BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN A. Tinjauan Pustaka 1. Sistem a. Pengertian Sistem Sebelum penulis menjelaskan mengenai sistem pengawasan, penulis akan menjelaskan mengenai pengertian sistem dan pengawasan terlebih dahulu untuk mempermudah pemahaman mengenai hal tersebut. Dalam hal ini terdapat beberapa pengertian menurut para ahli antara lain sebagai berikut: Menurut Abdul R. Rahman dalam bukunya yang berjudul Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus (2005:3-4) menyatakan bahwa: Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berinteraksi, bagian-bagian tersebut memiliki fungsi masing-masing dan merupakan suatu kesatuan yang utuh serta adanya sesuatu yang membatasi lingkungan internal dengan lingkungan eksternalnya. Menurut Ida Nuraida dalam bukunya yang berjudul Manajemen Administrasi Perkantoran (2008:28) menyatakan bahwa: Sistem adalah kumpulan komponen dimana masing-masing komponen memiliki fungsi yang saling berinteraksi dan saling tergantung serta memiliki satu kesatuan yang utuh untuk bekerja mencapai tujuan tertentu. Jogianto dalam buku H.A.Rusdiana dan Moch. Irfan, yang berjudul Sistem Informasi Manajemen (2014: 29) menyatakan bahwa: Sistem adalah kumpulan dari elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sistem ini menggambarkan suatu kejadian dan kesatuan yang nyata, seperti tempat, benda, serta orangorang yang ada dan terjadi.

2 Menurut Indrajit dalam buku H.A.Rusdiana, M.M. dan Moch. Irfan, yang berjudul Sistem Informasi Manajemen (2014: 29) mengemukakan bahwa sistem mengandung arti kumpulan dari komponen yang dimiliki unsur keterkaitan antara satu dengan lainnya. Mulyadi menulis dalam bukunya, Sistem Akuntansi (2001: 2) sebagai berikut: sistem pada dasarnya adalah sekelompok unsur yang erat berhubungan satu dengan lainnya, yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. Dari definisi tersebut dapat dirinci lebih lanjut pengertian umum mengenai sistem adalah sebagai berikut: a. Setiap sistem Terdiri dari Unsur-unsur. b. Unsur-unsur tersebut merupakan bagian terpadu sistem yang bersangkutan. c. Unsur sistem tersebut bekerja sama untuk mencapai tujuan sistem. d. Suatu sistem merupakan bagian dari sistem yang lain yang lebih besar. Dari beberapa pengertian tentang sistem menurut para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa sistem adalah kumpulan komponen yang terdiri dari masukan, proses, dan keluaran yang saling berinteraksi dan memiliki fungsi masing-masing untuk mencapai tujuan tertentu dan dibuat untuk menangani sesuatu yang berulangkali atau secara rutin terjadi. b. Unsur sistem Sebuah sistem terdiri dari bagian-bagian saling berkaitan yang beroperasi bersama untuk mencapai beberapa sasaran atau maksud. Berarti, sebuah sistem bukanlah seperangkat unsur yang tersusun secara tak teratur, tetapi terdiri dari unsur yang dapat dikenal sebagai saling melengkapi karena satunya maksud, tujuan, atau sasaran. Menurut Laudon dan Odgers dalam buku Badri Munir Sukoco yang berjudul Manajemen Administrasi Perkantoran Modern (2007:

3 32-33) secara umum, sebuah sistem yang ideal memiliki unsur sebagai berikut: 1) Input, aliran sistem dimulai oleh input dari beberapa jenis sumber daya. Didalam area kerja, jenis input yang biasa dijumpai adalah data, informasi, dan material yang diperoleh baik dari dalam maupun luar organisasi. Tentunya kelancaran aliran input ini akan ditunjang oleh keterampilan dan pengetahuan karyawan, serta peralatan kantor yang memadai guna menjalankan metode dan prosedur dalam sistem. Dalam beberapa instansi, output dari satu sistem menjadi input untuk sistem yang lainnya. 2) Processing, perubahan dari input menjadi output yang diinginkan dilakukan pada saat pemrosesan yang melibatkan metode dan prosedur dalam sistem. Biasanya aktivitas ini akan secara otomatis mengklasifikasikan, mengonversikan, menganalisis, serta memperoleh kembali data atau informasi yang dibutuhkan. 3) Output. Setelah melalui pemrosesan, input akan menjadi output, berupa informasi pada sebuah kertas atau dokumen yang tersimpan secara elektronik. Output ini akan didistribusikan kepada bagian atau pegawai yang membutuhkan. Untuk itu, kualitas output mempunyai dampak yang signifikan terhadap kinerja bagian yang berkaitan, karena bisa jadi output pada suatu subsistem (departemen atau bagian) tertentu merupakan input dari sistem (departemen atau bagian) yang lain. 4) Feedback. Pemberian umpan balik mutlak diperlukan oleh sebuah sistem, karena hal itu akan membantu organisasi untuk mengevaluasi dan memperbaiki sistem yang ada sekarang menjadi lebih baik. 5) Pengawasan. Seperti halnya elemen sistem yang lain pengawasan juga memiliki dimensi internal dan eksternal. Dimensi internal tersebut adalah kebijakan perusahaan dan prosedur sistem yang harus ditaati. Dimensi eksternal melibatkan negara, peraturan

4 pemerintah, dan regulasi yang berdampak pada kebijakan sistem begitu juga etika, dan pertimbangan moral. Dapat disimpulkan bahwa keberadaan tiap unsur tersebut diatas sangatlah penting, karena masing-masing memainkan peranan yang penting dalam menjalankan sistem. 2. Pengawasan a. Pengertian Setelah menjelaskan mengenai sistem, penulis akan menjelaskan mengenai pengawasan. Didalam sebuah instansi pemerintahan yang memiliki tugas pokok melayani masyarakat dibidang perlindungan konsumen tentunya harus melakukan kegiatan terkait upaya perlindungan konsumen. Kegiatan yang dilakukan dalam perlindungan konsumen salah satunya adalah pengawasan barang beredar. dari kata: Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengawasan berasal awas yang artinya mampu melihat dengan normal, dapat melihat dengan baik-baik, tajam tiliknya, mampu menilik segala sesuatu yang rahasia, memperhatikan baik-baik, waspada, hati-hati. Kemudian imbuhan pen- pada awal kalimat dan mendapat akhiran an menjadi pengawasan yang artinya penilikan dan penjagaan. Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M- DAG/PER/5/2009 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang pasal 1 ayat 21 menyebutkan bahwa: Pengawasan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh petugas pengawas untuk memastikan kesesuaian barang dalam memenuhi standar mutu produksi barang, pencantuman label, klausa baku, cara menjual, pengiklanan, pelayanan purna jual, dan kebenaran peruntukkan distribusinya. Menurut Usman Effendi dalam bukunya yang berjudul Asas Manajemen (2014: 205) mengatakan bahwa:

5 Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang paling essensial, sebaik apapun pekerjaan yang dilaksanakan tanpa adanya pengawasan tidak dapat dikatakan berhasil. Pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan, mengoreksi penyimpangan-penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan. Menurut Moekijat (1991: ), sesungguhnya jarang sekali sesuatu itu berjalan sesuai dengan rencana. Penyimpanganpenyimpangan dari rencana disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar penguasaan manajemen, seperti kesalahan dalam perkiraan dan kesalahan yang dilakukan oleh orang bawahan. Dalam kebanyakan sistem sesuatu itu selalu berjalan salah, jadi memerlukan kegiatan pengawasan. Pengawasan adalah suatu proses yang terdiri atas tiga langkah penting, yakni : 1) Mengukur keluaran-keluaran sistem. 2) Membandingkan keluaran-keluaran ini dengan rencana, dan menentukan penyimpangan, apabila ada. 3) Membetulkan penyimpangan-penyimpangan yang tidak menguntungkan dengan melakukan tindakan pembetulan. Tugas pengawasan menjamin agar tujuan dapat dicapai. Untuk mengukur keseluruhan keberhasilan sistem dalam mencapai tujuannya, kita berhubungan dengan parameter keluaran yang menunjukan titik pusat pengawasan. Untuk menggunakan parameter ini sebagai titik pengawasan diadakan tiga unsur pengawasan sebagai berikut : 1) Penentuan keluaran standar, yakni hasil yang diinginkan atau tujuan sistem. 2) Perancangan dan pelaksanaan suatu sensor yang mengumpulkan data yang berhubungan dengan keluaran, mengukur dan menilai hasil keluaran, dan menyampaikan informasi yang dihasilkan kepada manajemen.

6 3) Pengerjaan seorang manajer atau suatu mekanisme yang mengambil tindakan korektif, informasi akan menunjukan kebutuhan akan tindakan demikian. Dari beberapa pengertian pengawasan yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengawasan adalah aktivitas untuk menemukan penyimpangan serta mengoreksi dan memperbaikinya untuk mencapai tujuan yang diharapkan organisasi.. Dengan demikian, sistem pengawasan merupakan kumpulan unsur yang terdiri dari masukan, proses, keluaran, umpan balik, pengawasan yang saling berinteraksi dan memiliki fungsi masingmasing dalam aktivitas untuk menemukan dan mengoreksi penyimpangan untuk mencapai tujuan yang diharapkan organisasi. b. Metode Pengawasan Usman Effendi (2014:207), dalam pengawasan langsung dapat dilakukan dengan peninjauan pribadi yaitu inspeksi dengan jalan meninjau secara pribadi sehingga dapat dilihat sendiri pelaksanaan pekerjaan. Pengawasan langsung dapat berupa: inspeksi langsung, pengamatan langsung ditempat, dan membuat laporan ditempat. Menurut Siagian dalam buku Usman Effendi yang berjudul Asas Manajemen (2014: 208), yang dimaksud pengawasan tidak langsung ialah pengawasan dari jarak jauh. Pengawasan ini dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Bentuk pengawasan seperti ini dapat berupa: 1) Laporan secara lisan: pengawasan dilakukan dengan mengumpulkan fakta-fakta melalui laporan lisan yang diberikan para bawahan. 2) Laporan tertulis: merupakan suatu pertanggungjawaban bawahan kepada atasannya mengenai pekerjaan yang dilaksanakannya, sesuai dengan instruksi dan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.

7 3) Laporan khusus: selain laporan lisan dan tertulis, menurut Manullang (dalam Usman Effendi, 2014: 209), pengawasan masih mempunyai satu teknik lagi yaitu pengawasan melalui pelaporan kepada hal-hal yang bersifat khusus. Pengawasan yang berdasarkan pengecualian (control by expection) adalah suatu sistem pengawasan dimana pengawas ditujukan kepada masalah pengecualian. Jadi pengawasan hanya dilakukan bila diterima laporan yang menunjukan adanya peristiwa-peristiwa yang istimewa. Pengawasan tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila hanya bergantung kepada laporan saja dan akan lebih efektif apabila pemimpin kegiatan pengawasan menggabungkan teknik pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung dalam melakukan fungsi pengawasan itu. Dengan teknik-teknik yang telah diajarkan diatas diharapkan pelaksanaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien, sehingga dalam melakukan pengawasan juga lebih mudah. Dari hasil pengawasan dapat dijadikan evaluasi atau acuan untuk pengambilan kebijakan berikutnya. 3. Standar Barang Beredar Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M- DAG/PER/5/2009 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/ atau Jasa pasal 1 ayat 11: Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Pengertian barang menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/5/2009 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/ atau Jasa pasal 1 ayat 1 mengatakan:

8 barang adalah setiap benda baik yang berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Pengertian barang beredar menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/5/2009 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/ atau Jasa pasal 1 ayat 3 adalah barang dan/ atau jasa yang beredar dipasar adalah barang dan/ atau jasa yang ditujukan untuk ditawarkan, dipromosikan, diiklankan, diperdagangkan dipasar tradisional, pusat perbelanjaan, toko modern dan/ atau pengecer lainnya, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen termasuk yang disimpan di dalam gudang atau tempat penyimpanan lainnya yang berada di wilayah Republik Indonesia, baik yang berasal dari produksi dalam negeri maupun impor. Sedangkan pasar Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/5/2009 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/ atau Jasa pasal 1 ayat 8 mengatakan bahwa: pasar adalah tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk Adapun beberapa parameter yang digunakan untuk melakukan pengawasan barang beredar oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan antara lain sebagai berikut: a. Label Menurut PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan. Label adalah setiap keterangan mengenai barang yang berbentuk gambar, tulisan, atau kombinasi keduanya atau bentuk lain yang memuat informasi tentang barang dan keterangan pelaku usaha serta informasi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang disertakan pada produk, dimasukkan ke dalam, ditempatkan pada, atau merupakan bagian kemasan barang. Setiap orang yang memproduksi atau menghasilkan pangan yang dikemas

9 kedalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan Label pada kemasan pangan. Pencantuman Label dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta terletak pada bagian kemasan yang mudah dilihat dan dibaca. Label berisikan keterangan mengenai pangan yang bersangkutan. Keterangan tersebut, sekurangkurangnya berisikan sebagai berikut: 1) Nama produk. Nama produk harus menunjukan sifat atau keadaan yang sebenarnya. Penggunaan nama produk tertentu yang sudah terdapat dalam Standar Nasional Indonesia, dapat diberlakukan wajib dengan keputusan Menteri Teknis. Penggunaan nama selain yang termasuk Standar Nasional Indonesia harus menggunakan nama yang lazim atau umum dengan tidak menyesatkan konsumen. 2) Daftar bahan yang digunakan. Keterangan bahan yang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi dicantumkan pada Label sebagai daftar bahan secara berurutan dimulai dari bagian yang terbanyak. 3) Berat bersih atau isi bersih. Berat besih atau isi bersih harus dicantumkan dalam satuan metrik: a) Dengan ukuran isi untuk produk cair b) Dengan ukuran berat untuk produk padat c) Dengan ukuran isi atau berat untuk produk semi padat atau kental. 4) Nama dan alamat yang yang memproduksi atau memasukan kedalam wilayah Indonesia. Nama dan alamat pihak yang memproduksi, wajib dicantumkan pada Label. Apabila barang berasal dari luar negeri yang dimasukan ke dalam wilayah Indonesia, selain keterangan nama dan alamat pihak yang memproduksi, pada label wajib pula

10 dicantumkan nama dan alamat pihak yang memasukan barang kedalam wilayah Indonesia. 5) Tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa. Pencantuman tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa dilakukan setelah pencantuman tulisan baik digunakan sebelum sesuai dengan jenis dan data tahan produk yang bersangkutan. b. Kemasan Penetapan standar kemasan diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Kemasan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. Kemasan berfungsi untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan, melindungi dari kotoran, dan membebaskan pangan dari jasad renik patogen. Barang yang tidak diperbolehkan diperjualbelikan terkait kemasan adalah sebagai berikut: 1) Dilarang menggunakan bahan apapun sebagai kemasan yang dapat melepaskan cemaran yang membahayakan kesehatan manusia. 2) Pengemasan pangan yang diedarkan dilakukan tata cara yang dapat menghindarkan terjadinya kerusakan dan/ atau pencemaran. 3) Setiap orang dilarang membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan. 4. Perlindungan Konsumen a. Pengertian Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris- Amerika), atau consument (Belanda) yang artinya pihak pemakai barang dan jasa. Pengertian dari consumer atau consument tersebut tergantung dalam posisi mana istilah tersebut digunakan. Secara harfiah arti kata consumer itu adalah setiap orang yang menggunakan barang (lawan dari produsen). (Kelik Wardiono, 2014: 8)

11 Konsumen menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/5/2009 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/ atau Jasa adalah Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan adalah Sedangkan Perlindungan Konsumen menurut UU. No. 8 Tahun Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Dikarenakan posisi konsumen yang lemah maka harus dilindungi oleh hukum. Upaya perlindungan konsumen yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar dilakukan salah satunya dengan mengadakan kegiatan pengawasan barang beredar. Dengan melakukan pengawasan barang beredar diharapkan mampu untuk mengurangi dampak negatif yang mungkin dialami oleh konsumen karena peredaran suatu barang. Hal ini sesuai dengan tujuan diadakannya upaya perlindungan konsumen. b. Tujuan Perlindungan Konsumen Tujuan perlindungan konsumen menurut Undang Undang RI Nomor 8 Tahun 1999, tanggal 1 April 1999 yang tercantum dalam pasal 3 adalah: 1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

12 2) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/ atau jasa; 3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak haknya sebagai konsumen; 4) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapat informasi; 5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; 6) Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen. c. Hak dan Kewajiban Didalam Undang-undang perlindungan konsumen Bab III pasal 4-7 telah dirumuskan apa yang menjadi hak dan kewajiban, yang ditujukan baik kepada konsumen maupun pelaku usaha. Berikut adalah hak dan kewajiban: 1) Hak Konsumen a) Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa. b) Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkannya sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan c) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa. d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan

13 e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. f) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. g) Hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian, apabila barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. h) Hak hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang undangan lainnya. 2) Kewajiban Konsumen a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/ atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa. c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. d. Jenis Perlindungan Konsumen Perlindungan Konsumen yang dilakukan oleh aparatur negara tingkat Kabupaten/ Kota yang dalam hal ini adalah Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar adalah kegiatan sebagai berikut : 1) Pembinaan Pembinaan terhadap penyelenggaraan pengawasan barang beredar sebagai salah satu upaya perlindungan konsumen oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu aspek struktural yang dibutuhkan untuk menjamin agar apa yang dicita-citakan oleh pembentuk Undang-Undang perlindungan konsumen dapat tercapai. Melalui pembinaan ini, diharapkan berbagai aspek yang

14 dipandang dapat menghambat pencapaian tujuan diberlakukannya Undang-Undang dapat teratasi, selain itu dengan adanya pembinaan ini diharapkan akan terjadi percepatan dalam upayaupaya pemberian perlindungan terhadap konsumen. Adapun pembinaan yang dilakukan pemerintah sebagai berikut: a) Pemerintah bertanggungjawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta, dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. b) Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen dilaksanakan oleh Menteri atau Menteri Teknis terkait. c) Menteri sebagaimana dimaksud adalah penyelenggara perlindungan konsumen. d) Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen meliputi upaya untuk : (1) Terciptanya iklim usaha dan timbulnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen. (2) Berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. (3) Meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen diatur dengan peraturan pemerintah. 2) Pengawasan Selain melalui pembinaan, upaya-upaya untuk melindungi konsumen dapat pula dilakukan melalui aktivitas pengawasan. Pengawasan ini dilakukan oleh pemerintah teknis terkait, masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya

15 masyarakat. Maksud dilaksanakannya pengawasan adalah agar terlaksananya penyelenggaraan perlindungan konsumen melalui pengawasan barang dan jasa yang beredar secara efisien, efektif, dan dapat dipertanggung jawabkan. Adapun pengawasan yang dilakukan pemerintah teknis terkait yaitu sebagai berikut: a) Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. b) Pengawasan oleh pemerintah dilaksanakan oleh Menteri dan/ atau Menteri Teknis terkait. c) Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/ atau jasa yang beredar dipasar. d) Apabila hasil pengawasan ternyata menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen. Menteri dan/ atau Menteri Teknis mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. e) Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada Menteri dan Menteri Teknis. Sedangkan yang menjadi tujuan dari pengawasan adalah: a) Melindungi konsumen terhadap akses negatif pemakaian barang dan jasa yang berasal dari barang dan jasa yang beredar di pasar yang tidak memenuhi persyaratan aspek keamanan, keselamatan, kesehatan. b) Menumbuhkan kesadaran masyarakat sebagai konsumen akan hak dan kewajibannya dalam memperoleh barang dan jasa jasa yang beredar di pasar.

16 c) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha agar bersifat jujur, tangguh, dan bertanggung jawab sesuai dengan hak dan kewajibannya. d) Mendorong menciptakan iklim usaha yang sehat. 5. Sistem Pengawasan Barang Beredar Pengawasan oleh pemerintah merupakan pengawasan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah daerah yaitu pemerintah daerah propinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Pemerintah propinsi dalam hal ini berfungsi mengkoordinasikan daerah kabupaten/kota di wilayahnya. Bupati/ walikota dalam melaksanakan pengawasan dilimpahkan kepada Kepala Unit Kerja yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan. Untuk pengawasan terhadap barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Pengawasan barang dan jasa oleh Ditjen PDN cq. Direktur yang bertanggungjawab di bidang pengawasan barang dan jasa, bupati/ walikota dilakukan secara berkala maupun khusus. Apabila diperlukan dapat ditinjak lanjuti dengan survei, penelitian dan pengujian. 1) Dalam hal dilakukan pengujian, maka bekerjasama dengan laboratorium yang terakreditasi. 2) Bila ditemui indikasi patut diduga adanya penyimpangan ditindak lanjuti oleh Pelaksana Perlindungan Konsumen b. Pemerintah pusat menyusun pedoman pengawasan terhadap barang dan jasa yang beredar. Dalam hal wilayah Indonesia maka pemerintah pusat dapat melakukan pengawasan baik berkala maupun khusus berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Sedangkan pelaksanaan pengawasan yang dilakukan secara rutin berada di daerah kabupaten/ kota.

17 c. Dalam melakukan pengawasan, mengingat banyaknya barang dan jasa yang beredar di pasar maka untuk menentukan barang dan jasa yang akan diawasi ditetapkan berdasarkan kriteria. Dalam rangka pengawasan barang dan jasa, perlu disusun tata cara pengawasan barang dan jasa. Adapun tata cara pelaksanaan pengawasan barang beredar yaitu sebagai berikut: a. Pengawasan dilakukan secara berkala dan secara khusus. b. Pengawasan berkala dilakukan oleh petugas pengawas barang dan jasa. c. Pengawas barang dan jasa wajib: 1) Mengenakan Tanda Pengenal Pegawai 2) Membawa Surat Tugas Pengawasan. Pengawasan barang beredar oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar dilakukan dalam hal untuk: a. Pemenuhan ketentuan pencantuman label 1) Pengawasan dilakukan dengan pembelian sampel barang dipasar. 2) Melakukan pengamatan kasat mata terhadap keterangan yang tercantum pada label sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3) Memastikan kebenaran antara keterangan yang tercantum pada label dengan keadaan barang 4) Apabila terkait dengan spesifikasi teknis barang, dilakukan pengujian pada laboratorium. 5) Hasil pengujian dan hasil pengamatan disampaikan kepada kepala unit kerja untuk dilakukan evaluasi. b. Pemenuhan ketentuan kemasan 1) Melakukan pengamatan kasat mata terhadap kemasan suatu barang beredar. 2) Memastikan kemasan dalam keadaan baik.

18 6. Tata cara Pengawasan Barang Tata cara pengawasan barang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/5/2009 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/ atau Jasa pasal 21, pelaksanaan pengawasan dilakukan secara berkala dan secara khusus serta pengawasan dilakukan secara terbuka dan diwajibkan: a. Mengenakan tanda pengenal pegawai b. Membawa surat tugas pengawasan dari Kepala Unit Kerja c. Mempersiapkan berita acara hasil pengawasan. Pengawasan berkala terhadap barang beredar dipasar dalam memenuhi ketentuan pencantuman label dilakukan dengan pengecekan label pada kemasan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Pengawasan berkala terhadap barang beredar dipasar dalam memenuhi ketentuan label dilakukan dengan tahapan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/5/2009 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/ atau Jasa pasal 25 sebagai berikut: a. Kesesuaian keterangan label dengan kondisi barang yang sebenarnya. b. Kelengkapan keterangan atau informasi pencantuman label Hasil pengamatan atau pengujian disampaikan kepada Kepala Unit Kerja untuk dilakukan evaluasi. Dalam memastikan kebenaran pengawasan berkala barang beredar, tindakan yang akan dilakukan dalam hasil evaluasi adalah sebagai berikut: a. Label pada barang telah sesuai ketentuan peraturan perundangundangan, Kepala Unit Kerja dapat mempublikasikan kepada masyarakat b. Label dengan kondisi barang yang sebenarnya tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Kepala Unit Kerja: 1) Mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan kepada Instansi teknis pembina terkait

19 2) Meminta penjelasan mengenai barang kepada pelaku usaha yang memperdagangkan barang tersebut. Apabila barang membahayakan keselamatan, keamanan, kesehatan konsumen, dan lingkungan hidup, dapat dipublikasikan dan ditarik dari peredaran. Hasil pengawasan khusus terhadap barang beredar di pasar disampaikan kepada Kepala Unit Kerja dalam bentuk berita acara pengawasan.

20 Berikut adalah kerangka berpikir yang akan dijadikan acuan dalam pembahasan Sistem Pengawasan Barang Beredar Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kab. Karanganyar Bagan 2. 1 Kerangka Alur Kegiatan Pengawasan Pemerintah Kab. Karanganyar Kepala Dinas Kepala Bidang Perdagangan Kepala Seksi Bimbingan Usaha dan Perlindungan Konsumen Dinas Perindu strian, Perdag angan, Kopera si dan Pengawas an Pengawas an Secara Langs Pengawas an Secara LPT d a Pembinaa n Pengawasan Sumber: Data diolah berdasarkan wawancara

21 Adapun penjelasan mengenai bagan diatas yaitu sebagai berikut: 1. Sebagai masukan : a. Pemerintah Kabupaten Karanganyar memberikan dana kepada Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar untuk digunakan dalam kegiatan pengawasan barang beredar terkait perlindungan konsumen. b. Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar memberikan perintah kepada Kepala Bidang Perdagangan untuk melakukan koordinasi dengan kepala seksi bimbingan usaha perdagangan dan perlindungan konsumen. 2. Sebagai Proses : a. Kepala seksi bimbingan usaha perdagangan dan perlindungan konsumen melakukan persiapan untuk pelaksanaan kegiatan pengawasan barang beredar. Adapun kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu pengawasan dan pembinaan. b. Dalam pengawasan barang beredar ada dua metode yaitu 1) Pengawasan Secara langsung. 2) Pengawasan secara tidak langsung. 3. Sebagai Keluaran : Hasil dari proses pengawasan barang beredar tiap satu kali kegiatan pengawasan yaitu Lembar Pelaksanaan tugas. Hasil akhir dari keseluruhan kegiatan pengawasan barang beredar dalam satu triwulan yaitu Surat Pertanggung Jawaban (SPJ). 4. Selama kegiatan pengawasan barang beredar berlangsung dan setelah seluruh kegiatan selesai. Instansi penyelenggara kegiatan akan dalam pengawasan.

22 B. Metode Pengamatan 1. Jenis Pengamatan Jenis pengamatan yang dilakukan penulis dalam pengamatan ini adalah deskriptif kualitatif. Menurut H. B. Sutopo (2002: 35) dalam deskriptif kualitatif adalah data yang dikumpulkan terutama berupa kata kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih daripada sekedar angka. Peneliti menekankan catatan yang menggambarkan situasi sebenarnya guna mendukung penyajian data. Data yang diperoleh dan dikumpulkan secara sistematis mengenai fakta-fakta yang ada dengan diikuti teori yang mendukung dan dapat dipertanggungjawabkan. Penulisan laporan tugas akhir yang berjudul Sistem Pengawasan Barang Beredar Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Dan UMKM Kabupaten Karanganyar dengan menggunakan teknik observasi berperan pasif. 2. Lokasi Pengamatan Lokasi pengamatan adalah obyek yang dipilih untuk memperoleh data data yang diperlukan sehubungan dengan pelaksanaan pengamatan. Pengamatan ini mengambil lokasi Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kabupaten Karanganyar yang terletak di Jl. K.H. Samanhudi No. 10 Badranasri, Cangakan, Kabupaten Karanganyar. Pada lokasi ini, penulis ditempatkan pada bagian perdagangan sub bagian bimbingan usaha perdagangan dan perlindungan konsumen, dengan pertimbangan sebagai berikut: a. Terdapat permasalahan yang ingin penulis kaji dalam pengamatan ini. b. Penulis mendapatkan ijin untuk melaksanakan kegiatan magang sehingga sebisa mungkin penulis memperoleh data-data yang diperlukan sesuai dengan permasalahan.

23 3. Penentuan Sampel dan Sumber Data Teknik penentuan sampel yang digunakan oleh penulis adalah Purposive Sampling. Menurut H. B. Sutopo (2002: 56), dalam penelitian kualitatif, teknik cuplikan yang diambil lebih bersifat selektif. Peneliti mendasarkan pada landasan teori yang digunakan, keinginantahuan pribadi, karakteristik empiris yang dihadapi, dan sebagainya. Sumber data yang digunakan disini tidak sebagai mewakili populasinya tetapi lebih cenderung mewakili informasinya. Peneliti memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya. Maka dari itu penulis memilih Kepala Seksi Bimbingan Usaha Perdagangan dan Perlindungan Konsumen Bidang Perdagangan sebagai informan yang mengetahui segala sesuatu berkaitan dengan pengawasan barang beredar sebagai upaya perlindungan konsumen secara mendalam. a. Narasumber (informan) Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data manusia (narasumber) sangat penting perannya sebagai individu yang memiliki informasinya. Peneliti dan narasumber disini memiliki posisi yang sama, dan narasumber bukan sekedar memberikan tanggapan pada yang diminta peneliti, tetapi bisa lebih memilih arah dan selera dalam menyajikan informasi yang dimiliki. Karena posisi ini, sumber data yang berupa manusia didalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut sebagai informan daripada sebagai responden (H. B. Sutopo, 2002:50). Data dari informan diperoleh melalui wawancara yang dilakukan selama melaksanakan magang. Informan yang penulis wawancarai adalah Bapak Widji Suparmanto, S.H., M.H, selaku Kepala Seksi Bimbingan Usaha Perdagangan dan Perlindungan Konsumen Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar dan beberapa staff Sub Bidang Bimbingan Usaha Perdagangan dan Perlindungan Konsumen.

24 b. Peristiwa atau aktivitas Data atau informasi juga dapat dikumpulkan dari peristiwa, aktivitas, atau perilaku sebagai sumber data yang berkaitan dengan sasaran penelitiannya. Dalam hal semacam ini, kajian lewat peristiwanya secara langsung tidak bisa dilakukan, kecuali lewat ceritera narasumber, atau dokumen rekaman dan gambar bila ada (H.B. Sutopo, 2002: 51-52). Peristiwa atau aktivitas yang dilakukan oleh penulis dalam pelaksanaan magang di Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar tidak berkaitan dengan pengawasan barang beredar karena anggaran untuk kegiatan tersebut belum dialokasikan dari pemerintah kabupaten Karanganyar. c. Dokumen dan arsip Dokumen dan arsip merupakan bahan tertulis yang bergayutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu (H. B. Sutopo, 2002: 54). Dalam pengamatan ini, informasi diperoleh dari arsip yang berhubungan dengan kegiatan pengawasan barang beredar sebagai salah satu upaya perlindungan konsumen oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kabupaten Karanganyar. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pengamatan yang dilakukan dibidang perdagangan Sub Bidang Bimbingan Usaha Perdagangan Dan Perlindungan Konsumen Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Kabupaten Karanganyar, antara lain: a. Wawancara Wawancara adalah proses memperoleh informasi dengan cara melakukan tanya jawab dengan bertatap muka secara langsung antara narasumber dengan pewawancara. Narasumber yang penulis pilih

25 untuk mewakili informasi yang dibutuhkan adalah Kepala Seksi Bimbingan Usaha Perdagangan dan Perlindungan Konsumen Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar. Dalam pengamatan ini, metode wawancara terstruktur digunakan sebagai pengumpulan data. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen pengamatan berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah dipersiapkan. Penulis mengajukan pertanyaan secara lisan dengan pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam pengamatan ini, khususnya pada Kepala Seksi Bimbingan Usaha Perdagangan dan Perlindungan Konsumen beserta staff. b. Observasi Penulis menggunakan observasi berperan pasif, dalam observasi ini peneliti hanya mendatangi lokasi, tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun selain sebagai pengamat pasif, namun hadir dalam konteksnya (H.B.Sutopo, 2002: 66). Karena ketika penulis melaksanakan magang di Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar, kegiatan pengawasan barang beredar sedang tidak berlangsung namun hanya melakukan wawancara dengan narasumber dan menggali informasi lain melalui arsip. c. Dokumentasi Teknik pengumpulan data dengan cara dokumentasi ini dilakukan dengan jalan membaca dan mempelajari data-data dari dokumen, arsip, laporan dan literature yang berhubungan dengan materi pengamatan yaitu sistem pengawasan barang beredar terkait upaya perlindungan konsumen oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar.

26 Untuk memperoleh data yang relevan, penulis juga mempelajari dokumen-dokumen dan arsip yang berkaitan dengan pengawasan barang beredar yang disimpan didalam lemari arsip. 5. Teknik Analisis Data Pengamatan mengenai Sistem Pengawasan Barang Beredar Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar menggunakan analisis data secara deskriptif. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya. Analisis data merupakan suatu kegiatan meringkas atau menyingkat data supaya mudah dipahami, sehingga data tersebut dimanfaatkan untuk mencapai tujuan dari pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis di lokasi pengamatan. Dengan demikian analisis data ini dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah berdasarkan pokok permasalahan.

TUGAS AKHIR Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Sebutan Vokasi Ahli Madya (A.Md.) Dalam Bidang Manajemen Administrasi

TUGAS AKHIR Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Sebutan Vokasi Ahli Madya (A.Md.) Dalam Bidang Manajemen Administrasi SISTEM PENGAWASAN BARANG BEREDAR SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN OLEH DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN KARANGANYAR TUGAS AKHIR Disusun Untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/M-DAG/PER/5/2009 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENGAWASAN BARANG DAN/ATAU JASA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal 44 Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat manusia serta pengakuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BOYOLALI NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN ESELON PADA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN KABUPATEN BOYOLALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdaga

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdaga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1519, 2015 KEMENDAG. Label. Pencantuman. Barang. Kewajiban. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73/M-DAG/PER/9/2015 TENTANG KEWAJIBAN

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis Perlindungan Konsumen Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 8 Pengertian & Dasar Hukum Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT) Department of Food Science and Technology Bogor Agricultural University http://itp.fateta.ipb.ac.id COURSE 4: Major national food regulation: Food Act (7/1996) Consumer Protection Act (8/1999) Food Labeling

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 62/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 62/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. 1 PERLINDUNGAN KONSUMEN setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA

Lebih terperinci

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Wahyu Simon Tampubolon, SH, MH Dosen Tetap STIH Labuhanbatu e-mail : Wahyu.tampubolon@yahoo.com ABSTRAK Konsumen

Lebih terperinci

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Perlindungan hukum adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

Lebih terperinci

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT \ PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 1 TAHUN 2014 T... TENTANG PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA YANG DISALAHGUNAKAN

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

BUPATI TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa produk pangan segar asal tumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hak dan Kewajiban Konsumen 1. Pengertian Konsumen Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer itu

Lebih terperinci

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UMKM KABUPATEN KARANGANYAR

BAB III DESKRIPSI DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UMKM KABUPATEN KARANGANYAR BAB III DESKRIPSI DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UMKM KABUPATEN KARANGANYAR A. Sejarah Pembentukan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Dan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Dinas

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH DAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN BARANG BEREDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG,

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN BARANG BEREDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG, SALINAN WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN BARANG BEREDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL 1 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Standar adalah spesifikasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1542, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Pencantuman Label. Barang. Bahasa Indonesia. Kewajiban. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/M-DAG/PER/11/2013

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR HASIL PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 634/MPP/Kep/9/2002

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 634/MPP/Kep/9/2002 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 634/MPP/Kep/9/2002 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENGAWASAN BARANG DAN ATAU JASA YANG BEREDAR DI PASAR MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

Regulasi Pangan di Indonesia

Regulasi Pangan di Indonesia Regulasi Pangan di Indonesia TPPHP Mas ud Effendi Pendahuluan (1) Pangan adalah hak asasi setiap rakyat Indonesia karena pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERDAGANGAN, KOPERASI, USAHA KECIL DAN MENENGAH

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Al-Qishthu Volume 13, Nomor 2 2015 185 ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Pitriani Dosen Jurusan Syari ah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna

Lebih terperinci

PENYEMPURNAAN PERMENDAG NO. 20/M- DAG/PER/5/2009 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN BARANG BEREDAR DAN JASA

PENYEMPURNAAN PERMENDAG NO. 20/M- DAG/PER/5/2009 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN BARANG BEREDAR DAN JASA PENYEMPURNAAN PERMENDAG NO. 20/M- DAG/PER/5/2009 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN BARANG BEREDAR DAN JASA Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PENGADAAN, PEREDARAN, DAN PENGGUNAAN ALAT DAN ATAU MESIN PERTANIAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa alat dan

Lebih terperinci

KONSEP Etika PRODUKSI DAN Lingkungan HIDUP ANDRI HELMI M, SE., MM.

KONSEP Etika PRODUKSI DAN Lingkungan HIDUP ANDRI HELMI M, SE., MM. KONSEP Etika PRODUKSI DAN Lingkungan HIDUP ANDRI HELMI. Pengertian Produksi ETBIS-ANDRI HELMI 1. Produksi yang menghasilkan barang dan jasa baru sehingga dapat menambah jumlah, mengubah bentuk, atau memperbesar

Lebih terperinci

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2017 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanggung jawab dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanggung jawab dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tanggung Jawab Tanggung jawab dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata responsibility atau liability, sedangkan dalam bahasa Belanda, yaitu vereentwoodelijk atau

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang : Standardisasi Nasional Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi, mutu barang,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Konsumen Pengertian konsumen menurut Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen sebelum berlakunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai informasi yang jelas pada kemasan produknya. Pada kemasan produk makanan import biasanya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 178 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PELALAWAN, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN PENGELOLAAN PASAR KABUPATEN SUBANG

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN PENGELOLAAN PASAR KABUPATEN SUBANG PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN PENGELOLAAN PASAR KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa Dinas Perindustrian,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI ALAT TRANSPORTASI DAN TELEMATIKA NOMOR : 21/IATT/PER/10/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI ALAT TRANSPORTASI DAN TELEMATIKA NOMOR : 21/IATT/PER/10/2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI ALAT TRANSPORTASI DAN TELEMATIKA NOMOR : 21/IATT/PER/10/2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGAWASAN PENERAPAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) LAMPU SWA-BALAST UNTUK PELAYANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang semakin berkembang pesat ini, kegiatan perdagangan merupakan kegiatan yang terus menerus dan berkesinambungan karena adanya saling ketergantungan antara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Pengertian Perlindungan Konsumen Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 199, 2000 BADAN STANDARISASI. Standarisasi Nasional. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Oleh : Arrista Trimaya *

OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Oleh : Arrista Trimaya * OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh : Arrista Trimaya * Perlindungan Konsumen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal 44 Undang-undang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 97 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 97 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN KUALITAS MAKANAN SIAP SAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G STANDARDISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG INDUSTRI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Prosedur Prosedur berasal dari salah satu kata dalam bahasa inggris, yaitu Procedure yang dapat diartikan sebagai cara atau

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA KEAMANAN PANGAN (STUDI TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN MAKANAN SIAP SAJI DI WILAYAH HUKUM SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melaksanakan Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2014 PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK BARANG HIGIENIS DAN HALAL

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK BARANG HIGIENIS DAN HALAL SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK BARANG HIGIENIS DAN HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN, PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN, PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN, PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM 2.1 Konsumen. 2.1.1. Pengertian Konsumen. Pengertian Konsumen di Amerika Serikat dan MEE, kata Konsumen yang

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG BH INNEKA TU NGGAL IKA BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI, URAIAN TUGAS JABATAN DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA PEMERINTAH KABUPATEN BIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN PEREDARAN GARAM DI KABUPATEN BIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang : Mengingat PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MADIUN

PEMERINTAH KOTA MADIUN PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN LEMBAGA TEKNIS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN TENAGA KERJA KABUPATEN BLORA

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENJAMINAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G STANDARDISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG INDUSTRI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA A. Hak Dan Kewajiban Konsumen 1. Hak-Hak Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah : 1. Hak atas kenyamanan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Tujuan Peraturan ini dibuat dengan tujuan menjalankan fungsi pengendalian internal terhadap kegiatan perusahaan dengan sasaran utama keandalan

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PROPINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK HALAL DAN HIGIENIS

WALIKOTA BATAM PROPINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK HALAL DAN HIGIENIS WALIKOTA BATAM PROPINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK HALAL DAN HIGIENIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATAM, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR : 6 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR : 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR : 6 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN LEMBAGA TEKNIS DAERAH

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 97 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG RGS Mitra Page 1 of 11 PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN KOMODITAS HASIL PERTANIAN DI PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.227, 2012 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dari rokok yang disebut rokok elektrik atau nama lainnya adalah vapor yang

BAB I PENDAHULUAN. baru dari rokok yang disebut rokok elektrik atau nama lainnya adalah vapor yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, terutama di Kota Yogyakarta rokok bukan lagi berupa benda asing untuk dikonsumsi, melainkan telah menjadi suatu kebiasaan masyarakat untuk mengkonsumsinya.

Lebih terperinci

BAB III DISKRIPSI LEMBAGA. A. Gambaran Umum Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar

BAB III DISKRIPSI LEMBAGA. A. Gambaran Umum Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar BAB III DISKRIPSI LEMBAGA A. Gambaran Umum Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar Dinas Perindustrian, Perdagangan, koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 57 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 57 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 57 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR KETAHANAN PANGAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS,

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1566, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapannya. Satuan Ukur. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71/M-DAG/PER/10/2014

Lebih terperinci

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF PELANGGARAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan konsumen pada saat ini tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan konsumen pada saat ini tidak dapat dipisahkan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen pada saat ini tidak dapat dipisahkan dari kegiatan perdagangan. Dalam kegiatan perdagangan ini diharapkan menimbulkan keseimbangan hak dan kewajiban

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG GARAM KONSUMSI BERYODIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG GARAM KONSUMSI BERYODIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG GARAM KONSUMSI BERYODIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatan kesehatan dan kecerdasan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN PEREDARAN GARAM DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci