BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Cooperative Learning

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Cooperative Learning"

Transkripsi

1 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Cooperative Learning Tipe Co-Op Co-Op 1. Model Cooperative Learning a. Pengertian Cooperative Learning Cooperative learning dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Cooperative learning berasal dari kata cooperative dan learning yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim (Isjoni, 2007: 15). Hal ini sejalan dengan pendapat Rusman (2011: 204) yang mengemukakan bahwa cooperative learning adalah teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-5 orang. Sedangkan menurut Solihatin dan Raharjo (2007: 4) pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih. Keberhasilan kelompok sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

2 9 Woolfolk dalam Warsono dan Haryanto ( 2012: 161) mendefinisikan cooperative learning adalah suatu pengaturan yang memungkinkan para siswa bekerja sama dalam suatu kelompok campuran dengan kecakapan yang berbeda dan akan memperoleh penghargaan jika kelompoknya mencapai suatu keberhasilan. Berdasarkan penndapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa cooperative learning adalah suatu proses pembelajaran secara kolaboratif dalam sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih, masing-masing anggotanya memiliki kesempatan dan tanggung jawab yang sama untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap kelompok itu sendiri. b. Tujuan Cooperative Learning Tujuan cooperative learning berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran cooperative learning adalah menciptakan keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin dalam Harmianto, dkk., 2011: 60). Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga pembelajaran penting. Menurut Depdiknas dalam Harmianto, dkk. (2011: 60), ada tiga tujuan dalam pembelajaran kooperatif, di antaranya: a. Tujuan pertama pembelajaran kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja

3 10 siswa dengan tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. b. Tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. c. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dengan kelompok dan sebagainya. Menurut Johnson & Johnson dalam Trianto ( 2010: 56) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan tujuan dari cooperative learning ialah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya dan memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik, serta mengembangkan keterampilan siswa. Selain itu, siswa dapat mengerjakan bersamasama dengan saling membantu satu sama lain, sehingga terjadi kesamaan pemikiran dan pemahaman antara siswa dengan anggota yang lain di dalam satu kelompok. c. Prinsip Utama Cooperative Learning Cooperative learning memiliki prinsip utama yang membedakan dengan model pembelajaran lainnya. Slavin dalam Trianto ( 2010:

4 11 61) menyatakan bahwa ada tiga hal prinsip utama dalam cooperative learning, yaitu: 1) Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan. 2) Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok bergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain. 3) Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar siswa sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang, rendah sama-sama rentang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai. Berdasarkan pendapat Slavin di atas, bahwa cooperative learning harus berpatok pada tiga prinsip. Adanya penghargaan kelompok, tanggung jawab individual, dan kesempatan yang sama untuk sukses. d. Langkah-langkah Cooperative Learning Sebuah model dalam kegiatan pembelajaran memiliki langkahlangkah secara sistematis dalam penerapannya. Ibrahim dalam Trianto (2010: 66 67) menyatakan bahwa terdapat enam langkah utama atau fase pokok dalam penerapan cooperative learning: 1) Fase 1, menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. 2) Fase 2, menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. 3) Fase 3, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

5 12 4) Fase 4, membimbing kelompok bekerja dan belajar. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas-tugas siswa. 5) Fase 5, evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. 6) Fase 6, memberikan penghargaan. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. Berdasarkan pendapat di atas, bahwa pembelajaran dapat dikatagorikan cooperative learning apabila terdapat enam langkah utama atau fase pokok seperti yang telah dipaparkan di atas. Penyampaian tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif, membimbing kelompok bekerja dan belajar, evaluasi, dan memberikan penghargaan. e. Jenis-jenis Cooperative Learning Cooperative learning merupakan model pembelajaran yang memiliki banyak tipe atau jenis dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Slavin dalam Yusron ( 2005: 214) jenis-jenis model cooperative learning yang menggunakan metode spesialisasi tugas di antaranya, yaitu group investigation, co-op co-op, dan jigsaw. Menurut Isjoni (2007: 51), model cooperative learning terbagi menjadi beberapa jenis variasi model yang dapat diterapkan, yaitu di antaranya: jigsaw, group investigation, co-op co-op, group resume, dan rotating trioexchange. Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model cooperative learning memiliki banyak jenis yang

6 13 menggunakan metode spesialisasi tugas yang dirancang agar siswa menjalankan peran khusus dalam menyelesaikan seluruh tugas kelompok. Spesialisasi tugas menyelesaikan masalah tanggung jawab individual dengan membuat setiap siswa memiliki tanggung jawab khusus dalam kontribusinya sendiri terhadap kelompok serta menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. 2. Model Cooperative Learning Tipe Co-Op Co-Op a. Pengertian Model Cooperative Learning Tipe Co-Op Co-Op Cooperative learning memiliki benyak jenis metode spesialisasi tugas yang di antaranya co-op co-op. Slavin dalam Yusron ( 2005: 229) co-op co-op adalah sebuah group investigation yang cukup familiar. Metode ini menempatkan tim dalam kooperasi antara satu dengan yang lainnya untuk mempelajari sebuah topik di kelas. Co-op co-op memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil, pertama untuk meningkatkan pemahaman siswa, dan selanjutnya memberikan siswa kesempatan untuk saling berbagi pemahaman baru dengan teman sekelasnya. Aktivitas ini mendorong kemandirian siswa sekaligus kerja sama dalam kelompok. Menurut Kagen dalam Warsono dan Hariyanto (2012: 235) menyatakan bahwa model co-op co-op mampu merangsang siswa untuk dapat bertanggung jawab terhadap pekerjaannya, menuntut persiapan yang sangat matang, dan menutut semangat yang tinggi

7 14 untuk mengikuti pelajaran agar dapat mempersiapkan tampilan yang diharapkan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model cooperative learning tipe co-op co-op merupakan model pembelajaran spesialisasi tugas yang mengajak siswa memahami tugas masing-masing di dalam kelompoknya. Selain itu, saling berbagi informasi yang telah dikumpulkan siswa kepada siswa satu kelompoknya dan siswa bertanggung jawab atas sebagian dari keseluruhan tugas. b. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Co-Op Co-Op Model cooperative laerning tipe co-op co-op memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan dari model cooperative learning tipe co-op co-op menurut Kagen dalam Warsono dan Hariyanto (2012: 238), antara lain: 1) Dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam mengerjakan tugas pada kelompoknya masing-masing. 2) Memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil. 3) Dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang diri sendiri dan dunianya. 4) Dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk saling berbagi pemahaman baru dengan teman-teman sekelasnya. Sedangkan kelemahan dari model cooperative learning tipe coop co-op, antara lain: 1) Siswa yang pandai akan merasa bahwa dirinya yang paling mampu untuk mengerjakan tugas kelompoknya. 2) Dalam pelaksanaan kerja kelompok siswa yang mampu akan mendominasi presentasi kelompoknya.

