BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil olahan data penulis, dengan menggunakan check list maka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil olahan data penulis, dengan menggunakan check list maka"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan hasil olahan data penulis, dengan menggunakan check list maka beberapa informasi yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Kawasan Hutan Konservasi Cagar Alam Panua ( HKCA Panua ) Kawasan HKCA Panua secara administrasi terletak di kecamatan Paguat dan Marisa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Sedangkan secara geografis terletak antara LU dan BT. Kawasan ini dapat ditempuh dengan menggunakan kenderaan roda empat maupun roda dua. Lokasi Cagar Alam Panua ini berada pada jarak sekitar 160 km dari Kota Gorontalo, dan dapat dicapai melalui Jalan Trans Sulawesi yang ditempuh dalam waktu sekitar 3 jam ( 180 menit ). Adapun batas batas wilayah dari Kawasan HKCA Panua adalah : Sebelah Utara Sebelah selatan Sebelah Timur Sebelah Barat : Berbatasan denagan Desa Teratai Kecamatan Marisa. : Berbatasan dengan Teluk Tomini. : Berbatasan dengan Desa Maleo Kecamatan Paguat. : Berbatasan dengan Teluk Tomini. Luas keliling Kawasan Hutan Konservasi Cagar Alam Panua adalah ha dan sudah ditata batas. Tata batas dilapangan dilakukan dengan pemasangan pal batas yang jumlahnya 290 buah.

2 2. Topografi Kawasan ini mempunyai topografi mulai dari dataran rendah hingga berbukit dengan ketinggian mencapai meter dari permukaan laut. 3. Jenis tanah Jenis tanah pada kawasan ini sebagian besar berwarna merah, kuning, dan agak kehitam hitaman sebagian besar berlempung dan berpasir dengan kedalaman 0, 60 meter. 4. Iklim Keadaan iklim di wilayah Kawasan Hutan Konservasi Cagar Alam Panua relatif normal. Curah hujan umumnya tersebar merata sepanjang tahun dengan periode antara bulan November Januari dan Maret Mei. Masa kering antara bulan Agustus September. Angin dan topografi sangat berpengaruh terhadap curah hujan di wilayah ini. Sebagai contoh wilayah bagian utara dan tengah (Libuo dan Bunuyo) curah hujannya tinggi karena pengaruh angin timur laut. Secara umum curah hujan di daerah Hutan Panua curah hujan antara mm per tahun. Sedangkan di wilayah Gorontalo rata rata mm per tahun. Adapun suhu udara rata rata antara C. 5. Jenis Flora dan Fauna

3 Kawasan Hutan Konservasi Cagar Alam Panua memiliki potensi biotik kawasan berupa flora dan fauna. Disebelah utara Jalan Trans Sulawesi dapat dijumpai beberapa jenis flora antara lain : Beringin (Ficus Sp), Cempaka (Michelia Spp ), Nantu (Nyatoh ), Kayu Damar ( Agathis Cabillardiari ). Sedangkan disebelah selatan Jln. Trans Sulawesi sebagian besar ditumbuhi Mangrove dan dipesisir pantai ditumbuhi Cemara (Casuarina Junghuhiana), Anggrek (Coelogyne Pandurate Sp). Jenis Satwa yang terdapat didalam Cagar Alam Panua antara lain : Maleo (Macrocephalon Maleo), Anoa (Buballus Depresicorrnis), Burung Rangkong (Phyticerox Casidix). 6. Kondisi Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Sekitar Kawasan Tingkat pendidikan masyarakat sekitar kawasan masih tergolong cukup rendah. Hal ini terlihat dengan banyaknya jumlah penduduk usia di bawah 15 tahun yang tidak mengerti pendidikan dasar padahal dalam usia tersebut seharusnya mereka wajib mengikuti pendidikan. Inilah kondisi masyarakat sekitar kawasan yang diharapkan bisa membantu pemerintah dalam hal pemanfaatan kawasan hutan konservasi ini sehingga diharapkan akan mencapai tujuan pemanfaatan yang optimal. 7. Kegiatan Wisata yang dapat dilakukan di Kawasan HKCA Panua Kegiatan wisata yang dapat dilakukan di Kawasan HKCA Panua adalah sebagai berikut : 1. Sight Seeing.

4 2. Berkemah yang banyak dilakukah oleh anak anak pramuka. 3. Hiking yang banyak dilakukan oleh anak pecinta alam. 4. Fotografi. 5. Penelitian Flora dan Fauna yang banyak dilakukan oleh peneliti. 6. Studi. 4.2 Hasil Penelitian Adapun data yang diperoleh penulis dalam pemanfaatan Kawasan Hutan Konservasi Cagar Alam Panua antara lain : Data Kunjungan Kawasan Hutan Konservasi Cagar Alam Panua Berdasarkan hasil penelitian, pengunjung yang datang ke Kawasan HKCA Panua cukup bervariasi, mulai dari kelompok pecinta alam, pelajar, peneliti, maupun wisatawan yang menyenangi kawasan alam / wisata minat khusus. Tujuan mereka mengunjungi Kawasan HKCA Panua ini juga berbeda beda seperti berkemah, fotogarafi, melihat flora dan fauna langka, meneliti, maupun meng-explore hutan konservasi. Kondisi ini dapat menggambarkan seberapa besar potensi dan pemanfaatan di Kawasan HKCA Panua dimasa depan. Sementara jumlah kunjungan ke Kawasan HKCA Panua ini cukup baik, yang dapat dilihat pada tabel berikut ini :

5 Tabel 4.1 Data kunjungan wisata minat khusus di Kawasan Cagar Alam Panua. No Tahun Jumlah Kunjungan Wisata Minat Khusus Wisatawan Nusantara Wisatawan Mancanegara orang 10 Orang orang 13 Orang orang 23 Orang Sumber : Badan Konservasi Cagar Alam Panua & Statistik Kepariwisataan Kab.Pohuwato, Tahun 2012

6 Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa kunjungan tiap tahunnya selalu meningkat, dan wisatawan yang datang kebanyakan adalah wisatawan nusantara yang di dominasi oleh wisatawan lokal Gorontalo Fungsi pemanfaatan Kawasan HKCA Panua di Kabupaten Pohuwato Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak pengelola dalam rangka pemanfaatan kawasan hutan konservasi ini, maka pemanfaatan dapat dibagi menjadi 1. Pembagian Zonasi pemanfaatan ekowisata. Pihak pengelola dalam hal ini Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) telah membagi zona kawasan konservasi menjadi 5 zona, antara lain zona inti, zona perlindungan bahari, zona pemanfaatan lokal, zona pemanfaatan umum, dan zona pemanfaatan pariwisata. Pada zona pemanfaatan pariwisata pihak pengelola tidak melakukan pembangunan fasilitas karena hutan konservasi adalah hutan yang dilindungi, dan pihak pengelola bekerjasama dengan Dinas Kehutanan, Dinas Pariwisata, dan masyarakat sekitar kawasan cagar alam untuk melakukan penjagaan, pemeliharaan, penghijauan pada Cagar Alam Panua. Pengunjung Kawasan HKCA Panua selain bisa mengunjungi Zonasi Pemanfaatan Pariwisata, pengunjung juga bisa mengunjungi 3 zonasi lainnya, yaitu : 1. Zona Perlindungan Bahari yaitu zona kawasan yang terhubungan dengan Pantai Tanjung Maleo yang direncanakan oleh pengelola Kawasan HKCA Panua dan Pemerintah Kabupaten Pohuwato untuk dijadikan tempat penangkaran Penyu,

7 selain itu pada zonasi ini difasilitasi Speed Boat oleh BKSDA untuk menyeberang ke Pulau Lahe. 2. Zona Pemanfaatan Lokal yaitu zona kawasan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan untuk membuka lahan pertanian demi menunjang ekonomi masyarakat sekitar kawasan. Pada zona ini pengunjung dapat melihat bagaimana masyarakat sekitar kawasan dalam membuat Madu Alami, serta dapat belajar bagaimana bercocok tanam yang baik. 3. Zona Pemanfaatan umum di Kawasan HKCA Panua dimanfaatkan sebagai tempat yang direncanakan untuk dibangun fasilitas seperti cottage, & Restaurant. Kawasan HKCA Panua pada zona ini, banyak dimanfaatkan oleh pengunjung untuk bersantai di tepi Pantai Tanjung Maleo, dimanfaatkan untuk berkemah oleh anak anak pecinta alam. Sebelum masuk ke kawasan hutan konservasi ini, pengunjung atau wisatawan harus memiliki izin tertulis dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam ( BKSDA ) Sulawesi Utara, karena di Gorontalo belum mempunyai kantor BKSDA, yang ada hanya kantor pembagian wilayah sebagai kantor pengawasan terhadap konservasi. Setelah mendapatkan surat izin masuk kawasan hutan konservasi, akan ada petugas yang mengantarkan pengunjung / wisatawan untuk menyusuri kawasan hutan. Masuk Kawasan Cagar Alam Panua harus pada jam am pm & pm pm karena pada jam itu Burung Maleo tidak melakukan aktivitas bertelur. Dalam kawasan hutan pengunjung tidak diizinkan membawa makanan,

