PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT : REHABILITASI SEMPADAN DANAU RHL DI KAWASAN HUTAN LINDUNG BUKIT RENDANG, KABUPATEN MANDAILING NATAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT : REHABILITASI SEMPADAN DANAU RHL DI KAWASAN HUTAN LINDUNG BUKIT RENDANG, KABUPATEN MANDAILING NATAL"

Transkripsi

1 Edisi 1 Tahun 2016 ISSN : PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT : REHABILITASI SEMPADAN DANAU RHL DI KAWASAN HUTAN LINDUNG BUKIT RENDANG, KABUPATEN MANDAILING NATAL PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM RANGKA MENDUKUNG GLOBAL GEOPARK KALDERA TOBA FASILITASI PENINGKATAN SDM BPDASHL ASAHAN BARUMUN TAHUN 2016 PERUBAHAN STRUKTUR ORGANISASI BPDASHL

2 2

3 Salam Rimbawan Assalamu alaikum warahmatullah wabarakatu Salam sejahtera bagi kita semua P uji Syukur Buletin Alami Edisi I Tahun 2016 dapat hadir kehadapan para pembaca. Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian dan kontribusi tulisan yang menarik dan beragam, sehingga memberikan warna pada Buletin Alami ini. Pada Edisi I ini, sebagai fokus utama kami sajikan tulisan mengenai Pengendalian Kerusakan Perairan Darat : Rehabilitasi Sempadan Danau. Di rubrik info teknis, tersaji tulisan tentang Pendidikan Lingkungan Hidup dalam rangka mendukung Global Geopark Kaldera Toba. Untuk rubrik liputan, kami tampilkan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kawasan Hutan Lindung Bukit Rendang Desa Batu Sondat Kecamatan Batahan Kabupaten Mandailing Natal. Sebagai penutup kami tampilkan Serba Serbi yang menyajikan kegiatan BPDAS Asahan Barumun lainnya, yaitu Peningkatan SDM Tahun Semoga dengan diterbitkannya Buletin Alami Edisi I Tahun 2016 ini dapat menjadi sumber informasi bagi pembaca sekaligus media komunikasi yang memberikan manfaat bagi kita semua. Akhirnya redaksi mengucapkan selamat membaca, kritik dan saran membangun kami harapkan dari pembaca sekalian untuk perbaikan Buletin Alami pada edisi mendatang. Fokus Pengendalian Kerusakan Perairan Darat : Rehabilitasi Sempadan Danau Rencana Strategis (Renstra) BPDAS Asahan Barumun Tahun Liputan Perubahan Struktur Organisasi BPDASHL Asahan Barumun Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kawasan Hutan Lindung Bukit Rendang Desa Batu Sondat Kecamatan Batahan Kabupaten Mandailing Natal Arboretum sebagai Ruang Terbuka Hijau Info Teknis Pendidikan Lingkungan Hidup dalam rangka mendukung Global Geopark Kaldera Toba Serba Serbi Peningkatan SDM Tahun 2016 Edisi : I / 2016 ISSN : Diedarkan secara cuma-cuma kepada seluruh stakeholder dan pihak-pihak yang peduli terhadap kelestarian hutan dan DAS. PELINDUNG : Kepala Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Asahan Barumun PENANGGUNG JAWAB : Kepala Balai Pengelolaan DAS dan Hutan LindungAsahan Barumun. REDAKTUR : Kepala Seksi Evaluasi DAS dan Hutan Lindung. PENYUNTING/EDITOR : Edy Andriyanto, S.Sos, M.Sc. DESIGN GRAFIS DAN FOTO- GRAFER : Aliamsyah, Suci Ramadani, Amd. SIRKULASI : Emmi Sarifa Sarumpaet. ALAMAT REDAKSI : BPDASHL Asahan Barumun Jl. Viyata Yudha No. 108 Pematangsiantar 21139, Telp. (0622) Fax. (0622) ; bpdas_asahanbarumun@yahoo.co.id REDAKSI menerima tulisan karya sendiri yang berhubungan dengan kegiatan RHL, DAS, Kehutanan, Kelembagaan DAS dengan panjang maksimal 6 halaman kwarto dengan spasi rangkap ganda ditulis dengan huruf Time New Roman 12, Tulisan dapat dikirimkan melalui bpdas_asahanbarumun@yahoo.co.id atau ke alamat Kantor Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Asahan Barumun, Jl. Viyata Yudha No. 108 Pematangsiantar disertai biodata dan alamat lengkap. Redaksi berhak menyunting tulisan yang akan dimuat tanpa mengurangi bobot tulisan.

4

5 FOKUS PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT: REHABILITASI SEMPADAN DANAU Oleh: Tetty Pryska H. S, S. Hut, M. Si*) Pendahuluan Semakin tingginya laju pertumbuhan penduduk berdampak pada meningkatnya permintaan akan kebutuhan hidup. Hal ini akan mempengaruhi keberadaan sumber daya alam yang ada. Sumberdaya alam yang ada saat ini akan sudah sangat memprihatinkan, salah satunya adalah sumber daya air di wilayah daratan. Perairan darat merupakan suatu ekosistem yang sangat dibutuhkan manusia dan mahluk hidup dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama air. Kondisi perairan darat yang ada saat ini umumnya sudah mengalami penurunan dalam bentuk kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya. Permasalahannya antara lain pencemaran (sampah, limbah industri, keramba, pertanian dan peternakan), erosi, sedimentasi, pendangkalan danau dan sungai, banjir dan kekeringan, lahan kritis, matinya sumber mata air dan lain-lain. Untuk mengatasi permasalahan pada perairan darat, perlu dilakukan penanganan terhadap berbagai hal dengan harapan untuk dapat pulih ke kondisi semula. Kondisi yang diinginkan adalah wilayah perairan darat mengalami peningkatan kualitasnya dan tertatanya area perairan yang ada dengan tujuan terjaganya fungsi ekologisnya sebagai area resapan, area simpanan air pada saat volume air meningkat, terjaganya kondisi habitat flora dan fauna dan sebagai filter atau penyaring limbah sebelum masuk ke wilayah perairan. Jika kondisi ini tercapai, maka diharapkan kualitas, kuantitas dan kontinuitas air terjaga. Tinjauan Pustaka Pembangunan bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang akan dilakukan Ditjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun adalah Program Pengendalian DAS dan Hutan Lindung. Salah satu Sasaran Programnya adalah meningkatnya kesehatan DAS prioritas dengan Indikator Kinerja Program (IKP) kualitas DAS prioritas meningkat setiap tahun dengan kegiatan Pengendalian Kerusakan Perairan Darat (PKPD). BULETIN ALAMI 1

6 FOKUS Amanah RPJMN terkait pengendalian kerusakan perairan darat tahun adalah (1) peningkatan kualitas air sungai dan danua, (2) pengendalian sedimentasi di sungai, danau dan waduk dan (3) pelestarian mata air. Untuk melaksanakan amanah dimaksud, maka IKK Dirjen PDASHL yang akan dilakukan Direktorat PKPD adalah (1) pemulihan fungsi ekosistem sungai serta daerah resapan mata air pada 15 DAS prioritas, (2) penurunan laju sedimentasi/erosi danau, dan (3) peningkatan kualitas air danau. Adapun wilayah perairan darat yang mendapat perhatian pemerintah saat ini adalah wilayah danau, sungai, mata air dan daerah imbuhan air tanah. Hal ini dilatarbelakangi karena pemenuhan kebutuhan air bersih yang dapat dikonsumsi makhluk hidup yang ada di wilayah daratan adalah dari sungai, danau, mata air dan air tanah. Untuk menjaganya, semua pihak harus berperan terutama pemerintah. BPDAS Asahan Barumun Tahun 2016 akan melakukan kegiatan rehabilitasi sempadan danau dengan luas 100 Ha dan rehabilitasi sempadan sungai dengan luas 10 Ha. Maksud pelaksanaan rehabilitasi dimaksud adalah untuk memulihkan sempadan danau dan sempadan sungai sebagai kawasan perlindungan danau dan sungai dengan tujuan untuk menjaga kuantitas, kualitas dan kontinuitas sumberdaya perairan yang ada di danau dan sungai. Analisis Tulisan ini akan membahas upaya penyelamatan danau melalui rehabilitasi sempadan danau. Danau adalah wadah air dan ekosistemnya yang terbentuk secara alamiah. Salah satu danau yang terkenal di Indonesia adalah Danau Toba. Danau Toba mengalami penurunan akibat berbagai masalah yang ada, antara lain pencemaran, erosi dan lahan kritis. Menurut LHK (2015), limbah pencemar yang masuk ke dalam Danau Toba terdiri dari 4 (empat) jenis, yaitu limbah domestik, limbah pemanfaatan lahan, limbah peternakan dan limbah perikanan. Limbah domestik adalah limbah yang berasal dari kegiatan rumah tangga. Kegiatan pemanfaatan lahan yang merupakan penyumbang terbesar Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba beban pencemar terhadap Danau Toba adalah pertanian karena memasok residu pupuk, pestisida, herbisida maupun material padat yang terangkup saat terjadi erosi permukaan. Kegiatan peternakan juga menimbulkan pencemaran di Danau Toba karena kegiatan peternakan dilakukan secara bebas yang berdampak pada tersebarnya polutan pada lokasi yang sangat luas dan pemberian pakan ikan yang berasal dari keramba milik masyarakat dan milik swasta juga berperan dalam menimbulkan pencemaran dan kekeruhan air Danau Toba. Sementara itu, kondisi lahan kritis di DTA Danau Toba juga cenderung meningkat sebagai 2 BULETIN ALAMI

