BAB III ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENGATASI MASUKNYA IMIGRAN GELAP DI INDONESIA. 3.1 Faktor Masuknya Imigran Gelap Ke Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENGATASI MASUKNYA IMIGRAN GELAP DI INDONESIA. 3.1 Faktor Masuknya Imigran Gelap Ke Indonesia"

Transkripsi

1 12. CHAD SUDAN SOMALIA Jumlah BAB III ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENGATASI MASUKNYA IMIGRAN GELAP DI INDONESIA 3.1 Faktor Masuknya Imigran Gelap Ke Indonesia Negara Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia serta wilayah negara yang berbentuk kepulauan, dengan wilayah yang sebagian besar terdiri dari lautan, tentu juga memiliki beraneka macam budaya serta kekayaan alam. Jika di negara lain mengenal 4 musim, maka di Indonesia hanya mengenal dua musim saja, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Keadaan inilah yang berpengaruh terhadap kesuburan alamnya, sehingga dapat memikat orang asing untuk datang ke Indonesia, untuk menumpang hidup, mencari nafkah, bahkan tidak sedikit yang menetap, hal itu tidak terlepas dari faktor perjuangan hidup. Disamping faktor struggle for life ini, masih ada faktor-faktor lain yang menyebabkan orang-orang asing memilih berimigrasi ke Indonesia, yaitu karena adanya pertentangan politik di negaranya dan hasrat menyebarkan agama.

2 Berdasarkan teritorialnya negara Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara di sekitarnya seperti negara Malaysia, sehingga tidak mengherankan bila keluar masuknya orang di wilayah perbatasan ini sangat mudah, karena lolos dari pantauan para aparat negara. Migrasi bukanlah fenomena yang baru, selama berabad-abad manusia telah melakukan perjalanan untuk berpindah mencari kehidupan yang lebih baik di tempat yang lain. Dalam beberapa dekade terakhir ini, proses globalisasi telah meningkatkan faktor yang mendorong para imigran untuk mencari peruntungan di luar negeri. Hal ini kemudian menyebabkan meningkatnya jumlah aktivitas migrasi dari negara berkembang di Asia, Afrika, Amerika Selatan dan Eropa Timur ke Eropa Barat, Australia dan Amerika Utara. Berangkat dari fenomena ini, kemudian muncul praktek penyimpangan, yaitu melakukan aksi untuk memindahkan manusia ke negara tujuan secara ilegal karena batasan dan ketidakmampuan dari para imigran dalam memenuhi syarat sebagai imigran resmi. Indonesia, sebagai salah satu negara di dunia, juga memiliki potensi kuat terjadinya praktek kejahatantrans-nasional.kejahatan transnasional bukan hanya didorong oleh faktor perdagangan bebas yang terbuka lebar atau lemahnya penegakan hukum di Indonesia, akan tetapi juga didukung oleh wilayah geografis Indonesia. Negara Indonesia yang bentuk negaranya adalah kepuluan secara geografis memiliki banyak pintu masuk: bandara, pelabuhan, batas darat dan

3 perairan. Selain itu, negara Indonesia yang juga memiliki garis pantai yang sangat panjang dan terletak pada posisi silang jalur lalu lintas dagang dunia, menjadi faktor utama yang berpotensi terjadinya kejahatan transnasional.

4 Kejahatan transnasional di negara Indonesia juga dapat terjadi karena jumlah penduduk Indonesia yang terbilang besar. Hal ini menyebabkan negara Indonesia menjadi negara yang memiliki sumber tenaga kerja yang besar dan sebagai target untuk perkembangan pasar internasional. Berbagai kendala yang dihadapi oleh Indonesia dalam menghadapi persoalan kejahatan transnasional, diantaranya kurang sumber daya manusia (SDM) yang kompeten, kendala dalam bidang teknologi, dan lemah secara yurisdiksi dan diplomatik. Besarnya potensi terjadinya kejahatan transnasional di Indonesia ini merupakan suatu masalah yang perlu mendapat perhatian.

5 Dengan demikian perlu diadakan suatu analisa terhadap masalahmasalah yang terkait dengan kejahatan lintas negara yang melanda Indonesia. 3.2 Dampak Yang Ditimbulkan Dampak yang ditimbulkan dari masuk dan keberadaanimigran gelapdi Indonesia adalah: a. Melonjaknya jumlah penduduk Indonesia, yang tidak berdasarkan angka kelahiran di negara Indonesia asli. b. Adanya eksploitasi terhadap imigran secara tidak langsung oleh pihak tertentu demi keuntungan materil. c. Menambah pengeluaran pemerintah untuk memberikan penghidupan kepada people smugling tersebut. Selain itu, dampak yang ditimbulkan dari permaslahan imigran gelapterhadap dunia internasional adalah: a. Memberikan peluang terjadinya penyelundupan NAFZA ke Indonesia. b. Dampak bagi kesehatan, bisa saja imigran gelap yang datang atau singgah ke Indonesia membawa wabah penyakit menular sehingga menyebar di Indonesia. c. Memicu terjadinya tindakan kriminalitas karena para imigran gelap yang tinggal di Indonesia sebagian besar tidak mempunyai biaya untuk menghidupi dirinya dan keluarganya, sebab itu mereka seringkali melakukan tindakan kriminalitas misalnya mencuri dan merampok barang milik penduduk sekitar.

6 3.3 Kebijakan Pemerintah Indonesia Dalam Menangani Imigran Gelap Dalam menangani imigran gelap yang berada di Indonesia, pemerintah melakukan beberapa langkah, baik dalam bentuk penegakan hukum maupun dalam bentuk kebijakan dalam mengatasi masuknya imigran gelap ke Indonesia Penegakan Hukum. Pelaksanaan penegakan hukum terhadap imigran gelap belum diatur secara khusus dalam sistem hukum Indonesia tetapi masih hanya mengacu pada Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yakni Pasal 113 yang berbunyi; Setiap orang yang dengan sengaja masuk atau keluar Wilayah Indonesia yang tidak melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp ,00,- (seratus juta rupiah). Di dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian ini juga belum diatur secara khusus terhadap imigran yang memiliki paspor palsu, visa palsu, dan masih diatur secara umum mengenai pemalsuan dokumen perjalanan, sehingga ini dapat mengakibatkan imigran bebas secara berulang-ulang masuk ke wilayah Negara RI karena mengenai imigran gelap belum diatur secara tegas, dan penegakan hukum yang terjadi hanya sebatas deportasi yang dilakukan oleh pihak imigrasi.

7 3.3.2 Hambatan Penegakan Hukum Terhadap Imigran Gelap di Indonesia Negara Indonesia sebagai negara yang terletak di antara 2 (dua) benua terkena imbas dan kemalangan dalam menghadapi para imigran gelap. Hal ini disebabkan negara-negara seperti Australia dan Malaysia memiliki peraturan perundang undangan yang tegas dalam menangani imigran gelap, sementara Indonesia tidak memilikinya. Posisi lemah hukum yang dimiliki oleh negara Indonesia dalam menanggulangi permasalahan imigran gelap ini yang kemudian menyebabkan negara Indonesia tidak lagi menjadi negara transit bagi para imigran gelap yang berasal dari Timur Tengah menuju Australia, akan tetapi sudah menjadi negara tujuan, karena masyarakat di Indonesia dikenal ramah dan baik dalam menangani para imigran gelap yang kemudian malah menjadi negara tujuan dengan target mencari suaka politik, agen-agen penyelundupan manusiapun sengaja menjadikan negara Indonesia sebagai negara tujuan penyelundupan manusia. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pihak-pihak yang berkewajiban, seperti institusi Polri. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Polri selama ini adalah dengan melakukan penangkapan terhadap para imigran gelap dan para penyelundup, tetapi proses penyidikannya tidak menggunakan Undang- Undang Khusus, tetapi Undang-Undang Kemigrasian, sehingga hasil yang didapatkan tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Kerjasama institusi Pemerintah dengan Polri dalam menangani imigran gelap bekerjasama dengan organisasi internasional IOM dan

8 UNHCR juga tidak maksimal, karena pada waktu tertentu UNHCR tidak dapat selalu memberikan solusi. UNHCR tidak dapat semerta-merta selalu mengeluarkan surat mengenai status imigran gelap, sedangkan IOM tidak dapat memberikan bantuan kepada Pemerintah Indonesia terkait dengan usaha memulangkan para imigrangelap yang tidak mendapatkan status. Salah satu usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah dengan membangun banyak Rudenim Rumah Hunian (detensi) bagi para imigran gelap, namun hal ini bukan merupakan solusi yang tepat. Usaha ini sama saja dengan membuka kesempatan bagi para imigran gelap untuk lebih banyak lagi datang ke Indonesia karena terjamin tempat tinggalnya. Selain itu, membangun detensi juga akan banyak menghabiskan biaya. Kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Australia pada kenyataannya hanya memberikan keuntungan sepihak untuk negara Australia. Pemerintah Australia meminta Pemerintah Indonesia untuk menangkap para imigran gelap dan penyelundup manusia, tetapi Pemerintah Indonesia tidak dapat pula meneruskan para imigran gelap ke negaraaustralia, sehingga Pemerintah Indonesia harus menanggung sendiri bebannya dalam mengurusi para imigran gelap, padahal Pemerintah Indonesia memliki kesulitan dalam pengalokasian dana untuk mengurus para imigran. Selain itu, Pemerintah Indonesia belum menjadi anggota (party) dari Konvensi Imigran Gelap 1951 maupun Protokol 1967, dan juga tidak mempunyai Mekanisme Penentuan Status Imigran Gelap. Oleh karena itu,

9 UNHCR memproses sendiri permohonan status imigran gelap di Indonesia dengan dibantu olehinternational Organization for Migration (IOM). Bagi mereka yang ternyata memang imigran gelap, maka UNHCR berupaya mencarikan solusi yang berkelanjutan baginya yang biasanya berupa pemukiman kembali ke negara lain, untuk itu UNHCR bekerja sama erat dengan negara-negara tujuan. Namun demikian, kendati belum menjadi pihak dari Konvensi Imigran Gelap 1951, Pemerintah Indonesia (Pusat dan Daerah)selalu mendukung proses-proses suaka politik tersebut dengan mengizinkan pencari suaka politik masuk ke wilayah Indonesia, merujuk para pencari suaka ke UNHCR, dan mengijinkan para imigran gelap untuk tinggal di Indonesia sambil menunggu diperolehnya solusi yang berkelanjutan. Contoh terakhir adalah bagaimana masyarakat di Provinsi NAD bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Provinsi NAD bersedia menampung sementara pencari suaka kaum Rohingya dari Myanmar yang terusir oleh rezim junta militer Myanmar dan dianggap sebagai manusia yang tidak mempunyai kewarganegaraan (stateless persons). Tindakan Pemerintah Indonesia (Pusat dan Daerah) ini patut dipuji. Ini adalah implementasi dari asas non refoulement dalam Konvensi Imigran Gelap 1951 (tidak mengusir/memulangkan kembali ke negeri asal apabila kondisi negerinya masih tidak kondusif).

10 Langkah berikutnya adalah membantu proses status para imigran gelap tersebut dan tidak sekali-sekali melakukan kekerasan terhadap mereka dalam segala bentuk. Namun, itu saja tidak cukup, Pemerintah Indonesia (Pusat dan Daerah)dengan dukungan TNI dan PORI juga harus mencegah dan menindak keras para penyelundup manusia asal Indonesia yang mengambil keuntungan dari penderitaan para pencari suaka dengan cara memfasilitasi, memberikan transportasi, dengan sembunyi-sembunyi maupun dengan cara menipu, mengantarkan orang ke negeri lain melalui cara yang tidak resmi dan sekaligus melanggar hukum. Apalagi, Indonesia telah menjadi pihak (party) dari Konvensi PBB tentang Anti Kejahatan Transnasional yang Terorganisasi (UN Convention Against Transnational Organized Crime 2000) dengan meratifikasinya sejak April 2009 melalui Undang Undang Nomor 5 tahun Terakhir, adalah satu otokritik untuk Indonesia dan negeri-negeri berpenduduk muslim lainnya, termasuk bagi negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI). Negeri asal imigran gelap terbesar adalah negeri-negeri berpenduduk mayoritas muslim, seperti Afghanistan, Irak, Somalia, Sudan dan Turki. Namun sebagian besar imigran gelap justru tidak ingin mencari suaka di negaramayoritas muslim. Kalaupun mereka pergi ke negara mayoritas muslim hanyalah sekedar transit untuk kemudian menuju negara barat yang maju, seperti AS dan Canada, Australia dan Selandia Baru, serta ke negara-negara Eropa.

11 3.3.3 Kebijakan Yang Dilakukan Pemerintah Indonesia Kebijakan Pemerintah Indonesia yang terkait erat dengan masalah Imigran Gelap adalah Undang Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian (UU Keimigrasian) serta Instrumen HAM dalam UUD Sebelum diundangkannya Undang Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian, sudah banyak peraturan yang mengatur masalah keimigrasian di Indonesia. Baik yang merupakan peninggalan kolonial Hindia Belanda maupun pemerintah Republik Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus Namun demikian semua peraturan yang ada sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi sejak diundangkannya Undang Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian pada tanggal 31 Maret 1992 yang dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 33. Undang Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian tidak memberikan definisi mengenai apa yang dimaksud dengan imigran gelap, yang ada adalah definisi mengenai keimigrasian, yaitu hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Negara RI dan pengawasan orang asing di wilayah Negara RI, diantaranya : a. Setiap warga negara asing yang masuk ke Indonesia harus memiliki surat perjalanan (dokumen) yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari negara yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan perjalanan antar negara (Pasal 3).

12 b. Setiap warga negara asing dapat memasuki wilayah Indonesia setelah mendapat izin masuk berupa visa memasuki wilayah Indonesia, yang dikeluarkan oleh pejabat Ditjen Imigrasi Kemenkumham (Pasal 6). c. Setiap warga negara asing yang masuk ke wilayah Indonesia wajib memnberikan keterangan yang sebenarnya perihal keperluannya masuk ke Indonesia, apakah hanya singgah, kunjungan, tinggal terbatas, atau tinggal tetap (Pasal 24). d. Setiap warga negara asing yang masuk ke wilayah Indonesiatanpa dilengkapi surat perjalanan (dokumen) resmi atau tidak sesuai dengan surat perjalanan (dokumen) yang ada akan dikenakan denda dan apabila terpaksa akan diusir atau dideportasi oleh Ditjen Imigrasi dengan berkoordinasi ke perwakilan negara asal orang asing tersebut (pasal 44 dan 53). Sementara itu, pengaturan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) juga terdapat pada Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, tetapi yang berkaitan dengan imigran gelapkhususnya pasal 9, 11, 12, 21, 22, 26, 28, 29, 30, 33, 34, 35, 71, dan 72. Pasal 71 dan 72 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yangh mengatur kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah Indonesia untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan Hak Asasi Manusia,meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan negara, serta bidang lainnya sesuaihukum nasional maupun hukum internasional.

13 Tugas keimigrasian saat ini semakin berat seiring dengan semakin maraknya masalah terorisme dan pelarian para pelaku tindak pidana ke luar negeri, oleh karena itu Ditjen Imigrasi Kemekumham dituntut mampu mengantispasi permasalahan msuknya imigran gelap (illegal migration) bekerjasama dengan Kementerian dan Lembaga terkait sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paradigma fungsi keimigrasian dalam pelaksanaan Undang Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian lebih menekankan efisiensi pelayanan untuk mendukung isu pasar bebas yang bersifat global, namun kurang memperhatikan fungsi penegakan hukum dan fungsi keamanan, sehingga kemudian Pemerintah Indonesia melalui Kementerian dan Lembaga terkait memandang perlu untuk merubah fungsi keimigrasian yang lebih luas mencakup bidang penegakan hukum dan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pemerintah Indonesia kemudian membuat usulan untuk memperbarui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasianke DPR RI, dan akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang diundangkan dalam Lembaran Negara RI Tahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor Selain di bidang kebijakan, Pemerintah Indonesia juga melakukan optimalisasi peran dan fungsi Kementerian dan Lembaga yang terkait dalam mengataasi permasalahan imigran gelap yang masuk ke wilayah Indonesia Upaya Mengatasi Imigran Gelap

14 Dalam mengatasi permasalahan imigran gelap yang terus masuk ke wilayah Indonesia, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian dan Lembaga terkait melakukan berbagai langkah upaya diantaranya : a. Kementerian Pertahanan RI, institusi TNI dan Polri Penanganan kasus people smuggling di Kepolisian RI dilakukan oleh Reserse Kriminal Umum, yang berada pada tingkat Kepolisian Resort (Polres) terdekat, Kepolisian Daerah (Polda) atau Markas Besar (Mabes) Polri. Aparat kepolisian yang menemukan indikasi atau mendapat laporan mengenai indikasi tindak kejahatan people smuggling akan melimpahkannya kepada Reserse Kriminal Umum Polri untuk mendapatkan tindak lanjut. Penanganan kasus imigran gelap di tingkat daerah melibatkan suatu Satuan Tugas Daerah (Satgasda) Imigran Gelap, yang terdiri atas satuan kewilayahan TNI, Kepolisian Daerah (Reskrim Umum, Intelijen dan Polair) dan Imigrasi., yang bekerjasama secara terpadu berdasarkan suatu Prosedur Tetap (Protap). Ketika pertama kali ditemukan indikasi tindak pidana penyelundupan manusia, maka pihak yang menemukan agar segera melaporkannya ke satuan kewilayahan TNI, Polri dan Imigrasiyang ada di wilayah setempat.

15 Atas dasar laporan dimaksud, maka satuan TNI, Polri dan imigrasi akan menindak lanjuti sesuai kewenangannya dengan mengamankan imigran beserta barang bukti dan TKP-nya.serta melakukan penyelidikan untuk mengetahui apakah ada tindak pidana seperti penyelundupan manusia yang terorganisir, dan mengetahui keterlibatan oknum dibelakangnya. Selain itu, mengingat sebagian besar imigran gelap menggunakan jalur laut, maka satuan TNI AL dan Polair akan melakukan intersepsi terhadap kapal yang dicurigai terindikasi imigran gelap sebagai penyelundupan atau perdagangan manusia. Aparat kepolisian bekerjasama dengan petugas keimigasian akan melakukan pemeriksaan awal terhadap para imigran serta memastikan statusnya di Indonesia, apakah sebagai pencari suaka, penjahat perang, dan atau sebagai pengungsi. Ketika diantara para imigran terdapat orang-orang yang mengaku sebagai pencari suaka atau pengungsi, maka aparat kepolisian bersama dengan petugas imigrasi akan mengidentifikasi/meregistrasi orang-orang dimaksud beserta status hukumnya, terutama dari sisi keimigrasian, dan apakah mereka telah memegang kartu pengungsi (attestation letter) atau belum, jika sudah, di negara mana kartu pengungsi tersebut dikeluarkan, untuk kemudian dikkordinasikan ke perwakilan dari organisasi internasinal (UNHCR dan IMO) untuk menindak lanjuti bantuan dari negara tujuan para pencari suaka atau pengungsi tersebut.

16 Apabila diantara para imigran ternyata ditemukan penjahat perang atau teroris yang berasal dari negara konflik, maka petugas imigrasi bekerjasama dengan satuan kewilayahan TNI dan Polri akan memisahkan mereka dan menghubungi perwakilan negara asal untuk dilakukan deportasi atau pengusiran dari Indonesia. Para imigran gelap tersebut setelah dilakuakn pendataan dan penyelidikan kemudian akan diserahkan kepada Ditjen Imigrasi Keimigrasian Kemenkumham untuk diproses sesuai prosedur peraturan perundangh undangan yang berlaku di Indonesia. Jika terdapat imigran ilegal meninggal dunia dan identifikasinya jelas, maka pihak Ditjen Imigrasi Kemenkumham akan melaporkankepada Kementrian Luar Negeri RI untuk diteruskan kepada perwakilan negara asing terkait dalam rangka pemulangan jenazahnya. Karena Imigran Gelap merupakan suatu bentuk kejahatan transnasional, tidak jarang para pelakunya berbasis di luar negeri, atau melarikan diri ke luar negeri. Dalam hal ini, kepolisian melalui NCB Interpol akan bekerjasama dengan aparat penegak hukum negara setempat dengan difasilitasi oleh Perwakilan RI di negara tersebut. Ketika terdapat temuan tindak pidana lain bersama dengan tindak pidana penyelundupan manusia yang berhubungan dengan organisasi teroris asing, maka penanganannya akan melibatkan instansikementerian Luar Negeri RI, Kemenhan RI dan Polri.

17 b. Ditjen Imigrasi Kemenkumham Ditjen Imigrasi Kemenkumhamapabila menemukan indikasi terjadinya imigran gelap akan melakukan pemeriksaan awal serta memastikan status hukum mereka yang terlibat di dalamnya, baik sebagai pelaku maupun orang yang diselundupkan. Setelah itu para imigran gelap yang diidentifikasi sebagai orang yang diselundupkan akan ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) sambil menunggu proses kepastian dari perwakilan negara asal imigran maupun organisasi internasional yang terkait (UNHCR dan IMO), sedangkan bagi imigran yang diidentifikasi sebagai pelaku akan diserahkan ke Polri untuk ditahan guna dilakukan penyelidikan dan penyidikan sesuai prosedur yang berlaku untuk mengetahui keterlibatan organsiasi yang mendukung baik di luar negeri maupun di dalam negeri, dan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia. Pihak Rudenim akan melakukan koordinasi dengan instansi TNI dan Polri setempat untuk melakukan pengamanan di Rudenim menyesuaikan jumlah satuan petugas pengaman di Rudenim dimaksud.selanjutnay petugas Imigrasi akan menginformasikan hasil temuan dan para imigran yang ada ke Kementerian Luar Negeri RI. Informasi ini akan diteruskan oleh Kemeterian Luar Negeri RI ke perwakilan negara asal imigran di Indonesia (kecuali untuk pencari suaka dan pengungsi harus dengan persetujuan yang bersangkutan) agar dapat ditindaklanjuti oleh perwakilan negara yang bersangkutan.

18 Jika terdapat imigran illegal yang meninggal dunia dan identifikasinya jelas, maka pihak Kepolisian dan Imigrasi akan menginformasikan kepada Kementerian Luar Negeri untuk diteruskan kepada perwakilan negara asing terkait pemulangan jenazahnya. c. Kementerian Luar Negeri RI Kementerian Luar Negeri RI, Direktorat Regional, Direktorat HAM dan Kemanusiaan, maupun Direktorat Konsuler, setelah menerima informasi dari Ditjen Imigrasi Kemenkumham atau Polri perihal adanya imigran atau warga negara asing yang tertangkap dan terindikasi sebagai imigran gelap, baik sebagai pelaku maupun orang yang diselundupkan, akan mengirimkan mandatory consular notification (MCN) kepada perwakilan negara asing terkait untuk memberitahukan kepada mereka secara resmi mengenai keberadaan warga negara mereka dan kasus yang ditimpakan kepada mereka. Khusus ketika mereka mengaku sebagai pencari suaka dan pengungsi, pemberitahuan ini harus dengan persetujuan imigran ilegal yang bersangkutan, terutama jika mereka menginginkan voluntary repatriation. Ketika terdapat pengungsi dan pencari suaka dalam kasus imigran gelap yang membutuhkan arahan kebijakan, maka Kementerian Luar Negeri RI Cq.Direktorat HAM dan Kemanusiaan akan berkoordinasi dengan Kemenko Polhukam RI untuk menentukan kebijakan selanjutnya.

19 Kementerian Luar Negeri RI, Direktorat Regional, Direktorat HAM dan Kemanusiaan, maupun Direktorat Konsuler, ketika menerima laporan terdapat imigran ilegal yang meninggal dunia dan dapat diidentifikasi kewarganegaraannya, akan meneruskan kepada perwakilan negara asing terkait untuk pemulangan jenazahnya. d. Perwakilan Pemerintah RI(KBRI) di Luar Negeri Perwakilan Pemerintah RI(KBRI) di Luar Negeri atas permintaan instansi terkait di dalam negeri seperti Kepolisian atau Ditjen Imigrasi Kemenkumham, dapat mengajukan permohonan kerjasama penyelidikan kasus imigran gelap kepada instansi terkait setempat melalui Kementerian Luar Negeri setempat, serta memfasilitasi proses tersebutsekiranya kerjasama berlangsung. Sedangkan untuk meminta seseorang yang berada di wilayah negara lain untuk menjadi saksi, meminta negara lain untuk melakukan kerjasama pada tahap penyelidikan, penyidikan, pemeriksaan, di pengadilan hingga pelaksanaan putusan pengadilan, pihak kepolisian membuat permintaan untuk Mutual Legal Assistance (MLA) melalui Kementerian Hukum dan HAM dan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Permintaan untuk MLA ini menjelaskan maksud Pemerintah Indonesia meminta kerjasama dilakukan. MLA kemudian diteruskan kepada perwakilan RI di negara terkait untuk disampaikan kepada otoritas pusat setempat.

20 Aturan terkait hal ini dapat dilihat di Undang Undang Nomor 1 tahun 2006 tentang Bantuan Hukum Timbal Balik serta Undang Undang Nomor 15 tahun 2008 tentang Pengesahan Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters(Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana). Komunikasi dalam kerjasama MLA dapat dilakukan, baik melalui jalur diplomatik maupun melalui jalur otoritas pusat, dan juga terdapat negara-negara yang melakukan kerjasama MLA hanya melalui jalur diplomatik, seperti Malaysia.Walaupun Pemerintah Indonesia sudah mempunyai payung kerjasama MLA, namun belum semua negara mempunyai kerjasama dengan Indonesia. Dalam kasus lain, apabila belum terdapat MLA, surat permintaan dapat dikirimkan oleh Perwakilan RI kepada Kementerian Luar Negeri RI untuk ditindaklanjuti atau diteruskan ke individu terkait, namun permintaan semacam ini kurang atau bahkan tidak mempunyai kekuatan hukum dan individu dapat menolak memberikan keterangan. Tindak lanjut atas permintaan tersebut dapat juga berupa ijin untuk menghubungi individu terkait dimaksud untuk ditindaklanjuti oleh Perwakilan Republik Indonesia (KBRI) di Luar Negeri. Perwakilan Pemerintah RI(KBRI) di Luar Negeridapat melegalisasi suatu dokumen sesuai dengan dokumen aslinya, namun tidak bertanggung jawab atas isi dari dokumen dimaksud, maksudnya suatu bukti atas tindak kejahatan seseorang, dapat dimintakan legalisasinya kepada Perwakilan Republik Indonesia (KBRI) di Luar

21 Negeriagar dapat dijadikan alat bukti di dalam negeri, namun Perwakilan Pemerintah RI(KBRI) di Luar Negeri tidak dapat diminta bertanggung jawab atas apa yang menjadi isi dokumen dimaksud. Ketika ada WNIyang terlibat dalam tindak kejahatan (termasuk) dan ditahan oleh aparat setempat, maka Perwakilan Pemerintah RI(KBRI) di Luar Negeriakan memberikan pendampingan dan bantuan kekonsuleran lainnya seperti penyediaan pengacara dan penerjemah. 3.4 Kerjasama Pmerintah Indonesia dengan Organisasi Internasional dalam Menanggulangi Kasus Imigran Gelap Selain Pemerintah Indonesia membuat kebijakan untuk menangani permasalahan imigran gelap yang masuk ke Indonesia, sebagai langkah preventif Pemerintah Indonesia juga melaksanakan kerjasama dengan organisasi internasional terkait dalam rangka mencegah dan mengatasi permasalahan imigran gelap di Indonesia, diantaranya : a. UNHCR di Indonesia United Nations High Commissioner for Refugees(UNHCR) merupakan Badan PBB untuk urusan pengungsi,memiliki mandat menyediakan perlindungan internasional dan memfasilitasi para pencari suaka dan pengungsi, serta untuk menemukan solusi berkelanjutan untuk pengungsi. Upaya ini dicapai dengan memastikan dipenuhinya hak asasi para pencari suaka dan pengungsi melalui penyediaan bantuan kemanusiaan dalam kondisi-kondisi tertentu, dan

22 dengan memastikan bahwa para pencari suaka dan pengungsi dilindungi dari upaya pengembalian secara tidak suka rela ke sebuah negara dimana mereka dapat mengalami persekusi. Di Indonesia, UNHCR bekerjasama dengan Pemerintah Indonesia dan IOM dalam menjalankan mandatnya. 17 Walaupun Pemerintah Indonesia belum menjadi pihak penandatanganan Konvensi tahun 1951 mengenai Status Pengungsi, namun Pemerintah Indonesia telah memulai sebuah contoh di kawasan dengan menunjukan toleransi berkenaan dengan hal-hal yang berkaitan dengan perlakuan terhadap pencari suaka dan pengungsi. Sehubungan dengan tidak adanya kerangka hukum dan pengaturan administratif, serta dengan maksud untuk memastikan akses yang adil dan efisien untuk suaka bagi mereka di Indonesia, UNHCR melakukan pendaftaran dan penentuan status pengungsi. Proses-proses ini memerlukan koordinasi yang erat dengan Pemerintah Indonesia dan IOM. Menurut Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor: IMI UM Tahun 2010 Tentang Penanganan Imigran Ilegal, pencari suaka yang memiliki surat keterangan dari UNHCR dan seseorang yang telah mendapatkan status sebagai pengungsi, tidak akan dipermasalahkan izin tinggalnya dan akan dilindungi dari refoulement(pemulangan kembali ke negara dimana mereka memiliki 17Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional, 2012, Jakarta, Sinar Grafika, Hal.188.

23 ketakutan akan persekusi) selagi menunggu diperolehnya solusi berkelanjutan atas dirinya. Prinsip untuk tidak melakukan pemulangan kembali ke negara di mana mereka memiliki ketakutan akan persekusi (non-refoulement) juga diakui sebagai salah satu prinsip dalam hukum kebiasaan internasional. 18 Dengan demikian, Indonesia juga terkait dengan prinsip tersebut walaupun belum menjadi pihak penandatanganan dari Konvensi tahun 1951 mengenai Status Pengungsi.Ketika seseorang telah diakui statusnya sebagai seorang pengungsi, UNHCR melihat tiga pilihan kemungkinan untuk solusi berkelanjutan: (1) Pemulangan secara suka rela (bekerjasama dengan IOM), (2) Integrasi lokal, dan (3) Penempatan ke negara ketiga. Pemulangan secara suka rela tetap menjadi pilihan solusi utama, selama hal itu dilakukan dalam kondisi yang aman dan bermartabat, dan bahkan dalam lima bulan pertama tahun Di sisi lain, adalah tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah Indonesia untuk mendorong pemulangan dan penerimaan kembali orang-orang yang tidak dinyatakan sebagai pengungsi ke negara asal mereka, karena orang-orang tersebut diyakini tidak membutuhkan perlindungan internasional. b.iom di Indonesia Organisasi Internasional untuk Migrasi (The International Organization for Migration, IOM) berupaya untuk menjamin 18 Diakses tanggal 7 Februari Wagiman, op.cit. Hal.190.

24 penanganan migrasi secara tertib dan manusiawi untuk memajukan kerjasama menyangkut permasalahan migrasi guna membantu pencarian solusi praktis terhadap permasalahan migrasi serta memberikan bantuan kemanusiaan kepada para imigran yang membutuhkan, Termasuk para pengungsi dan pengungsi internal. Langkah-langkah untuk memerangi migrasi ilegal secara efektif menggabungkan penegakan hukum dengan pencegahan dan pendidikan, baik dalam negara maupun secara internasional. 20 Kerjasama Internasional perlu mencakup tindakan-tindakan pengendalian, pelatihan, riset, informasi, dan serangkaian tindakantindakan preventif. Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham hanya memiliki kapasitas yang terbatas dalam menyelenggarakan pengawasan perbatasan, dan telah berupaya keras untuk mengkoordinasikan usahausahanya dengan Polri dalam memproses para imigran ilegal. Kantor IOM di Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah RI mengembangkan koordinasi yang lebih baik dalam upaya-upaya untuk memerangi penyelundupan manusia serta imigran ilegal.21 IOM di Indonesia telah berhasil melaksanakan Perjanjian Kerjasama Regional (Regional Cooperation Agreement, RCA) sebuah program yang diciptakan oleh Pemerintah Australia, Pemerintah Indonesia dan IOM, untuk memberikan perawatan dan pemeliharaan 20 Diakses tanggal 07 Februari Jun%202012%20Vol.24_bhs.pdf. (Diakses tanggal 01 Maret 2017).

25 bagi imigran ilegal yang terdampar. Proyek ini membantu Pemerintah Indonesia dengan memberikan akomodasi, makanan, layanan kesehatan, konselling, penerjemah dan opsi pemulangan secara suka rela para imigran yang tertangkap dalam perjalanan menuju Australia. Dalam kerangka kerja ini, Pemerintah Indonesia bertanggung jawab menentukan maksud para imigran yang ditangkap. Mereka yang diidentifikasi sedang melakukan transit melalui Indonesia dalam perjalanan mereka kenegara lain kemudian dirujuk keiom untuk mendapatkan bantuan. IOM juga memberitahukan kepada para imigran mengenai hak mereka untuk menuntut suaka dan merujuk mereka yang ingin mendaftarkan permohonan tersebut kepada UNHCR. IOM akan terus memberikan layanan perawatan dan pemeliharaan kepada para imigraselama mereka dievaluasi oleh UNHCR untuk status pengungsi. 22 Para pemangku kepentingan sepakat bahwa terdapat keutuhan akan bantuan yang berkesinambungan di sepanjang jalur penyelundupan manusia. Terkait hal tersebut, Proyek Penguatan Penanganan Migrasi Ilegal di Indonesia Melalui Penciptaan Jaringan Kantor Pemantauan dan Koordinasi (RMIM) didirikan oleh IOM melalui kerjasama dengan Direktorat Jenderal Imigrasi serta Polri Mar iyah, Chusnul,2005, Indonesia-Australia: Tantangan dan Kesempatan dalam Hubungan Politik Bilateral, Jakarta, Granit, Hal http://iom.or.id/newsletter/ind/RMIM%20Newsletter_Dec%202011_Bahasa_v3.pdf. Diakses tanggal 01 Maret 2014.

26 Di bawah Proyek RMIM, organisasi internsional IOM telah mendirikan 14 kantor sepanjang rute penyelundupan ke Australia. Kantor-kantor tersebut memantau arus migrasi gelap dan memberikan penanganan secara tepat waktu dan efisien terhadap para imigran gelap yang tertangkap di penjuru negeri. Proyek RMIM bertujuan untuk membina koordinasi yang kuat antara instansi penegak hukum RI dalam menangani kasus-kasus migran ilegal yangtertangkap. 24 IOM menyelenggarakan pelatihan khusus secara berkala di masing-masing wilayah kantornya untuk memajukan dan menciptakan sebuah mekanisme koordinasi yang efektif antara para pejabat pemerintah setempat, provinsi maupun kota/kabupaten. Melalui penyelenggaraan kegiatan sosialisasi pada masyarakat, RMIM juga meningkatkan kesadaran anggota masyarakat mengenai migrasi ilegal dan prosedur yang ada untuk menangani dan membantu migran ilegal. Berdasarkan kesepakatan pendanaan yang ada, proyek RMIM akan membantu Pemerintah RI sampai dengan bulan Juni Lokasi kantor-kantor dalam jaringan RMIM saat ini berada di kota Ambon, Batam, Bogor, Kupang, Lampung, Makassar, Mataram, Medan, Pontianak. 24Ibid 25Ria Uki Suharsi, 2003, Kebijakan Australia mengenai Imigran Gelap/Illegal pada masa pemerintahan P.M. John Howard, Jakarta, Universitas Indonesia, Hal.88

27 BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas, peneliti telah melakukan analisa data yang diperoleh dan hasil wawancara dari informan yang dipilih, sehingga dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Ada 4 (empat) daya tarik bagi imigran gelap menjadikan negara Indonesia sebagai negara transit sebelum sampai ke negara tujuan mereka. Pertama, Indonesia merupakan negara terdekat untuk dapat masuk secara ilegal ke negara negara tujuan terdekat. Laut yang membentang di antara kedua negara menjadi alur strategis bagi kapal asal Indonesia yang disewa imigran gelap. Kedua, Indonesia menjadi negara transit karena masih banyak wilayah laut yang tidak terjaga dan tidak memiliki tempat pemeriksaan imigrasi. Di jalur resmi, lemahnya pemantauan aparat keimigrasian ikut menyumbang masuknya imigran gelap. Ketiga, keberadaan organisasi internasional UNHCR dan IOM yang mengurusi soal pengungsi menjadi daya tarik bagi imigran gelap. Setiba di Indonesia dengan memanfaatkan visa turis, mereka akan segera ke kantor UNHCR dan meminta status sebagai pengungsi. Jika diberi status pengungsi, imigran gelap dapat berada di Indonesia dalam jangka waktu tertentu sampai mendapatkan negara ketiga yang bersedia menerima mereka. Keempat, terdapat orang tertentu, baik WNI maupun warga negara asing, termasuk oknum aparat, yang menjadikan imigran gelap sebagai ladang bisnis.

28 Mengacu kepada hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti mencoba menjawab rumusan permasalahan yang ada meliputi : a. Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam menangani imigran gelap : Masuknya imigran gelap ke Indonesia disebabkan beberapa aspek, antara lain (1) lemahnya sistem pengawasan aparat keamanan terkait dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan berbentuk kepulauan; (2) terbatasnya kewenangan akibat regulasi penanganan imigran yang belum dapat mengoptimalkan peran seluruh instansi terkai dalam penanganan imigran khususnya imigran gelap; (3) kurangnya sinergitas antara lembaga yang terkait dalam upaya pencegahan dan pencegatan imigran gelap; dan (4) adanya jaringan internasional di Indonesia yang menjadikan imigran gelap sebagai ladang bisnis dengan melibatkan masyarakat setempat dan oknum aparat terkait. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia membuat kebijakan dalam menangani imigran gelapmeliputi sebagai berikut : 1) Melakukan penegakan hukum sesuai aturan hukum yang berlaku di Indonesia terhadap pelaku imigran gelap termasuk pihak yang terkait dengan imigran gelap. 2) Menerbitkan regulasi yang terkait dengan permasalahan imigran gelap, diantaranya :

29 a) Instrumen HAM dalam UUD b) Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian,selanjutnya diperbaharui menjadi Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang mengatur tentang keimigrasian, termasuk diantaranya imigran gelap. c) Undang Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), yang mengatur tentang kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah Indonesia untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan Hak Asasi Manusia, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang Hukum, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan Negara, serta bidang lainnya yang diatur dalam Hukum Nasional maupun Hukum Internasional yang telah diratifikasi. d) UndangUndang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Conventions Against Transnational Organized Crime (Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi), dimana negara Indonesia menjadi pihak (party) dari Konvensi PBB tentang Anti Kejahatan Transnasional yang Terorganisasi (UN Convention Against Transnational Organized Crime 2000).

30 3) Melakukan kerjasama antara Pmerintah Indonesia dengan Organisasi Internasional,UNHCR dan IOM, dalam menanggulangi permasalahan imigran gelap di Indonesia. b. Langkahyang dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait dalam menangani permasalahan imigran gelap di Indonesia : Dalam mengatasi permasalahan imigran gelap yang terus masuk ke wilayah Indonesia, maka Pemerintah Indonesia melalui Kementerian dan Lembaga terkait melakukan langkah dan tindakan meliputi diantaranya : 1). Kementerian Pertahanan RI Kementerian Pertahanan RI yang membidangi urusan pertahanan negara dengan tugas pokok menjaga keutuhan wilayah, kedaulatan negara kessatuan RI, dan keselamatan bangsa dan negara, dengan melaksanakan misi diantaranya mewujudkan keamanan nasional dalam rangka menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah negara kesatuan RI, melakukan langkah dan tindakan mencegah dan menangani imigran gelap yang masuk ke Indonesia dengan cara : a) Membuat kebijakan untuk TNI melaksanakan patroli secara rutin dan terpadu di wilayah perbatasan negara di laut dan daratan, bekerjasama dengan instansi terkait (Polri, BIN dan Bakamla) serta Pemerintahan Daerah

31 setempat guna mencegah dan menangani masuknya imigran gelap ke wilayah Indonesia. b) Memberikan saran masukan kepada instansi terkait (Komisi-1 DPR RI, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM. BIN, dan Kementerian Dalam Negeri) untuk membuat dan mengesahkan regulasi terkait penanganan imigran secara bersama-sama, baik terhadap organisasi internasional yang menanganni pengungsi maupun orang asing di Indonesia. c) Mendorong instansi terkait (Komisi-1 DPR RI dan Kementerian Luar Negeri) untuk tidak meratifikasi Konvensi Jenewa 1951 tentang Penanganan Pengungsi dan Protokol 67. d) Bekerjasama dengan Kementerian dan Lembaga terkait (Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Komisi-1 DPR RI, dan Polri) untuk menyususn regulasi dan aturan terkait penanganan pencari suaka dan pengungsi di Indonesia. 2) Ditjen Imigrasi Kemenkumham Direktorat Jenderal ImigrasiKemenkumham sebagai bagian ari Kementerian Hukum dan HAM yang memiliki tugas

32 pokok merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang imigrasi, melakukan langkah dan tindakan mencegah dan menangani imigran gelap yang masuk ke Indonesia dengan cara : a) Bekerjasama dengan instansi terkait untuk melakukan pencegatan/pencegahan terhadap kaum imigran yang masuk secara ilegal atau legal ke Indonesia. b) Bekerjasama dengan organisasi internasional seperti IOM dan UNHCR untuk bantuan penempatan imigran gelap di community house sambil menunggu keberangkatan ke negara tujuan dan pemulangan ke negara asal. c) Memberikan tempat penampungan imigran gelap di Ruang Detensi Kantor Imigrasi dan Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) menunggu pemberangkatan ke negara tujuan atau pemulangan ke negara asal. d) Melakukan penegakan hukum terhadap kaum imigran yang terbukti melakukan perbuatan pidana di bidang keimigrasian. 4.2 Saran Berdasarkan hasil analisi dan penelitian yang sudah dilaksankan, maka peneliti memberikan saran masukan rekomendasi sebagai berikut :

33 a. Pemerintah Indonesia menyusun peraturan bersama antar Kementerian dan Lembaga terkait dalam penanganan imigran di Indonesia, termasuk dalam bekerjasama dengan organisasi internasional terkait yang menangani pengungsi maupun orang asing di Indonesia.. b. Pemerintah Indonesia mengoptimalkan kinerja Kementerian dan Lembaga yang terkait bekerjasama dengan Pemerintah Daerah setempat melakukan pengawasan yang melekat terhadap imigran gelap yang ditampung di rudenim, guna menghindari dampak yang ditimbulkan oleh imigran gelap yang berpotensi menjadi ancaman, berupa gerakan radikalisme, separatisme, fundamentalisme dari keberagaman imigran gelap yang dapat mengganggu dan merusak keutuhan wilayah, kedaulatan negara dan keselamatan bangsa dan negara kesatuan RI. c. Pemerintah melakukan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran imigran gelap, baik sebagai pelaku maupun yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam permasalahan masuknya imigran gelap ke Indonesia. d. Pemerintah Indonesia memberdayakan wilayah perbatasan darat dan laut yang berpotensi dimanfaatkan sebagai jalur pintu masuk imigran gelap ke wilayah Indonesia. e. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian dan Lembaga terkait bekerjasama dengan Pemerintah Daerah setempat meningkatkan sumber daya manusia (SDM) masyarakat di wilayah perbatasan darat

34 dan laut, agar memiliki semangat bela negara dan tidak mudah dibujuk rayu untuk membantu masuknya imigran gelap ke Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2013 HUKUM. Keimigrasian. Administrasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5409) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Oleh : K. Zulfan Andriansyah * Naskah diterima: 28 September 2015; disetujui: 07 Oktober 2015 Indonesia sejak

Lebih terperinci

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL Isu imigran ilegal yang terus mengalami kenaikan jumlah di Indonesia yang juga turut menimbulkan dampak tersendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.368, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Luar Negeri. Pengungsi. Penanganan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat di silang lalu lintas dunia. Letak geografis tersebut menyebabkan kini menghadapi masalah besar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. Keterkaitannya selalu menjadi bagian dari perilaku umat manusia dan setua dengan sejarah fenomena

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN KEPANITERAAN DAN SEKRETARIAT JENDERAL MAHKAMAH KONSTISI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas orang masuk atau ke luar wilayah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955 Tentang Tindak Pidana Imigrasi telah dicabut dan diganti terakhir dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas

Lebih terperinci

BAB II SYARAT DAN KETENTUAN MENDEPORTASI ORANG ASING MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

BAB II SYARAT DAN KETENTUAN MENDEPORTASI ORANG ASING MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA BAB II SYARAT DAN KETENTUAN MENDEPORTASI ORANG ASING MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Tinjauan Umum Tentang Deportasi Deportasi suatu istilah pinjaman berasal dari bahasa Inggris deportation

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber:

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: 1. Bapak Ardi Sofinar (Perwakilan UNHCR Medan) Pertanyaan yang diajukan seputar: Keberadaan UNHCR di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan internasional, baik dari aspek geografis maupun potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, mengakibatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi sekarang ini mengakibatkan kemajuan di segala bidang, bukan saja masalah kehidupan ekonomi, tetapi telah melanda dalam kehidupan politik,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. 161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjawab rumusan masalah dalam Penulisan Hukum ini, Penulis memiliki kesimpulan sebagi berikut : 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang Melakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

KEBIJAKAN BEBAS VISA KUNJUNGAN

KEBIJAKAN BEBAS VISA KUNJUNGAN PERAN DAN DUKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI KEBIJAKAN BEBAS VISA KUNJUNGAN TAHUN 2016 Undang Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pasal 1 Ketentuan Umum, angka 18 : Visa Republik Indonesia

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara

Lebih terperinci

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.50, 2013 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5406) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam satu ruang, yaitu globus atau dunia. Pendapat ini mencoba menyampaikan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5514 PENGESAHAN. Perjanjian. Republik Indonesia - Republik India. Bantuan Hukum Timbal Balik. Pidana. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.649,2014 KEMENKUMHAM. Paspor Biasa. Surat Perjalanan. Laksana Paspor PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BERITA NEGARA. No.649,2014 KEMENKUMHAM. Paspor Biasa. Surat Perjalanan. Laksana Paspor PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649,2014 KEMENKUMHAM. Paspor Biasa. Surat Perjalanan. Laksana Paspor PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PASPOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki posisi geografis yang sangat unik dan strategis. Hal ini dapat dilihat dari letak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI Organisasi internasional atau lembaga internasional memiliki peran sebagai pengatur pengungsi. Eksistensi lembaga

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.649,2014 KEMENKUMHAM. Paspor Biasa. Surat Perjalanan. Laksana Paspor PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BERITA NEGARA. No.649,2014 KEMENKUMHAM. Paspor Biasa. Surat Perjalanan. Laksana Paspor PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649,2014 KEMENKUMHAM. Paspor Biasa. Surat Perjalanan. Laksana Paspor PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PASPOR

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme.

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme. TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2013 SEBAGAI TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI (TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME) 1 Oleh: Edwin Fernando Rantung 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk sekitar 231 juta jiwa merupakan negara kepulauan yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk sekitar 231 juta jiwa merupakan negara kepulauan yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia, sebagai negara berpopulasi tertinggi ke empat di dunia dengan jumlah penduduk sekitar 231 juta jiwa merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17,600

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Keimigrasian dalam Upaya Pencegahan Penyelundupan Orang dan Imigran Gelap di Indonesia

Analisis Kebijakan Keimigrasian dalam Upaya Pencegahan Penyelundupan Orang dan Imigran Gelap di Indonesia Seminar 135 Nasional Andi Aina Hukum Ilmih Universitas Negeri Semarang Volume 3 Nomor 1 Tahun 2017, 135-148 Fakultas Hukum, Faculty of Law Analisis Kebijakan Keimigrasian dalam Upaya Pencegahan Penyelundupan

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) FRAKSI-FRAKSI DPR RI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) FRAKSI-FRAKSI DPR RI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) FRAKSI-FRAKSI DPR RI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN 1. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEIMIGRASIAN

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5409 HUKUM. Keimigrasian. Administrasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 68) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SATRESKRIM POLRES Kebumen. Pantai Mekaran Kebumen bahwa: Bangladesh dan Nepal.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SATRESKRIM POLRES Kebumen. Pantai Mekaran Kebumen bahwa: Bangladesh dan Nepal. 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Primer a. Wawancara dengan Briptu Rudi Sulistiawan selaku Penyidik Pembantu SATRESKRIM POLRES Kebumen Berdasarkan wawancara tanggal

Lebih terperinci

MEMPERKUAT MEKANISME KOORDINASI DALAM PENANGANAN ABK DAN KAPAL IKAN ASING

MEMPERKUAT MEKANISME KOORDINASI DALAM PENANGANAN ABK DAN KAPAL IKAN ASING MEMPERKUAT MEKANISME KOORDINASI DALAM PENANGANAN ABK DAN KAPAL IKAN ASING Andri Hadi Plt. Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri Laut Teritorial: KEWENANGAN NEGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengungsi menjadi salah satu isu global yang banyak dibicarakan oleh masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus dari dunia internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini dibahas mengenai apa yang menjadi latar belakang permasalahan dengan menyajikan data-data sekunder tentang jumlah penghuni dan jumlah pendeportasian pada Rumah Detensi Imigrasi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) NAMA : HARLO PONGMERRANTE BIANTONG NRS : 094 PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas

Lebih terperinci

Peran TIMPORA terhadap keberadaan dan kegiatan Orang Asing di Wilayah Kerja Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta

Peran TIMPORA terhadap keberadaan dan kegiatan Orang Asing di Wilayah Kerja Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta Peran TIMPORA terhadap keberadaan dan kegiatan Orang Asing di Wilayah Kerja Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta Disampaikan pada Acara: O L E H : A R I T R I E S T H I M O E L J A N T O R O Rapat TIMPORA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM (TREATY ON MUTUAL

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 277). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluar wilayah suatu negara harus tunduk pada hukum negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keluar wilayah suatu negara harus tunduk pada hukum negara tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan peraturan keimigrasian merupakan atribut yang sangat penting dalam menegakkan kedaulatan hukum suatu negara di dalam wilayah teritorial negara yang bersangkutan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 277, 2015 PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5766). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Disampaikan pada Diskusi Publik Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Penguatan Sistem Pertahanan Negara Medan, 12 Mei 2016 PASAL 1 BUTIR 2 UU NO 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH ROMANIA TENTANG KERJASAMA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL, TERORISME DAN JENIS KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1994 TENTANG PENGAWASAN ORANG ASING DAN TINDAKAN KEIMIGRASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1994 TENTANG PENGAWASAN ORANG ASING DAN TINDAKAN KEIMIGRASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1994 TENTANG PENGAWASAN ORANG ASING DAN TINDAKAN KEIMIGRASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menunjang tetap terpeliharanya

Lebih terperinci

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5406 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 50) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN I. UMUM Dalam memasuki milenium ketiga, yang ditandai dengan bergulirnya globalisasi di seluruh sektor kehidupan

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1834, 2015 KEMENKUMHAM. TPI. Masuk dan Keluar. Wilayah Indonesia. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BERITA NEGARA. No.1834, 2015 KEMENKUMHAM. TPI. Masuk dan Keluar. Wilayah Indonesia. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1834, 2015 KEMENKUMHAM. TPI. Masuk dan Keluar. Wilayah Indonesia. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1994 TENTANG PENGAWASAN ORANG ASING DAN TINDAKAN KEIMIGRASIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1994 TENTANG PENGAWASAN ORANG ASING DAN TINDAKAN KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 31 TAHUN 1994 TENTANG PENGAWASAN ORANG ASING DAN TINDAKAN KEIMIGRASIAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menunjang tetap terpeliharanya stabilitas dan kepentingan nasional,

Lebih terperinci

DAFTAR SINGKATAN. Intergovernmental Committee for European Migration. Intergovernmental Committee for Migration

DAFTAR SINGKATAN. Intergovernmental Committee for European Migration. Intergovernmental Committee for Migration vi DAFTAR SINGKATAN ICEM ICM IDP IGO IOM MCOF PICMME Intergovernmental Committee for European Migration Intergovernmental Committee for Migration Internally Displaced People Inter-Government Organization

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AGAINST THE SMUGGLING OF MIGRANTS BY LAND, SEA AND AIR, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM)

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci