BENEFIT INCIDENCE ANALYSIS TERHADAP BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH UNTUK SMP SWASTA DI KOTA SEMARANG. Aditya Permana Evi Yulia Purwanti, SE.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BENEFIT INCIDENCE ANALYSIS TERHADAP BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH UNTUK SMP SWASTA DI KOTA SEMARANG. Aditya Permana Evi Yulia Purwanti, SE."

Transkripsi

1 BENEFIT INCIDENCE ANALYSIS TERHADAP BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH UNTUK SMP SWASTA DI KOTA SEMARANG Aditya Permana Evi Yulia Purwanti, SE., MSi ABSTRACT This study aims to analyze the progression of the School Operational Assistance Program for private junior high schools in Semarang. School Operational Assistance Program is a form of compensation for the reduction of the fuel oil subsidy from the government to raise the poor s demand for educational service. School Operational Assistance Program is also a key to distribute the basic education evenly. Unlike the public school, the private school still give the mothly charge to the students, so it is assumed that the students who attend the private school are from rich households. Benefit Incidence Analysis (BIA) is a tool that shows the distribution of government subsidies among different income groups in the population, which is expected to explain the progression of the School Operational Assistance Program in private school. In this study, data are collected by survey method through the questionnaire that distributed to the sample. In addition, interview with the school parties are conducted to find out more about the use of School Operational Assistance Program funds. The results showed that the School Operational Assistance Program for private junior high school in Semarang is a progressive policy yet only benefit the poor less than 20%. The program can be said as a progressive policy due to the portion of the fund receipt to the rich is less than the portion to the poor. Keywords : Government spending, School Operational Assistance Program, progressivity, Benefit Incidence Analysis

2 PENDAHULUAN Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan suatu negara. Bangsa yang terdidik dan sehat akan menjadi pekerja yang lebih produktif dibandingkan dengan yang tidak. Tanpa didukung oleh keahlian dan pengetahuan yang cukup, maka suatu negara tidak akan bisa berkembang dan bersaing dengan perkembangan zaman meskipun negara tersebut adalah sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam. Sebaliknya, sumber daya alam tersebut dapat dimanfaatkan oleh negara lain yang memiliki keahlian dan pengetahuan yang lebih tinggi. Sesuai dengan UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional, disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. Selain itu, penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah juga mengacu pada Pasal 31 ayat 1 dan 2 UUD 1945, yang Ayat-ayat tersebut masingmasing berbunyi: 1. Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. 2. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang. Dengan demikian, untuk memenuhi hak warga negara tersebut, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu khususnya pendidikan dasar 9 tahun kepada setiap warga negara Indonesia tanpa adanya diskriminasi. Salah satu indikator keberhasilan sistem pendidikan suatu negara dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pendidikan di Indonesia dapat dikatakan masih belum maksimal karena peringkat IPM Indonesia apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga masih jauh tertinggal. Pada tahun 2010, IPM Indonesia yang berada di peringkat 108 masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan Singapura (peringkat 27 dengan nilai 0,846), Brunei

3 (peringkat 37 dengan nilai 0,805), Malaysia (peringkat 57 dengan nilai 0,744), Thailand (peringkat 92 dengan nilai 0,654), dan Filipina (peringkat 97 dengan nilai 0,638). IPM Indonesia secara lebih rinci dapat dilihat dalam tabel 1. Tabel 1 Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun Tahun Indeks Pembangunan Manusia Sumber : UNDP , , , , , ,600 Dari data pada tabel 1 dapat dilihat bahwa IPM Indonesia meningkat tiap tahunnya, tetapi kenaikan tersebut tidaklah signifikan bahkan dapat dikatakan bahwa pertumbuhan IPM Indonesia relatif lamban. Salah satu faktor yang menyebabkan pendidikan di Indonesia menjadi terhambat adalah kemiskinan. Penduduk miskin di Indonesia masih cukup besar yaitu sebanyak 13,33% dari total keseluruhan penduduk yang ada di Indonesia pada tahun Data kemiskinan Indonesia untuk tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 secara rinci dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Tahun (juta jiwa) Tahun Jumlah Penduduk Miskin , , , ,02 Sumber : BPS Seperti yang disebutkan dalam data SUSENAS BPS, penyebab terbesar siswa putus sekolah di Indonesia adalah karena alasan ekonomi yaitu sebesar 75,7% baik karena tidak memiliki biaya (67%) maupun karena anak harus bekerja

4 (8,7%). Hal ini menjelaskan bahwa penduduk miskin tidak akan mampu menjangkau pendidikan yang layak apabila tidak dibantu oleh pemerintah. Data terakhir dari BPS menunjukkan bahwa APK Sekolah Menengah Pertama di Kota Semarang pada tahun 2009 sudah melebihi angka 100. Jumlah tersebut tidak dapat menunjukkan proporsi masyarakat yang tidak sekolah dikarenakan tidak ada jumlah yang pasti mengenai angka maksimal dari APK. Proporsi masyarakat yang tidak sekolah dapat ditunjukkan dengan APM. Hal ini dikarenakan pada perhitungan APM jumlah maksimal yang dapat dicapai adalah 100. Di Kota Semarang, APM Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2009 hanya 71,81. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa 28,19% masyarakat dengan umur tahun tidak mengenyam pandidikan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama. Rincian APK dan APM di Kota Semarang pada tahun dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4. Tabel 3 Angka Partisipasi Kasar Berdasarkan Jenjang Pendidikan di Kota Semarang Tahun Jenjang Pendidikan SD 108,03 101,25 SMP 104,01 100,24 SMA 93,39 77,72 Sumber : BPS Kota Semarang Tabel 4 Angka Partisipasi Murni Berdasarkan Jenjang Pendidikan di Kota Semarang Tahun Jenjang Pendidikan SD 94,28 85,75 SMP 87,33 71,81 SMA 72,14 53,56 Sumber : BPS Kota Semarang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar 9 tahun. Sesuai yang tertera dalam Buku Panduan BOS, dana BOS disalurkan baik untuk sekolah negeri maupun swasta. Secara umum, biaya operasional pada sekolah negeri jauh lebih ringan dibandingkan pada sekolah swasta. Hal ini disebabkan karena pada sekolah

5 negeri, baik gaji guru, pegawai dan pengadaan gedung sekolah ditanggung oleh pemerintah, sehingga biaya dapat ditekan sampai nol. Pada sekolah swasta seluruh biaya tersebut tidak didukung oleh pemerintah melainkan berasal dari sekolah itu sendiri. Biaya operasional pada sekolah swasta akan lebih sulit ditekan dibandingkan dengan sekolah negeri meskipun terdapat alokasi dana bantuan dari program BOS. Hal tersebut menyebabkan perbedaan yang besar dalam masalah keuangan pada sekolah swasta dan sekolah negeri, sedangkan sekolah swasta juga harus bersaing dengan sekolah negeri khususnya dalam hal kualitas pendidikan yang berkorelasi positif dengan biaya pendidikan yang dibutuhkan. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa subsidi pendidikan dari pemerintah lebih tepat apabila diberikan kepada sekolah-sekolah negeri yang diperuntukkan bagi kalangan menengah ke bawah dengan kemampuan membayar yang lebih rendah, sedangkan sekolah swasta diperuntukkan bagi masyarakat dari kalangan menengah ke atas yang memiliki kemampuan membayar yang lebih tinggi. Dengan demikian, kualitas pendidikan dari tiap-tiap sekolah baik swasta maupun negeri dapat terjaga dan subsidi pendidikan dari pemerintah dapat didistribusikan kepada masyarakat miskin dengan lebih baik. Pada kenyataannya masih banyak sekolah-sekolah penerima BOS melakukan penyelewengan dana BOS dan masih menarik biaya untuk operasional sekolah, seperti biaya pendaftaran atau sumbangan institusi dan biaya pembelian buku walaupun sebagian dana BOS terdapat dana yang dialokasikan untuk biaya pembelian buku-buku pelajaran. Seperti yang dikutip oleh antaranews.com pada 9 Juli 2011, yaitu masih adanya sekolah penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang menjual buku kepada siswanya. Seharusnya, sebagian dari dana Bantuan Operasional Sekolah itu dialokasikan untuk pengadaan buku-buku pelajaran yang kemudian akan diberikan atau dipinjamkan kepada siswa sebagai penunjang proses belajar, sehingga tidak dibenarkan bagi pihak sekolah untuk menjual buku-buku tersebut. Karena akan memberatkan bagi siswa dan akan menghambat tujuan utama dari program Bantuan Operasional Sekolah. Hal seperti ini akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat miskin karena akan memberikan beban lebih pada orang tua siswa khususnya pada sektor

6 pendidikan sehingga keperluan-keperluan hidup lainnya dikhawatirkan tidak akan tercukupi. Hal ini jelas akan menghambat tujuan program BOS dalam rangka memeratakan pendidikan dasar 9 tahun. Program BOS juga ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin dengan cara meringankan beban pendidikan dan memberikan modal yang cukup dalam bentuk pendidikan agar di masa yang akan datang dapat meningkatkan taraf hidupnya ke arah yang lebih baik. Penyelewengan dana BOS dapat terjadi karena kurangnya transparansi pihak sekolah terhadap publik. Pihak sekolah berkewajiban memberikan hak kepada orang tua siswa untuk dapat mengakses Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), seperti yang tertulis dalam Kompas.com (14 Juli 2011). RAPBS termasuk informasi publik yang dimaksudkan agar masyarakat dapat ikut andil dalam pengawasan aliran dana BOS tersebut, tetapi masih banyak sekolah yang tidak memberikan akses tersebut sehingga masyarakat tidak dapat mengetahui aliran dana BOS tersebut. Pada Kompas.com 6 Desember 2010, disebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2007 telah menemukan adanya penyelewengan dana BOS di sekolah dari sampel sekolah yang diperiksa dengan nilai penyimpangan kurang lebih Rp 28,1 miliar. Dengan kata lain, terdapat enam dari sepuluh sekolah melakukan penyimpangan dana BOS tahun 2007 dengan rata-rata penyimpangan sebesar Rp 13,6 juta. Dari masalah tersebut, dapat ditarik beberapa pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana pola penerimaan dan penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah pada sekolah swasta di Kota Semarang? 2. Bagaimana peran serta pemerintah, masyarakat, dan sekolah dalam proses berjalannya program Bantuan Operasional Sekolah pada sekolah swasta di Kota Semarang? 3. Apakah program Bantuan Operasional Sekolah untuk sekolah swasta di Kota Semarang merupakan suatu kebijakan yang progresif? Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain : 1. Memetakan pola pembagian manfaat dari dana Bantuan Operasional Sekolah pada sekolah swasta terhadap penerimanya di Kota Semarang.

7 2. Menganalisis peran serta pemerintah, masyarakat, dan sekolah dalam menjalankan program Bantuan Operasional Sekolah. 3. Menganalisis progresivitas dari program Bantuan Operasional Sekolah pada sekolah swasta di Kota Semarang. TELAAH TEORI Pembayaran Transfer (Transfer Payments) Samuelson dan Nordhaus (1994, h.388) menyebutkan bahwa salah satu jenis pengeluaran pemerintah yang dapat secara langsung berdampak pada kesejahteraan masyarakat adalah transfer payments (pembayaran transfer), yaitu pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah kepada individu dan tidak perlu memberikan imbalan balik terhadap pembayaran tersebut. Dengan kata lain, pembayaran transfer pemerintah merupakan pengeluaran pemerintah berupa subsidi atau tunjangan sosial. Musgrave (1993, h.133) menyatakan bahwa pada awalnya program pembayaran transfer bukanlah sebagai alat untuk menyesuaikan distribusi pendapatan tetapi lebih merupakan sebagai alat untuk menyediakan jaminan hari tua dengan dengan dasar pembiayaan swadaya. Sejak saat itu, sistem ini telah bergerak jauh dari prinsip awal dan sekarang lebih merupakan cara untuk pendistribusian kembali. Selain itu, terdapat pula program transfer seperti pembayaran kesejahteraan yang ditujukan langsung untuk menyeimbangkan besarnya distribusi pendapatan. Apabila tingkat pendapatan per kapita meningkat, kebutuhan untuk, dan ruang lingkup tindakan pendistribusian kembali dapat dipengaruhi dari dua arah. Di satu pihak, kebutuhan untuk pendistribusian kembali (dengan pandangan yang sudah tertentu dari masyarakat mengenai pemerataan) tergantung dari keadaan distribusi yang berlaku sebelum penyesuaian. Jika ketimpangan menurun oleh peningkatan pendapatan per kapita, maka tindakan pendistribusian kembali yang kurang intensiflah yang dibutuhkan. Pada kenyataannya, perubahan ini hanya terjadi dengan tingkat yang kecil saja. Selama bertahun-tahun ukuran distribusi

8 pendapatan secara mengherankan tetap stabil, dengan hanya sedikit kecenderungan ke arah pemerataan pendapatan. Di pihak lain, program transfer bergantung pada bagaimana tujuan kebijakan pendistribusian kembali itu didefinisikan. Jika tujuannya adalah untuk menyesuaikan pendapatan keluarga sehingga tercapai suatu distribusi relatif tertentu dari pendapatan, maka peningkatan tingkat pendapatan rata-rata tidak mengubah kebutuhan untuk pendistribusian kembali. Keadaannya berbeda bila tujuannya adalah untuk mencapai tingkat minimum pendapatan, misalnya biaya pemenuhan kebutuhan gizi minimum. Dalam kasus ini, kebutuhan untuk pendistribusian kembali akan menurun jika pendapatan rata-rata meningkat. Pendidikan Sebagai Barang Publik Menurut Hyman (2005, h ), pendidikan memiliki karakteristik dari barang publik, tetapi di waktu yang sama juga memiliki karakteristik dari barang swasta. Pendidikan sering kali dipercaya dapat menyebabkan dampak keuntungan eksternal yang luas apabila diberikan pada sekelompok anak-anak dalam masyarakat. Pendidikan tidak selalu menjadi barang publik. Pendidikan dapat disediakan melalui pasar seperti barang swasta lainnya. Pendidikan juga dapat disediakan oleh pemerintah secara gratis. Karena itu pemerintah harus dapat memutuskan dengan tepat mengenai bagaimana menyediakan pendidikan tersebut. Di kebanyakan negara di dunia, pendidikan dasar dan pendidikan menengah sebagian besar disediakan oleh negara. Sebagai contohnya di Amerika Serikat dan di berbagai negara lainnya diperkirakan 90 persen dari anak-anak mengikuti sekolah dasar dan sekolah menengah publik dimana seluruh biayanya ditanggung oleh pemerintah. Sedangkan untuk pendidikan yang lebih tinggi, mahasiswa tetap membayar sejumlah uang kuliah sebagai biaya dari pendidikan mereka dan penyediaan alat-alat penunjang pendidikan yang terus meningkat sampai saat ini. Hal ini dikarenakan perguruan tinggi publik harus mengelola sendiri keuangan mereka. Oleh karena itu, sekitar 40 persen dari mahasiswa perguruan tinggi memasuki perguruan tinggi swasta.

9 Sangat dimungkinkan untuk memberikan harga pada pendidikan. Dan karena biaya margin dari pendidikan tidaklah nol, maka memberikan pendidikan secara gratis tidaklah pilihan yang efisien. Walaupun begitu, telah disepakati bahwa pendidikan sangat penting karena dapat menyebabkan eksternalitas positif dan harus disubsidi oleh pemerintah yang dialokasikan dari pajak. Pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah, subsidi pemerintah diberikan secara penuh dan biaya orang tua murid yang menyekolahkan anaknya pada sekolah publik adalah nol. Di Amerika Serikat, penyediaan dana pendidikan diambil dari gabungan pajak daerah dan pajak negara yang hampir seluruhnya (sekitar 90 persen) datang dari pajak negara dan dibantu dari pajak daerah. Pemerintah pusat, melalui subsidi dan sumbangan juga banyak membantu membiayai pendidikan yang lebih tinggi yaitu perguruan tinggi seperti institut dan universitas. Pendidikan pada tigkat dasar dan menengah adalah pendidikan wajib yang seharusya disediakan dan dibiayai oleh pemerintah untuk memastikan setiap masyarakat dapat mengenyam pendidikan tersebut dan meminimalisir biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan tersebut. Hyman percaya akan adanya dampak eksteralitas yang luas apabila kita hidup di dalam masyarakat yang seluruhnya memiliki pendidikan dasar, hal ini disebabkan karena masyarakat yang telah mengenyam pendidikan dasar akan menjadi masyarakat yang produktif. Mereka dapat membaca dan menulis, mereka juga memiliki kemampuan berhitung sehingga mereka dapat megelola keuangan mereka sendiri, dan mereka juga dipandang lebih baik baik dalam pekerjaan maupun dalam lingkungan sehari-hari oleh orang lain. Pendidikan memiliki fugsi sosial, pendidikan memberikan para murid kemampuan untuk dapat berfungsi dengan baik dalam masyarakat dengan mentaati peraturan, mematuhi perintah, dan bekerja sama dengan rekan kerja. Pendidikan juga memberikan kemampuan untuk dapat tepat waktu, kemampuan untuk mengikuti arah, dan kemampuan lainnya yang menyebabkan mereka dapat lebih produktif dalam pekerjaanya. Selain itu mereka juga diberika gambaran untuk dapat mengidentifikasi kemampuan mereka sediri sehingga dapat menentukan pekerjaan apa yang cocok untuk mereka dimasa yang akan datang. Dalam hal ini, pendidikan sebagai barang

10 publik memberikan manfaat pada masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan juga meningkatkan produktivitas pada level nasional. Banyak orang percaya apabila pendidikan masuk ke dalam pasar yang bersaing maka banyak pemikiran-pemikiran yang brilian akan kekurangan kesempatan untuk dapat mengenyam pendidikan sehingga akan terbuang percuma tanpa dapat dikembangkan dan kehilangan kontribusi mereka di masa yang akan datang. Bagaimanapun juga, pendidikan memiliki karakteristik dari barang swasta. Tidak ada pemerintahan yang dapat menjamin seluruh anak di negaranya mendapatkan pendidikan yang setara. Banyak disparitas terjadi baik jumlah maupun kualitas dari pendidikan yang disediakan. Hasil yang didapat oleh para murid tergantung dari sistem pengajaran yang diberikan oleh tiap-tiap sekolah selain itu kualitas dan kuantitas pendidikan yang diberikan juga tergantung dari biaya sekolah tersebut. Maka dari itu, pendidikan yang dapat diperoleh oleh seorang murid tergantung dari status sosial dari keluarganya, karena orang tua murid yang lebih mampu dari segi finansial akan memberikan pendidikan yang lebih tinggi kepada anak mereka. Walaupun sangat mungkin untuk menyediakan kualitas dan kuantitas pendidikan yang sama dalam sekolah publik, namun tidak ada jaminan orang tua murid yang lebih kaya tidak menginginkan pedidikan yang lebih tinggi untuk anak-anaknya. Maka dari itu pendidikan juga memiliki sifat dari barang swasta karena orang tua murid dapat membeli pendidikan yang lebih tinggi dari pendidikan standar dari pasar seperti bimbingan belajar atau guru privat. Teori Pembagian Manfaat (Benefit Incidence) Pemerintah memberikan suatu kebijakan berupa subsidi dengan tujuan untuk meningkatkan suatu peningkatan di dalam populasi masyarakatnya. Contohnya adalah pada subsidi pendidikan dan kesehatan yang dapat meningkatkan standar kehidupan dari masyarakat tersebut. Selain itu, terdapat banyak contoh lain dalam hubungan antara pengeluaran pemerintah dengan hasil yang diinginkan pemerintah. Filmer, Hammer, dan Pritchett (1998) dalam Demery (2000, h.3-4)

11 membuat sebuah kerangka pemikiran yang sangat membantu untuk dapat mengakses dalam hubungan tersebut yang mengambil pengeluaran pemerintah terhadap kesehatan sebagai contohnya. Kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Hubungan Antara Pengeluaran Pemerintah dengan Hasil yang Akan Dicapai Health outcomes Total consumpti on of effective health services Public provision of effective health services Compositi on of spending Public spending on health Sumber : Demery (2000, h.4) Kerangka pemikiran tersebut menunjukkan adanya empat hubungan dasar. Pertama adalah hubungan antara total belanja publik atas kesehatan dengan komposisinya. Apabila anggaran untuk kesehatan dialokasikan pada layanan publik yang memiliki dampak yang kecil atau sedikit dalam masyarakat luas maka hubungannya akan melemah. Kemudian pada garis hubungan yang kedua merupakan penjabaran anggaran kedalam pelayanan masyarakat yang efektif. Apabila pengeluaran pada sektor tersebut tidak tepat sasaran, maka pengeluaran tersebut dapat dikatakan sebagai indikator kurang baiknya penyediaan layanan tersebut, walaupun penyediaan pelayanan tersebut sangat potensial. Pada hubungan yang ketiga, menunjukkan bagaimana jumlah penyediaan layanan masyarakat yang efektif dipengaruhi oleh belanja publik. Apabila penyediaan barang publik tersebut melebihi penyediaan dari swasta maka efek dari total dari penyediaan layanan kesehatan akan menurun. Hubungan yang terakhir adalah antara penyediaan layanan kesehatan baik publik maupun swasta dengan peningkatan kesehatan masyarakat pada level individu.

12 Benefit Incidence Analysis adalah alat analisis yang fokus terhadap hubungan yang pertama, yaitu kepada siapa pemerintah memberikan manfaat layanan-layanan masyarakat yang bertujuan meningkatkan taraf kehidupan masyarakat miskin. Ketika menganalisis pengeluaran terhadap suatu fasilitas, maka dapat juga dihubungkan dengan hubungan yang kedua. Pendidikan Sebagai Barang Publik Menurut Hyman (2005, h ), pendidikan memiliki karakteristik dari barang publik, tetapi di waktu yang sama juga memiliki karakteristik dari barang swasta. Pendidikan sering kali dipercaya dapat menyebabkan dampak keuntungan eksternal yang luas apabila diberikan pada sekelompok anak-anak dalam masyarakat. Pendidikan tidak selalu menjadi barang publik. Pendidikan dapat disediakan melalui pasar seperti barang swasta lainnya. Pendidikan juga dapat disediakan oleh pemerintah secara gratis. Karena itu pemerintah harus dapat memutuskan dengan tepat mengenai bagaimana menyediakan pendidikan tersebut. Di kebanyakan negara di dunia, pendidikan dasar dan pendidikan menengah sebagian besar disediakan oleh negara. Sebagai contohnya di Amerika Serikat dan di berbagai negara lainnya diperkirakan 90 persen dari anak-anak mengikuti sekolah dasar dan sekolah menengah publik dimana seluruh biayanya ditanggung oleh pemerintah. Sedangkan untuk pendidikan yang lebih tinggi, mahasiswa tetap membayar sejumlah uang kuliah sebagai biaya dari pendidikan mereka dan penyediaan alat-alat penunjang pendidikan yang terus meningkat sampai saat ini. Hal ini dikarenakan perguruan tinggi publik harus mengelola sendiri keuangan mereka. Oleh karena itu, sekitar 40 persen dari mahasiswa perguruan tinggi memasuki perguruan tinggi swasta. Sangat dimungkinkan untuk memberikan harga pada pendidikan. Dan karena biaya margin dari pendidikan tidaklah nol, maka memberikan pendidikan secara gratis tidaklah pilihan yang efisien. Walaupun begitu, telah disepakati bahwa pendidikan sangat penting karena dapat menyebabkan eksternalitas positif dan harus disubsidi oleh pemerintah yang dialokasikan dari pajak. Pada

13 pendidikan dasar dan pendidikan menengah, subsidi pemerintah diberikan secara penuh dan biaya orang tua murid yang menyekolahkan anaknya pada sekolah publik adalah nol. Di Amerika Serikat, penyediaan dana pendidikan diambil dari gabungan pajak daerah dan pajak negara yang hampir seluruhnya (sekitar 90 persen) datang dari pajak negara dan dibantu dari pajak daerah. Pemerintah pusat, melalui subsidi dan sumbangan juga banyak membantu membiayai pendidikan yang lebih tinggi yaitu perguruan tinggi seperti institut dan universitas. Pendidikan pada tigkat dasar dan menengah adalah pendidikan wajib yang seharusya disediakan dan dibiayai oleh pemerintah untuk memastikan setiap masyarakat dapat mengenyam pendidikan tersebut dan meminimalisir biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan tersebut. Hyman percaya akan adanya dampak eksteralitas yang luas apabila kita hidup di dalam masyarakat yang seluruhnya memiliki pendidikan dasar, hal ini disebabkan karena masyarakat yang telah mengenyam pendidikan dasar akan menjadi masyarakat yang produktif. Mereka dapat membaca dan menulis, mereka juga memiliki kemampuan berhitung sehingga mereka dapat megelola keuangan mereka sendiri, dan mereka juga dipandang lebih baik baik dalam pekerjaan maupun dalam lingkungan sehari-hari oleh orang lain. Pendidikan memiliki fugsi sosial, pendidikan memberikan para murid kemampuan untuk dapat berfungsi dengan baik dalam masyarakat dengan mentaati peraturan, mematuhi perintah, dan bekerja sama dengan rekan kerja. Pendidikan juga memberikan kemampuan untuk dapat tepat waktu, kemampuan untuk mengikuti arah, dan kemampuan lainnya yang menyebabkan mereka dapat lebih produktif dalam pekerjaanya. Selain itu mereka juga diberika gambaran untuk dapat mengidentifikasi kemampuan mereka sediri sehingga dapat menentukan pekerjaan apa yang cocok untuk mereka dimasa yang akan datang. Dalam hal ini, pendidikan sebagai barang publik memberikan manfaat pada masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan juga meningkatkan produktivitas pada level nasional. Banyak orang percaya apabila pendidikan masuk ke dalam pasar yang bersaing maka banyak pemikiran-pemikiran yang brilian akan kekurangan kesempatan untuk dapat mengenyam pendidikan sehingga akan terbuang percuma