7 FOKUS akibat kebakaran lahan dan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat. BPDAS Asahan Barumun (2013) menyebutkan luas lahan kritis di wilayah DTA Danau Toba adalah ,69 Ha (±45% dari luas DTA Danau Toba). Lahan kritis adalah lahan yang tidak dapat berfungsi sebagaimana peruntukkannya sebagai media tata air dan media produksi. Untuk meningkatkan keberlanjutan pengelolaan sumber daya air, maka permasalahan yang ada harus diatasi dengan tujuan agar kondisi perairan darat dapat kembali ke kondisi yang diinginkan seperti air bersih, dapat dikonsumsi makhluk hidup, tidak berwarna, tidak mengandung limbah beracun, kuantitas, kualitas dan kontinuitas air tetap terjaga untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi lahan kritis, maka akan dilakukan rehabilitasi sempadan danau. Sempadan danau Sumber : BLTPDAS Solo (Yogyakarta, 2016) Gambar 3. Sasaran rehabilitasi sempadan danau adalah luasan lahan yang mengelilingi dan berjarak tertentu dari tepi badan danau yang berfungsi sebagai kawasan pelindung danau. Jadi, sasaran rehabilitasi sempadan danau adalah lahan yang mengelilingi danau dengan jarak sesuai ketentuan yang ada. Sasaran lokasi rehabilitasi sempadan danau adalah daerah sempadan danau yang ditentukan dengan jarak meter dari tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi. Wilayah sempadan danau yang terpilih adalah wilayah daratan yang berfungsi sebagai ruang penyangga antara ekosistem danau dan daratan. Rehabilitasi sempadan danau dilakukan dengan penanaman pohon sesuai dengan jenis yang ada disekitarnya (endemik setempat). Pemilihan jenis tanaman dalam rangka rehabilitasi sempadan danau adalah tanaman berdaur panjang dan memiliki perakaran dalam dengan tujuan sebagai pelindung sekitar sempadan danau, memiliki evapotranspirasi yang rendah, jenis tanaman asli setempat, kombinasi tanaman kayu-kayuan dan tumbuhan serba guna dengan tujuan agar tanaman serba guna dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dan jenis tanaman yang dipilih adalah tanaman yang sesuai dengan kondisi fisik lapangan. Supangat (2016) menyatakan bahwa pertimbangan lain yang dapat digunakan untuk menetukan jenis tanaman dalam melakukan rehabilitasi sempadan danau adalah agar jenis tanaman yang dipilih untuk ditanam kayunya tidak laku dijual, jenis tanaman yang ditanam batangnya BULETIN ALAMI 3

8 FOKUS berduri agar orang susah masuk ke dalamnya dan tanaman tahan terhadap genangan (jika seandainya terjadi pasang surut air danau). Tujuan dari penanaman pada sempadan danau adalah untuk memulihkan kondisi tutupan vegetasi pada sempadan danau, mengurangi laju sedimentasi ke badan air, mengendalikan atau menahan beban pencemar masuk ke dalam badan air, meningkatkan daya serap air yang dapat disimpan menjadi air tanah, meningkatkan kuantitas air (seperti meningkatkan sumber mata air di wilayah daratan yang ada di tepi danau), mencegah abrasi di sekitar pinggir danau dan melestarikan ekosistem perairan danau. Kesimpulan dan Saran Permasalahan perairan darat saat ini sangat banyak, antara lain pencemaran, sedimentasi, erosi dan lahan kritis. Dampaknya adalah menurunnya kualitas, kuantitas dan kontinuitas air. Untuk mengatasinya, maka dilakukan berbagai upaya, antara lain melakukan penanaman. Rehabilitasi sempadan danau dilakukan untuk memulihkan fungsi lahan sekitar danau agar berperan sesuai fungsinya sebagai media perlindungan antara daratan dan danau. Agar pelaksanaan rehabilitasi sempadan danau dapat mencapai tujuannya, maka hal yang penting yang harus diperhatikan adalah pemilihan jenis tanaman harus sesuai dengan kondisi di lapangan. Jenis tanaman yang dipilih adalah endemik setempat dan dapat dikombinasikan dengan jenis tanaman serba guna agar kegiatan rehabilitasi juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yang ada di sekitarnya dengan mendapatkan hasil seperti buah, getah, daun dan lainlain. Daftar Pustaka BPDAS Asahan Barumun Data dan Informasi Penyelamatan Danau Toba. Pematangsiantar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Gerakan Penyelamatan Danau (Germadan) Toba. Jakarta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Tahun Jakarta Supangat, Agung Budi Pandangan terhadap Implementasi Penanaman di Sempadan Sungai, Danau dan Sekitar Mata Air. Powerpoint dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Kerusakan Perairan Darat. Balai Litbang Teknologi Pengelolaan DAS. Yogyakarta. *) Fungsional Muda di BPDASHL Asahan Barumun 4 BULETIN ALAMI

9 RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BPDASHL ASAHAN BARUMUN TAHUN Oleh : Komarudin Hartono, SP*) A. PENDAHULUAN Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang dimana sumberdaya alam, terutama vegetasi, tanah dan air berada dan tersimpan serta tempat hidup manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumberdaya alam berupa hutan, tanah dan air merupakan kekayaan yang harus tetap dijaga kelestariaanya sehingga pengelolaan terhadap sumberdaya alam dengan satuan unit pengelolaan daerah aliran sungai harus dilaksanakan secara bijaksana agar dapat mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selama lebih dari tiga dekade, hutan Indonesia memberikan kontribusi yang nyata sebagai salah satu penggerak utama roda perekonomian nasional yang memberikan dampak positif, antara lain terhadap perolehan devisa dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun, kebijakan pengurusan hutan pada masa lalu ternyata menyisakan banyak permasalahan baik ekonomi, sosial maupun lingkungan. Salah satu masalah lingkungan yang sangat besar dampaknya bagi kelangsungan sistem kehidupan manusia adalah terdegrdasinya hutan dan lahan di seluruh wilayah Daerah Aliaran Sungai. Parahnya kondisi hutan di wilayah Daerah Aliran Sungai Asahan Barumun terlihat dari hasil klasifikasi lahan kritis yang dilakukan pada tahun 2011 menunjukkan bahwa masih terdapat Ha yang meliputi Sangat Kritis seluas Ha, Kritis Ha dan Agak Kritis Ha. Sedangkan, pada tahun 2013 naik menjadi Ha yang terdiri dari Sangat Kritis Ha, Kritis Ha dan Agak Kritis Ha, baik itu di dalam maupun di luar kawasan hutan. Hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan dan kerusakan ekosistem dalam tatanan Daerah Aliran Sungai dan terganggunya sistem sosial masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan hutan. Mengingat akan besarnya dampak kerusakan hutan dan lahan serta terbatasnya kapasitas pemerintah dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan, maka pendekatan penyelenggaraannya perlu dilaksanakan melalui konsep yang bersifat strategik, komprehensif, operasional sesuai dengan lokalitas, melibatkan seluruh stakeholder, mampu memberdayakan masyarakat melalui pemberdayaan prinsip ekonomi kerakyatan, menjamin keseimbangan lingkungan dan hidrologi Daerah Aliran Sungai serta menciptakan sistem akuntabilitas terhadap kepentingan publik. Menyikapi permasalahan di atas serta dalam rangka harmonisasi perencanaan pembangunan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang holistik dan terintegrasi dengan pembangunan bidang lain, maka Balai Pengelolaan DAS Asahan Barumun menetapkan Rencana Strategis (Renstra) Balai Pengelolaan DAS Asahan Barumun tahun Renstra ini merupakan acuan makro bagi seluruh jajaran aparatur lingkup Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Asahan Barumun untuk melaksanakan program Peningkatan Fungsi Daya Dukung DAS Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. B. TINJAUAN PUSTAKA Renstra berasal dari penyingkatan Rencana Strategis adalah dokumen rencana lima tahunan yang berisi langkah-langkah strategis untuk memenuhi sasaran di dalam renstra unit kerja di FOKUS BULETIN ALAMI 5

10 FOKUS atasnya yang urutannya adalah Renstra Kementerian, Renstra Unit Kerja Eselon I (Program), Renstra Unit Kerja Eselon II atau Renstra UPT (Kegiatan). Tahapan penyusunan renstra dibedakan sesuai tingkatan dan ruang lingkup Renstra. Pendekatan yang digunakan mengacu pada program dan kegiatan sehingga unit kerja eselon II dan UPT dianggap berbeda pada pembagian peran untuk memenuhi Renstra Unit Kerja Eselon I mengingat keduanya sama-sama memiliki kegiatan di dalam program. Setidaknya 3 bulan setelah Renstra Kementerian disahkan, Renstra Unit Kerja Eselon I sudah disahkan. Selanjutnya, setidaknya 3 bulan setelah Renstra Unit Kerja Eselon I disahkan, Renstra Unit Kerja Eselon II/UPT disahkan (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor : P.40/Menlhk-Setjen/2015). Presiden Republik Indonesia telah mengarahkan visi dan misi pembangunan Tahun yang dijadikan peta jalan seluruh kementerian dalam merancang arah pembangunan, sasaran dan strategi yang akan dilaksanakannya. Arahan pembangunan Indonesia ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun yang telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun Sasaran strategis pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun adalah : (1) Menjaga kualitas lingkungan hidup untuk meningkatkan daya dukung lingkungan, ketahanan air dan kesehatan masyarakat, dengan indikator kinerja Indeks Kualitas Lingkungan Hidup berada pada kisaran 66,5-68,6, angka pada tahun 2014 sebesar 63,42. Anasis utama pembangun dari besarnya indeks ini yang akan ditangani, yaitu air, udara dan tutupan hutan; (2) Memanfaatkan potensi Sumberdaya hutan dan lingkungan hutan secara lestari untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadailan, dengan indikator kinerja peningkatan kontribusi SDH dan LH terhadap devisa dan PNBP. Komponen pengungkit yang akan ditangani yaitu produksi hasil hutan, baik kayu maupun non kayu (termasuk tumbuhan dan satwa liar) dan eksport; dan, (3) Melestarikan keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati serta keberadaan SDA sebagai sistem penyangga kehidupan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, dengan indikator kinerja derajat keberfungsian ekosistem meningkat setiap tahun. Kinerja ini merupakan agregasi berbagai penanda (penurunan jumlah hotspot kebakaran hutan dan lahan, peningkatan populasi spesies terancam punah, peningkatan kawasan ekosistem esensial yang dikelola oleh para pihak, penurunan konsumsi bahan perusak ozon, dan lainlain) (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.39/MenLHK-Setjen/2015). Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terjadi penggabungan 2 (dua) kementerian yaitu Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Penggabungan ini berdampak pada tugas dan fungsi dari organisasi tidak hanya pada tingkat kementerian tetapi juga pada tingkat dibawahnya. Program yang terkait dengan pembangunan kehutanan di bidang PDASHL yaitu Program Pengendalian DAS dan Hutan Lindung. Program ini bertujuan untuk meningkatkan fungsi DAS dan daya dukung DAS pada kawasan hutan lindung dan luar kawasan hutan melalui pengelolaan DAS secara lebih efisien, optimal, adil dan berkelanjutan untuk dapat mengelola sumber daya hutan dan lahan dengan tetap memenuhi kaidah sustainable forest management (SFM). Hasil (outcome) yang diharapkan adalah berkurangnya lahan kritis pada DAS Prioritas dan Hutan Lindung sehingga dapat mengurangi resiko bencana alam, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam usaha komoditas kehutanan (Peraturan Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai 6 BULETIN ALAMI

11 FOKUS dan Hutan Lindung Nomor : P.10/PDASHL- SET/2015). C. RUMUSAN DAN ANALISA MASALAH Dengan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, maka sejalan dengan perkembangan situasi dan politik pemerintahan, perlu dilakukan penyesuaian perencanaan dan penyempurnaan terhadap Rencana Strategis Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Asahan Barumun tahun agar sejalan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah. Dalam kurun lima tahun terakhir bencana alam sering melanda wilayah Indonesia. Pada waktu musim hujan terjadi banjir dan tanah longsor sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan. Kerugian akibat bencana alam ini sangat besar, bukan hanya dari hitungan materi tapi juga menyebabkan korban jiwa manusia. Kondisi ini mencerminkan adanya penurunan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) di hampir seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (Ditjen PDASHL) mengemban tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan daya dukung daerah aliran sungai dan hutan lindung. Sedangkan sesuai dengan sasaran strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta arah kebijakan dan strategi nasional, Ditjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung menjadi Penanggung jawab Program Pengendalian DAS dan Hutan Lindung. Sebagaimana mandat dalam RPJMN dan Renstra Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun , dan sebagai kepanjangan tangan di daerah, Program dan Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dalam upaya penanganan pemulihan DAS terutama dalam DAS prioritas, salah satunya yang berada di Provinsi Sumatera Utara, yaitu DAS Asahan Toba. Untuk memberikan kepastian dan kejelasan arah kebijakan strategis yang efektif dan efisien dalam rangka penyusunan program dan kegiatan bidang Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung jangka waktu 5 tahun ke depan maka diperlukan Rencana Strategis (Renstra) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Asahan Barumun Tahun D. Hasil Pembangunan hingga Tahun Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian DAS a. Rencana Pengelolaan DAS Terpadu Pada 3 DAS Prioritas Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu (RPDAST) sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.328/Menhut-II/2009 tentang Penetapan DAS Prioritas dalam rangka RPJM telah ditetapkan 108 DAS Prioritas. Dari 108 DAS Prioritas tersebut, 3 (tiga) DAS Prioritas yang berada di Provinsi Sumatera Utara yang masuk wilayah kerja Balai Pengelolaan DAS Asahan Barumun dan hingga tahun 2014 seluruhnya telah tersusun Rencana Pengelolaan DAS Terpadu, yaitu Rencana Pengelolaan DAS Terpadu Asahan Toba (2010), Rencana Pengelolaan DAS Terpadu Batang Gadis (2010) dan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu Mujoi (Nias) (2011) b. Data Lahan Kritis Hingga tahun 2014, pembaharuan data lahan kritis dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu tahun 2006, 2011 dan tahun BULETIN ALAMI 7

12 FOKUS 2. Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan RHL, maka dilakukan penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS). Sampai dengan tahun 2014 RTk RHL DAS seluruh wilayah Indonesia telah disusun dan ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS) telah diimplementasikan dari tahun dengan realisasi hasil kegiatan RHL sebagaimana Tabel 2. Tabel 2. Realisasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tahun No Kegiatan Jumlah (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) 1. Rehabilitasi Hutan Konservasi Hutan Kota Rehabilitasi Hutan Mangrove/Pantai 4. Rehabilitasi Kawasan Lindung 5. Rehabilitasi Lahan Kritis , , , , , ,41 Jumlah , , , , , ,41 Sumber : LAKIP BPDAS Asahan Barumun 2010, 2011, 2012, 2013 dan Perbenihan Tanaman Hutan Penyelenggaraan RHL harus didukung oleh benih dan bibit tanaman yang berkualitas sehingga dapat diperoleh tegakan yang berkualitas sesuai tujuan RHL. Sampai dengan akhir tahun 2014, telah terealisasi kegiatan Perbenihan Tanaman Hutan sebagai berikut : Tabel 3. Realisasi Kegiatan Perbenihan Tanaman Hutan No Indikator Jumlah 1 Terjaminnya produksi bibit pada PP 1 unit (btg) Sumber : LAKIP BPDAS Asahan Barumun 2010, 2011, 2012, 2013 dan 2014 Upaya pemberdayaan masyarakat juga dilaksanakan melalui pembuatan bibit oleh kelompok masyarakat dilaksanakan kegiatan pembangunan Kebun Bibit Rakyat (KBR) dan Pengembangan Perhutanan Masyarakat Pedesaan Berbasis Konservasi (PPMPBK) dengan jumlah kelompok masyarakat yang sebagai berikut: 8 BULETIN ALAMI

13 FOKUS Tabel 4. Jumlah Kelompok KBR dan PPMPBK No Tahun Jumlah Kelompok KBR Jumlah Kelompok PPMPBK Jumlah Sumber : LAKIP BPDAS Asahan Barumun 2010, 2011, 2012, 2013 dan Perhutanan Sosial Kegiatan utama dalam pelaksanaan kegiatan perhutanan sosial yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat adalah Hutan Kemasyarakatan (HKm) Hutan desa (HD) dan Hutan Rakyat Kemitraan (HR Kemitraan). Data yang terhimpun dari tahun sebagai berikut : Tabel 5. Realisasi Kegiatan HKm, HD dan HR Kemitraan No Tahun Realisasi HKm (Ha) Realisasi HD (Ha) Realisasi HR , Jumlah , Sumber : LAKIP BPDAS Asahan Barumun 2010, 2011, 2012, 2013 dan 2014 E. Sasaran dan Indikator Kinerja Tabel 6. Kegiatan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai No Nama Kegiatan 1 Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, Rehabilitasi Lahan, Perencanaan 2 Penyelenggaraan Perbenihan Tanaman Hutan 3 Penyelengaraan Pengelolaan Hutan Mangrove 4 Penyelenggaraan Pengembangan Persuteraan Alam BULETIN ALAMI 9

14 FOKUS KEGIATAN SASARAN KEGIATAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN TARGET Peny elenggaraan Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, Rehabilitasi Lahan, Perencanaan DAS, serta Pengendalian Kerusakan Perairan Darat Rehabilitasi dan meningkatny a kualitas DAS 1) Jumlah KPHL y ang beroperasi sebany ak 10 KPHL sampai dengan tahun ) Luas Hutan Kota dan Pemeliharaanny a seluas 250 Ha 3) Lahan Kritis berkurang seluas hektar melalui rehabilitasi di dalam KPH dan DAS 4) Jumlah RPDAST y ang diinternalisasi ke dalam RTRW sebany ak 3 RPDAST 2 KPHL 6 KPHL 1 KPHL 1 KPHL 0 KPHL 50 Ha 50 Ha 50 Ha 50 Ha 50 Ha Ha Ha Ha Ha Ha 1 RPDAST 1 RPDAST 0 RPDAST 1 RPDAST 0 RPDAST 5) Jumlah DAS Lintas Negara y ang memiliki MoU/Status sebany ak 0 DAS Lintas Negara 0 DAS 0 DAS 0 DAS 0 DAS 0 DAS 6) Produksi dan Distribusi Bibit sebany ak 2,5 juta bibit berkualitas 0,5 Juta Btg 0,5 Juta Btg 0,5 Juta Btg 0,5 Juta Btg 0,5 Juta Btg Pulihny a kesehatan DAS kritis 7) Jumlah DAS Prioritas y ang dipulihkan kesehatanny a melalui pembangunan embung, dam pengendali, dan dam penahan skala kecil dan menengah didaerah hulu sebany ak 1 DAS Prioritas sampai dengan tahun DAS 0 DAS 1 DAS 0 DAS 0 DAS 8) Jumlah DAS Prioritas y ang meningkat jumlah mataairny a melalui konserv asi sumberday aair secara v egetatif, pem-bangunan embung, dam pengendali, dam penahan, dan gully plug didaerah hulu DAS serta sumur resapan sebany ak 1 DAS Prioritas sampai dengan tahun DAS 0 DAS 1 DAS 0 DAS 0 DAS 9) Jumlah DAS prioritas y ang memiliki Data dan Informasi penurunan Q max /Q min, kadar BOD, dan pening-katan tutupan lahan di 5 DAS Prioritas selama 5 tahun 1 DAS 1 DAS 1 DAS 1 DAS 1 DAS 2. Peny elenggaraan Perbenihan Tanaman Hutan Meningkatny a Kualitas dan Distribusi Perbenihan Tamanan Hutan 1) Luas sumber benih berkualitas y ang terbangun melalui kebun benih semai/kebun benih klon dan areal Sumberday a genetik seluas 0 Ha 2) Jumlah bibit berkualitas y ang disediakan dan distribusikan dari 1 unit persemaian permanen & sumber lainny a sebany ak 2,5 juta bibit secara kumulatif sampai tahun Ha 0 Ha 0 Ha 0 Ha 0 Ha 0,5 Juta 0,5 Juta 0,5 Juta Bibit Bibit Bibit 0,5 Juta Bibit 0,5 Juta Bibit 3) Luas areal pengelolaan sumber benih sepanjang tahun sampai dengan tahun 2019 seluas 0 Ha 0 Ha 0 Ha 0 Ha 0 Ha 0 Ha 3. Peny elenggaraan pengelolaan hutan mangrov e Meningkatny a Pengelolaan Hutan Mangrov e 1) Jumlah w ilay ah kerja y ang memiliki ketersediaan data dan informasi pengelolaan hutan mangrov e didalam kaw asan hutan sebany ak 1 w ilay ah kerja sepanjang tahun selama 5 tahun 1 Wilay ah Kerja 1 Wilay ah Kerja 1 Wlay ah Kerja 1 Wilay ah Kerja 1 Wilay ah Kerja 2) Jumlah Prov insi y ang mengaktifkan kelompok kerja mangrov e daerah sebany ak 1 Prov insi 1 prov 1 prov 1 prov 1 prov 1 prov 3) Jumlah w ilay ah kerja y ang memiliki model pengelolaan hutan mangrov e didalam kaw asan hutan sebany ak 1 w ilay ah kerja sepanjang tahun selama 5 tahun 1 w ilay ah kerja 1 w ilay ah kerja 1 w ilay ah kerja 1 w ilay ah kerja 1 w ilay ah kerja 4. Peny elenggaraan pengembangan persuteraan alam Meningkatny a Pengelolaan Persuteraan 1) Prosentase produksi HHBK sutera alam dari Hutan Lindung meningkat sampai dengan 15% dari tahun % 0% 0% 0% 0% 10 BULETIN ALAMI

15 Pembangunan di Balai Pengelolaan Daerah Aliran sungai di bidang lingkungan hidup dan kehutanan merupakan upaya yang menyangkut berbagai pihak (multi stakeholders) dan berangkat dari kepentingan yang berbeda-beda sehingga keberhasilan pembangunan itu sendiri akan sangat ditentukan oleh pihak-pihak yang berperan sejak tahapan perencanaan hingga monitoring dan evaluasinya. Permasalahan yang kompleks dan melekat menuntut upaya penanganan yang sistematis, terstruktur, berkelanjutan serta lintas sektor. Oleh karena itu, upaya meningkatkan daya dukung DAS guna mewujudkan DAS sehat bukan hanya tanggung jawab Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai tetapi harus menjadi tanggung jawab semua pihak. Pengelolaan DAS harus terintegrasi lintas sektor, lintas disiplin ilmu dan lintas daerah mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan hingga pengendalian dan evaluasinya. Masyarakat merupakan unsur pelaku utama, sedangkan pemerintah sebagai unsur pemegang otoritas kebijakan (regulator) dan fasilitator. Institusi lain seperti sectoral institution (sektor terkait dengan lingkungan hidup dan kehutanan) dan supporting institution (Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, NGO/ LSM, dan lembaga internasional) juga menjadi determinan keberhasilan penyelenggaraan pembangunan pengelolaan daerah aliran sungai. Sebagai aparat pemerintah, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dituntut untuk menjadi fasilitator yang optimal bagi semua multipihak dan multi kepentingan yang berkaitan dalam upaya mencapai keberhasilan pembangunan bidang Pengelolaan daerah aliran sungai menuju masyarakat yang lebih sejahtera. FOKUS DAFTAR PUSTAKA Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.39/MenLHK-Setjen/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.40/MenLHK-Setjen/2015 tanggal 7 Agustus 2015 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Strategis Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun Peraturan Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Nomor : P.10/ PDASHL-SET/2015 tanggal 12 Oktober 2015 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Strategis *) Fungsional Pertama di BPDASHL Asahan Barumun BULETIN ALAMI 11

16 LIPUTAN PERUBAHAN STRUKTUR ORGANISASI BPDAS HL ASAHAN BARUMUN (Sesuai PermenLHK Nomor : P. 10/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016) Edy Andriyanto, S.Sos *) Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terjadi penggabungan 2 (dua) kementerian yaitu Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Dengan adanya penggabungan ini berdampak pada tugas dan fungsi dari organisasi tidak hanya pada tingkat kementerian tetapi juga pada tingkat dibawahnya. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial mengalami perubahan organisasi/pemisahan menjadi 2 direktorat yang berbeda : 1. Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung, dan 2. Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan. Perubahan Ditjen Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial (PDASPS) menjadi Pengelolaan DAS dan Hutan Lidung (PDASHL), maka Permenhut Nomor : P.15/Menhut II/2007, tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Daerah Aliran Sungai juga dirubah dengan PermenLHK Nomor : P. 10/ Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung. Program yang terkait dengan pembangunan kehutanan di bidang PDASHL yaitu Program Pengendalian DAS dan Hutan Lindung. Program ini bertujuan untuk meningkatkan fungsi DAS dan daya dukung DAS pada kawasan hutan lindung dan luar kawasan hutan melalui pengelolaan DAS secara lebih efisien, optimal, adil dan berkelanjutan untuk dapat mengelola sumber daya hutan dan lahan dengan tetap memenuhi kaidah sustainable forest management (SFM). Hasil (outcome) yang diharapkan adalah berkurangnya lahan kritis pada DAS Prioritas dan Hutan Lindung sehingga dapat mengurangi resiko bencana alam, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam usaha komoditas kehutanan. (Peraturan Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Nomor : P.10/PDASHL-SET/2015). TUGAS POKOK DAN FUNGSI BPDASHL ASAHAN BARUMUN Tugas Pokok : Sesuai dengan Surat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P. 10/ Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Balai Pengelolaan Daerah 12 BULETIN ALAMI

17 LIPUTAN Aliran Sungai dan Hutan Lindung, BPDASHL Asahan Barumun mempunyai tugas pokok : melaksanakan penyusunan rencana, pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi tanah dan air, pengembangan kelembagaan, pengendalian kerusakan darat, dan evaluasi pengelolaan DAS dan hutan lindung. Fungsi : Dalam melaksanakan tugas pokok, BPDASHL Asahan Barumun menyelenggarakan fungsi sebagai berikut : Penyusunan rencana pengelolaan daerah aliran sungai dan hutan lindung, Penyusunan rencana teknik rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi tanah dan air, Pengembangan model pengelolaan daerah aliran sungai dan hutan lindung, Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi tanah dan air, Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan reklamasi hutan, kerusakan perairan darat dan pengelolaan hutan lindung, Pemantauan dan evaluasi pengelolaan daerah aliran sungai dan hutan lindung, Pengembangan kelembagaan, Penyusunan dan penyajian informasi pengelolaan daerah aliran sungai dan hutan lindung, Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai. STRUKTUR ORGANISASI BPDASHL ASAHAN BARUMUN Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Asahan Barumun dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 665/ Kpts-II/2002 tanggal 7 Maret 2002 setelah mendapat persetujuan dari Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur negara melalui surat Nomor 08/M.PAN/1/2002 tanggal 14 Januari Seiring dengan banyaknya kegiatan yang dilaksanakan dan wilayah kerja yang sangat luas maka tahun 2007 Balai Pengelolaan DAS Asahan Barumun berubah menjadi Tipe A berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.15/Menhut-II/2007 tanggal 4 Mei 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Selanjutnya pada tahun 2015, dengan adanya penggabungan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, terjadi pengembangan organisasi Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (BPDASHL). Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 10/Menlhk/Setjen/ OTL.0/1/2016, tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung, Struktur BPDASHL Asahan KEPALA BALAI Sub Bagian Tata Usaha Seksi Program DAS dan Hutan Lindung Seksi Rehabilitasi Hutan dan Lahan Seksi Evaluasi DAS dan Hutan Lindung Gambar 1. Struktur Organisasi Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Kelompok Jabatan Fungsional BULETIN ALAMI 13

