BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan pilihan kata yang sesuai di kelas VII SMP Negeri 13 Kota Gorontalo

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan pilihan kata yang sesuai di kelas VII SMP Negeri 13 Kota Gorontalo"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian tentang kemampuan siswa menceritakan tokoh idola dengan mengemukakan identitas dan keunggulan tokoh serta alasan mengidolakannya dengan pilihan kata yang sesuai di kelas VII SMP Negeri 13 Kota Gorontalo belum pernah diteliti oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Adapun penelitian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Iyam Djafar Abas pada tahun 2009 dan Nursyamsu Lamato pada tahun 2009 sebagai berikut. Iyam Djafar Abas (2009), dengan judul penelitiannya, yaitu Penerapan Metode Modeling untuk Meningkatkan Kemampuan Bercerita dengan Urutan yang Baik pada Peserta Didik kelas VII A SMP Negeri 2 Mootilango. Peneliti merumuskan permasalahan pada Bagaimanakah Meningkatkan Kemampuan Bercerita dengan Urutan yang Baik pada Peserta Didik kelas VIIA SMP Negeri 2 Mootilango. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode modeling, kemampuan siswa meningkat dalam meningkatkan kemampuan bercerita dengan urutan yang baik. Dari penelitian di atas, jika dilihat terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya dilihat dari segi materi. Dari segi materi sama-sama mengangkat judul yang berhubungan dengan kemampuan 1

2 berbicara. Sedangkan perbedaannya dilihat dari segi objek yang diteliti. Objek yang diteliti adalah siswa kelas VIIA SMP Negeri 2 Mootilango. Sedangkan penelitian ini mengambil lokasi di SMP Negeri 13 Kota Gorontalo. Nursyamsu Lamato (2009) dengan judul penelitiannya Kemampuan Peserta Didik SMA Negeri I Gorontalo kelas X Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Pilihan Kata dan Ekspresi yang Tepat. Peneliti merumuskan permasalahan pada Bagaimanakah Kemampuan Peserta Didik Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Pilihan Kata dan Ekspresi yang Tepat? Faktorfaktor Apakah yang Mempengaruhi Kemampuan Peserta Didik Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Pilihan Kata dan Ekspresi yang Tepat?. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan peserta didik dalam menceritakan pengalaman yang lebih menonjol adalah kemampuan dalam berekspersi. Dari penelitian di atas, jika dilihat terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya, dilihat dari segi materi yakni tentang kemampuan berbicara. Sedangkan perbedaannya dilihat dari segi objek yang diteliti. Objek yang diteliti adalah siswa SMA Negeri I Gorontalo kelas X, sedangkan objek pada penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 13 Kota Gorontalo kelas VII Hakekat Berbicara Berbicara merupakan salah satu bagian dari empat keterampilan berbahasa, yakni keterampilan mendengarkan (menyimak), membaca, menulis dan berbicara. Keempat keterampilan tersebut mempunyi hubungan yang saling berkaitan, antara keterampilan yang satu dengan keterampilan yang lain tidak dapat dipisahkan. Setiap hari manusia melakukan aktifitas berbicara baik dalam lingkungan rumah, 2

3 sekolah dan tempat yang biasa terjadinya aktifitas berbicara. Berbicara berarti menggunakan bahasa lisan secara aktif. Penggunaan bahasa lisan secara aktif dapat berwujud perintah, pertanyaan, penjelasan, pidato, dan berbicara di ruang sidang. Berbicara digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Banyak pakar memberikan batasan tentang berbicara, diantaranya Burhanuddin (2011:20) mengemukakan bahwa berbicara adalah melahirkan pikiran dan perasaan yang teratur, dengan memakai bahasa lisan. Sejalan dengan Burhanuddin, Tarigan (2008:3) mengemukakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Demikian juga Muhammad (2005:8) mengemukakan bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekespresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berbicara adalah berkata, bercakap melahirkan pendapat. Jadi berbicara merupakan salah satu ragam bahasa. Dari tiga pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan seseorang menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan dengan menggunakan bahasa lisan. Berbicara bukan hanya sekadar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Memiliki kemampuan berbicara tidak semudah yang dibayangkan orang. Banyak orang menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan, namun mereka sering kurang terampil menyajikannya secara lisan (langsung). Di pandang 3

4 dari segi bahasa, menyimak dan berbicara dikategorikan sebagai keterampilan berbahasa lisan. Dari segi komunikasi, menyimak dan berbicara diklasifikasikan sebagai komunikasi lisan. Melalui berbicara orang menyampaikan informasi melalui ujaran kepada orang lain. Melalui menyimak orang menerima informasi dari orang lain. Kegiatan berbicara selalu diikuti kegiatan menyimak atau kegiatan menyimak pasti ada di dalam kegiatan berbicara. Keduanya fungsional bagi komunikasi lisan dan tak terpisahkan. Ibarat mata uang, sisi muka ditempati kegiatan berbicara sedang sisi belakang ditempati kegiatan mendengarkan. Sebagaimana mata uang tidak akan laku bila kedua sisinya tidak terisi, maka komunikasi lisan pun tak akan berjalan bila kedua kegiatan tidak saling melengkapi. Pembicara yang baik selalu berusaha agar penyimaknya mudah menanggapi isi pembicaraannya. 2.3 Jenis-Jenis Berbicara Kegiatan berbicara yang bersifat informal banyak dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan ini dianggap perlu bagi manusia dan perlu dipelajari. Pada kurikulum pengajaran bahasa di sekolah, yakni penekanan dan penggalakan kegiatan bercerita yang bersifat informal. Kegiatan berbicara informal menurut Logan dalam Tarigan (1997: 48) antara lain tukar pengalaman, percakapan, menyampaikan berita, menyampaikan pengalaman, bertelepon, memberi petunjuk. Di samping kegiatan bercerita informal, kita temui pula kegiatan berbicara yang yang bersifat formal meliputi ceramah, perencanaan dan penilaian, interview, prosedur parlementer, berita. Sejalan dengan pendapat tersebut di atas berdasarkan tujuan penceritaannya, Tarigan (1997: 49) 4

5 mengklasifikasikan bercerita menjadi lima jenis yaitu; berbicara menghibur, berbicara menginformasikan, berbicara menstimulasi, berbicara meyakinkan dan berbicra menggerakkan. Berbicara menghibur biasanya bersuasana santai, rileks, dan kocak. Soal pesan bukanlah tujuan utama. Namun tidak berarti bahwa berbicara menghibur tidak dapat membawakan pesan. Berbicara menginformasikan bersuasana serius, tertib, dan hening. Soal pesan merupakan pusat perhatian, baik pencerita maupun pendengar. Berbicara menstimulasi juga berusaha serius, kadang-kadang terasa kaku. Pencerita berkedudukan lebih tinggi dari pendengarnya. Status tersebut dapat disebabkan oleh wibawa, pengetahuan, pengalaman, jabatan, atau fungsinya yang memang melebihi pendengarnya. Berbicara meyakinkan adalah pencerita berusaha menggugah sikap pendengarnya dari tidak setuju menjadi setuju, dari tidak simpati menjadi simpati, dari tidak membantu menjadi membantu. Berbicara menggerakkan merupakan kelanjutan pidato membangkitkan semangat, pencerita dalam bercerita menggerakkan haruslah orang yang berwibawa, tokoh idola, atau panutan masyarakat. 2.4 Keefektifan Berbicara Seorang pencerita yang baik harus mampu memberikan kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan. Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Selain menguasai topik, seorang pencerita harus berbicara (mengucapkan bunyi-bunyi bahasa) dengan jelas dan tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan seseorang untuk dapat 5

6 menjadi pencerita yang baik. Faktor-faktor tersebut adalah faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan Faktor Kebahasaan Faktor kebahasaan meliputi (a) Ketepatan ucapan, seorang pencerita harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Hal ini akan mengganggu keefektivan berbicara. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, kurang menarik, atau setidaknya dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dianggap cacat kalau menyimpang terlalu jauh dari pembicaraan dan dianggap aneh. (b) Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam bercerita, bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan adanya penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya, jika penyampaiannya datar saja, maka dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan dan keefektifan tentu berkurang. Penempatan tekanan pada kata atau suku kata yang kurang sesuai akan mengakibatkan kejanggalan. Kejanggalan ini akan mengakibatkan perhatian pendengar akan beralih pada cara bercerita yang lain, sehingga pokok penceritaan atau pokok pesan yang disampaikan kurang diperhatikan. Akibatnya, keefektifan komunikasi akan 6

7 terganggu (c) Pilihan Kata (Diksi), pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih paham kalau kata-kata yang digunakan sudah dikenal pendengar. Dalam setiap penceritaan pemakaian kata-kata populer tentu akan lebih efektif daripada kata-kata yang muluk-muluk dan kata-kata yang berasal dari bahasa asing. Kata-kata yang belum dikenal memang mengakibatkan rasa ingin tahu, namun akan menghambat kelancaran komunikasi. Hendaknya pencerita menyadari siapa pendengarnya, apa pokok penceritaannya, dan menyesuaikan pilihan katanya dengan pokok penceritaan dan pendengarnya. Pendengar akan lebih tertarik dan senang mendengarkan kalau pencerita bercerita dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya (d) Ketepatan Sasaran Penceritaan, hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pencerita yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap penceritaannya. Seorang pencerita harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan atau menimbulkan akibat. Kalimat yang efektif mempunyai ciri-ciri keutuhan, perpautan, pemusatan, perhatian, dan kehematan. Ciri keutuhan akan terlihat jika setiap kata betul-betul merupakan bagian yang padu dari sebuah kalimat. Keutuhan kalimat akan rusak karena ketiadaan subjek atau adanya kerancuan. Perpautan bertalian dengan hubungan antara unsur-unsur kalimat, misalnya antara kata dengan kata, frase dengan frase dalam sebuah kalimat. Hubungan itu harus logis dan jelas. Pemusatan perhatian pada bagian yang terpenting dalam kalimat dapat 7

8 dicapai dengan menempatkan bagian tersebut pada awal atau akhir kalimat, sehingga bagian ini mendapat tekanan waktu bercerita. Selain itu, kalimat efektif juga harus hemat dalam pemakaian kata, sehingga tidak ada kata-kata yang mubazir Faktor Nonkebahasaan Faktor Nonkebahasaan meliputi (a) Sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, penceritaan yang tidak tenang, lesu dan kaku tentulah akan memberikan kesan pertama yang kurang menarik. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya pencerita sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. Sikap ini sangat banyak ditentukan oleh situasi, tempat dan penguasaan materi. Penguasaan materi yang baik setidaknya akan menghilangkan kegugupan. Namun, sikap ini memerlukan latihan. Kalau sudah terbiasa, lama-kelamaan rasa gugup akan hilang dan akan timbul sikap tenang dan wajar (b) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara, pandangan pencerita hendaknya diarahkan kepada semua pendengar. Pandangan yang hanya tertuju pada satu arah akan menyebabkan pendengar merasa kurang diperhatikan. Banyak pencerita ketika bercerita tidak memperhatikan pendengar, tetapi melihat ke atas, ke samping atau menunduk. Akibatnya, perhatian pendengar berkurang. Hendaknya diusahakan supaya pendengar merasa terlibat dan diperhatikan (c) Gerak-gerik dan Mimik yang Tepat, gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektivan bercerita. Hal-hal penting selain mendapatkan tekanan, biasanya juga dibantu dengan gerak tangan atau mimik. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi, artinya tidak kaku. Tetapi, gerak-gerik yang berlebihan akan menggangu keefektivan bercerita. 8

9 Mungkin perhatian pendengar akan terarah pada gerak-gerik dan mimik yang berlebihan ini, sehingga pesan kurang dipahami (d) Kenyaringan Suara, tingkat kenyaringan ini tentu disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik. Yang perlu diperhatikan adalah jangan berteriak. Kita atur kenyaringan suara kita supaya dapat didengar oleh pendengar dengan jelas (e) Kelancaran, seorang pencerita yang lancar bercerita akan memudahkan pendengar menangkap isi penceritaannya. Seringkali pencerita bercerita terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang terputus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang mengganggu penangkapan pendengar, misalnya menyelipkan bunyi ee, oo, aa, dan sebagainya. Sebaliknya, pencerita yang terlalu cepat bercerita juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok penceritaannya (f) Penguasaan Topik, penceritaan formal selalu menuntut persiapan. Tujuannya tidak lain supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai. Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Jadi, penguasaan topik ini sangat penting,bahkan merupakan faktor utama dalam bercerita. 2.5 Tokoh Idola Tokoh adalah individu yang mengalami berbagai peristiwa di dalam cerita atau sinetron. Tokoh berarti orang yang terkemuka, sedangkan idola adalah orang yang menjadi pujaan (Sapari, 2008 : 119). Untuk itu, tokoh idola adalah orang yang sangat dikagumi, disenangi, dan dipuja. Tokoh tersebut bisa siapa saja dan dari kalangan apa saja. Seperti, sastrawan, ilmuan, politikus, olahragawan, pemimpin agama ataupun artis. Selain Sapari, (Nurhadi, dkk, 2004 : 202) mengemukakan bahwa tokoh idola adalah tokoh idola adalah tokoh yang dikagumi, mungkin ia 9

10 adalah orang tua kalian, saudara yang sukses dalam usahanya, artis, pemain sepak bola, guru, penyiar tv, bahkan mungkin ia sahabat kalian. Berdasarkan penjelasan dari beberapa pakar di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tokoh idola adalah orang yang dikagumi, dan disenangi baik dalam kalangan guru, olahragawan, politikus, sastrawan dan mungkin sahabat kita sendiri. Tentu semua orang mempunyai tokoh idolanya. Ada tokoh idola yang berupa kartun animasi, khayalan anak, atau realitas dalam kehidupan kita sebenarnya. Tokoh idola itu dapat kita gunakan untuk menambah motivasi diri menjadi lebih baik. Tentu saja tokoh idola yang dapat memberi motivasi bagi kita adalah tokoh idola yang positif, bukan tokoh idola negatif yang identik dengan drugs, alkohol, free sex, dan segala perilaku menyimpang yang ada di masyarakat. Dengan mengetahui hal tersebut, kita harus menyaring terlebih dahulu siapa saja yang dapat kita idolakan untuk menjadi tokoh idola. Tidak asal mengidolakan seseorang tanpa mengetahui kelebihan yang dimilikinya. Tentu, kelebihan itu harus dapat memberi motivasi bagi diri kita untuk menjadi lebih baik. Untuk mempelajari lebih lanjut tentang penceritaan tokoh idola, kita terlebih dahulu harus mengetahui apa yang dinamakan idola. Pada saat menceritakan tokoh idola, biasanya kita akan mengungkapkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh tokoh tersebut, perilakunya, ajaran-ajarannya, maupun kelebihan pribadinya. Dalam menceritakan sosok tokoh idola, kita terlebih dahulu harus (1) mengetahui identitas tokoh yang kita idolakan (2) mengetahui keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh tokoh tersebut (3) memberikan alasan yang logis mengidolakan tokoh tersebut. 10

11 2.6 Pilihan Kata (Diksi) Manusia berbicara di depan umum, menggunakan kata-kata yang sesuai dengan pembicaraan. Oleh sebab itu, dalam menggunakan kata-kata yang tepat pastinya dengan memilih kata atau diksi. Menurut Arifin (2009 : 28) bahwa diksi adalah pilihan kata. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Menurut Harimurti dalam Pateda (2008:130) bahwa diksi adalah pilihan dalam berbicara di depan umum dalam karang mengarang. Diksi sangat diperlukan dalam berbicara atau dalam karang mengarang. Seperti dalam berbicara di sidang-sidang dan saat menulis karya ilmiah, Kata-kata yang digunakan pun harus yang bersifat ilmiah. Agar gagasan atau pendapat yang disampaikan mendapat rangsangan balik dari pendengar atau pembaca. Berbeda dengan kata-kata yang disampaikan pada saat berkampanye di depan masyarakat. Kata-kata yang harus digunakan adalah kata-kata yang mudah ditelaah oleh daya fikir masyarakat. Karena, dalam sekelompok masyarakat ada yang status pendidikannya di bawah atau orang awam, sehingga kalau menggunakan kata-kata yang bersifat ilmiah, maka masyrakat tidak bisa menelaah kata-kata tersebut. Selanjutnya dalam Bahasa Indonesia, kata diksi berasal dari kata dictionary ( Bahasa Inggris yang kata dasarnya diction) berarti perihal pemilihan kata. Diksi juga merupakan pemilihan kata bermakna tepat dan selaras (cocok penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan dengan pokok pembicaraan, peristiwa dan khalayak pembaca. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin 11

12 disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok pendengar. Pilihan kata hendaknya tepat, jelas dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar. Misalnya, kata-kata popular tentu akan lebih efektit daripada kata-kata muluk-muluk, dan kata yang berasal dari bahasa asing. Katakata yang belum dikenal memang membangkitkan rasa ingin tahu, namun akan menghambat kelancaran komunikasi. Selain itu hendaknya dipilih kata-kata yang konkret sehinga mudah dipahami pendengar. Kata-kata konkret yang menunjukan aktivitas akan lebih mudah dipahami pembaca. Namun, pilihan kata itu tentu harus kita sesuaikan dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa kita berbicara (pendengar). Kalau si pembicara memaksakan diri memilih kata-kata yang tidak dipahaminya dengan maksud supaya lebih mengesankan, malah akibatnya sebaliknya. Timbul kesan seolah-olah dibuat-buat dan berlebihan. Demikian juga sebaliknya, karena pembicara ingin turun ke kalangan pendengarnya, maka ia mengunakan bahasa yang populer atau kata-kata yang tidak baku. Tetapi akibatnya kedengaranya juga murah dan tidak wajar. Dalam hal ini hendaknya pembicara menyadari siapa pendengarnya dan apa pokok pembicaraan dan pendengarnya. Pendengar akan lebih tertarik dan senang mendengarkan kalau pembicara berbicara dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya, dalam arti yang betul-betul menjadi miliknya, baik sebagai perorangan maupun sebagai pembicara. Selain itu, pilihan kata juga disesuaikan dengan pokok pembicaraan. Kalau pokok 12

13 pembicaraan kita masalah ilmiah, tentu pemakaian istilah tidak dapat kita hindari dan pendengar pun akan dapat memahaminya karena pendengarnya juga orangorang tertentu. Tentu dalam situasi ini kita tidak berbicara secara santai mengenai masalah-masalah yang rumit dan serius, dan sebaliknya berbicara secara serius mengenai hal-hal yang santai. 13

14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode yang menyajikan atau menggambarkan keadaaan yang sebenarnya yang terjadi di lapangan secara objektif tentang kemampuan siswa menceritakan tokoh idola dengan mengemukakan identitas dan keunggulan tokoh, serta alasan mengidolakannya dengan dengan pilihan kata yang sesuai di kelas VII SMP Negeri 13 Kota Gorontalo. Metode deskriptif adalah metode untuk mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data seefektif mungkin agar dapat memberikan hasil yang diinginkan sesuai dengan tujuan penelitian. Metode deskriptif menurut Sudjana (2004:52) bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa dan kejadian yang ada sekarang. 3.2 Populasi dan Sampel Populasi Arikunto (2010:173) mengemukakan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sejalan dengan Arikunto, Setyosari (2012:189) mengemukakan bahwa istilah populasi merujuk pada keseluruhan kelompok dari mana sampelsampel diambil. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VII SMP Negeri 13 Kota Gorontalo. 14

15 3.2.2 Sampel Arikunto (2010:174) mengemukakan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Punaji (2012:189) mengemukakan bahwa sampel merupakan sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII- 5 SMP Negeri 13 Kota Gorontalo. Arikunto (1998:120) menyarankan bila jumlah populasi kurang dari 100 sebaiknya diambil keseluruhannya. Dengan demikian, penelitian ini merupakan penelitian sampel. 3.3 Sumber Data Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah sujek dari mana data diperoleh (Arikunto, 2010:172). Berdasarkan pernyataan ini, maka yang menjadi sumber data adalah Guru Bahasa Indonesia dan siswa kelas VII-5 SMP Negeri 13 Kota Gorontalo yang berjumlah 25 orang yang terdiri dari 13 orang lakilaki dan 12 orang perempuan. 3.4 Teknik Penelitian Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data, penulis menggunakan teknik sebagai berikut. 1). Observasi Observasi adalah peninjauan lokasi, artinya sebelum mengambil data dari siswa, peneliti menghubungi pihak sekolah untuk meminta izin melakukan penelitian. 15

16 2). Pengamatan Langsung Penelitian ini termasuk penelitian lapangan. Data-datanya pun dikumpulkan berdasarkan hasil pengamatan langsung dari lokasi penelitian yakni di SMP Negeri 13 Kota Gorontalo. Pengamatan langsung digunakan untuk mengamati secara langsung siswa dalam menceritakan tokoh idola. Dengan adanya pengamtan langsung ini, peneliti dapat mengidentifikasi kesalahan-kesalahan siswa dalam berbicara yakni menceritakan tokoh idola. 3). Rekaman Teknik ini digunakan untuk merekam kegiatan siswa dalam berbicara terutama kegiatan siswa menceritakan tokoh idola. Peneliti merekam siswa kelas VII-5 SMP Negeri 13 Gorontalo dalam menceritakan tokoh idola dengan menggunakan alat bantu perekam berupa Handphone (HP) untuk mengumpulkan data Teknik Analisis Data Data yang dianalisis adalah data rekaman, dan setelah data diperoleh, selanjutnya data tersebut dianalisis dengan langkah sebagai berikut. 1) Data rekaman ditranskripsikan atau dipindahkan dari bentuk lisan ke bentuk tulisan. 2) Setelah data ditranskripsikan kemudian diklasifikasikan berdasarkan masalah yang diteliti. 16

17 3) Data yang sudah ditranskripsikan kemudian diklasifikasikan berdasarkan kategori sangat baik, baik, cukup, kurang dan kurang sekali, berdasarkan Penafsiran Acuan Patokan (PAP). 4) Menetapkan skor Hasil siswa dalam menceritakan tokoh idola diberi skor sesuai dengan persentase berdasarkan Penafsiran Acuan Patokan (PAP). Dalam hal ini siswa dianggap mampu jika mencapai minimal pada taraf 70% (Suyoto, dkk, 1997:9-21). Adapun Penafsiran Acuan Patokan (PAP) adalah Sebagai berikut : Tabel 1 Penafsiran Acuan Patokan (PAP) PERSENTASE PENAFSIRAN 90%-100% 80%-89% 70%-79% 60%-69% Kurang dari 60% Sangat Baik Baik Cukup Kurang Kurang Sekali Penafsiran di atas didasarkan pada skor perolehan pada hasil pembelajaran siswa. Adapun rumus yang digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa adalah sebagai berikut : Tingkat kemampuan = Jumlah skor benar Jumlah skor ideal x 100 % 17

18 5) Menyimpulkan hasil analisis data. Setelah data selesai dianalisis dan diberi skor berdasarkan Penafsiran Acuan Patokan (PAP), kemudian disimpulkan berdasarkan hasil analisis data tersebut. 18

BAB I PENDAHULUAN. mendengarkan (listening skills), berbicara (speaking skills), membaca (reading skills), dan

BAB I PENDAHULUAN. mendengarkan (listening skills), berbicara (speaking skills), membaca (reading skills), dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembelajaran Bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan berbahasa yaitu mendengarkan (listening skills), berbicara (speaking skills), membaca (reading

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MENGGUNAKAN MEDIA BONEKA PADA SISWA KELAS VII-G SMP NEGERI 4 PEMALANG TAHUN AJARAN 2006/2007 SKRIPSI

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MENGGUNAKAN MEDIA BONEKA PADA SISWA KELAS VII-G SMP NEGERI 4 PEMALANG TAHUN AJARAN 2006/2007 SKRIPSI PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MENGGUNAKAN MEDIA BONEKA PADA SISWA KELAS VII-G SMP NEGERI 4 PEMALANG TAHUN AJARAN 2006/2007 SKRIPSI Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: Nama : Denok

Lebih terperinci

BAB II PEMBELAJARAN BERBICARA DAN METODE ROLE PLAYING (BERMAIN PERAN) Para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian berbicara di

BAB II PEMBELAJARAN BERBICARA DAN METODE ROLE PLAYING (BERMAIN PERAN) Para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian berbicara di 9 BAB II PEMBELAJARAN BERBICARA DAN METODE ROLE PLAYING (BERMAIN PERAN) 2.1 Berbicara 2.1.1 Pengertian Berbicara Para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian berbicara di antaranya adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya. Hal ini karena fungsi bahasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dipergunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antarpenutur untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dipergunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antarpenutur untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari fungsi utama bahasa adalah sarana komunikasi. Bahasa dipergunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antarpenutur untuk berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 TEKNIK SNOWBALL THROWING DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA. Kiranawati (dalam /2007/11/19/snowballthrowing/)

BAB 2 TEKNIK SNOWBALL THROWING DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA. Kiranawati (dalam  /2007/11/19/snowballthrowing/) 8 BAB 2 TEKNIK SNOWBALL THROWING DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA 2.1 Teknik Snowball Throwing 2.1.1 Pengertian Teknik Snowball Throwing Kiranawati (dalam http://gurupkn.wordpress.com /2007/11/19/snowballthrowing/)

Lebih terperinci

III. PROSEDUR PENELITIAN. dalam kelas yang dilaksanakan oleh guru dan siswa untuk melakukan

III. PROSEDUR PENELITIAN. dalam kelas yang dilaksanakan oleh guru dan siswa untuk melakukan III. PROSEDUR PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK), ruang lingkupnya adalah pembelajaran di dalam kelas yang

Lebih terperinci

PENGARUH KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKATIF DENGAN METODE SIMULASI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

PENGARUH KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKATIF DENGAN METODE SIMULASI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA 58 PENGARUH KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKATIF DENGAN METODE SIMULASI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Sri Utami Universitas Wisnuwardhana Malang ABSTRAK Dalam pembelajaran bahasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Tarigan (1987: 15) mengemukakan bahwa berbicara adalah kemampuan

BAB II LANDASAN TEORI. Tarigan (1987: 15) mengemukakan bahwa berbicara adalah kemampuan 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Berbicara Tarigan (1987: 15) mengemukakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan serta menyampaikan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PEMBELAJARAN BERBICARA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN GAMBAR SERI UNTUK SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 6 SEMARANG 1. Oleh: Sri Sudarminah 2

UPAYA PENINGKATAN PEMBELAJARAN BERBICARA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN GAMBAR SERI UNTUK SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 6 SEMARANG 1. Oleh: Sri Sudarminah 2 Upaya Peningkatan Pembelajaran... UPAYA PENINGKATAN PEMBELAJARAN BERBICARA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN GAMBAR SERI UNTUK SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 6 SEMARANG 1 Oleh: Sri Sudarminah 2 Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKATIF DENGAN METODE SIMULASI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

PENGARUH KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKATIF DENGAN METODE SIMULASI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA 49 PENGARUH KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKATIF DENGAN METODE SIMULASI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Sri Utami Universitas Wisnuwardhana Malang ABSTRAK Dalam pembelajaran bahasa

Lebih terperinci

III PROSEDUR PENELITIAN

III PROSEDUR PENELITIAN III PROSEDUR PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu metode permodelan. Metode ini dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada siswa yang kurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasionalisme, menumbuh kembangkan kecintaan kepada Bahasa Indonesia

I. PENDAHULUAN. nasionalisme, menumbuh kembangkan kecintaan kepada Bahasa Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelajaran Bahasa disampaikan kepada para siswa mulai dari jenjang pendidikan tingkat dasar, menengah sampai pendidikan tinggi bertujuan untuk meningkatkan nasionalisme,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang ruang lingkupnya mencakup

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang ruang lingkupnya mencakup BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain Penelitian Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang ruang lingkupnya mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, bahasa merupakan penunjang keberhasilan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, bahasa merupakan penunjang keberhasilan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan, bahasa merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi sehingga bahasa dijadikan suatu alat dalam mencapai kemampuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan cara yang beraneka ragam. Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa

BAB II LANDASAN TEORI. dengan cara yang beraneka ragam. Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Keterampilan Berbicara Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Setiap

Lebih terperinci

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kemampuan keterampilan dan sikap. Seseorang dapat belajar dari pengalaman sendiri maupun pengalaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ustaz Maulana pada acara Islam Itu Indah. Satu episode pada tanggal 5

BAB 1 PENDAHULUAN. ustaz Maulana pada acara Islam Itu Indah. Satu episode pada tanggal 5 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alasan peneliti memilih judul Penggunaan Campur Kode ceramah ustaz Maulana pada acara Islam Itu Indah. Satu episode pada tanggal 5 November 2013. Peneliti ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkomunikasi adalah salah satu keterampilan berbahasa. Keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. Berkomunikasi adalah salah satu keterampilan berbahasa. Keterampilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkomunikasi adalah salah satu keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa itu sendiri terbagi menjadi empat komponen, yaitu: menyimak, berbicara, membaca,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Keterampilan Mengungkapkan Pendapat. 1. Mengungkapkan pendapat sebagai keterampilan berbicara

BAB II KAJIAN TEORI. A. Keterampilan Mengungkapkan Pendapat. 1. Mengungkapkan pendapat sebagai keterampilan berbicara BAB II KAJIAN TEORI A. Keterampilan Mengungkapkan Pendapat 1. Mengungkapkan pendapat sebagai keterampilan berbicara Keterampilan berbicara memiliki cakupan materi mengungkapkan pikiran, perasaan dan informasi

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERFORMANSI BERBAHASA DENGAN MENERAPAKAN CONCEPT ATTAINMENT MODEL (MODEL PENCAPAIAN KONSEP) PADA KEMAMPUAN BERBICARA.

MENINGKATKAN PERFORMANSI BERBAHASA DENGAN MENERAPAKAN CONCEPT ATTAINMENT MODEL (MODEL PENCAPAIAN KONSEP) PADA KEMAMPUAN BERBICARA. MENINGKATKAN PERFORMANSI BERBAHASA DENGAN MENERAPAKAN CONCEPT ATTAINMENT MODEL (MODEL PENCAPAIAN KONSEP) PADA KEMAMPUAN BERBICARA Aditya Permana STKIP Siliwangi, permanaadit@ymail.com Abstrak Keterampilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. kehidupan sehari-hari. Seseorang lebih sering memilih berbicara untuk

BAB II KAJIAN TEORI. kehidupan sehari-hari. Seseorang lebih sering memilih berbicara untuk BAB II KAJIAN TEORI A. Diskripsi Teori 1. Hakikat Berbicara a. Definisi Berbicara Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang lebih sering memilih berbicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata yang sesuai yang terdapat pada KD menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.

BAB I PENDAHULUAN. kata yang sesuai yang terdapat pada KD menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa Indonesia adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan. Dalam pelajaran bahasa Indonesia, terdapat empat keterampilan berbahasa

Lebih terperinci

melakukan hubungan komunikasi dengan orang lain. 11

melakukan hubungan komunikasi dengan orang lain. 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Keterampilan Berbicara 1. Pengertian Berbicara Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tertulis berbicara adalah berkata, bercakap, berbahasa atau melahirkan pendapat(dengan perkataan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran penting yang masuk dalam ujian nasional pada setiap jenjang pendidikan pelajaran yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan berbicara, menurut Arsjad dan Mukti (1988: 36) dapat berlangsung. tertentu dan menggunakan metode tertentu pula.

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan berbicara, menurut Arsjad dan Mukti (1988: 36) dapat berlangsung. tertentu dan menggunakan metode tertentu pula. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut kodratnya manusia memiliki kecenderungan untuk berpikir, menyatakan pendapat, keinginan, perasaan serta pengalaman-pengalamannya. Di samping itu, manusia

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR TINDAKAN. Tempat penelitian adalah kelas X-6 SMA Negeri 6 Bandar Lampung, di

BAB III PROSEDUR TINDAKAN. Tempat penelitian adalah kelas X-6 SMA Negeri 6 Bandar Lampung, di BAB III PROSEDUR TINDAKAN A. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian adalah kelas X-6 SMA Negeri 6 Bandar Lampung, di sekolah inilah penulis mengajar sejak tahun 1986 sekarang, di Jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang dapat bertutur dengan bahasa tertentu secara tiba-tiba dalam situasi penuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal. Mengganti bahasa diartikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari kegiatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari kegiatan berkomunikasi. Alat komunikasi antarmanusia adalah bahasa, baik itu bahasa lisan atau tulisan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Model yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Model yang 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang dikembangkan oleh Stephen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi kepada orang lain. Kegiatan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa bisa berlangsung secara efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berkomunikasi dengan orang lain sebagai wujud interaksi. Interaksi tersebut selalu didukung oleh alat komunikasi vital yang

Lebih terperinci

sebuah kelas ataupun dalam mengerjakan sesuatu.

sebuah kelas ataupun dalam mengerjakan sesuatu. 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Percaya Diri a. Pengertian Percaya Diri Kepercayaan pada diri sendiri akan menentukan keberhasilan dari tindakan-tindakan yang dilakukan. Percaya diri akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah mendasar dalam dunia pendidikan ini di samping masalah. peningkatan kualitas untuk memenuhi kebutuhan akan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah mendasar dalam dunia pendidikan ini di samping masalah. peningkatan kualitas untuk memenuhi kebutuhan akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar dalam dunia pendidikan ini di samping masalah peningkatan kualitas untuk memenuhi kebutuhan akan pemerataan dalam memperoleh pendidikan, juga masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam merangkai kata. Akan tetapi, dalam penerapannya banyak orang

BAB I PENDAHULUAN. dalam merangkai kata. Akan tetapi, dalam penerapannya banyak orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterampilan menulis merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari kegiatan belajar mengajar siswa di sekolah. Kegiatan menulis menjadikan siswa aktif dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan bermain peran merupakan salah satu keterampilan berbahasa lisan yang penting dikuasai oleh siswa, termasuk siswa Sekolah Menengah Pertama. Seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu alat komunikasi dan alat pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan hasil kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dialog interaktif dalam rekaman televisi pada siswa kelas IX SMP Negeri 19

BAB III METODE PENELITIAN. dialog interaktif dalam rekaman televisi pada siswa kelas IX SMP Negeri 19 51 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode yang menggambarkan objek penelitian sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik,

BAB I PENDAHULUAN. menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran tematik merupakan salah satu model dalam pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang menjadikan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bersifat sangat penting demi terwujudnya kehidupan pribadi yang mandiri dengan taraf hidup yang lebih baik. Sebagaimana pengertiannya menurut Undang-undang

Lebih terperinci

METODE PENGENALAN BAHASA UNTUK ANAK USIA DINI*

METODE PENGENALAN BAHASA UNTUK ANAK USIA DINI* METODE PENGENALAN BAHASA UNTUK ANAK USIA DINI* Hartono Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNY e-mail: hartono-fbs@uny.ac.id Pemilihan metode pengenalan bahasa untuk anak usia dini perlu memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menghasilkan bunyi yang disebut dengan bahasa. laku bahkan kebiasaan-kebiasaan tokoh idolanya sendiri. Seperti misalnya jika

BAB I PENDAHULUAN. dapat menghasilkan bunyi yang disebut dengan bahasa. laku bahkan kebiasaan-kebiasaan tokoh idolanya sendiri. Seperti misalnya jika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia secara sadar. Bahasa harus mampu menampung perasaan dan pikiran pemakainya, serta dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan yang menjadi identitas bangsa Indonesia. Untuk menjaga kelestarian dan kemurnian bahasa Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa

I. PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa digunakan manusia sebagai alat untuk berkomunikasi, bersosialisasi, dan beradaptasi. Melalui bahasa,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Berbicara Sebagai Keterampilan Berbahasa. a. Pengertian Kemampuan Berbicara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Berbicara Sebagai Keterampilan Berbahasa. a. Pengertian Kemampuan Berbicara 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Berbicara Sebagai Keterampilan Berbahasa a. Pengertian Kemampuan Berbicara Kemampuan merupakan kesanggupan dari diri kita untuk berusaha agar tercapai yang

Lebih terperinci

PENGARUH KETERAMPILAN BERBICARA TERHADAP SIKAP MORAL YANG DIMILIKI SISWA SMP KOTA SUKABUMI

PENGARUH KETERAMPILAN BERBICARA TERHADAP SIKAP MORAL YANG DIMILIKI SISWA SMP KOTA SUKABUMI PENGARUH KETERAMPILAN BERBICARA TERHADAP SIKAP MORAL YANG DIMILIKI SISWA SMP KOTA SUKABUMI Egi Nusivera Tina Rosalina Universitas Muhamadiyah Sukabumi (eghie_nusivera06@yahoo.com) ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), standar kompetensi bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan berbahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara merupakan hal yang lazim dilakukan oleh masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara merupakan hal yang lazim dilakukan oleh masyarakat dalam 881 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Berbicara merupakan hal yang lazim dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Melalui berbicara, seseorang dapat menyampaikan pikiran dan perasaan,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Inggris dikenal dengan Clasroom Action Research (ARC). Penelitian tindakan

BAB 3 METODE PENELITIAN. Inggris dikenal dengan Clasroom Action Research (ARC). Penelitian tindakan 35 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Motode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK). Metode penelitian tindakan kelas dalam bahasa Inggris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bervariasi itu merupakan hal yang menarik. Kalimat itu dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang bervariasi itu merupakan hal yang menarik. Kalimat itu dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimat yang efektif itu bervariasi. Di dalam sebuah alinea kalimat yang bervariasi itu merupakan hal yang menarik. Kalimat itu dapat meriangkan pembaca, bukan saja

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN PERSUASI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS V

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN PERSUASI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS V MODEL PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN PERSUASI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS V Isdianti Isdianti15@yahoo.com Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi Bandung

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis melalui media

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus. dipelajari dan diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan

Bahasa Indonesia merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus. dipelajari dan diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI PILANGSARI 1 SRAGEN TAHUN AJARAN 2009/2010 (Penelitian Tindakan Kelas) SKRIPSI Untuk

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE THINK PAIR AND SHAREDALAM PEMBELAJARAN IPS

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE THINK PAIR AND SHAREDALAM PEMBELAJARAN IPS 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti melakukan observasi awal di kelas VII-1 SMP Negeri 16 Bandung.Suasana kelas terbilang cukup kondusif, karena pada saat itu siswa memerhatikan guru saat menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

Hartono Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS UNY

Hartono Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS UNY Hartono Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS UNY Dari Kolonel sampai Prajurit Seorang kolonel kepada Perwira Pelaksana Besok malam kira-kira pukul delapan malam Komet Halley akan kelihatan

Lebih terperinci

2 PENERAPAN METODE THINK-PAIR-SHARE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMPULKAN ISI BERITA YANG DIBACAKAN PADA PESERTA DIDIK KELAS VII 2 SMPN TELAGA TAH

2 PENERAPAN METODE THINK-PAIR-SHARE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMPULKAN ISI BERITA YANG DIBACAKAN PADA PESERTA DIDIK KELAS VII 2 SMPN TELAGA TAH 1 2 PENERAPAN METODE THINK-PAIR-SHARE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMPULKAN ISI BERITA YANG DIBACAKAN PADA PESERTA DIDIK KELAS VII 2 SMPN TELAGA TAHUN PELAJARAN 2013/2014 OLEH Hasnia Lundeto Fatma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam proses pembelajaran ditentukan oleh bagaimana seorang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam proses pembelajaran ditentukan oleh bagaimana seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan dalam proses pembelajaran ditentukan oleh bagaimana seorang guru mempersiapkan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya. Agar proses belajar tidak ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat seperti organisasi sosial. Di dalam kelompok itu, manusia selalu

BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat seperti organisasi sosial. Di dalam kelompok itu, manusia selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang disadari atau tidak, selalu hidup berkelompok dan saling membutuhkan satu sama lain. Kelompok tersebut dimulai dari suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakikat belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berbicara manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya. Berbicara selalu tidak jauhjauh

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berbicara manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya. Berbicara selalu tidak jauhjauh BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Pengertian Berbicara Berbicara merupakan salah satu kemampuan yang dimiliki oleh manusia. Dengan berbicara manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya.

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNIK PEMODELAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIDATO SISWA

PENERAPAN TEKNIK PEMODELAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIDATO SISWA PENERAPAN TEKNIK PEMODELAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIDATO SISWA Perdinansi Surbakti SMP Negeri 1 Meranti, kab. Asahan Abstract: This study aims to improve students' speech abilities by applying

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai. berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai. berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurikulum pendidikan dasar salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SD adalah bahasa Indonesia. Mata pelajaran bahasa Indonesia dimaksudkan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

GUMGUM GUMILAR, S.SOS., M.SI Jurnalistik Fikom Unpad

GUMGUM GUMILAR, S.SOS., M.SI Jurnalistik Fikom Unpad GUMGUM GUMILAR, S.SOS., M.SI Jurnalistik Fikom Unpad Bahasa tubuh adalah komunikasi pesan nonverbal (tanpa kata-kata). Bahasa tubuh merupakan proses pertukaran pikiran dan gagasan di mana pesan yang disampaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia secara formal mencakup pengetahuan kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi pembelajaran mengenai asal-usul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang

BAB I PENDAHULUAN. membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, memengaruhi atau dipengaruhi orang lain. Melalui bahasa, orang dapat

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, memengaruhi atau dipengaruhi orang lain. Melalui bahasa, orang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat berupa bahasa lisan dan bahasa tulis. Melalui bahasa seseorang dapat mengemukakan pikiran dan keinginannya kepada orang

Lebih terperinci

MODEL SIMULASI KREATIF BERBANTU MEDIA VIDEO SEBAGAI ALTERNATIF PEMBELAJARAN INOVATIF

MODEL SIMULASI KREATIF BERBANTU MEDIA VIDEO SEBAGAI ALTERNATIF PEMBELAJARAN INOVATIF MODEL SIMULASI KREATIF BERBANTU MEDIA VIDEO SEBAGAI ALTERNATIF PEMBELAJARAN INOVATIF Oleh: Leli Nisfi Setiana UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG lelisetiana@yahoo.com Abstrak Pembelajaran pada dasarnya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERBICARA

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERBICARA PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERBICARA Rafika Dewi Nasution Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan Kata kunci : berbicara ABSTRAK Kemampuan dan keterampilan berbicara sangat diperlukan, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu karangan terdiri dari beberapa kalimat yang kemudian disusun

BAB I PENDAHULUAN. Suatu karangan terdiri dari beberapa kalimat yang kemudian disusun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu karangan terdiri dari beberapa kalimat yang kemudian disusun menjadi satu kesatuan dengan suatu kesesuaian yang kemudian membentuk paragraf-paragraf, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di masyarakat. Bahasa adalah alat untuk menyatakan pikiran dan perasaan. Bahasa sebagai lambang mampu

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA TAMAN KANAK-KANAK KOTA A DISUSUN OLEH: MARYANI.M SEMESTER 4 PROGRAM STUDI S1 PAUD

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA TAMAN KANAK-KANAK KOTA A DISUSUN OLEH: MARYANI.M SEMESTER 4 PROGRAM STUDI S1 PAUD MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA TAMAN KANAK-KANAK KOTA A DISUSUN OLEH: MARYANI.M SEMESTER 4 PROGRAM STUDI S1 PAUD UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2012 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Widiharto NIM : S200070130 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Berbahasa merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide atau gagasan dari pembicara kepada pendengar. Si pembicara berkedudukan sebagai komunikator, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa tulis dan bahasa lisan. Variasi bahasa tulis tidak sedinamis variasi bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa tulis dan bahasa lisan. Variasi bahasa tulis tidak sedinamis variasi bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai salah satu alat interaksi sosial. Terdapat dua bahasa yaitu bahasa tulis dan bahasa lisan. Variasi bahasa tulis tidak sedinamis variasi bahasa

Lebih terperinci

Analisis Meningkatkan kemampuan berbicara. Sitti Musdalifah DB

Analisis Meningkatkan kemampuan berbicara. Sitti Musdalifah DB Analisis Meningkatkan kemampuan berbicara Sitti Musdalifah DB Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan Dan Imu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar sittimusdalifahdb@gmail.com Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi dalam era globalisasi ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi dalam era globalisasi ini banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu dan teknologi dalam era globalisasi ini banyak menuntut masyarakatnya untuk mampu menyimak berbagai informasi dengan cepat dan tepat, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum 2013 yang wajib dilaksanakan dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Marfuah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Marfuah, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia tidak lepas dari kegiatan berbahasa. Bahasa digunakan manusia sebagai sarana berkomunikasi dengan sesamanya. Kegiatan berkomunikasi merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan keterampilan berbahasa siswa. Keterampilan berbahasa tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan keterampilan berbahasa siswa. Keterampilan berbahasa tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah menuntut siswa agar mampu berkomunikasi dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa dalam kehidupan manusia menduduki fungsi yang utama. sebagai alat komunikasi. Bahasa dapat meningkatkan potensi diri manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa dalam kehidupan manusia menduduki fungsi yang utama. sebagai alat komunikasi. Bahasa dapat meningkatkan potensi diri manusia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Bahasa dalam kehidupan manusia menduduki fungsi yang utama sebagai alat komunikasi. Bahasa dapat meningkatkan potensi diri manusia dalam berekspresi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. perkataan, tulisan, dan sebagainya) atau berunding. 8

BAB II KAJIAN TEORI. perkataan, tulisan, dan sebagainya) atau berunding. 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Keterampilan Berbicara 1. Konsep Dasar Berbicara Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tertulis bahwa berbicara adalah berkata, bercakap, berbahasa atau melahirkan pendapat (dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicapai siswa yaitu menemukan pokok-pokok berita (apa, siapa, mengapa,

BAB I PENDAHULUAN. dicapai siswa yaitu menemukan pokok-pokok berita (apa, siapa, mengapa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menyimak merupakan proses menangkap pesan atau gagasan yang disajikan melalui ujaran. Keterampilan menyimak merupakan dasar keterampilan dalam komunikasi lisan. Apabila

Lebih terperinci

MODUL 3 FAKTOR YANG MENDASARI TERJADINYA INTERAKSI SOSIAL

MODUL 3 FAKTOR YANG MENDASARI TERJADINYA INTERAKSI SOSIAL MODUL 3 FAKTOR YANG MENDASARI TERJADINYA INTERAKSI SOSIAL 1. Faktor yang Mendasari Terjadinya Interaksi Sosial Enam faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial: sugesti, imitasi, identifikasi, simpati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengambil manfaat bagi perkembangan dirinya. Keterampilan menulis tidak mungkin dikuasai hanya melalui teori saja, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. mengambil manfaat bagi perkembangan dirinya. Keterampilan menulis tidak mungkin dikuasai hanya melalui teori saja, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menulis merupakan kegiatan kebahasaan yang memegang peran penting dalam dinamika peradaban manusia. Dengan menulis orang dapat melakukan komunikasi, mengemukakan gagasan

Lebih terperinci

keterampilan berbahasa yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Keterampilan menulis

keterampilan berbahasa yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Keterampilan menulis 1 1 keterampilan berbahasa yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Keterampilan menulis sebagai salah satu kompetensi yang dikaji dan harus

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah banyak dilakukan salah satunya, penelitian pengajaran sastra dapat peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk yang perlu berinteraksi dengan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk yang perlu berinteraksi dengan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang perlu berinteraksi dengan manusia lainnya. Interaksi terasa semakin penting pada saat manusia membutuhkan eksistensinya diakui,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Untuk menjalin hubungan tersebut diperlukan suatu alat komunikasi. Alat

BAB I PENDAHULUAN. lain. Untuk menjalin hubungan tersebut diperlukan suatu alat komunikasi. Alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan manusia lain. Untuk menjalin hubungan tersebut diperlukan suatu alat komunikasi. Alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi, kecakapan dan karakteristik pribadi peserta didik. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. potensi, kecakapan dan karakteristik pribadi peserta didik. Kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan mengoptimalkan perkembangan potensi, kecakapan dan karakteristik pribadi peserta didik. Kegiatan pendidikan diarahkan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimengerti dan digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Adapun cara-cara

BAB I PENDAHULUAN. dimengerti dan digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Adapun cara-cara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu gabungan huruf, kata, dan kalimat yang menghasilkan suatu tuturan atau ungkapan secara terpadu sehingga dapat dimengerti dan digunakan

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Ke- : 1, 2, 3, 4 Alokasi Waktu : 4 40 menit Standar Kompetensi : Memahami pembacaan puisi Kompetensi Dasar : Menanggapi cara pembacaan puisi 1. mengungkapkan isi puisi 2. menangkap isi puisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia atau peserta didik dengan cara mendorong kegiatan belajar.

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN MEDIA POP UP

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN MEDIA POP UP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN MEDIA POP UP SISWA KELAS III SD NEGERI GEMBONGAN KECAMATAN SENTOLO KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajaran bahasa Indonesia bertujuan agar siswa terampil berbahasa dan mampu berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan siswa berkomunikasi

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MEMPRODUKSI TEKS ANEKDOT SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 BONGOMEME

KEMAMPUAN MEMPRODUKSI TEKS ANEKDOT SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 BONGOMEME KEMAMPUAN MEMPRODUKSI TEKS ANEKDOT SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 BONGOMEME Agung Gede Suputra Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo Anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaran Bahasa Indonesia tidak lepas dari hubungan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaran Bahasa Indonesia tidak lepas dari hubungan pembelajaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran Bahasa Indonesia tidak lepas dari hubungan pembelajaran bahasa yang berlangsung di dunia. Salah satu tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia ini adalah meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Berikut ini terdapat beberapa penelitian relevan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian, BAB I PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian, batasan masalah, dan rumusan masalah. Selanjutnya, dipaparkan pula tujuan dan manfaat penelitian. Pada bagian berikutnya

Lebih terperinci