14 tanpa dapat dikembangkan dan kehilangan kontribusi mereka di masa yang akan datang. Bagaimanapun juga, pendidikan memiliki karakteristik dari barang swasta. Tidak ada pemerintahan yang dapat menjamin seluruh anak di negaranya mendapatkan pendidikan yang setara. Banyak disparitas terjadi baik jumlah maupun kualitas dari pendidikan yang disediakan. Hasil yang didapat oleh para murid tergantung dari sistem pengajaran yang diberikan oleh tiap-tiap sekolah selain itu kualitas dan kuantitas pendidikan yang diberikan juga tergantung dari biaya sekolah tersebut. Maka dari itu, pendidikan yang dapat diperoleh oleh seorang murid tergantung dari status sosial dari keluarganya, karena bagaimanapun juga orang tua murid yang lebih mampu dari segi finansial akan memberikan pendidikan yang lebih tinggi kepada anak mereka. Walaupun sangat mungkin untuk menyediakan kualitas dan kuantitas pendidikan yang sama dalam sekolah publik, namun tidak ada jaminan orang tua murid yang lebih kaya tidak menginginkan pedidikan yang lebih tinggi untuk anak-anaknya. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu mengenai Bantuan Operasional Sekolah dan Benefit Incidence Analysis yang dijadikan refrensi dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut : 1. Evaluasi Bantuan Operasional Sekolah di Kota Semarang (Benefit Incidence Analysis) (Satya Adhi hogantara, 2011) Penelitian ini menggunakan data dari lima sekolah negeri, dimana distribusi subsidi Bantuan Operasional Sekolah yang diberikan pemerintah merupakan kebijakan yang pro-poor atau telah memihak kepada masyarakat miskin karena masyarakat miskin tersebut menerima distribusi manfaat sebesar 28,2%. 2. Benefit Incidence of Public Education and Health Spending Worldwide: Evidence from a New Database (Hamid R. Davoodi, Erwin R. Tiongson, Sawitree Sachjapinan Asawanuchit, 2010)

15 Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis program subsidi pendidikan dan kesehatan di 56 negara di seluruh dunia dari tahun 1960 sampai dengan tahun Keterkaitannya dengan penelitian ini adalah penggunaan Benefit Incidence Analysis sebagai metode penelitian. Secara keseluruhan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah pada sekor kesehatan dan pendidikan di 56 negara tersebut dapat dikatakan pro-poor dan progresif. 3. Benefit Incidence Analysis of Public Spending on Education in the Philippines (Janet S. Cuenca, 2008) Penelitian ini menganalisis program subsidi pendidikan di Philipina tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 untuk jenjang pendidikan elementary education, secondary education, dan Technical and Vocational Education and Training (TVET). Pada penelitian ini juga menggunakan Benefit Incidence Analysis sebagai metode penelitian.pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan di Philipina dapat dikatakan progresif karena keuntungan paling besar telah diperoleh masyarakat yang paling miskin. 4. Marginal Benefit Incidence Analysis of Public Spending in Nigeria (Reuben Adelou Alabi, 2010) Penelitian ini menganalisis pengeluaran publik di Nigeria untuk pendidikan dan kesehatan. Penelitian ini menggunakan Benefit Incidence Analysis sebagai metode penelitian. Pengeluaran publik di Nigeria khususnya pada kesehatan dan pendidikan belum dapat dikatakan sebagai kebijakan yang pro-poor karena pengeluaran publik di Nigeria lebih banyak untuk pembangunan infrastruktur. 5. Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Semarang (Abdul Kadir Karding, 2008) Penelitian ini menganalisis pelaksanaan Program BOS untuk SMP negeri di Kota Semarang. penelitian ini menggunakan metode analisis Evaluasi Kualitatif Deskriptif. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa penggunaan dana BOS sebesar 30% untuk pembayaran tenaga honorer, 25% untuk belanja barang dan jasa, 20% untuk kegiatan belajar mengajar, 15% untuk kegiatan

16 kesiswaan dan 10% untuk pemeliharan gedung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pelaksanaan program BOS di Kota Semarang pada dasarnya telah terlaksana dengan baik dan sesuai dengan buku panduan BOS. 6. Financing and Benefit Incidence Analysis in the South African Health Sysitem: An Alternative View Finding Significant Cross Subsisation in the Health Sysitem from Rich to Poor (Dr Nicola Theron, Johann van Eeden, Barry Childs) Penelitian ini menganalisis distribusi manfaat pada sektor kesehatan di Afrika Selatan dengan menggunakan Benefit Incidence Analysis sebagai metode penelitiannya. Hasil penelitian ini adalah program pengeluaran publik di Afrika Selatan dapat dikatakan progresif karena masyarakat kalangan atas membayar lebih besar dari manfaat yang mereka dapatkan dari pengeluaran publik tersebut sehingga memberi manfaat lebih untuk masyarakat golongan miskin yang membayar lebih sedikit dibanding kan dengan golongan kaya. METODE PENELITIAN Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan tiga variabel utama untuk melihat pembagian manfaat dalam subsidi pemerintah pada sektor pendidikan. Variabel-variabel tersebut antara lain pengeluaran pemerintah atas pendidikan, pengeluaran rumah tangga atas pendidikan, dan pendapatan rumah tangga. Definisi Operasional Pengeluaran pemerintah atas pendidikan Pengeluaran pemerintah atas pendidikan merupakan besarnya pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan sektor pendidikan. Pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan didekati dengan jumlah pengeluaran untuk dana subsidi BOS yang digunakan oleh SMP swasta di Kota Semarang untuk tahun Variabel tersebut dihitung dalam satuan Rupiah (Rp). Pendapatan rumah tangga

17 Pendapatan rumah tangga merupakan variabel yang digambarkan dengan total pendapatan rata-rata tiap orang tua siswa penerima BOS yang menjadi responden untuk setiap bulannya. Variabel tersebut dihitung dalam satuan Rupiah (Rp). Pengeluaran rumah tangga atas pendidikan Pengeluaran rumah tangga atas pendidikan didekati dengan jumlah pengeluaran orang tua siswa yang menjadi responden untuk setiap bulannya setelah adanya bantuan dana dari program BOS. Variabel tersebut dihitung dalam satuan Rupiah (Rp). Metode Analisis Model yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model Benefit Incidence Analysis (BIA). Benefit Incidence Analysis adalah alat analisis yang digunakan untuk menganalisis kebijakan pemerintah dalam hal subsidi untuk barang publik dan menilai dampak atau manfaat yang diberikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Dalam BIA, analisis terhadap distribusi dari subsidi pemerintah tersebut dilakukan dalam grup-grup yang berbeda dalam masyarakat, dalam hal ini adalah perbedaan dalam total pendapatan rumah tangga. Benefit Incidence Analysis fokus dalam menganalisis apakah kebijakan pengeluaran publik yang dilakukan oleh pemerintah adalah kebijakan yang progresif, yaitu program yang mendukung distribusi kesejahteraan masyarakat. Maka dari itu BIA menggabungkan data dari penggunaan subsidi pemerintah oleh masyarakat dan juga data dari biaya penyediaan dana bantuan tersebut untuk menilai distribusi manfaat dari subsidi pemerintah untuk semua grup-grup yang digolongkan beredasarkan pendapatan tersebut. Benefit Incidence Analysis pada dasarnya terdiri dari tiga langkah (Demery 2000, h.6-9), antara lain adalah : 1) Menghitung jumlah dari subsidi yang disediakan oleh pemerintah yang berasa dari data resmi pemerintah dan bukan merupakan rancangan pengeluaran tetapi realisasi dari pengeluaran pemerintah terseb.

18 2) Mengidentifikasi penerima subsidi dari pemerintah. Meskipun data untuk penerima subsidi dapat diambil dari dinas terkait, tetapi untuk melihat bagaimana subsidi didistribusikan kepada golongan masyarakat yang majemuk (khususnya dalam pendapatan atau pengeluaran) maka harus didukung dengan survey terhadap sampel yang telah ditentukan. 3) Menggolongkan dan mengurutkan masyarakat berdasarkan pendapatan atau pengeluarannya kedalam grup-grup (Quintiles atau Deciles). Penggolongan pendapatan atau pengeluaran ini sangat penting dalam Benefit Incidence Analysis karena menjadi indikator kesejahteraan masyarakat yang akan menentukan apakah subsidi pemerintah tersebut diberikan kepada yang benar-benar membutuhkan, yaitu masyarakat yang paling miskin. Rumus yang digunakan dalam penghitungan Benefit Incidence Analysisadalah sebagai berikut (Demery 2000, h.5) : Keterangan : Xj = Nilai total subsidi pendidikan yang dihubungkan dengan kelompok (j). Eijk = Mewakili sejumlah sekolah yang terdaftar pada kelompok ( j ) pada tingkatan pendidikan ( i ). Ei = Total jumlah terdaftar (diantara semua kelompok) pada tingkatan pendidikan tersebut. Si = pengeluaran bersih pemerintah untuk tingkatan pendidikan atau level pendidikan ( i ). Hasil yang diperoleh kemudian diinterpretasikan dalam kurva Lorenz dan kurva konsentrasi yang ditunjukkan pada gambar 2 (dengan Deciles) dimana jumlah pengeluaran yang masih harus dilakukan oleh masyarakat setelah adanya alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah dan Bantuan Khusus Murid Miskin dicerminkan pada sumbu horisontal sedangkan sumbu vertikal mencerminkan jumlah total populasi yang diwakili oleh sampel yang diambil.

