IMPLEMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENGAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR DENGAN MENGGUNAKAN LKS BERBASIS MASALAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENGAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR DENGAN MENGGUNAKAN LKS BERBASIS MASALAH"

Transkripsi

1 IMPLEMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENGAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR DENGAN MENGGUNAKAN LKS BERBASIS MASALAH oleh I Wayan Sukra Warpala Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Pendidikan MIPA, IKIP Negeri Singaraja ABSTRAK Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk mengkaji implementasi pendekatan pembelajaran kontekstual melalui strategi pemberian LKS berbasis masalah untuk pengajaran IPA di sekolah dasar. Selanjutnya akan ditelusuri landasan teoritik dan empiriknya agar dapat digunakan sebagai dasar untuk memecahkan masalah kurangnya pemahaman siswa sekolah dasar terhadap IPA, sehingga siswa memiliki literasi sains dan teknologi. Implementasi pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan suatu inovasi disain pembelajaran yang mengarah kepada paradigma konstruktivisme dalam belajar. Dalam hal ini, pembelajaran IPA di sekolah dasar harus mengembangkan aspek-aspek kognitif, afektif, psikomotorik siswa, dan sosio-kulturalnya. Mengacu pada tujuan pendidikan IPA di sekolah dasar seperti tercantum dalam Pedoman Kurikulum Pendidikan Dasar Tahun 1994, pada hakekatnya bahwa pembelajaran tidak akan menjadikan siswa SD sebagai ahli dalam bidang sains (IPA) tetapi mempersiapkan siswa agar memiliki sikap ilmiah dan pemikiran inkuiri keilmuan. Diharapkan, siswa mampu memahami dirinya dan lingkungan sekitarnya melalui pengembangan keterampilan inkuiri-ilmiah, pemecahan masalah, keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan penguasaan konsep esensial IPA. Dengan kata lain, bahwa siswa memiliki penguasaan dan/atau pemahaman yang mendalam terhadap pengetahuan IPA dan pemikiran disiplin keilmuan. Kata-kata kunci: pembelajaran kontekstual (CTL), LKS berbasis masalah, pendidikan sains, sekolah dasar ABSTRACT This paper aims to examine the implementation of contextual teaching and learning (CTL) approach by using problem-based student work sheet startegy for teaching science in elementary shcool. Furthermore, it will be tried to find out of

2 the theoritical basis and the empirical basis which it can be used for solving a problem about understanding of elementary student in science knowledge, so that student has science and technology literacy. The implementation of contextual teaching and learning is an instruction design inovation that based on constructivism paradigm in learning. In this case, the instruction of science in elementary school should develop the aspects of cognitive, affective, psychomotor, and socio-cultural of student. Based on purpose of science education in elementary education curriculum 1994, it has been stated that the instruction will not to make the student becomes a science expert but it tries to prepare the student has scientific attitude and disciplined-inquiry mind. Hopefuly, students have self efficacy and self regulation in their enviroment by developing some skills such as scientific-inquiry, problem-solving, and high order thinking, and also mastery in essensial concept of science. In another word, student has mastery and/or deep understanding in the science knowledge and the disciplined mind. Key words: contextual teaching and learning (CTL), problem-based student work sheet, science education, elementary school 1. Pendahuluan Berbagai inovasi pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Inovasi (pembaharuan) ini dilakukan mulai pada jenjang pendidikan dasar dan menengah sampai pada jenjang pendidikan tinggi. Pada jenjang pendidikan dasar (khususnya SD) mutu pendidikan belum sesuai dengan harapan, yang tercermin dari nilai NEM IPA yang cukup rendah. Bahkan disinyalir mutu pendidikan di SD sangat rendah (kemampuan berpikir anak didik rendah dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari) dan guru belum mampu meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa (Halimah, 1998; Mustafa, 1998). Data empiris menunjukkan bahwa masih ada komponen-komponen lain sebagai faktor pembatas untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa, terlebih bagi siswa-siswa sekolah dasar di daerah pedesaan. Hasil observasi penulis selama menjadi tenaga pengajar sukarela selama dua tahun (1999 s.d 2001) di SD No. 1 Tamblang (Kabupaten Buleleng-Bali), menunjukkan bahwa kebiasaan guru-guru SD mengajar di kelas tampaknya semata-mata hanya berorientasi pada materi yang tercantum dalam buku teks (buku paket). Buku

3 paket yang dipakai guru dianggap merupakan materi utama yang diajarkan secara ketat, walaupun sebenarnya konsep atau teori yang dipaparkan banyak kurang tepat dan fakta (contoh-contoh) yang dipakai sering tidak ada di lingkungan lokal siswa. Halimah (1998) melaporkan bahwa kemandirian guru IPA SD dalam pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar sangat rendah. Guru pada umumnya lebih banyak menyampaikan informasi konsep-konsep dan fakta-fakta IPA dengan metode ceramah secara klasikal, daripada memberikan permasalahan yang relevan untuk dipecahkan dan didiskusikan secara kooperatif dalam kelompok kecil (4-5 orang tiap kelompok). Padahal, krisis yang melanda dunia pendidikan saat ini adalah sebagian besar berkutat di sekitar kesulitan siswa menguasai isi materi pelajaran yang merupakan substansi kurikulum (Gardner, 1991). Bertitik tolak dari tujuan pengajaran IPA di sekolah dasar seperti yang tercantum dalam Kurikulum Pendidikan Dasar (GBPP Mata Pelajaran IPA SD) Tahun 1994, pada hakekatnya bahwa pembelajaran tidak akan menjadikan siswa sebagai ahli (expert) dalam bidang IPA tetapi mempersiapkan siswa agar memiliki literasi sains dan teknologi (melek ilmu dan teknologi). Siswa mampu memahami dirinya dan lingkungan sekitarnya melalui pengembangan keterampilan proses, sikap ilmiah, keterampilan berpikir, dan penguasaan konsep esensial untuk melakukan teknologi. Dengan kata lain bahwa siswa memiliki penguasaan (mastery) dan/atau pemahaman terhadap pengetahuan dan disiplin keilmuan (Gardner, 1999a). Pencapaian tujuan ini sering mengalami benturan dan kegagalan dalam praktek pengajaran keseharian di dalam kelas. Fenomena kegagalan penetrasi tujuan esensial pendidikan IPA ini disebabkan karena siswa diperlakukan tidak menjadi bagian dari realitas dunia (sosio-kultural) mereka dalam proses belajar mengajar (PBM) di kelas. Guru kurang kreatif untuk menciptakan kondisi yang mengarahkan siswa agar mampu mengintegrasikan konstruksi pengalaman kehidupannya sehari-hari di luar kelas (sekolah) dengan konstruksi pengetahuannya di kelas. Pengajaran hanya bersifat sebagai sesuatu aktivitas pemberian informasi yang harus ditelan oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal (Freire, 1999), kurang memperhatikan pengetahuan

4 awal (prior knowledge) siswa (Dochy, 1996), dan isu-isu sosial yang ada di masyarakat. Menurut Paris (2000), guru seharusnya menyelenggarakan pembelajaran dan aktivitas yang autentik, sehingga siswa mampu mengintegrasikan konstruksi pengetahuannya di kelas dengan konstruksi selama kehidupan mereka sehari-hari. Berdasarkan paparan di atas, kiranya perlu dilakukan inovasi pelaksanaan pembelajaran yang mengarah kepada implementasi paradigma konstruktivistik. Mengacu pada pandangan Atmaja (2000), perlu dikembangkan suatu model penyelenggaraan pendidikan praksis (teori dan praktek merupakan satu kesatuan) yang merupakan manunggalnya karsa, kata dan karya karena manusia (siswa) pada dasarnya adalah kesatuan dari fungsi berfikir, berbicara dan berbuat. Penyelenggaraan pembelajaran IPA di sekolah dasar harus mengembangkan aspek-aspek kognitif, afektif, psikomotorik siswa (Gunter, et al., 1990) dan sosiokulturalnya (Lie,2002). Inovasi dan perbaikan penyelenggaraan proses belajar mengajar IPA di SD sudah sangat mendesak dan segera harus dilakukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan sebagai berikut: disain pembelajaran di SD masih bersifat statik mekanistik, guru masih menerapkan strategi bottom-up, guru sering mengabaikan pendekatan direct learning dan guided discovery dalam PBM (Kardi, 1998), pembelajaran belum memanfaatkan potensi lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar, dan pembelajaran konsep-konsep IPA sering bersifat dekontekstual. Temuan terhadap beberapa permasalahan inilah yang mendorong penulis untuk mengkaji implementasi pendekatan pembelajaran kontekstual melalui pemberian LKS berbasis masalah. Selanjutnya, perlu ditelusuri landasan teoritik dan empiriknya agar dapat digunakan sebagai dasar memecahkan masalah kurangnya pemahaman siswa dalam pendidikan IPA di SD untuk menuju siswa yang literasi sains dan teknologi. 2. Pembahasan 2.1 Pendidikan IPA di Sekolah Dasar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada hakekatnya adalah menyangkut proses dan produk (Amien, 1987). Nur dan Samani (1996), bahkan menyebutkan bahwa

5 pendidikan IPA terdiri atas tiga komponen yaitu sikap ilmiah, proses ilmiah, dan produk ilmiah. Oleh karenanya, pengajaran IPA di sekolah tidak hanya mementingkan penguasaan siswa terhadap fakta, konsep dan teori-teori IPA (sebagai produk), tetapi yang lebih penting adalah siswa mengerti terhadap proses bagaimana fakta, konsep dan teori-teori tersebut ditemukan. Dengan kata lain bahwa siswa harus mendapat pengalaman langsung dan mememukan sendiri proses tersebut. Program pengajaran pendidikan IPA seharusnya diarahkan kepada pencapaian tujuan dalam arti luas yaitu pengembangan kepribadian siswa, Susilo (1997) menyebutnya siswa memiliki literat ilmu dan teknologi. Perencanaan dan implementasi program pembelajaran yang dilakukan oleh para guru IPA di sekolah dasar dewasa ini, tampaknya dilandasi oleh asumsi tersembunyi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa (Halimah, 1998; Kardi, 1998; Mustafa, 1998). Tindak pengajaran seperti ini merupakan ciri dari penyelenggaraan pembelajaran konvensional (teacher centered), yang hasilnya berupa kebiasaan siswa untuk menghafal fakta, konsep, dan teori. Di sisi lain, dalam upaya untuk mewujudkan tujuan pendidikan IPA, telah terjadi pergeseran paradigma pembelajaran kearah teori pembelajaran konstruktivistik. Proses belajar mengajar IPA lebih diwarnai student centered (Nur, 2001), yang penekanannya pada keterlibatan aktif siswa melalui pendekatan proses mental (Slavin, 1994; Burden & Byrd, 1999) untuk mengkonstruk dan mentransformasikan pengetahuannya. Pelibatan keterampilan proses sebagai upaya mental dalam proses generatif (Jonassen, 1996), seperti mengamati, mengklasifikasi, mengkomunikasikan, mengukur, memprediksi, dan menginferensi (sebagai keterampilan proses dasar) dapat meningkatkan pemahaman (deep understanding), kemampuan berpikir kritis (Johnson, 2002) dan keterampilan pemecahan masalah. Suasana pembelajaran seperti ini menuntut seorang guru yang mampu bertindak sebagai fasilitator, reflektif dan dapat memodelkan cara belajarnya kepada siswa. Sumber belajar yang dikenal baik oleh siswa (tersedia di lingkungan sekitar siswa, relevan, dan praktis), juga merupakan prasyarat pendukung. Dengan kata lain bahwa pencapaian hasil belajar maksimal memerlukan lingkungan pembelajaran yang menggabungkan bentuk pengalaman sosial, budaya, fisik, dan psikologi,

6 yang nampaknya bisa terwujud lewat implementasi teori pembelajaran kontekstual atau dalam istilah lain (Johnson, 2002) disebut contextual teaching and learning CTL. Dari perspektif psikologi sebagai dasar pengajaran, teori pembelajaran kontekstual memiliki kaitan yang erat dengan teori psikologi perkembangan Vygotsky. Teori Vygotsky tentang zone of proximal development (ZPD) mengandung suatu pengertian bahwa anak memiliki kemampuan memecahkan masalah secara berbantuan (oleh guru, orang dewasa atau teman sebaya yang lebih berkompeten), tetapi masalah tersebut masih berada dalam zona perkembangan terdekat anak (Elliot, et al., 1996; Moll, 1994; Slavin, 1994). Konsep ZPD memiliki implikasi untuk mewujudkan tatanan pembelajaran kooperatif dan penilaian autentik (keduanya sebagai unsur pembelajaran kontekstual). Di dalamnya juga terkandung aspek-aspek normatif perkembangan, di mana arah perkembangan tersebut dipedomani oleh pengajaran konsep-konsep ilmiah, yang mengarahkan bagaimana siswa berpikir dan bagaimana siswa mampu memandang lingkungan sosialnya. Dalam hubungannya dengan pendidikan IPA, konsep ZPD dapat digunakan sebagai piranti psikologis karena dalam konsep ZPD terkandung di dalamnya suatu pandangan teleologis (Tudge, 1994). Pandangan ini secara implisit memiliki makna bahwa perkembangan kognitif dan kemampuan untuk menggunakan pikiran dalam mengendalikan perilaku diri memerlukan syarat berupa penuntasan sistem-sistem dalam komunikasi budaya. Selanjutnya belajar menggunakan sistem tersebut untuk menyesuaikannya dengan proses-proses berpikir diri sendiri. Jadi sebagai piranti psikologis, konsep ZPD dapat digunakan sebagai basis pengajaran sains (Hedegaard, 1994) sehingga pada anak akan terjadi revolusi perkembangan dari proses alami ke proses mental yang lebih tinggi melalui peer collaboration, menuju siswa yang literasi sains dan teknologi. 2.2 Implikasi Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) menekankan pada kegiatan proses belajar mengajar yang berbasis pada aktivitas siswa dan melibatkan sumber belajar yang nyata dan ada di sekitar siswa. Untuk pendidikan

7 IPA, khususnya di SD yang bertujuan untuk mengembangkan sikap ilmiah siswa (menjadi seorang anak yang melek sains, bukan ahli sains), penerapan prinsipprinsip pembelajaran kontekstual sangat cocok dilakukan dalam proses belajar mengajar IPA. Menurut National Academy of Sciences (dalam Nur, 2001) prinsipprinsip dalam perangkat pembelajaran kontekstual IPA tersebut meliputi: (1) IPA adalah untuk semua siswa dan (2) pembelajaran IPA merupakan proses aktif. Prinsip yang pertama, IPA adalah untuk semua siswa, mengandung arti bahwa semua siswa dapat mencapai pemahaman apabila mereka diberikan kesempatan, tetapi akan dicapai dengan cara dan pada kedalaman yang berbeda, serta kecepatan yang berbeda pula. Untuk mengakomodasi kemampuan siswa yang beragam tersebut, maka perlu disusun suatu perangkat kegiatan (Nur, 2001) sebagai berikut. (1) Kegiatan dasar yang dirancang untuk seluruh rentang kemampuan pemahaman siswa, sebagai upaya untuk memperkuat konsep yang disajikan, misal demonstrasi, lab mini, LKS sebagai panduan belajar, dan pengembangan keterampilan proses. (2) Kegiatan penerapan yang dirancang untuk siswa-siswa yang telah menguasai konsep-konsep yang telah disajikan, misalnya aplikasi beberapa materi (judul) LKS dalam kehidupan sehari-hari. (3) Kegiatan menantang yang direncanakan bagi siswa-siswa yang mampu belajar melampaui konsep-konsep dasar yang disajikan, misalnya berupa kegiatan penelitian sederhana untuk menguji hipotesis atau merancang eksperimen sendiri. Prinsip yang kedua, pembelajaran IPA merupakan proses aktif, memiliki makna bahwa pembelajaran IPA merupakan sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan sesuatu yang dilakukan untuk siswa (Nur, 2001). Pernyataan ini memiliki implikasi terjadinya proses aktif untuk siswa berupa: (i) aktivitas mental, yaitu: mendeskripsikan obyek dan kejadian, mengajukan pertanyaan, mengkomunikasikan ide-ide; dan (ii) aktivitas fisik, berupa pengalaman sensori motor untuk mengembangkan ide-ide abstrak. Intinya bahwa pengajaran IPA harus melibatkan siswa dalam kegiatan-kegiatan berorientasi inquiri (Lawson, 2000). Perangkat pembelajaran IPA seperti ini juga memberikan kemudahan bagi guru untuk menerapkan strategi pengajaran yang bervariasi untuk kelompok-kelompok siswa dengan gaya belajar yang berbeda (kinestetik, visual, dan auditorial).

8 Pembelajaran kontekstual menurut Blanchard (2001) dapat diterapkan melalui strategi-strategi berikut : (i) menekankan pada pemecahan masalah; (ii) menyadari kebutuhan akan pembelajaran yang terjadi dalam konteks, seperti di rumah, masyarakat, dan lingkungan kerja; (iii) mengajar siswa memonitor dan mengarahkan pembelajarannya sendiri (menjadi pebelajar mandiri); (iv) mengkaitkan pengajaran pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda; (v) mendorong siswa untuk belajar dari sesama teman dan belajar bersama; dan (vi) menerapkan penilaian autentik. Penerapan strategi-strategi pembelajaran kontekstual tersebut di atas (dalam PBM IPA), memberikan implikasi pada perlunya pemberian bantuan (scaffolding) dalam proses pembelajaran melalui peer collaboration oleh teman sebaya yang lebih berkompeten (Tudge, 1994). Untuk mewujudkan belajar bersama (belajar dari sesama teman) dalam PBM IPA, maka perlu diupayakan pengaturan kegiatan kelas dalam bentuk kelompok-kelompok kecil siswa (peer mediated instruction) dari pada bentuk kelas utuh. Peer mediated instruction dapat diwujudkan melalui pengaturan kelas dengan cara menerapkan teknik-teknik belajar kooperatif sebagai rancangan pembelajaran yang bernuansa kolaborasi (Nelson, 1999; Nur & Samani, 1996; Slavin, 1994; Slavin, 1995). Implementasi strategi ini secara ekstensif akan membawa siswa ke arah terjadinya perkembangan kognitif dalam konteks sosiokulturalnya (Hedegaard, 1994), yang dalam istilah lain (Gardner, 1991) menyebutnya sebagai pemagangan kognitif. Di samping itu, pembelajaran kooperatif berimplikasi pada terjadinya cognitive elaboration dan peer copying model. Berdasarkan perspektif psikologi sosial dan psikologi kognitif, strategi pembelajaran kooperatif sejalan dengan teori perkembangan Vygotsky yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun melalui proses interaksi sosial (Moll, 1994), yaitu interaksi siswa dengan anggota komunitasnya yang lebih mumpuni (masyarakat, sekolah, keluarga, dan teman sebaya). Interaksi sosial tersebut akan dapat menciptakan terjadinya pemrosesan informasi pada individu siswa, sehingga siswa mampu melakukan self-efficacy dan self-regulation. Hal ini akan berpengaruh positif terhadap motivasi dan prestasi akademik (Slavin, 1995), penghargaan diri, perbaikan sikap siswa (kecintaannya) terhadap teman sebaya,

9 sekolahnya (Jacob, 1999), serta mata pelajarannya, gurunya, dan lebih terdorong untuk belajar dan berpikir (Lie, 2002). 2.3 Pembelajaran IPA dengan Menggunakan LKS Berbasis Masalah Implementasi pendekatan pembelajaran kontekstual dengan strategi LKS berbasis masalah adalah suatu pembelajaran bernuansa konfrontatif, yang menghadapkan siswa pada masalah-masalah praktis. Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini memiliki ciri-ciri: (a) belajar dimulai dari suatu permasalahan, (b) permasalahan yang diberikan, berhubungan dengan dunia nyata siswa dan ada di lokal sekitar siswa, (c) pelajaran diorganisasikan di seputar permasalahan, (d) memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa untuk menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (e) seting pembelajaran menggunakan kelompok-kelompok kecil, dan (f) menuntut siswa untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja (Savoie & Hughes, 1994). Berdasarkan karakteristik-karakteristik di atas, maka dalam mendesain strategi pembelajaran dengan menggunakan LKS Berbasis Masalah akan didasarkan atas model desain lingkungan pembelajaran konstruktivistik (Jonassen, 1999), yang didukung oleh pemodelan (modelling), pelatihan (coaching), dan perancahan (scaffolding). Modelling menyangkut kegiatan pemodelan tingkah laku untuk mendorong pengembangan kinerja dan pemodelan kognitif untuk mendorong proses kognisi. Coaching menyangkut kegiatan pemberian motivasi, monitoring, dan meregulasi kegiatan siswa, serta mendorong terjadinya refleksi diri para siswa. Scaffolding menyangkut kegiatan pemberian dukungan/bantuan secara temporal yang sesuai dengan kapasitas kemampuan siswa, baik oleh teman sebaya atau guru. Oleh karena itu, scaffolding juga mencakup penentuan tingkat kesulitan tugas, restrukturisasi tugas, dan pemberian penilaian alternatif (Moll, 1994). Proses pembelajaran dengan menggunakan LKS Berbasis Masalah untuk pengajaran IPA di SD akan dilaksanakan dengan langkah-langkah kegiatan belajar sebagai berikut (dimodifikasi dari Fogarty, 1997). Langkah pertama berupa apersepsi, yaitu melaksanakan kegiatan menemukan masalah dan mendefinisikan

10 masalah. Langkah kedua adalah eksplorasi, yang menyangkut kegiatan mengumpulkan fakta-fakta, menyusun dugaan sementara, menyelidiki, dan menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan sebelumnya. Langkah ketiga adalah diskusi dan penjelasan konsep, yaitu berupa kegiatan menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan masalah secara kolaboratif. Langkah keempat berupa pengembangan dan aplikasi, yang menyangkut kegiatan menguji solusi (jawaban) permasalahan, atau mengaitkannya dengan peristiwa kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, misalnya dalam materi Hubungan Antar Mahluk Hidup (manusia, hewan, dan tumbuhan). Sebagai langkah pertama, kepada siswa akan diajukan pertanyaan sebagai berikut: Apakah kamu tahu berapa jumlah tanaman dan hewan yang hidup (ada) di halaman sekolah? Terdiri dari berapa jeniskah tanaman dan hewan yang ada? Bagaimana kamu menemukan/mengetahuinya? Beberapa pertanyaan ini nantinya akan dapat mengungkap pada tingkat zona perkembangan yang mana siswa berada (sesuai dengan teori Vygotsky). Selanjutnya guru membuat ringkasan materi dengan menampilkan beberapa bagan sesuai dengan model germ-cell (Hedegaard, 1994) dan menentukan sub-sub tema dari pokok bahasan tersebut, yaitu: ketergantungan antara hewan dan tumbuhan; ketergantungan antara manusia, hewan dan tumbuhan; dan rantai makanan. Selanjutnya dengan panduan LKS, siswa melakukan pegamatan (mencari data/informasi) di kebun sekolah (atau sawah, tegalan, hutan desa) atau kolam sekolah, atau tempat lain yang sesuai dengan materi ajar. Langkah berikutnya adalah diskusi kelompok untuk memformulasi dan menginternalisasi informasi (misal ulat makan daun, burung makan ulat, kupu-kupu mengisap sari bunga, dsb.) untuk mencari hubungan-hubungannya, sehingga dihasilkan kesimpulan sebagai konsep. Untuk lebih jelasnya, operasionalisasi tindak pembelajaran seperti di atas, dapat dideskripsikan sebagai berikut. Didahului dengan kegiatan mengelompokkan siswa menjadi kelompok-kelompok kecil beranggotakan 4 5 orang siswa dengan berkemampuan campur dan variasi jenis kelamin, suku, ras, serta status sosial. Setiap anak pada masing-masing kelompok mendapatkan LKS Berbasis Masalah (yang sudah disiapkan/disusun sebelumnya) sebagai panduan dalam proses

11 pembelajaran. Adapun operasionalisasi proses pembelajarannya, yang menyangkut aktivitas guru dan siswa, adalah seperti yang dideskripsikan di bawah ini. Tindakan tahap apersepsi, sebagai kegiatan awal pembelajaran, meliputi: (a) aktivitas guru yang terdiri dari: mengemukakan topik yang akan dibahas secara jelas, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan secara problematis sebagai stimulasi awal bagi siswa dan untuk melacak konsepsi awal (pemahaman awal) siswa, memberikan tanggapan-tanggapan atas pertanyaan/jawaban yang diajukan siswa dengan memberikan fakta-fakta di seputar permasalahan; dan (b) aktivitas siswa terdiri dari: memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh guru dan/atau mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan kejadian/pengalaman sehari-harinya, merumuskan masalah dengan kata-kata sendiri, dengan mencari hubungan-hubungan antar fakta, mendefinisikan masalah dengan parameter yang jelas sebagai informasi awal untuk melakukan suatu pengamatan. Tindakan tahap eksplorasi, meliputi aktivitas-aktivitas sebagai berikut: (a) aktivitas guru meliputi: membuat struktur belajar yang memungkinkan siswa dapat menggunakan berbagai cara untuk mengetahui dan memahami dunianya, melakukan demonstrasi/simulasi (jika diperlukan) dengan menggunakan sumber belajar dari lingkungan sekitar siswa, membimbing siswa untuk melakukan pengamatan, bereksperimen, dan berdiskusi dalam kelompoknya, menanggapi pertanyaan atau permasalahan-permasalahan yang muncul selama pengamatan atau diskusi kelompok (jika dipandang perlu); dan (b) aktivitas siswa berupa: melakukan pengamatan langsung di lingkungan luar sekolah atau menggunakan sumber belajar lain yang ada di sekitar siswa (untuk pelaksanaan demonstrasi atau simulasi), mengumpulkan data-data (fakta/informasi) yang ada hubunganya dengan permasalahan, mengorganisasikan informasi-informasi yang telah diperoleh untuk menganalisis permasalahan, selanjutnya menyusun jawabanjawaban sementara, dan akhirnya menyempurnakan kembali perumusan masalah dengan merefleksikannya dalam gambaran (setting) nyata yang mereka pahami. Tindakan tahap diskusi dan penjelasan konsep terdiri atas: (a) aktivis guru, berupa: memfasilitasi dan mengatur jalannya diskusi (presentasi, bertanya, menanggapi), membimbing siswa menyimpulkan hasil temuan atau hasil diskusi, memberikan penjelasan mengenai konsep-konsep yang esensial untuk membantu

12 siswa membuat kesimpulan akhir; dan (b) aktivitas siswa, berupa: mendiskusikan data dan informasi yang relevan dengan permasalahan dalam kelompok belajarnya, mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah sebagai kesimpulan, mempresentasikan hasil temuan/hasil diskusi kelompoknya, merumuskan kesimpulan akhir dan penjelasannya. Tindakan tahap pengembangan dan aplikasi, sebagai kegiatan akhir pembelajaran, meliputi: (a) aktivitas guru, yang terdiri dari: memberikan pertanyaan-pertanyaan yang relevan untuk mengembangkan materi (masalah masih berada di zona ZPD siswa), membimbing/membantu siswa untuk mencari solusi (cara pemecahan) suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan konsep-konsep yang sudah dipahami siswa; dan (b) kegiatan siswa berupa menguji alternatif pemecahan yag sesuai melalui diskusi komprehensif antar anggota kelompok untuk menetapkan pemecahan terbaik, pemecahan masalah dilakukan dengan membuat sketsa, peta konsep, gambar dengan narasinya, atau deskripsi ide-ide. Dari gambaran langkah-langkah pembelajaran tersebut, maka pembelajaran dengan menggunakan LKS Berbasis Masalah tidak diawali dan diakhiri dari suatu titik yang jelas. Wilson dan Cole (1996) menyatakan tindak pembelajaran seperti ini sebagai pembelajaran yang berjalan dalam suatu siklus belajar yang memuat tahap-tahap berulang (recursive). Pembelajaran dengan strategi penerapan LKS Berbasis Masalah juga memberikan peluang kepada siswa untuk melibatkan kecerdasan majemuk (multiple intelligences) yang dimilikinya (Fogarty, 1997; Gardner, 1999b). Dengan demikian, proses pembelajaran seperti ini merupakan suatu wahana bagi siswa yang memiliki kecerdasan majemuk dan kemampuan kognitif beragam untuk melibatkan kemampuannya secara optimal dalam menguasai keterampilan proses dan memahami konsep-konsep IPA, agar menjadi siswa yang literasi sains dan teknologi. 3. Penutup IPA yang pada dasarnya menyangkut proses dan produk, memiliki ciri pengajaran yang seharusnya diarahkan kepada pencapaian tujuan belajar IPA dalam arti luas yaitu pengembangan kepribadian siswa, di mana siswa memiliki

13 literasi ilmu dan teknologi. Oleh karenanya, untuk pencapaian hasil belajar maksimal memerlukan lingkungan pembelajaran yang menggabungkan bentuk pengalaman sosial, budaya, fisik, dan psikologi, yang nampaknya bisa terwujud lewat implementasi pendekatan pembelajaran kontekstual atau dalam istilah lain disebut contextual teaching and learning CTL. Salah satu strategi yang bisa dipakai adalah penerapan LKS Berbasis Masalah sebagai panduan belajar, sekaligus juga sebagai tindak mengajar oleh guru. Dari perspektif psikologis, penerapan LKS ini dalam pembelajaran IPA SD sesuai dengan teori perkembangan Vygotsky tentang konsep zona perkembangan terdekat (zone of proximal development). Dalam arti bahwa konsep ini dapat digunakan sebagai piranti psikologi dalam pengajaran. Kelas menjadi lebih aktif, penuh dengan kegiatan atau aktivitas siswa yang menuntut kemandirian dan mampu melatih lebih dini sikap discovery dan inquiry siswa (memupuk kebiasaan bertindak yang didasarkan atas sikap ilmiah). Pendekatan aktivitas pengajaran seperti ini merupakan tantangan bagi guru untuk terus mengembangkan diri dan mengeksplorasi sumber dan materi ajar yang bervariasi dan relevan, sehingga lebih awal bisa menumbuh kembangkan sikap ilmiah siswa. Sebagai tindak lanjut makalah ini dan dalam rangka mewujudkan tindak pembelajaran konsep-konsep IPA lebih interaktif (di sekolah dasar), maka penerapan LKS Berbasis Masalah sebagai strategi pembelajaran dapat dilengkapi dengan perangkat audio-visual (misalnya film flora dan fauna, animasi dalam bentuk VCD) dan penggunaan preskripsi component display theory. Disain pembelajaran seperti ini kemudian dapat dikemas dalam bentuk sebuah modul kooperatif, lembar kerja rumah, atau bentuk lain, sebagai suatu paket pembelajaran yang menawarkan peluang cukup produktif bagi pemercepatan pemahaman konsep dan memupuk sikap ilmiah siswa. Strategi pembelajaran ini bisa dipadukan dengan teknik pembelajaran kooperatif (teknik STAD atau GI). Seberapa besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar siswa (peningkatan prestasi belajar) dan penguasaan keterampilan proses dalam bidang IPA bagi siswa sekolah dasar perlu diteliti lebih lanjut.

14 DAFTAR PUSTAKA Amien, Moh Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Menggunakan Metode Discovery dan Inquiry. Jakarta: Depdikbud, P2LPTK. Atmaja, Nengah Bawa Model Pendidikan Yang Membebaskan : Dari Gaya Bank ke Praksis. Orasi Dalam Rangka Dies Natalis VII dan Wisuda XIII STKIP Singaraja (Karya tidak diterbitkan). Blanchard. A Contextual Teaching and Learning. Copyright B.E.S.T Burden, P.R. & Byrd, D.M Methods for Effective Teaching. 2 nd edition. Boston: Allyn and Bacon. Depdikbud Kurikulum Pendidikan Dasar (GBPP Kelas V SD). Jakarta: Depdikbud. Dochy, F.J.R.C Prior Knowledge and Learning. Dalam Corte, E.D., & Weinert, F. (Eds): International Encyclopedia of Development and Instructional Psychology. New York: Pergamon. Elliott, Stephen N., et.al., 1996, Educational Psychology; effective teaching effective learning, 2 nd Edition, USA: Brown & Benchmark Publisher Fogarty, R Problem Based Learning and Other Curriculum Models for the Multiple Intelligences Classroom. Illinois: Sky LightTraining and Publishing, Inc. Freire, P Politik Pendidikan Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan. (Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudiyartanto Penerjemah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gardner, H The Unschooled Mind: How children think and how school should teach. New York. Basic Books. Gardner, H. 1999(a). The Disciplined Mind: What all students should understand. New York: Simon & Schuster Inc.

15 Gardner, H. 1999(b). Intelligences Reframed: Multiple intelligences for the 21 st century. New York: Basic Books. Gunter, M.A., Estes, T.H., dan Schwab, J.H Instruction, a models approach. Boston: Allyn and Bacon. Halimah, L Kemandirian Profesional Guru Dalam Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar. Jurnal Pendidikan Penelitian Dasar. No. 5, tahun II. (1): Hedegaard, M The zone of proximal development as basis for instruction. dalam Moll, L.C. (Ed): Vygotsky and Education: Instructional Implications and Applications of Sociohistorical Psychology. Cambridge: University Press. pp Jacob, E Cooperative Learning in Context: An educational innovation in everyday class-room. New York: State University. Johnson, E.B Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press, Inc. Jonassen, D. H Designing Constructivist Learning Environments. Dalam Reigeluth, C. M. (Ed): Instructional Design Theories and Models: A new paradigm of instructional theory, Vol. II. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publisher. pp Jonassen, D. H., & Henning, P Mental Model: Knowledge in the head and knowledge in the world. Educational Technology. 39 (3): pp Kardi, S Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran Konsep-Konsep Ilmu Pengetahuan Alam di SD. Jurnal Pendidikan Penelitian Dasar. No. 4, tahun II. (3): Lawson, A.E Managing the Inquiry Classroom: Problem and Solutions.The American Biology Teacher, Vol. 62, No.9: Lie, A Cooperative Learning, mempraktikkan cooperative learning di ruang-ruang kelas. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia. Moll, L.C Vygotsky and Education: Instructional Implications and Applications of Sociohistorical Psychology. Cambridge: University Press.

16 Mustafa Peningkatan Kemampuan Guru Dalam Penggunaan Lembar Kerja Rumah (LKR) Sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman dan Aplikasi Konsep Dasar IPA Pada siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Penelitian Dasar. No. 6, tahun II. (5): Nelson, L.M Collaborative problem solving. Dalam Reigeluth, C.M. (Ed): Instructional-Design Theories and Models: A new paradigm of instructional theory, Vol. II. London: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. pp Nur, Moh. & Samani, M Teori Pembelajaran IPA dan Hakekat Pendekatan Keterampilan Proses. Bahan Kegiatan Latihan Kerja Instruktur PKP IPA. Bandung: Depdikbud, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Nur, Moh Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Makalah yang disajikan pada Pelatihan TOT guru mata pelajaran SLTP dan MTs. Surabaya: Depdiknas, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Paris, S.G., & Winograd, P The Role of Self-Regulated Learning in Contextual Teaching: Principles and practices for teacher preparation. (Teach 2000, the Indicator Guide to the International and World Wide Web), diakses Oktober Savoie, J. M. & Hughes, A. S Problem-Based Learning as Classroom Solution. Educational Leadership, November, pp Slavin, R.E Educational Psychology: theory and practice. 5 th edition. Boston: Allyn and Bacon. Slavin, R.E Cooperative Learning. 2 nd edition. Boston: Allyn and Bacon. Susilo, H Implementasi Pendekatan Konstruktivistik Dalam Pembelajaran Sains. MIPA, Tahun 26, Nomor 2: Tudge, J Vygotsky, the zone of proximal development, and peer collaboration: Implication for classroom practice. Dalam Moll, L.C. (Ed): Vygotsky and Education: Instructional Implications and Applications of Sociohistorical Psychology. Cambridge: University Press. Wilson, B. G. & Cole, P Cognitive Teaching Models. Dalam Jonassen, D. H. (Ed): Handbook of Research for Educational Communication and Technology. London: Prentice Hall International. pp

17

SILABUS MATA KULIAH. Program Studi : Teknologi Pembelajaran (S2) Mata Kuliah : Teori Pembelajaran Jumlah SKS : 2

SILABUS MATA KULIAH. Program Studi : Teknologi Pembelajaran (S2) Mata Kuliah : Teori Pembelajaran Jumlah SKS : 2 SILABUS MATA KULIAH Program Studi : Teknologi Pembelajaran (S2) Mata Kuliah : Teori Pembelajaran Jumlah SKS : 2 Semester : Gasal Dosen : Dr. Haryanto I. Deskripsi Mata Kuliah Mata kuliah ini dimaksudkan

Lebih terperinci

PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR. Diana Endah Handayani Dosen PGSD IKIP PGRI Semarang

PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR. Diana Endah Handayani Dosen PGSD IKIP PGRI Semarang PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR Diana Endah Handayani handayani.hitam@gmail.com Dosen PGSD IKIP PGRI Semarang ABSTRAK Kualitas pendidikan sangatlah bergantung pada kesadaran,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN AKTIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU ` NI NYOMAN SATYA WIDARI

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN AKTIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU ` NI NYOMAN SATYA WIDARI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN AKTIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU ` NI NYOMAN SATYA WIDARI ABSTRAKSI STAH Gde Puja Mataram Oleh karena itu guru dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa kelas VII SMP Negeri

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa kelas VII SMP Negeri BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Wonomulyo, dapat ditarik kesimpulan: 1. Karakteristik perangkat pembelajaran: - Karakteristik RPP

Lebih terperinci

Abas. Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan PMIPA FKIP UNIB ABSTRAK

Abas. Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan PMIPA FKIP UNIB ABSTRAK UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X D SMA NEGERI 6 KOTA BENGKULU MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD YANG DIINTERVENSI DENGAN STRATEGI INKUIRI Abas Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA Oleh: Muslim Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi pengetahuan, sikap dan keterampilan dengan melibatkan aktivitas fisik dan mental siswa. Keterlibatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan kemampuan siswa SD dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat diperlukan untuk melanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu tujuan dari pendidikan pada era modern saat ini adalah untuk mengajarkan siswa bagaimana cara untuk mendapatkan informasi dari suatu penelitian, bukan hanya

Lebih terperinci

sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga

sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah sebuah mata pelajaran di tingkat sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI SKRIPSI Oleh: VALENT SARI DANISA K4308123 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan, baik diperoleh sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Belajar dapat dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL 1

PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL 1 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL 1 LATAR BELAKANG MAKRO : Kondisi pendidikan secara makro di indonesia dalam lingkup internasional maupun nasional Kondisi pembelajaran di

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2013 pengembangan kurikulum kembali terjadi untuk SD, SMP, SMA dan SMK. Pihak pemerintah menyebutnya sebagai pengembangan kurikulum bukan perubahan kurikulum.

Lebih terperinci

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA. Muh. Tawil, *)

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA. Muh. Tawil, *) PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA Muh. Tawil, *) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Makassar PENDAHULUAN Salah satu pendekatan proses pendidikan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA PEMBELAJARAN SEJARAH. Yusni Pakaya Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA PEMBELAJARAN SEJARAH. Yusni Pakaya Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA PEMBELAJARAN SEJARAH Yusni Pakaya Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo Abstrak : Untuk meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran sejarah di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA di SD Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Problem-Based Learning a. Pengertian Problem-Based Learning Problem-Based Learning merupakan model pembelajaran yang menjadikan

Lebih terperinci

Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa Melalui Model

Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa Melalui Model Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Materi Konsentrasi Larutan dan Perhitungan Kimia Kelas X Teknik Gambar Bangunan A SMK Negeri 3 Palu Tahun Pelajaran

Lebih terperinci

II. SILABUS MATA KULIAH (SMK)

II. SILABUS MATA KULIAH (SMK) II. SILABUS MATA KULIAH (SMK) Mata Kuliah / Kode : Pengembangan Model Pembelajaran IPA / KPA 2308 Semester/ SKS : II/ 2 Program Studi : Magister Pendidikan IPA Fakultas : FKIP 1. Capaian Pembelajaran MK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA Susilawati Program Studi Pendidikan Fisika, IKIP PGRI Semarang Jln. Lontar No. 1 Semarang susilawatiyogi@yahoo.com

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) 1. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENDIDIKAN IPS DI SMP 1.1. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual Ada kecenderungan dewasa ini utnuk

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SIL. STRATEGI PEMBELAJARAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SIL. STRATEGI PEMBELAJARAN SIL/PMT312/12 Revisi : 03 8 Maret 2012 Page 1 of 5 SILABI MATA KULIAH Nama Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran Manajemen Kode Mata Kuliah : PMT312PEM 214 SKS : 3 SKS, Teori 2, Praktik 1 Dosen : Dr. Ch.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari gejala-gejala alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan berupa fakta, konsep,

Lebih terperinci

Dasar-dasar Pembelajaran Fisika

Dasar-dasar Pembelajaran Fisika Dasar-dasar Pembelajaran Fisika Dr. Johar Maknun, M.Si. 08121452201; johar_upi@yahoo.co.id LATAR BELAKANG MAKRO International Education Achievement (IEA) Kemampuan membaca siswa SD menempati urutan 30

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR Dudung Priatna Abstrak Pembelajaran matematika perlu memperhatikan beberapa hal berikut diantaranya

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD 6

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD 6 ISSN 2442-3041 Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 1, No. 2, Mei - Agustus 2015 STKIP PGRI Banjarmasin UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS Yeni Yuniarti*) Abstrak Pembelajaran matematika yang berpusat pada guru, kurang memberikan kesempatan kepada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Suprijono Contextual Teaching and Learning (CTL)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam suatu pendidikan tentu tidak terlepas dengan pembelajaran di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam suatu pendidikan tentu tidak terlepas dengan pembelajaran di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam suatu pendidikan tentu tidak terlepas dengan pembelajaran di sekolah yang menginginkan pembelajaran yang bisa menumbuhkan semangat siswa untuk belajar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang IPA merupakan pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal) dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen (Carin dan

Lebih terperinci

Lutfi Nur Zakyah 1, Herawati Susilo 2, Triastono Imam Prasetyo 3 Universitas Negeri Malang

Lutfi Nur Zakyah 1, Herawati Susilo 2, Triastono Imam Prasetyo 3 Universitas Negeri Malang PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING (PP) DIPADU PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X IPA 5 SMAN 7 MALANG Lutfi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI.A.2 SMA LAB UNDIKSHA

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI.A.2 SMA LAB UNDIKSHA IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI.A.2 SMA LAB UNDIKSHA Ni Made Pujani Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan yang begitu ketat dari berbagai macam bidang pada era globalisasi abad 21 ini, salah satunya adalah pada bidang pendidikan. Persaingan yang terjadi pada era

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen penting dalam membentuk manusia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen penting dalam membentuk manusia yang memiliki A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan abad 21 saat ini ditandai oleh pesatnya perkembangan IPA dan teknologi. Terutama pada pembangunan nasional yaitu bidang pendidikan. Oleh karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PKn SISWA DI SEKOLAH DASAR. Oleh. Arif Firmansyah*

IMPLEMENTASI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PKn SISWA DI SEKOLAH DASAR. Oleh. Arif Firmansyah* 1 IMPLEMENTASI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PKn SISWA DI SEKOLAH DASAR Oleh Arif Firmansyah* Abstrak Penelitian ini bertujuan (1) meningkatkan prestasi belajar PKn siswa kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan berbagai metode, sehingga peserta didik dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan berbagai metode, sehingga peserta didik dapat melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan setiap upaya yang dilakukan seseorang untuk menciptakan kegiatan belajar. Upaya-upaya tersebut meliputi penyampaian ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usep Soepudin, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usep Soepudin, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, pemahaman tentang pembelajaran sains yang mengarah pada pembentukan literasi sains peserta didik, tampaknya masih belum sepenuhnya dipahami dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (PP No.19 tahun 2005). Salah satu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

KOLABORASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF LEARNING TYPE JIGSAW DAN PROBLEM BASED LEARNING ( PBL ) Nawir R MTs Negeri Model Palopo

KOLABORASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF LEARNING TYPE JIGSAW DAN PROBLEM BASED LEARNING ( PBL ) Nawir R MTs Negeri Model Palopo KOLABORASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF LEARNING TYPE JIGSAW DAN PROBLEM BASED LEARNING ( PBL ) Nawir R MTs Negeri Model Palopo Abstrak: Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat Kelompok

Lebih terperinci

SUSILOWATI, M. PD.SI

SUSILOWATI, M. PD.SI SUSILOWATI, M. PD.SI KOMPETENSI DASAR Mahasiswa mampu merancang, mengimplementasikan serta melakukan asesmen pembelajaran IPA terintegrasi dengan Pendekatan pendekatan pembelajaran IPA (PKP, S-T-M). INDIKATOR

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan segala usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana dan bertujuan mengubah tingkah laku manusia kearah yang lebih baik dan sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ASEP MUNIR HIDAYAT, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ASEP MUNIR HIDAYAT, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan proses pembelajaran merupakan sebuah inti dari kegiatan pendidikan di sekolah. Sebagai inti dari kegiatan pendidikan, proses pembelajaran adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang tidak pernah puas, dalam artian manusia terus menggali setiap celah didalam kehidupan yang dapat mereka kembangkan demi memenuhi kebutuhannya.

Lebih terperinci

Oleh : Sri Milangsih NIM. S BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Persepsi ini menyebabkan guru terkungkung dalam proses

Oleh : Sri Milangsih NIM. S BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Persepsi ini menyebabkan guru terkungkung dalam proses Meningkatkan sikap belajar siswa dengan model problem based learning yang dikombinasikan dengan model cooperative learning pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS 2 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya teknologi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam

BAB I PENDAHULUAN. khususnya teknologi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), khususnya teknologi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam aspek kehidupan manusia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang

Lebih terperinci

Arini Estiastuti (Staf Pengajar PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES) ABSTRACT

Arini Estiastuti (Staf Pengajar PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES) ABSTRACT PENERAPAN PENDEKATAN KONSTEKTUAL PADA MATA PELAJARAN PENGETAHUAN SOSIAL DI SEKOLAH DASAR (The Application Of Vicinity Contextual To The Subject of Social Knowledge In Elementary School) Arini Estiastuti

Lebih terperinci

PARADIKMA BARU PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PARADIKMA BARU PEMBELAJARAN MATEMATIKA PARADIKMA BARU PEMBELAJARAN MATEMATIKA Oleh: Dr. Supinah (Widyaiswara PPPPTK Matematika) A. PENDAHULUAN Orientasi pendidikan di Indonesia pada umumnya mempunyai ciri-ciri cenderung memperlakukan peserta

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN BERCIRIKAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) Oleh: Bambang Subali, UNY

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN BERCIRIKAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) Oleh: Bambang Subali, UNY 1 PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN BERCIRIKAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) Oleh: Bambang Subali, UNY Pendahuluan Paradigma baru pendidikan sudah bergeser dari kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua dengan pembelajaran berbasis

Lebih terperinci

DADANG SUPARDAN JURS. PEND. SEJARAH FPIPS UPI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

DADANG SUPARDAN JURS. PEND. SEJARAH FPIPS UPI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DADANG SUPARDAN JURS. PEND. SEJARAH FPIPS UPI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL LATAR BELAKANG MAKRO : Kondisi pendidikan secara makro di indonesia dalam lingkup internasional maupun nasional yang masih rendah.

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWADENGAN MENERAPKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA PELAJARAN IPA

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWADENGAN MENERAPKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA PELAJARAN IPA UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWADENGAN MENERAPKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA PELAJARAN IPA DANENGSIH, S.Pd., NIP.196506051992032011 ABSTRAK Berdasarkan hasil pengamatan di SDN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika membutuhkan sejumlah kemampuan. Seperti dinyatakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa untuk menguasai

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA KONSEP JARINGAN TUMBUHAN MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING Nafisah Hanim Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Pengelolaan sumber daya alam dan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI LEMBAR KEGIATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (LKPBM) Nining Purwati *

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI LEMBAR KEGIATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (LKPBM) Nining Purwati * PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI LEMBAR KEGIATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (LKPBM) Nining Purwati * ABSTRAK Keterampilan berpikir kritis perlu dikuasai oleh setiap orang karena dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang dengan sengaja diciptakan (Dimyati dan Mudjiono 2006). Seorang pengajar harus mampu menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bahan Ajar 2.1.1 Pengertian Bahan Ajar Hamdani (2011:218) mengemukakan beberapa pengertian tentang bahan ajar, yaitu sebagai berikut: a. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan

Lebih terperinci

Universitas Pendidikan Indonesia Program Studi Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia Program Studi Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Program Studi Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah Pengajaran Biologi Sekolah Kode BI 707 Lanjutan Nama Dosen 1. Prof. Dr. Hj. Sri Redjeki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu faktor pendukung yang sangat penting dalam menghasilkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas tinggi baik sebagai individu

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3c MODEL PROBLEM BASED LEARNING 2 Model Problem Based Learning 3 Definisi Problem Based Learning : model pembelajaran yang dirancang agar peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah komunikasi dalam konteks pedagogi adalah hal yang penting karena ketika proses pembelajaran berlangsung didalamnya terdapat interaksi antara guru dengan siswa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar Nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai salah satu unsur kehidupan berperan penting dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk mengembangkan potensi diri dan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab 1 ini tentang pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab 1 ini tentang pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab, BAB I PENDAHULUAN Dalam bab 1 ini tentang pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab, antara lain: Latar Belakang Masalah; Rumusan Masalah; Tujuan Penelitian; Manfaat Penelitian; Penegasan Istilah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pendidikan sains di Indonesia mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pemahaman tentang sains dan teknologi melalui pengembangan keterampilan berpikir, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memegang peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber daya yang lebih berkualitas.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran kooperatif Tipe NHT Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses transformasi budaya dari generasi ke generasi berikutnya, baik yang berbentuk ilmu pengetahuan, nilai, moral maupun budaya dalam

Lebih terperinci

Penerapan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Gaya Magnet di Kelas V SDN 2 Labuan Lobo Toli-Toli

Penerapan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Gaya Magnet di Kelas V SDN 2 Labuan Lobo Toli-Toli Penerapan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Gaya Magnet di Kelas V SDN 2 Labuan Lobo Toli-Toli Andi Rahmi Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara tentang pendidikan kita dewasa ini dalam perspektif masa depan. Dalam kenyataannya, pendidikan

Lebih terperinci

C. Asri Budiningsih FIP/PPS - UNY

C. Asri Budiningsih FIP/PPS - UNY C. Asri Budiningsih FIP/PPS - UNY * Sering tdk. sejalan dgn hakekat belajar/orang yg belajar. *Landasan teoritik/ konseptual tdk akurat. *Membentuk prilaku sama (keseragaman) *Agar tertib, teratur, taat

Lebih terperinci

PENDEKATAN CTL (Contextual Teaching and Learning)

PENDEKATAN CTL (Contextual Teaching and Learning) PENDEKATAN CTL (Contextual Teaching and Learning) Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP Universitas Pendidikan Indonesia KONSEP CTL Merupakan Konsep Belajar yang dapat Membantu Guru Mengaitkan

Lebih terperinci

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah IPA merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah

Lebih terperinci

DASAR FILOSOFI. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

DASAR FILOSOFI. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. DASAR FILOSOFI Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit), dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,

Lebih terperinci

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DENGAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 3 No. 2 Tahun 2014 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret ISSN 2337-9995 jpk.pkimiauns@ymail.com MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) DILENGKAPI

Lebih terperinci

Bagaimana Cara Guru SD Memfasilitasi Siswanya Agar Dapat Menjadi Siswa yang Mandiri Mempelajari Matematika?

Bagaimana Cara Guru SD Memfasilitasi Siswanya Agar Dapat Menjadi Siswa yang Mandiri Mempelajari Matematika? Bagaimana Cara Guru SD Memfasilitasi Siswanya Agar Dapat Menjadi Siswa yang Mandiri Mempelajari Matematika? Fadjar Shadiq, M.App.Sc (fadjar_p3g@yahoo.com & www.fadjarp3g.wordpress.com) Pakar Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ruang Lingkup IPA SD/MI

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ruang Lingkup IPA SD/MI BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam dari segi istilah dapat diartikan sebagai ilmu yang berisi pengetahuan alam. Ilmu artinya pengetahuan

Lebih terperinci

Efektivitas Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Masalah pada Perkuliahan Kapita Selekta Matematika Pendidikan Dasar

Efektivitas Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Masalah pada Perkuliahan Kapita Selekta Matematika Pendidikan Dasar 1 Efektivitas Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Masalah pada Perkuliahan Kapita Selekta Matematika Pendidikan Dasar Oleh: 1) Yeni Heryani, 2) Ratna Rustina 1), 2) Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

pembelajaran berbasis paikem

pembelajaran berbasis paikem TUT WURI HANDAYANI pembelajaran berbasis paikem (CTL, Pembelajaran Terpadu, Pembelajaran Tematik) Materi Pelatihan Penguatan Penguatan Pengawas Sekolah DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu, masing-masing orang mempunyai pendapat yang tidak sama. Sebagian orang beranggapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Mendesain Model Pembelajaran Dengan Menggunakan e-learning: Suatu Kajian Teoretik. Oleh: I Wayan Sukra Warpala

Mendesain Model Pembelajaran Dengan Menggunakan e-learning: Suatu Kajian Teoretik. Oleh: I Wayan Sukra Warpala Mendesain Model Pembelajaran Dengan Menggunakan e-learning: Suatu Kajian Teoretik Oleh: I Wayan Sukra Warpala Kegiatan atau praktik belajar dan pembelajaran yang berlangsung di sekolahsekolah pada saat

Lebih terperinci

Husnul Chotimah Guru Biologi SMA LAB UM

Husnul Chotimah Guru Biologi SMA LAB UM PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING PADA KONSEP PLANTAE DENGAN PEMANFAATAN KEBUN RAYA PURWODADI BAGI PESERTA DIDIK KELAS X SMA LABORATORIUM UNIVERSITAS NEGERI MALANG Husnul Chotimah Guru Biologi SMA LAB UM

Lebih terperinci

UNESA Journal of Chemistry Education ISSN: Vol. 6, No. 1, pp January 2017

UNESA Journal of Chemistry Education ISSN: Vol. 6, No. 1, pp January 2017 KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA SMA NEGERI 12 SURABAYA MELALUI PENERAPAN MODEL LEARNING CYCLE 7-E SCIENCE PROCESS SKILLS ON CHEMICAL EQUILIBRIUM TOPIC IN SMA NEGERI 12 SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan selalu mengalami pembaharuan dalam rangka mencari struktur kurikulum, sistem pendidikan dan metode pengajaran yang efektif dan efisien. Upaya tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ilmu hukum. Mata kuliah ini berbobot 3 SKS yang disajikan untuk mahasiswa semester II. Mata

BAB 1 PENDAHULUAN. ilmu hukum. Mata kuliah ini berbobot 3 SKS yang disajikan untuk mahasiswa semester II. Mata BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mata kuliah hukum perdata merupakan salah satu mata kuliah inti dalam mempelajari ilmu hukum. Mata kuliah ini berbobot 3 SKS yang disajikan untuk mahasiswa semester

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran yang 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran yang dapat melatih keterampilan siswa dalam melaksanakan

Lebih terperinci