BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN"

Transkripsi

1 11 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis Pengertian Berbicara Berbicara adalah menyampaikan sesuatu kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan yang dimengerti oleh orang yang diajak berbicara. Hal ini berarti bahwa harus ada kesepakatan terhadap bahasa yang digunakannya dalam berbicara seseorang dapat mengungkapkan perasaannya, keinginannya, mengekspresikan pengetahuan yang dimilikinya. Menurut Mulyati, dkk (2007:1.5) bahwa seseorang dikatakan terampil berbicara apabila yang bersangkutan terampil memilih bunyi-bunyi bahasa (berupa kata, kalimat, serta tekanan dan nada) secara tepat serta memformulasikannya secara tepat pula guna menyampaikan pikiran, perasaan, gagasan, fakta, perbuatan dalam suatu konteks komunikasi. Santoso, dkk (2003:5) menjelaskan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain. Berbicara merupakan bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, semantik dan linguistik. Pada saat berbicara seseorang memanfaatkan faktor fisik yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Bahkan organ tubuh yang lain seperti kepala, tangan dan roman muka pun dimanfaatkan dalam berbicara. Faktor psikologis memberikan andil yang cukup besar terhadap kelancaran berbicara. Stabilitas emosi, misalnya tidak saja berpengaruh terhadap 11

2 12 kualitas suara yang dihasilkan oleh alat ucap tetapi juga berpengaruh terhadap keruntutan bahan pembicaraan. Mencermati pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa berbicara adalah menyampaikan sesuatu kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan dimengerti oleh orang yang diajak berbicara. Hal ini berarti bahwa harus ada kesepahaman terhadap bahasa yang digunakan dalam kegiatan berbicara itu. Melalui berbicara seseorang dapat mengungkapkan perasaannya, keinginannya, mengekspresikan pengetahuan yang dimilikinya, mengontrol dan mengubah perilaku. Pageyasa (2004:3) berpendapat bahwa berbicara adalah berpikir. Oleh karena itu, kualitas tuturan sangat bergantung kepada kemampuan berpikir otak. Agar kemampuan berpikir otak menjadi optimal dalam menghasilkan tuturan, kedua belah otak harus diaktifkan dan diseimbangkan kerjanya dengan menggunakan peta pikiran. Pemetaan pikiran bertolak dari temuan bahwa otak manusia terbagi atas dua belahan, yaitu belahan kanan dan kiri. Belahan kanan bersifat acak (nonlinear) sedangkan belahan kiri bersifat teratur (linear). Dalam hal ini, bahasa merupakan tanggung jawab otak kiri. Akan tetapi, walaupun tuturan keluar secara berurut dan teratur (sesuai dengan otak kiri), proses dalam menghasilkan tuturan dalam otak adalah tidak berurut dan tidak teratur sesuai dengan otak kanan. Makin optimal kerja sama kedua belah otak, makin optimal pula tuturan yang dihasilkan.

3 13 Dengan demikian berbicara bukanlah sekedar pengucapan kata atau bunyi, tetapi merupakan suatu alat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan, atau mengkomunikasikan pikiran, ide, maupun perasaannya. Jadi pada hakikatnya berbicara merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa Tujuan Berbicara Pembicara merupakan sumber gagasan. Gagasan pembicara bersifat abstrak. Tak ada seorangpun tahu akan gagasan yang dimilki seorang pembicara. Gagasan ini baru diketahui setelah pembicara menyampaikan pesan melalui gejala perilakunya yang diwujudkan dalam bentuk ujaran. Dalam hal ini pun pengetahuan penyimak tentang gagasan atau pesan itu terbatas pada kemampuannya untuk menafsirkan makna ujaran tersebut. Hasil penafsiran makna ujaran itulah yang merupakan kesan bagi penyimak. Pada umumnya tujuan orang berbicara adalah untuk menghibur, menginformasikan, menstimulasi, meyakinkan, atau menggerakkan pendengar. Sebagaimana dikemukakan Solhan (2007:11.19) tujuan pembelajaran berbicara di SD dikelompokkan atas: 1) tujuan pembelajaran berbicara di kelas rendah, dan 2) tujuan pembelajaran berbicara di kelas tinggi. Tujuan pembelajaran di kelas rendah antara lain: 1) melatih keberanian siswa; 2) melatih siswa menceritakan pengetahuan dan pengalamannya, 3) melatih menyampaikan pendapat, dan 4) membiasakan siswa untuk bertanya. Sedangkan tujuan pembelajaran berbicara di kelas tinggi untuk: 1) memupuk keberanian siswa; 2) mengungkapkan pengetahuan dan wawasan siswa, 3) melatih siswa

4 14 menyanggah/menolak pendapat orang lain, 4) melatih siswa berpikir logis dan kritis, dan 5) melatih siswa menghagai pendapat orang lain (Solhan (2007:11.20) Manfaat Berbicara Menurut Zuhayya (2007:4) berbicara tidak hanya sekedar prestasi tetapi juga bermanfaat sebagai: 1) pemuas kebutuhan dan keinginan; 2) alat untuk menarik perhatian orang lain; 3) untuk membina hubungan sosial; 4) untuk dapat mempengaruhi perasaan orang lain; 5) untuk mengevaluasi diri sendiri. Manfaat berbicara sebagai pemuas kebutuhan dan keinginan, dengan berbicara anak lebih mudah menjelaskan kebutuhan dan keinginannya tanpa harus menunggu orang lain mengerti tangisnya, gerak tubuh atau ekspresi wajahnya dengan begitu kemampuan berbicara dapat mengurangi frustasi karena tidak merasa dimengerti oleh lingkungannya. Manfaat berbicara sebagai alat untuk menarik perhatian orang lain, setiap anak senang menjadi pusat pehatian, lewat kemampuan berbicara anak menemukan bahwa perhatian mudah diperoleh lewat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, bila mengucapkan kata-kata yang tidak pantas, dengan menyatukan ideide sekaligus tidak masuk akal. Manfaat berbicara untuk membina hubungan sosial dengan orang lain merupakan isyarat paling penting untuk dapat menjadi bagian dari kelompok. Anak-anak dengan kemampuan komunikasi yang baik lebih mudah diterima oleh kelompok sebayanya dan mendapat peran sebagai pemimpin ketimbang anak yang kurang punya kemampuan berkomunikasi.

5 15 Manfaat berbicara untuk dapat mempengaruhi perasaan orang lain, berkomentar menyakitkan atau mengucapkan sesuatu yang tidak menyenangkan tentang orang lain membuat anak tidak populer di lingkungannya. Sementara berbicara sopan dengan mengucapkan kata-kata yang menyenangkan merupakan modal utama bagi anak agar di terima di lingkungannya. Manfaat berbicara untuk mengevaluasi diri sendiri, yaitu dari pernyataan orang lain anak mengetahui perasaan dan pendapat orang lain mengenai apa yang telah dilakukannya, dan bagaimana kesan lingkungannya terhadap dirinya, artinya kemampuan berbicara penting untuk mengevaluasi diri sendiri lewat orang lain. Dengan demikian berbicara adalah bertujuan untuk memberitahu, melaporkan, menghibur, membujuk, dan meyakinkan seseorang, karena dapat bermanfaat sebagai pemuas kebutuhan dan keinginan; menarik perhatian orang lain; membina hubungan sosial; mempengaruhi perasaan orang lain; dan mengevaluasi diri sendiri Jenis-Jenis Berbicara Ada berbagai titik pandang yang digunakan orang dalam mengklasifikasi berbicara. Menurut Logan dkk (2002: ), paling sedikit ada lima landasan yang digunakan dalam mengklasifikasi jenis-jenis berbicara. Kelima landasan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Situasi Aktivitas berbicara selalu terjadi atau berlangsung dalam suasana, situasi, dan lingkungan tertentu. Situasi dan lingkungan itu dapat bersifat formal atau resmi. Situasi dan lingkungan itu mungkin pula bersifat informal

6 16 atau tak resmi. Setiap situasi itu menuntut keterampilan berbicara tertentu. Dalam situasi formal permbicara dituntut berbicara secara formal pula. Sebaliknya dalam situasi tak formal, pembicara harus berbicara secara tak formal pula. Kegiatan berbicara yang bersifat informal banyak dilakukan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Kegiatan ini dianggap perlu bagi manusia dan perlu dipelajari. Jenis-jenis berbicara informal meliputi kegiatan berikut: (a) tukar pengalaman; (b) percakapan; (c) menyampaikan berita; (d) menyampaikan pengumuman; (e) bertelpon; (f) memberi petunjuk. Di samping kegiatan berbicara informal, kita temui pula kegiatan berbicara yang bersifat formal. Jenis-jenis (kegiatan) berbicara formal tersebut mencakup: (a) ceramah; (b) perencanaan dan penilaian; (c) interview; (d) prosedur parlementer; (e) bercerita. 2. Tujuan Di bagian akhir pembicaraan, pembicara menginginkan mendapat responsi dari pendengarnya. Responsi pendengar yang bagaimana yang diharapkan oleh pembicara? Jawaban terhadap pertanyaan tersebut mengarahkan perhatian kita kepada tujuan berbicara. Pada umumnya tujuan orang yang berbicara adalah untuk menghibur, menginformasikan, menstimulasi, meyakinkan, atau menggerakkan pendengarnya. Sejalan dengan tujuan pembicara tersebut dapat pula diklasifikasikan berbicara menjadi lima jenis, yakni: (a) berbicara menghibur;

7 17 (b) berbicara menginformasikan; (c) berbicara menstimulasi; (d) berbicara meyakinkan; (e) berbicara menggerakkan. Berbicara menghibur biasanya bersuasana santai, rileks, dan kocak. Soal pesan bukanlah tujuan utama. Dalam berbicara menghibur tersebut pembicara berusaha membuat pendengarnya senag gembira, dan bersukaria. Contoh jenis berbicara menghibur ini, antara lain lawakan, guyonan dalam ludruk, Srimulat, cerita Kabayan, cerita Abu Nawas. Berbicara menginformasikan bersuasana serius, tertib, dan hening. Soal pesan merupakan pusat perhatian, baik pembicara maupun pendengar. Dalam berbicara menginformasikan pembicara berusaha berbicara jelas, sistematis, dan tepat isi agar informasi benar-benar terjaga keakuratannya. Pendengar pun biasanya berusaha menangkap informasi yang disampaikan dengan segala kesungguhan. Berbicara menstimulasi juga bersuasana serius, kadang-kadang terasa kaku. Pembicara berkedudukan lebih tinggi dari pendengarnya. Status tersebut dapat disebabkan oleh wibawa, pengetahuan, pengalaman, jabatan, atau fungsinya melebihi pendengarnya. Dalam berbicara menstimulasi, pembicara berusaha membangkitkan semangat pendengarnya sehingga pendengar itu bekerja lebih tekun, berbuat baik, bertingkah laku lebih sopan, belajar lebih berkesinambungan. Pembicaraan biasanya dilandasi oleh rasa kasih sayang, kebutuhan, kemauan, harapan, dan inspirasi pendengar. Beberapa contoh berbicara menstimulasi tersebut antara lain: nasehat guru terhadap siswa yang malas, melalaikan tugasnya, nasehat dokter pada pasiennya, dan sebagainya.

8 18 Berbicara meyakinkan, sesuai namanya, bertujuan meyakinkan pendengarnya. Jelas suasananya pun bersifat serius, mencekam, dan menegangkan. Melalui keterampilan berbicara, pembicara berusaha mengubah sikap pendengarnya dari tidak setuju menjadi setuju, dari tidak simpati menjadi simpati, dari tidak mau membantu menjadi mau membantu. Dalam berbicara meyakinkan itu, pembicara harus melandaskan pembicaraannya kepada argumentasi yang nalar, logis, masuk akal, dan dapat dipertanggung jawabkan dari segala segi. Berbicara menggerakkan pun menuntut keseriusan baik dari segi pembicara maupun dari segi pendengarnya. Berbicara atau pidato menggerakkan merupakan kelanjutan pidato membangkitkan semangat. Bila dalam berbicara meyakinkan dan membangkitkan semangat hasil perbaikan mengarah kepada kepentingan pribadi, maka pidato menggerakkan bertujuan mencapai tujuan bersama. Pembicara dalam berbicara menggerakkan haruslah orang yang berwibawa, tokoh idola, panutan masyarakat. Melalui kepintaran berbicara, kecakapannya membakar emosi dan semangat, kebolehannya memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa massa, pembicara dapat menggerakkan massa ke arah yang diingininya. 3. Metode penyampaian Logan dkk (2002:117) mengemukakan ada empat cara yang biasa digunakan orang dalam menyampaikan pembicaraannya. Keempat cara yang dimaksud adalah: (a) penyampaian secara mendadak; (b) penyampaian

9 19 berdasarkan catatan kecil; (c) penyampaian berdasarkan hafalan; (d) penyampaian berdasarkan naskah. Berlandaskan keempat cara penyampaian pembicaraan tersebut dapat diklasifikasi berbicara menjadi empat jenis pula. Keempat jenis berbicara itu disesuaikan namanya dengan metode penyampaian, yakni: (a) berbicara mendadak; (b) berbicara berdasarkan catatan kecil; (c) berbicara berdasarkan hafalan; (d) berbicara berdasarkan naskah. Berbicara mendadak terjadi karena seseorang tanpa direncanakan sebelumnya harus berbicara di depan umum. Hal ini dapat terjadi karena tuntutan situasi. Misalnya karena pembicara yang telah direncanakan berhalangan tampil, maka terpaksa secara mendadak dicarikan penggantinya atau dalam suatu pertemuan seseorang diminta secara mendadak memberikan kata sambutan, pidato perpisahan, dan sebagainya. Dalam situasi seperti ini pembicara harus menggunakan pengalamannya bagi penyusunan organisasi pembicaraannya. Sejumlah pembicara menggunakan catatan kecil dalam kartu, biasanya berupa butir-butir penting sebagai pedoman berbicara. Berlandaskan catatan itu pembicara bercerita panjang lebar mengenai sesuatu hal. Cara seperti inilah yang dimaksud dengan berbicara berlandaskan catatan kecil. Cara berbicara seperti itu dapat berhasil apabila pembicara sudah mempersiapkan dan menguasai isi pembicaraan secara mendalam sebelum tampil di depan umum. Pembicara yang dalam taraf belajar mempersiapkan bahan pembicaraannya dengan cermat dan dituliskan dengan lengkap. Bahan yang

10 20 ditulis itu dihafalkan kata demi kata, lalu tampil berbicara berdasarkan hasil hafalannya. Cara berbicara seperti itu memang banyak kelamahannya. Pembicara mungkin lupa akan beberapa bagian dari isi pidatonya, perhatiannya tidak bisa diberikan kepada pendengar, kaku, dan kurang penyesuaian pada situasi yang ada. Pembicara membacakan naskah yang disusun rapi. Berbicara berlandaskan naskah dilaksanakan dalam situasi yang menuntut kepastian, bersifat resmi, dan menyangkut kepentingan umum. Kelemahan berbicara berdasarkan naskah, antara lain: perhatian pembicara lebih tertuju pada naskah; suasana terlalu resmi sehingga kaku; pembicara kurang kontak dengan pendengar. 4. Jumlah penyimak Komunikasi lisan selalu melibatkan dua pihak, yakni pendengar dan pembicara. Jumlah peserta yang berfungsi sebagai penyimak dalam komunikasi lisan dapat bervariasi misalnya: satu orang, beberapa orang (kelompok kecil), dan banyak orang (kelompok besar). Berdasarkan jumlah penyimak itu, berbicara dapat dibagi atas tiga jenis, sebagaimana yang dikemukakan oleh Santosa, dkk (2003: ) yaitu sebagai berikut: (a) berbicara antar pribadi; (b) berbicara dalam kelompok kecil; (c) berbicara dalam kelompok besar. Berbicara antar pribadi, atau bicara empat mata, terjadi apabila dua pribadi membicarakan, mempercakapkan, merundingkan, atau mendiskusikan sesuatu. Suasana pembicaraan mungkin serius dan mungkin pula santai, akrab,

11 21 dan bebas. Suasana pembicaraan sangat tergantung kepada masalah yang dipercakapkan, hubungan antar dua pribadi yang terlibat. Dalam berbicara antar pribadi, pembicara dan pendengar berganti peran secara otomatis sesuai dengan tuntutan situasi. Berbicara dalam kelompok kecil terjadi apabila seorang pembicara menghadapi sekelompok kecil pendengar, misalnya: tiga sampai lima orang. Pembicara dan pendengar dapat bertukar peran, misalnya, setelah pembicara selesai berbicara diadakan tanya jawab atau diskusi. Mobilitas pertukaran peran pembicara menjadi penyimak atau penyimak menjadi pembaca dalam berbicara dalam kelompk kecil tidaklah setinggi mobilitas pertukaran peran dalam berbicara antar pribadi. Berbicara dalam kelompok besar terjadi apabila seorang pembicara menghadapi pendengar berjumlah besar atau massa. Para pendengar dalam berbicara jenis ketiga ini dapat homogen dan mungkin pula heterogen. Dalam lingkungan pendidikan, misalnya, para pendengar homogen baik dalam usia maupun dalam kemampuan. Mobilitas perpindahan peran dari pembicara menjadi pendengar atau dari pendengar menjadi pembicara dalam jenis berbicara yang ketiga ini relatif kecil bahkan kadang-kadang tidak ada sama sekali. Bila berbicara dalam kelompok besar itu terjadi di ruang kelas, maka ada kesempatan bertanya, mengomentari, menyanggah terhadap isi pembicaraan yang telah disampaikan pembicara. Ini berarti bahwa pendengar dapat pula berperan sebagai pembicara.

12 22 Pembicara dan pendengar dalam berbicara secara pribadi mungkin sama dan mungkin berbeda kualitas. Percakapan antara guru dengan siswanya merupakan contoh kualitas pembicara (guru) lebih tinggi dari siswa. Percakapan yang terjadi antara dua sahabat, teman sekelas melukiskan kualitas pembicara dan pendengar kurang lebih sama. Pembicara dalam berbicara dalam kelompok kecil itu berasal dari satu kelas suatu jenjang sekolah, maka kualitas anggota relatif sama. Kualitas pembicara dalam berbicara dalam kelompok besar pada umumnya dapat dikatakan melebihi kualitas pendengar. Perbedaan tersebut dapat disebabkan berbagai hal seperti: pendidikan, jabatan, integritas pribadi dan sebagainya. 5. Peristiwa khusus Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering manghadapi berbagai kegiatan. Sebagian dari kegiatan itu dikategorikan sebagai peristiwa khusus, istimewa, atau spesifik. Contoh kegiatan khusus itu adalah: ulang tahun, perpisahan, perkenalan, pemberian hadiah. Peristiwa itu dapat berlangsung di semua tempat seperti di rumah, di kantor, di gedung pertemuan dan sebagainya. Berdasarkan peristiwa khusus itu, berbicara atau pidato dapat digolongkan dalam enam jenis, yakni: (a) pidato presentasi; (b) pidato penyambutan; (c) pidato perpisahan; (d) pidato jamuan (makan malam); (e) pidato perkenalan; (f) pidato nominasi atau mengunggulkan (Logan dkk, 2002:19).

13 23 Pidato presentasi ialah pidato yang dilakukan dalam suasana pembagian hadiah. Pidato sambutan atau penyambutan berisi ucapan selamat datang pada tamu. Pidato perpisahan berisi kata-kata perpisahan. Pidato jamuan makan malam berupa ucapan selamat, mendoakan kesehatan buat tamu dan sebagainya. Pidato memperkenalkan berisi penjelasan pihak yang memperkenalkan tentang nama, jabatan, pendidikan, pengalaman kerja, keahlian yang diperkenalkan kepada tuan rumah. Pidato mengunggulkan berisi pujian, alasan, mengapa sesuatu itu diunggulkan Indikator Keterampilan Berbicara Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan untuk mencapai tujuan tertentu. Keterampilan merupakan kemampuan minimum dalam bidang atau aspek pengembangan tertentu yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh seseorang. Untuk mengetahui standar keterampilan yang dimiliki seseorang, dapat diketahui dari kemampuan yang dapat dilakukan atau ditampilkan untuk satu bidang atau aspek pengembangan. Dalam hal ini, pembelajaran keterampilan dirancang sebagai proses komunikasi belajar untuk mengubah perilaku anak didik menjadi cekat, cepat dan tepat. Menurut Hamalik (2008:173) suatu keterampilan memiliki 3 (tiga) karakteristik, yakni menunjukkan ikatan (a chain) respon motorik, melibatkan koordinasi gerakan tangan dan mata, menuntut kaitan-kaitan organisasi menjadi pola-pola respon yang kompleks. Rangkaian respon suatu perilaku keterampilan melibatkan serangkaian respon-respon motorik. Respons motorim adalah gerakangerakan otot (muscular movement).

14 24 Setiap gerakan dipandang sebagai asosiasi Stimulus-Respons (S-R) individual. Suatu keterampilan adalah serangkaian gerakan-gerakan, tiap ikatan unit S-R bertindak sebagai stimulus terhadap ikatan berikutnya. Jadi responrespon itu dilaksanakan dalam urutan tertentu. Koordinasi gerakan, tingkah laku terampil ditinjau sebagai koordinasi antara gerakan tangan dan gerakan mata. Karena itu keterampilan seringkali disebut keterampilan perseptual motorik (perceptual motor skill) yang menitikberatkan pada koordinasi persepsi (mata) dan tindakan motorik (Hamalik, 2008:173). Pola-pola respon, tingkah laku terampil dipandang sebagai organisasi rangkaian-rangkaian S-R menjadi pola respons yang luas. Itu merupakan suatu keterampilan yang kompleks sebernarnya terdiri dari unit-unit S-R dan rangkaian respon-respons yang tersusun menjadi pola respon yang luas disebut sub tugas atau sub rutin, yang pada gilirannya diorganisasi menjadi pola-pola respon yang lebih luas. (Hamalik, 2008: ). Mempelajari keterampilan terutama keterampilan yang kompleks melalui tiga tahap, yaitu kognitif, fiksasi, dan autonomous. Tahap-tahap tersebut berlangsung dalam proses berkesinambungan. Sebagaimana dikemukakan Hamalik (2008:175) yaitu sebagai berikut. 1. Kognitif Tahap kognitif, peserta didik berusaha mengintelektualisasikan keterampilan yang akan dilakukan. Peserta didik merencananakan pelaksanaan keterampilan. Guru dan peserta didik mencoba mengkaji keterampilan dan memverbalisasikan apa yang sedang dipelajari. Guru menentukan apa yang

15 25 akan dilakukan, serta menentukan prosedur dan memberikan informasi tentang kekeliruan yang terjadi dalam tahap ini. 2. Fiksasi Tahap fiksasi, pola-pola tingkah laku yang betul dilatih sampai tidak terjadi lagi kekeliruan mendasar. Peserta didik belajar merangkaikan unit-unit rangkaian dasar. Selanjutnya peserta didik belajar mengorganisasi rangkaianrangkaian menjadi suatu pola yang menyeluruh (overall). 3. Autonomous Tahap autonomous ditandai dengan peningkatan kecepatan perilaku dalam keterampilan-keterampilan yang benar maknanya untuk perbaikan kecermatan. Dalam hal ini terjadi lagi kekeliruan-kekeliruan. Dalam tahap ini, peserta didik juga menambah perintang terhadap tekanan dan gangguan dari luar. Usaha penambahan dan peningkatan dilakukan melalui latihan-latihan frekuensi tinggi. Mencermati uraian di atas, dapat dikatakan bahwa untuk mempelajari keterampilan, tidak cukup dengan hanya menggunakan kondisi-kondisi eksternal. Pengembangan suatu keterampilan yang kompleks hanya mungkin jika peserta didik telah memiliki keterampilan-keterampilan sederhana sebelumnya. Demikian halnya dengan meningkatkan keterampilan berbicara pada peserta didik. Beberapa konsep dasar berbicara harus dipahami oleh pengajar sebelum mengajarkan berbicara kepada siswanya. Menurut Nurlaily (2010:2) didalam lingkungan pendidikan, para siswa dituntut mampu berbicara dalam proses pembelajaran. Para siswa harus mampu mengutarakan gagasannya. Mereka juga harus dapat

16 26 menjawab pertanyaan atau mengajukan pertanyaan dengan baik selama pembelajaran berlangsung. Ketika pembelajaran berlangsung, para siswa dituntut mampu mengemukakan pendapat, mempertahankan pendapat, menyanggah pendapat siswa lain, atau mempengaruhi siswa lain agar mengikuti alur pemikirannya. Menurut Solhan (2007:11.9) keterampilan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasam, dan perasaan. Pendengar penerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan penyendian. Keterampilan berbicara merupakan tuntutan utama yang harus dikuasai seorang anak. Menurut Santy (2009:55) anak yang mudah berbicara akan lebih pandai membaca. Kata-kata yang sering dipergunakannya dalam percakapan lebih mudah dibacanya. Anak-anak yang tak mempunyai banyak kesempatan untuk berbicara akan merasa dirinya terasing bila melihat orang lain atau berada di tengah-tengah orang-orang lain. Gejala ketidakseimbangan tersebut akan terwujud bahwa cara berbicara anak akan terputus-putus. Tidak lancarnya anak berbicara menunjukkan bahwa ia berada dalam keragu-raguan. Oleh karena itu, anak tidak yakin akan kemampuannya sendiri. Ini merupakan gejala yang kurang baik bagi perkembangan jiwa anak. Hurlock (dalam Umar, 2007:12) mengemukakan 3 (tiga) indikator untuk mengukur tingkat kemampuan berbahasa lisan anak, apakah anak mampu berbicara dengan benar atau tidak yaitu: 1) anak menghayati kata-kata tersebut

17 27 bukan karena telah sering mendengar atau menduga-duga; 2) anak mampu menghubungkannya sesuai dengan pesan yang ingin dibicarakan; 3) anak mampu melafalkan kata-kata yang dipahami orang lain dengan mudah dengan intonasi yang tepat. Selain indikator tersebut, yang tidak kalah penting adalah indikator keruntutan dan keberanian anak dalam berbicara. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut. 1. Menghayati kata-kata yang disampaikan Seseorang dalam mengungkapkan sesuai secara lisan atau menceritakan sesuatu, tentunya sebagai pembicara yang baik selalu berusaha menghayati setiap kata yang akan disampaikannya. Jauh sebelum pembicaraan berlangsung anak yang bersangkutan sudah mempelajari, memahami, menghayati, dan menguasai kata yang diucapkan atau diungkapkan kepada orang lain. Penghayatan kata ditunjukkan dengan ekspresi wajah ketika sedang berbicara. Mimik dan gerak anggota tubuh, misalnya: tangan, bahu dan kepala sangat membantu menghayati kata-kata yang disampaikan dalam berdiolag. Dialog akan lebih hidup jika disampaikan dengan penuh ekspresi disertai gerak yang wajar, sesuai dengan makna kata atau kalimat yang disampaikan. Dalam dialog drama penghayatan adalah kemampuan memahami dan meresapi watak tokoh yang diperankan. Misalnya: pada saat bergembira ekspresi yang ditunjukkan harus dalam keadaan gembira. 2. Menghubungkan kalimat sesuai pesan Salah satu ciri seseorang memiliki keterampilan berbicara yang baik adalah mampu menghubungkan kalimat sesuai pesan yang disampaikan kepada

18 28 pendengar. Seseorang mudah dalam menghubungkan kalimat apabila mengetahui arti kata atau kalimat yang akan disampaikan, sehingga dengan mudah ia dapat menghubungkan kalimat-kalimat tersebut sesuai dengan pesan yang akan disampaikannya kepada pendengar. Dengan mengetahui arti kata yang akan disampaikan, dapat memudahkannya dalam mengungkapkan secara lisan. 3. Melafalkan kata dengan intonasi yang tepat Lafal adalah pengucapan yang disesuaikan dengan daerah artikulasinya. Seseorang dapat dikatakan memiliki keterampilan berbicara yang baik, apabila dapat memilih dan menggunakan kata, ungkapan, dan kalimat yang tepat untuk menggambarkan ide atau apa yang ada dalam pikirannya. Ucapannya jelas, lafalnya baik, intonasinya tepat dalam berbicara. Ia juga dapat memilih dan menggunakan kalimat yang sederhana dan efektif dalam membicarakan materi pembicaraannya. 4. Keruntutan dan keberanian dalam berbicara Seseorang akan mampu berbicara dengan lancar, jelas dan runtut apabila ia memiliki keberanian dalam berbicara, tanpa ada kecemasan atau takut salah dalam berbicara. Keberanian merupakan hal yang sangat mendasar. Menurut Solhan (2007:11.14) tanpa keberanian atau keberanian yang setengah-tengah akan mengakibatkan kacaunya pembicaraan. Hal lain yang perlu dimiliki pembicara adalah keyakinan atau tekad yang kuat. Tekad yang kuat akan menghilangkan keragu-raguan dan menambah kepercayaan terhadap diri sendiri. Tekad yang

19 29 kuat dan kepercayaan terhadap diri sendiri akan membuat gerak-gerik tidak akan kaku dan canggung (ada ketenangan sikap). Menurut Priyono (2001:17) ada bebepara hal sebagai berikut penyebab munculnya kecemasan atau ketakutan dalam berbicara yaitu: 1) Tidak tahu apa yang harus dilakukan, tidak tahu bagaimana memulai pembicaraan, ia menghadapi sejumlah ketidakpastian; 2) Menghadapi penilaian. Khawatir ditertawakan, takut dikatakan tolol atau kurang wawasan dan sebagainya; 3) Berhadapan dengan situasi yang asing dan ia tidak siap. Dari beberapa hal yang menjadi penyebab kecemasan berbicara di atas penulis berasumsi bahwa keberanian menjadi penyebab yang lebih dominan. Sutikno (2007:155) mengamati adanya masalah bahasa atau bicara pada anak karena faktor keberanian. Seorang siswa mungkin enggan berbicara di dalam kelas karena kurang berani dalam berbicara atau kesulitan mengungkapkan pikirannya menjadi kata-kata. Untuk meningkatkan kemampuan bahasa lisan siswa, maka hendak guru membantu siswanya menggorganisasi diri, serta bahan yang diperlukan, mengamati dinamika kelompok yang terjadi dengan mengarahkannya, mencapai tujuan serta peraturan-peraturan yang terjadi dalam kelompok. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa meningkatkan kemampuan bahasa lisan seorang siswa merupakan sesuatu yang penting, karena beberapa alasan, yaitu sebagai berikut: Pertama, siswa memiliki kosakata cenderung berhasil dalam meraih prestasi akademik. Kedua, siswa yang pandai berbicara memperoleh perhatian dari orang lain. Hal ini penting karena pada

20 30 hakikatnya siswa senang menjadi pusat perhatian dari orang lain. Ketiga, siswa yang pandai berbicara mampu membina hubungan dengan orang lain dan dapat memerankan kepemimpinannya dari pada siswa yang tidak dapat berbicara. Berbicara baik mengisyaratkan latar belakang yang baik pula. Keempat, siswa yang pandai berbicara akan memiliki kepercayaan diri dan penilaian diri yang positif, terutama setelah mendengar komentar orang tentang dirinya. Kemampuan berbahasa lisan merupakan alat berpikir yang membantu siswa berasionalisasi dan tumbuh melalui pengalaman mereka. Oleh karena itu, kegiatan berbahasa lisan dikembangkan untuk membantu setiap siswa melihat hubungan, membuat klasifikasi, menarik kesimpulan, menanggung resiko penebakan, memperkirakan hasil, merumuskan kesimpulan, dan membuat generalisasi Pengertian Metode Sosiodrama Istilah metode atau methode berasal dari bahasa Yunani (Greeka) yaitu metha dan hodos, metha berarti melalui atau melewati, dan hodos berarti jalan atau cara. Jadi metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu (Rahman, 2003:8). Mulyani & Johan (2001:1141) mengemukakan bahwa metode dalam pembelajaran merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pengajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya hasil belajar anak yang memuaskan. Menurut Gulo (2004:4) metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Sebagaimana dikemukakan Djamarah, Bahri Syaiful & Aswan Zain (2002:85) dengan memanfaatkan metode pembelajaran secara akurat,

21 31 guru akan mampu mencapai tujuan pembelajaran, maka metode yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan. Antara metode dan tujuan jangan bertolak belakang. Artinya, metode harus menunjang pencapaian tujuan pembelajaran. Dengan demikian guru sebaiknya menggunakan metode yang dapat menunjang kegiatan pembelalajaran, sehingga dapat dijadikan alat yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satunya adalah metode sosiodrama. Sosiodrama berasal dari kata sosio dan drama. Sosio berarti sosial yaitu masyarakat, dan drama berarti mempertunjukkan, mempertontonkan atau memperlihatkan. Menurut Hendriono (2011:1) sosial atau masyarakat terdiri dari manusia yang satu lain terjalin hubungan yang dikatakan hubungan sosial. Sedangkan drama dalam pengertian luas adalah mempertunjukkan atau mempertontonkan keadaan atau peristiwa-peristiwa yang dialami orang, sifat dan tingkah laku orang. Secara umum menurut Rosdiana, dkk (2007:8.3) pengertian drama adalah teks yang bersifat dialog dan isinya membentangkan sebuah alur. Dapat juga dikatakan bahwa drama adalah karya sastra yang bertujuan menggamabarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat dialog. Sedangkan secara khusus pengertian drama adalah proses memerankan tokoh, mencontoh atau meniru gerak pembicaraan seseorang, menggunakan atau memanfaatkan pengalaman dan pengetahuan tentang karakter dan situasi dalam suatu cerita. Metode sosiodrama berarti cara menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan atau mempertontonkan atau mendemontrasikan cara tingkah laku dalam hubungan sosial. Roestiyah (2007:90) menjelaskan sosiodrama adalah

22 32 mendramatisasikan tingkah alaku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia. Sementara Rustaman (2003:27) menjelaskan metode sosiodrama adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan itu dilakukan siswa dengan memerankan sebagai tokoh hidup atau benda mati. Hamalik (2008:199) mengemukakan bahwa sosiodrama adalah metode mengajar yang sama dengan bermain peran sebagai suatu jenis teknik simulasi yang umumnya digunakan untuk pendidikan sosial dan hubungan antar insani. Para siswa berpartisipasi sebagai pemain dengan peran tertentu atau sebagai pengamat (observer) bergantung pada tujuan-tujuan dari penerapan teknik tersebut. Metode sosiodrama dalam penelitian ini didefinisikan sebagai suatu metode mengajar dimana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan memerankan peranan tertentu seperti yang terdapat dalam masalah-masalah sosial yang menghambat atau yang menyebabkan kepercayaan diri menjadi rendah. Selain itu pula dengan metode sosiodrama ini melatih siswa dalam memahami kemampuan bahasa lisan yang dimilikinya Tujuan dan Manfaat Metode Sosiodrama Tentunya metode sosiodrama memiliki tujuan dan mafaatnya bagi siswa. sebagaimana dikemukakan Hamalik (2008:199) tujuan metode sosiodrama sesuai dengan jenis belajar adalah sebagai berikut: a) Belajar dengan berbuat, dimana para siswa melakukan peranan tertentu sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Tujuannya adalah untuk mengembangkan keterampilan-

23 33 keterampilan interaktif atau keterampilan-keterampilan reaktif; b) Belajar melalui peniruan (asimilasi) yaitu para siswa pengamat drama menyamakan diri dengan apelaku (aktor) dan tingkah laku mereka sesuai dengan naskah drama yang diperankan; c) Belajar melalui balikan yaitu para pengamat mengomentari (menanggapi) perilaku para pemain/pemegang peran yang telah ditampilkan. Tujuannya adalah untuk mengembangkan prosedur-prosedur kognitif dan prinsipprinsip yang mendasari perilaku keterampilan yang didramatisasikan; d) Belajar melalui pengkajian, penilaian dan pengulangan yaitu para siswa dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan mereka dengan mengulanginya dalam penampilan berikutnya. Tujuan sosiodrama bagi siswa adalah: 1) siswa berani mengungkapkan pendapat secara lisan; 2) memupuk kerjasama diantara para siswa; 3) siswa menunjukkan sikap berani dalam memeranakan tokoh yang dperankan; 4) siswa menjiwai tokoh yang diperankan; 5) siswa memberikan tanggapan terhadap pelaksanaan jalannya sosiodrama yang telah dilakukan; 6) melatih cara berinterakis dengan orang lain. Sedangkan manfaat sosiodrama adalah: 1) siswa tidak saja mengerti persoalan-persoalan psikologis, tetapi mereka juga ikut merasakan perasaan dan pikiran orang lain bila berhubungan dengan sesame manusia. Ikut menangis bila sedih, rasa marah, emosi dan gembira; 2) siswa dapat menempatkan diri pada tempat orang lain dan memperdalam pengertian mereka tentang orang lain (Hamalik, 2008:199).

24 34 Metode sosiodrama banyak melibatkan siswa untuk beraktivitas dalam pembelajaran dan akan memberikan suasana yang menggembirakan sehingga siswa senang, tidak membosankan dan antusias dalam mengikuti pelajaran. Dengan demikian kesan yang didapatkan siswa tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari lebih kuat, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa (Silberman, 2003:11) Prinsip-Prinsip Metode Sosiodrama Prinsip-prinsip penggunaan metode sosiodrama adalah kelas harus memperhatikan terhadap masalah yang dikemukakan. Hendriono (2011:2) mengemukakan secara terperinci prinsip penggunaan metode sosiodrama adalah sebagai berikut. 1. Harus diingat siswa belajar dari permainan dan tidak dari kata-kata yang dijelaskan oleh guru; 2. Agar perhatian siswa tetap terjaga persoalan yang dikemukakan hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak-anak, baik minat maupun kemampuan siswa; 3. Sosiodrama hendaknya dipandang sebagai alat pelajaran dan bukan sebagai alat hiburan; 4. Sosiodrama dilakukan oleh sekelompok siswa; 5. Siswa harus terlibat langsung sesuai peranan masing-masing; 6. Penentuan topik yang dibicarakan bersama antar siswa dan disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa dan situasi tepat; 7. Petunjuk sosiodrama dapat terlebih dahulu disiapkan secara terperinci;

25 35 8. Dalam sosiodrama hendaknya dapat dicapai tujuan-tujuan yang menyangkut domain kognitif (penambahan pengetahuan tentang berbagai konsep dan pengertian); 9. Sosiodrama dimaksud untuk melatih keterampilan agar dapat menghadapi kenyataan dengan baik; 10. Sosiodrama harus dapat digambarkan yang lengkap dan proses yang bertuturturut yang diperkirakan terjadi dalam situasi yang sesungguhnya; 11. Dalam sosiodrama hendaknya dapat diusahakan terintegrasi beberapa ilmu, serta terjadinya berbagai proses seperti sebab akibat, pemecahan masalah dan sebagainya. Memperhatikan prinsip-prinsip metode sosiodrama, maka dapat dikatakan bahwa metode ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan memerankan peranan tertentu seperti yang terdapat dalama kehidupan masyarakatnya atau kejadian-kejadian sosial lainnya Kelebihan dan Kelemahan Metode Sosiodrama Sebagaimana dengan metode-metode yang lain, metode sosiodrama memiliki kelebihan dan kelemahan. Namun yang penting disini, kelemahan dalam suatu metode tertentu dapat ditutupi dengan memakai metode yang lain. Metode sosiodrama memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut. Hendriono (2011:2) mengemukakan metode sosiodrama mempunyai kelebihan antara lain: 1) Siswa melatih dirinya untuk melatih, memahami dan mengingat isi bahan yang akan didramakan sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan terutama untuk materi yang harus

26 36 diperankannya. Dengan demikian daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama; 2) Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif pada waktu main drama para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia; 3) Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah. Jika seni drama mereka dibina dengan baik kemungkinan besar mereka akan menjadi pemain yang baik kelak; 4) Kerja sama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya; 5) Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya; 6) Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami orang lain. Metode sosidrama juga mempunyai kelemahan-kelemahan, sebagaimana dikemukakan Hendriono (2011:2) antara lain: 1) Sebagian besar anak yang tidak ikut bermain drama mereka menjadi kurang aktif; 2) Banyak memakan waktu, baik waktu persiapan dalam rangka pemahamam isi bahan pelajaran maupun pada pelaksanaan pertunjukannya; 3) Memerlukan tempat yang cukup luas, jika tempat bermain sempit menyebabkan gerak para pemain menjadi kurang bebas; 4) Sering kelas lain terganggu oleh suara para pemain dan para penonton yang kadangkadang bertepuk tangan dan sebagainya. Mencermati kelemahan-kelemahan metode sosiodrama, diperlukan usahausaha untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut antara lain dikemukakan Hendriono (2011:2): 1) Guru harus menerangkan kepada siswa untuk memperkenalkan metode ini, bahwa dengan jalan sosiodrama siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual ada di masyarakat

27 37 kemudian guru menunjuk beberapa siswa yang akan berperan masing-masing akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan perannya dan siswa yang lain menjadi penonton dengan tugas-tigas tertentu; 2) Guru harus memilih masalah yang urgen sehingga menarik minat siswa. Ia mampu menjelaskan dengan baik dan menarik sehingga siswa terangsang untuk berusaha memecahkan masalah itu; 3) Agar siswa memahami peristiwanya maka guru harus bisa menceritakan sambil mengatur adegan yang pertama; 4) Bobot atau luasnya bahan pelajaran yang akan didramakan harus disesuaikan dengan waktu yang tersedia. Oleh karena itu harus diusahakan agar para pemain berbicara dan melakukan gerakan jangan sampai banyak variasi yang kurang berguna Prosedur Penggunaan Metode Sosiodrama dalam Meningkatkan Keterampilan Berbicara Metode sosiodrama dalam aplikasinya melibatkan beberapa siswa untuk memainkan perannya terhadap suatu tokoh, dan di dalam memainkan peranan siswa tidak aperlu menghapal naskah, mempersiapkan diri, dan sebagainya. pemain hanya berpegangan pada judul dan garis besar skenarionya, dan apa yang dikatannya. Semua diserahkan kepada penghayatan siswa pada saat itu. Sehingga mereka dibawa ke dalam peristiwa seperti yang pernah terjadi, dan mereka belajar untuk memahami dan menghayati setiap kisah agar dapat mengaplikasikan kemudian. Penerapana metode sosiodrama di sini menggambarkan suatu bentuk peristiwa aktif yang didramatisasikan menggunakan garis besar skenario. Peristiwa aktif tersebut, maka akan timbul penghayatan dan pemahaman siswa

28 38 tentang peristiwa tersebut. Perbedaan reaksi tersebut dapat dilihat dari diskusi yang dilaksanakan setelah pementasan selesai. Keberhasilan dalam pelaksanaan metode sosiodrama dapat dicapai dengan mengajukan judul yang baik untuk diperankan oleh siswa. hal ini agar siswa yang terlibat dalam peran bisa menghayati perannya dengan baik, sebelumnya guru mengemukakan garis besar dari skenario tersebut. Kemudian memilih kelompok siswa yang akan memerankan peran, serta mengatur situasi tempat bersama-sama dengan siswa yang terlibat peran tersebut. Siswa yang tidak ikut memerankan peran diminta supaya mendengarkan dan mengikuti dengan teliti semua pembicaraan, tindakan-tindakan serta keputusan-keputusan yang dilakukan para pemain. Setelah pementasan selesai, guru mengatur diskusi untuk mengaplikasikan apa yang dilakukan oleh siswa tadi. Agar siswa memperoleh manfaat yang besar dari metode sosiodrama ini, haruslah diudpayakan agar mereka berperan secara wajar, dalam arti tidak dibuatbuat. Oleh karena itu, jalan cerita dalam aplikasi sosiodrama tidak tertentu menjadi ikatan yang ketat bagi siswa ketika harus memerankan perannya. Siswa diberi kesempatan untuk mengekspresikan penghayatan mereka pada saat memainkan peran dan melaksanakan diskusi. Menurut Hendriono (2011:2-3) langkah-langkah metode sosiodrama dalam pembelajaran dilakukan sebagai berikut. 1. Persiapan a. Menentukan masalah pokok: 1) persoalan pokok diambil dari situasi sosial yang didapat dan mudah dikenal anak-anak; 2) persoalan yang dipilih

29 39 hendaknya bertahap; 3) guru membuat tema, dan garis besar lakon yang akan diperankan. b. Pemilihan pemeran dapat dilakukan dengan menunjukkan anak-anak yang kira-kira dapat mendramatisasi atau sesuai dengan maksud dan tujuan pelaksanaan sosiodrama. c. Mempersiapkan pemeran dan penonton, atau dengan kata lain pemeran drama membuat perencanaan dalam pelaksanaan drama agar berjalan dengan baik, rapi dan terencana. 2. Pelaksanaan Pemeran yang telah disiapkan, selama 30 menit itu kemudian dipersiapkan untuk mendramatisasi menurut pendapat dan kreasi mereka. 3. Tindak lanjut Sosiodrama sebagai metode mengajar tidak berakhir pada pelaksanaan dramatisasi melainkan hendaknya melanjutkan baik beberapa tanya jawab, diskusi, kritik dan analisa. Berdasarkan pada beberapa pendapat yang dikemukakan tersebut, hal yang perlu pendapat perhatian dalam pelaksanaan metode sosiodrama diantaranya: 1) Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan melalui metode ini, dan tujuan tersebut diupayakan tidak terlalu sulit/berbelit-belit, akan tetapi jelas dan mudah dilaksanakan; 2) Melatar belakang cerita peran tersebut, hal ini agar materi pelajaran dapat dipahami secara gamblang dan mendalam oleh siswa; 3) guru menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan metode sosiodrama melalui peranan

30 40 yang harus siswa mainkan; 4) Menetapkan siswa yang memainkan/melakonkan jalannya suatu cerita. 2.2 Kajian Penelitian yang Relevan Berdasarkan kajian yang dilakukan peneliti terkait dengan judul yang diteliti, peneliti mengacu pada beberapa penelitian yang relevan, diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Meis Yunus (2009) yang berjudul: Meningkatkan Kemampuan Berbicara Melalui Metode Bermain Peran Pada Siswa Kelas III SDN 1 Biluhu Tengah Kecamatan Biluhu Kabupaten Gorontalo. Menyimpulkan bahwa penggunaan metode bermain peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa Kelas III SDN 1 Biluhu Tengah Kecamatan Biluhu hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa dalam hal mampu memahami kata yang disampaikan dalam naskah dialog, mengetahui arti kata yang ada dalam naskah dialog serta melafalkan kata-kata dengan intonasi yang tepat sesuai dengan naskah dialog pada observasi awal berada pada nilai atau kategori kurang, pada siklus 1 meningkat menjadi atau berada pada kategori cukup. Pada kegiatan siklus 2 hasil capaian tersebut meningkat lagi menjadi atau berada pada kategori mampu. 2. Misran Syamsudin (2011) yang berjudul: Peningkatan Kemampuan Bercerita Anak Melalui Metode Bermain Peran Di Kelompok B TK Pertiwi Desa Payunga Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari observasi awal sebelum tindakan hanya terdapat 6 orang atau 30% anak yang mampu bercerita, setelah diadakan tindakan siklus I

31 41 sudah terdapat 13 orang anak atau sebesar 65% anak yang mampu bercerita, dilanjutkan ke siklus II sudah mencapai 80% atau 16 orang anak yang mampu bercerita. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan bermain peran dalam pembelajaran, kemampuan bercerita pada anak Kelompok B TK Pertiwi Desa Payunga Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo meningkat. 2.3 Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah dan kajian teoretis yang telah dikemukakan, maka hipotesis tindakan dapat dirumuskan sebagai berikut: Jika guru menggunakan metode sosiodrama dalam pembelajaran, maka keterampilan berbicara siswa Kelas V SDN 1 Biluhu Tengah Kecamatan Biluhu Kabupaten Gorontalo akan meningkat. 2.4 Indikator Kinerja Penelitian ini dikatakan berhasil jika keterampilan berbicara siswa Kelas V SDN 1 Biluhu Tengah Kecamatan Biluhu Kabupaten Gorontalo berdasarkan aspek yang diamati meningkat 80% dengan nilai pada materi sajian sebagai hasil dari penerapan metode sosiodrama yang diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas. Hal ini mengacu pada pendapat Hendriastuti (2008:8) bahwa suatu pokok bahasan atau sub pokok bahasan dianggap tuntas secara individual, jika siswa tersebut memperoleh nilai 80. Sedangkan kelas dapat dikatakan tuntas belajarnya pada pokok bahasan atau sub pokok bahasan jika mencapai 85% siswa yang telah tuntas belajarnya.

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kemampuan keterampilan dan sikap. Seseorang dapat belajar dari pengalaman sendiri maupun pengalaman

Lebih terperinci

BAB 2 TEKNIK SNOWBALL THROWING DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA. Kiranawati (dalam /2007/11/19/snowballthrowing/)

BAB 2 TEKNIK SNOWBALL THROWING DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA. Kiranawati (dalam  /2007/11/19/snowballthrowing/) 8 BAB 2 TEKNIK SNOWBALL THROWING DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA 2.1 Teknik Snowball Throwing 2.1.1 Pengertian Teknik Snowball Throwing Kiranawati (dalam http://gurupkn.wordpress.com /2007/11/19/snowballthrowing/)

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA TAMAN KANAK-KANAK KOTA A DISUSUN OLEH: MARYANI.M SEMESTER 4 PROGRAM STUDI S1 PAUD

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA TAMAN KANAK-KANAK KOTA A DISUSUN OLEH: MARYANI.M SEMESTER 4 PROGRAM STUDI S1 PAUD MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA TAMAN KANAK-KANAK KOTA A DISUSUN OLEH: MARYANI.M SEMESTER 4 PROGRAM STUDI S1 PAUD UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2012 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan kehidupan tingkat tinggi sehingga menuntut sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu. interaksi dengan lingkungan (Roestiyah, 2012: 3).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu. interaksi dengan lingkungan (Roestiyah, 2012: 3). BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Belajar Belajar adalah sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Perubahan perilaku dalam proses belajar adalah akibat dari interaksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik (siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain

BAB I PENDAHULUAN. didik (siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sebagai suatu proses merupakan suatu sistem yang melibatkan berbagai komponen antara lain komponen pendidik (guru), peserta didik (siswa), materi,

Lebih terperinci

BAB II PEMBELAJARAN BERBICARA DAN METODE ROLE PLAYING (BERMAIN PERAN) Para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian berbicara di

BAB II PEMBELAJARAN BERBICARA DAN METODE ROLE PLAYING (BERMAIN PERAN) Para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian berbicara di 9 BAB II PEMBELAJARAN BERBICARA DAN METODE ROLE PLAYING (BERMAIN PERAN) 2.1 Berbicara 2.1.1 Pengertian Berbicara Para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian berbicara di antaranya adalah sebagai

Lebih terperinci

METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS. Oleh : Ari Yanto )

METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS. Oleh : Ari Yanto ) METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS Oleh : Ari Yanto ) Email : ari.thea86@gmail.com Abstrak Salah satu masalah yang dihadapi oleh tenaga pengajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Secara umum, semua aktivitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5 Hasil belajar adalah perubahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal 2.1 Kecerdasan Interpersonal BAB II KAJIAN TEORI 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan interpersonal bisa dikatakan juga sebagai kecerdasan sosial, diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai. berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai. berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurikulum pendidikan dasar salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SD adalah bahasa Indonesia. Mata pelajaran bahasa Indonesia dimaksudkan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA. Kata Kunci : Metode Bermain Peran dan Pemeranan Drama

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA. Kata Kunci : Metode Bermain Peran dan Pemeranan Drama PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA R. ArnisFahmiasih 1 ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah kemampuan pembelajaran sastra dalam memerankan drama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkaitan erat dengan proses belajar mangajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Berbahasa merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide atau gagasan dari pembicara kepada pendengar. Si pembicara berkedudukan sebagai komunikator, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dalam meniti karir misalnya, dapat juga ditentukan oleh terampil

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dalam meniti karir misalnya, dapat juga ditentukan oleh terampil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berbicara merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting dimiliki dan dikuasai oleh seseorang. Bahkan keberhasilan seseorang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, 2010:105. Pengertian hasil belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, 2010:105. Pengertian hasil belajar adalah suatu proses BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Syaiful Bahri Djamarah, 2010:105. Pengertian hasil belajar adalah suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional harus memberikan dasar bagi keberlanjutan kehidupan bangsa dengan segala aspek kehidupan bangsa yang mencerminkan karakter bangsa masa kini.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka Keterampilan menulis perlu mendapat perhatian oleh penulis, agar tercipta hasil tulisan yang bermakna, menarik, dapat dipahami, dan mempengaruhi pembacanya. Seperti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berbicara manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya. Berbicara selalu tidak jauhjauh

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berbicara manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya. Berbicara selalu tidak jauhjauh BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Pengertian Berbicara Berbicara merupakan salah satu kemampuan yang dimiliki oleh manusia. Dengan berbicara manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang semenjak bayi, kemampuan berbicara erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang semenjak bayi, kemampuan berbicara erat kaitannya dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH PENELITIAN Berbicara adalah salah satu dari keterampilan bahasa yang ditekankan pencapaiannya melalui Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ada dalam

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama sekolah : SD NEGERI CIPETE 1. Hari/Tanggal : Sabtu, 17 Mei 2014

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama sekolah : SD NEGERI CIPETE 1. Hari/Tanggal : Sabtu, 17 Mei 2014 69 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama sekolah : SD NEGERI CIPETE 1 Mata pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : V/2 Alokasi waktu : 2 x 35 Menit Pertemuan : 1 Hari/Tanggal : Sabtu, 17 Mei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain. Hubungannya itu antara lain berupa menyampaikan isi pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain. Hubungannya itu antara lain berupa menyampaikan isi pikiran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai mahluk sosial memerlukan hubungan dan kerja sama dengan manusia lain. Hubungannya itu antara lain berupa menyampaikan isi pikiran dan perasaan, menyampaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia secara formal mencakup pengetahuan kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi pembelajaran mengenai asal-usul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif dalam interaksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif dalam interaksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif dalam interaksi sosial. Suatu komunikasi dikatakan berhasil apabila pesan yang disampaikan pembicara dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dengan baik, baik secara lisan maupun tulisan. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berkomunikasi dengan orang lain sebagai wujud interaksi. Interaksi tersebut selalu didukung oleh alat komunikasi vital yang

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN BAGI SISWA KELAS V SDN 2 NGALI KECAMATAN BELO KABUPATEN BIMA TAHUN

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN BAGI SISWA KELAS V SDN 2 NGALI KECAMATAN BELO KABUPATEN BIMA TAHUN PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN BAGI SISWA KELAS V SDN 2 NGALI KECAMATAN BELO KABUPATEN BIMA TAHUN 2010-2011 Jenep Hanapiah Suwadi Abstrak: Salah satu tujuan Mata Pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat dimaknai sebagai bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan bermain peran merupakan salah satu keterampilan berbahasa lisan yang penting dikuasai oleh siswa, termasuk siswa Sekolah Menengah Pertama. Seperti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan pilihan kata yang sesuai di kelas VII SMP Negeri 13 Kota Gorontalo

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan pilihan kata yang sesuai di kelas VII SMP Negeri 13 Kota Gorontalo BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian tentang kemampuan siswa menceritakan tokoh idola dengan mengemukakan identitas dan keunggulan tokoh serta alasan mengidolakannya dengan pilihan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdiri dari 12 orang siswa laki-laki dan 13 orang siswa perempuan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdiri dari 12 orang siswa laki-laki dan 13 orang siswa perempuan. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan metode bermain peran dalam mengatasi masalah belajar siswa memerankan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PEMBELAJARAN BERBICARA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN GAMBAR SERI UNTUK SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 6 SEMARANG 1. Oleh: Sri Sudarminah 2

UPAYA PENINGKATAN PEMBELAJARAN BERBICARA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN GAMBAR SERI UNTUK SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 6 SEMARANG 1. Oleh: Sri Sudarminah 2 Upaya Peningkatan Pembelajaran... UPAYA PENINGKATAN PEMBELAJARAN BERBICARA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN GAMBAR SERI UNTUK SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 6 SEMARANG 1 Oleh: Sri Sudarminah 2 Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

METODE PENGENALAN BAHASA UNTUK ANAK USIA DINI*

METODE PENGENALAN BAHASA UNTUK ANAK USIA DINI* METODE PENGENALAN BAHASA UNTUK ANAK USIA DINI* Hartono Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNY e-mail: hartono-fbs@uny.ac.id Pemilihan metode pengenalan bahasa untuk anak usia dini perlu memperhatikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melaksanakan penelitian pada siklus I, terlebih dahulu peneliti

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melaksanakan penelitian pada siklus I, terlebih dahulu peneliti BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Awal (Pra Siklus) Sebelum melaksanakan penelitian pada siklus I, terlebih dahulu peneliti mencari data awal nilai keterampilan berbicara pada pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran sejarah sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran sejarah sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata pelajaran sejarah sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional yang diajarkan di sekolah kepada siswa Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Kata komunikasi berasal dari kata latin cum yang kata depan yang berarti dengan, bersama dengan, dan unus yaitu kata bilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia bukan tentang ilmu bahasa atau ilmu sastra, melainkan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia bukan tentang ilmu bahasa atau ilmu sastra, melainkan peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah berkembang dengan sangat pesat terutama dalam hal ruang lingkup materi pokok yang harus dibelajarkan guru kepada peserta

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis melalui media

Lebih terperinci

BAHASA INDONESIA. Berbicara untuk Keperluan Akademik. Sri Rahayu Handayani, S.Pd. MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Akuntansi

BAHASA INDONESIA. Berbicara untuk Keperluan Akademik. Sri Rahayu Handayani, S.Pd. MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Akuntansi Modul ke: BAHASA INDONESIA Berbicara untuk Keperluan Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Sri Rahayu Handayani, S.Pd. MM Program Studi Akuntansi http://www.mercubuana.ac.id Menurut Lagousi (1992: 25),

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR DAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA MELALUI STRATEGIPEMBELAJARAN ROLE PLAYING SISWA KELAS VA SD ISLAM TERPADU HIDAYAH KLATEN TAHUN 2013/ 2014 NASKAH PUBLIKASI Untuk

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PERMAINAN TEBAK BENDA

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PERMAINAN TEBAK BENDA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia yaitu sebagai sarana komunikasi. Hal tersebut terjadi karena sebagai makhluk sosial, manusia selalu berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bab ini menyajikan simpulan hasil penelitian tentang penerapan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bab ini menyajikan simpulan hasil penelitian tentang penerapan 305 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini menyajikan simpulan hasil penelitian tentang penerapan Model PSA dalam meningkatkan keterampilan berbicara. Selain itu, disajikan pula saran dari hasil penelitian ini.

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR CERITA PENDEK MELALUI METODE JIGSAW

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR CERITA PENDEK MELALUI METODE JIGSAW inamika Vol. 3, No. 3, Januari 2013 ISSN 0854-2172 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR ERITA PENEK MELALUI METOE JIGSAW S Negeri Kasimpar Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya. Hal ini karena fungsi bahasa yang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERBICARA

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERBICARA PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERBICARA Rafika Dewi Nasution Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan Kata kunci : berbicara ABSTRAK Kemampuan dan keterampilan berbicara sangat diperlukan, karena

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNIK TPS (THINK, PAIR, AND SHARE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KALIMAT UTAMA PARAGRAF DESKRIPSI

PENERAPAN TEKNIK TPS (THINK, PAIR, AND SHARE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KALIMAT UTAMA PARAGRAF DESKRIPSI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia, sebagai salah satu identitas atau pembeda dari bangsa lain, selain sebagai bahasa persatuan juga berkedudukan sebagai bahasa negara dan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum 2013 yang wajib dilaksanakan dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Prasiklus Kondisi prasiklus merupakan titik awal munculnya penelitian tindakan kelas ini. Kegiatan pra tindakan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengawali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi pendidikan melalui tujuan institusional. Tujuan institusional ini

BAB I PENDAHULUAN. institusi pendidikan melalui tujuan institusional. Tujuan institusional ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses untuk membina dan mengantarkan anak didik agar dapat menemukan kediriannya agar menjadi manusia yang berguna bagi diri sendiri,

Lebih terperinci

MODEL SIMULASI KREATIF BERBANTU MEDIA VIDEO SEBAGAI ALTERNATIF PEMBELAJARAN INOVATIF

MODEL SIMULASI KREATIF BERBANTU MEDIA VIDEO SEBAGAI ALTERNATIF PEMBELAJARAN INOVATIF MODEL SIMULASI KREATIF BERBANTU MEDIA VIDEO SEBAGAI ALTERNATIF PEMBELAJARAN INOVATIF Oleh: Leli Nisfi Setiana UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG lelisetiana@yahoo.com Abstrak Pembelajaran pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan. Akan tetapi, apabila kegiatan berkomunikasi terjadi tanpa diawali keterampilan berbicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbicara dalam hal ini menyampaikan pesan merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang utama dan yang pertama kali dipelajari oleh manusia dalam hidupnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Drama merupakan karya yang memiliki dua dimensi karakter (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran atau seni pertunjukan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Membaca 2.1.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan April 2012 diawali dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan April 2012 diawali dengan 52 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian 4.1.1 Observasi Awal Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan April 2012 diawali dengan dialog awal antara peneliti, kepala sekolah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku individu yang lain, atau

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku individu yang lain, atau BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Hakikat Interaksi Sosial Bonner (dalam Budiningsih, 2008:56) mengemukakan interaksi sosial yaitu hubungan antara dua atau lebih individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dengan yang lainnya. Keterampilan berbahasa yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN. manusia dengan yang lainnya. Keterampilan berbahasa yang dimiliki manusia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan manusia lainnya. Tanpa bahasa manusia tidak mungkin dapat berinteraksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan karena itu pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Ngajaran 03 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Subyek yang menjadi penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terletak di Jl. Kalikebo, Desa Wiro, Bayat, Klaten berdiri pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terletak di Jl. Kalikebo, Desa Wiro, Bayat, Klaten berdiri pada 26 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Profil Tempat Penelitian Sekolah yang menjadi tempat penelitian adalah SMP Negeri 3 Bayat yang terletak di Jl. Kalikebo, Desa Wiro, Bayat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan bahasa yang digunakan dalam kelompok terebut.

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan bahasa yang digunakan dalam kelompok terebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk yang bersifat individu juga sebagai makhluk yang bersifat sosial. Sebagai makhluk sosial manusia cendrung hidup berkelompok, misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak. Dengan kata lain, guru memegang peranan yang strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak. Dengan kata lain, guru memegang peranan yang strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membaca merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Jolanda Dessye Parinussa, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Jolanda Dessye Parinussa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar siswa terampil berbahasa Indonesia, yaitu terampil menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di sekolah kini tampak semakin melesu dan kurang diminati oleh siswa. Hal ini terlihat dari respon siswa yang cenderung tidak antusias saat

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PESERTA DIDIK KELAS V SDN 2 PURWOSARI BABADAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PESERTA DIDIK KELAS V SDN 2 PURWOSARI BABADAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PESERTA DIDIK KELAS V SDN 2 PURWOSARI BABADAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN 2013 2014 Sugiani Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Abstrak:

Lebih terperinci

Sumber/Bahan/Alat (8) Tak Putus Dirundung. Alokasi (7) Waktu. Penilaian (6) Pembelajaran. Kegiatan (5) novel. Indikator (4) Mampu.

Sumber/Bahan/Alat (8) Tak Putus Dirundung. Alokasi (7) Waktu. Penilaian (6) Pembelajaran. Kegiatan (5) novel. Indikator (4) Mampu. Silabus Nama Sekolah :... Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : IX/2 Tema : Kepedulian Sosial Standar Kompetensi : 1. Mendengarkan Mamahami wacana sastra melalui kegiatan mendengarkan pembacaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Keterampilan Mengungkapkan Pendapat. 1. Mengungkapkan pendapat sebagai keterampilan berbicara

BAB II KAJIAN TEORI. A. Keterampilan Mengungkapkan Pendapat. 1. Mengungkapkan pendapat sebagai keterampilan berbicara BAB II KAJIAN TEORI A. Keterampilan Mengungkapkan Pendapat 1. Mengungkapkan pendapat sebagai keterampilan berbicara Keterampilan berbicara memiliki cakupan materi mengungkapkan pikiran, perasaan dan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maulida Zahara, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maulida Zahara, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan jasmani dan rohani anak, agar anak dapat memiliki kesiapan dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan jasmani dan rohani anak, agar anak dapat memiliki kesiapan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar, yang merupakan satu upaya pembinaan bagi anak melalui pemberian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran adalah faktor yang kompleks

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Berikut ini terdapat beberapa penelitian relevan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian yang dilakukan dengan menerapkan pendekatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian yang dilakukan dengan menerapkan pendekatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan dengan menerapkan pendekatan kooperatif tipe group investigation (GI) pada mata pelajaran IPS dengan materi Perjuangan

Lebih terperinci

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) 271 33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam meningkatkan hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam meningkatkan hal tersebut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan

Lebih terperinci

sebuah kelas ataupun dalam mengerjakan sesuatu.

sebuah kelas ataupun dalam mengerjakan sesuatu. 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Percaya Diri a. Pengertian Percaya Diri Kepercayaan pada diri sendiri akan menentukan keberhasilan dari tindakan-tindakan yang dilakukan. Percaya diri akan

Lebih terperinci

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B) 279 34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, mengembangkan gagasan dan perasaan serta dapat digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, mengembangkan gagasan dan perasaan serta dapat digunakan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting dalam peradaban manusia, bahasa juga memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia, pembelajaran keterampilan menyimak

BAB I PENDAHULUAN. bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia, pembelajaran keterampilan menyimak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan survei yang telah dilakukan dan wawancara dengan guru bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia, pembelajaran keterampilan menyimak masih kurang efektif,

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK MELALUI METODE BERMAIN PERAN USIA 5 6 TAHUN DI TK 011 PERMATAKU MERANGIN KABUPATEN KAMPAR

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK MELALUI METODE BERMAIN PERAN USIA 5 6 TAHUN DI TK 011 PERMATAKU MERANGIN KABUPATEN KAMPAR MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK MELALUI METODE BERMAIN PERAN USIA 5 6 TAHUN DI TK 0 PERMATAKU MERANGIN KABUPATEN KAMPAR Guru TK 0 Permataku Merangin Kabuapten Kampar email: gustimarni@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN TEKNIK ROLE PLAYING DALAM MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SISWA KELAS VI SD PANGAMBANGAN 5 BANJARMASIN

KEEFEKTIFAN TEKNIK ROLE PLAYING DALAM MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SISWA KELAS VI SD PANGAMBANGAN 5 BANJARMASIN KEEFEKTIFAN TEKNIK ROLE PLAYING DALAM MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SISWA KELAS VI SD PANGAMBANGAN 5 BANJARMASIN Sulistiyana Program Pendidikan Guru Bimbingan Konseling Universitas Lambung Mangkurat

Lebih terperinci

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan ISSN 2252-6676 Volume 4, No. 1, April 2016 http://www.jurnalpedagogika.org - email: jurnalpedagogika@yahoo.com KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTASI DENGAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilainilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat memaknai karakter bangsa

Lebih terperinci

BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES. Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan

BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES. Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES A.Pengertian Drama atau Bermain Peran Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan bentuk lain (prosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah ta'arafu artinya saling mengenal dan berinteraksi dengan. sesamanya. Melalui Al-Quran Allah memfirmankan-nya, "Hai manusia,

BAB I PENDAHULUAN. adalah ta'arafu artinya saling mengenal dan berinteraksi dengan. sesamanya. Melalui Al-Quran Allah memfirmankan-nya, Hai manusia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu tugas yang diemban manusia sebagai makhluk sosial adalah ta'arafu artinya saling mengenal dan berinteraksi dengan sesamanya. Melalui Al-Quran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi penting yang diajarkan di SD, karena Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting bagi kehidupan

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA ANAK TK PERTIWI PABLENGAN MATESIH KARANGANYAR TAHUN 2012

UPAYA MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA ANAK TK PERTIWI PABLENGAN MATESIH KARANGANYAR TAHUN 2012 UPAYA MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA ANAK TK PERTIWI PABLENGAN MATESIH KARANGANYAR TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Salah satu bidang pengembangan dalam pertumbuhan keterampilan dasar

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Salah satu bidang pengembangan dalam pertumbuhan keterampilan dasar 8 II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini Salah satu bidang pengembangan dalam pertumbuhan keterampilan dasar ditaman kanak-kanak adalah

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERFORMANSI BERBAHASA DENGAN MENERAPAKAN CONCEPT ATTAINMENT MODEL (MODEL PENCAPAIAN KONSEP) PADA KEMAMPUAN BERBICARA.

MENINGKATKAN PERFORMANSI BERBAHASA DENGAN MENERAPAKAN CONCEPT ATTAINMENT MODEL (MODEL PENCAPAIAN KONSEP) PADA KEMAMPUAN BERBICARA. MENINGKATKAN PERFORMANSI BERBAHASA DENGAN MENERAPAKAN CONCEPT ATTAINMENT MODEL (MODEL PENCAPAIAN KONSEP) PADA KEMAMPUAN BERBICARA Aditya Permana STKIP Siliwangi, permanaadit@ymail.com Abstrak Keterampilan

Lebih terperinci

2014 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIDATO DENGAN PENERAPAN PENDEKATAN KOMUNIKATIF PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

2014 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIDATO DENGAN PENERAPAN PENDEKATAN KOMUNIKATIF PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan suatu alat yang digunakan untuk berkomunikasi. Melalui bahasa kita bisa melakukan kegiatan komunikasi dan mendapatkan informasi-informasi yang bermanfaat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana komunikasi yang efektif dalam menjalin interaksi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana komunikasi yang efektif dalam menjalin interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sarana komunikasi yang efektif dalam menjalin interaksi sosial. Komunikasi dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Komunikasi lisan terkait

Lebih terperinci

Oleh Indah Fajrina

Oleh Indah Fajrina Pengaruh Model Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual dan Intelektual) terhadap Kemampuan Bermain Drama pada Siswa Kelas XI MAN 1 Tanjung Pura Tahun Pembelajaran 2013/2014 Oleh Indah Fajrina 2102111011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional di Indonesia termasuk di dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Nomor 20 Pasal 3. Berdasarkan Undang-Undang Sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekolah meliputi empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan

I. PENDAHULUAN. sekolah meliputi empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemampuan berbahasa yang baik perlu dimiliki dan dipelajari oleh setiap orang. Kemampuan yang harus dimiliki siswa melalui pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan anak untuk menerjemahkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 7 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hakikat Kemampuan Kemampuan dapat diartikan sebagai kesanggupan seseorang dalam melakukan kegiatan. Setiap melakukan kegiatan pasti diperlukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pengetahuan, nilai, sikap, dan kemampuan terhadap empat

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pengetahuan, nilai, sikap, dan kemampuan terhadap empat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi dan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar adalah mendukung kepemilikan kompetensi tamatan Sekolah Dasar yang memiliki pengetahuan, nilai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pendidikan tidak lepas dari proses belajar mengajar, yang di dalamnya meliputi beberapa komponen yang saling terkait, antara lain; guru (pendidik),

Lebih terperinci