8 kecuali air mineral. Makanan yang dibawa harus dititipkan di pos penjaga dekat Pantai Tanjung Maleo, hal ini dilakukan agar para pengunjung tidak akan meninggalkan sisa sisa makanannya di dalam Kawasan Hutan Konservasi Cagar Alam Panua. Peran pengelola Kawasan Hutan Konservasi Cagar Alam Panua sangatlah penting demi penjagaan, pemeliharaan kawasan hutan. Salah satu peran BKSDA yang sangat penting yaitu melaksanakan rancangan konservasi, karena rancangan konservasi itu sangat berguna demi kelangsungan hidup flora & fauna yang berada di kawasan hutan. Pihak pengawas lapangan di Kawasan Hutan Konservasi Cagar Alam Panua ada 5 orang, setiap harinya mereka menjalankan tugas untuk menjaga Kawasan HKCA Panua, memindahkan telur Burung Maleo lalu menimbun telur Maleo di dekat pesisir Pantai Tanjung Maleo, memberi makan Burung Maleo yang berada dalam penangkaran, serta menjaga kebersihan kawasan cagar alam sesuai dengan program BKSDA yaitu melaksanakan rancangan konservasi. Untuk menyelenggarakan tugasnya, BKSDA mempunyai fungsi : 1. Penyusunan program pengembangan kawasan cagar alam, serta promosi dan informasi. 2. Pelaksanaan konservasi kawasan serta jenis tumbuhan dan satwa. 3. Pengamanan Kawasan dan jenis sumber daya alam hayati di luar kawasan. 4. Pembinaan Cinta Alam dan penyuluhan konservasi sumber daya alam. Pemanfaatan HKCA Panua sebagai destinasi berbasis ekowisata telah diterapkan oleh BKSDA pada tahun- tahun sebelumnya, tetapi karena banyaknya

9 kendala, maka pemanfaatannya baru bisa dilakukan pada tahun Pengelola memanfaatkan zona intensif di Kawasan HKCA Panua sebagai kegiatan pariwisata mengalami tantangan karena kunjungan wisatawan di Kawasan HKCA Panua belum terlalu banyak, yang datang lebih banyak tergolong pelajar, mahasiswa, dan wisatawan lokal. Kegiatan pariwisata yang dilakukan di Kawasan HKCA Panua adalah sight Seeing, berkemah, hiking, fotografi, penelitian flora & fauna, melihat penangkaran Burung Maleo, menikmati fasilitas Out Bound, melihat Green House flora yang ada di Kawasan HKCA Panua. Pemanfaatan area untuk pariwisata belum terlalu di perhatikan karena dilihat dari kondisi Kawasan Hutan Konservasi Cagar Alam Panua yang harus dipertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem, tetapi karena banyak yang meminati perjalanan ketempat yang masih alami. Pemanfaatan Kawasan HKCA Panua sebagai destinasi berbasis ekowisata difasilitasi oleh pengelola sebagai berikut : 1. Penangkaran Burung Maleo yang bisa dilihat langsung oleh pengunjung yang datang ke HKCA Panua. 2. Penyediaan fasilitas Out Bound pada zona pemanfaatan pariwisata. 3. Green House yang bisa dilihat langsung oleh pengunjung. Salah satu prinsip pengelolaan konservasi di Cagar Alam adalah harus adanya prinsip pengakuan apresiasi dan partisipasi yaitu adanya subsidi silang dalam pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam ( KPA ) dan Kawasan Suaka Alam ( KSA ) yang diharapkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan, khususnya dalam menjamin dan meningkatkan pengamanan kawasan. Pengamanan kawasan di

10 Kawasan HKCA Panua adalah langsung dari pihak Polisi Kehutanan dari Dinas Kehutanan Pohuwato, ini merupakan bentuk kerjasama dari pihak pengelola dengan instansi pemerintah yang terkait dengan pengelolaan Kawasan HKCA Panua. Selain itu BKSDA dan Dinas Kehutanan Pohuwato sama sama meningkatkan pengamanan pada kawasan, kedua instansi ini membuat peraturan tentang tata tertib wisatawan lokal maupun asing yang akan berkunjung ke Kawasan HKCA Panua agar tidak merusak kawasan Cagar Alam. Pengelola akan memberikan sangsi pada wisatawan yang dalam melakukan aktivitas wisatanya tidak bertanggung jawab pada lingkungan Kawasan HKCA Panua. Sangsi yang diberikan berupa teguran, dan nasehat agar kiranya wisatawan yang datang lebih mencintai alam dan lingkungan. 2. Pengelolaan Destinasi Berbasis Ekowisata Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Pohuwato dalam rangka pemanfaatan Kawasan HKCA Panua sebagai destinasi berbasis ekowisata, Dinas Kehutanan telah memberikan tanggung jawab sepenuhnya pada BKSDA agar memanfaatkan dengan sebaik baiknya daerah pemanfaatan ekowisata. Selain itu Dinas Kehutanan bersama sama mengadakan pelestarian hutan dalam hal ini pemanfaatan hutan secara lestari dan pengawetan berbagai sumber alam yang berada di dalam sekitar Kawasan HKCA Panua. Pengelolaan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga secara terus menerus dapat memberikan produksi dan jasa yang diharapkan, tetapi tidak mengurangi fungsi Kawasan HKCA Panua sebagai destinasi ekowisata dan tidak menimbulkan dampak lingkungan yang tidak diinginkan.

11 Peran dan fungsi Dinas Kehutanan pada Kawasan HKCA Panua sangat penting demi penjagaan, pemeliharaan, dan penghijauan kawasan hutan. Dinas Kehutanan melakukan upaya penanganan pada masalah perambah hutan melalui program program pemukiman kembali ( resettlement ). Karena itu, upaya semacam ini perlu dilanjutkan dengan pendekatan yang lebih partisipatif. Meningkatnya jumlah perambah hutan telah menjadi masalah dalam kerangka pelestarian ekosistem hutan, jika ini terjadi maka akan banyak satwa langka yang ada di Kawasan HKCA Panua ini punah. 3. Promosi Kawasan HKCA Panua Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak Dinas Pariwisata Kabupaten Pohuwato dalam rangka pemanfaatan Kawasan HKCA Panua, Dinas Pariwisata merupakan satuan kerja perangkat daerah yang mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan bidang Perhubungan, Pariwisata, Kebudayaan, dan Telekomunikasi. Dalam bidang Pariwisata, telah dilakukan berbagai program dan kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan objek dan daya tarik wisata dengan melibatkan masyarakat setempat. Dinas Pariwisata sangat berperan dalam hal mempromosikan Kawasan HKCA Panua, karena cagar alam ini adalah satu satunya destinasi wisata minat khusus di Kabupaten Pohuwato. Berbeda dengan daerah wisata yang diizinkan pembangunan fisik dan kegiatan manusia untuk berekreasi, wilayah cagar alam dilindungi keasliannya untuk menjaga otentisitas ekosistem beserta flora dan

12 faunanya, tetapi wilayah cagar alam tidak dilarang untuk kegiatan rekreasi karena dalam wisatanya adalah wisata yang bertanggung jawab. 4.3 Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara yang dilakukan, penulis menemukan kajian pembahasan yang berkaitan dengan pemanfaatan kawasan ekowisata diantaranya tahap pemanfaatan, pelestarian, penjagaan pada kawasan, faktor penghambat dalam pemanfaatan Kawasan HKCA Panua, serta bagaimana konsep pengelolaan, maka pembahasan ini dapat dibagi menjadi sebagai berikut : Penerapan pemanfaatan, pelestarian dan penjagaan di Kawasan HKCA Panua sebagai destinasi berbasis ekowisata. Penerapan pemanfaatan, pelestarian dan penjagaan di Kawasan HKCA Panua secara kelembagaan, instansi yang berwenang dalam pengelolaan dan pemanfaatan Kawasan HKCA Panua adalah Departemen Kehutanan dalam hal ini Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Namun demikian dalam persoalan lingkungan tidak menjadi tanggung jawab satu instansi saja, tidak saja menjadi tanggung jawab Departemen Kehutanan, tetapi pemerintah kabupaten/propinsi dan juga masyarakat harus secara bersama-sama bertanggung jawab terhadap kelestarian sumber daya alam di wilayahnya.

13 Dalam rangka otonomi daerah diharapkan untuk lebih menekankan prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah baik sumber daya manusia dan alamnya, maupun tatanan serta budaya yang ada dan akan selalu bekembang. Proses otonomi daerah perlu diartikan sebagai tanggung jawab, kewajiban dan wewenang pembangunan dari para pelaku (stakeholders) di pusat pemerintahan ke semua pelaku pembangunan di daerah otonom, baik di tingkat propinsi, kabupaten dan kota (Soerjani, 2000). Di era Otonomi Daerah tentu tidak diharapkan bahwa yang terjadi adalah hanya berupa pemindahan sebagian kewenangan politik, administrasi dan finansial ke tata pemerintahan yang ada di daerah (propinsi/kabupaten/kota) tanpa menangkap peluang-peluang perbaikan yang bisa dicapai dengan era yang baru ini (desentralisasi). Prinsip umum kelestarian yang diterapkan dalam pemanfaatan cagar alam sebagaimana dinyatakan Uppon dan Bass (1995) dalam Sardjono (2004), adalah : a. Kelestarian Lingkungan (environmental sustainability) menunjukkan bahwa ekosistem mampu mendukung kehidupan organisme secara sehat, disamping pada waktu yang bersamaan mampu memelihara produktifitas. Hal ini mensyaratkan pengelolaan hutan yang menghormati dan dibangun atas dasar proses-proses alami. b. Kelestarian Sosial (social sustainability) ; merefleksikan hubungan antara pembangunan dan norma-norma sosial, suatu kegiatan secara sosial lestari bilamana memiliki kesesuaian dengan norma-norma sosial atau tidak melebihi

14 kapasitas masyarakat untuk suatu perubahan, dan c. Kelestarian Ekonomi (economic sustainability) ; menuntut bahwa keuntungan bagi suatu (beberapa) kelompok tidak melebihi biaya yang diperlukan dan kapital yang setara dapat diwariskan dari satu generasi ke genarasi berikutnya. Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, kewenangan konservasi masih ada di tangan pemerintah pusat, padahal ada banyak inisiatif di tingkat daerah mengenai pengelolaan kawasan konservasi yang belum terakomodir oleh peraturan pusat. Hal ini menjadi pertanyaan, sejauh mana masyarakat memberikan masukan bagi peraturan di pusat terkait dengan pengelolaan kawasan konservasi (Eddy Manopo Angi, 2005). Kawasan yang ditetapkan pemerintah pusat sebagai kawasan dengan fungsi konservasi berada di wilayah administratif daerah. Pemerintah daerah tentu lebih memahami kondisi aktual dan kebutuhan bagi pemanfaatan destinasi ekowisata yang baik. Pemanfaatan destinasi adalah proses yang khas yang terdiri dari tindakan tindakan planning, organizing, actuating dan controlling dimana masing masing bidang digunakan, baik ilmu pengetahuan maupun keahlian dan diikuti secara berurutan dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditetapkan semula. Adapun tindakan tindakan pemanfaatan yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Perencanaan ( Planning )

15 Perencanaan di Kawasan HKCA Panua yaitu bukan pada fasilitasnya, tetapi bagaimana merencanakan Cagar Alam ini dapat diharapkan menjadi salah satu destinasi ekowisata tanpa mengurangi adanya hal hal yang tidak diinginkan, yaitu keluhan wisatawan terhadap akses ke Kawasan HKCA Panua. Prinsip pengelolaan ekowisata dalam satu kawasan yang dilindungi dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem hutan, oleh karena itu terdapat beberapa butir prinsip pengelolaan ekowisata yang harus dipenuhi. 2. Pengorganisasian ( Organizing ) Penyusunan organisasi adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan usaha menyusun organisasi yaitu membuat suatu struktur, wewenang formal melalui bagian bagian yang akan dilaksanakan, dengan meliputi menentukan batas batas tugas ( wewenang ) dan tanggung jawab, kegiatan yang mengkoordinasikan bagian bagian dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, mengelompokkan kegiatan kegiatan yang diperlukan untuk pelaksanaan rencana kedalam unit unit kerja secara menentukan hubungan kerja kedalam unit unit kecil. Di Kawasan HKCA Panua setiap karyawan dalam hal ini pengelola di BKSDA bertujuan memberikan info yang aktul, benar, terpercaya tentang Kawasan Hutan Konservasi Cagar Alam Panua, serta bertanggung jawab atas keselamatan pengunjung di Kawasan HKCA Panua. Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) adalah organisasi pelaksana tugas teknis di bidang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi

16 Alam. Badan Konservasi Sumber Daya Alam mempunyai tugas penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar kawasan konservasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas, UPT Badan Konservasi Sumber Daya Alam menyelenggarakan fungsi : 1. Penataan blok, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi. 2. Pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi. 3. Koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung; penyidikan, perlindungan dan pengamanan hutan, hasil hutan dan tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi. 4. Pengendalian kebakaran hutan. 5. Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. 6. Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

17 7. Kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan. 8. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam. 3. Penggerakan ( Actuating ) Penggerakan yang dimaksud adalah untuk menuntun, membimbing, serta mengawasi jalannya kegiatan wisata minat khusus. Actuating atau tahap penggerakan ini merupakan penggerakan dari pengelola guna memberikan konsep konsep kelestarian lingkungan. 4. Pengawasan ( Controling ) Pengawasan terhadap lingkungan Kawasan HKCA Panua adalah pengawasan terhadap satwa satwa langka yang ada di hutan tersebut. Dalam pengawasan dan pemanfaatanya pengelola harus memperhatikan standarisasi sesuai manfaat hutan tersebut. Pengawasan terhadap Kawasan HKCA Panua dilakukan oleh BKSDA dan Dinas Kehutanan demi tercapainya penjagaan yang terarah. Sesuai hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka berikut ini peneliti menjelaskan tentang faktor penghambat dari pemanfaatan HKCA Panua. a. Partisipasi Masyarakat Berkembangnya industri pariwisata karena didukung oleh tingkat partisipasi dari masyarakat sebagai pengguna ataupun pelayanan jasa. Namun kurangnya minat

18 wisata khusus memberikan kurangnya pengunjung di Kawasan HKCA Panua karena tingkat partisipasi masyarakat setempat sangat rendah padahal tempat wisata ini sangat mudah dijangkau oleh pengunjung, akses ke cagar alam sangat mudah tanpa melalui hambatan atau ancaman yang berbahaya. Tingkat partisipasi masyarakat juga berhubungan dengan upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya pendidikan karena dengan pendidikan akan sangat berpengaruh pada tingkat kesadaran masyarakat akan pemanfaatan kawasan ini sebagai kawasan ekowisata. Mayoritas penduduk di sekitar Kawasan HKCA Panua ini memeluk agama islam dengan mata pencaharian masyarakat sekitar berdasarkan hasil observasi adalah petani dan nelayan. Usaha peningkatan kesadaran masyarakat tentang pemanfaatan kawasan HKCA Panua dapat dilakukan oleh pengelola kawasan dalam hal ini BKSDA dan Dinas kehutanan agar dapat memberikan sosialisasi tentang pemanfaatan kawasan HKCA Panua, serta selalu melibatkan masyarakat dalam pemanfaatan dan pengembangan wisata minat khusus. Cagar Alam ini sangat menarik untuk dikunjungi karena selain pengunjung / wisatawan bisa menikmati pesona keindahan hutan, pengunjung juga bisa menikmati keindahan pantai yang sangat indah yaitu Pantai Tanjung Maleo yang berada di pinggir bibir Kawasan Hutan Konservasi Cagar Alam Panua. Faktor penghambat lainnya adalah perambahan yang dilakukan oleh masyarakat disekitar Kawasan HKCA Panua bukan sepenuhnya berorientasi pada kayu saja akan tetapi lebih pada praktek membuka lahan untuk usaha pertanian dan

19 perkebunan. Secara alamiah, apabila dari masyarakat setempat berpartisipasi secara langsung dalam bentuk berprofesi sebagai pengguna pariwisata, maka pengunjung dari luar daerah akan tertarik berkunjung ke cagar alam ini. Padahal, banyak peran yang bisa dimainkan masyarakat dalam pengembangan objek wisata tersebut. Masyarakat lokal semestinya dilibatkan dalam proses perencanaan, pembangunan, pengawasan pariwisata. Namun usaha pelibatan masyarakat dalam pengembangan pariwisata mengalami kendala dalam penerapannya, karena : 1. Sumber daya masyarakat lokal kurang dan bahkan tidak mengetahui visi pemanfaatan pariwisata secara jelas. 2. Rendahnya minat dan kesadaran ( awareness ) sumber daya masyarakat local terhadap pentingnya pariwisata. 3. Rendahnya kemampuan sumber daya masyarakat local dalam bidang kepariwisataan. 4. Kesenjangan budaya ( cultural berrier ) antara sumber daya masyarakat lokal dan wisatawan. Hal inilah yang menjadikan masyarakat lokal hanya menjadi objek dan penonton saja dan bukan sebagai subjek atau pelaku pariwisata. Dalam hal ini pengelola bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Pohuwato untuk mengizinkan masyarakat kawasan untuk memanfaatkan Zona Pemanfaatan Lokal untuk dijadikan sebagai lahan pertanian untuk menunjang ekonomi masyarakat

20 sekitar kawasan. Hal ini dilakukan agar masyarakat sekitar kawasan tidak merambah hutan, dan tetap menjaga kelestarian hutan konservasi. b. Promosi Pemasaran Tidak berkembangnya Kawasan HKCA Panua dibandingkan dengan kawasan lain dapat dilihat dari sepinya pengunjung, baik pengunjung wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Sepinya pengunjung tersebut diakibatkan oleh kurangnya promosi pemasaran cagar alam, padahal Kawasan HKCA Panua ini dapat dipasarkan secara global karena memiliki panorama alam yang sangat indah. Jenis satwa yang terdapat di Kawasan Hutan Konservasi Cagar Alam Panua ini sangat beragam sehingga dapat menunjang kegiatan kegiatan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pariwisata berbasis ekowisata. Kelemahan yang dilakukan oleh pihak pengelola dalam hal mempromosikan pemasaran Kawasan HKCA Panua adalah kurangnya akses komunikasi kedaerah lain sehingga potensi cagar alam ini kurang tersosialisasi secara publik. Padahal, pihak pengelola selain membuat brosur tentang cagar alam juga melakukan promosi pemasaran wisata dapat dilakukan melalui akses situs internet, dan promosi melalui situs internet sudah mulai dilakukan sejak tahun Distribusi brosur / leaflet dapat diletakkan di pintu masuk Bandar Udara, di hotel hotel yang bisa bekerjasama membantu promosi wisata minat khusus. Distributor ini dilakukan agar para wisatawan yang datang ke Gorontalo dapat membaca informasi tentang objek objek wisata yang ada di Gorontalo.

21 Promosi juga berpengaruh pada interaksi wilayah / daerah dengan wilayah / daerah lainnya, dengan menggunakan jenis sarana tertentu. Banyaknya wilayah / daerah yang berhubungan merupakan interaksi. Pola interaksi wilayah wilayah sangat ditentukan oleh karakteristik fisik wilayah. Secara administratif, Gorontalo merupakan provinsi muda di Indonesia sehingga potensi yang ada di daerah ini belum terlalu dikenal oleh wisatawan nusantara ataupun wisatawan mancanegara. Berdasarkan kondisi ini, interaksi wilayah sangat berpengaruh pada proses pelaksanaan pemasaran pariwisata. Kendala tersebut masih dalam tahap melakukan upaya upaya untuk mencari solusi dengan cara menawarkan kerjasama dengan pihak tertentu. Kemudian, yang menghambat faktor interaksi wilayah tersebut adalah tinjauan secara geografis. Secara geografis, daerah Gorontalo berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Sulawesi Utara. Hubungan transportasi dengan Provinsi Sulawesi Tengah hanya dilalui oleh transportasi darat, hubungan transportasi Gorontalo Manado pada umumnya melalui transportasi darat dan frekuensi transportasi udara hanya 4 ( empat ) kali dalam seminggu, dan hubungan Gorontalo Makassar adalah melalui transportasi udara dengan tingkat frekuensi setiap hari, serta kapal penumpang yang menghubungkan daerah Gorontalo dengan daerah lainnya melalui transportasi laut. Berdasarkan kurangnya transportasi tersebut, maka potensi daerah Gorontalo kurang tersosialisasi karena wisatawan sangat kurang yang berkunjung di daerah ini, maka dari itu pengelola harus melakukan kerjasama dengan Dinas Perhubungan agar kiranya dapat mengoptimalisasikan transportasi

22 yang ada di Gorontalo dengan cara menambah transportasi udara, agar akses menuju Gorontalo mudah dicapai Konsep pengelolaan Kawasan HKCA Panua di Kabupaten Pohuwato Daerah Gorontalo mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan, baik wilayah nusantara maupun wisatawan mancanegara. Oleh karena itu, pemerintah Gorontalo telah mencanangkan program pengembangan pariwisata sejak terbentuk menjadi provinsi yang ke 32 di Indonesia.Hal ini bertujuan agar kawasan wisata tersebut dapat dikelola dengan professional serta dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitarnya, selain menambah devisa negara. Lebih lanjut lagi, pengembangan program pariwisata seharusnya dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar dan memberikan kesadaran sikap bagi masyarakat Gorontalo dalam menyonsong peran pariwisata yang semakin mengglobal. Oleh karena itu, agar wisatawan banyak yang berkunjung pada objek wisata ini, perlu suatu strategi pengembangan program pariwisata. Berdasarkan masalah tersebut, konsep yang ditawarkan penulis tentang konsep pemanfaatan Kawasan HKCA Panua adalah sebagai berikut : a. Konsep Aman Aman adalah suatu kondisi atau keadaan yang memberikan suasana tenang dan tenteram bagi wisatawan. Selain itu juga berarti bebas dari rasa takut dan khawatir akan keselamatan jiwa, raga dan harta milik atau bebas dari ancaman,

23 gangguan, dalam menciptakan pesona aman di Kawasan HKCA Panua pengelola harus bekerjasama dengan polisi hutan dan masyarakat setempat. Berdasarkan pengamatan di Kawasan HKCA Panua dapat dilihat dari aktivitas para pengunjung, dimana mereka tidak mengkonsumsi makanan pada saat di Kawasan HKCA Panua, karena yang boleh dibawa didalam Kawasan HKCA Panua hanya air mineral. Hal ini dilakukan agar konsep ekowisata berbasis lingkungan tetap terjaga. b. Konsep Tertib. Tertib adalah suatu kondisi atau keadaan yang mencerminkan suasana tertib dan teratur secara disiplin dalam semua kehidupan masyarakat. Termasuk tertib dalam segi peraturan dimana wisatawan akan mendapat suasana pelaksanaan peraturan yang konsisten dan seragam dimana saja. Tertib dari segi waktu dimana wisatawan akan menemukan segala sesuatu yang pasti waktunya sesuai terjadwal. Tertib dari segi mutu pelayanan dimana wisatawan akan mendapatkan mutu pelayanan yang bermutu tinggi. Tertib dalam segi informasi dimana wisatawan selalu mudah mendapatkan informasi yang akurat dan dalam bahasa yang mudah dimengerti. c. Konsep Ramah Tamah Ramah tamah adalah sifat dan perilaku masyarakat yang akrab dalam pergaulan hormat dan sopan dalam berkomunikasi, suka senyum, suka menyapa, suka

24 memberikan pelayanan dan ringan tangan untuk membantu tanpa pamrih, baik yang diberikan oleh petugas / aparat unsur pemerintah maupun usaha pariwisatayang secara langsung melayaninya. Sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan, penduduk sekitar Kawasan HKCA Panua sangat ramah dan mereka selalu melakukan komunikasi pada wisatawan yang datang. Keramah tamahan penduduk setempat merupakan daya tarik tersendiri bagi Kawasan HKCA Panua. Lagi lagi hal ini butuh peran aktif dari instansi terkait untuk memberikan pemahaman dan kesadaran kepada masyarakat yang bertindak sebagai tuan rumah. Kalau hal ini dilaksanakan secara baik, maka pengunjung di tempat ini akan bertambah jumlahnya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.330, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5798) PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan ekosistemnya. Potensi sumber daya alam tersebut semestinya dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS Oleh : Pengendali EkosistemHutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa, untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan menakjubkan. Kondisi kondisi alamiah seperti letak dan keadaan geografis, lapisan tanah yang subur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak potensi alam baik di daratan maupun di lautan. Keanekaragaman alam, flora, fauna dan, karya cipta manusia yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa kawasan konservasi di Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Kawasan lindung Bukit Barisan Selatan ditetapkan pada tahun 1935 sebagai Suaka Marga Satwa melalui Besluit Van

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi objek wisata yang tersebar di seluruh pulau yang ada. Salah satu objek wisata yang berpotensi dikembangkan adalah kawasan konservasi hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 02/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. Dunia pariwisata Indonesia sempat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa Taman

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan kawasan yang berubah peruntukannya dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata di Kota Palembang.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI V. 1. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi pengembangan produk wisata bahari dan konservasi penyu di Kabupaten

Lebih terperinci

IZIN USAHA JASA PARIWISATA

IZIN USAHA JASA PARIWISATA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa, untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan orang-orang semakin memiliki kemampuan untuk berwisata dan

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan orang-orang semakin memiliki kemampuan untuk berwisata dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan merupakan salah satu industri yang berkembang pesat di Indonesia dan akan terus berkembang dengan perkembangan industrialisasi dan perubahan gaya hidup

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DAN PENATAAN FUNGSI PULAU BIAWAK, GOSONG DAN PULAU CANDIKIAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan olahan data penulis, dengan menggunakan check list maka

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan olahan data penulis, dengan menggunakan check list maka BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Deskripsi Lokasi Penelitian Berdasarkan olahan data penulis, dengan menggunakan check list maka beberapa informasi yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

4 Dinas Tata Ruang, Kebersihan dan Pertamanan

4 Dinas Tata Ruang, Kebersihan dan Pertamanan LAMPIRAN 64 65 Lampiran 1 Tugas pokok dan fungsi instansi-instansi terkait No. Instansi Tugas pokok dan fungsi 1 BAPPEDA Tugas pokok: melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah bidang perencanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan tersebar dari pulau Sumatera sampai ke ujung timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang BAB I PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah pembangunan skala nasional, hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat berlimpah. Banyak diantara keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam memiliki potensi untuk pengembangan ekowisata. Pengembangan ekowisata di TNTC tidak

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

I. UMUM. Sejalan...

I. UMUM. Sejalan... PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM I. UMUM Kekayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA

RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa, obyek wisata yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah. Sumber daya alam hayati di Indonesia dan ekosistemnya mempunyai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Oleh Pengampu : Ja Posman Napitu : Prof. Dr.Djoko Marsono,M.Sc Program Studi : Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara.

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Berkembangnya pariwisata pada suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam ini, hampir merata terdapat di seluruh wilayah

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang melimpah. Kekayaan hayati Indonesia dapat terlihat dari banyaknya flora dan fauna negeri ini. Keanekaragaman sumber

Lebih terperinci

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 114 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Aspek pengembangan suatu objek wisata diantaranya meliputi pengembangan tata

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Burung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila; Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2013 0 BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 1 Pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) Pengertian TAHURA Taman Hutan Raya adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) Untuk tujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah, mendapat pemasukan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah, mendapat pemasukan dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah, mendapat pemasukan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi. Bahkan tidak berlebihan,

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA Tito Latif Indra, SSi, MSi Departemen Geografi FMIPA UI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suaka Alam Pulau Bawean ditunjuk dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 76/Kpts/Um/12/1979 tanggal 5 Desember 1979 meliputi Cagar Alam (CA) seluas 725 ha dan Suaka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat dalam pemanfaatan

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA.

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA. KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA http://www.birohumas.baliprov.go.id, 1. PENDAHULUAN Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan Bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi sebuah perhatian yang besar dari para

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan berbagai macam suku dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan berbagai macam suku dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan berbagai macam suku dengan adat istiadat yang berbeda,yang mempunyai banyak pemandangan alam yang indah berupa pantai,danau,laut,gunung,sungai,air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya alam. Dengan demikian, Indonesia memiliki potensi kepariwisataan yang tinggi, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu berada pada ketinggian

Lebih terperinci

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: P.7/IV-Set/2011 Pengertian 1. Kawasan Suaka Alam adalah

Lebih terperinci