BAB I PENDAHULUAN. hingga 2030 meneruskan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs)

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu pembangunan berkelanjutan sebagai agenda pembangunan global baru untuk periode 2016 hingga 2030 meneruskan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) yang telah berakhir pada tahun Tujuan SDGs yang ke-3 adalah meningkatkan kesehatan yang baik dengan target yang akan dicapai yaitu mengurangi sepertiga kematian akibat penyakit tidak menular. Kanker serviks merupakan salah satu penyakit yang tidak menular (Kemenkes, 2015). Kanker serviks merupakan salah satu permasalahan dalam kesehatan reproduksi. Kanker serviks adalah keganasan yang terjadi pada leher rahim. Kanker serviks merupakan kanker kedua yang paling sering terjadi di seluruh dunia. Kasus kanker serviks pada tahun 2012 terdapat kasus baru, yang telah didiagnosis di seluruh dunia dan 85% terjadi di daerah yang kurang berkembang. Kanker serviks menyebabkan wanita meninggal karena kanker serviks setiap tahun. Kanker serviks mewakili 7,5% kematian dari semua kematian yang disebabkan oleh kanker pada perempuan (WHO, 2014). Indonesia merupakan negara kedua di dunia setelah Cina yang memiliki pengidap kanker serviks terbanyak (Ghofar, 2009). Berdasarkan data Kementrian Kesehatan tahun 2015, rata-rata setiap jam jumlah penderita Kanker Serviks bertambah 2,5 orang dan 1,1 wanita meninggal karena kanker 1

2 serviks. Prevelensi dan estimasi penderita kanker serviks pada tahun 2013 di Indonesia adalah 0,8 dengan estimasi jumlah kasus. Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi D.I.Y (Daerah Istimewa Yogyakarta) memiliki prevalensi kanker serviks tertinggi yaitu sebesar 1,5 dengan jumlah penderita sebanyak kasus, (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2015). Kanker serviks sebagian besar disebabkan oleh infeksi HPV (Human Papiloma Virus). Gejala kanker serviks cenderung muncul setelah kanker telah mencapai stadium lanjut. Wanita-wanita di negara maju lebih mudah mempunyai akses terhadap skrining kanker serviks lebih dini, sehingga sebagian besar lesi pra kanker dapat dindentifikasi pada tahap ketika kanker mudah diobati. Wanita-wanita di negara berkembang mempunyai akses terhadap skrining yang terbatas, sehingga penyakit kanker serviks sering tidak terindentifikasi lebih dini (WHO, 2014). Skrining atau penapisan merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya kanker serviks. Skrining dapat menentukan terinfeksi atau tidak oleh HPV atau mengalami lesi prakanker yang harus dilanjutkan dengan pengobatan yang sesuai bila ditemukan lesi (Drektorat Pencegahan Penyakit tidak Menular, 2009). Pengobatan dini mencegah terjadinya kanker serviks sampai 80% di negara-negara maju. Tingkat kematian yang tinggi akibat kanker serviks secara global (52%) dapat dikurangi dengan program skrining dan pengobatan yang efektif (WHO, 2014). Perempuan yang tidak rutin menjalani pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dapat meningkatkan

3 resiko hingga enam kali lipat dibandingkan wanita yang rutin melakukan pemeriksaan deteksi dini (Dinkes Provinsi Yogyakarta, 2011). Sebagian besar kanker serviks invasif ditemukan di wanita yang belum memiliki skrining rutin (American Cancer Society, 2014). Kanker serviks berkembang disebabkan oleh rendahnya cakupan deteksi kanker servik. Program deteksi dini di Indonesia masih kurang dari 5% (Samadi, 2010). Umumnya penderita kanker serviks akan datang ketika sudah stadium lanjut, hal ini karena kanker serviks biasanya tidak menimbulkan tanda gejala awal yang jelas, tetapi bisa disembuhkan jika ditemukan secara dini dengan melakukan deteksi dini (Romauli & Vindari, 2009). Berdasarakan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemeriksaan Pap smear, diantaranya: sikap, norma subjektif, pengetahuan, motivasi, sosial ekonomi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jennings (1977) pada Wanita Afrika Amerika dan Latin mengemukakan bahwa terdapat hubungan langsung tidak langsung antara sikap, norma subjektif dan dirasakan kontrol perilaku dengan Pap smear melalui niat. Sedangkan Hasil penelitian Adi, 2011 pada wanita usia dewasa menunjukan bahwa sikap dan norma subjektif secara bersamasama terbukti memengaruhi variabel intensi pemeriksaan deteksi dini kanker serviks, sedangkan norma subjektif lebih besar pengaruhnya dibanding variabel internal yakni sikap dalam menentukan intensi pemeriksaan deteksi dini kanker serviks. Penelitian yang dilakukan oleh Ady