19 Progresivitas suatu belanja publik dapat ditunjukkan dengan kurva lorenz, yaitu dengan membandingkan kurva konsentrasi manfaat dengan garis diagonal 45 derajat. Garis diagonal 45 derajat mencerminkan kesetaraan yang sempurna dalam pembagian manfaat subsidi bagi masyarakat. Apabila kurva konsentrasi manfaat terletak di atas garis diagonal 45 derajat maka 10 persen penduduk termiskin dalam populasi menerima lebih dari 10 persen manfaat subsidi sehingga distribusi manfaat dikatakan bersifat progresif secara absolut. Sebaliknya, apabila kurva konsentrasi manfaat terletak dibawah garis diagonal, maka 10 persen penduduk termiskin dari populasi mendapat kurang dari 10 persen dari manfaat subsidi sehingga dapat dikatan regresif secara absolut. 100 Gambar 2 Kurva Lorenz dan Kurva Konsentrasi Propoor spending progresif Distribusi kumulatif subsidi Garis 45 regresif Kurva lorenz dari pendapatan atau pengeluaran 0 Distribusi kumulatif populasi 100 Sumber : Cuenca (2008, h.5) Di sisi lain, kurva konsentrasi manfaat yang terletak di atas kurva Lorenz dari pendapatan menandakan subsidi yang diberikan pemerintah relatif progresif terhadap pendapatan. Kurva tersebut menandakan 10 persen penduduk termiskin dari populasi mendapatkan distribusi manfaat lebih besar dari pendapatan.

20 Sebaliknya, jika kurva konsentrasi manfaat berada dibawah kurva Lorenz dari pendapatan maka subsidi pemerintah bersifat regresif dari pendapatan (Cuenca 2008, h.5). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Estimasi Unit Subsidi Dalam mengestimasi unit subsidi, informasi yang digunakan sebagai landasan adalah pengeluaran pemerintah (Government Expenditure). Pengeluran pemerintah yang dimaksud adalah pengeluran pemerintah untuk sektor pendidikan yang dikhususkan pada Program Bantuan Operasional Sekolah. Unit subsidi yang dimaksud juga harus berdasarkan kondisi aktual yang dikeluarkan oleh pemerintah, bukan hanya berdasarkan alokasi anggaran. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan perbedaan dalam jumlah total anggaran yang dialokasikan dengan jumlah total pengeluaran pemerintah yang terjadi. Tabel 5 Estimasi Unit Subsidi Bantuan Operasional Sekolah Pada Sekolah yang Menjadi Sampel Penelitian Tahun 2010 (dalam rupiah) Nama Sekolah Dana BOS Sisa Dana Dana BOS % Diterima BOS Digunakan SMP Kesatrian ,49 SMP Kesatrian ,71 SMP Empu Tantular ,37 SMP PGRI ,01 Sumber : Laporan Keuangan SMP Sampel 2010, Diolah Jumlah subsidi yang diberikan kepada sekolah memiliki kemungkinan untuk tidak habis terpakai, dalam peraturan mengenai dana Program Bantuan Operasional Sekolah apabila terdapat sisa dana yang tidak terpakai maka dana tersebut dapat dikembalikan kepada pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, maka estimasi unit subsidi harus dilakukan dengan mengelompokkan dana Bantuan Operasional Sekolah yang benar-benar digunakan oleh pihak sekolah. Estimasi unit subsidi yang diterima oleh sekolah-sekolah yang menjadi sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.

21 Dalam tabel 5 dapat dilihat bahwa ada sekolah yang menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah lebih sedikit dari jumlah total keseluruhan dana tersebut. Pada tabel tersebut juga menunjukan adanya kelebihan dana yang digunakan oleh sekolah-sekolah tersebut. Hal ini dapat terjadi karena adanya sisa saldo Bantuan Operasional Sekolah pada tahun sebelumnya. Temuan di lapangan mengatakan bahwa sekolah-sekolah yang menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah secara keseluruhan merasa jumlah dana tersebut tidak mencukupi, sehingga kebutuhan-kebutuhan yang seharusnya dipenuhi dengan dana Bantuan Operasional Sekolah harus dibantu dengan dana dari sumber-sumber lainnya. Selain itu, faktor keterlambatan juga menjadi penyebab sulitnya mengatur keuangan sekolah karena keterlambatan tersebut harus ditutupi dengan dana pribadi sekolah terlebih dahulu. Hal ini disampaikan oleh pihak sekolah dari SMP Empu Tantular yang mengatakan sampai pada bulan januari 2012 dana Bantuan Operasional untuk triwulan terakhir tahun 2011 belum juga diterima. Hal ini menyebabkan sekolah harus menyediakan dana untuk menutup kebutuhan dari dana Bantuan Operasional selama 2 periode sekaligus yaitu triwulan terakhir tahun 2011 dan triwulan pertama tahun Keterlambatan pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah tersebut menyebabkan kebutuhan untuk pengembangan sekolah atau kebutuhankebutuhan lainnya harus ditunda sampai dana bantuan tersebut diberikan. Dalam wawancara mendalam dengan pihak sekolah yang menjadi sampel, terdapat perbedaan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah khususnya dalam bidang bantuan untuk siswa miskin. Sebagai contoh, SMP PGRI 1 dan SMP Empu Tantular tidak membeda-bedakan potongan SPP pada setiap siswa, melainkan menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah untuk sarana dan prasarana sekolah sehingga biaya SPP tetap murah. Dilain pihak, SMP Kesatrian 1 dan SMP Kesatrian 2 menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah untuk memotong SPP untuk siswa-siswa yang tidak mampu. Pada SMP Kesatrian 1 dan SMP Kesatrian 2, siswa yang tergolong miskin dapat dibantu keringan biaya SPP sampai bebas biaya, tetapi siswa yang tidak tergolong miskin akan membayar SPP secara penuh, dengan kata lain menggunakan sistem subsidi silang.

22 Pengeluaran SMP Kesatrian 1 untuk keringanan biaya SPP adalah sebesar Rp ,00 selama tahun Jumlah tersebut mencapai 58,2% dari seluruh pengeluaran SMP Kesatrian 1 dari dana Bantuan Operasional Sekolah. Disamping itu, SMP Kesatrian 1 hanya menggunakan Rp ,00 untuk belanja pegawai. Pada SMP Kesatrian 2, proporsi untuk dana bantuan siswa miskin mencapai 64,5% yaitu sebesar Rp ,00 selama tahun 2010, sedangkan untuk belanja pegawai seluruhnya menggunakan dana dari SPP siswa. Berbeda dengan SMP Kesatrian 1 dan SMP Kesatrian 2, SMP PGRI 1 memiliki kebijakan tersendiri dalam mengelola dana Bantuan Operasional Sekolah. Menurut pengakuan kepala sekolah yang bersangkutan, karakteristik dari orang tua siswa di SMP PGRI 1 sebagian besar adalah masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah, sehingga lebih baik untuk memberlakukan SPP yang ringan tetapi merata kepada semua siswa tanpa ada yang bebas biaya. Penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah untuk honorarium guru/karyawan pada SMP PGRI 1, sebesar Rp ,00 atau sebesar 78,7% dari keseluruhan dana Bantuan Operasional Sekolah yang digunakan. Menurut kepala sekolah SMP PGRI 1, hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar tanpa harus membebani orang tua siswa dengan SPP yang tinggi. Sekolah Menengah Pertama Empu Tantular juga memiliki kebijakan yang sama dengan SMP PGRI 1 mengenai bantuan SPP, yaitu seluruh siswa di SMP Empu Tantular membayar jumlah SPP yang sama. Oleh karena itu, penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah di SMP Empu Tantular lebih besar pada penyedian sarana dan prasarana sekolah dan belanja pegawai guna meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut. Penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah untuk belanja pegawai pada SMP Empu Tantular juga terbilang cukup besar, yaitu mencapai Rp ,00 atau sebesar 69,6% dari total pengeluaran sekolah yang berasal dari dana Bantuan Operasional Sekolah. Berdasarkan laporan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah pada sekolah-sekolah yang menjadi sampel, dapat dilihat adanya perbedaan kebutuhan yang dialami oleh sekolah-sekolah tersebut. Kebutuhan sekolah-sekolah tersebut

23 juga berbeda untuk setiap tahunnya yang ditunjukkan dengan adanya sisa saldo dana Bantuan Operasional Sekolah dari tahun sebelumnya. Saldo yang tersisa digunakan kembali untuk menutup kekurangan dana Bantuan Operasional Sekolah yang dibutuhkan. Penggunaan-penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah yang tidak habis atau bahkan mengalami kekurangan tersebut adalah tanda dari tidak sesuainya metode pemerintah yang menggunakan jumlah siswa sebagai acuan jumlah dana Bantuan Operasional Sekolah yang diberikan. Hal ini dapat menyebabkan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah yang tidak fokus, dan menghambat peningkatan mutu dari sekolah itu sendiri, karena pihak sekolah harus menyesuaikan kebijakan-kebijakan yang akan diambil dengan ketersediaan dana Bantuan Operasional Sekolah tersebut. Estimasi Pembagian Manfaat (Benefit Incidence) Bantuan Operasional Sekolah tidak dikhususkan hanya untuk siswa miskin saja melainkan untuk seluruh siswa, dimana perhitungan jumlah dana Bantuan Operasional Sekolah yang akan diberikan terhitung dari jumlah siswa yang ada. Hal ini menjadi tidak efektif, mengingat tingkat partisipasi pada tingkat Sekolah Menengah Pertama masih rendah, sedangkan siswa yang tergolong mampu dapat menikmati dana dari subsidi tersebut. Tabel 6 Benefit Incidence Program Bantuan Operasional Sekolah Pada SMP Swasta di Kota Semarang Quintile Tingkat Pendapatan Benefit Icidence 1 < Rp ,00 11,3% 2 Rp ,00 s.d. Rp ,00 60,8% 3 Rp ,00 s.d. Rp ,00 21,6% 4 Rp ,00 s.d. Rp ,00 3,1% 5 > Rp ,00 3,1% Total 100% Sumber : Data Primer Diolah, 2012

24 Dalam penelitian ini pembagian sampel dibagi menjadi 5 grup (quintile) berdasarkan tingkat pendapatan masing-masing rumah tangga. Pembagian sampel tersebut dapat menunjukkan kelompok masyarakat seperti apa yang paling banyak menikmati dana subsidi dari Program BOS. Rincian perhitungan Benefit Incidence Analysis terhadap Program BOS untuk SMP swasta di Kota Semarang yang menjadi objek dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 6. Progresivitas Program Bantuan Operasional Sekolah dapat diketahui dengan Kurva konsentrasi yang terbentuk dari hasil perhitungan Benefit Incidence Analysis. Kurva tersebut merupakan gambaran dari distribusi kumulatif pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan khususnya pada subsidi Bantuan Operasional Sekolah yang dihubungkan dengan distribusi kumulatif responden. Rincian kurva tersebut dapat dilihat dalam gambar 5. Pada gambar tersebut, progresivitas Program Bantuan Operasional Sekolah ditunjukkan dengan kurva konsentrasi (Concentration Curves) yang berwarna biru yang dibandingkan dengan garis diagonal 45 sebagai batas kesetaraan yang sempurna dan dibandingkan dengan Kurva Lorenz dari pendapatan responden yang berwarna merah. Pada gambar 3 menunjukkan bahwa kurva konsentrasi memotong garis diagonal dimana garis diagonal tersebut menandakan garis kesetaraan yang sempurna (perfect equality). Titik yang berada di bawah garis diagonal menunjukkan bahwa kelompok masyarakat dengan pendapatan di bawah Rp ,00 atau masyarakat miskin menerima manfaat kurang dari 20% dari total Bantuan Opersional Sekolah yang diberikan. Meskipun golongan masyarakat miskin tidak mendapatkan distribusi yang paling besar dari dana Program Bantuan Opersaional Sekolah untuk sekolah swasta di Kota Semarang, program tersebut secara keseluruhan dapat dikatakan sebagai kebijakan yang progresif. Hal ini dikarenakan area cakupan dari kurva konsentrasi di atas garis diagonal lebih besar dari area kurva konsentrasi di bawah garis diagonal. Dengan kata lain, manfaat yang diterima oleh masyarakat menengah ke atas dan masyarakat kaya tidak lebih besar dibandingkan dengan manfaat yang diterima oleh masyarakat menengah ke bawah dan masyarakat miskin

25 Gambar 3 Benefit Incidence Program Bantuan Operasional Sekolah Untuk SMP Swasta di Kota Semarang 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 Kurva Konsentrasi Kurva Lorenz Pendapatan Sumber : Data Primer Diolah, 2012 SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN Simpulan Dari pembahasan dan hasil analisis dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain sebagai berikut : 1. Program Bantuan Operasional Sekolah untuk Sekolah Menengah Pertama swasta di Kota Semarang adalah suatu kebijakan yang progresif. Meskipun demikian, manfaat yang diterima oleh masyarakat miskin masih kurang dari 20% dari total dana bantuan yang disediakan. Kebijakan tersebut dapat dikatakan sebagai kebijakan yang progresif karena jumlah manfaat yang diterima oleh masyarakat menengah ke bawah sangat mendominasi proporsi penerimaan dana subsidi tersebut yaitu sebesar 60,8%, selain itu manfaat yang diterima oleh masyarakat golongan menengah ke atas dan golongan kaya sangat kecil yaitu masing-masing hanya 3,1%. Hal tersebut menyebabkan Concentration Curves cenderung berada di atas garis perfect equality sehingga dapat dikatakan progresif.

26 2. Program Bantuan Operasional Sekolah tidak dapat menjangkau masyarakat miskin dengan baik disebabkan oleh objek dari program subsidi itu sendiri yang majemuk dan tidak ditargetkan dengan baik. Program Bantuan Operasional Sekolah ditujukan kepada seluruh siswa Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama baik negeri maupun swasta dengan perhitungan berdasarkan jumlah siswa. Dengan kata lain seluruh siswa mendapatkan bagian yang sama baik siswa yang berasal dari keluarga mampu maupun dari keluarga tidak mampu. 3. Terdapat beberapa kekurangan yang dikeluhkan oleh pihak sekolah yang menjadi sampel dalam pelaksanaan Program Bantuan Operasional Sekolah, diantaranya adalah jumlah dana yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan keterlambatan dalam pencairan dana subsidi tersebut. Jumlah yang tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah dikarenakan kebutuhan sekolah tidak selalu berdasarkan banyaknya jumlah siswa yang ada, sedangkan jumlah dana Bantuan Operasional Sekolah ditentukan berdasarkan jumlah siswa yang ada pada sekolah tersebut. Berbeda dengan sekolah negeri, pada sekolah swasta belanja guru dan karyawan serta pembangunan sekolah ditanggung oleh pihak sekolah itu sendiri, sehingga jumlah dan waktu pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah sangat penting bagi sekolah swasta dalam kelancaran pelaksanaan programprogram sekolah tersebut. 4. Pada pelaksanaan Program Bantuan Operasional Sekolah, peran sekolah dalam memberikan fasilitas kepada masyarakat khususnya orang tua murid untuk dapat mengakses informasi mengenai pelaksanaan program tersebut masih belum maksimal. Hal ini dibuktikan dengan 68% dari jumlah responden yang mengaku tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan mengenai Program Bantuan Operasional Sekolah. Di sisi lain, peran orang tua murid dalam mengawasi pelaksanaan Program Bantuan Operasional Sekolah juga masih belum maksimal. Berdasarkan hasil kuesioner, jumlah responden yang pernah melihat laporan mengenai penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah yang hanya 53,6%. Dengan demikian, dapat

27 diketahui bahwa kesadaran masyarakat dan pihak sekolah dalam menyukseskan Program Bantuan Operasional Sekolah masih sangat kurang. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pihak sekolah dan adanya kemungkinan terjadi tindak korupsi terhadap dana Bantuan Operasional Sekolah. Keterbatasan Keterbatasan dalam penelitian ini adalah data yang digunakan dalam menganalisis Program Bantuan Operasional Sekolah adalah data dalam kurun waktu satu tahun, sedangkan penilaian keberhasilan suatu program pemerintah tidak dapat dinilai hanya dalam jangka waktu yang singkat. Hal ini menyebabkan hasil analisis dalam penelitian ini tidak dapat menggambarkan secara menyeluruh keberhasilan dan jangkauan Program Bantuan Operasional Sekolah khususnya untuk Sekolah Menengah Pertama di Kota Semarang dalam menuntaskan wajib belajar 9 tahun. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, dapat disampaikan saran sebagai berikut : 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program BOS masih memiliki kekurangan dalam hal pengalokasian dana oleh pemerintah. Perlu adanya pengkajian kembali dalam pengalokasian jumlah dana BOS agar jumlah dana yang diberikan sesuai dengan kebutuhan sekolah. Hal ini terkait dengan penentuan jumlah dana BOS yang ditentukan berdasarkan jumlah siswa yang berada di sekolah yang bersangkutan. Sebagai contoh, sekolah yang memiliki jumlah siswa yang besar dan menarik biaya pendidikan yang besar pula, akan membutuhkan dana bantuan yang lebih sedikit dibandingkan dengan sekolah yang memiliki jumlah siswa dan jumlah biaya sekolah yang lebih rendah untuk dapat berkembang dan meningkatkan kualitas pendidikan sekolah tersebut. Selain itu, perlu adanya tinjauan kembali mengenai siswa yang mendapatkan dana bantuan

BENEFIT INCIDENCE ANALYSIS TERHADAP BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH UNTUK SMP SWASTA DI KOTA SEMARANG. Aditya Permana Evi Yulia Purwanti, SE.

BENEFIT INCIDENCE ANALYSIS TERHADAP BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH UNTUK SMP SWASTA DI KOTA SEMARANG. Aditya Permana Evi Yulia Purwanti, SE. BENEFIT INCIDENCE ANALYSIS TERHADAP BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH UNTUK SMP SWASTA DI KOTA SEMARANG Aditya Permana Evi Yulia Purwanti, SE., MSi ABSTRACT This study aims to analyze the progression of the

Lebih terperinci

BENEFIT INCIDENCE ANALYSIS PROGRAM BIDIKMISI PADA PERGURUAN TINGGI DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BENEFIT INCIDENCE ANALYSIS PROGRAM BIDIKMISI PADA PERGURUAN TINGGI DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BENEFIT INCIDENCE ANALYSIS PROGRAM BIDIKMISI PADA PERGURUAN TINGGI DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Aula Ahmad Hafidh, Tejo Nurseto, & Ngadiyono Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia aoela2004@yahoo.com

Lebih terperinci

Benefit Incidence Analysis Terhadap Bantuan Operasional Sekolah Untuk SMP Swasta di Kota Semarang

Benefit Incidence Analysis Terhadap Bantuan Operasional Sekolah Untuk SMP Swasta di Kota Semarang Benefit Incidence Analysis Terhadap Bantuan Operasional Sekolah Untuk SMP Swasta di Kota Semarang SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING 561 / Ekonomi Pembangunan LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING ANALISIS BENEFIT INCIDENCE ANALYSIS PROGRAM BIDIKMISI DI PERGURUAN TINGGI DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Aula Ahmad Hafidh Saiful

Lebih terperinci

ANALSIS MANFAAT INSIDEN (BENEFIT INCIDENCE ANALYSIS) PELAYANAN PUBLIK DI MALANG RAYA BENEFIT INCIDENCE ANALYSIS OF PUBLIC SERVICES IN MALANG RAYA

ANALSIS MANFAAT INSIDEN (BENEFIT INCIDENCE ANALYSIS) PELAYANAN PUBLIK DI MALANG RAYA BENEFIT INCIDENCE ANALYSIS OF PUBLIC SERVICES IN MALANG RAYA International Journal of Social and Local Economic Governance (IJLEG) E-ISSN: 2477-1929 Vol. 2, No. 1, April 2016, pages 69-76 http://ijleg.ub.ac.id ANALSIS MANFAAT INSIDEN (BENEFIT INCIDENCE ANALYSIS)

Lebih terperinci

EVALUASI BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DI KOTA SEMARANG (Benefit Incidence Analysis)

EVALUASI BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DI KOTA SEMARANG (Benefit Incidence Analysis) EVALUASI BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DI KOTA SEMARANG (Benefit Incidence Analysis) Nama ; Satya Adhi Hogantara Dosen Pembimbing : Johanna Maria Kodoatie, S.E, M.Ec, Ph.D ABSTRACT This study aims to determine

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN Kebijakan Pendidikan Working Paper: Investing in Indonesia s Education: Allocation, Equity, and Efficiency of Public Expenditures, World Bank

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Secara umum, pendidikan ayah dan pendidikan ibu berpengaruh positif terhadap probabilitas bersekolah bagi anaknya, baik untuk jenjang SMP maupun SMA. Jika dibandingkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan mengalokasikan persentase yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara formal dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara formal dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan tempat dimana proses pendidikan secara formal dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. Pada proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkat pencapaian pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa. Bahkan pendidikan menjadi domain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan pembangunan daerah Kota Yogyakarta maka dibuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HIBAH BERSAING

ARTIKEL PENELITIAN HIBAH BERSAING 561 / Ekonomi Pembangunan ARTIKEL PENELITIAN HIBAH BERSAING ANALISIS BENEFIT INCIDENCE ANALYSIS PROGRAM BIDIKMISI DI PERGURUAN TINGGI DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Aula Ahmad Hafidh Saiful Fikri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah komunitas, dan komunitaslah yang membentuk masyarakat. Substansi ini

BAB I PENDAHULUAN. sebuah komunitas, dan komunitaslah yang membentuk masyarakat. Substansi ini BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Masyarakat merupakan komponen besar dan kompleks dalam pembicaraan tentang kehidupan sosial. Di dalamnya ditemukan berbagai keberagaman pikiran dan perilaku. Keterkaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Temuan lembaga riset "The Indonesian Institute" tahun 2014 mencatat, ada tiga hal besar yang masih menjadi persoalan dalam bidang kesehatan di Indonesia. Pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena merupakan salah satu penentu kemajuan bagi suatu negara (Sagala, 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dinilai sangat penting dalam mendukung pertumbuhan. pendidikan bagi masyarakat di antaranya berkaitan dengan pengurangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dinilai sangat penting dalam mendukung pertumbuhan. pendidikan bagi masyarakat di antaranya berkaitan dengan pengurangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan dinilai sangat penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi suatu negara (World Bank, 1980; Barro, 1998; Barro dan Sala-i-Martin, 2004). Beberapa peneliti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kapasitas pemerintahan daerah agar tercipta suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen Pasal 31 ayat satu, dua, tiga dan empat. Ayat 1 berbunyi Setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masyarakat dunia saat ini menimbulkan persaingan yang semakin ketat antar bangsa dan dalam berbagai kehidupan. Untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Pendidikan juga penting bagi terciptanya kemajuan dan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian utama untuk suatu Negara yang ingin maju dan ingin menguasai

BAB I PENDAHULUAN. bagian utama untuk suatu Negara yang ingin maju dan ingin menguasai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah Satu indikator kemajuan pembangunan suatu bangsa adalah tingkat capaian Sumber Daya Manusianya, bahkan pendidikan merupakan bagian utama untuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi tentang..., Aris Roosnila Dewi, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Studi tentang..., Aris Roosnila Dewi, FISIP UI, 2010. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan panjang. Namun sampai saat ini masih banyak penduduk miskin yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor utama bagi pengembangan. sumber daya manusia. Karena pendidikan diyakini mampu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor utama bagi pengembangan. sumber daya manusia. Karena pendidikan diyakini mampu meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor utama bagi pengembangan sumber daya manusia. Karena pendidikan diyakini mampu meningkatkan sumber daya manusia untuk menciptakan

Lebih terperinci

Ketimpangan Pendapatan dan Kesempatan di Indonesia

Ketimpangan Pendapatan dan Kesempatan di Indonesia Ketimpangan Pendapatan dan Kesempatan di Indonesia Kunta W.D. Nugraha Peneliti Senior Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Konferensi INFID Jakarta, 26 27 November 2013 Topik Ketimpangan pendapatan

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perwujudan pendidikan dasar tanpa memungut biaya maka Pemerintah memberikan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kepada setiap sekolah. Bantuan Operasional Sekolah

Lebih terperinci

Tahun), sampai saat ini pemerintah masih dihadapkan pada berbagai

Tahun), sampai saat ini pemerintah masih dihadapkan pada berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 6 mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 Oleh I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H I. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dan yang paling pokok dalam menentukan kemajuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pentingnya pendidikan dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain sosial dan ekonomi. Dari sudut pandang sosiologi, pendidikan adalah alat untuk mentransfer nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kekayaan suatu negara yang dijadikan sebagai modal dasar pembangunan. Pembangunan bertujuan untuk menciptakan lingkungan

Lebih terperinci

Desentralisasi fiskal merupakan kewenangan yang diberikan pemerintah. pusat kepada daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pelayanannya

Desentralisasi fiskal merupakan kewenangan yang diberikan pemerintah. pusat kepada daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pelayanannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desentralisasi fiskal merupakan kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pelayanannya untuk dapat memenuhi

Lebih terperinci

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan TUJUAN 3 Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 43 Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar sekaligus kekayaan suatu bangsa, sedangkan sumber-sumber modal dan

BAB I PENDAHULUAN. dasar sekaligus kekayaan suatu bangsa, sedangkan sumber-sumber modal dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah faktor penting untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan sarana strategis guna peningkatan mutu sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting di seluruh aspek kehidupan manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan kepribadian manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana. pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

BAB I PENDAHULUAN. yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana. pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata baik materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk merencanakan dan melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Bangsa yang terdidik dan sehat akan menjadi pekerja yang lebih produktif

BAB I PENDAHULUAN. negara. Bangsa yang terdidik dan sehat akan menjadi pekerja yang lebih produktif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penilitian Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan suatu negara. Bangsa yang terdidik dan sehat akan menjadi pekerja yang lebih produktif dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang saat ini dalam masa pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dalam perkembangannya senantiasa memberikan dampak baik positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Perkembangan IPTEK yang pesat memaksa kita untuk dapat

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR 1.5 Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah daratan (tidak memiliki wilayah laut) yang berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketrampilan serta berdaya saing yang dibutuhkan dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. berketrampilan serta berdaya saing yang dibutuhkan dalam menghadapi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan akan tercipta insan yang berbudi, bertaqwa, berketrampilan serta berdaya

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip AGUSTUS 2015

Jurnal Geodesi Undip AGUSTUS 2015 ANALISIS DAYA TAMPUNG FASILITAS PENDIDIKAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK USIA SEKOLAH BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Widya Prajna, Sutomo Kahar, Arwan Putra Wijaya *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara berkewajiban