8 15 c. Langkah-langkah Model Cooperative Learning Tipe Co-Op Co-Op Setiap model pembelajaran memiliki langkah-langkah dalam pelaksanaannya, agar mudah diterapkan dalam pembelajaran. Menurut Kagen dalam Warsono dan Hariyanto (2012: 237) langkahlangkah pembelajaran cooperative learning tipe co-op co-op adalah sebagai berikut. 1) Guru melakukan presentasi secara singkat garis besar tema pembelajaran. 2) Setiap kelompok siswa memilih topik pembelajaran yang sesuai tema pembelajaran. 3) Siswa membagi menjadi sejumlah subtopik sesuai jumlah siswa dalam kelompok. Setiap siswa mendapatkan satu subtopik. 4) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab dalam mempelajari dan mengajarkan bahan ajar dalam subtopik yang dipelajarinya kepada anggota tim lain. 5) Setiap tim kemudian melakukan presentasi di hadapan seluruh kelas. 6) Refleksi bagi seluruh kelas. Sedangkan Slavin dalam Yusron (2005: 304) mengemukakan ada sembilan tahapan pembelajaran dalam model cooperative learning tipe co-op co-op, di antaranya: Tahap 1, Diskusi kelas yang terpusat pada siswa. Tahap 2, Pemilihan tim belajar siswa dan pembentukan tim. Tahap 3, Pemilihan topik. Tahap 4, Pemilihan minitopik. Tahap 5, Persiapan minitopik. Tahap 6, Presentasi minitopik. Tahap 7, Persiapan presentasi tim. Tahap 8, Presentasi tim. Tahap 9, Evaluasi. Berdasarkan kajian di atas, maka yang dimaksud dengan model cooperative learning tipe co-op co-op yaitu model pembelajaran yang menggunakan spesialisasi tugas untuk mengajak siswa memahami tugas masing-masing di dalam kelompoknya. Saling berbagi informasi yang telah dikumpulkan siswa kepada satu kelompoknya dan bertanggung jawab atas sebagian dari keseluruhan tugas pada setiap kelompok.

9 16 Dari pendapat di atas peneliti menyimpulkan langkah-langkah model cooperative learning tipe co-op co-op dalam penelitian ini mengembangkan dari pendapat Kagen, yaitu: (1) guru menjelaskan materi pembelajaran secara singkat melalui media grafis (gambar, sketsa, diagram, bagan, dan grafik), (2) guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok memilih topik pembelajaran yang sesuai materi pembelajaran, (3) setiap topik dalam kelompok dibagi menjadi beberapa subtopik, (4) setiap kelompok mempelajari dan mengajarkan bahan ajar dalam subtopik yang dipelajarinya kepada anggota tim, (5) setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi di depan kelompok lain, (6) guru dan siswa melakukan refleksi bersama. B. Media Pembelajaran 1. Pengertian Media Pembelajaran Media pembelajaran merupakan perantara untuk menyampaikan pesan atau informasi yang sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran agar memudahkan guru dalam penyampaian materi pembelajaran dan memudahkan siswa untuk menerima materi pembelajaran. Asra (2007: 5.5) mengemukakan bahwa kata media dalam media pembelajaran secara harfiah berarti perantara atau pengantar, sedangkan kata pembelajaran diartikan sebagai suatu kondisi yang diciptakan untuk membuat seseorang melakukan sesuatu kegiatan belajar. Media pembelajaran memberikan penekanan pada posisi media sebagai wahana penyalur pesan atau informasi belajar untuk mengondisikan seseorang belajar. Sementara itu Gerlach dan Ely dalam Aryad (2011: 3) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi

10 17 atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Sedangkan Musfiqon (2012: 28) mengungkapkan b ahwa secara lebih utuh media pembelajaran dapat digunakan sebagai perantara antara guru dan siswa dalam memahami materi pembelajaran agar lebih efektif dan efisien. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala bentuk saluran sebagai perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Media pembelajaran dapat merangsang minat siswa untuk belajar serta membantu guru dan siswa dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. 2. Fungsi Media Pembelajaran Media pembelajaran dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu (a) memotivasi minat atau tindakan, (b) menyajikan informasi, dan (c) memberi instru ksi (Kemp dan Dayton dalam Musfiqon, 2012: 33). Fungsi dari media pembelajaran juga diungkapkan oleh Asyhar (2011: 29 35) bahwa media pembelajaran memiliki beberapa fungsi yang dijelaskan sebagai berikut. a. Media sebagai sumber belajar, media pembelajaran berperan sebagai salah satu sumber belajar bagi siswa. b. Fungsi semantik, melalui media dapat menambah perbendaharan kata atau istilah. c. Fungsi manipulatif, adalah kemampauan suatu benda dalam menampilkan kembali suatu benda atau peristiwa dengan berbagai cara, sesuai kondisi, situasi, tujuan dan sasarannya.

11 18 d. Fungsi fiksatif, adalah kemampuan media untuk menangkap, menyimpan dan menampilkan kembali suatu objek atau kejadian yang sudah lampau. e. Fungsi distributif, bahwa dalam sekali penggunan satu materi, objek atau kejadian dapat diikuti siswa dalam jumlah besar dan dalam jangkauan yang sangat luas. f. Fungsi psikologis, media pembelajaran memiliki beberapa fungsi seperti atensi, afektif, kognitif, imajinatif, dan fungsi motivasi. g. Fungsi sosio kultural, penggunaan media dapat mengatasi hambatan sosio kultural antarsiswa. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran memiliki fungsi di antaranya (a) memotivasi minat atau tindakan, (b) menyajikan informasi, dan (c) memberi instruksi. Fungsi dari media pembelajaran dapat mendukung pelaksanaan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. 3. Manfaat Media Pembelajaran Secara umum manfaat praktis media dalam proses pembelajaran disampaikan oleh Sudjana dan Rivai dalam Arsyad (2011 : 24-25) adalah sebagai berikut. a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. b. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran. c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran. d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengar uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain. e. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama. f. Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalitas.

12 19 Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar akan lebih menarik. Selain itu, penggunaan media pembelajaran dapat memperjelas materi yang disampaikan dan menjadikan pembelajaran lebih bermakna. 4. Karakteristik Media Pembalajaran Setiap jenis pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya. Asyhar (2011: 53-57) mengungkapkan karakteristik media pembelajaran sebagai berikut. a. Media visual, media yang di dalamnya terdapat unsur-unsur yang terdiri dari garis, bentuk warna dan tekstur. b. Media audio, merupakan media yang isi pesannya hanya diterima melalui indra pendengar. c. Media audio visual, media ini dapat menampilkan unsur gambar (visual) dan suara (audio). d. Multimedia, media yang melibatkan beberapa jenis media untuk merangsang semua indra dalam satu kegiatan pembelajaran. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik media pembelajaran dikelompokkan sesuai dengan jenis dan penggunaannya dalam proses pembelajaran. 5. Jenis-jenis Media Pembelajaran Pengelompokan jenis-jenis media pembelajaran banyak disampaikan oleh para ahli media pembelajaran, di antaranya Asra (2007: ) mengelompokkan media pembelajaran menjadi beberapa jenis, yaitu: a. Media visual yaitu media yang hanya dapat dilihat, seperti foto, gambar dan poster. b. Media audio yaitu media yang hanya dapat didengar saja seperti kaset audio, MP3, dan radio.

13 20 c. Media audio visual yaitu media yang dapat dilihat sekaligus didengar seperti film suara, video, televisi, dan sound slide. d. Multimedia adalah media yang dapat menyajikan unsur media secara lengkap seperti suara, animasi, video, grafis dan film. e. Media realia yaitu semua media nyata yang ada di lingkungan alam, seperti tumbuhan, batuan, air, sawah dan sebagainya. Pengelompokan jenis-jenis media pembelajaran juga diungkapkan oleh Hamdani (2011: ), yaitu: a. Media grafis adalah media yang menyampaikan fakta, ide, dan gagasan melalui penyajian kata-kata, kalimat, angka, dan simbol. b. Media teks adalah suatu media yang membantu siswa untuk fokus pada materi karena siswa cukup mendengarkan tanpa melakukan aktivitas lain yang menuntut konsentrasi. c. Media audio adalah jenis media yang digunakan hanya mengandalkan pendengaran saja, contohnya tape recorder, dan radio. d. Media animasi adalah media yang mampu menunjukkan proses abstrak sehingga siswa dapat melihat pengaruh perubahan suatu variabel terhadap proses pembelajaran. e. Media video adalah media yang memaparkan keadaan real dalam suatu proses sehingga dapat memperkaya pemaparan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran memiliki beberapa jenis, yaitu (a) media visual, (b) media audio, (c) media video (d) media teks, (e) media realia, (f) media grafis, dan (g) media animasi. Setiap jenis media pembelajaran memiliki bentuk dan cara penyajian yang berbeda-beda dalam pembelajaran. 6. Pemilihan Media Pembelajaran Penggunaan media pembelajaran oleh guru dalam proses pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan belajar siswa untuk mendukung pencapaian tujuan pembelajaran. Hernawan (2007: 39) mengungkapkan terdapat tiga hal utama yang perlu dijadikan pertimbangan dalam pemilihan media pembelajaran, yaitu (a) tujuan pemilihan media, (b) karakteristik media, dan (c) alternatif media

14 21 pembelajaran yang dapat dipilih. Sementara itu, Arsyad (2011: 75-76) mengungkapkan ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam memilih media, yaitu (a) sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, (b) tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau generalisasi, (c) praktis, luwes, dan bertahan lama, (d) guru terampil menggunakannya, (e) pengelompokan sasaran, dan (f) mutu teknis. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sebelum menggunakan media dalam proses pembelajaran harus memperhatikan beberapa hal di antaranya, yaitu (a) tujuan pemilihan media, (b) karakteristik media, (c) kepraktisan, keluwesan dan ketahanan media, (d) keterampilan guru dalam menggunakan media, dan (e) pengelompokan sasaran. Proses penggunaan media pembelajaran akan lebih efisien apabila guru memperhatikan terlebih dahulu media pembelajaran yang akan digunakan sebelum menggunakan dalam pembelajaran. 7. Pengertian Media Pembelajaran Grafis Menurut Sanjaya (2014: 156) dalam konteks medi a pembelajaran, media grafis adalah media yang dapat mengomunikasikan data dan fakta, gagasan serta ide-ide melalui gambar dan kata-kata. Dalam konsep ini terdapat dua pemahaman konsep. Pertama, ditinjau dari tujuannya media grafis bertujuan untuk mengomunikasikan tentang data dan fakta atau mengomunikasikan ide dan gagasan. Kedua, dalam media grafis tidak hanya berisi gambar atau kata-kata saja akan tetapi keduanya, maka dilihat dari bentuknya, media grafis termasuk media visual. Sedangkan menurut Sardiman (2009: 28) mengemukakan bahwa media grafis adalah

15 22 media yang menyalurkan pesan yang akan dituangkan ke dalam simbolsimbol komunikasi visual. Simbol-simbol tersebut perlu dipahami artinya agar proses penyampaian pesan dapat berhasil dan efisien. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa media grafis merupakan media yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian media grafis dapat menyajikan dua unsur yang berbeda yang ditata secara seimbang dan kedua unsur tersebut saling menguatkan. 8. Kelebihan dan Kelemahan Media Grafis Dalam Sanjaya (2014 : 158) media grafis merupakan media yang cukup populer dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan adanya keuntungan yang melekat dalam media ini, yakni: a. Media grafis merupakan media yang sederhana, baik dalam memproduksinya maupun cara pemakaiannya, dibanding dengan jenis media yang lainnya. b. Cara memproduksinya, media grafis tidak perlu memerlukan peralatan khusus yang rumit, sehingga tidak memerlukan keterampilan yang kompleks. c. Kesederhanaan juga dapat dilihat dari pembiayaan ( cost) yang murah. Kelemahan media grafis yaitu, membutuhkan keterampilan khusus dalam pembuatannya, terkadang ukurannya terlau kecil untuk digunakan pada kelompok siswa yang cukup besar, tanggapan siswa berbeda-beda terhadap media yang sama. 9. Jenis-jenis Media Grafis Menurut Sanjaya (2014: 159) terdapat jenis media grafis yang dapat dimanfaatkan untuk menyajikan pesan pembelajaran, yaitu:

16 23 a. Bagan adalah media grafis untuk menyajikan pesan pembelajaran dengan mengombinasikan unsur tulisan, gambar dan foto menjadi kesatuan yang bermakna dengan maksud untuk menyederhanakan bahan pelajaran yang kompleks agar mudah dipahami. b. Poster adalah media yang digunakan untuk menyampaikan suatu informasi, saran atau ide-ide tertentu, sehingga dapat merangsang keinginan yang melihatnya untuk melaksanakan isi pesan tersebut. c. Karikatur atau kartu adalah media grafis untuk mengungkapkan ide atau sikap dan pandangan terhadap seseorang, kondisi, kejadian atau situasi tertentu. d. Grafik adalah media grafis yang dapat memvisualisasikan perkembangan atau keadaan tertentu secara sederhana dan ringkas melalui garis dan gambar. e. Gambar dan foto merupakan media yang umum dipakai untuk berbagai macam kegiatan pembelajaran. Gambar yang baik bukan hanya dapat menyampaikan saja tetapi dapat digunakan untuk melatih keterampilan berpikir serta dapat mengembangkan kemampuan imajinasi siswa. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa media grafis adalah alat untuk menyalurkan pesan atau informasi data dan fakta, gagasan, serta ide-ide pada pembelajaran. Hal ini disesuaikan dengan jenis media grafis yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang akan dicapai pada pembelajaran. Adapun indikator dalam pemilihan media grafis, yaitu: (1) menyajikan pesan, informasi, saran atau ide sesuai dengan materi pembelajaran, (2) bersifat sederhana, (3) warna tulisan jelas dan menarik, (4) media diletakkan pada tempat strategis yang terlihat oleh siswa, dan (5) penggunaan media sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran. C. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia sejak dilahirkan di dunia dan sepanjang hayatnya untuk memperbaiki dirinya.

17 24 Banyak teori tentang belajar yang dikembangkan oleh para ahli, di antaranya ada tiga katagori utama mengenai teori-teori belajar, yaitu teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar konstruktivisme. Salah satu teori belajar yang banyak menjadi perbincangan adalah teori belajar konstruktivisme. Hal ini dikarenakan perkembangan terakhir dalam pendidikan saat ini, banyak bermuara pada penerapan berbagai strategi pembelajaran yang berorientasi pembelajar ( Student centered learning strategies) dengan ciri-ciri, yaitu (a) belajar aktif, (b) belajar mandiri, (c) belajar kooperatif dan kolaborati f, dan (d) generative learning. Berbagai model pembelajaran kognitif, yaitu (a) problem based learning, (b) discovery learning, dan (c) cognitive strategies. Semuanya itu didasarkan pada teori belajar atau aliran filsafat konstruktivisme. Daryanto (2010: 2) mengungkapkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Pengalaman seseorang dalam interaksinya dengan lingkungan harus terus ditingkatkan agar terjadi perubahan yang lebih baik lagi. Menurut Trianto (2010: 103) belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor pada diri seseorang dengan faktor lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan pada dirinya. Selama pembentukan

18 25 pengetahuan dan perubahan tingkah yang baru pada individu melalui interaksi dengan lingkungan harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang harus dipelajari. 2. Aktivitas Belajar Belajar sangat memerlukan aktivitas, tanpa aktivitas belajar tidak akan mungkin berjalan dengan baik. Seperti yang dinyatakan Sardiman (20 09: 100) bahwa aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Hamalik (2009: 197) mendefinisikan bahwa aktivitas belajar sebagai aktivitas yang diberikan kepada siswa dalam proses pembelajaran. Aktivitas yang diberikan kepada siswa dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran. Menurut Kunandar (2010: 277) aktivitas belajar adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses pembelajaran dan memperoleh manfaat. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah aktivitas yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran mencakup aktivitas sikap, pikiran, dan perbuatan guna menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Adapun indiktor aktivitas yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi: (1) memperhatikan penjelasan guru, (2) bertanya pada guru, (3) menjawab pertanyaan dari guru, (4) memberikan pendapat, (5) antusias dalam mengikuti semua tahapan pembelajaran model cooperative learning tipe co-op co-op dengan menggunakan media grafis, (6) kerja sama dalam

19 26 kegiatan diskusi kelompok, (7) tidak mengganggu teman, dan (8) menyimpulkan pembelajaran bersama dengan guru. 3. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan hasil akhir dari proses belajar individu selama masa belajarnya. Menurut Kunandar (2013: 62) bahwa hasil belajar adalah kompetensi atau kemampuan tertentu baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang dicapai atau dikuasai peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran. Menurut Bloom dalam Sudjana ( 2010: 22-23) mengungkapkan bahwa: a. Ranah kognitif yaitu memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah, dan tempat bermain. b. Ranah afektif yaitu memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya. 1) Jujur adalah perilaku untuk menjadikan seseorang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. 2) Disiplin, adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh terhadap peraturan. 3) Tanggung jawab, adalah sikap seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai makhluk sosial, individu, dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. 4) Kerja sama adalah sikap baik dalam pergaulan dalam perilaku seseorang. 5) Peduli adalah sikap seseorang dalam memberikan tanggapan terhadap suatu perbedaan. 6) Percaya diri adalah kondisi mental seseorang yang memberikan keyakinan kuat untuk berbuat atau bertindak. c. Ranah psikomotor siswa menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil interaksi dari tindak belajar dan tindak mengajar. Pengukuran hasil belajar dapat dilakukan dengan pemberian tes hasil belajar siswa. Hasil

20 27 dari pengukuran menggunakan soal-soal tes hasil belajar adalah data kuantitatif yaitu angka-angka. Pengukuran hasil belajar pada ranah kognitif dengan indikator (a) pengetahuan, (b) pemahaman, (c) penerapan, (d) analisis, dan (e) sintesis. Pengukuran pada ranah afektif dengan indikator (a) bertanggung jawab, (b) percaya diri, (c) disiplin, (d) jujur, (e) kerja sama, dan (f) peduli. Sedangkan pengukuran pada ranah psikomotor dengan indikator (a) meniru, (b) melakukan dengan prosedur, (c) melakukan dengan baik dan tepat, dan (d) melakukan tindakan secara alami. D. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 1. Pengertian IPS Mata pelajaran IPS merupakan bidang keilmuan yang mengkaji tentang kehidupan sosial masyarakat. Kosasih Djahiri dalam Sapriya (2006: 7) mengungkapkan bahwa IPS merupakan ilmu pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan dan didaktik untuk dijadikan program pengajaran pada tingkat persekolahan. Menurut Sumantri (2001: 89) bahwa IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan. IPS merupakan satu kesatuan sub-disiplin ilmu yang tidak dapat berdiri sendiri. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu

21 28 tersendiri. IPS memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan dan didaktik untuk dijadikan program pengajaran pada tingkat persekolahan. 2. Karakteristik Pembelajaran IPS Mata pelajaran IPS yang mengkaji tentang kehidupan sosial masyarakat memiliki karakteristik dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Kosasih Djahiri dalam Sapriya ( 2006: 8) mengungkapkan bahwa karakteristik pembelajaran IPS yaitu: a. Menentukan teori ilmu dengan fakta atau sebaliknya. b. Penelaahan pembelajaran IPS bersifat komprehensif. c. Mengutamakan peran aktif siswa melalui proses belajar inkuiri. d. Program pembelajaran disusun dengan meningkatkan atau menghubungkan bahan-bahan dari berbagai disiplin ilmu sosial dan lainnya dengan kehidupan nyata di masyarakat, pengalaman, permasalahan, kebutuhan dan memproyeksikannya kepada kehidupan di masa depan. e. IPS dihadapkan secara konsep dan kehidupan sosial yang sangat labil. f. IPS menghayati hal-hal, arti dan penghayatan hubungan antarmanusia yang bersifat manusiawi. g. Pembelajaran tidak mengutamakan pengetahuan semata. h. Berusaha untuk memuaskan siswa yang berbeda melalui program maupun pembelajarannya. i. Pengembangan program pembelajaran senantiasa melaksanakan prinsip-prinsip, karakteristik (sifat dasar), dan pendekatan yang menjadi ciri IPS itu sendiri. Trianto (2010: ) mengemukakan beberapa karakteristik dari mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai berikut. a. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum, politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama. b. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi dan sosiologi yang

22 29 dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu. c. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner. d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upayaupaya perjuangan hidup agar survice seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik IPS merupakan pengkajian tentang kehidupan sosial masyarakat dalam psoses pembelajaran baik di lingkungan maupun di masyarakat. 3. Tujuan Pembelajaran IPS IPS merupakan pengetahuan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat. Kajian tentang masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas yaitu lingkungan sekitar sekolah atau siswa atau dalam lingkungan yang luas yaitu lingkungan negara lain baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau. Hal ini disesuaikan dengan taraf kemampuan berpikir siswa dan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran IPS. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran IPS yaitu agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut. a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. c. Memiliki komitmen dalam kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

23 30 Menurut Remy dalam Winataputra ( 2008: 8.3) bahwa tujuan mempelajari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah untuk menjadikan seseorang menjadi warga negara yang baik semakin sulit dan kompleks akibat kemajuan ilmu dan teknologi. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPS memiliki tujuan untuk membekali siswa dengan beberapa kemampuan, di antaranya yaitu mengenal konsep-konsep kehidupan masyarakat, memiliki kemampuan dasar berpikir logis dan kritis. Selai itu memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial, dan memiliki kemampuan berkomunikasi, serta bekerja sama dalam tingkatan lokal, nasional, maupun global. Kemampuan yang diberikan kepada siswa adalah untuk mempersiapkan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat. 4. Pendidikan IPS SD Mempertimbangkan bahwa manusia dalam konteks sosial demikian luas, pembelajaran IPS pada jenjang pendidikan harus dibatasi sesuai dengan kemampuan siswa tiap jenjang. Ruang lingkup pembelajaran IPS pada jenjang pendidikan dasar berbeda dengan jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang setandar isi menjelaskan bahwa IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI sampai SMP/MTS. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS

24 31 memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi dan Ekonomi yang diberikan secara terpadu. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa IPS SD merupakan mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Materi yang diberikan memuat Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi yang disajikan secara terpadu. Sesuai gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari di lingkungan sekitar siswa. Materi pelajaran diberikan secara terstruktur dari hal-hal mudah kepada hal yang sulit. E. Penilaian Autentik 1. Pengertian Penilaian Autentik Sebagai bentuk implikasi dari penerapan SKL (Standar Kompetensi Lulusan) maka proses penilaian yang dilakukan oleh guru, baik yang bersifat formatif maupun sumatif mesti beracuan kriteria. Guru pada intinya harus mengembangkan penilaian autentik berkelanjutan yang akan menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi. Kunandar ( 2013: 35) penilaian autentik adalah kegiatan menilai peserta didik yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil. Dengan demikian, instrumen penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di Standar Kompetensi atau Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian penilaian autentik merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi tentang hasil belajar peserta didik berdasarkan indikator-

25 32 indikator pencapaian hasil belajar. Instrumen penilaian disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). 2. Karakteristik Penilaian Autentik Setiap penilaian memiliki karakteristik tersendiri, begitu juga dengan penilaian autentik. Riyanto (2009: 175) mengungkapkan bahwa karakteristik penilaian autentik adalah sebagai berikut. a. Dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran berlangsung. b. Biasa digunakan untuk tes formatif maupun tes sumatif. c. Yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta. d. Berkesinambungan (secara terus menerus). e. Terintegrasi (satu kesatuan yang utuh). f. Dapat digunakan sebagai feed back. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik penilaian autentik harus berpusat pada siswa dan dapat menilai siswa yang berbeda kemampuan. Penilaian autentik dilakukan secara terus menerus dan merupakan kesatuan yang utuh. 3. Prinsip Penilaian Autentik Setiap penilaian memiliki prinsip tersendiri, begitu juga dengan penilaian autentik. Komalasari (2010: ) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip penilaian autentik adalah sebagai berikut. a. Validitas, melihat apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi. b. Reliabilitas, berkaitan dengan konsistensi hasil penilaian. c. Menyeluruh, penilaian dilakukan menyeluruh mencakup seluruh domain yang tertuang pada setiap kompetensi dasar (kognitif, afektif, dan psikomotor). d. Berkesinambungan, penilaian dilakukan terencana, bertahap, dan terus menerus untuk memperoleh gambaran pencapaian kompetensi siswa dalam kurun waktu tertentu.

26 33 e. Objektif, penilaian harus adil, terencana, dan menerapkan kriteria yang jelas dalam pemberian skor. f. Mendidik, proses dan hasil penilaian dapat dijadikan dasar untuk memotivasi, memperbaiki proses pembelajaran bagi guru, meningkatkan kualitas belajar dan membina siswa agar tumbuh dan berkembang secara optimal. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa prinsipprinsip penilaian autentik harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (sikap, keterampilan, dan pengetahuan). Penilaian autentik harus berkesinambungan, artinya penilaian dilakukan terencana, bertahap, dan terus menerus untuk memperoleh gambaran pencapaian kompetensi siswa dalam kurun waktu tertentu. F. Penelitian yang Relevan Penelitian dilakukan untuk mencari penyebab kestabilan pada setiap pembelajaran. Pada dasarnya penilaian tidak berjalan dari awal secara murni, tetapi pada umumnya telah ada acuan yang telah mendasari atau telah ada penelitian yang sejenis. Berikut ini hasil penelitian yang relevan dengan penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini. 1. Winaranti (2012) dalam skripsiny a yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Type Co-Op Co-Op untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran IPS Kelas VA SD Negeri 04 Metro Utara Tahun Pelajaran 2011/ Naro (20 10) dalam skripsi yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Tipe Co-Op Co-Op pada Materi Gelombang Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 8 Lubuklinggau. Mencermati terhadap dua hal di atas dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu penggunaan model pembelajaran. Penelitian yang dilakukan

27 34 oleh Winaranti merupakan penelitian tindakan kelas pada jenjang Sekolah Dasar, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Naro adalah penelitian tindakan kelas pada jenjang Sekolah Menengah Pertama. Dua hal tersebut sama dalam penggunaan model cooperative learning tipe co-op co-op untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Kedua penelitian tersebut sama dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang menggunakan model cooperative learning tipe co-op co-op untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Sedangkan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan ialah tempat dan waktu penelitian serta hasil yang diperoleh. G. Kerangka Pikir Prestasi belajar siswa ditentukan oleh pemilihan model pembelajaran guru. Model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi pembelajaran sangat mendukung dari keberhasilan proses kegiatan pembelajaran. Dalam model pembelajaran cooperative learning tipe co-op co-op dengan media grafis siswa dituntut untuk aktif dan inovatif dalam proses pembelajaran. Membantu siswa belajar menghargai siswa lain serta bekerja sama dengan orang lainnya sehingga mempermudah siswa untuk memahami materi yang diajarkan oleh guru. Kondisi awal yang menjadi sebab dilakukannya penelitian ini adalah terdapat masalah dalam pembelajaran IPS pada saat pembelajaran berlangsung, yakni: (1) siswa belum terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga menyebabkan aktivitas siswa masih cenderung pasif, (2) suasana belajar siswa pasif, guru belum optimal dalam memberikan

28 35 kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan, ide dan gagasan, (3) guru kurang mengoptimalkan penerapan model dan media pembelajaran dalam proses pembelajaran IPS di kelas, (4 ) rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa kelas VA pada mata pembelajaran IPS. Oleh karena itu, peneliti melakukan perbaikan dengan menerapkan model cooperative learning tipe coop co-op dengan media grafis. Berdasarkan uraian di atas, dapat digambarkan dalam bagan kerangka pikir sebagai berikut. INPUT PROSES OUTPUT Dalam pembelajaran IPS guru masih menggunakan metode ceramah dan kurang kreatif dalam menggunakan model dan media pembelajaran sehingga aktivitas dan hasil belajar siswa rendah. Penerapan model cooperative learning tipe coop co-op dengan media grafis Gambar 2.1 Bagan kerangka pikir Meningkatnya aktivitas dan hasil belajar siswa yang tuntas 75% dari jumlah siswa atau telah mencapai KKM yang ditentukan yaitu 66. H. Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: Apabila dalam pembelajaran IPS menerapkan model cooperative learning tipe co-op co-op dengan media grafis menggunakan langkah-langkah yang tepat, maka aktivitas dan hasil belajar siswa kelas VA SD Negeri 04 Metro Barat dapat meningkat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan, baik diperoleh sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Belajar dapat dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 2.1.1 Pengertian IPS Mata pelajaran di sekolah dasar terdiri dari beberapa mata pelajaran pokok, salah satunya yaitu mata pelajaran IPS. Sapriya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SD. social studies, seperti di Amerika. Sardjiyo (repository. upi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SD. social studies, seperti di Amerika. Sardjiyo (repository. upi. 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SD 1. Pengertian IPS Ilmu pengetahuan sosial (IPS) secara resmi mulai dipergunakan di Indonesia sejak tahun 1975 merupakan istilah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Cooperative Learning Tipe Make A Match 2.1.1 Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan yang digunakan oleh guru untuk mencapai keberhasilan dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia. Pada intinya, fokus IPS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia. Pada intinya, fokus IPS 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Pengertian IPS merujuk pada kajian yang memusatkan perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia. Pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. merencanakan pembelajaran di kelas. Sejalan dengan pendapat Hosnan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. merencanakan pembelajaran di kelas. Sejalan dengan pendapat Hosnan 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Posing 1. Pengertian Model Pembelajaran Model adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan suatu gambaran keseluruhan urutan atau langkah-langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2007: 23) mengartikan bahwa aktivitas adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2007: 23) mengartikan bahwa aktivitas adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aktivitas Aktivitas merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh semua makhluk hidup. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2007: 23) mengartikan bahwa aktivitas adalah keaktifan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Media Pembelajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Media Pembelajaran BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Media Pembelajaran Audio Visual 1. Pengertian Media Pembelajaran Media pembelajaran merupakan perantara untuk menyampaikan pesan atau informasi yang sangat dibutuhkan dalam proses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Kegiatan pembelajaran meliputi belajar dan mengajar yang keduanya saling berhubungan. Kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif siswa untuk membangun makna atau pemahaman

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Pembelajaran Scientific 1. Pengertian Pendekatan Scientific Pendekatan scientific lebih dikenal dengan istilah pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Permendikbud No.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mata pelajaran yang mengulas mengenai pengetahuan-pengetahuan umum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mata pelajaran yang mengulas mengenai pengetahuan-pengetahuan umum 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 1. Pengertian IPS Ilmu Pengetahuan Sosial atau disingkat IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang mengulas mengenai pengetahuan-pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Sadiman (2006:6) media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Sadiman (2006:6) media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Pembelajaran 2.1.1 Pengertian media pembelajaran Menurut Sadiman (2006:6) media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari "Medium" yang secara harfiah berarti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Ngalimun (2012: 8) mendefinisikan model pembelajaran sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Ngalimun (2012: 8) mendefinisikan model pembelajaran sebagai 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan komponen utama dalam menciptakan suasana belajar aktif, kreatif, dan menyenangkan. Hamalik dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Audio-Visual Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa arab, media adalah perantara atau pengantar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan dimulai dari sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah pertama (SMP) yang

Lebih terperinci

BAB. II KAJIAN PUSTAKA

BAB. II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB. II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aktivitas Belajar Pengertian aktivitas adalah semua kegiatan seseorang dalam mengikuti suatu kegiatan baik secara kelompok maupun perorangan atau individu. Menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Ilmu Pengetahuan Sosial 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial Pendidikan ilmu pengetahuan sosial merupakan proses mendidik dan memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20, 2003, h. 4).

BAB I PENDAHULUAN. negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20, 2003, h. 4). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Pembelajaran di SD ada beberapa mata pelajaran yang wajib diajarkan salah satunya yaitu Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bagaimana bentuk pembelajaran yang akan dilaksanakan. Menurut Trianto. dalam kelas atau pembelajaran dalam tutorial.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bagaimana bentuk pembelajaran yang akan dilaksanakan. Menurut Trianto. dalam kelas atau pembelajaran dalam tutorial. 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan salah satu komponen dari kegiatan pembelajaran, dimana dari model pembelajaran ini guru dapat memahami bagaimana bentuk pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Berbasis Proyek 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran dan dapat memberikan informasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan. Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 pada pasal 1 ayat 1 pendidikan adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti

TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau, pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah sebuah perantara atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia membutuhkan pendidikan dalam. hidupnya. Oleh karena itu, semua manusia di bumi pasti sangat

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia membutuhkan pendidikan dalam. hidupnya. Oleh karena itu, semua manusia di bumi pasti sangat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya setiap manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Adanya pemberian pendidikan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan akademis dan psikologis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengalaman dan latihan terjadi melalui interaksi antara individual dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengalaman dan latihan terjadi melalui interaksi antara individual dan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Belajar merupakan perkembangan yang dialami seorang menuju kearah yang lebih baik. Menurut Azis Wahab ( 2009: 2 ) belajar merupakan proses perubahan tingkah laku pada diri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saca Firmansyah (2008) menyatakan bahwa partisipasi adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saca Firmansyah (2008) menyatakan bahwa partisipasi adalah 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Partisipasi Menurut Saca Firmansyah (2008) menyatakan bahwa partisipasi adalah ketrelibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan pemerintah negara Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Strategi belajar mengajar yang tepat sangat penting dilakukan untuk menunjang keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diharapkan dapat membekali seseorang dengan pengetahuan yang memungkinkan baginya untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Arti make a match adalah mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Arti make a match adalah mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Make a Match 2.1.1 Arti Make a Match Arti make a match adalah mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban soal sebelum habis waktu yang ditentukan. Menurut Lie (2002:30) bahwa,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Slameto

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajara Tematik Terpadu dan Pendekatan Scientific. 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajara Tematik Terpadu dan Pendekatan Scientific. 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajara Tematik Terpadu dan Pendekatan Scientific 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu Kurikulum 2013 yang sekarang ini mulai digunakan yaitu pembelajaran tematik terpadu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses membangun peradaban bangsa. Pendidikan mempunyai tanggung jawab besar guna menyiapkan sumber daya manusia dalam berbagai

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan kunci yang nantinya akan membuka pintu ke arah modernisasi dan kemajuan suatu bangsa. Tujuan pendidikan nasional Indonesia terdapat pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman ditandai dengan kemajuan teknologi, dituntut untuk dapat mengikuti kemajuan teknologi yang telah ada. Begitu halnya dengan jenjang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan salah satu faktor penting dalam pembelajaran yang digunakan oleh guru demi tercapainya keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan dihampir semua aspek kehidupan manusia, termasuk dalam pendidikan formal. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan karena itu pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang terikat dan terarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang individu di muka bumi ini, tanpa pendidikan berarti seseorang tidak berilmu, padahal kita tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki siswa, termasuk kemampuan bernalar, kreativitas, kebiasaan bekerja keras,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan, kemauan, minat, sikap, kemampuan untuk berpikir logis, praktis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas

Lebih terperinci

MEDIA DAN SUMBER PEMBELAJARAN ENCEP KUSUMAH

MEDIA DAN SUMBER PEMBELAJARAN ENCEP KUSUMAH MEDIA DAN SUMBER PEMBELAJARAN ENCEP KUSUMAH PENGERTIAN MEDIA Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar Media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan informasi yang cepat berubah saat ini membutuhkan manusia yang siap dan tanggap. Salah satu cara untuk menghasilkan manusia yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Disiplin Belajar 1. Pengertian Disiplin Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang keberhasilan siswa di kelas maupun di sekolah. Ini bertujuan agar siswa

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Penelitian

A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa kemajuan suatu negara. Sebaliknya, terhambatnya atau merosotnya

BAB I PENDAHULUAN. membawa kemajuan suatu negara. Sebaliknya, terhambatnya atau merosotnya A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan memegang peranan penting untuk menjamin kelangsungan hidup suatu bangsa dan negara. Oleh karena itu pendidikan berperan dalam menghasilkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi pembangunan bangsa dan negara. Dalam UU Sistem. didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi pembangunan bangsa dan negara. Dalam UU Sistem. didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat penting dan berguna sekali dalam kehidupan manusia. Bahkan tidak hanya penting bagi individu sendiri melainkan sangat penting bagi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang sekolah dasar mata pelajaran Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang sekolah dasar mata pelajaran Ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari jenjang sekolah dasar hingga menengah. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Lingkungan belajar yang dimaksud adalah sekolah dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan. untuk belajar, khususnya pada mata pelajaran IPS.

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan. untuk belajar, khususnya pada mata pelajaran IPS. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iklim pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan dan kegairahan belajar (Wahab, 1986), demikian pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dalam ilmu pengetahuan sebagai penggerak utama perubahan menuntut pendidikan untuk terus maju melakukan adaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kesulitan Guru 2.1.1 Pengertian Kesulitan Istilah kesulitan/problema berasal dari bahasa inggris yaitu problematic yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam Kamus Besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar (SD). IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu

Lebih terperinci

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dalam pandangan tradisional selama beberapa dekade dipahami sebagai bentuk pelayanan sosial yang harus diberikan kepada masyarakat. Namun demikian pendidikan

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) 7 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD sampai SMP. IPS mengkaji seperangkat peristiwa,

Lebih terperinci

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan. 8 II. KAJIAN PUSTAKA A. Strategi Pembelajaran 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan diamanatkan bahwa proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki penetahuan dan keterampilan, serta manusia-manusia yang memiliki. latihan bagi peranannya di masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki penetahuan dan keterampilan, serta manusia-manusia yang memiliki. latihan bagi peranannya di masa mendatang. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikian pada hakikatnya adalah usaha sadar yang dilakukuan oleh manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Pemahaman Pemahaman terhadap suatu pelajaran diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu dan berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sutikno mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sutikno mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Sutikno mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Konsep Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan. Hamalik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Pembelajaran Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar yaitu perantara atau pengantar sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu usaha yang dilakukan agar peran pendidikan dapat tercapai, maka kita. sebagai Warga Negara Indonesia harus berusaha belajar.

BAB I PENDAHULUAN. satu usaha yang dilakukan agar peran pendidikan dapat tercapai, maka kita. sebagai Warga Negara Indonesia harus berusaha belajar. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia yang diperlukan bagi pembangunan bangsa di semua bidang kehidupan, dan salah satu usaha

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Siswa Kelas Unggulan di SMP Negeri 1 Gondang Tulungagung. berkaitan dengan indera pendengar, dimana pesan yang disampaikan

BAB V PEMBAHASAN. Siswa Kelas Unggulan di SMP Negeri 1 Gondang Tulungagung. berkaitan dengan indera pendengar, dimana pesan yang disampaikan BAB V PEMBAHASAN A. Keterampilan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Menggunakan Media Pembelajaran Audio untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas Unggulan di SMP Negeri 1 Gondang Tulungagung. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui

BAB I PENDAHULUAN. dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia hidup pasti membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Karena pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Kualitas Pembelajaran IPS, Model Kooperatif Tipe Jigsaw, Media Visual.

ABSTRAK. Kata Kunci: Kualitas Pembelajaran IPS, Model Kooperatif Tipe Jigsaw, Media Visual. PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW BERBASIS MEDIA VISUAL DI KELAS IV SDN 02 TEMULUS Oleh: Yulina Ismiyanti PGSD FKIP Universitas Islam Sultan Agung ABSTRAK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari Medium yang

TINJAUAN PUSTAKA. Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari Medium yang 11 TINJAUAN PUSTAKA A. Media maket Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari Medium yang secara harfiah berarti Perantara atau Pengantar yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 3, bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 3, bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan mampu mempercedaskan kehidupan bangsa. Seperti yang diamanatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, kaena dengan pendidikan manusia dapat hidup sesuai dengan tujuan dan fungsinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya sebagai objek, sementara guru aktif mendominasi seluruh kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. hanya sebagai objek, sementara guru aktif mendominasi seluruh kegiatan belajar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah terjadi pergeseran paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran di dalam mengelola pendidikan,. Pengajaran cenderung guru aktif, sedangkan siswa pasif sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan dapat dicapai dengan

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan dapat dicapai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di sekolah dasar merupakan langkah awal untuk mencapai keberhasilan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan dapat dicapai dengan mengembangkan kemampuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KKG. Salah satu contoh yaitu rendahnya nilai belajar siswa kelas IV-A tahun

BAB I PENDAHULUAN. KKG. Salah satu contoh yaitu rendahnya nilai belajar siswa kelas IV-A tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran yang dikembang di SDN 02 Tiuh Toho Kecamatan Menggala belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Metode pembelajaran yang diterapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bahan Ajar 2.1.1 Pengertian Bahan Ajar Hamdani (2011:218) mengemukakan beberapa pengertian tentang bahan ajar, yaitu sebagai berikut: a. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan atau pendewasaan manusia, berasal dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak biasa menjadi biasa, dari tidak paham menjadi paham

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan komponen dari ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat semakin meningkatkan tuntutan hidup masyarakat di segala bidang, termasuk dalam bidang pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu pembelajaran yang ada di sekolah adalah pembelajaran Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu pembelajaran yang ada di sekolah adalah pembelajaran Ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu pembelajaran yang ada di sekolah adalah pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang merupakan mata pelajaran yang diberikan di tingkat SD dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu negara. Dengan pendidikan dibentuk SDM yang berkualitas. Untuk mewujudkan hal itu dibutuhkan pendidik

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING 111 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP INVESTIGATION BERBASIS MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SISTEM PENGATURAN REFRIGERASI Raden I. Saputra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketekunan dan keteladanan baik dari pendidik maupun peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. ketekunan dan keteladanan baik dari pendidik maupun peserta didik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek utama dalam pembentukan moral suatu bangsa. Dalam pelaksanaannya, proses pendidikan membutuhkan kesiapan, kecakapan, ketelitian, keuletan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu guru dapat di katakan sebagai sentral pembelajaran. dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. itu guru dapat di katakan sebagai sentral pembelajaran. dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pendidikan. Guru sebagai salah satu komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan IPA (Sains) adalah salah satu aspek pendidikan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan khususnya pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kemajuan suatu bangsa dan

Lebih terperinci