4 dan Jennings penelitian yang berdasarkan Planned of behavior theory atau teori perilaku terencana. Planned of behavior theory atau teori perilaku terencana merupakan teori dimana tindakan/ perlakuan suatu individu berdasarkan alasan. Faktor sentral dalam teori perilaku yang direncanakan adalah intention/ niat individu untuk melakukan perilaku. Teori perilaku terncana mempunya tiga konseptual dalam pembentukan niat, yaitu : attitude toward the behavior, subjective norm dan perceived behavioral control (Ajzen, 1991). Studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti pada hari Senin, tanggal 04 Januari 2016 pada data di dinas kesehatan Bantul didapatkan hasil bahwa di wilayah Bantul terdapat pasangan usia subur. Pada tahun 2015 tercatat 278 wanita (0,18 %) yang melakukan pemeriksaan pap smear. Puskesmas Sewon 1 merupakan salah satu Puskesmas yang telah melaksanakan program pemeriksaan Pap smear setiap tahunnya. Berdasarkan data di Puskesmas Sewon 1, di wilayah kerja Puskesmas Sewon 1 terdapat pasangan usia subur dan tercatat 32 wanita (0,48 %) yang melakukan pemeriksaan Pap smear pada tahun Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berkaitan dengan penggunaan apusan Pap berdasarkan planned of behavior theory di wilayah kerja Puskesmas Sewon 1, Bantul. B. Rumusan Masalah

5 1. Apakah sikap individu berhubungan dengan perilaku pemeriksaan apusan Pap secara tidak langsung melalui niat? 2. Apakah norma subjektif berhubungan dengan perilaku pemeriksaan apusan Pap secara tidak langsung melalui niat? 3. Apakah persepsi kontrol perilaku berhubungan dengan perilaku pemeriksaan apusan Pap secara langsung dan tidak langsung melalui niat? 4. Apakah niat berhubungan langsung dengan perilaku penggunaan apusan Pap? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Pengaruh hubungan secara langsung dan tidak langsung penggunaan apusan Pap berdasarkan planned of behavior theory pada wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Sewon 1 2. Tujuan Khusus a. Menganalisis hubungan antara sikap individu terhadap perilaku dengan perilaku pemeriksaan apusan Pap secara tidak langsung melalui niat b. Menganalisis hubungan antara norma subjektif dengan perilaku pemeriksaan apusan Pap secara tidak langsung melalui niat c. Menganalisis hubungan antara presepsi kontrol perilaku dengan perilaku pemeriksaan apusan Pap secara langsung dan tidak langsung melalui niat d. Menganalisis hubungan antara niat menggunakan apusan Pap dengan perilaku penggunaan apusan Pap secara langsung. D. Manfaat Penelitian

6 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pengembangan penelitian di bidang planned of behavior theory 2. Manfaat Praktis a. Bagi pengelola Dinas Kesehatan Bantul Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul untuk merencanakan dan melaksanakan program promosi kesehatan dalam meningkatkan perilaku wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan Pap smear b. Bagi tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Sewon 1 Hasil Penelitian ini diharapkan sebagai informasi untuk tenaga kesehatan untuk dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membuat program memberikan promosi kesehatan untuk mengubah perilaku sehingga dapat meningkatkan perilaku wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan Pap smear dan dapat memberikan pelayanan di bidang promosi kesehatan.

7