BAB I PENDAHULUAN. 1. Faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan kelamin (intercourse variabel),

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1. Faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan kelamin (intercourse variabel),"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelahiran atau fertilitas merupakan istilah dalam ilmu demografi yang mendefinisikan anak yang dilahirkan hidup oleh seorang wanita. Faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas menurut Kingsley Davis dan Judith Blake dalam buku yang berjudul The Social Structure and Fertility: An Analytic Framework (1956) yaitu: 1. Faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan kelamin (intercourse variabel), antara lain umur kawin pertama, lama dalam ikatan perkawinan, selibat permanen, abstinensi, frekuensi senggama; 2. Faktor yang mempengaruhi terjadinya pembuahan (conception variabel), meliputi kesuburan atau kemandulan baik secara sengaja maupun tidak; 3. Variabel yang mempengaruhi terjadinya kehamilan dan kelahiran (gestation variabel), yaitu mortalitas atau kematian janin baik secara sengaja mauptun tidak. Menurut Ida Bagus Mantra (2003:167), kelahiran (fertilitas) dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor demografi dan faktor non demografi. Faktor demografi seperti struktur umur, status perkawinan, usia kawin pertama, dan proporsi penduduk yang kawin. Faktor non demografi seperti keadaan ekonomi penduduk, tingkat pendidikan, perbaikan status wanita, urbanisasi serta industrialisasi. Faktor-faktor tersebut diatas dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kelahiran. Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pertumbuhan penduduk relatif tinggi merupakan beban dalam pembangunan nasional. Indikator utama dalam upaya pengendalian penduduk adalah tingkat kelahiran. Pengendalian jumlah penduduk bertujuan untuk menyeimbangkan laju pertumbuhan penduduk, dengan laju pertumbuhan ekonomi sehingga dapat terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

2 Salah satu upaya menurunkan laju pertumbuhan penduduk adalah melalui peningkatan usia kawin. Rendahnya usia perkawinan pertama secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat fertilitas. Jika semakin rendah usia pernikahan pertama maka semakin panjang masa reproduksi, sehingga dapat menaikkan tingkat fertilitas. Sebaliknya jika semakin tinggi usia pernikahan pertama maka semakin pendek masa reproduksi, sehingga dapat menurunkan tingkat fertilitas. Upaya penundaan usia kawin pertama merupakan salah satu upaya menurunkan tingkat fertilitas. Selain itu kondisi ekonomi, sosial dan budaya juga dapat menjadi penentu tinggi rendahnya usia pernikahan pertama. Seorang ahli filsafat dan ahli ekonomi bangsa Inggris, John Stuart Mill berpendapat bahwa situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi prilaku demografinya. Apabila produktivitas manusia tinggi maka ia akan cenderung memiliki keluarga yang kecil. Jadi, taraf hidup merupakan determinan dari fertilitas dan tinggi rendahnya fertilitas di tentukan oleh manusia itu sendiri. Memperhatikan bahwa tinggi rendahnya tingkat kelahiran ditentukan oleh manusia itu sendiri, maka Mill menyarankan untuk meningkatkan tingkat golongan yang tidak mampu dengan cara meningkatkan kualitas pendidikan (Mantra, 2000:57). Pada saat ini di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia, mengupayakan penurunan tingkat fertilitas. Tujuan pembangunan dari suatu negara adalah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Disamping menjadi objek pembangunan, penduduk juga berperan sebagai subjek pembangunan. Namun di sisi lain, pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dianggap sebagai faktor penghambat dari pembangunan. Perkembangan jumlah penduduk tanpa disertai dengan kebijakan yang tepat dan memadai maka akan menimbulkan masalah sosial dan ekonomi. Bertambah besarnya jumlah penduduk memerlukan berbagai fasilitas pendukung sehingga membutuhkan investasi dalam menciptakan sarana dan prasarana yang memadai seperti tempat tinggal, sarana pendidikan,

3 fasilitas kesehatan dan lain sebagainya. Tanpa kebijakan pengendalian penduduk yang tepat dan memadai, tentu saja hal tersebut akan menjadi hambatan bagi pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Tournemaine dan Luangaram (2012) menyampaikan bahwa fertilitas di suatu kawasan sangat dipengaruhi oleh kebijakan sosial yang berlaku. Dukungan budaya setempat juga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keputusan untuk menambah jumlah anak. Lawson dan Mace (2010) menyatakan bahwa fertilitas dapat dikendalikan dengan cara memperhatikan faktor usia ibu saat pertama kali menikah, usia suami, pendidikan ibu, pendapatan rumah tangga, kepemilikan rumah dan dukungan sosial. Ijaiya (2009) yang melakukan penelitian di Afrika menunjukkan bahwa fertilitas sangat dipengaruhi oleh alat kontrasepsi. Sejarah mengenai upaya pengendalian penduduk melalui usaha penurunan tingkat fertilitas di Indonesia, diawali dengan turut sertanya Pemerintah menandatangani deklarasi PBB tentang kependudukan (United Nation Declaration On Population) yang diikuti dengan berdirinya Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) pada tahun 1970 (Setiawan, 1999:23). Salah satu masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dan distribusi yang tidak merata. Hal tersebut diikuti dengan masalah lain yang lebih spesifik, yaitu angka fertilitas dan angka mortalitas (kematian) yang relatif tinggi. Kondisi ini dianggap tidak menguntungkan dari sisi pembangunan ekonomi. Hal tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa kualitas penduduk masih rendah sehingga penduduk lebih diposisikan sebagai beban dari pada modal pembangunan (Munir, 1984:170).

4 Tabel 1.1 Jumlah Populasi Penduduk di Asia Tenggara yang dirangkum dalam World Population Data Penduduk Pertengahan Tahun 2010 Kelahiran per 1000 penduduk Kematian per 1000 penduduk Tingkat kenaikan alami Tingkat Kematian Bayi Total Fertilitty Rate Persentase penduduk menurut umur Asia Tenggara Brunei Combodia Indonesia Laos Malaysia Myanmar Pilipina Singapura Thailand Timor Leste Vietnam Sumber: World Population Data Sheet, 2010 Tabel 1.1 diatas menunjukkan data populasi penduduk di kawasan Asia Tenggara pada tahun 2010 yang berjumlah sekitar 597 juta jiwa. Indonesia memegang jumlah populasi penduduk tertinggi dengan jumlah penduduk sebesar 235,5 juta jiwa. Hal ini disebabkan oleh peningkatan angka kelahiran, umur panjang, penurunan angka kematian, kurangnya pendidikan, pengaruh budaya serta imigrasi dan emigrasi. Hal ini dapat menyebabkan angka kemiskinan meningkat, angka penganguran meningkat, lahan tempat tinggal dan bercocok tanam berkurang, semakin banyaknya polusi dan limbah yang berasal dari rumah tangga, pabrik, perusahaan, industri peternakan dan lain-lain, angka kesehatan menurun, ketersedian pangan sulit, angka kecukupan gizi memburuk, muncul wabah penyakit baru, pembangunan di daerah di tuntut banyak. Solusi atau cara yang harus dilakukan agar dapat mengatasi pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi adalah melaksanakan program Keluarga

5 Berencana (KB) untuk membatasi jumlah anak dalam suatu keluarga secara umum atau massal sehingga dapat mengurangi jumlah angka kelahiran, menunda masa perkawinan, penambahan dan penciptaan lapangan kerja,meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan, mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi, meningkatkan produksi dan pencarian sumber makanan. Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2013 terjadi trend penurunan Total Fertility Rate (TFR) dari 3 anak per wanita pada tahun 1991 menjadi 2,6 anak per wanita pada tahun 2012, mengingat TFR stagnan pada angka 2,6 dalam 3 periode terakhir yaitu tahun 2002, 2007, 2012 (BKKBN, 2013). Angka tersebut menunjukan bahwa rata-rata seorang wanita mampu melahirkan 2 hingga 3 orang anak selama masa reproduksi. Angka ini jauh dari target yang diharapkan pemerintah yang tertuang dalam target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2014 yaitu 2,36. Selain itu, angka fertilitas menurut kelompok umur Age Specific Fertility Rate (ASFR) di Indonesia mengalami peningkatan dari 35 per 1000 wanita usia 15 sampai 19 tahun menjadi 48 per 1000 wanita usia 15 sampai 19 tahun. Angka tersebut menunjukan terdapat 13 kenaikan kelahiran oleh ibu pada kelompok umur 15 sampai 19 tahun per 1000 wanita selama 1 tahun. Padahal target yang seharusnya dicapai berdasarkan RPJM 2014 dan Millennium Development Goals (MDGS) atau Tujuan Pembangunan Milenium adalah 30 per 1000 wanita usia 15 sampai 19 tahun (Kemenkes R.I., 2013). TFR yang mengalami stagnasi dan ASFR yang meningkat, merupakan akibat dari melemahnya program KB (Sukamdi, 2012). Selain itu, tingginya tingkat fertilitas ini sangat dipengaruhi oleh usia kawin pertama. Salah satu upaya untuk menurunkan laju pertumbuhan penduduk adalah dengan meningkatkan usia kawin pertama tersebut. Pernikahan usia muda dapat memperluas rentang kesuburan seorang wanita yang dimulai sangat awal sehingga mengakibatkan tingkat

6 kesuburan menjadi tinggi. Wanita yang menikah diusia muda perlu mendapatkan perhatian karena akan berdampak pada peningkatan TFR (Soebijanto dkk, 2011). Menurut Todaro (2009:364) pertumbuhan penduduk yang terlalu besar sebagai penyebab dari hampir semua masalah ekonomi dan sosial di dunia. Peningkatan jumlah penduduk yang tidak terkendali dinyatakan sebagai penyebab utama kemiskinan, rendahnya taraf hidup, kurang nutrisi, kesehatan buruk, kerusakan lingkungan hidup dan berbagai masalah sosial lainnya. Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan ikatan yang sakral antara pria dan wanita yang diakui secara sosial dan hukum untuk membentuk keluarga. Perkawinan dimaksudkan untuk membina hubungan yang langgeng antara kedua pasangan, sehingga dalam menjalani perkawinan dibutuhkan kedewasaan dan tanggung jawab baik secara fisik maupun mental. Oleh karena itu, peraturan undang undang mengatur batasan umur pernikahan. Batas usia dalam melangsungkan perkawinan dapat dikatakan sangat penting. Hal ini disebabkan karena di dalam perkawinan dibutuhkan kematangan psikologis. Kenyataan lain yang terjadi di lapangan, masih banyak ditemui pernikahan yang dilakukan dibawah batasan usia anak atau disebut sebagai pernikahn usia anak. UU Nomor 1 tahun 1974, pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun, usulan perubahan pada pasal 7 tahun 1974 ayat (1) perkawinan dapat dan dilakukan jika pihak laki-laki dan perempuan berusia minimal 19 tahun, ayat (2) untuk melangsungkan pernikahan masingmasing calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun, harus mendapat izin kedua orangtua. Biro Sensus US mengemukakan bahwa usia rata-rata kawin pertama telah naik menjadi 26 tahun untuk pria dan 25 untuk wanita (Johnson et al, 2005).

7 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga mengungkapkan hal serupa yang menyatakan bahwa Usia Perkawinan Pertama diijinkan apabila pihak pria mencapai umur 25 tahun dan wanita mencapai umur 20 tahun. Menurut Hoffman dkk (dalam Adhim, 2002) mengungkapkan bahwa usia 20 sampai dengan 24 tahun sebagai saat terbaik untuk menikah dan selain itu untuk keutuhan rumah tangga. Rentan usia ini juga paling baik untuk mengasuh anak pertama. Idealnya suatu pernikahan adalah pada saat dewasa awal yaitu berusia 20 tahun dan sebelum 30 tahun untuk wanita sedangkan untuk laki-laki yaitu usia 25 tahun. Mengingat baik secara biologis dan psikis sudah matang, sehingga fisik seorang perempuan sudah cukup matang untuk memiliki keturunan. Ini berarti risiko melahirkan anak cacat atau meninggal kecil. Namun pada kenyataannya masih banyak dijumpai pernikahan pada usia muda atau di bawah umur, padahal pernikahan membutuhkan kedewasaan, tanggung jawab secara fisik maupun mental untuk dapat mewujudkan harapan yang ideal dalam kehidupan berumah tangga. Berdasarkan Konvensi Hak Anak (KHA), perkawinan usia anak melanggar sejumlah hak asasi manusia yang dijamin oleh KHA sendiri yaitu salah satunya adalah hak atas pendidikan. Perkawinan usia anak mengingkari hak anak untuk memperoleh pendidikan, bermain, dan memenuhi potensi mereka karena dapat mengganggu atau mengakhiri pendidikan mereka. Anak perempuan yang berpendidikan rendah dan drop-out dari sekolah umumnya lebih rentan menikah pada usia anak daripada yang berpendidikan menengah dan tinggi (Candraningrum, 2015). Peran orang tua menjadi sangat penting artinya bagi psikologis anak. Mengingat keluarga adalah tempat pertama bagi tumbuh kembangnya seorang anak sejak lahir hingga dewasa, maka pola asuh anak yang baik dan benar perlu disebarluaskan pada setiap keluarga. Fenomena pernikahan usia dini bukanlah hal yang baru di Indonesia, karena nenek moyang jaman dulu banyak yang menikahi gadis di bawah umur. Bahkan pada jaman dahulu, masyarakat memandang pernikahan di usia matang (sudah

8 waktunya) akan menimbulkan persepsi kurang baik dimata masyarakat. Perempuan yang tidak segera menikah justru akan mendapat tanggapan miring dari masyarakat sekitar. Namun seiring dengan perkembangan zaman, pandangan masyarakat justru sebaliknya. Arus globalisasi yang berkembang dengan sangat pesat mengubah cara pandang masyarakat. Perempuan yang menikah di usia muda dianggap sebagai hal yang tabu. Bahkan lebih parah lagi, hal tersebut dianggap menghancurkan masa depan perempuan, merampas kreativitasnya serta mencegah perempuan untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Seperti halnya Indonesia, India negara terbesar di kawasan Asia Selatan juga telah mempertahankan hukum terhadap pernikahan anak sejak tahun Namun perkiraan berbasis populasi terbaru untuk pernikahan anak menunjukan bahwa 50 persen dari wanita India berusia 20 sampai 24 tahun menikah dibawah usia 18 tahun. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2013 dan 2015, tingkat kecenderungan perkawinan usia anak di Indonesia pada tahun 2013 adalah sebesar 24 persen. Pada tahun 2015, tingkat perkawinan usia anak hanya mengalami penurunan sekitar 1 persen. Penurunan tingkat perkawinan usia anak di Indonesia termasuk lambat. Dalam laporan UNICEF pada tahun 2014 menyebutkan bahwa dalam tiga dekade terakhir, perkawinan usia anak di Indonesia menurun kurang dari setengah. Tingkat pernikahan usia muda umumnya menurun di seluruh dunia, meskipun demikian di Sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan masih terdapat pernikahan usia muda yaitu sebelum ulang tahun ke-18 (Lloyd, 2005). Data Survei Demografi dan Kesehatan dari 51 negara menyatakan bahwa terdapat 90 persen kelahiran pertama seorang ibu menikah pada usia 18 tahun (Haberland, 2005). Daerah dimana pernikahan usia muda masih umum terjadi biasanya diperkuat dengan adanya keyakinan budaya serta norma-norma sosial di daerah tersebut. Selain itu, daerah tersebut sering ditandai dengan tingginya tingkat kemiskinan,

9 rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya tingkat pengembangan serta terbatasnya kesempatan kerja. Menurut United Nations Children s Fund (UNICEF) pada kenyataannya lebih dari 60 juta wanita di seluruh dunia menikah sebelum usia 18 tahun. Praktek ini telah diakui sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan telah turun menurun di seluruh dunia selama 20 tahun terakhir. Kehamilan ketika mekanisme tubuh wanita tidak sepenuhnya matang dapat menjadi risiko buruk utama untuk kelangsungan hidup dan kesehatan masa depan ibu dan anak. The World Health Organization (2010) memperkirakan bahwa risiko kematian pada kehamilan perempuan usia 15 sampai 19 tahun dua kali lebih besar dibandingkan mereka yang berusia antara 20 dan 24. Meskipun demikian, pernikahan dini tetap meresap di Asia, dimana lebih dari setengah dari semua pernikahan dini terjadi. Data sebelumnya menunjukkan bahwa sekitar 30 sampai 70 persen dari wanita muda di Bangladesh, Nepal, India, dan Pakistan menikah sebelum usia 18 tahun (Raj et al, 2009). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 bahwa perempuan umur tahun sebesar 2,6 persen menikah dibawah usia 15 tahun dan sebesar 23,9 persen menikah pada umur 15 sampai 19 tahun. Angka kehamilan penduduk perempuan antara umur 10 sampai 54 tahun sebesar 2,68 persen terdapat kehamilan pada umur 15 tahun dan 1,97 persen terdapat kehamilan pada umur 15 sampai 19 tahun. Meskipun sangat kecil, apabila hal ini terus terjadi serta mengalami peningkatan maka tingkat fertilitas Indonesia akan mengalami peningkatan pula. Faktor-faktoryang berhubungan dengan usia menikah muda diantaranya yaitu: dikarenakan hamil di luar nikah (Marrige By Acident), penyebab utama Marrige By Acident ini dikarenakan teknologi modern yang berkembang sangat pesat. Kurangnya pengawasan serta ketidaktahuan orang tua mengenai perkembangan teknologi modern menyebabkan leluasanya anak-anak mengakses konten-konten pornografi. Serta ditambah lagi dengan

10 gencarnya expose seks di media massa menyebabkan remajaselalu permisif (bersifat terbuka) terhadap seks. Menurut Sarwono (2003) pernikahan diusia muda banyak terjadi pada masa pubertas, hal ini terjadi karena remaja sangat rentan terhadap prilaku seksual yang membuat mereka melakukan aktivitas seksual sebelum menikah. Hal ini juga terjadi karena adanya kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, dengan mudah bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari. Terjadinya perkawinan usia muda menurut Hollean (dalam Soekanto, 1992) disebabkan oleh: a) Masalah ekonomi keluarga, b) Orang tua darigadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki apabila mau mengawinkan anak gadisnya, c) Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab (makanan, pakaian, pendidikan, dan sebagainya) (Soekanto, 1992:65). Bukan hanya itu saja, ada faktor lain yang menyebabkan pernikahan di usia muda seperti faktor kemauan sendiri (merasa saling mencintai). Dalam kondisi seperti ini menikah di usia muda tanpa memikirkan masalah yang akan dihadapi ke depannya karena hanya berlandaskan saling mencintai akan menyebabkan terjadinya perceraian, faktor dorongan orang tua/keluarga, juga faktor pendidikan yang begitu rendah dikarenakan keadaan ekonomi yang serba pas-pasan (Naibaho, 2010). Sedangkan menurut Hanggara (2010) faktor yang mempengaruhi pernikahan usia muda adalah faktor sosial budaya, faktor pendidikan, dan faktor ekonomi. Beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini yang sering ditemui di lingkungan masyarakat yaitu: 1. Faktor Ekonomi Pernikahan usia muda dapat terjadi pada keluarga yang hidup digaris kemiskinan, sehingga untuk meringankan beban orang tuanya maka anak perempuannya dinikahkan dengan laki-laki dari keluarga yang dianggap mampu secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada beberapa wilayah, ketika kemiskinan benar-benar menjadi

11 permasalahan yang sangat mendesak, perempuan muda sering dikatakan sebagai beban ekonomi keluarga. Oleh karenanya perkawinan usia muda dianggap sebagai suatu solusi untuk mendapatkan mas kawin dari pihak laki-laki untuk menganti seluruh biaya hidup yang telah dikeluarkan oleh orang tuanya (Anom, 2000). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup seperti makanan, minuman, pakaian dan kesehatan. Mulai tahun 2008, BPS mengeluarkan kebijakan dengan 8 indikator untuk menentukan rumah tangga miskin, yaitu: (1) luas lantai per kapita, (2) jenis lantai, (3) ketersediaan air bersih, (4) jenis jamban, (5) kepemilikan asset, (6) pendapatan per bulan, (7) pengeluaran, khusus untuk makanan, (8) konsumsi lauk pauk. 2. Faktor Pendidikan Pendidikan memegang peranan penting sebagai penentu kualitas sumber daya manusia. Hal ini berkaitan dengan penggunaan indikator pendidikan dalampenghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yangmasih di bawah umur. Kriteria berpendidikan rendah menurut BPS yaitu: (1) Tidak tamat sekolah dasar (SD)/sederajat (2) Tamat SD/sederajat (3) Tamat SMP/sederajat. Penduduk yang tidak tamat SD, tamat SD dan tamat SMP digolongkan sebagai penduduk berpendidikan rendah, sedangkan yang tamat SMA digolongkan sebagai penduduk berpendidikan menengah dan penduduk yang tamat perguruan tinggi digolongkan sebagai penduduk berpendidikan tinggi. Tingkat pendidikan juga dapat menggambarkan tingkat kematangan seseorang dalam merespon lingkungannya yang dapat mempengaruhi wawasan serta pengetahuan orang tersebut. 3. Faktor Pekerjaan

12 Status pekerjaan seseorang sebelum memutuskan untuk menikah adalah salah satu hal penting dalam pengambilan keputusan. Apabila seseorang tidak memiliki pendapataan atau perkerjaan maka kecenderungan mengambil keputusan untuk segera menikah, agar tidak menjadi beban dalam keluarga. Pekerjaan dapat mengukur status sosial ekonomi serta masalah kesehatan dan kondisi tempat seseorang bekerja (Guttmacher, 2005). Senada dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Zai (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan responden dengan kejadian pernikahan dini. Pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status sosial, pendidikan dan masalah kesehatan bagi orang itu sendiri. 4. Faktor Daerah Tempat Tinggal Tempat tinggal merupakan lokasi dimana seseorang bernaung. Daerah tempat tinggal ini juga dapat mempengaruhi keputusan perempuan menikah muda. Daerah tempat tinggal dibagi menjadi dua yaitu daerah pedesaan dan daerah perkotaan. Masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan cenderung memiliki pengetahuan yang lebih sempit dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan sehingga pengetahuan tentang buruknya pernikahan dini masih sangat minim. Masyarakat pedesaan juga masih cenderung memegang teguh adat istiadat daerahnya. Menikahkan anak perempuannya yang masih dibawah umur tidak diperbolehkan menurut hukum di Indonesia, tapi tidak menurut adat istiadat setempat yang mengharuskan anak gadis menikah secepatnya. Anonym dalam Policy Brieft BKKBN mengemukakan separuh dari wanita kawin yang kawin pada umur tertentu menyebutkan proporsi besar pertama karena merasa sudah cukup umur, proporsi besar kedua karena hamil diluar nikah atau Married by Accident (MBA), dan proporsi besar ketiga karena sudah mempunyai pekerjaan. Sisanya dengan alasan dorongan orang tua, mengurangi beban orangtua, dan alasan lainnya bervariasi. Penelitian-penelitian

13 tersebut menyatakan bahwa ada berbagai faktor yang menyebabkan seseorang kawin diusia dini dari faktor sosial ekonomi (Dwi Kartika, 2015). Perkawinan anak-anak sering dipandang sebagai strategi untuk bertahan hidup. Dalam situasi kemiskinan yang parah, seorang gadis muda dapat dianggap sebagai beban ekonomi dan pernikahannya dengan seorang pria yang jauh lebih tua sebagai usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidup keluarga (Adebowale et al, 2012). Tingkat ekonomi keluarga sangat berpengaruh pada tingkat pendidikan anggota keluarga. Rendahnya pendapatan ekonomi keluarga akan memaksa anak untuk putus sekolah dan tidak melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Selain tingkat ekonomi keluarga yang rendah, faktor teknologi maupun pergaulan juga dapat menyebabkan putusnya pendidikan seorang anak. Teknologi yang berkembang dengan pesat mengakibatkan tidak terbatasnya akses dengan dunia luar serta konten-konten yang dilarang untuk anak dibawah umur. Kurangnya pemahaman dengan teknologi yang bersifat negatif serta pergaulan yang salah mengakibatkan pernikahan usia muda menjadi sangat banyak terjadi. Pernikahan dini di lingkungan remaja cenderung berdampak negatif, baik dari segi sosial ekonomi, mental/psikologis, fisik, terutama bagi kesehatan reproduksi sang remaja tersebut (Nad, 2014). Pernikahan yang terlalu dini merupakan awal permasalahan kesehatan reproduksi karena semakin muda umur menikah maka semakin panjang masa reproduksi seorang wanita yang berdampak pada banyaknya anak yang dilahirkan. Penggunaan kontrasepsi menjadi sangat penting untuk menjarangkan dan membatasi kehamilan (Kemenkes R.I., 2013). Dampak berbahaya lainnya dari pernikahan usia mudasangat besar, yaitu diantaranya adalah komplikasi kehamilan, kelahiran prematur, cacat pada bayi serta kematian ibu dan bayi. Bagi beberapa orang pernikahan usia muda memiliki konsekuensi bagi kesehatan fisik, perkembangan psikologis dan emosional yang mendalam, mundurnya kemampuan intelektual, memotong kesempatan

14 pendidikan (putus sekolah) serta memotong peluang pengembangan diri. Ketentuan yang ditetapkan dalam Undang-undangKesehatan No.36 Tahun 2009 memberikan batasan usia 20 tahun, karena hubungan seksual yang dilakukan pada usia di bawah 20 tahun beresiko menjadi kanker serviks serta penyakit menular seksual lainnya. Perkawinan usia muda menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan, antara lain pada kehamilan dapat terjadi preklampsia (gangguan kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi serta tingginya protein yang terkandung dalam urine), resiko persalinan macet karena besar kepala anak yang tidak dapat menyesuaikan bentuk panggul yang belum berkembang sempurna. Pada persalinan dapat terjadi robekan yang meluas dari vagina menembus ke kandung kemih dan meluas ke anus. Pada bayi dapat terjadi berat badan lahir rendah atau berat badan bayi lahir besar. Resiko pada ibu yaitu dapat meninggal (Bunners, 2006). Dampak pernikahan usia muda lebih berdampak pada remaja putri dibandingkan dengan remajalaki-laki. Hal ini dikarenakan kaum perempuan yang akan melahirkan keturunan-keturunan baru. Dampak nyata dari pernikahan usia muda adalah terjadinya abortus atau keguguran karena secara fisiologis organ reproduksi (khususnya rahim) belum sempurna. Selain itu kehamilan yang tidak diinginkan dan belum merasa siap secara fisik dan mental menyebabkan calon ibu merasa tidak ingin dan tidak siap untuk hamil, sulit mengharapkan adanya kasih sayang yang tulus dan kuat, sehingga masa depan anak yang dilahirkan bisa saja terlantar dan calon ibu cenderung mengakhiri kehamilannya dengan cara aborsi. Penelitian yang dilakukan Maryati dkk (2007) mengatakan bahwa kematangan emosi juga mempengaruhi seseorang untuk menikah dini. Hal ini disebabkan karena remaja yang memiliki kematangan emosi yang baik akan lebih siap dalam menghadapi perkawinan sehingga lebih dapat mengatasi masalah-masalah yang akan muncul ketika hidup berumah tangga. Sedangkan, bagi remaja yang kurang matang emosinya akan lebih sering mengalami masalah-masalah kecil ketika berumah tangga yang kemudian menjadi masalah besar dan

15 berujung perceraian. Dengan demikian, emosi yang belum matang dapat menambah kasus perceraian dikalangan remaja yang menikah dini. Dalam penelitian ini, penulis mengambil salah satu Negara di kawasan Asia Tenggara yaitu Indonesia. Indonesia menduduki peringkat keempat jumlah penduduk terbanyak setelah RRC, India dan Amerika serikat sebesar jiwa jumlah penduduk (United Nation, 2013). Tingginya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia tidak terlepas dari tingginya angka fertilitas serta rendahnya usia kawin pertama pada perempuan. Informasi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya usia kawin pertama pada perempuan di Indonesia belum memadai, sehingga dipandang perlu melakukan penelitian tentang Pengaruh Faktor Sosial Ekomomi dan Demografi terhadap Keputusan Perempuan Menikah Muda di Indonesia. Beberapa gambaran yang mendorong terjadinya keputusan perempuan menikah di usia muda berdasarkan penelitian sebelumnya antara lain: (1) Penelitian di Bangladesh terhadap remaja putri terdapat 25,9 persen menikah usiamuda dan faktor yang menyebabkan pernikahan usia muda adalah pendidikan. Wanita tanpa pendidikan dasar di Afrika Sub Sahara dan Amerika Latin, memiliki resiko tiga kali lebih besar untuk menikah sebelumusia 18 tahun. Perbedaan ini juga nampak dinegara-negara maju seperti Amerika Serikat, 30 persen dari wanita yang menempuh pendidikan kurang dari 10 tahun akan menikah sebelum usia 18 tahun. Hal ini berbeda dengan wanita yang menempuh pendidikan lebih dari 10 tahun, dengan perkawinan dini terjadi kurang dari 10 persen (Glasier dalam Darnita, 2013). (2) Studi di India menunjukkan bahwa hampir setengah dari perempuan India dewasa berusia 20 sampai 24 tahun menikah sebelum usia 18 tahun, dengan latarbelakang tempat tinggal di pedesaan, kemiskinan, perempuan berpendidikan rendah, dan orang-orang dari daerah pusat atau timur negara yang paling rentan terhadap pernikahan dini. Pernikahan dini

16 terkait dengan kurang terkontrolnya kesuburan, mengurangi alat kontrasepsi di awal pernikahan, terjadinya Married By Accident dan mengulangi persalinan dalam waktu kurang dari 24 bulan (Raj et al, 2009). (3) Penelitian yang dilakukan oleh Desy Lailatul Fitria, Eva Alviawati, Karunia Puji Hastuti yang berjudul Faktor Penyebab Perkawinan Usia Muda di Desa Mawangi Kecamatan Padang Batung Kabupaten Hulu Sungai Selatan berdasarkan hasil analisis, faktor penyebab perkawinan usia muda di Desa Mawangi Kecamatan Padang Batung Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang pertama faktor pendidikan, faktor kedua adalah faktor media massa, faktor ketiga adalah faktor orang tua, dan faktor keempat adalah faktor budaya. (4) Penelitian yang dilakukan oleh Mariyatul Qibtiyah (2014) yang berjudul Faktor yang Mempengaruhi Perkawinan Muda Perempuan memperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh faktor sosial yang meliputi tempat tinggal dan pendidikan terhadap perkawinan muda perempuan. Sedangkan faktor ekonomi dan budaya tidak ada yang berpengaruh terhadap perkawinan muda perempuan wilayah urban dan rural di kabupaten Tuban. (5) Penelitian yang dilakukan oleh Hotnatalia Naibaho yang berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Muda (Studi Kasus di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang) menunjukkan bahwa yang menjadi faktor dominan pernikahan usia muda di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan dikarenakan hamil di luar nikah (Marrige By Acident) dan bukan hanya itu saja ada faktor lain yang menyebabkan mereka menikah di usia muda seperti faktor kemauan sendiri (merasa sudah saling mencintai), faktor dorongan orang tua/ keluarga, juga faktor pendidikan yang begitu rendah dikarenakan keadaan ekonomi yang serba pas-pasan. (6) Penelitian yang dilakukan oleh Herlina Dwi Astuti Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2011) dengan judul penelitian Pernikahan Usia Muda yang Mempengaruhi Pendidikan Formal Pada Perempuan (Studi Kasus Pada Perempuan

17 Kecamatan Pamulang Tangerang Selatan). Hasil dari penelitian ini menggambarkan rendahnya tingkat pendidikan formal perempuan di Kecamatan Pamulang Tangerang Selatan disebabkan masih tingginya angka pernikahan usia muda di kecamatan tersebut. Perkembangan peradaban serta pola pikir masyarakat yang semakin berkembang tidak mempengaruhi kepercayaan maupun tradisi yang ada di masyarakat mengurangi tingginya angka pernikahan usia muda yang justru menghambat kesempatan anak perempuan di Kecamatan ini mendapatkan pendidikan formal. (7) Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Jember, Icha Ahyati (2006) dengan judul penelitian Faktor-Faktor Orang Tua Menikahkan Anak Perempuan di Usia Muda (Studi Kasus di Dusun Krajan Desa Kejawan Kecamatan Grujugan Kabupaten Bondowoso). Hasil dari penelitian ini, menjelaskan faktor sosial budaya yakni tradisi menikah muda mempengaruhi tingkat pendidikan formal perempuan di Dusun Krajan Desa Kejawan. Rata-rata anak perempuan di Desa Kejawan di desa ini menikah pada rentang usia tahun. Usia tersebut merupakan usia dimana anak menempuh pendidikan formal. Orang tua di desa ini mengutarakan berbagai alasan mereka menikahkan anak perempuan pada usia muda yakni karena mengikuti tradisi di desa setempat yang menikahkan anak perempuan pada usia muda. Mereka juga masih percaya dengan adat yang berkembang, apabila mereka tidak segera menikahkan anak perempuan mereka, anak mereka tidak akan laku atau akan menjadi perawan tua. Faktor pendukung lainnya antara lain keadaan sosial budaya, dan ekonomi. (8) Penelitian mengenai fenomena pernikahan usia muda juga dilakukan oleh Aditya Dwi Hanggara (2010), Program Kreativitas Mahasiswa Universitas Negeri Malang yang berjudul Studi Kasus Pengaruh Budaya menikah Muda Terhadap

18 Rendahnya Tingkat Pendidikan Formal Perempuan di Desa Gejugjati Pasuruan. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa rendahnya tingkat pendidikan perempuan di Desa Gejugjati Pasuruan dipengaruhi oleh faktor budaya menikah muda serta faktor pendukung lainnya seperti faktor ekonomi, latar pendidikan serta tradisi maupun adat-istiadat yang berkembang di Desa ini. Hal ini menyebabkan menurunnya kualitas pendidikan terutama anak perempuan, oleh karena itu perlu adanya upaya kedepan untuk mengubah tradisi menikah muda agar masalah rendahnya tingkat pendidikan perempuan di Desa Gejugjati Pasuruan dapat diatasi. Persamaan penelitian ini dengan kedelapan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah sama-sama membahas mengenai perempuan yang menikah di usia muda yang menyebabkan tingginya angka fertilitas. Dari hasil penelitian terdahulu dapat disimpilkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi perempuan menikah di usia muda antara lain: faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor daerah tempat tinggal, faktor kebudayaan/tradisi, faktor status pekerjaan dan sebagainya. Dari faktor-faktor tersebut, faktor tradisi lebih banyak dipengaruhi oleh pandangan orang tuamengenai adat yang berkembang di desa mereka, para orang tua masih memegang tradisi dari nenek moyang mereka dengan berbagai alasan apabila mereka tidak segera menikahkan anak perempuannya, anak perempuan mereka tidak akan laku dan menjadi perawan tua. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh tingkat kemiskinan, tingkat pendidikan, status pekerjaan dan daerah tempat tinggal secara signifikan terhadap keputusan perempuan untuk menikah muda di Indonesia? 2. Variabel manakah yang paling berpengaruh terhadap keputusan perempuan menikah muda di Indonesia?

19 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan dari rumusan masalah penelitian diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis pengaruh tingkat kemiskinan, tingkat pendidikan, status pekerjaan dan daerah tempat tinggal secara signifikan terhadap keputusan perempuan untuk menikah muda di Indonesia. 2. Untuk mengetahui variabel yang paling berpengaruh terhadap keputusan perempuan menikah muda di Indonesia. 1.4 Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan teori fertilitas yang telah ada dan mampu menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya serta diharapkan dapat memperdalam pengetahuan mengenai variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi keputusan perempuan menikah muda di Indonesia. 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada pemerintah atau instansi yang berkepentingan serta masyarakat terkait untuk menurunkan laju pertumbuhan penduduk dengan cara meningkatkan usia kawin pertama yang telah ditetapkan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu usia 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. 1.5 Sistematika Penulisan Pembahasan penelitian ini disusun berdasarkan urutan bab secara sistematis, yang mempunyai hubungan yang erat antar bab. Adapun sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

20 Bab ini berisikan hal-hal yang berhubungan dengan pendahuluan meliputi latarbelakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan bagian terakhir berisi tentang sistematika penulisan Bab II Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis Bab ini menguraikan teori dan konsep serta bagian terakhir bab ini membahas rumusan hipotesis yang merupakan dugaan sementara dari rumusan masalah yang disesuaikan dengan landasan teori. Bab III Metode Penelitian Bab ini membahas tentang metode penelitian yang mencakup desain penelitian, lokasi dan ruang lingkup wilayah penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi opersional variabel, jenis dan sumber data serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. Bab IV Pembahasan Bab ini merupakan bagian terpenting karena membahas tentang hasil penelitian yang dimulai dari gambaran umum daerah penelitian, karakteristik responden dan hasil penelitian. Bab V Simpulan dan Saran Bab ini memuat simpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian serta saran yang dipandang perlu atas simpulan yang dikemukakan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. pekerjaan, dan tingkat penghasilan keluarga. Indikator status sosial adalah kasta,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. pekerjaan, dan tingkat penghasilan keluarga. Indikator status sosial adalah kasta, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Sosial Ekonomi Menurut Sajogyo dan Pujawati (2002) dalam Raka (2012) status sosial ekonomi keluarga dapat diukur melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jumlah penduduk Indonesia akan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jumlah penduduk Indonesia akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara berkembang seperti Indonesia memiliki laju pertumbuhan penduduk yang bertambah dengan pesat. Pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun ketahun semakin bertambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda). Diantaranya adalah keguguran,persalinan premature, BBLR, kelainan

BAB I PENDAHULUAN. muda). Diantaranya adalah keguguran,persalinan premature, BBLR, kelainan I.I Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Pernikahan dini adalah pernikahan pada remaja dibawah usia 20 tahun yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan. Masa remaja juga merupakan masa yang rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut

BAB I PENDAHULUAN. (tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan kualitas SDM sangat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas hidup perempuan karena perempuanlah yang hamil, melahirkan dan menyusui anak sejak bayi sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Perkawinan

Lebih terperinci

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO (2005) menyatakan sekitar seperlima penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun, dan 900 juta berada di negara berkembang. Berdasarkan data Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu diantara tujuh manusia penduduk dunia yang berjumlah 6,75 miliar ini adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara yang tidak mampu

Lebih terperinci

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan usia muda adalah pernikahan di bawah usia yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan sebuah pernikahan, namun memutuskan untuk terikat dalam sebuah ikatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya pubertas, yaitu seseorang yang dulunya masih anak-anak menjadi mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya pubertas, yaitu seseorang yang dulunya masih anak-anak menjadi mampu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja adalah periode perubahan fisik yang sangat monumental dimana terjadinya pubertas, yaitu seseorang yang dulunya masih anak-anak menjadi mampu secara seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina keluarga bahagia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting karena dengan pernikahan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pernikahan dini banyak terjadi pada kelompok masyarakat miskin yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pernikahan dini banyak terjadi pada kelompok masyarakat miskin yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan dini banyak terjadi pada kelompok masyarakat miskin yang ditandai dengan pendapatan yang rendah, kurangnya pendidikan, kurangnya kesehatan, dan kurangnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pernikahan di usia dini dengan berbagai penyebab yang berbeda-beda. Pernikahan

BAB 1 PENDAHULUAN. pernikahan di usia dini dengan berbagai penyebab yang berbeda-beda. Pernikahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, tidak sedikit remaja yang telah melakukan pernikahan di usia dini dengan berbagai penyebab yang berbeda-beda. Pernikahan dini (early

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. and Development (ICPD) di Kairo (1994), adalah tentang seksual dan

BAB I PENDAHULUAN. and Development (ICPD) di Kairo (1994), adalah tentang seksual dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu isu terpenting tentang kesehatan reproduksi yang dibacakan dalam konferensi kependudukan sedunia Internasional Conference Population and Development (ICPD)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk relatif tinggi merupakan beban dalam pembangunan nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati oleh rakyat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah,

BAB I PENDAHULUAN. insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan dini merupakan institusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah, 2008:56). Pola pikir zaman primitif dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tahun untuk pria (BKKBN, 2011). Penyebab terjadinya

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tahun untuk pria (BKKBN, 2011). Penyebab terjadinya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan pada usia yang terlalu muda. Usia muda artinya, usia yang belum matang secara medis dan psikologinya. Usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

Kata kunci: faktor, penyebab perkawinan, usia muda.

Kata kunci: faktor, penyebab perkawinan, usia muda. JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 2, No 6, November 2015 Halaman 26-39 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg FAKTOR PENYEBAB PERKAWINAN USIA MUDA DI DESA MAWANGI KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengingat jumlah penduduk usia remaja

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengingat jumlah penduduk usia remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan salah satu sasaran program Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengingat jumlah penduduk usia remaja di Indonesia sekitar 27,6%,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) merupakan suatu deklarasi hasil kesepakatan kepala-kepala negara dan perwakilan dari 191 negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi siapa yang hendak

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi siapa yang hendak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pasal 1 perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial. Batasan usia

BAB I PENDAHULUAN. baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial. Batasan usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan. Dengan pernikahan, seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai jumlah penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia menduduki posisi ke-4 sebagai

Lebih terperinci

Policy Brief Determinan Kehamilan Remaja di Indonesia (Analisis SDKI 2012) Oleh: Nanda Wahyudhi

Policy Brief Determinan Kehamilan Remaja di Indonesia (Analisis SDKI 2012) Oleh: Nanda Wahyudhi Policy Brief Determinan Kehamilan Remaja di Indonesia (Analisis SDKI 2012) Oleh: Nanda Wahyudhi Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dalam masa perkembangan dan penyesuaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar yaitu dengan jumlah penduduk sebanyak 237.641.326 juta jiwa penduduk (BPS, 2010). Di tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang diseluruh dunia dan juga di negara berkembang seperti Indonesia. Kehamilan pada remaja disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini adalah keluarga.

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini adalah keluarga. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan modal dasar utama dalam pembangunan suatu negara. Penduduk yang besar dan berkualitas merupakan investasi yang berharga dengan produktifitasnya yang

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FERTILITAS PASANGAN USIA SUBUR PESERTA KB DI KELURAHAN AUR KUNING KECAMATAN AUR BIRUGO TIGO BALEH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FERTILITAS PASANGAN USIA SUBUR PESERTA KB DI KELURAHAN AUR KUNING KECAMATAN AUR BIRUGO TIGO BALEH FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FERTILITAS PASANGAN USIA SUBUR PESERTA KB DI KELURAHAN AUR KUNING KECAMATAN AUR BIRUGO TIGO BALEH Zulwida Rahmayeni Universitas Putra Indonesia YPTK Padang E-mail: rzulwida.mm@gmail.com

Lebih terperinci

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari penyakit atau kelemahan fisik, tetapi meliputi aspek mental

Lebih terperinci

menikah di usia muda di Indonesia dengan usia tahun pada tahun 2010 lebih dari wanita muda berusia tahun di Indonesia sudah

menikah di usia muda di Indonesia dengan usia tahun pada tahun 2010 lebih dari wanita muda berusia tahun di Indonesia sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini bangsa Indonesia masih menghadapi berbagai masalah dalam melaksanakan pembangunan. Salah satu masalah yang dihadapi adalah masalah kependudukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan)

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontrasepsi modern memainkan peranan penting untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan yang merupakan salah satu penyebab terjadinya kematian ibu. Kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fertilitas (kelahiran) sama dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan ada tanda-tanda kehidupan misalnya bernafas,

Lebih terperinci

Policy brieft FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UMUR KAWIN PERTAMA WANITA DI BALI

Policy brieft FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UMUR KAWIN PERTAMA WANITA DI BALI Latar belakang. Policy brieft FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UMUR KAWIN PERTAMA WANITA DI BALI BPS mendefinisikan umur perkawinan pertama sebagai umur pada saat wanita melakukan perkawinan secara hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Nigeria (79%), Kongo (74%), Afganistan (54%), dan Bangladesh (51%) (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. di Nigeria (79%), Kongo (74%), Afganistan (54%), dan Bangladesh (51%) (WHO, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pernikahan dini adalah pernikahan pada remaja di bawah usia 20 tahun yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan. Masa remaja juga merupakan masa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipertemukan secara formal di hadapan penghulu/kepala agama tertentu, para saksi

BAB I PENDAHULUAN. dipertemukan secara formal di hadapan penghulu/kepala agama tertentu, para saksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan adalah suatu peristiwa dimana sepasang calon suami istri dipertemukan secara formal di hadapan penghulu/kepala agama tertentu, para saksi dan sejumlah hadirin

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa pancaroba yang pesat, baik secara fisik, psikis, dan sosial. Modernisasi dan globalisasi zaman, menyebabkan remaja rentan terhadap pengaruh

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FERTILITAS PASANGAN USIA SUBUR PESERTA KB DI KELURAHAN AUR KUNING KECAMATAN AUR BIRUGO TIGO BALEH BUKITTINGGI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FERTILITAS PASANGAN USIA SUBUR PESERTA KB DI KELURAHAN AUR KUNING KECAMATAN AUR BIRUGO TIGO BALEH BUKITTINGGI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FERTILITAS PASANGAN USIA SUBUR PESERTA KB DI KELURAHAN AUR KUNING KECAMATAN AUR BIRUGO TIGO BALEH BUKITTINGGI Zulwida Rahmayeni Universitas Putra Indonesia YPTK Jl. Raya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa, 10 BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak ke dewasa. Masa remaja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, perempuan usia 15-19

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, perempuan usia 15-19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi merupakan beban dalam pembangunan nasional. Faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran.

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERNIKAHAN USIA MUDA DI DESA SARIBUDOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA TAHUN 2016

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERNIKAHAN USIA MUDA DI DESA SARIBUDOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA TAHUN 2016 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERNIKAHAN USIA MUDA DI DESA SARIBUDOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA TAHUN 2016 Wiwik Dwi Arianti Jurusan Keperawatan Poltekkes Medan Abstrak Pernikahan usia muda merupakan pernikahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera. Peran program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah stunting masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Stunting pada balita bisa berakibat rendahnya produktivitas dan kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu, dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pertumbuhan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit"

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini merupakan era globalisasi dimana sering terjadi perdagangan manusia, budaya luar dengan mudahnya masuk dan diadopsi oleh masyarakat sehingga memunculkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk diperlukan adanya program Keluarga Berencana dan

BAB 1 PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk diperlukan adanya program Keluarga Berencana dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kependudukan pada dasarnya terkait dengan kualitas, kuantitas dan mobilitas penduduk (BKKBN, 2011). Dilihat dari sisi kuantitas penduduk Indonesia berdasarkan

Lebih terperinci

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN 1. Pendahuluan Dalam demografi pertumbuhan penduduk antara lain dipengaruhi oleh fertilitas. Perkawinan merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat

Lebih terperinci

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Pernikahan anak menjadi salah satu persoalan sosial di Kabupaten Gunungkidul. Meskipun praktik pernikahan anak di Kabupaten Gunungkidul kian menurun di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal tersebut menjadi perhatian khusus internasional mengingat risiko yang timbul akibat pernikahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Indonesia tersebut, pada hakekatnya digolongkan menjadi dua yaitu laju

I. PENDAHULUAN. di Indonesia tersebut, pada hakekatnya digolongkan menjadi dua yaitu laju I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat menjadi masalah yang membutuhkan perhatian serius dalam proses pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Sebuah pernikahan akan membuat individu memperoleh keseimbangan

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Sebuah pernikahan akan membuat individu memperoleh keseimbangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan salah satu tahap yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Sebuah pernikahan akan membuat individu memperoleh keseimbangan hidup baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan dini masih banyak terdapat di Indonesia, meskipun menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan Perkawinan hanya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) merupakan suatu

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) merupakan suatu BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) merupakan suatu keadaan fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama

BAB 1 PENDAHULUAN. orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, yaitu usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah Manusia dalam proses perkembangan untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan-kebutuhan seperti makhluk hidup lainnya, baik kebutuhan-kebutuhan untuk melangsungkan eksistensinya sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komitment internasional untuk mewujudkan sasaran pembangunan global telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai MDGs (Millenium

Lebih terperinci

Rata-rata usia kawin pertama seseorang dapat mencerminkan keadaan sosial ekonomi seseorang. Seseorang yang memilih untuk melakukan perkawinan di usia

Rata-rata usia kawin pertama seseorang dapat mencerminkan keadaan sosial ekonomi seseorang. Seseorang yang memilih untuk melakukan perkawinan di usia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan sebuah ikatan antara laki- laki dan perempuan sebagai suami dan istri dalam membentuk rumah tangga yang harmonis dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tingkat aborsi tahunan di Asia berkurang antara tahun 1995 dan 2003 dari 33 menjadi 29 aborsi per 1.000 wanita berusia 15 44 tahun. Di Asia Timur, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Hasil penelitian UN-

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Hasil penelitian UN- BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Hasil penelitian UN- Deutsche Bank

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs) sebagai road map atau arah

BAB 1 PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs) sebagai road map atau arah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millennium Development Goals (MDGs) sebagai road map atau arah pembangunan kesehatan di Indonesia mempunyai delapan tujuan, dimana dua diantaranya adalah untuk menurunkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai individu yang berada pada rentang usia tahun (Kemenkes RI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai individu yang berada pada rentang usia tahun (Kemenkes RI, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) mendefenisikan remaja sebagai masa dimana individu berkembang pada saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sampai mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia merupakan

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk sebesar 237.641.326 jiwa sedangkan jumlah penduduk Provinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Millenium Development Goals atau disingkat MDG s dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium yang merupakan paradigma pembangunan global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang memiliki remaja yang kuat serta memiliki kecerdasan spiritual,intelektual serta emosional yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah utama di Indonesia adalah penduduk yang cukup tingi. Laju pertumbuhan penduduk bervariasi pada tahun 2009 sebesar 2,4%, sedangkan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena pernikahan muda pada dasarnya merupakan bagian dari budaya masyarakat tertentu. Minimnya akses mendapatkan fasilitas kesehatan, tingkat pendidikan yang rendah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk ke empat terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain, dimana setiap manusia selalu membutuhkan bantuan orang lain dan hidup dengan manusia lain.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tinggi di dunia, serta tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Kamboja. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tinggi di dunia, serta tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Kamboja. Dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menempati peringkat ke-37 negara dengan persentase pernikahan dini yang tinggi di dunia, serta tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Kamboja. Dalam Riset

Lebih terperinci

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh. BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja keadaan fisik, psikologis, dan seksualitas akan mengalami perubahan. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh pasangan muda yang usianya masih dibawah 15 tahun. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh pasangan muda yang usianya masih dibawah 15 tahun. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia fenomena pernikahan usia dini bukanlah hal yang baru dalam masyarakat. Pernikahan usia dini merupakan suatu hal yang wajar karena dilihat dari sejarah Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan ke dunia dengan misi menjalankan kehidupan sesuai dengan kodrat ilahi yakni tumbuh dan berkembang. Untuk tumbuh dan berkembang, setiap orang harus

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PENDIDIKAN REMAJA DAN EKONOMI KELUARGA DENGAN SIKAP REMAJA UNTUK MEMUTUSKAN MENIKAH DI USIA MUDA DI DESA PRAPAG KIDUL - LOSARI - BREBES S K R I P S I Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang merupakan salah satu faktor yang memiliki peran besar dalam menentukan tingkat pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan anak merupakan praktik yang tersebar luas didunia. UNICEF (2010) mencatat bahwa sekitar 60% anak perempuan di dunia menikah di bawah usia 18 tahun. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap keluarga umumnya mendambakan anak, karena anak adalah harapan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap keluarga umumnya mendambakan anak, karena anak adalah harapan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap keluarga umumnya mendambakan anak, karena anak adalah harapan atau cita-cita dari sebuah perkawinan. Berapa jumlah yang diinginkan, tergantung dari keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati oleh 191 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk dicapai pada tahun 2015 (WHO, 2013).

Lebih terperinci

lamban. 1 Pada tahun 2016 jumlah penduduk Indonesia mengalami lonjakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat setelah Cina, India

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, fenomena pernikahan dini kian lama

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, fenomena pernikahan dini kian lama BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman, fenomena pernikahan dini kian lama kian berkurang, namun demikian bukan berarti fenomena pemikahan dini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Gambaran umum pernikahan usia dini di Jawa Barat menurut Kepala seksi advokasi dan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) Santoso (dalam BKKBN) mengatakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan tidak diinginkan merupakan tantangan sosial dan kesehatan global meliputi kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted) dan kehamilan terjadi lebih cepat dari

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI DENGAN JUMLAH ANAK YANG DILAHIRKAN WANITA PUS. (Jurnal) Oleh AYU FITRI

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI DENGAN JUMLAH ANAK YANG DILAHIRKAN WANITA PUS. (Jurnal) Oleh AYU FITRI 1 HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI DENGAN JUMLAH ANAK YANG DILAHIRKAN WANITA PUS (Jurnal) Oleh AYU FITRI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG 2016 2

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Perilaku seksual dapat diwujudkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat fertilitas di perdesaan (Studi pada Desa Pelayangan Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batanghari)

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat fertilitas di perdesaan (Studi pada Desa Pelayangan Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batanghari) Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat fertilitas di perdesaan (Studi pada Desa Pelayangan Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batanghari) Lennaria Sinaga 1 ; Hardiani 2 ; Purwaka Hari Prihanto 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu dari 8 tujuan pembangunan millenium atau MDG s (Millenium Development Goals) yang terdapat pada tujuan ke 5 yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju

BAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49% per tahun. Jika laju pertumbuhan tidak ditekan maka jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini diakui bahwa program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini diakui bahwa program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama ini diakui bahwa program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia merupakan contoh program yang paling berhasil di dunia. Meski begitu, ternyata laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Angka kematian merupakan barometer status kesehatan, terutama kematian ibu dan kematian bayi. Tingginya angka kematian tersebut menunjukkan rendahnya kualitas pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keharmonisan hubungan suami istri dalam kehidupan perkawinan salah satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui komunikasi interpersonal,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khususnya bila menghadapi ketidakpastian dan ancaman dari luar dirinya.

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khususnya bila menghadapi ketidakpastian dan ancaman dari luar dirinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk memenuhi kebutuhannya baik secara fisik maupun psikis. Kehadiran orang lain ini akan mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. Remaja

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA NEGERI 1 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2017

GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA NEGERI 1 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2017 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA NEGERI 1 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2017 Irma Fitria 1*) Herrywati Tambunan (2) 1,2 Dosen Program

Lebih terperinci