BAB I PENDAHULUAN. pada pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara berkewajiban 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kewajiban Negara memberikan pelayanan pendidikan dasar tertuang pada pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara berkewajiban untuk melindungi segenap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Disparitas perekonomian antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 1. Batas Admistrasi Sumber : Provinsi Sulawesi Tengah Dalam Angka, 2016 Gambar 4.1 Peta wilayah Provinsi Sulawesi Tengah Provinsi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mulai tahun 2011 akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan yang dilakukan melalui mekanisme

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDIDIKAN DALAM RAPBN 2014

ANGGARAN PENDIDIKAN DALAM RAPBN 2014 ANGGARAN PENDIDIKAN DALAM RAPBN 2014 1. Perkembangan Anggaran Pendidikan Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui Kementerian Negara/Lembaga, alokasi

Lebih terperinci

Oleh : I Nyoman Edi Pramana Wijaya. Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : I Nyoman Edi Pramana Wijaya. Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana PENERAPAN SURAT EDARAN MENTRI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 186/MPN/KU/2008 MENGENAI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN GRATIS DI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG Oleh : I Nyoman Edi Pramana Wijaya Bagian Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN, DAN PENGEMBANGAN KABUPATEN BANJAR DENGAN LEMBAGA PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Saat ini banyak terdapat cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbedabeda. Ada dua kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

Lebih terperinci

Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah

Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah KEMENTERIAN Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah Mei 2012 Dari BOS ke BOSDA: Dari Peningkatan Akses ke Alokasi yang Berkeadilan Program

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDIDIKAN DAN PERMASALAHNNYA

ANGGARAN PENDIDIKAN DAN PERMASALAHNNYA ANGGARAN PENDIDIKAN DAN PERMASALAHNNYA Pemerintah dan DPR telah sepakat untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN. Keputusan tersebut telah dilegalkan dalam UUD 1945 maupun UU Nomor

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun. Sekolah) yang menyediakan bantuan bagi Sekolah dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun. Sekolah) yang menyediakan bantuan bagi Sekolah dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development)

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perencanaan pembangunan dewasa ini, pembangunan manusia senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) dirumuskan sebagai perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencapai tujuan negara, dimana pembangunan mengarah pada proses untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting dan universal. Setiap pemerintahan harus menjalankan fungsi penganggaran dalam melakukan aktivitas dan

Lebih terperinci

BAB V RELEVANSI DAN EFEKTIVITAS APBD

BAB V RELEVANSI DAN EFEKTIVITAS APBD BAB V RELEVANSI DAN EFEKTIVITAS APBD 5.1. Evaluasi APBD Pendapatan Daerah yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Kota Solok diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan merupakan rangkaian kegiatan dari programprogram

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan merupakan rangkaian kegiatan dari programprogram I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan merupakan rangkaian kegiatan dari programprogram di segala bidang secara menyeluruh, terarah, terpadu, dan berlangsung secara terus menerus dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kecil dan Menengah (IKM) memegang peranan penting bagi perekonomian Indonesia, karena sektor ini dapat mengatasi permasalahan pemerataan dalam distribusi pendapatan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN KELUARGA PETANI KELAPA SAWIT RAKYAT DENGAN PETANI PADI SAWAH

PERBANDINGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN KELUARGA PETANI KELAPA SAWIT RAKYAT DENGAN PETANI PADI SAWAH PERBANDINGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN KELUARGA PETANI KELAPA SAWIT RAKYAT DENGAN PETANI PADI SAWAH (Studi Kasus : Desa Ujung Kubu, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara) Nessy Anali Utami, Thomson Sebayang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan antara lain oleh ketersediaan biaya kesehatan. Biaya kesehatan ditinjau dari sisi pemakai jasa pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

TUJUAN 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua

TUJUAN 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua TUJUAN 2 Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua 35 Tujuan 2: Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Target 3: Memastikan pada 2015 semua anak-anak di mana pun, laki-laki maupun perempuan, dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

Analisis Perbedaan Persepsi Stakeholders Ters Atas Transparansi, Partisipasi Dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah

Analisis Perbedaan Persepsi Stakeholders Ters Atas Transparansi, Partisipasi Dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Thesis of Accounting http://repository.ekuitas.ac.id Public Sector Accounting 2015-12-11 Analisis Perbedaan Persepsi Stakeholders Ters Atas Transparansi,

Lebih terperinci

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal KOMPONEN IPM Pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki manusia (masyarakat). Di antara berbagai pilihan, yang terpenting yaitu berumur panjang dan sehat,

Lebih terperinci

Indonesia National Health Accounts Dipaparkan dalam Kongres InaHEA Intercontinental Mid Plaza Hotel Jakarta Rabu, 8 April 2015

Indonesia National Health Accounts Dipaparkan dalam Kongres InaHEA Intercontinental Mid Plaza Hotel Jakarta Rabu, 8 April 2015 Indonesia National Health Accounts 2012 Dipaparkan dalam Kongres InaHEA Intercontinental Mid Plaza Hotel Jakarta Rabu, 8 April 2015 Bagaimana Pengeluaran Kesehatan Indonesia? Expenditure 2005 2006 2007

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis

Lebih terperinci

MENEROPONG PROBLEM PENDIDIKAN DI INDONESIA Refleksi Hari Pendidikan Nasional*

MENEROPONG PROBLEM PENDIDIKAN DI INDONESIA Refleksi Hari Pendidikan Nasional* MENEROPONG PROBLEM PENDIDIKAN DI INDONESIA Refleksi Hari Pendidikan Nasional* O. Nurhilal, M.Si Jurusan Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran Alamat email : o.nurhilal@unpad.ac.id Abstrak Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

Pendahuluan Pertumbuhan Ekonomi Sadono Sukirno

Pendahuluan Pertumbuhan Ekonomi Sadono Sukirno Pendahuluan Kita perlu mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi untuk mengetahui bagaimana perkembangan produksi riil suatu negara. Pertumbuhan riil yang mencapai 100 persen mengindikasikan tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (a process of enlarging the choice of people). Indeks Pembangunan Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. (a process of enlarging the choice of people). Indeks Pembangunan Manusia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang UNDP (United Nations Development Programme) mendefinisikan Indeks Pembangunan manusia sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk (a process of enlarging the choice

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik selama periode tertentu. Menurut Sukirno (2000), pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. baik selama periode tertentu. Menurut Sukirno (2000), pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara yang berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.

Lebih terperinci

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA 1. Gambaran Umum Demografi DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA Kondisi demografi mempunyai peranan penting terhadap perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah karena faktor demografi ikut mempengaruhi pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan indeks pembangunan manusia juga telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa diberlakukannya Otonomi Daerah, untuk pelaksanaannya siap atau tidak siap setiap pemerintah di daerah Kabupaten/Kota harus melaksanakannya, sehingga konsep

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena dari sanalah kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. negara karena dari sanalah kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memegang peranan sentral dalam pembangunan bangsa dan negara karena dari sanalah kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa akan datang banyak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dana Pendidikan 2.1.1 Pengertian Dana Pendidikan Menurut Mulyasa (2011:167) menyatakan bahwa dana merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektivitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Masih tingginya angka kemiskinan, baik secara absolut maupun relatif merupakan salah satu persoalan serius yang dihadapi bangsa Indonesia hingga saat ini. Kemiskinan

Lebih terperinci

Risalah Kebijakan (POLICY BRIEF)

Risalah Kebijakan (POLICY BRIEF) Risalah Kebijakan (POLICY BRIEF) Badan Penelitian dan Pengembangan Inovasi Daerah Provinsi Lampung Strategi Pembangunan Pendidikan di Provinsi Lampung dalam rangka Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pelaksanaan pemerintahan diserahkan kepada daerah itu sendiri secara

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pelaksanaan pemerintahan diserahkan kepada daerah itu sendiri secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan penyelenggaraan pemerintahan dikenal ada dua pendekatan yang menghubungkan pemerintah pusat dan daerah yaitu pendekatan secara sentralisasi dan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Buku Distribusi Pendapatan Penduduk Kota Palangka Raya Tahun 2013

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 31 IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 4.1. Pengeluaran dan Konsumsi Rumahtangga Kemiskinan tidak terlepas dari masalah tingkat pendapatan yang masih rendah dan hal ini umumnya terjadi di wilayah pedesaan Distribusi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA SEKUNDER DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PROPINSI SUMATERA BARAT

BAB IV ANALISA DATA SEKUNDER DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PROPINSI SUMATERA BARAT BAB IV ANALISA DATA SEKUNDER DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PROPINSI SUMATERA BARAT Analisa deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran tentang keadaan pendidikan di Sumatera Barat. 4.1. Karakteristik

Lebih terperinci

EVALUASI BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DI KOTA SEMARANG (Benefit Incidence Analysis)

EVALUASI BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DI KOTA SEMARANG (Benefit Incidence Analysis) 1 EVALUASI BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DI KOTA SEMARANG (Benefit Incidence Analysis) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat menambah potensi

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat menambah potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat menambah

Lebih terperinci

PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENYALURAN BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)

PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENYALURAN BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENYALURAN BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) (Studi Deskriptif : SD.N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara) Oleh: CHRISTIAN SIREGAR 040901063 Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh

Lebih terperinci