18 LIPUTAN Barumun terdiri dari : Pengembangan model pengelolaan daerah aliran Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Program Daerah Aliran Sungai dan Hutan sungai dan hutan lindung, Tugas Seksi Evaluasi : Lindung, Penyiapan bahan pengembangan model kelem- Seksi Rehabilitasi Hutan dan Lahan bagaan pengelolaan daerah aliran sungai, Seksi Evaluasi Daerah Aliran Sungai dan Hutan Pemantauan dan evaluasi pengelolaan daerah Lindung, dan aliran sungai dan hutan lindung, dan Kelompok Jabatan Fungsional. Penyiapan bahan dan penyajian informasi Ruang lingkup kegiatan masing-masing Seksi Pada BPDASHL Asahan Barumun adalah sebagai berikut : Tugas Sub Bagian Tata Usaha : pengelolaan daerah aliran sungai dan hutan lindung. Tugas Kelompok Jabatan Fungsional : Melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata persuratan, perlengkapan, dan rumah tangga Balai, Melakukan kegiatan fungsional sesuai dengan keahlian masing-masing berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Tugas Seksi Program : Penyusunan program dan rencana pengelolaan Wilayah kerja BPDASHL Asahan Barumun daerah aliran sungai dan hutan lindung, Penyusunan rencana teknik rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi tanah dan air, Penyiapan bahan inventarisasi dan identifikasi potensi dan kerusakan daerah aliran sungai, No Kabupaten Provinsi Luas (Ha) % 1 Asahan Sumatera Utara ,12 7,56 2 Batu Bara Sumatera Utara 7.872,43 0,17 3 Dairi Sumatera Utara 6250,62 0,14 4 Humbang Hasundutan Sumatera Utara ,80 2,63 5 Karo Sumatera Utara 6.315,32 0,14 6 Labuhan Batu Sumatera Utara ,67 5,92 7 Labuhan Batu Selatan Sumatera Utara ,97 5,37 8 Labuhan Batu Utara Sumatera Utara ,07 7,84 9 Mandailing Natal Sumatera Utara ,12 13,56 10 Nias Sumatera Utara ,18 1,82 11 Nias Barat Sumatera Utara ,16 1,2 12 Nias Selatan Sumatera Utara ,36 5,41 13 Nias Utara Sumatera Utara ,47 2,61 14 Padang Lawas Sumatera Utara ,57 4,05 15 Padang Lawas Utara Sumatera Utara ,76 7,57 16 Pasaman Barat Sumatera Barat ,79 0,87 17 Rokan Hilir Riau ,79 0,66 18 Samosir Sumatera Utara ,91 2,27 19 Simalungun Sumatera Utara ,00 0,63 20 Tapanuli Selatan Sumatera Utara ,37 8,84 21 Tapanuli Tengah Sumatera Utara ,57 4,14 22 Tapanuli Utara Sumatera Utara ,24 8,34 23 Toba Samosir Sumatera Utara ,98 4,55 24 Kota Gunung Sitoli Sumatera Utara ,95 0,65 25 Kota Padangsidempuan Sumatera Utara ,10 0,32 26 Kota Sibolga Sumatera Utara 1.112,08 0,02 27 Kota Tanjung Balai Sumatera Utara 6.143,61 0,13 28 Danau Toba Sumatera Utara ,56 2,48 Jumlah , Wilayah kerja BPDASHL Asahan Barumun berdasarkan Instruksi Menteri Kehutanan Nomor : Ins.3 /Menhut-II/2009 terletak di Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, yaitu berada diantara koordinat 97 3' 27 s/d ' 3 Bujur Timur dan 3 11' 49 Lintang Utara Luas Wilayah administrasi di SWP DAS Asahan Barumun 14 BULETIN ALAMI

19 LIPUTAN s/d 0 38' 19'' Lintang Selatan, dengan luas ,69 Ha, dengan batas -batas sebagai berikut : Sebelah Utara : DAS Bolon, DAS Padang, DAS Ular, DAS Wampu Sebelah Timur : Selat Malaka Sebelah Selatan : DAS Rokan, Prop. Sumatera Barat, Prop.Riau Sebelah Barat : DAS Singkil, Samudera Indonesia Berdasarkan Daerah Aliran Sungai ada 183 (seratus delapan puluh tiga) DAS yang tersebar dalam 23 (Dua puluh tiga) Kabupaten dan 4 (empat) kota. Luas dan persentase wilayah administrasi secara keseluruhan yang masuk ke dalam batas wilayah BPDASHL Asahan Barumun dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang sudah ditetapkan oleh Gubernur Sumatera Utara melalui Surat No. 522/718 tanggal 29 Januari 2010, di wilayah kerja BPDASHL Asahan Barumun terdapat 3 (Tiga) Unit KPH yang sudah operasional yakni : KPHL Model Toba Samosir (Unit XIV) ditetapkan berdasar SK Menhut No. SK.867/Menhut- II/2013 Tanggal 5 Desember 2013 seluas ± Ha. KPHL Model Unit XXII Sumatera Utara ditetapkan berdasar SK Menhut No. SK. 992/Menhut- II/2013 tanggal 27 Desember 2013 seluas ± Ha. KPHP Model Mandailing Natal (Unit XXIX) ditetapkan berdasar SK Menhut No. SK.322/ Menhut-II/2010 Tanggal 25 Mei 2010 seluas ± Ha. Sesuai Renstra BPDASHL Asahan Barumun Tahun secara bertahap di wilayah kerja BPDASHL Asahan Barumun akan dibentuk 10 (Sepuluh) KPH, mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.102/ Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret 2010 yang telah menetapkan wilayah KPH di Sumatera Utara seluas ± , yang terdiri dari : KPHL sebanyak 14 unit seluas ± Ha. KPHP sebanyak 19 unit seluas ± Ha. Dengan beroperasinya KPH tersebut kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) dapat dilakukan berkolaborasi dengan BPDASHL Asahan Barumun untuk mengurangi lahan kritis pada DAS prioritas. KPH berperan sebagai penyelenggara pengelolaan hutan di lapangan atau di tingkat tapak yang harus menjamin bahwa pengelolaan hutan dilakukan secara lestari sesuai dengan fungsinya. Daftar Pustaka : Peraturan Menteri Kehutanan No. P.15/Menhut-II/2007 tanggal 4 Mei 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P. 10/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016, tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung, Renstra Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Asahan Barumun Tahun *) Fungsional Muda di BPDASHL Asahan Barumun BULETIN ALAMI 15

20 LIPUTAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DI KAWASAN HUTAN LINDUNG BUKIT RENDANG DESA BATU SONDAT KECAMATAN BATAHAN KABUPATEN MANDAILING NATAL Oleh : Mier Fazzel Simamora, S.Hut Peninjauan Lokasi Tanam bersama KODAM I/BB, KODIM Tapsel, KORAMIL Batahan, Humas PTPN 4 dan BPDAS Asahan Barumun. PENDAHULUAN Salah satu upaya menekan laju penurunan daya fungsi hutan adalah melalui rehabilitasi hutan. Tujuan penyelenggaraan RHL adalah menurunnya degradasi hutan dan lahan serta memulihkan lahan-lahan rusak/kritis agar dapat berfungsi sebagai media produksi dan media tata air. Dasar hukum pelaksanaan kegiatan ini adalah Naskah Kesepakatan Kerjasama antara Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Asahan Barumun dengan Panglima KODAM I/ Bukit Barisan Nomor: PKS 78/BPDAS-AB-1/2015 MoU/13/ X/2015 tanggal 6 Oktober 2015 tentang Rehabilitasi Hutan di KPHP Model Mandailing Natal dan Kontrak Swakelola antara Pejabat Pembuat Komitmen RHL KPHP Model Mandailing Natal dengan Asisten Teritorial KASDAM I/ Bukit Barisan Nomor: PKS. 79/BPDAS-AB-1/2015 tanggal 6 Oktober 2015 tentang Pelaksanaan RHL Kawasan Hutan Lindung di KPHP Model Mandailing Natal. GAMBARAN UMUM LOKASI Lokasi kegiatan seluas 300 Ha berada di perbatasan antara Provinsi Sumatera Utara dengan Provinsi Sumatera Barat yang berlokasi di kawasan Hutan Lindung Bukit Rendang Desa Batu Sondat Kecamatan Batahan Kabupaten Mandailing Natal dengan waktu tempuh melalui transportasi darat dari Pematangsiantar ke lokasi kegiatan ± 320 km. Titik koordinat lokasi kegiatan berada pada 99 17' " E dan 0 21' " N. 16 BULETIN ALAMI

21 LIPUTAN PELAKSANAAN KEGIATAN RHL Persiapan Lapangan Tujuan persiapan lapangan adalah untuk mendapatkan gambaran tentang lokasi dan kegiatan yang akan dilaksanakan (pra kondisi) serta melakukan langkah-langkah persiapan dan sosialisasi kepada masyarakat setempat, Pihak PTPN 4 dan kesiapan KPHP Model Mandailing Natal dalam pelaksanaan kegiatan RHL yang akan dilakukan. Penyiapan Sarana dan Prasarana Sarana prasarana yang dipersiapkan dalam pelaksanaan RHL adalah rancangan, peta Penataan Areal Tanam Penataan areal ini dilakukan agar tidak menimbulkan masalah terhadap batas-batas lokasi penanaman dengan pemilik/ pengguna lahan (PTPN 4 dan masyarakat) yang berbatasan langsung dengan lokasi kegiatan RHL. Pengadaan Herbisida dan Penyemprotan Pra Tanam Pada lokasi RHL Kawasan Hutan Lindung Bukit Rendang, pertumbuhan kacang-kacangan sangat cepat sehingga dikhawatirkan dapat merusak tanaman pokok (tanaman RHL). Untuk itu dilakukan penyemprotan kacang-kacangan dengan Sosialisasi ke Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal kerja, peralatan kerja, bahan-bahan gubuk kerja, papan nama kegiatan, papan himbauan, sarana dan prasarana TNI seperti base camp untuk sekretariat, tenda, sarana komunikasi, sarana dokumentasi, sarana pendukung lainnya. menggunakan herbisida dan penyemprotan menggunakan knapsack dan pompa mekanis. BULETIN ALAMI 17

22 LIPUTAN PERMASALAHAN Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan di lapangan adalah lokasi penanaman memiliki pertumbuhan gulma/ kacang-kacangan dengan pertumbuhan yang sangat cepat sehingga akan mengganggu tanaman pokok RHL, potensi kerawanan dikhawatirkan terjadinya kebakaran oleh karena lokasi dekat dengan masyarakat. UPAYA TINDAK LANJUT Upaya- upaya pemecahan masalah yang telah dilakukan adalah sosialisasi sebelum pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan lindung yang dilaksanakan di Desa Batu Sondat, sosialisasi secara terus menerus dengan melakukan kunjungan kepada para penggarap yang ditemui di lapangan/ area penanaman dengan melakukan penyuluhan dan pendekatan secara persuasif, diharapkan setelah pelaksanaan kegiatan ini dilakukan pemeliharaan secepatnya agar pertumbuhan gulma dapat ditekan. KESIMPULAN Kegiatan RHL yang dilakukan oleh BPDAS Asahan Barumun di KPHP Model Mandailing Natal pada lokasi kawasan hutan lindung Bukit Rendang Desa Batu Sondat Kecamatan Batahan Kabupaten Mandailing Natal telah terlaksana sesuai dengan yang direncanakan dan diperlukan upaya terus menerus untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat sehingga tekanan perambahan hutan dan kerusakan yang ditimbulkan dapat dieliminir. Upaya upaya preventif dan pendekatan persuasif perlu dilakukan secara berkesinambungan. REKOMENDASI Dilakukan pemeliharaan secepatnya agar pertumbuhan gulma yang dapat mengganggu pertumbu- Sekretariat/Posko RHL Kunjungan Lapangan Kepala BPDAS Asahan Barumun, Kepala Seksi Program dan KKPHP Model Mandailing Natal Knapsack untuk semprot pra tanam areal RHL Kunjungan Asisten Teritorial KODAM I/BB dalam rangka penataan areal tanam Pembuatan Plang Peringatan Kawasan Hutan Lindung 18 BULETIN ALAMI

23 han tanaman pokok RHL dapat ditekan. Diperlukan upaya preventif dan pendekatan persuasif kepada masyarakat penggarap agar secara bersama bersinergi mensukseskan kegiatan RHL Diperlukan koordinasi kepada instansi terkait untuk melakukan pengamanan hutan Kerjasama dengan TNI dalam pelaksanaan rehabilitasi sangat dibutuhkan karena keberadaan TNI sampai pada tingkat tapak (babinsa dan koramil) yang memiliki akses tinggi dan secara kontinu dapat menjangkau lokasi dengan mudah untuk melakukan tindakan tindakan preventif dan tindakan tindakan pengamanan hutan secara persuasif LIPUTAN DAFTAR PUSTAKA Peraturan Dirjend BPDASPS Nomor: P.03/V-SET/2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Konservasi secara swakelola yang dikerjasamakan dengan TNI Peraturan Dirjend BPDASPS Nomor: P.1/V-SET/2013 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan BULETIN ALAMI 19

24 LIPUTAN D aerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dipisahkan dari wilayah lain oleh pemisah alam berupa punggung ARBORETUM SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU Oleh : Ferry Hamonangan Saragih, S.Hut*) bukit atau gunung, yang menerima air hujan, menampung dan mengalirkannya melalui sungai utama ke laut/danau. Pengelolaan DAS adalah pengelolaan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui yaitu tumbuhan, tanah dan air agar dapat memberikan manfaat yang maksimal dan berkesinambungan serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalamnya. Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya (fungsi dan pengatur tata air). Menurunnya fungsi tersebut akibat dari penggunaan lahan yang kurang atau tidak memperhatikan teknik konservasi tanah sehingga menimbulkan erosi, tanah longsor dan sebagainya yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah, tata air dan lingkungan. Arboretum berasal dari kata Arbo memiliki arti kayu, tetapi dapat dianalogikan sebagai hutan. Arboretum merupakan ekosistem yang di dalamnya terdapat banyak keanekaragaman hayati yang melakukan hubungan timbal balik didalamnya seperti hubungan antar individu, komunitas ataupun populasi. Di dalam arboretum terdapat banyak hewan-hewan yang berfungsi sebagai rantai makanan, jika salah satu hilang maka akan mempengaruhi rantai makanan dan bertambahnya suatu populasi. Arboretum juga memiliki fungsi sebagai tempat penelitian untuk perkembangan ilmu pengetahuan yangberbasis pada ilmu lingkungan. Arboretum juga dijadikan koleksi berbagai jenis pohon. Pemerintah Kabupaten/Kota diharapkan membangun Arboretum, yang diharpkan mampu menjadi solusi pengelolaan DAS dan mengubah lahan kritis menjadi lahan yang subur yang siap untuk di kelola serta bisa dijadikan sebagai lokasi sumber benih. Dan masyarakat akan mendapatkan dampak yang baik dengan adanya arboretum, karena arboretum juga bisa menambah kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. 20 BULETIN ALAMI

25 LIPUTAN Hal yang paling mendasar dengan adanya arboretum adalah untuk menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH) baik di dalam kawan hutan atau pun luar kawasan hutan. Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mempunyai visi mewujudkan ruang terbuka nusantara yang mengandung unsur-unsur penting dalam menunjang kehidupan masyarakat, sebagai berikut : Keamanan : masyarakat terlindungi dari berbagai ancaman dalam menjalankan aktivitasnya; Kenyamanan : kesempatan luas untuk dapat menjalankan fungsi dan mengartikulasi nilai-nilai sosial budayanya dalam suasana tenang dan damai; Produktivitas : proses dan distribusinya dapat berlangsung efisien serta mampu menghasilkan nilai tambah ekonomis bagi kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan daya saing; Berkelanjutan : kualitas lingkungan dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini dan generasi mendatang. Untuk mendukung visi itu, maka setiap wilayah harus selalu memperhatikan aspek sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti ditetapkan pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 pasal 3 yaitu : bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dengan terwujudnya : Keharmonisan antara lingkungan alami dan buatan Keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia Perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang Pada pasal 17 memuat bahwa proporsi kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai (DAS) yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pasal 28 sampai dengan pasal 30 memuat bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal 30% dimana ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota minimal 10%. Sedangkan pasal 48 memuat bahwa penataan ruang kawasan perdesaan BULETIN ALAMI 21

26 LIPUTAN diarahkan antara lain, untuk : Pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang di dukungnya Konservasi sumber daya alam Pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan Dengan memahami Undang-undang No. 26 Tahun 2007 dapat diketahui fungsi utama arboretum sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) yaitu sebagai fungsi ekologis : Memberi jaminan untuk sistem sirkulasi udara (paru-paru kota) Pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar Mencegah terjadinya bencana alam seperti banjir Sebagai peneduh Produsen oksigen Penyerap air hujan Penyedia habitat satwa Penyerap polutan media udara, air dan tanah Penahan angin Penahan erosi Sedangkan fungsi sosial dan budaya : Merupakan media komunikasi masyarakat Menggambarkan ekspresi budaya local Tempat rekreasi, sarana pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam Fungsi Ekonomi : Sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bungan, buah, daun dan sayursayuran Bisa menjadi bagian dari usaha kehutanan, pertanian, perkebunan, dan lain-lain Fungsi estetika : Meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro : ha- 22 BULETIN ALAMI

27 laman rumah, lingkungan permukiman, maupun makro : lanskap kota secara keseluruhan LIPUTAN Menstimulasi kreativitas dan produktivitas masyarakat lokal Pembentuk faktor keindahan arsitektural Menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun Dengan terwujudnya fungsi secara ekologis, sosial dan budaya, ekonomi dan estetika sebagai wujud nyata adanya arboretum sebagai Ruang Terbuka Hijau, mimpi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia yaitu Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera pasti akan terealisasi. *) Fungsional Pertama di BPDASHL Asahan Barumun BULETIN ALAMI 23

28 INFO TEKNIS PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM RANGKA MENDUKUNG GLOBAL GEOPARK KALDERA TOBA Oleh: Rospita Odorlina P. Situmorang, STP. M.Eng. D anau Toba yang dikenal sebagai daerah tangkapan air (cathment area) memiliki keunggulan tersendiri karena di tengah kawasan terdapat sebuah danau yang luas, yang memiliki keindahan luar biasa. Danau Toba merupakan danau tektonik terluas di dunia. Di dalam kawasan terdapat berbagai aktifitas manusia yang sebagian besar memanfaatkan keberadaan Danau Toba sebagai sumber mata pencaharian dan sekaligus melahirkan berbagai kebudayaan yang berkaitan erat dengan Danau Toba. Dengan letak geografis, fungsi, dan potensi yang ada, secara umum keberadaan kawasan Danau Toba digolongkan dalam 2 jenis peran strategis, yaitu sebagai kawasan lindung tangkapan air yang menopang wilayah-wilayah di bawahnya, serta sebagai kawasan ekonomis budidaya. Dalam rangka mengangkat potensi kawasan Danau Toba, pemerintah telah menetapkan Danau Toba sebagai salah satu geopark nasional yang ditetapkan pada tanggal 7 Oktober 2014 dan sedang diusulkan masuk kedalam jaringan geopark dunia tahun Geopark, disebut juga taman bumi, merupakan kawasan lindung nasional yang berisi sejumlah situs warisan geologi penting, langka atau mengandung unsur estetika. Situs warisan bumi in i m e r u p a k a n bagian dari konsep t e r p a d u p e r l i n d u n g a n, pendidikan, dan pembangunan yang b e r k e l a n j u t a n (Unesco, 2006). Geopark merupakan k a w a s a n u n i k dengan warisan g e o l o g i y a n g mempunyai nilai ilmiah pengetahuan), jarang memiliki Keindahan Danau Toba pembanding di tempat lain, serta mempunyai nilai estetika dalam berbagai skala (Kusmahabrata dan Suwardi, 2012). Danau Toba Menuju Jaringan Geopark Dunia DTA Danau Toba, dalam pengajuannya disebut Geopark Kaldera Toba, mengusung Tema Gunung Api (supervolcano) dengan keunikan sebagai kaldera Volkano-Tektonik 24 BULETIN ALAMI

29 INFO TEKNIS Kuarter terbesar di dunia. Kawasan ini mencakup bagian dari wilayah administrasi dari tujuh kabupaten yang mempunyai pantai di Danau Toba yaitu Kabupaten Samosir, Toba Samosir, Dairi, Karo, Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, dan Simalungun (Pempropsu, 2013). Jaringan geopark merupakan sebuah jaringan nasional dalam melakukan pelestarian sumberdaya alam melalui pendekatan multisistem untuk memahami suatu sistem kebumian serta melakukan pemberdayaan masyarakat. Penetapan kawasan Danau Toba dalam jaringan geopark dunia (GGN) diharapkan dapat menjadikan kawasan Danau Toba menjadi destinasi pariwisata internasional melalui perolehan keuntungan jaringan informasi dunia dan kunjungan pariwisata dunia yang akhirnya meningkatkan ekonomi masyarakat di sekitar Danau Toba. Program jaringan geopark dunia (Global Geoparks Network) bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah suatu kawasan bertaraf internasional (dunia), menciptakan lapangan pekerjaan serta menciptakan dan meningkatkan masterplan pengelolaan, dan mempunyai kesediaan publikasi sebagai pertumbuhan ekonomi suatu kawasan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Untuk menjadi anggota dalam Jaringan Global Geopark (GGN), UNESCO telah menetapkan berbagai persyaratan yaitu memiliki penanggungjawab (pengelola) kawasan, mempunyai struktur manajemen yang kuat, mempunyai geosite (geologi, biologi, budaya), semua geosite terlindungi secara nyata, dan mempunyai bahan promosi (Kusmahabrata dan Suwardi, 2012; Unesco, 2010). Permasalahan Lingkungan DTA Danau Toba Permasalahan lingkungan di kawasan Danau Toba sudah sering menjadi sorotan publik baik secara regional, nasional hingga internasional. Laporan ITTO (2005) dalam Sanudin dan Sundawati (2009), menyatakan bahwa dalam periode tahun 1985 sampai 1997 Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba telah kehilangan lebih dari ha kawasan hutan. BPDAS Asahan Barumun (2010), juga menggambarkan kerusakan fungsi hidrologis kawasan DTA Danau Toba melalui tingginya fluktuasi debit air antara musim hujan dan musim kemarau yang mencapai 536,84. Nilai KRS di atas 200 menunjukkan kondisi daerah tangkapan air yang mengalami kerusakan. Kerusakan hutan diyakini diakibat legitimasi yang diberikan pemerintah untuk penebangan kayu di hutan yang dilakukan tanpa Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), pembukaan hutan untuk lahan-lahan pertanian yang tidak tekontrol, serta kebakaran hutan dan lahan yang masih kerap terjadi. Jumlah lahan terbuka dan kritis di kawasan DTA Danau Toba yang masih tinggi juga menunjukkan kualitas lingkungan yang masih rendah. Selain kerusakan di kawasan hutan, juga terjadi penurunan kualitas air danau akibat limbah keramba jaring apung, limbah bahan bakar dari kapal bermotor, limbah domestik dan kotoran ternak masyarakat maupun usaha, limbah perhotelan dan restoran yang BULETIN ALAMI 25

30 INFO TEKNIS langsung dibuang ke Danau Toba. Upaya untuk menekan laju kerusakan lingkungan di kawasan Danau Toba perlu dikerjakan dengan segera. Pendidikan Lingkungan bagi Masyarakat disekitar Danau Toba Berdasarkan persyaratan penetapan geopark yang ditetapkan oleh UNESCO, dalam persyaratan dan penilaiannya, terdapat keterpaduan pengelolaan geologi, biologi dan budaya. Satu hal yang cukup menarik dalam konsep geopark tersebut adalah bahwa peran serta masyarakat lokal yang melibatkan pengetahuan dan pemahaman pada geopark merupakan salah satu butir/point yang dinilai. Berkaitan dengan upaya pelestarian lingkungan, maka konservasi kawasan harus dikerjakan masyarakat lokal secara sungguhsungguh karena merekalah yang sehariharinya hidup disekitarnya. Oleh karena itu, wawasan lingkungan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki oleh masyarakat yang bermukim dikawasan geopark. Pendidikan lingkungan merupakan salah satu faktor penting dalam meraih keberhasilan dalam pengelolaan lingkungan hidup, juga menjadi sarana yang sangat penting dalam menghasilkan sumber daya manusia yang dapat melaksanakan prinsip pembangunan berkelanjutan. Stapp, et al. (1970) menyatakan tujuan jangka panjang pendidikan lingkungan adalah mengembangkan setiap warga negara yang memiliki pengetahuan tentang lingkungan biofisik dan masalah-masalah yang terkait, membangun kesadaran agar warga negara terlibat secara efektif dalam bertindak menuju pengembangan masa depan yang lebih dapat dihuni, dan memiliki motivasi untuk melakukannya. Pendidikan lingkungan tidak akan merubah situasi dan kondisi yang telah rusak menjadi baik dalam waktu sekejap, melainkan membutuhkan waktu, proses dan sumber daya. Peningkatan wawasan lingkungan dapat dilakukan melalui pendidikan lingkungan yang dapat dilakukan dengan berbagai metode pendekatan. Pendidikan lingkungan akan memampukan seseorang mampu menangkap issu lingkungan yang utama dari sudut pandang lokal, nasional, regional dan internasional, sehingga dia dapat menerima kondisi lingkungan dan membandingkannya dengan wilayah geografis yang lain. P e n d i d i k a n l i n g k u n g a n h a r u s mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas (ekonomi, politik, kultural, historis, moral, dan estetika) menggunakan pendekatan yang sifatnya interdisipliner dengan cara menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan yang holistik dan perspektif yang seimbang. Berbagai kegiatan pendidikan lingkungan yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut: 1. Pembuatan iklan layanan masyarakat tentang peduli lingkungan (misalnya Danau Toba menuju jaringan geopark dunia, Danau Toba Go Green, dsb) melalui berbagai media seperti televisi, radio, poster, leaflet/ selebaran dan lain-lain. 26 BULETIN ALAMI

31 INFO TEKNIS 2. Seminar/diskusi yang melibatkan berbagai stakeholder seperti pemerintah daerah (aparat desa, kecamatan, kabupaten), lembaga swadaya masyarakat dan aktivis lingkungan, akademisi, pengusaha (hotel, restoran, angkutan danau, dll), dan masyarakat lokal. 3. Pendidikan lingkungan di sekolah seperti pencantuman pendidikan konservasi sebagai muatan lokal dalam kurikulum sekolah. Daftar Pustaka BPDAS Asahan Barumun, Rencana Umum Pengelolaan DAS Terpadu DAS Asahan Toba. Laporan. BPDAS Asahan Barumum, Dirjen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial. Kementrian Kehutanan. Hendarwati, E Pengaruh pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar melalui metode inkuiri terhadap hasil belajar siswa sdn i sribit delanggu pada pelajaran ips. Pedagogia vol. 2(1): Kusmahabrata, Y. dan S. Suwardi Indonesia Menuju Jaringan Geopark Dunia. GeoMagz Vol 2 No. 1 Maret Badan Geologi, Kementerian ESDM. Pempropsu, Geopark Kaldera Toba. Diakses dari tanggal 10 Oktober Puskurbuk. 2011,Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta. Stapp, et al. (1970). The concept of environmental education. Journal of Environmental Education 1: 1, Sundawati, L. dan Sanudin, Analisis Pemangku Kepentingan dalam Upaya Pemulihan Ekosistem Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Jurnal Majalah Hutan Tropika Vol. XV, (3). Unesco, Global Geoparks Network. United Nation Edicational, Scientific and Cultural Organization. Division of Ecological and Earth Sciences Global Earth Observation Section Geoparks Secretariat. France. BULETIN ALAMI 27

32 SERBA-SERBI FASILITASI PENINGKATAN SDM BPDA BERASTAGI, 31 MA 28 BULETIN ALAMI

33 SERBA-SERBI ASHL ASAHAN BARUMUN TAHUN 2016 ARET-2 APRIL 2016 BULETIN ALAMI 29

34 SERBA-SERBI 30 BULETIN ALAMI

SASARAN DAN INDIKATOR PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG TAHUN

SASARAN DAN INDIKATOR PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG TAHUN DAN INDIKATOR PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG TAHUN 2015 No Sasaran Program Indikator Kinerja Program (IKP) 1 tutupan hutan di hutan lindung dan lahan (S1.P2.1) 2 kesehatan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS. Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung. Tahun (Perubahan)

RENCANA STRATEGIS. Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung. Tahun (Perubahan) RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Tahun 2015-2019 (Perubahan) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah

Lebih terperinci

Disampaikan Oleh : Ir. Muhajir, MS Kepal Balai Pengelolaan DASHL Jeneberang Saddang

Disampaikan Oleh : Ir. Muhajir, MS Kepal Balai Pengelolaan DASHL Jeneberang Saddang Disampaikan Oleh : Ir. Muhajir, MS Kepal Balai Pengelolaan DASHL Jeneberang Saddang Makasar, 25 Januari 2017 PENDAHULUAN PERPRES NO. 16 TAHUN 2015 Tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Inspektorat

Lebih terperinci

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1. No.247, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Penggunaan DAK. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi bidang

Lebih terperinci

SUPLEMEN, RENCANA KERJA 2015 (REVISI) : PENYIAPAN LANDASAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

SUPLEMEN, RENCANA KERJA 2015 (REVISI) : PENYIAPAN LANDASAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN SUPLEMEN, RENCANA KERJA 2015 (REVISI) : PENYIAPAN LANDASAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PENGANTAR Sebagai konsekuensi dari perubahan nomeklatur Kementerian

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PENANAMAN BAGI PEMEGANG IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA REHABILITASI DAERAH ALIRAN SUNGAI Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

Rencana Strategis Pusat Data dan Informasi Tahun

Rencana Strategis Pusat Data dan Informasi Tahun Rencana Strategis Pusat Data dan Informasi Tahun 2015-2019 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 2 DAFTAR ISI 3 PENDAHULUAN... 4 Latar Belakang... 4 Landasan Hukum. 5 Tugas Pokok dan Fungsi. 6 SASARAN KEGIATAN

Lebih terperinci

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Tahun

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Tahun Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Tahun 2015-2019 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DAN HUTAN LINDUNG LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DAN HUTAN LINDUNG LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG TAHUN 2016 KATA PENGANTAR Laporan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.60/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam 2.1.1 Sejarah Singkat Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Balai Besar KSDA Jawa Timur merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terjadinya bencana banjir, longsor dan kekeringan yang mendera Indonesia selama ini mengindikasikan telah terjadi kerusakan lingkungan, terutama penurunan daya dukung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, 9PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.99/MENLHK/SETJEN/SET.1/12/2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.429, 2016 KEMEN-LHK. Jaringan Informasi Geospasial. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.28/Menlhk/Setjen/KUM.1/2/2016

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH NOMOR : P.9/PDASHL-SET/2015 NOMOR : 403/D/DN/2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur Balai Besar KSDA Jawa Timur merupakan salah satu dari 8 (delapan) Balai Besar KSDA di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS BAB II PERENCANAAN STRATEGIS 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan. BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA KEMITRAAN PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DI

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN POHON OLEH PESERTA DIDIK, PENDIDIK, DAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah serta Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG

ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN BERSAMA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1938, 2017 KEMEN-LHK. Penugasan bidang LHK kepada 33 Gubernur. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.66/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1230, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Kelompok Tani Hutan. Pembinaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.57/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELOMPOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN Dasar Hukum Lingkungan Hidup UU No. 32/2009: Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup UU No. 18/2008: Pengelolaan Sampah PP turunannnya Kehutanan UU No. 41/1999: Kehutanan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah dengan topogafi yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit tempat tangkapan air hujan yang akan dialirkan melalui anak-anak sungai

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 24/Menhut-II/2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEBUN BIBIT RAKYAT

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 24/Menhut-II/2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEBUN BIBIT RAKYAT PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 24/Menhut-II/2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEBUN BIBIT RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Disampaikan pada acara : Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Jakarta, 22

Lebih terperinci

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BITUNG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA

DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA PAPARAN KEPALA DINAS PSDA PADA MUSRENBANG PROVINSI SUMATERA UTARA INFRASTRUKTUR SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN ANGGARAN 2014 MEDAN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Pembangunan Kehutanan

Pembangunan Kehutanan KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Pembangunan Kehutanan Sokoguru Pembangunan Nasional Berkelanjutan Dr. Ir. Hadi Daryanto, DEA (Sekretaris Jenderal) Disampaikan dalam Seminar

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Berdasarkan penyelenggaraan pelayanan pada Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 134, 2016 KEMENLH-KEHUTANAN. Dekonsentrasi. 34 Gubernur. Pelimpahan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/MenLHK-Setjen/20152015

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. mempergunakan pendekatan one river basin, one plan, and one integrated

IV. GAMBARAN UMUM. mempergunakan pendekatan one river basin, one plan, and one integrated IV. GAMBARAN UMUM A. Umum Dalam Pemenuhan kebutuhan sumber daya air yang terus meningkat diberbagai sektor di Provinsi Lampung diperlukan suatu pengelolaan sumber daya air terpadu yang berbasis wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN Direktur Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan Disampaikan pada Acara Gelar Teknologi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 12 Mei 2014

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL STATISTIK PEMBANGUNAN BALAI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI SAMPEAN MADURA TAHUN 2007 Bondowoso, Januari 2008 BALAI PENGELOLAAN

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. UPT. Pembenihan. Tanaman. Klasifikasi. Kriteria.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. UPT. Pembenihan. Tanaman. Klasifikasi. Kriteria. No.9, 008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. UPT. Pembenihan. Tanaman. Klasifikasi. Kriteria. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P.66/Menhut-II/008 TENTANG KRITERIA DAN KLASIFIKASI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

BAB 2 Perencanaan Kinerja

BAB 2 Perencanaan Kinerja BAB 2 Perencanaan Kinerja 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kean Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT)

DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT) DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT) DASAR HUKUM DAN ARAHAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI PROV. NTT UUD 1945; Pasal 33 BUMI, AIR DAN KEKAYAAN ALAM YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 7/Menhut-II/2011 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 7/Menhut-II/2011 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 7/Menhut-II/2011 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Laporan Kinerja Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur dibuat sesuai ketentuan yang terkandung dalam Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa daerah aliran sungai

Lebih terperinci

ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN

ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN 2012-2021 1 Oleh : Irfan B. Pramono 2 dan Paimin 3 Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat

Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat ekologi dari pola ruang, proses dan perubahan dalam suatu

Lebih terperinci

KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA (Bahan Kata Sambutan Gubernur Sumatera Utara pada Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia Sektor Kehutanan dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dana Alokasi Khusus. Pemanfaatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2013

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN 2011-2015 No. Tujuan Sasaran Target Indikator Rp. (dlm jutaan) Target Indikator Rp. (dlm jutaan) Target Indikator Rp. (dlm jutaan) Target Indikator Rp. (dlm jutaan) Target

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 67/Menhut-II/2008 TENTANG KRITERIA DAN KLASIFIKASI UNIT PELAKSANA TEKNIS PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 67/Menhut-II/2008 TENTANG KRITERIA DAN KLASIFIKASI UNIT PELAKSANA TEKNIS PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 67/Menhut-II/2008 TENTANG KRITERIA DAN KLASIFIKASI UNIT PELAKSANA TEKNIS PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS) berupa : lahan kritis, lahan gundul, erosi pada lereng-lereng

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci