BAB I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan kota dan tuntutan akan keberadaan ruang terbuka. Pertumbuhan pembangunan di kota-kota besar mengakibatkan jumlah ruang

Transkripsi

1 BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan kota dan tuntutan akan keberadaan ruang terbuka Pertumbuhan pembangunan di kota-kota besar mengakibatkan jumlah ruang terbuka semakin berkurang, tampak di setiap sudut kota bangunan-bangunan tinggi menjulang sedangkan di daerah pinggiran kota pembangunan perumahan telah mengubah bentuk bentang alam dan hanya menyisakan sedikit area untuk ruang terbuka. Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat akseleratif untuk pembangunan fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri dan transportasi, selain sering mengubah konfigurasi alami lahan/bentang alam perkotaan juga menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka lainnya. Hal ini umumnya merugikan keberadaan ruang terbuka yang sering dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis. Menurunnya kualitas dan kuantitas ruang terbuka telah mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan perkotaan. Dalam beberapa tahun terakhir ini, dimana masalah lingkungan khususnya perkotaan semakin memperlihatkan tandatanda mengancam keberlangsungan kehidupan masyarakat, keberadaan ruang terbuka semakin dipertanyakan. Ketika banjir melanda, masyarakat ramai mempermasalahkan penebangan hutan dan pembangunan di wilayah hulu sungai, ketika kadar logam berat melebihi ambang batas, masyarakat ramai membicarakan pertambahan jumlah kendaraan, begitu juga ketika air bersih sulit 1

2 diperoleh, masyarakat mulai mempermasalahkan ekspoitasi air yang berlebihan dengan tidak memperhatikan daerah resapannya. Kecenderungan terjadinya penurunan kuantitas ruang publik, pada 30 tahun terakhir sangat signifikan. Di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung. Ruang terbuka yang ada sebagian besar telah dikonversi menjadi infrastruktur perkotaan dan kawasan permukiman baru. Ada beberapa hal yang memungkinkan ancaman lingkungan tersebut bisa terjadi. Pertama, tidak adanya rencana tata ruang yang menjadi pedoman dalam pemanfaatan lahan. Kedua, terjadi pelanggaraan terhadap rencana tata ruang yang ada, atau terjadinya upayaupaya penyesuaian antara rencana tata ruang dengan kepentingan beberapa pihak. Peningkatan upaya perluasan ruang terbuka sering dikalahkan oleh kepentingan peningkatan pembangunan fisik berbagai sarana-prasarana perkotaan seperti pembangunan jalan dan sistem transportasi, industri, pemukiman, serta pembangunan fisik lainnya. Meskipun Pemerintah telah membuat aturan yang secara tegas menentukan keharusan setiap kota menyediakan ruang terbuka dalam satuan luasan tertentu, tetap saja degradasi dan penyusutan ruang terbuka terus terjadi. Beberapa prasyarat untuk melestarikan keberadaan ruang terbuka ditetapkan dalam UndangUndang Penataan Ruang. Undang-undang mengamanatkan perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota. Ruang terbuka di perkotaan terdiri dari ruang terbuka publik dan ruang terbuka privat dimana 2

3 proporsi ruang terbuka di wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka privat. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Target luas sebesar 30% dari luas wilayah kota dapat dicapai secara bertahap melalui pengalokasian lahan perkotaan secara tipikal. Namun fakta di lapangan menyatakan bahwa keberadaan ruang terbuka yang jauh dari proporsi ideal, kekuatan pasar yang dominan merubah fungsi lahan sehingga keberadaan ruang terbuka semakin terpinggirkan bahkan diabaikan fungsi dan manfaatnya. Perangkat hukum mengatur penataan ruang hendaknya diimplementasikan dengan baik oleh pengambil keputusan. Pemerintah harus konsisten dalam menjalankan penataan ruang. Penyediaan ruang terbuka harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan dalam rencana tata ruang. Undang-Undang Penataan Ruang yang memuat sanksi dapat digunakan sebagai payung hukum untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka. Menoleh kebelakang sejenak, keberadaan ruang terbuka tidak hanya merupakan suatu bentukan lansekap kota yang asri yang siap memberikan perlindungan bagi masyarakat penduduk kota, tapi lebih jauh dari itu keberadaan ruang terbuka haruslah menjadi bagian yang menyatu dan berjalan sejajar paralel dengan pertumbuhan dan perkembangan kota. 3

4 Arti penting ruang jalan Dalam ekosistem kehidupan terdapat beberapa unsur yang saling menggantungkan antar satu elemen dengan elemen yang lainnya. Sebuah ekosistem perkotaan dapat digambarkan secara sederhana yang meliputi manusia, satwa, pohon, sungai dan areal terbuka seperti ruang jalan, hutan kota, taman dan jalur hijau. Ruang jalan merupakan bagian atau salah satu subsistem dari sistem kota secara keseluruhan. Ruang jalan dibangun untuk memenuhi berbagai fungsi dasar yang secara umum dibedakan menjadi: Fungsi bio-ekologis, yang memberi jaminan pengadaan ruang jalan menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara, pengatur iklim mikro, sebagai peneduh, sebagai produsen oksigen, penyerap air hujan, penyerap polutan serta penahan angin. Fungsi sosial, dan budaya yang mampu menggambarkan ekspresi budaya lokal, ruang jalan merupakan media komunikasi warga, pendidikan, penelitian, ritual dan kultural. Juga bisa dijadikan arena berekreasi seperti; bermain, berolahraga, kegiatan sosialisasi lain yang menghasilkan keseimbangan kehidupan fisik dan psikis. Fungsi ekonomis, ruang jalan dapat menghasilkan tanaman berbunga, berbuah dan berdaun indah yang dapat dikembangkan sebagai usaha dan memberi dampak ekonomi bagi masyarakat. Fungsi arsitektural dan estetis, meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan halaman rumah, lingkungan pemukiman, maupun lansekap kota secara keseluruhan. 4

5 Gambar 1. Pemanfaatan ruang terbuka (Sumber: diakses Juni 2013) Bertambahnya jumlah penduduk dan berubah fungsinya lahan dengan berbagai peruntukkannya, membawa dampak bagi kelangsungan ekosistem yang ada di daerah perkotaan. Pembangunan fisik untuk memenuhi kebutuhan warga kota sering tidak seimbang dengan usaha-usaha mempertahankan kualitas kehidupan masyarakat. Dampak dari pembangunan kota ini adalah berkurangnya ruang jalan yang menjadi hak kota itu sendiri dan menjadi hak warganya. Padahal ruang jalan memiliki fungsi yang sangat penting baik secara ekologis, ekonomis, estetis maupun sosial budaya. Agar keberadaan ruang jalan dapat berfungsi secara efektif baik secara ekologis maupun secara planologis, pengembangan ruang jalan sebaiknya dilakukan secara hierarki dan terpadu dengan sistem struktur ruang yang ada. Dengan demikian keberadaan ruang jalan bukan sekadar menjadi elemen pelengkap dalam perencanaan melainkan lebih merupakan pembentuk struktur ruang, sehingga 5

6 dapat diidentifikasi hierarki struktur ruang kota melalui keberadaan komponen pembentuk ruang jalan Pentingnya penataan ruang jalan di kawasan Ubud Ubud merupakan sebuah wilayah dipinggiran Kota Gianyar, Bali, namun mengalami perkembangan yang sangat pesat dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal ini dikarenakan Ubud memiliki potensi dan daya tarik dibandingkan dengan wilayah lain di sekitarnya. Gambar 2. Pulau Bali dan pemandangan sawah di Ubud Sumber: diakses Juni 2012) Ubud yang dulunya dikenal sebagai daerah pedesaan dengan hamparan sawah dan pemandangan alamnya kini menjadi pusat pertumbuhan ekonomi perdagangan dan jasa. Dalam monografi Kelurahan Ubud sebagaimana ditulis Tjokorda Gede Agung Suyasa sebutkan bahwa Mpu Markandya dalam perjalanannya di Bali menemukan sebuah lereng dari bukit kecil yang diapit oleh dua sungai yakni sungai Wos Barat dan Wos Timur yang bertemu menjadi satu aliran yang kemudian dikenal dengan Sungai Campuhan, kemudian di sana didirikan pemukiman untuk para pengikutnya. Struktur masyarakat Desa Ubud dalam 6

7 perkembangannya diorganisir dalam bentuk kerajaan, dengan raja pertama Tjokorda Gede Putu Kandel, kemudian diubah menjadi kepunggawaan, keperbekelan, dan kini menjadi Kelurahan Ubud. Kehidupan di permukiman ini dikenal sangat kaya akan khasanah budaya, daya tarik tersebut membuat beberapa seniman menetap di kawasan ini dan mulai menularkan pengaruh seninya kepada masyarakat setempat sehingga mulailah Ubud dikenal dengan karya dan kebesaran tokoh-tokoh seninya. Kehadiran wisatawan di satu sisi memberi pengaruh peningkatan ekonomi masyarakat Ubud tapi di sisi lain juga menimbulkan perubahan tatanan dalam masyarakat Ubud. Gambar 3. Suasana ruang terbuka dan aktivitas masyarakat di Ubud (Sumber: www. diakses Juli 2013) Beberapa karakter utama yang menjadi keunikan kawasan Ubud meliputi; 1. Ubud sebagai pusat pemerintahan, Puri Saren sebagai pusat pemerintahan di jaman kerajaan, di sebelahnya terdapat kantor kecamatan dan kelurahan sebagai pusat administrasi desa berkedudukan 7

8 di Ubud. Secara historis dan administratif kawasan ini merupakan pusat pemerintahan dari dulu hingga kini. Gambar 4. Keluarga Raja Ubud Tahun 1908 dan Puri Tahun 1910 (Sumber: diakses Juli 2013) 2. Ubud sebagai pusat lingkungan, perempatan agung yang merupakan pusat desa sekaligus menjadi sumbu perempatan utama di kawasan ini berperan juga sebagai pusat lingkungan sosial, ekonomi, seni dan sejarah budaya. Pola ideal sumbu-sumbu di kawasan sangat mendukung sistem sosialnya, yakni keberadaan Puri Saren, Pura Desa, alun-alun yang kini beralih fungsi menjadi pasar tradisional, serta kantor kelurahan. Gambar 5. Suasana pasar Ubud Tahun 1908 dan 1974 (Sumber: diakses Juli 2013) 3. Ubud sebagai pusat ritual tradisional, keberadaan masyarakat Bali yang dominan beragama Hindu sangat mempengaruhi tradisi dan budaya 8

9 sehingga melahirkan ritual sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan terhadap Tuhan dan alam ciptaan-nya. Pura Dalem, Pura Desa, Perempatan Agung dan Sungai Campuhan sangat disakralkan di Ubud. Gambar 6. Aktivitas ritual yang dilakukan masyarakat Tahun 1908, 2000 (Sumber: diakses Juli 2013) 4. Ubud sebagai ruang alkulturasi budaya, ini terlihat dari proses alkulturasi kebudayaan Barat dan Timur hingga melahirkan corak seni lukis dekoratif khas Ubud dan corak Young Artist, yang akhirnya menjadikan kawasan ini sebagai pusat seni lukis. Di samping itu Ubud juga merupakan sebuah teater seni, kekayaan kesenian tradisional yang dijiwai oleh spiritualisme Hindu menjadi magnet kehadiran wisatawan. Gambar 7. Gambar lukisan karya Walter Spies dan Gusti M Lempad (Sumber: 5. diakses Juli 2013) Ubud sebagai magnet pariwisata, selain dikenal sebagai kampung seniman, kawasan ini juga ditunjang oleh keragaman tradisi dan budaya, 9

10 di samping potensi alam yang sangat indah, hal ini tentunya sangat mengundang minat wisatawan untuk mengunjungi Ubud. Gambar 8. Ubud sebagai setting film Eat Pray and Love (Sumber: diakses Juli 2013) Perkembangan Jalan Raya Ubud Pertumbuhan penduduk Ubud yang semakin tinggi, tentunya akan memerlukan ruang yang lebih besar sementara keberadaan lahan yang tersedia sangat terbatas. Keterbatasan ini semakin terasa manakala Ubud konversi lahan pertanian semakin tinggi dan menjamurnya pembangunan hotel, homestay di kawasan Ubud ini. Bahkan area bantaran sungai yang merupakan area hijau kemudian mulai berubah fungsi sebagai area pemukiman dan komersial. Hotel, villa, resort, homestay, cottages, penginapan dan restoran berkembang pesat di Ubud. Di pinggir jalan juga mulai dipenuhi dengan galeri, art shop dan toko-toko seni yang menyajikan aneka macam souvenir bagi pengunjung, yang secara sistematis mengurangi ruang-ruang jalan yang semula berfungsi sosial. Pembangunan di kawasan ini tidak didukung oleh perencanaan dan penataan infrastruktur yang memadai sehingga berbagai permasalahan timbul diantaranya privatisasi ruang jalan, ketidaknyamanan pejalan kaki, kemacetan lalu lintas, sementara disisi lain masyarakat Ubud dihadapkan kepada tradisi budaya yang harus dilestarikan. 10

11 Gambar 9. Aktivitas di beberapa penggal jalan raya Ubud (Sumber: diakses Juli 2013) Perumusan Masalah Percepatan pembangunan di Ubud membawa dampak permasalahan kawasan yang terkait dengan urbanisasi dan konsentrasi penduduk di perkotaan yang kurang terkendali padahal perkembangan perkotaan semestinya seirama dengan kebutuhan dan pertumbuhan yang direncanakan demi tercapainya kenyamanan hidup dalam lingkungan yang sehat, di sisi lain tingginya tekanan berbagai kegiatan pembangunan terhadap lingkungan sehingga fungsi lingkungan pendukung kelangsungan kehidupan kualitasnya semakin menurun. Pembangunan wilayah akan mempengaruhi kualitas lingkungan yang ada, oleh karenanya pembangunan harus senantiasa memperhatikan dan memperhitungkan dampak yang ditimbulkan. Percepatan pembangunan di Ubud mengakibatkan 11

12 semakin berkurangnya area ruang jalan. Hal ini juga mengakibatkan perubahan fungsi dan bentuk desa Ubud yang dulunya merupakan desa tradisional dengan daya tarik alam, daya tarik budaya dan keasrian lingkungannya berubah menjadi kawasan perdagangan dan jasa. Dampak lain dari tidak terkendalinya perkembangan kawasan menimbulkan beberapa permasalahan yang dihadapi seperti pudarnya bentuk desa tradisional yang terwakili dari pusat kawasan yakni perempatan agung, puri, pura, alun-alun, dan wantilan, semakin sempitnya areal ruang jalan yang berdampak terhadap peristiwa budaya dan prosesi keagamaan tidak dapat berlangsung dengan baik, privatisasi ruang jalan sebagai area parkir dan komersial, sistem pedestrian yang tidak manusiawi dan tidak terkelolanya sistem sirkulasi. Gambar 10. Kegiatan yang diidentifikasi di jalan raya Ubud (Sumber:analisis dan survey, 2013) 12

13 Gambar 11. Keramaian di Ubud (Sumber: diakses Juli 2013) Keseluruhan hal ini memerlukan penanganan dan penataan sehingga dapat mengembalikan citra dan daya tarik Ubud. Untuk itu diperlukan adanya suatu arahan penataan ruang agar pertumbuhan dan perkembangan kota dapat direncanakan dan dikendalikan. Hal ini akan menjadikan identitas dan kekhasan Ubud tetap terjaga begitu pula dengan potensi-potensi yang terdapat di Ubud dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik Pertanyaan Penelitian Pembahasan dalam penelitian ini mencoba menjawab pertanyaan penelitian yakni Faktor-faktor apa saja yang membentuk ruang jalan di kawasan Ubud? 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang membentuk ruang jalan di kawasan Ubud. 13

14 1.5. Manfaat Penelitian Mampu memperbaiki potensi dan nilai kawasan dengan menciptakan ruang jalan yang manusiawi dan rekreatif melalui pengembangan kawasan yang sesuai dengan kultur dan budaya Ubud. Di samping itu dengan perencanaan dan penataan ruang jalan di kawasan Ubud akan semakin memberi kenyamanan bagi pendatang/wisatawan, yang sekaligus akan meningkatkan kunjungan dan perekonomian masyarakat Ubud. Manfaat yang diharapkan bagi ilmu pengetahuan yaitu dapat memperluas wawasan teori desain kawasan binaan serta menambah pengetahuan tentang unsur pembentuk kota dari aspek pembentukan ruang jalan serta penggunaannya dalam kasus-kasus spesifik dalam penyusunan arahan kawasan kota, terutama untuk ruang publiknya. Selain dapat memberikan sumbangan pemikiran baru bagi penentu kebijakan dalam perencanaan dan pengembangan kota lebih khususnya tentang ruang jalan di kawasan Ubud Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang pernah dilakukan dengan tema penataan ruang adalah: a. Pola Ruang Terbuka di Bantaran Sungai ditulis oleh V.D Sri Rejeki Tahun 1997 dengan wilayah penelitian di bantaran kali Semarang yang membahas tentang pola-pola penataan tata ruang terbuka khususnya di daerah bantaran sungai. 14

15 b. Elemen dan Faktor Pembentuk Ruang Terbuka Kota dengan wilayah penelitian sepanjang jalur pedestrian di depan Gedung Agung Senisono, Yogyakarta di tulis oleh Merry Morfosa Tahun Penelitian ini mengulas tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan ruang terbuka kota serta elemen apa saja yang menjadi pembentuk kota. c. Elemen dan Faktor Pembentuk Ruang Terbuka Pantai ditulis oleh Anggraeni Hermalita Tahun 2003 mengungkapkan beberapa elemen yang mempengaruhi terbentuknya ruang terbuka pantai di kawasan Pantai Semayang, Balikpapan, Kalimantan Timur. d. Faktor Pembentuk dan Kualitas Enclosure Ruang Jalan Di Jalan Godean Km 2 Km 5.5. oleh: Wahida Kartika Asfahani Tahun 2009 dalam dengan mengambil studi kasus jalan Godean, Yogyakarta yang menguraikan tentang beberapa elemen-elemen pembentuk dan aspek kualitas ruang jalan. Penelitian kali ini mengambil fokus dan lokus yang berbeda dari penelitianpenelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini mengambil fokus tentang faktor pembentuk ruang jalan yang berbeda dengan penelitian poin (a), (b), dan (c), serta mengambil lokus di Ubud. 15