon ia sering menambahkan padi sedikit dari takaran biasanya, hal tersebut karena niatnya untuk mendapatkan rezeki yang berkah dari hasil panen padi yaitu dengan cara bersedekah (berbagi) kepada tetangga-tetangganya yang ikut derep. Selanjutnya nilai-nilai sosial diatas juga tercermin saat proses derep dan bawon. Saat derep para tetangga yang dulunya ikut tandur maka secara otomatis akan ikut derep juga, saat itulah rasa kebersamaan dan tolongmenolong juga timbul. Rasa kebersamaan mereka ciptakan pada saat memotong padi, merontokkan dan mengangkut padi, apabila ada penderep wanita yang kebetulan sudah janda atau suaminya sedang merantau ke daerah lain maka penderep lain khususnya yang laki-laki akan langsung membantu dalam memotong, merontokkan padi dan mengangkut padi ke rumah pemilik sawah untuk dibawonkan. b. Makna gotong-royong Bentuk dari gotong-royong dan tolong-menolong yaitu pada saat panen atau derep, biasanya penderep akan saling gotong-royong dan tolongmenolong apabila ada salah satu tetangganya belum selesai nggebuk padi. Artinya para penderep akan saling membantu satu sama lain agar pekerjaan derep cepat selesai dan bisa cepat pulang bersama-sama. Seperti yang dikemukakan oleh seorang buruh tani, para penderep biasanya akan mengajak

14 keluarganya untuk derep, jika ada salah satu penderep yang tidak bisa mengajak keluarganya maka ia dan penderep lainnya akan langsung membantu penderep tersebut menyelesaikan pekerjaannya hingga selesai. Tolong-menolong pada saat derep juga dicontohkan penderep saat mengangkut hasil derep berupa padi yang sudah dimasukkan ke dalam bagor atau karung, ibu-ibu atau nenek-nenek yang sudah tidak kuat menggendong karung biasanya akan mendapat bantuan dari penderep lain yang memiliki motor untuk mengangkut gabah ke rumah pemilik. Bentuk gotong-royong selanjutnya adalah ketika sawah tempat untuk derep agak jauh dari rumah pemilik sawah, maka para penderep akan iuran bersama untuk menyewa mobil bak terbuka untuk mengangkut hasil derepnya ke rumah pemilik sawah. Menurut seorang buruh tani, dengan adanya iuran bersama menyewa mobil maka pekerjaan pengangkutan ke rumah pemilik padi menjadi ringan karena penderep tidak harus menggendong atau memanggul padi yang berat dengan jarak yang jauh. Adanya gotong-royong dan tolong-menolong diantara petani ini merupakan suatu keharusan, sehingga kehidupan petani padi terutama yang berada di desa Mungseng bagaikan suatu keluarga. Dimana tolong-menolong tersebut tidak diukur oleh uang atau benda lainnya sebagai pembayaran. c. Makna kebersamaan Prinsip kebersamaan masyarakat desa juga tercermin dalam hal bercocok tanam atau pertanian. Di desa Mungseng para petani biasa melakukan prinsip kebersamaan, misalnya saat kerja bakti membersihkan aliran sungai, menanam tembakau, membuat lahan, menanam padi, derep, bawon, dll. Seorang buruh tani mengemukakan, bawon merupakan kegiatan panen padi dan pembagian upah dengan rasa kebersamaan karena para penderep yang merupakan para tetangga pemilik sawah melakukan kegiatan dari mulai nandur, derep dan bawon dilakukan secara bersama-sama tanpa saling mendahului, saling egois atau saling curang satu sama lain. Dengan

15 rasa kebersamaan tersebut menurutnya pekerjaan di sawah menjadi terasa ringan dan cepat selesai. Pada saat mengangkut padi dan bawon para penderep biasanya akan saling tunggu satu sama lain, karena dengan menunggu penderep lain yang belum selesai bekerja akan menimbulkan kekompakan dan merasa senasib sepenanggungan. Tindakan kebersamaan ini juga mereka wujudkan melalui kerjasama saling membantu dan tolong-menolong dalam mengerjakan derep dan bawon. Hal itulah yang menunjukkan bahwa dalam sistem bawon terdapat makna kebersamaan antar petani. 4. Penyebab Ditinggalkannya Sistem Bawon oleh Petani di Desa Mungseng a. Sulitnya pengawasan saat panen (derep) dan timbulnya rasa sungkan/pekewuh dalam proses pekerjaan panen. Terkait dengan masalah pengawasan, saat derep juga menimbulkan sedikit kecurangan oleh penderep, menurut petani pemilik sawah suatu ketika ada salah satu penderep yang ternyata tidak dapat ikut derep pada waktu yang telah ditentukan, ternyata diam-diam penderep tersebut menyuruh penderep lain untuk memanenkan bagiannya kemudian sebelum hasil panen dikumpulkan di rumah pemilik sawah sudah dibagi dengan penderep tersebut di sawah tanpa sepengetahuan pemilik sawah. Hal inilah yang akan menimbulkan kekhawatiran dan kecurigaan antara petani pemilik dengan penderep yang secara tidak langsung akan mempengaruhi hubungan keduanya menjadi kurang harmonis di lingkungan tetangga ataupun tetangga. Selain hal diatas tradisi bawon ini juga menimbulkan adanya kecenderungan rasa sungkan atau pekewuh antara petani pemilik sawah dengan buruh tani (penderep). Berhubungan dengan proses pengerjaan di sawah, dimana petani pemilik sawah cenderung pekewuh atau sungkan apabila akan menyuruh-nyuruh buruh tani (penderep) layaknya majikan dengan buruhnya, karena dengan tradisi bawon maka perlakuan petani pemilik terhadap penderep harus didasari oleh rasa kekeluargaan dan

16 kekerabatan. Berbeda dengan sistem pemberian upah berupa uang harian, petani pemilik akan cenderung lebih bebas apabila menyuruh-nyuruh dalam pekerjaannya di sawah. b. Munculnya sistem tebasan pada panen padi Sistem panen tebasan ini memberikan andil besar untuk semakin ditinggalkannya sistem panen tradisional. Dengan demikian akan mengurangi peluang petani subsisten lain untuk terlibat dalam pekerjaan panen padi sistem terbuka. Penebas tentunya menginginkan hasil yang maksimal dan akan menentukan sendiri cara panen yang menurutnya lebih menguntungkan. Selain itu penebas juga tidak memiliki ikatan dengan komunitas petani, biasanya penebas akan menggunakan pekerjaan dengan sistem buruh upahan yang tentu saja lebih memilih bekerja dengan peralatan sabit dibanding dengan ani-ani. Seperti yang dikemukakan oleh seorang petani pemilik, yang sudah sekitar empat tahun lalu telah meninggalkan sistem bawon dan beralih ke sistem tebasan, hal itu dilakukan karena sudah lansia, sedangkan anakanaknya tidak ada yang mau meneruskan pekerjaannya sebagai petani. Menurutnya dengan meninggalkan sistem bawon dan beralih ke sistem tebasan agar dalam pekerjaan memanen padi menjadi lebih efisien dan cepat dan langsung mendapatkan uang tunai dari penebas. Dengan sistem tebasan tengkulak dalam peranannya sebagai penebas bebas dari kewajiban tradisi terhadap komunitas desa, mereka menutup panen ini bagi mayoritas penduduk desa dan memperkerjakan sedikit pekerja untuk memanen hasil yang telah dibeli. Mereka membayar upah secara kontan kepada para pekerja dan menyediakan untuk efisiensi yang lebih tinggi, dengan cara-cara ini biaya panen bisa dikurangi. Peralihan dari sistem bawon ke sistem tebasan juga disebabkan oleh tekanan penduduk karena pertumbuhan penduduk akan menekan areal tanah garapan yang terbatas, maka jumlah pekerja yang tidak

17 memiliki lahan dan petani dengan lahan penguasaan yang terlalu kecil untuk mencari nafkah juga menjadi bertambah. c. Guna memperoleh pendapatan lebih (ekonomis) Pemberian upah dengan bawon memang dituntut untuk mengeluarkan sedikit hasil dan rezeki kita bagi tetangga dekat dan sesama, karena kita semua tidak dapat hidup hanya seorang diri tanpa bantuan orang lain. Meski sarat dengan rasa berbagi dan kebersamaan tidak lantas mendorong semua petani untuk melestarikan tradisi tersebut. Seperti yang ditunjukkan oleh salah satu petani, ia sudah tidak menggunakan sistem bawon dalam pemberian upah, karena disamping sudah jarang yang mau disuruh tandur dan derep, hasil dari bawon tersebut agaknya berkurang dibandingkan dengan menyewa buruh tandur dan derep. Untuk mengatasinya petani tersebut menggunakan sistem kroyokan (borongan) dalam pekerjaan memanen padi, dimana padi yang sudah siap panen akan dipanen oleh beberapa orang saja dalam satu kelompok dan upahnya akan diberikan dengan uang harian dan pemberian makan atau minum. Salah satu petani menambahkan, lebih memilih menyewa buruh tanam padi dari luar desa daripada menyuruh tetangga dekat karena di desa Mungseng saat ini sudah jarang yang mau bekerja di sawah sebagai patani atau buruh tani. Sudah sekitar tujuh musim yang lalu ia lebih memilih menyewa buruh tanam dari luar desa, menurutnya para tetangganya saat ini hanya mau ketika disuruh tandur padi dan bawon saja, ketika disuruh menanam tanaman lain atau melakukan pekerjaan lain di sawah sudah jarang yang mau. Suatu pekerjaan yang dilandasi dengan rasa tolong-menolong juga membutuhkan konsistensi dan berkelanjutan. d. Sulitnya mencari tenaga kerja (buruh tani) Keengganan buruh tani untuk ikut memanen padi (derep) tersebut menurut salah satu buruh tani terkait dengan hasil panen yang minim akibat terkena dampak kekeringan dan hama, yang mengakibatkan hasil panen tiap

18 penderep menjadi sedikit. Logikanya para penderep menginginkan hasil panen yang banyak sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan, sementara perolehan gabah saat panen akhir-akhir ini hanya beberapa kilogram saja. Jika para petani pemilik kesulitan mendapatkan tenaga derep, maka masa panen pun juga akan bertambah, otomatis padi akan tambah menua dan terlalu lama di sawah. Hal tersebut mengakibatkan padi akan semakin rentan rusak karena hama ataupun cuaca, maka ini juga akan kembali berpengaruh terhadap hasil panen dan pendapatan petani apabila kualitas gabah buruk dan sedikit, maka petani pemilik pasti akan mengalami kerugian yang besar. Hal ini juga sangat berdampak dalam kelestarian tradisi masyarakat, terutama tradisi yang erat kaitannya dengan rasa berbagi, gotong-royang dan kebersamaan di masyarakat. Untuk itu dibutuhkan saling toleransi dan kesadaran bersosial antar petani dan buruh tani khususnya, agar tradisi yang penuh dengan manfaat yang diwariskan oleh nenek moyang dapat tetap terjaga walaupun sulit untuk beradu dengan cepatnya perubahan jaman dan teknologi dalam pertanian. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Sebelum proses pelaksanaan bawon diawali dengan beberapa tahap terkait dengan kegiatan penanaman sampai dengan pemanenan. Tahap-tahap tersebut dimulai dengan tahap persiapan lahan atau sawah yaitu proses pembentukan lahan/media tanam di areal sawah yang dilakukan dengan pembajakan dengan traktor ataupun alat tradisional (hewan). Tahap selanjutnya yaitu pembenihan dan penyemaian bibit padi, penyiapan bibit ini padi biasanya petani akan merendam gabah selama 3-4 hari untuk kemudian disemai di areal tanah pembibitan. Setelah tahap pembibitan dan penyemaian selanjutnya pada tahap penanaman para buruh tanam padi

19 akan bersama-sama ke sawah untuk tandur atau menanam padi pada pagi hari. Tahap pemupukan dan perawatan tanaman padi menjadi tahap selanjutnya, pemupukan pertama dilakukan pada umur 7 hari setelah tanam. Pada proses pemanenan atau derep ini diawali dengan pemotongan batang padi terlebih dahulu, setelah padi selesai di potong menggunakan sabit maka proses selanjutnya yaitu perontokan padi. Apabila semua padi sudah terkumpul dan dimasukkan ke dalam karung maka para buruh tani akan mengangkut ke rumah pemilik sawah untuk dikumpulkan dan di bawonkan. Pelaksanaan bawon ini bila hasil derep terkumpul maka pemilik akan bawoni dengan cara membagi padi dengan perbandingan 5:1 artinya apabila buruh tani mendapat derep 60 kg maka yang 50 kg akan diperoleh petani dan 10 kg untuk buruh tani. 2. Makna sistem bawon yang pertama adalah makna berbagi, hal tersebut tercermin saat petani menyuruh atau mengajak tetangganya untuk ikut menanam padi, alasan untuk mengajak tetangga dekat untuk ikut menanam padi dilandasi dengan rasa berbagi dan tolong-menolong, rasa berbagi agar para tetangganya dapat mendapatkan bawonan dan agar para tetangganya mendapat pekerjaan sampingan. Makna bawon selanjutnya adalah makna gotong-royong, pada saat panen atau derep, biasanya penderep akan saling gotong-royong dan tolong-menolong apabila ada salah satu tetangganya belum selesai nggebuk padi. Makna bawon terakhir adalah makna kebersamaan. Sistem bawon mempunyai makna kebersamaan karena penderep yang merupakan para tetangga pemilik sawah melakukan kegiatan nandur, derep dan bawon secara bersama-sama tanpa saling mendahului, mereka tanpa egois atau saling curang satu sama lain. Tindakan kebersamaan mereka wujudkan melalui kerja sama saling membantu dan tolong-menolong dalam mengerjakan derep dan bawon. 3. Beberapa penyebab yang melandasi ditinggalkanya sistem bawon di desa Mungseng adalah: a)sulitnya pengawasan saat panen (derep) dan timbulnya rasa sungkan dalam proses pekerjaan panen. b)munculnya

20 sistem tebasan pada panen padi yakni petani menjual padi langsung kepada penebas/tengkulak ketika tanaman padi masih menguning dan masih tegak disawah beberapa hari sebelum dipanen. c)faktor guna memperoleh pendapatan lebih (ekonomis), meski sarat dengan rasa berbagi dan kebersamaan tidak lantas mendorong semua petani untuk melestarikan tradisi tersebut. Salah satu petani sudah tidak menggunakan sistem bawon dalam pembagian upah, karena disamping sudah jarang yang mau disuruh tandur dan derep, hasil dari bawon tersebut juga agak berkurang dibandingkan dengan menyewa buruh tandur dan derep. d)sulitnya mencari tenaga kerja (buruh tani) karena para warga desa yang tidak mempunyai sawah sudah jarang yang mau bekerja di sawah, mereka lebih memilih pekerjaan lain seperti berdagang, kuli bangunan, tukang meubel atau merantau ke kota besar. Para pemuda di desa Mungseng saat ini sudah tidak ada yang mau apabila disuruh kerja di sawah, mereka cenderung gengsi dan malu bila menjadi seorang petani. B. Saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan tentang sistem bawon di desa Mungseng Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung, maka penulis dapat mengemukakan beberapa saran yang dijadikan masukan atau bahan pertimbangan yaitu, sebagai berikut: 1. Kepada masyarakat dan petani di Desa Mungseng, Kecamatan Temanggung, Kabupaten Temanggung, agar tetap mendukung dan melestarikan sistem bawon, terutama karena terdapat banyak makna didalamnya yang sangat berguna dan bermanfaat dalam kehidupan seharihari serta bagi generasi penerus bangsa. 2. Kepada buruh tani di Desa Mungseng, Kecamatan Temanggung, Kabupaten Temanggung, agar lebih bersikap disiplin dan teratur dalam melakukan pekerjaan derep dan bawon agar sistem bawon yang

21 mempunyai banyak manfaat dan maknanya dapat tetap terjaga kelestariannya. DAFTAR PUSTAKA Abdulrahman. (1984). Hukum Adat Menurut Perundang-undangan Republik Indonesia. Jakarta: Cendara Press. Amiruddin. (2010). Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Arikunto Suharmisi. (2002). Prosedur Penelitian. Edisi Lima. Jakarta: Rineka Cipta. Arumbinang Kasihono. (1993). Sistem Bawon Untuk KUD: Suatu Alternatif Pengalihan Saham 20%. Jakarta: CV Haji Masagung. A.T, Mosher. (1968). Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Jakarta: Yasagama. Basrowi. (2005). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Burhanuddin Bungin. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. C.E. Bishop, W.D. Toussaint. (1979). Pengantar Analisa Ekonomi Pertanian. Jakarta: Mutiara. Dannerius Sinaga. (1988). Sosiologi dan Antropologi. Klaten: PT. Intan Pariwara. Fadholi Hernanto. (1996). Ilmu Usaha Tani. Jakarta: Penebar Swadaya.

22 Gatut Murniatmo, dkk. (2000). Khazanah Budaya Lokal (Sebuah Pengantar untuk Memahami Kebudayaan Daerah di Nusantara). Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Gunawan Wiradi dkk. (2009). Ranah Studi Agraria: Penguasaan dan Hubungan Agraris. Yogyakarta: STPN. Hayami Yujiro dan Masao Kikuchi. (1987). Dilema Ekonomi Desa: Suatu Pendekatan Ekonomi Terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hilman Hadikusuma. (1992). Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandung: Mandar Maju. I Gede A.B Wiranata. (2003). Hukum Adat Indonesia Perkembangannya dari Masa ke Masa. Bandung: Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional (Edisi Keempat). (2008). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Lexy J. Moleong. (2009). Metode Penelitian Kualtitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Margono, S. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan: Komponen MKDK. Jakarta: Rineka Cipta. Munandar Soelaeman. (1992). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

23 OK. Chairudin. (1993). Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Paul Johnson, Doyle. (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia. Phil. Astrid S. Susanto. (1999). Pengatar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta: Raja Garindo Press. P.J. Bouman. (1980). Ilmu Masyarakat Umum: Pengantar Sosiologi. Jakarta: PT. Pembangunan. Sanapiah Faisal. (2001). Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Raja Graindo Press. Selo Soemardjan. (1993). Masyarakat dan Manusia dalam Pembangunan (Pokokpokok Pikiran Selo Soemardjan). Jakarta: Pusakata Sinar Harapan. Sinaga, Dannerius dkk. (1988). Sosiologi dan Antropologi. Palembang: PT Intan Pariwara. Soekartawi. (1986). Pembangunan Pertanian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soepomo. (1989). Kedudukan Hukum Adat di Kemudian Hari. Jakarta: Pustaka Rakyat.. (1997). Sistem Hukum di Indonesia Sebelum Perang Dunia II. Jakarta: Pradnjaparamita. Soerjono Soekanto. (2006). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

24 Pers.. (2011). Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Rajawali Soleman B. Taneko. (1984). Struktur dan Proses Sosial Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan. Jakarta: Rajawali. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta. Suharsimi Arikunto. (2006). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Wahyudi Panjta Sunjata. (1997). Kupatan Jalasutera Tradisi, Makna dan Simboliknya. Yogyakarta: Depdikbud. Internet meningkat.php/ (diakses pada tanggal 03 September 2012 pukul WIB). (diakses pada tanggal 06 September 2012 pukul WIB).

BAB V PENUTUP. 1. Sebelum proses pelaksanaan bawon diawali dengan beberapa tahap terkait

BAB V PENUTUP. 1. Sebelum proses pelaksanaan bawon diawali dengan beberapa tahap terkait BAB V PENUTUP A. Kesimpulan bahwa: Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan 1. Sebelum proses pelaksanaan bawon diawali dengan beberapa tahap terkait dengan kegiatan penanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi, bermasyarakat dan menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pengertian masyarakat. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang

BAB II KAJIAN TEORI. pengertian masyarakat. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Masyarakat 1. Pengertian Masyarakat Banyak deskripsi yang dituliskan oleh para pakar mengenai pengertian masyarakat. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society

Lebih terperinci

Bahwa tiada yang orang dapatkan, kecuali yang ia usahakan, Dan bahwa usahanya akan kelihatan nantinya. (Q.S. An Najm ayat 39-40)

Bahwa tiada yang orang dapatkan, kecuali yang ia usahakan, Dan bahwa usahanya akan kelihatan nantinya. (Q.S. An Najm ayat 39-40) MOTTO Bahwa tiada yang orang dapatkan, kecuali yang ia usahakan, Dan bahwa usahanya akan kelihatan nantinya (Q.S. An Najm ayat 39-40) Jangan terlalu memikirkan masa lalu karena telah pergi dan jangan terlalu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. desa Mungseng sebagai tempat penelitian karena desa Mungseng merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. desa Mungseng sebagai tempat penelitian karena desa Mungseng merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di desa Mungseng yang berada di wilayah Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung Jawa Tengah.

