BAB I PENDAHULUAN. perubahan tingkah laku dan kemampuan. Tercapainya kualitas pendidikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. perubahan tingkah laku dan kemampuan. Tercapainya kualitas pendidikan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Belajar merupakan serangkaian aktivitas siswa yang menghasilkan perubahan tingkah laku dan kemampuan. Tercapainya kualitas pendidikan yang baik dapat dipengaruhi oleh kualitas pembelajaran di kelas. Perwujudan pembelajaran yang baik dapat dilihat dari aktivitas belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran. Kebanyakan dalam proses pembelajaran guru memegang peran yang dominan, sehingga guru berfungsi sebagai sumber belajar dan pemegang otoritas tertinggi keilmuan (teacher centered). Pandangan semacam ini perlu diubah dan guru hendaknya menerapkan variasi model pembelajaran serta menekankan agar siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran (student centered). Proses pembelajaran di dalam kelas merupakan bagian yang sangat penting dari pendidikan. Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru menggunakan model, metode, dan media pembelajaran. Model pembelajaran yang tidak sesuai dengan topik materi pembelajaran dapat menyebabkan proses pembelajaran tidak maksimal. Model pembelajaran hendaknya berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran. Peran siswa yang pasif selama proses pembelajaran dapat menyebabkan hasil belajar menjadi menurun. Penggunaan model pembelajaran konvensional seperti ceramah secara terus menerus dapat menyebabkan siswa merasa jenuh dan tidak 1

2 2 mempunyai motivasi dalam proses pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran dapat meningkatkan kualitas dalam proses pembelajaran. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 menyatakan Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam penyelenggaraan pendidikan dituntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal (persekolahan). Perubahan tersebut harus pula diikuti oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah. Salah satu perubahan paradigma pembelajaran adalah revolusi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered), beralih berpusat pada peserta didik (student centered), metode pembelajaran yang semula lebih didominasi ekspositori beralih ke parsipatori, dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi menjadi konstektual. Perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran, baik dari proses maupun hasil pembelajaran.

3 3 Sejak tahun 2001, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional, bernomenklatur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah mengembangkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), dan seterusnya pada tahun 2006 menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum 2006 memuat sejumlah permasalahan diantaranya: (1) Kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional; (2) Kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; (3) Beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, (kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum; (4) Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global; (5) Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru; (6) Standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala; dan (7) Dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multitafsir (Depdiknas 2013). Oleh karena itu, kurikulum harus dirancang mampu membangun peserta didik untuk: (1) mengembangkan minat dan bakat peserta didik dalam menghadapi kehidupan, meningkatkan kesiapan peserta didik untuk bekerja;

4 4 (2) mengembangkan kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya; serta (3) mengembangkan rasa tanggung jawab peserta didik terhadap lingkungan. Dilandasi oleh cita-cita luhur untuk menyiapkan dan membangun generasi muda Indonesia yang demikian itulah, pemerintah melalui Kemdikbud, mengembangkan Kurikulum 2013 secara nasional. Pengembangan Kurikulum 2013 didesain untuk menyiapkan dan membangun generasi muda Indonesia masa depan yang tangguh dan madani. Generasi muda Indonesia yang beradab, bermartabat, berbudaya, berkarakter, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab dalam mengawal kehidupan bangsa dan Negara (Depdiknas 2013). (2008:13): Menurut Collete-Chiapetta, (1994) dalam Zuhdan Kun Prasetyo, Sebagian besar dari berbagai pembelajaran termasuk sains didasarkan pada tiga ranah taksonomi Bloom, yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam pembelajaran pasif di ranah Bloom tidak seimbang dan tidak holistik, masih menitikberatkan pada ranah kognitif dan belum mencakup afektif dan psikomotor. Sebagai akibatnya, pembelajaran berlangsung tidak menyenangkan, menimbulkan ketertarikan terhadap mata pelajaran sains rendah akibat pembelajaran yang masih rendah, pasif didominasi ceramah, tidak memberikan peluang pengembangan kreativitas, dan tidak efektif, jumlah waktu yang disediakan belum maksimal termanfaatkan bagi pencapaian kompetensi peserta didik. Fakta empirik yang terkait problematika pembelajaran sains adalah perlu di kembangkan model dan metode pembelajaran sains yang dapat mencapai ketiga ranah dari Bloom yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan sejumlah keterampilan ilmiah atau bekerja ilmiah melalui

5 5 metode ilmiah, sekaligus melatih sikap ilmiah, adalah metode saintifik. Dengan metode ini peserta didik dapat mengidentifikasi masalah, menyusun hipotesis, memprediksi konsekuensi hipotesis, melakukan eksperimen untuk menguji hipotesis, dan merumuskan hukum umum yang sederhana yang diorganisasikan dari hipotesis, prediksi dan eksperimen. Dalam metode eksperimen tidak hanya aspek kognitif, melainkan aspek psikomotorik dan afektif bisa diamati oleh guru. Pembelajaran sains pada hakekatnya terdiri atas proses, produk dan sikap yang menuntut siswa melakukan penemuan dan pemecahan masalah. Sains menurut Mundilarto (2005:2) memiliki fungsi yang sangat strategis karena dapat digunakan untuk mengembangkan potensi dan kemampuankemampuan siswa baik aspek kognitif, aspek psikomotorik, maupun aspek afektif. Hal ini dapat diartikan bahwa dalam pembelajaran, guru tidak hanya mentrasfer pengetahuan, tetapi dapat juga menanamkan sikap ilmiah kepada siswa. Keberhasilan sains lebih banyak ditentukan oleh sikap saintis yang mau mengubah prinsip dan menerima perbedaan jika ada temuan baru yang berbeda. Berdasasarkan penjelasan tersebut, karakteristik sains adalah produk pengetahuan ilmiah, temuan saintis berupa fakta, teori, hukum dan proses dalam memperoleh dan mengembangkan pengetahuan sains berupa keterampilan sains dalam melakukan kerja ilmiah. Keterampilan ini meliputi: mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen, mengendalikan variabel dalam

6 6 eksperimen, mengolah data, serta mengkomunikasikan hasil eksperimen dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil observasi pembelajaran salah satu guru Fisika SMA di Kabupaten Ciamis menggambarkan pembelajaran masih didominasi oleh guru. Siswa dalam pembelajaran bersikap pasif yang tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Dalam pelaksanaan pembelajaran tidak terlihat antara pendahuluan, isi dan penutup, dan belum terlihat pencapaian materi yang sudah dikuasai siswa. Berdasarkan analisis observasi tersebut maka diperlukan suatu model pembelajaran yang menuntut siswa aktif dalam pembelajaran dan keterlaksanaan aktivitas pembelajaran dilihat sejauhmana konsep dikuasai siswa. Sejak Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006, pembelajaran Fisika di SMA masih didominasi oleh penggunaan metode ceramah, yakni guru sebagai pusat dan sumber belajar yang sering mendominasi kegiatan pembelajaran. Aktivitas peserta didik dapat dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting. Guru menjelaskan materi Fisika hanya sebatas produk dan sedikit proses. Salah satu penyebabnya adalah padatnya materi yang harus dibahas dan diselesaikan berdasarkan kurikulum yang berlaku. Padahal dalam pembelajaran Fisika, tidak cukup hanya menekankan pada produk, tetapi yang lebih penting adalah proses untuk membuktikan atau mendapatkan suatu teori atau hukum.

7 7 Menurut Kurikulum 2013 dan sesuai dengan karakteristik Fisika sebagai bagian dari natural science, pembelajaran Fisika harus merefleksikan kompetensi sikap ilmiah, berpikir ilmiah, dan keterampilan kerja ilmiah. Kegiatan pembelajaran dilakukan melalui proses mengamati, menanya, mencoba/mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar, dan mengkomunikasikan (Depdiknas 2013). (1) Kegiatan mengamati bertujuan agar pembelajaran berkaitan erat dengan konteks situasi nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Proses mengamati fakta atau fenomena mencakup mencari informasi, melihat, mendengar, membaca, dan atau menyimak. (2) Kegiatan menanya dilakukan sebagai salah satu proses membangun pengetahuan siswa dalam bentuk konsep, prisnsip, prosedur, hukum dan teori, hingga berpikir metakognitif. Tujuannnya agar siswa memiliki kemapuan berpikir tingkat tinggi (critical thinking skill) secara kritis, logis, dan sistematis. Proses menanya dilakukan melalui kegiatan diskusi dan kerja kelompok serta diskusi kelas. Praktik diskusi kelompok memberi ruang kebebasan mengemukakan ide/gagasan dengan bahasa sendiri, termasuk dengan menggunakan bahasa daerah. (3) Kegiatan mencoba/mengumpulkan data bermanfaat untuk meningkatkan keingintahuan siswa untuk memperkuat pemahaman konsep dan prinsip/prosedur dengan mengumpulkan data, mengembangkan kreativitas, dan keterampilan kerja ilmiah. Kegiatan ini mencakup merencanakan, merancang, dan melaksanakan eksperimen, serta memperoleh,

8 8 menyajikan, dan mengolah data. Pemanfaatan sumber belajar termasuk teknologi informasi sangat disarankan dalam kegiatan ini. (4) Kegiatan mengasosiasi bertujuan untuk membangun kemampuan berpikir dan bersikap ilmiah. Data yang diperoleh dibuat klasifikasi, diolah, dan ditemukan hubungan-hubungan yang spesifik. Kegiatan dapat dirancang oleh guru melalui situasi yang direkayasa dalam kegiatan tertentu sehingga siswa melakukan aktivitas antara lain menganalisis data, mengelompokkan, membuat kategori, menyimpulkan, dan memprediksi/mengestimasi dengan memanfaatkan lembar kerja diskusi atau praktik. Hasil kegiatan mencoba dan mengasosiasi memungkinkan siswa berpikir kritis tingkat tinggi (higher order thinking skills) hingga berpikir metakognitif. (5) Kegiatan mengomunikasikan adalah sarana untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, gambar/sketsa, diagram, atau grafik. Kegiatan ini dilakukan agar siswa mampu mengomunikasikan pengetahuan, keterampilan, dan penerapannya, serta kreasi siswa melalui presentasi, membuat laporan, dan/ atau unjuk karya (Depdiknas 2013). Tantangan baru dinamika kehidupan yang makin kompleks menuntut aktivitas pembelajaran bukan sekedar mengulang fakta dan fenomena keseharian yang dapat diduga, melainkan mampu menjangkau pada situasi baru yang tak terduga. Dengan dukungan kemajuan teknologi dan seni, pembelajaran diharapkan mendorong kemampuan berpikir siswa hingga situasi baru yang tak terduga. Agar pembelajaran terus menerus

9 9 membangkitkan kreativitas dan keingintahuan siswa, kegiatan pembelajaran kompetensi dilakukan dengan langkah sebagai berikut: 1. Menyajikan atau mengajak siswa mengamati fakta atau fenomena baik secara langsung dan/ atau rekonstruksi sehingga siswa mencari informasi, membaca, melihat, mendengar, atau menyimak fakta/ fenomena tersebut 2. Memfasilitasi diskusi dan tanya jawab dalam menemukan konsep, prinsip, hokum dan teori 3. Mendorong siswa aktif mencoba melaui kegiatan eksperimen 4. Memaksimalkan pemanfaatan tekonologi dalam mengolah data, mengembangkan penalaran dan memprediksi fenomena 5. Memberi kebebasan dan tantangan kreativitas dalam mengkomunikasikan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki melalui presentasi dan/atau unjuk karya dengan aplikasi pada situasi baru yang terduga sampai tak terduga (Depdiknas, 2013). Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran yang bersifat konstruktivistik yang berorientasi ke hakikat sains yaitu adanya tiga dimensi dalam belajar sains (sebagai produk, proses dan alat untuk mengembangkan sikap ilmiah). Selain memberikan kesempatan seluasluasnya pada siswa untuk melakukan eksplorasi sederhana, alternatif model yang ditawarkan juga mempertimbangkan pemahaman konsep-konsep yang harus dikuasai siswa. Jean Piaget (2004) seorang filsafat konstruktivisme menyatakan bahwa dalam proses belajar anak akan membangun sendiri

10 10 skemanya serta membangun konsep-konsep melalui pengalamannya (Suparno, 2007). Mata pelajaran Fisika di SMA adalah mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional yang sangat menentukan kelulusan siswa. Standar Kelulusan siswa dipublikasikan dalam Tabel 1 ( lampiran1). Hasil penelitian pendahuluan dideskripsikkan bahwa model pembelajaran yang digunakan oleh guru SMA selama ini adalah model ceramah. Hal ini ditunjukkan oleh hasil angket terhadap guru-guru Fisika SMA di Kabupaten Ciamis, sebanyak 80% melaksanakan model ceramah dan sisanya model eksperimen. Berdasarkan angket terhadap 5 orang guru diperoleh jawaban 80% metode ceramah dan 20% metode eksperimen. Berdasarkan angket terhadap guru-guru di kabupaten Ciamis sebanyak 80% guru menggunakan bahan ajar yang dibuat oleh penerbit. Berdasarkan analis bahan ajar Fisika SMA yang digunakan pada pembelajaran SMAN 1 Ciamis yaitu penerbit Erlangga yang ditulis oleh Martin Kanginan, masih banyak kelemahan terutama dari tata tulis simbol, latihan soal tidak menuntut untuk membuktikan suatu konsep dengan eksperimen. Dasedangkan hasil angket terhadap 5 orang guru diperoleh 80 % guru menggunakan bahan ajar yang dibuat penerbit. Hasil penelitian pendahuluan melalui wawancara kepada Guru SMA di Kabupaten Ciamis dalam hal pengukuran hasil belajarsiswa, diperoleh informasi bahwa guru hanya menggunakan tes tertulis yang hanya menilai pada aspek kognitif. Aspek afektif dan psikomotor kurang mendapat

11 11 perhatian dari guru. Sebanyak 80% guru mengaku bahwa tujuan pembelajaran yang ingin dicapai peserta didik adalah untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Guru yang menyatakan bahwa tujuan pembelajaran yang ingin dicapai peserta didik dalam pembelajaran adalah untuk membangun pengetahuan, keterampilan dan sikap hanya 20%. Berdasarkan angket terhadap 5 orang guru, diperoleh data bahwa 80% yang dinilai aspek kognitif saja dan hanya 20% yang menyertakan penilaian pada aspek afektif dan psikomotor. Apabila dikaitkan dengan implementasi Kurikulum 2013 dalam pembelajaran, hasil angket menunjukan 40% guru menggunakan pendekatan saintifik dan 60% tidak menggunakan pendekatan saintifik. Berdasarkan hasil observasi di kelas dan diskusi dengan guru Fisika di Kabupaten Ciamis tentang pembelajaran Fisika diperoleh informasi bahwa: (1) tidak lengkapnya alat lab untuk praktikum sehingga tidak semua konsep bisa dibuktikan; (2) tugas-tugas yang diberikan oleh guru sebagian besar hanya menyelesaikan soal-soal dalam bahan ajar atau LKS sehingga pembelajaran monoton; (3) pemberian umpan balik terhadap tugas yang diberikan kepada siswa jarang dilakukan sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar dan tidak mengetahui kebenaran dari jawaban tugas yang telah dikerjakan; (4) pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher centered learning) dibuktikan dengan analisis pembelajaran Fisika SMAdi kelas; (5) siswa bersikap pasif dalam kegiatan pembelajaran dan mengkonstruksi sendiri karena semua perangkat sudah disediakan oleh guru, hal ini

12 12 mengakibatkan siswa menjadi tidak kreatif; (6) siswa lebih berperan sebagai objek daripada subjek pembelajaran dibuktikan dari video pembelajaran Fisika SMA sehingga pembelajaran di kelas menjadi monoton; (7) penilaian masih berorientasi pada hasil belajar peserta didik belum pada penilaian proses belajar sebagaimana yang diamanahkan oleh kurikulum 2013; (8) bahan ajar dan LKS yang dibuat penerbit tidak menuntut siswa untuk membuktikan eksperimen, hanya berupa teori dan soal-soal. Hasil pemetaan Ujian Nasional tahun 2012 banyak siswa tidak tuntas dan mengalami miskonsepsi pada konsep gerak lurus. Penelitian pendahuluan juga dilakukan terhadap siswa kelas X, data diambil secara random di SMA Negeri 1 Ciamis dirangkum dalam lampiran 2 Tabel 2. Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa diperoleh persentase siswa yang mengalami miskonsepsi pada pembelajaran gerak lurus rata-rata kelas sebesar 70,4 %. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian pendahuluan tersebut dijadikan dasar untuk melakukan penelitian untuk mengurangi miskonsepsi Fisika, khususnya pada konsep gerak lurus. Faktor psikologis siswa yang selama ini enggan mengemukakan pendapat dan pertanyaan langsung kepada guru walaupun mereka tidak memahami konsep materi, juga merupakan penghambat keberhasilan belajar di kelas. Tidak jarang siswa mengalami miskonsepsi dalam memahami konsep pengetahuan yang dipelajari. Hasil analisis ketuntasan UN Badan Litbang Kemdikbud tentang KD dan Indikator Ujian Nasional yang belum tuntas di tunjukan dalam Tabel

13 13 3 (lampiran 3). Persentase ketuntasan pada materi gerak lurus di SMA Kabupaten Ciamis dengan sampel empat sekolah yakni SMAN 1 Ciamis, SMAN2 Ciamis, SMAN3 Ciamis dan SMAN Baregbeg menunjukkan angka 6,9 % sampai 37,50%, hal ini menunjukkan bahwa ketuntasan siswa masih di bawah rata-rata. Dari Tabel 3 dapat disimpulkan KD gerak lurus pada Kelas X Semester satu perlu dikembangkan dan diperbaiki. Penelitian pendahuluan yang juga dilakukan melalui penyebaran angket instrumen pemetaan berdasarkan 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) ditunjukkan pada Tabel 4 (Lampiran 4). Dari Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa keempat sekolah yang dijadikan sebagai penelitian pendahuluan, tidak memenuhi Standar Nasional Pendidikan karena yang memperoleh skor 3 kurang dari 60%, untuk itu perlu diadakan perbaikan. Hasil penelitian pendahuluan tersebut dapat digambarkan dalam diagram berikut: Diagram Instrumen pemetaan dengan 8 SNP di SMAN 1 Ciamis Skor 3 Skor 2 Skor 1 Skor 0 Diagram Instrumen pemetaan dengan 8 SNP di SMAN2 Ciamis Skor 3 Skor 2 Skor 1 Skor 0

14 14 Diagram Instrumen pemetaan dengan 8 SNP di SMAN 3 Ciamis Persentase Pemetaan dengan 8 SNP di SMAN Baregbeg Skor 3 Skor 2 Skor 1 Skor 0 Skor 3 Skor 2 Skor 1 Skor 0 Gambar 1. Diagram instrumen pemetaan dengan 8 SNP di SMAN 1, 2, 3 Ciamis dan SMAN Baregbeg (Keterangan : skor 3 diperoleh apabila terpenuhi semua instrumen 8 SNP, skor 2 apabila terpenuhi sebagian instrumen 8 SNP, skor 1 apabila terpenuhi hanya 1 instrumen 8 SNP dan skor 0 apabila semuanya tidak ada) Column2 Column1 Series SMAN 1 Ciamis SMAN 2 Ciamis SMAN 3 Ciamis SMAN Baregbeg Grafik 1. Grafik Standar Proses di SMAN 1, 2, 3 Ciamis dan SMAN Baregbeg (Keterangan : skor 3 apabila terpenuhi semua instrumen, skor 2 apabila terpenuhi sebagian instrumen, skor 1 kalau terpenuhi hanya 1 dan skor 0 apabila semuanya tidak ada)

15 15 Penelitian pendahuluan Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada Standar Proses yang dilakukan pada SMAN 1 Ciamis, SMAN2 Ciamis, SMAN3 Ciamis dan SMAN Baregbeg dapat digambarkan pada grafik dibawah. Analisis grafik SMAN 1 Ciamis rata-rata 1,8 (skor1 ada 4, skor 2 ada 4 dan skor 3 ada 2) kesimpulan terpenuhi sebagian instrumen. SMAN 2 Ciamis rata-rata 2,1 (skor 1 ada 1, skor 2 ada 7 dan skor 3 ada 2) kesimpulan terpenuhi sebagian. SMAN 3 Ciamis dengan rata-rata 2 (skor 2 ada 10) kesimpulan terpenuhi sebagian. SMAN Baregbeg rata-rata 2,1 (skor 1 ada 1, skor 2 ada 7 dan skor 3 ada 2) kesimpulan terpenuhi sebagian. Dari empat sekolah yang diteliti rata-rata Standar Proses berada pada skor 2 atau baru sekitar 67% terpenuhi. Pengembangan model pembelajaran Fisika memiliki nilai kepentingan yang tinggi. Model pembelajaran disusun dengan asumsi dan kondisi yang dikaitkan dengan hasil yang harus dicapai oleh peserta didik. Pengembangan model pembelajaran tidak akan pernah berhenti dari waktu ke waktu. Selain itu, pengembangan model pembelajaran yang telah ada harus diperkaya dengan pilihan-pilihan. Semakin banyak pilihan yang tersedia akan mempermudah guru dan peserta didik di dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran secara optimal. Hasil penelitian pendahuluan, menunjukkan bahwa model pembelajaran yang digunakan oleh guru-guru Fisika di Kabupaten Ciamis adalah model pembelajaran ekspositori yaitu guru masih terlalu mendominasi proses dalam pembelajaran, sehingga aktivitas peserta didik dalam

16 16 pembelajaran masih rendah. Buku masih menjadi sumber utama dalam pembelajaran Fisika, padahal masih banyak sumber belajar lain yang potensial untuk digunakan dalam proses pembelajaran, misalnya internet, modul, CD pembelajaran. Model pembelajaran POEW dikembangkan dari model pembelajaran Predict, Observe, Explain (POE) dan Think, Talk, Write (TTW). Model pembelajaran POE adalah model pembelajaran dengan urutan proses membangun pengetahuan dengan terlebih dahulu meramalkan solusi dari permasalahan, lalu melakukan eksperimen untuk membuktikan ramalan, dan terakhir menjelaskan hasil eksperimen (White and Gustone, 1992). Menurut Huinker dan Laughlin (1996) TTW terdiri atas tiga fase yaitu Think, Talk dan Write. Pertama-tama, peserta didik diberi permasalahan kemudian diminta untuk memikirkan kemungkinan jawaban dari permasalahan tersebut. Selanjutnya, siswa bekerja secara berkelompok untuk mendiskusikan permasalahan yang ada. Fase yang terakhir adalah siswa bekerja secara individu untuk menuliskan hasil diskusi dengan bahasanya sendiri sehingga siswa lebih menguasai konsep yang dipelajari. Penggabungan model pembelajaran POE dan TTW memungkinkan siswa aktif dalam proses pembelajaran. Selain itu juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan, mengkomunikasikan pemikirannya dan menuliskan hasil diskusinya sehingga siswa lebih menguasai dan memahami konsep yang akan berdampak pada peningkatan hasil belajar.

17 17 Penerapan model pembelajaran POEW dan belum mengoptimalkan kemampuan siswa dalam memberikan prediksi dan pemecahan diatas, suatu permasalahan yang diberikan. Kurangnya pengetahuan awal siswa menjadi kendala dalam pembentukan prediksi dari siswa. Prediksi yang dibuat siswa membutuhkan pengetahuan awal dan pengetahuan yang luas tentang suatu permasalahan. Selain itu siswa belum bisa menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari sebagai ciri sains dan guru belum bisa mengukur seberapa jauh materi yang sudah dipahami siswa. Hal ini menjadikan siswa tidak berlatih berpikir kritis untuk mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan yang bisa dimanfaatkan orang lain. B. Identifikasi masalah Berpijak dari latar belakang masalah sebagaimana telah dipaparkan di atas, dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut: 1. Beragamnya program pembaharuan pendidikan yang dilakukan pemerintah saat ini belum menjadikan pemicu untuk lebih berkembangnya model pembelajaran yang digunakan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Terkait dengan hal ini dapat diteliti apakah pengembangan model pembelajaran dapat menghasilkan perangkat pembelajaran yang baik. 2. Kurangnya variasi model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Metode yang selama ini digunakan oleh guru menjadikan siswa hanya melakukan sedikit latihan dalam mengerjakan soal, sehingga siswa kurang siap saat ujian dan akibatnya mengalami kegagalan. Terkait

18 18 dengan hal ini dapat diteliti apakah jika metode pembelajaran guru dikembangkan maka prestasi belajar siswa menjadi lebih baik. 3. Pendekatan teacher centered learning yang diterapkan dalam pembelajaran Fisika yakni penggunaan metode pembelajaran klasikal dan ceramah, menunjukan peran guru sebagai pusat dan sumber belajar yang sering mendominasi kegiatan pembelajaran. 4. Dalam proses pembelajaran, siswa masih bersikap pasif sebagai penerima informasi dan belum mengkontruksi sendiri pengetahuan yang dipelajari. 5. Belum adanya model dan perangkat pembelajaran yang mendukung proses pembelajaran Fisika berbasis konstruktivistik. Dalam pelaksanaan karena proses pembelajaran saat ini, guru hanya memperhatikan tujuan kognitif tanpa memperhatikan proses kognitif. 6. Belum adanya upaya-upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik melalui proses pembelajaran, sehingga evaluasi hasil belajar lebih banyak dilakukan melalui tes yang sifatnya menguji kemampuan kognitif, tanpa memperhatikan proses pembelajaran C. Pembatasan identifikasi masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang terlalu luas, penelitian ini difokuskan pada: 1. Dalam proses pembelajaran masih, siswa bersifat pasif sebagai penerima informasi dari guru dan belum menemukan sendiri pengetahuan yang dipelajari untuk menghindari salah konsep.

19 19 2. Belum adanya model dan perangkat pembelajaran untuk mendukung proses pembelajaran Fisika berdasarkan penemuan siswa. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran saat ini guru hanya memperhatikan tujuan kognitif tanpa memperhatikan proses kognitif itu sendiri 3. Belum adanya implementasi model pembelajaran Fisika SMA yang dapat mengkondisikan menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran. 4. Belum adanya perangkat pembelajaran yang divalidasi menggunakan model pembelajaran yang menuntut partisipasi aktif siswa. D. Rumusan masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dirumuskan pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana langkah-langkah pengembangan model pembelajaran Fisika di SMA dengan model POE 2 WE? 2. Bagaimana tingkat validitas perangkat pembelajaran Fisika di SMA dengan model POE 2 WE? 3. Bagaimana keefektifan model POE 2 WE yang dikembangkan? 4. Bagaimana sikap dan aktivitas guru dan siswa pada saat implementasi model POE 2 WE dalam pembelajaran Fisika SMA? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian pengembangan ini, maka tujuan dari penelitian pengembangan ini adalah : 1. Mendeskripsikan langkah-langkah pengembangan model dan perangkat pembelajaran Fisika di SMA dengan model POE 2 WE.

20 20 2. Menguji tingkat validitas perangkat pembelajaran Fisika di SMA dengan model POE 2 WE. 3. Menguji tingkat keefektifan model POE 2 WE dalam pembelajaran Fisika SMA. 4. Mendeskripsikan sikap dan aktivitas guru dan siswa pada implementasi model POE 2 WE dalam pembelajaran Fisika SMA. F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan Produk yang dikembangkan dari penelitian ini berupa model pembelajaran POE 2 WE pada mata pelajaran Fisika di SMA, yang terdiri atas sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dampak instruksional, dan dampak pengiring (prototipe terlampir). Produk yang dihasilkan dalam pengembangan model POE 2 WE ini tidak hanya berupa model dan perangkat pembelajaran saja, tetapi juga dilengkapi dengan prototipe model, buku guru dan buku siswa yang merupakan pengembangan dari implementasi kurikulum G. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikur: 1. Manfaat teoretis a. Menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk mendukung teori-teori yang ada sehubungan dengan penerapan kurikulum b. Sebagai dasar untuk mengadakan penelitian-penelitian selanjutnya bagi peneliti lain, terkait dengan model pembelajaran POE 2 WE 2. Manfaat Praktis

21 21 a. Bagi Pendidik 1) Pendidik dapat mengimplementasikan model POE 2 WE melalui Penelitian Tindakan Kelas untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran mereka, khususnya materi gerak lurus 2) Pendidik dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan model yang selama ini digunakan, dapat mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam pembelajaran untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran Fisika, khususnya materi gerak lurus b. Bagi peserta didik 1). Dengan pengembangan model POE 2 WE diharapkan dapat membantu peserta didik memahami konsep gerak lurus dengan mudah, sehingga dapat menghilangkan kesan sulit dan menakutkan. 2). Peserta didik dapat bekerjasama dalam menyelesaikan masalah dengan situasi yang menyenangkan. c. Bagi lembaga pendidikan Bagi lembaga pendidikan (SMA) dapat meningkatkan kualitas produk pendidikan yang pada saatnya dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat pada lembaga. d. Bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ciamis pada khususnya dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa di Kabupaen Ciamis.

22 22 H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan 1. Asumsi Asumsi akan mendasari setiap pernyataan tentang kondisi tertentu, karena itu asumsi menjadi titik pangkal, dimana peneliti tidak lagi menjadi ragu. Adapun asumsi dalam penelitian ini adalah: a. Ada keterkaitan antara proses pembelajaran dan hasil pembelajaran. Proses pembelajaran yang baik tidak akan berhasil tanpa adanya kerjasama yang baik antara guru dan peserta didik. Pengembangan model pembelajaran yang baik dapat menumbuhkan dan memperbaiki proses pembelajaran. b. Berbagai model pembelajaran selama ini belum diterapkan secara sistematis, komprehensif, dan berkelanjutan untuk mengungkapkan kemajuan belajar peserta didik. Sehingga hasil yang diperoleh peserta didik tidak hanya aspek kognitif, tetapi aspek afektif dan psikomotorik. c. Peserta didik memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti pembelajaran Fisika, sehingga tidak akan menimbulkan hambatan dan permasalahan dalam menerapkan berbagai macam model pembelajaran.

23 23 2. Keterbatasan Pengembangan a. Hasil pengembangan ini memiliki keterbatasan, yaitu hanya difokuskan pada pembelajaran Fisika pada konsep Gerak Lurus. b. Uji coba produk model pembelajaran dibatasi pada mata pelajaran Fisika kelas X semester 1 materi gerak lurus pada SMAN 1 Ciamis, SMAN2 Ciamis, SMAN 3 Ciamis dan SMAN Baregbeg Ciamis. I. Definisi Istilah 1. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur pengembangan pembelajaran (Aqib, Zaenal 2013). 2. Pengembangan model pembelajaran adalah proses penerjemahan model pembelajaran bentuk fisik yaitu model dan perangkat pembelajaran (Aqib, Zaenal 2013). 3. Fisika merupakan salah satu cabang ilmu Ilmu Pengetahuan Alam, dan merupakan ilmu yang lahir dan berkembang melalui langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hopitesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep (Thomson & Mclaughin, 1997). 4. POE merupakan model pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen, siswa diajak untuk memberikan dugaan sementara terhadap kemungkinan yang terjadi, dilanjutkan dengan observasi atau pengamatan langsung terhadap masalah Fisika dan kemudian dibuktikan dengan melakukan percobaan untuk dapat menemukan kebenaran dari prediksi awal dalam bentuk penjelasan (Yamin M & Ansari 2012).

24 24 5. Strategi TTW terdiri atas tiga fase, yaitu think, talk, dan write. Siswa diberikan permasalahan kemudian diminta untuk memikirkan kemungkinan jawabannya. Selanjutnya siswa secara berkelompok mendiskusikan permasalahan yang ada. Terakhir adalah siswa bekerja secara individu untuk menuliskan hasil diskusi dengan bahasanya sendiri sehingga siswa lebih menguasai konsep yang dipelajari (Huinker & Laughlin, 1996). 6. Model pembelajaran POEW merupakan model yang dikembangkan dari model POE dan TTW. Model pembelajarn POEW dapat memfasilitasi siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran, latihan berpikir dalam memprediksi, melakukan percobaan, dan bekerja kelompok. Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat prediksi, mengemukakan gagasan, melakukan percobaan, mendiskusikan hasil pengamatan dan percobaan, menuliskan hasil diskusi dengan bahasa sendiri sehingga siswa lebih dapat memahami konsep dan menguasi materi gerak lurus (Samosir H, 2010). 7. Pendekatan Konstruktivisme, sebagai prinsip dasar yang mendasari filsafat konstruktivisme adalah semua pengetahuan dikonstruksikan (dibangun dan bukan dipersepsikan secara langsung oleh indra). Pengetahuan merupakan akibat dari konstruksi kognitif yang direalisasikan melalui kegiatan seseorang. Pengetahuan seseorang bersifat temporer, terus berkembang, terbentuk dengan mediasi masyarakat dan budaya (Duffy and Jonassen, 1996).

25 25 8. Model pembelaran POE 2 WE dikembangkan dari model POEW dan model pembelajaran konstruktivisme. Tahapan model POE 2 WE meliputi siswa membuat prediksi, melakukan percobaan, menjelaskan melalui presentasi, menerapkan dalam kehidupan, menuliskan kesimpulan hasil diskusi, dan membuat laporan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan pendidikan dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan hidup. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa: kecerdasan peserta didik semata, tetapi juga untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa: kecerdasan peserta didik semata, tetapi juga untuk mengembangkan semua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kemajuan bangsa Indonesia. Dengan demikian bangsa Indonesia dapat menciptakan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan salah satunya adalah bidang pendidikan. proses pembelajaran agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan salah satunya adalah bidang pendidikan. proses pembelajaran agar siswa secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu semakin pesat dan canggih didukung pula oleh arus globalisasi yang semakin hebat. Fenomena tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah merumuskan peningkatan daya saing atau competitiveness

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah merumuskan peningkatan daya saing atau competitiveness 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurunnya peringkat pendidikan di Indonesia dari peringkat 65 pada tahun 2010 menjadi 69 pada tahun 2011 cukup menyesakkan dada. Pasalnya, peringkat pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, perilaku, pengetahuan, kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, perilaku, pengetahuan, kesehatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan. Kualitas sumber daya manusia merupakan aspek yang dominan terhadap kemajuan suatu bangsa. Manusia dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa. Kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desy Mulyani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desy Mulyani, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan tinjauan kurikulum 2006 proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai upaya yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai upaya yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses pengembangan dan pembentukan manusia melalui tuntunan dan petunjuk yang tepat disepanjang kehidupan, melalui berbagai upaya yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan dihampir semua aspek kehidupan manusia, termasuk dalam pendidikan formal. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat penting dalam mewujudkan suatu negara yang maju, maka dari itu orang-orang yang ada di dalamnya baik pemerintah itu sendiri atau masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

BAB I PENDAHULUAN. yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global sekarang ini menuntut individu untuk berkembang menjadi manusia berkualitas yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya merupakan syarat mutlak bagi pengembangan sumber daya manusia dalam menuju masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan dapat dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga Negara yang beriman, produktif kreatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu tujuan mata pelajaran fisika di SMA menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006 adalah sebagai wahana atau sarana untuk melatih para siswa agar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan hendaknya mampu mendukung pembangunan di masa mendatang. Oleh karena itu, pendidikan harus mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam rangka menghadapi era kompetisi yang mengacu pada penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada individuindividu guna

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek keterampilan berpikir yang dapat ditumbuhkan pada diri peserta didik pada saat mengikuti proses pembelajaran adalah kemampuan analisis. Kemampuan berpikir

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered), menjadi berpusat pada siswa (student centered),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan investasi penting dalam menghadapi globalisasi, sehingga

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan investasi penting dalam menghadapi globalisasi, sehingga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan investasi penting dalam menghadapi globalisasi, sehingga pendidikan harus dapat menyiapkan generasi muda abad ke-21 yang unggul, berdaya saing tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal. 1 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Setiap orang membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

Lebih terperinci

PENERAPAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS IV SDN SIDOMULYO 03 SEMBORO TAHUN PELAJARAN 2013/2014

PENERAPAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS IV SDN SIDOMULYO 03 SEMBORO TAHUN PELAJARAN 2013/2014 PENERAPAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS IV SDN SIDOMULYO 03 SEMBORO TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Sri Wahyuni 19 Abstrak. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu bangsa erat hubungannya dengan masalah pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mampu menunjukan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mampu menunjukan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa yang maju adalah bangsa yang mampu menunjukan tingkat kemajuan pendidikannya. Apa yang dapat dihasilkan dari sebuah pendidikan itulah yang akan memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Pasal 3 menyatakan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan suatu wadah untuk membangun generasi penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sangat membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya yaitu aspek pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri karena persaingan dalam dunia pendidikan semakin ketat. Salah satu upaya yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan tuntutan Kurikulum KTSP yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah mengharapkan agar penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Peradapan manusia yang terus berkembang menyebabkan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) juga terus mengalami kemajuan yang pesat. Dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara karena maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kalau kita cermati saat ini pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan yang diinginkan, apalagi harapan yang dituangkan dalam Undangundang Nomor 20 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh oleh rakyatnya. Maju atau tidaknya suatu bangsa juga dapat dilihat dari maju atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era modern ini, manusia dituntut untuk bisa bersaing dalam berbagai bidang sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan penting terutama dalam kehidupan manusia karena ilmu pengetahuan ini telah memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu ciri masyarakat modern adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu saja menyangkut berbagai hal tidak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pendidikan seyogyanya menyiapkan generasi yang berkualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 BAB II pasal 3 Undang- Undang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bidang yang memiliki peran penting dalam peningkatan daya saing suatu negara adalah pendidikan. Pendidikan saat ini menunjukkan kemajuan yang sangat pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang sangat besar, terutama pendidikan di tingkat dasar dan menengah. Pendidikan ditujukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui

BAB I PENDAHULUAN. dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia hidup pasti membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Karena pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan dan keahlian tertentu kepada individu guna mengembangkan bakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan mengembangkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan potensi-potensi siswa dalam kegiatan pengajaran. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan potensi-potensi siswa dalam kegiatan pengajaran. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kegiatan yang secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Kemajuan dunia dibidang ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada kenyataan bahwa pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa, melalui

I. PENDAHULUAN. pada kenyataan bahwa pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa, melalui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kualitas pendidikan merupakan tujuan utama pembangunan pendidikan pada saat ini dan pada waktu yang akan datang. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu faktor kehidupan yang sangat penting bagi terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak mengalami masalah terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hak asasi bagi setiap manusia dan memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Setiap manusia memiliki hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RJPN) Periode 2005-2025 ditegaskan bahwa visi pembangunan nasional adalah mewujudkan manusia dan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem Pendidikan Nasional (BNSP, 2006) menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. manusia, baik aspek kemampuan, kepribadian, maupun tanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. manusia, baik aspek kemampuan, kepribadian, maupun tanggung jawab. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah menjadi salah satu sorotan utama dalam peningkatan mutu pendidikan. Upaya peningkatan mutu pendidikan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada. Pendidikan adalah usaha sadar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan paradigma pembelajaran adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih menjadi berpusat pada siswa (student centered),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan, ketidakbenaran, ketidakjujuran, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil penelitian Program for International Student Assesment (PISA) 2012 yang befokus pada literasi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mengukuhkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad 21, persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, diantaranya bidang pendidikan khususnya pendidikan sains yang sangat ketat. Kita dihadapkan pada tuntutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara tentang pendidikan kita dewasa ini dalam perspektif masa depan. Dalam kenyataannya, pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia pada era global dan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia pada era global dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih terus membawa dampak di berbagai bidang kehidupan. Agar dapat mengikuti dan meningkatkan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang pendidikan sebagai salah satu bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang pendidikan sebagai salah satu bagian dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang pendidikan sebagai salah satu bagian dari pembangunan dan juga berperan penting untuk menjamin kelangsungan hidup suatu bangsa dan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh guru, ketika menyampaikan materi yang diajarkan kepada siswa dalam suatu lembaga pendidikan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejauh ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal. Pembelajaran masih berfokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasai saat ini suatu bangsa dituntut bersaing dan selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasai saat ini suatu bangsa dituntut bersaing dan selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasai saat ini suatu bangsa dituntut bersaing dan selalu meningkatkan kualitas bangsa baik pada bidang ekonomi, politik, sosial budaya, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang sebagai hasil dari sebuah pengalaman melalui kegiatan pengajaran dan pelatihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya adalah proses interaksi antara pendidik dan peserta didik yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari pendidikannya. Semakin baik tingkat pendidikan suatu negara, semakin baik juga sumber daya manusianya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dan komunikasi berkembang secara cepat seiring dengan globalisasi sehingga interaksi dan penyampaian informasi akan berkembang dengan cepat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan satu dari sekian banyak hal yang tidak dapat dipisahkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan satu dari sekian banyak hal yang tidak dapat dipisahkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan satu dari sekian banyak hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, seseorang dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang diperlukan oleh semua orang. Dapat dikatakan bahwa pendidikan dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan budaya kehidupan. Pendidikan yang dapat mendukung pembangunan di masa

BAB I PENDAHULUAN. perubahan budaya kehidupan. Pendidikan yang dapat mendukung pembangunan di masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan adalah hal yang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang IPA merupakan pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal) dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen (Carin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, pendidikan banyak menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup menarik adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan satu sektor yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan satu sektor yang paling penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu sektor yang paling penting dalam pembangunan nasional. Melalui sektor pendidikan dapat dibentuk manusia yang berkualitas, berakhlak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan. Kualitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan. Kualitas sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan. Kualitas sumber daya manusia merupakan aspek yang dominan terhadap kemajuan suatu bangsa. Manusia dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga profesional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap

BAB I PENDAHULUAN. mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bentuk upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan telah mendorong berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang individu agar bisa dan mampu hidup dengan baik di lingkungannya

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang individu agar bisa dan mampu hidup dengan baik di lingkungannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses yang berkelanjutan untuk menyiapkan seseorang individu agar bisa dan mampu hidup dengan baik di lingkungannya sendiri. Sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa dampak secara global, seperti persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, salah satu diantaranya

Lebih terperinci

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini disampaikan pendahuluan penelitian yang meliputi latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting dalam kehidupan manusia karena ilmu pengetahuan ini telah memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka misi pendidikan di Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia karena merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidupnya. Pendidikan menjadi sarana untuk mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut saling berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berorientasi pada kecakapan hidup (life skill oriented), kecakapan berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. berorientasi pada kecakapan hidup (life skill oriented), kecakapan berpikir, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dalam menjamin kelangsungan pembangunan suatu bangsa. Pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap

BAB I PENDAHULUAN. mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bentuk upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan telah mendorong berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang mempunyai tujuan, yang dengan. didik (Sardiman, 2008: 12). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang mempunyai tujuan, yang dengan. didik (Sardiman, 2008: 12). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha yang mempunyai tujuan, yang dengan sistematis terarah pada perubahan tingkah laku menuju ke kedewasaan anak didik (Sardiman, 2008: 12). Undang-Undang

Lebih terperinci