Lebih terperinci

SISTEM BAWON DI DESA MUNGSENG KECAMATAN TEMANGGUNG KABUPATEN TEMANGGUNG SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Yogyakarta

SISTEM BAWON DI DESA MUNGSENG KECAMATAN TEMANGGUNG KABUPATEN TEMANGGUNG SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Yogyakarta SISTEM BAWON DI DESA MUNGSENG KECAMATAN TEMANGGUNG KABUPATEN TEMANGGUNG SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

HASIL OBSERVASI. 1 Lokasi Sawah tempat panen padi dan rumah tempat bawon berada di 2 lingkungan yaitu : 2 Waktu 06, 20, 27 Januari 2013

HASIL OBSERVASI. 1 Lokasi Sawah tempat panen padi dan rumah tempat bawon berada di 2 lingkungan yaitu : 2 Waktu 06, 20, 27 Januari 2013 HASIL OBSERVASI No Aspek yang Diamati Keterangan 1 Lokasi Sawah tempat panen padi dan rumah tempat bawon berada di 2 lingkungan yaitu : 1. Lingkungan Kemantenan Sari 2. Lingkungan Daleman Asri. 2 Waktu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak dan Luas Wilayah Desa Mungseng. geografis desa Mungseng berada di sebelah selatan Kecamatan dan kota

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak dan Luas Wilayah Desa Mungseng. geografis desa Mungseng berada di sebelah selatan Kecamatan dan kota BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Umum Desa Mungseng 1. Letak dan Luas Wilayah Desa Mungseng a. Letak Desa Mungseng Desa Mungseng merupakan salah satu dari 25 Desa/Kelurahan yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya tidak lepas dari lingkungan hidup sekitarnya. Lingkungan hidup manusia tersebut menyediakan berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan IMPLEMENTASI NILAI GOTONG-ROYONG DAN SOLIDARITAS SOSIAL DALAM MASYARAKAT (Studi Kasus pada Kegiatan Malam Pasian di Desa Ketileng Kecamatan Todanan Kabupaten Blora) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK AKAD MUKHA>BARAH DI DESA BOLO KECAMATAN UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK. sebagaimana tertera dalam Tabel Desa Bolo.

BAB III PRAKTIK AKAD MUKHA>BARAH DI DESA BOLO KECAMATAN UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK. sebagaimana tertera dalam Tabel Desa Bolo. BAB III PRAKTIK AKAD MUKHA>BARAH DI DESA BOLO KECAMATAN UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK A. Gambaran Umum Desa Bolo Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik 1. Demografi Berdasarkan data Administrasi Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki potensi alam melimpah ruah yang mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat bermukim di pedesaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi.

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor pertanian berpengaruh bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia, terutama pada wilayah-wilayah di pedesaan. Sektor pertanian juga memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Proses pelaksanaan upacara adat 1 Sura dalam pelaksanaanya terdapat dua

BAB V PENUTUP. 1. Proses pelaksanaan upacara adat 1 Sura dalam pelaksanaanya terdapat dua BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Proses pelaksanaan upacara adat 1 Sura dalam pelaksanaanya terdapat dua bentuk upacara yaitu Kirab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Keberadaan gotong royong tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat pedesaan. Secara turun temurun gotong royong menjadi warisan budaya leluhur

Lebih terperinci

SISTEM BAGI HASIL PETANI PENYAKAP DI DESA KRAI KECAMATAN YOSOWILANGUN KABUPATEN LUMAJANG

SISTEM BAGI HASIL PETANI PENYAKAP DI DESA KRAI KECAMATAN YOSOWILANGUN KABUPATEN LUMAJANG Jurnal Pendidikan Ekonomi: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, Ilmu Ekonomi, dan Ilmu Sosial 26 SISTEM BAGI HASIL PETANI PENYAKAP DI DESA KRAI KECAMATAN YOSOWILANGUN KABUPATEN LUMAJANG Mochammad Kamil Malik

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dijadikan landasan teori penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian adalah.

penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dijadikan landasan teori penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian adalah. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk memecahkan masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang

Lebih terperinci

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL DI KABUPATEN KAMPAR PROPINSI RIAU TESIS Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S2 Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN PENELITIAN

BAB III LAPORAN PENELITIAN BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Gapoktan Kelompok Tani Bangkit Jaya adalah kelompok tani yang berada di Desa Subik Kecamatan Abung Tengah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu suku yang dapat ditemui di Sumatera bagian Utara yang ber-ibukota Medan.

BAB I PENDAHULUAN. satu suku yang dapat ditemui di Sumatera bagian Utara yang ber-ibukota Medan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia dan memiliki penduduk dengan beraneka ragam suku. Suku Batak merupakan salah satu suku yang dapat ditemui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa anak-anak, remaja, nikah, masa tua, dan mati (Koenthjaraningrat, 1977: 89). Masa pernikahan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN DALAM BERGOTONG ROYONG DI MASYARAKAT DESA

IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN DALAM BERGOTONG ROYONG DI MASYARAKAT DESA IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN DALAM BERGOTONG ROYONG DI MASYARAKAT DESA (Studi Kasus pada Kegiatan Sambatan di Desa Sendangrejo Kecamatan Ngawen Kabupaten Blora) NASKAH PUBLIKASI Disusun untuk memenuhi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mereka sehari-hari begitu juga penduduk yang bertempat tinggal di

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mereka sehari-hari begitu juga penduduk yang bertempat tinggal di BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Bagi rakyat Indonesia tanah menempati kedudukan penting dalam kehidupan mereka sehari-hari begitu juga penduduk yang bertempat tinggal di pedesaan yang mayoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisi dan menghargai nilai-nilai luhur atau norma yang sudah disepakati

BAB I PENDAHULUAN. tradisi dan menghargai nilai-nilai luhur atau norma yang sudah disepakati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat desa adalah masyarakat yang masih berpegang teguh pada tradisi dan menghargai nilai-nilai luhur atau norma yang sudah disepakati bersama. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara kepulauan yang sebagian besar penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara kepulauan yang sebagian besar penduduknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Bagi rakyat Indonesia, tanah menempati kedudukan penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal ini terjadi karena manusia mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda, dan perubahan ini

Lebih terperinci

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo Di bawah ini penulis akan sampaikan gambaran umum tentang keadaan Desa Bendoharjo Kecamatan Gabus Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III PEMBAGIAN KEUNTUNGAN DI RENTAL PLAY STATION DESA MLORAH KEC. REJOSO KAB. NGANJUK

BAB III PEMBAGIAN KEUNTUNGAN DI RENTAL PLAY STATION DESA MLORAH KEC. REJOSO KAB. NGANJUK 50 BAB III PEMBAGIAN KEUNTUNGAN DI RENTAL PLAY STATION DESA MLORAH KEC. REJOSO KAB. NGANJUK A. Gambaran Umum Tentang Daerah Penelitian 1. Keadaan geografis Keadaan geografis Desa Mlorah Kecamatan Rejoso

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut bisa terlihat didalam perilaku atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut bisa terlihat didalam perilaku atau BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Sosial di Pedesaan Setiap individu atau masyarakat tentunya mengalami suatu perubahan. Lambat atau cepat perubahan itu terjadi tergantung kepada banyaknya faktor di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup penting keberadaannya di Indonesia. Sektor inilah yang mampu menyediakan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, sehingga

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kehidupan Masyarakat Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun bahasa sehari-hari adalah masyarakat.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan, dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya sebagian besar bergantung pada sektor pertanian. Sektor pertanian yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Alokasi waktu penelitian tentang tradisi masyarakat muslim dalam membagi harta warisan secara kekeluargaan di kecamatan Jekan

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI. Oleh: Catur Dewi Saputri

RINGKASAN SKRIPSI. Oleh: Catur Dewi Saputri PERUBAHAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT PENAMBANG PASIR PASCA ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 DI DUSUN KOJOR, KELURAHAN BOJONG, KECAMATAN MUNGKID, KABUPATEN MAGELANG RINGKASAN SKRIPSI Oleh: Catur Dewi Saputri 08413241007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan WAWASAN SOSIAL BUDAYA Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan Disusun Oleh : Nur Fazheera Al Gadri (D0217023) Hendra Lesmana (D0217515) Asmirah (D0217024) Abdillah Resky Amiruddin (D0217514) FAKULTAS TEKNIK PRODI

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani Identitas petani merupakan suatu tanda pengenal yang dimiliki petani untuk dapat diketahui latar belakangnya. Identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan telah ada sejak ratusan bahkan ribuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tlogowungu Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Peneliti melakukan

BAB III METODE PENELITIAN. Tlogowungu Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Peneliti melakukan BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Suwatu Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Peneliti melakukan penelitian di tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat Tumbuhan obat adalah semua spesies tumbuhan baik yang sudah ataupun belum dibudidayakan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat (Hamid et al. 1991). Tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era teknologi tinggi, penggunaan alat-alat pertanian dengan mesin-mesin

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era teknologi tinggi, penggunaan alat-alat pertanian dengan mesin-mesin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki era teknologi tinggi, penggunaan alat-alat pertanian dengan mesin-mesin modern membantu percepatan proses pengolahan produksi pertanian. Modernisasi

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. sifat-sifat bumi, menganalisa gejala-gejala alam dan penduduk, serta mempelajari corak khas

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. sifat-sifat bumi, menganalisa gejala-gejala alam dan penduduk, serta mempelajari corak khas II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah merupakan ilmu pengetahuan yang mencitrakan (to describe), menerangkan sifat-sifat bumi, menganalisa gejala-gejala

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting karena Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting karena Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting karena Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar rakyatnya hidup dari mengolah tanah untuk mencukupi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Semua data yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti selama melakukan penelitian akan disajikan pada bab ini. Data tersebut merupakan data tentang partisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK REVOLUSI HIJAU TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL, BUDAYA DAN EKONOMI MASYARAKAT SUKAWENING-GARUT

BAB V DAMPAK REVOLUSI HIJAU TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL, BUDAYA DAN EKONOMI MASYARAKAT SUKAWENING-GARUT BAB V DAMPAK REVOLUSI HIJAU TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL, BUDAYA DAN EKONOMI MASYARAKAT SUKAWENING-GARUT 1970-1990 Pada bab lima ini, penulis menganalisis bagaimana dampak dari program Revolusi Hijau terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara ikut serta dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. negara ikut serta dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan banyaknya pulau tersebut Indonesia memiliki beragam budaya yang sangat banyak sekali. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gotong royong merupakan salah satu budaya yang mencerminkan kepribadian luhur bangsa Indonesia yang keberadaannya meluas di seluruh wilayah Indonesia, meskipun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan pedesaan yang kehidupan

I. PENDAHULUAN. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan pedesaan yang kehidupan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan pedesaan yang kehidupan masyarakatnya masih bergantung pada kepemilikan lahan. Warga pedesaan kebanyakan masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Bersama Membangun Solidaritas Untuk Bertahan Hidup

BAB V PENUTUP. 1. Bersama Membangun Solidaritas Untuk Bertahan Hidup BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian tentang kelompok mina mawar sebagai bentuk kemandirian sosial masyarakat pasca erupsi merapi, maka dapat kita simpulkan bahwa upaya untuk pemulihan kondisi

Lebih terperinci

BAGI HASIL DAN SEWO MANGSAN (Studi Kasus Petani di Desa Jagoan Kecamatn Sambi Kabupaten Boyolali Tahun 2011) NASKAH PUBLIKASI

BAGI HASIL DAN SEWO MANGSAN (Studi Kasus Petani di Desa Jagoan Kecamatn Sambi Kabupaten Boyolali Tahun 2011) NASKAH PUBLIKASI BAGI HASIL DAN SEWO MANGSAN (Studi Kasus Petani di Desa Jagoan Kecamatn Sambi Kabupaten Boyolali Tahun 2011) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi.

BAB III METODE PENELITIAN. Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi. 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Dalam Penelitian ini peneliti mengambil lokasi penelitian di Desa Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi. Pemilihan tempat ini karena masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PEMBAYARAN ZAKAT PERTANIAN MENUNGGU HASIL PANEN KEDUA DI DESA TANGGUNGHARJO KECAMATAN GROBOGAN KABUPATEN GROBOGAN

BAB III DESKRIPSI PEMBAYARAN ZAKAT PERTANIAN MENUNGGU HASIL PANEN KEDUA DI DESA TANGGUNGHARJO KECAMATAN GROBOGAN KABUPATEN GROBOGAN BAB III DESKRIPSI PEMBAYARAN ZAKAT PERTANIAN MENUNGGU HASIL PANEN KEDUA DI DESA TANGGUNGHARJO KECAMATAN GROBOGAN KABUPATEN GROBOGAN A. Profil Desa Tanggungharjo Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan Desa

Lebih terperinci

BAB III KERJASAMA PERTANIAN DI DESA PADEMONEGORO

BAB III KERJASAMA PERTANIAN DI DESA PADEMONEGORO BAB III KERJASAMA PERTANIAN DI DESA PADEMONEGORO A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Letak Daerah Situasi dan kondisi suatu daerah akan sangat mempengaruhi segala aktifitas yang ada di daerah tersebut

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN 6.1. Strategi Nafkah Sebelum Konversi Lahan Strategi nafkah suatu rumahtangga dibangun dengan mengkombinasikan aset-aset

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. tanaman non-pangan serta digunakan untuk memelihara ternak maupun ikan,

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. tanaman non-pangan serta digunakan untuk memelihara ternak maupun ikan, II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan pustaka 1. Bentuk-bentuk pertanian Menurut Suratiyah (2006), pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data sosial ekonomi September 2013 sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. data sosial ekonomi September 2013 sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris karena secara geografis daerah Indonesia sangat mendukung untuk bertani. Sebagai negara agraris menjadikan sektor pertanian sangat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan 1 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan memperhatikan tiap-tiap gejala

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 56 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Adapun pengertian dari metodologi adalah proses, prinsip dan prosedur yang digunakan untuk mendekati permasalahan dan mencari jawaban, dengan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan yang memiliki beberapa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan yang memiliki beberapa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan yang memiliki beberapa pulau-pulau besar, yang salah satunya adalah Pulau Jawa yang merupakan pulau besar yang ada di Indonesia,

Lebih terperinci

ETOS KERJA PETANI. (Studi DiDesa Sukamaju Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo) SUMIATI PAKAYA DR. RAUF A HATU M.SI

ETOS KERJA PETANI. (Studi DiDesa Sukamaju Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo) SUMIATI PAKAYA DR. RAUF A HATU M.SI ETOS KERJA PETANI (Studi DiDesa Sukamaju Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo) SUMIATI PAKAYA DR. RAUF A HATU M.SI YOWAN TAMU S.Ag MA PROGRAM STUDI SI SOSIOLOGI ABSTRAK SUMIATI PAKAYA. 281 409 106. Etos

Lebih terperinci

BAB III TRANSAKSI UTANG PINTALAN DI DESA BUDUGSIDOREJO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG

BAB III TRANSAKSI UTANG PINTALAN DI DESA BUDUGSIDOREJO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG 35 BAB III TRANSAKSI UTANG PINTALAN DI DESA BUDUGSIDOREJO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG A. Monografi dan Demografi Desa Budugsidorejo Kecamatan Sumobito kabupaten Jombang 1. Keadaan Monografi Desa

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Pada umumnya mata

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Pada umumnya mata BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Karo merupakan masyarakat pedesaan yang sejak dahulu mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Pada umumnya mata pencaharian utama masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, memiliki berbagai suku, ras, bahasa dan kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang. Adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kesadaran masyarakat untuk melakukan gotong royong sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kesadaran masyarakat untuk melakukan gotong royong sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, kesadaran masyarakat untuk melakukan gotong royong sangat kurang. Hal ini dapat dilihat dari keadaan lingkungan yang mulai tidak terjaga kebersihannya.

Lebih terperinci

BUDAYA SAMBATAN DI ERA MODERNISASI (Study Kasus Di Desa Gumukrejo, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali)

BUDAYA SAMBATAN DI ERA MODERNISASI (Study Kasus Di Desa Gumukrejo, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali) BUDAYA SAMBATAN DI ERA MODERNISASI (Study Kasus Di Desa Gumukrejo, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali) Sri Maryani Pendidikan Sosiologi Antropologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2005, hal , hal , hal Moh.Saefulloh, Fiqih Islam Lengkap, Surabaya:Terbit Terang,

BAB I PENDAHULUAN. 2005, hal , hal , hal Moh.Saefulloh, Fiqih Islam Lengkap, Surabaya:Terbit Terang, BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Skripsi ini berjudul Perspektif Hukum Islam Terhadap Pembayaran Upah Buruh Tani Setelah Panen (Studi pada Masyarakat Desa Tanjung Anom, Kecamatan Ambarawa Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN A. Deskripsi Umum tentang Desa Kepudibener 1. Letak Geografis Desa Kepudibener merupakan satu desa yang

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu BAB I Pendahuluan I. Latar Belakang Tesis ini menjelaskan tentang perubahan identitas kultur yang terkandung dalam Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu Negeri

Lebih terperinci

PANTANGAN PERNIKAHAN ADAT JAWA DALAM PERSPEKTIF TOKOH MASYARAKAT. (Studi Kasus Desa Ketangirejo Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI

PANTANGAN PERNIKAHAN ADAT JAWA DALAM PERSPEKTIF TOKOH MASYARAKAT. (Studi Kasus Desa Ketangirejo Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI 1 PANTANGAN PERNIKAHAN ADAT JAWA DALAM PERSPEKTIF TOKOH MASYARAKAT (Studi Kasus Desa Ketangirejo Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 65 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu akan mendeskripsikan permasalahan dan fokus penelitian. Metode kualitatif adalah langkah-langkah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kelompok sosial pengrajin gerabah di Desa Melikan bisa dikategorikan sebagai Paguyuban. Pengrajin di Desa Melikan sendiri berdasarkan ciri-ciri dan kriterianya

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG

BAB III PRAKTEK TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG BAB III PRAKTEK TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG A. Gambaran Umum tentang Lokasi Penelitian Pasar Ikan di Kec. Ketapang ini merupakan salah satu pasar yang berada di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1992:78). Dalam pengertian lain industrialisasi merupakan transformasi proses

BAB I PENDAHULUAN. 1992:78). Dalam pengertian lain industrialisasi merupakan transformasi proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industrialisasi adalah proses segala hal yang berkaitan dengan teknologi, ekonomi, perusahaan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya (SR. Parker, 1992:78).

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani responden pada penelitian ini adalah petani yang berjumlah 71 orang yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang petani

Lebih terperinci

SOSIALISASI KEMANDIRIAN KERJA ANAK PETANI MISKIN ( STUDI KASUS: KELUARGA PETANI MISKIN DI NAGARI TALU KECAMATAN TALAMAU KABUPATEN PASAMAN BARAT )

SOSIALISASI KEMANDIRIAN KERJA ANAK PETANI MISKIN ( STUDI KASUS: KELUARGA PETANI MISKIN DI NAGARI TALU KECAMATAN TALAMAU KABUPATEN PASAMAN BARAT ) SOSIALISASI KEMANDIRIAN KERJA ANAK PETANI MISKIN ( STUDI KASUS: KELUARGA PETANI MISKIN DI NAGARI TALU KECAMATAN TALAMAU KABUPATEN PASAMAN BARAT ) Dewifebrina 1 Dra. Fachrina,M.Si 2 Erningsih,S.Sos 3 Program

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alokasi waktu dalam penelitian ini berlangsung selama 2 bulan sejak

BAB III METODE PENELITIAN. Alokasi waktu dalam penelitian ini berlangsung selama 2 bulan sejak 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Alokasi waktu dalam penelitian ini berlangsung selama 2 bulan sejak dikeluarkannya surat ijin penelitian oleh STAIN Palangka

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani dan didukung

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai Derajat Sarjana S-1 Progran Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai Derajat Sarjana S-1 Progran Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan LATAR BELAKANG UPAYA SERTA PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR (Studi Kasus di Kelurahan Purwoharjo Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. terkena pembangunan Waduk Sermo. Pembangunan Waduk Sermo yang di

BAB V PENUTUP. terkena pembangunan Waduk Sermo. Pembangunan Waduk Sermo yang di 95 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dusun Sremo merupakan salah satu dusun yang wilayahnya banyak terkena pembangunan Waduk Sermo. Pembangunan Waduk Sermo yang di bangun tahun 1994 sampai 1996 merupakan program

Lebih terperinci

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 39 BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 5.1 Penguasaan Lahan Pertanian Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Partisipasi menurut Sumarto (dalam Safira 2004:17) adalah proses ketika warga

TINJAUAN PUSTAKA. Partisipasi menurut Sumarto (dalam Safira 2004:17) adalah proses ketika warga 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Partisipasi Perempuan 1. Pengertian Partisipasi Partisipasi menurut Sumarto (dalam Safira 2004:17) adalah proses ketika warga sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi,

Lebih terperinci

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh : PERKAWINAN ADAT (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci