UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA PESTISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT KARAT DAUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA PESTISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT KARAT DAUN"

Transkripsi

1 UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA PESTISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT KARAT DAUN (Phakopsora pachyrhizi) PADA TANAMAN KACANG KEDELAI (Glycine max L. Merril) SKRIPSI Oleh : ALFREDO BARUS HPT DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

2 2 UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA PESTISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT KARAT DAUN (Phakopsora pachyrhizi) PADA TANAMAN KACANG KEDELAI (Glycine max L. Merril) SKRIPSI OLEH : ALFREDO BARUS HPT Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Di Departemen Ilmu Hama Dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing (Dr. Ir. Hasanuddin, MS) Ketua (Ir. Lahmuddin Lubis, MP) Anggota DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

3 3 Judul Skripsi : UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA PESTISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT KARAT DAUN (Phakopsora pachyrhizi) PADA TANAMAN KACANG KEDELAI (Glycine max L. Merril) Nama : Alfredo Barus NIM : Departemen : Ilmu Hama Dan Penyakit Tumbuhan Program Studi : Penyakit Tumbuhan Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing (Dr. Ir. Hasanuddin, MS) Ketua (Ir. Lahmuddin Lubis, MP) Anggota Tanggal Lulus :

4 4 ABSTRAK Alfredo Barus, Uji Efektifitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi) Pada Tanaman Kacang Kedelai (Glycine Max L. Merril). Penelitian ini dilaksanakan di rumah kassa dan laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, mulai bulan Maret hingga bulan juni Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas beberapa pestisida nabati untuk mengendalikan penyakit karat daun (Phakopsora pachyrhizi) pada tanaman kacang kedelai (Glycine max L.). Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) untuk di rumah kassa dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk di laboratorium dengan 4 perlakuan dan 6. N0 = kontrol; N1 = mimba; N2 = sirih dan N3 = gambir. Parameter yang diamati pada percobaan di rumah kassa adalah intensitas serangan, tinggi tanaman, jumlah daun dan produksi. Parameter yang diamati di laboratorium adalah jumlah spora yang berkecambah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pengamatan terakhir perlakuan pestisida nabati berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan penyakit yang disebabkan oleh Phakopsora pachyrhizi. Pengamatan terakhir intensitas serangan tertinggi terdapat pada N0 = 22,25 % dan terendah pada N2 = 6,85%. ketiga bahan nabati tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Pengamatan terakhir jumlah daun diketahui bahwa pestisida nabati memberi pengaruh nyata, jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan N2 sebanyak 16 daun dan jumlah daun terendah terdapat pada perlakuan N0 sebanyak 13 daun. pestisida nabati berpengaruh nyata terhadap produksi. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan N2 sebesar 1,07 ton/ha dan produksi terendah terdapat pada N0 sebesar 1,35 ton/ha. Pada pengamatan perkecambahan spora di laboratorium diketahui bahwa perlakuan N2 lebih efektif menekan perkecambahan spora dibandingkan perlakuan lain. Pada pengamatan terakhir diketahui jumlah spora yang paling sedikit berkecambah adalah N2 (22.22 %), dan yang paling banyak adalah perlakuan N0 (75.00 %).

5 5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pancur Batu pada tanggal 23 Februari 1982 dari ayah Y. Barus dan ibu R. Br Ginting. Penulis anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 1994 penulis lulus dari SD SW BHAKTI Pancur Batu, tahun 1997 lulus dari SLTP Negeri 2 Pancur Batu, tahun 2000 lulus dari SMU Negeri 1 Pancur batu dan tahun 2001 lulus seleksi masuk USU melalui jalur UMPTN. Penulis memilih Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas pertanian USU Medan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti organisasi pecinta alam (MAPALA), melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PPKS Marihat pada bulan Juli 2005 dan melaksanakan praktek skripsi di rumah kasa dan Laboratorium Fakultas Pertanian USU, Medan dari bulan Maret hingga Juni 2007.

6 6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Adapun judul dari skripsi ini adalah Uji Efektifitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi) Pada Tanaman Kacang Kedelai (Glycine Max L. Merril) yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan juga sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan. Penulis mengucapkan benyak terima kasih kepada komisi pembimbing Dr. Ir. Hasanuddin, MS selaku ketua dan Ir. Lahmuddin Lubis, MP sebagai anggota, yang telah membimbing penulis dalam penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam mengerjakan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan saran-saran yang membangun untuk perbaikan skripsi ini. Medan, Juli 2007 Penulis

7 7 DAFTAR ISI ABSTRACT... ABSTRAK... i RIWAYAT HIDUP... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI...iv DAFTAR TABEL...vi DAFTAR LAMPIRAN... vii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Hipotesa penelitian... 4 Kegunaan Penelitian... 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai (Glycine max L. )... 5 Penyakit Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi)... 7 Gejala Penyakit... 7 Penyebab Penyakit... 8 Daur Penyakit... 9 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Pengendalian Pestisida Nabati BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Di Rumah Kassa Di Laboratorium Peubah Amatan Di Lapangan Intensitas Serangan Tinggi tanaman Jumlah daun Produksi Di Laboratorium Jumlah Spora Yang Berkecambah... 18

8 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas Serangan Tinggi tanaman Jumlah daun Produksi Jumlah Spora Yang Berkecambah KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

9 9 DAFTAR TABEL No. Judul Hal. 1. Rataan intensitas serangan (%) jamur Phakopsora pachyrhizi pada perlakuan kontrol (N0), daun mimba (N1), daun sirih (N2) dan gambir (N3) Rataan tinggi tanaman kedelai (cm) pada keempat perlakuan pestisida nabati Rataan jumlah daun pada keempat perlakuan Rataan produksi (ton/ha) Rataan perkecambahan spora Phakopsora pachyrhizi pada perlakuan kontrol (N0), daun mimba (N1), daun sirih (N2) dan gambir (N3)... 24

10 10 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Hal. 1. Bagan Percobaan di Rumah Kassa Bagan Percobaan di Laboratorium Tabel Rataan Intensitas (%) 28 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Intensitas (%) 31 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Intensitas (%) 34 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Intensitas (%) 37 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Intensitas (%) 40 HST (Peng. Tgl ) Tabel R ataan Intensitas (%) 43 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Intensitas (%) 46 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Intensitas (%) 49 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Intensitas (%) 52 HST (Peng. Tgl Tabel Rataan Intensitas (%) 55 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Intensitas (%) 58 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Intensitas (%) 61 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Intensitas (%) 64 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Intensitas (%) 67 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Intensitas (%) 70 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Intensitas (%) 73 HST (Peng. Tgl )... 47

11 Tabel Rataan Intensitas (%) 76 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Intensitas (%) 79 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Intensitas (%) 82 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Tinggi Tan. (cm) 28 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Tinggi Tan. (cm) 34 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Tinggi Tan. (cm) 40 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Tinggi Tan. (cm) 46 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Jumlah Daun 28 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Jumlah Daun 31 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Jumlah Daun 34 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Jumlah Daun 37 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Jumlah Daun 40 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Jumlah Daun 43 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Jumlah Daun 46 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Jumlah Daun 49 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Jumlah Daun 52 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Jumlah Daun 55 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Jumlah Daun 58 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Jumlah Daun 61 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Jumlah Daun 64 HST (Peng. Tgll ) Tabel Rataan Jumlah Daun 67 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Jumlah Daun 70 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Jumlah Daun 73 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Jumlah Daun 76 HST (Peng. Tgl )... 67

12 Tabel Rataan Jumlah Daun 79 HST (Peng. Tgl ) Tabel Rataan Jumlah Daun 82 HST (Peng. Tgl ) Data Produksi Perplot (ton/ha) Tabel rataan jumlah spora yang berkecambah (%) (4 JSP) Tabel rataan jumlah spora yang berkecambah (%) (5 JSP) Tabel rataan jumlah spora yang berkecambah (%) (6 JSP) Tabel rataan jumlah spora yang berkecambah (%) (7 JSP) Tabel rataan jumlah spora yang berkecambah (%) (8 JSP) Tabel rataan jumlah spora yang berkecambah (%) (9 JSP) Tabel rataan jumlah spora yang berkecambah (%) (10 JSP) Tabel rataan jumlah spora yang berkecambah (%) (24 JSP) Foto lahan penelitian Foto spora Phakopsora pachyrhizi... 80

13 13 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merril) diyakini berasal dari timur, kemungkinan dari Cina. Satu yang sangat misterius tentang kedelai adalah kenapa sangat sedikit penggunaannya langsung sebagai makanan. Jarang dijumpai kebiasaan yang telah memasak dan memakan kedelai sebagai bahan tambahan dari makanan mereka. Di Barat produk utama dari kedelai adalah minyak yang telah dimurnikan dan tepung tanpa lemak, di Timur produk utamanya juga minyak dan tepung (Snyder and Kwon, 1987). Dari berbagai jenis kacang-kacangan, kedelai adalah sumber protein yang paling mencuri perhatian, dikarenakan kandungan proteinnya yang tinggi dan untuk mengekstraknya cukup mudah. Kedelai telah dipelajari secara intensif dan proses yang telah dikembangkan untuk memperoleh dan memodifikasi proteinnya untuk penggunaan pada makanan (Potter, 1986). Di Indonesia, Kedelai mulai dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria, Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika (Rans, 2006).

14 14 Umumya kedelai ditanam pada musim kemarau, namun pada musin kemarau sering terjadi penyakit karat. Penyakit karat merupakan penyakit utama pada kedelai dan tersebar luas di berbagai daerah di Indonesia (Semangun, 1991). Kehilangan hasil akibat penyakit karat dilaporkan dapat mencapai 40 90% di Indonesia (Sudjono dkk, 1985), 10 40% di Thailand serta 23 50% di Taiwan (Sinclair dan Shurtleff, 1980). Penyakit karat kedelai tersebar luas di Indonesia Adanya penyakit karat kedelai di Yogyakarta dan Surakarta sudah dilaporkan sejak tahun Pada waktu itu jamurnya disebut sebagai Uromyces phaseoli (Pers) Link. (Anonim, 1987). Tindakan pengendalian selama ini hanya mengandalkan penggunaan fungisida, sedangkan harga fungisida semakin meningkat. Komoditas eksport Indonesia ditolak di luar negeri karena adanya residu pestisida termasuk yang terkandung didalam hasil-hasil pertanian tersebut. Residu insektisida dan fungisida membahayakan kesehatan ternak dan manusia (Sumartini dan Yusmani, 2001). Hingga saat ini ketergantungan petani akan pestisida sintetis masih sangat tinggi. 20 % produksi pestisida dunia pada tahun 1984 diserap oleh Indonesia. Dalam periode penggunaan pestisida di Indonesia meningkat sebesar 236% dibandingkan dengan periode sebelumnya (Novizan, 2002). Namun akhir-akhir ini disadari pemakaian pestisida sintetis ibarat pisau bermata dua. Di balik manfaatnya yang besar bagi peningkatan produksi pertanian tersembunyi bahaya yang mengerikan. Para ilmuwan telah menyadari bahwa dibalik kemudahan dan keunggulan pestisida sintetis tersembunyi biaya mahal

15 15 yang ditanggung oleh umat manusia diberbagai belahan bumi. Bahaya yang dimaksud adalah pencemaran lingkungan dan keracunan. Menurut WHO (World Health Organization) paling tidak orang pertahun meninggal akibat keracunan pestisida, sekitar orang pertahun mengalami dampak yang sangat fatal seperti kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit liver. Tragedi Bhopal di India pada bulan Desember 1984 merupakan peringatan keras untuk produksi pestisida sintetis. Saat itu, bahan kimia metal isosianat telah bocor dari pabrik Union Carbide yang memproduksi pestisida sintetis. Tragedi itu menewaskan lebih dari 2000 orang dan mengakibatkan lebih dari orang dirawat akibat keracunan. Kejadian ini merupakan kejadian terburuk dalam sejarah produksi pestisida sintetis (Novizan, 2002). Untuk menghadapi berbagai tantangan pembangunan pertanian, pemerintah bersama masyarakat harus mampu membuat terobosan-terobosan dengan berbagai alternatif yang dapat memberikan jalan keluar dari permasalahan dengan tidak melupakan kepedulian terhadap lingkungan dan mengutamakan keberpihakan kepada petani. Suatu alternatif pengendalian hama dan penyakit yang murah, praktis dan relatif aman terhadap lingkungan sangat diperlukan oleh negara berkembang seperti Indonesia dengan kondisi petaninya yang memiliki modal terbatas untuk membeli pestisida sintetis (Novizan, 2002). 2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas beberapa pestisida nabati untuk mengendalikan penyakit karat daun (Phakopsora pachyrhizi) pada tanaman kacang kedelai (Glycine max L.)

16 16 3. Hipotesa penelitian Pestisida nabati berpengaruh terhadap perkembangan penyakit karat daun (Phakopsora pachyrhizi) pada tanaman kacang kedelai (Glycine max L.). 4. Kegunaan Penelitian Sebagai pengendalian alternatif dalam mengendalikan penyakit karat daun (Phakopsora pachyrhizi) pada tanaman kedelai (Glycine max L. ) Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

17 17 II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai (Glycine max L. ) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Polypetales : Leguminoceae : Glycine : Glycine max L. Merril Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh tegak, dan berdaun lebat. Tinggi tanaman berkisar antara 30 cm 100 cm. Batangnya beruas-ruas dengan 3-6 cabang (Fachruddin, 2000). Daun kedelai berbentuk oval. Daun pertama yang keluar dari buku sebelah atas kotiledon berupa daun tunggal yang letaknya berseberangan. Daun yang terbentuk kemudian, merupakan daun ketiga yang letaknya berselang-seling. Pada setiap tangkai daun terdapat tiga helai daun (trifoliolatus) (Fachruddin, 2000).

18 18 Tanaman kedelai mulai berbunga pada umur antara hari setelah tanam. Pembentukan bungga dimulai dari node bawah kearah atas sehingga ketika bunga tersebut membentuk polong, node-node diatasnya masih terus memunculkan bunga. Bunga kedelai tumbuh berkelompok pada ruas-ruas batang, berwarna putih atau ungu, dan memiliki kelamin jantan dan betina. penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup sehingga kemungkinan terjadinya persilangan alami sangat kecil. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong (Pitojo, 2003). Buah kedelai berbentuk polong, setiap polong berisi 1-4 biji. Biji umumya berbentuk bulat atau bulat pipih sampai bulat lonjong. Ukuran biji berkisar antara 6 g 30 g/100 biji. Ukuran biji diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu biji kecil (6 g 10 g/100 biji), sedang (11 g 12 g/100 biji), dan besar (13 atau lebih/100 biji). Warna kulit biji bervariasi antara lain kuning, hijau, coklat, dan hitam (Fachruddin, 2000). Akar tanaman kedelai berupa akar tunggang yang membentuk cabang-cabang akar. Akar tumbuh kearah bawah, sedangkan cabang akar berkembang menyamping tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembaban tanah turun akarakar berkembang lebih kedalam agar dapat menyerap air dan unsur hara. Pertumbuhan kesamping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tamnaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil akar (Pitojo, 2003). Panen dapat dilakukan dengan sabit bergerigi setelah tanaman kedelai masak lebih kurang 95% dimana semua polong sudah berwarna coklat kekuning-

19 19 kuningan serta semua daun rontok. Kemudian polong kedelai dijemur ditikar atau diterpal sampai kering dengan kadar air 18%. Kalau hari cerah cukup dua hari dijemur dengan tanda polong mudah pecah (Manurung, 1994). Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 m dpl (BAPPENAS, 2006). Bagi pertumbuhannya, tanaman kedelai menghendaki daerah dengan curah hujan minimum (sekitar 800 mm) pada masa pertumbuhanya selama 3 sampai 4 bulan. Pada daerah dingin ketinggian di bawah 1000 mdpl tanaman ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, terutama jika tanahnya merupakan tanah yang subur dan memperoleh pengairan yang baik (Kartasapoetra, 1988). Pada lingkungan yang optimal setelah 4 hari benih kedelai ditanam sudah mulai tumbuh atau berkecambah. Pada umur 4 7 hari setelah tanam, penyulaman sudah dapat dilakukan. Penyulaman lebih dari 7 hari setelah tanam, sebaiknya dilakukan dilakukan dengan pindah bibit dari sekitar atau bibit diambil dari antara tanaman (Manurung, 1994). 2. Penyakit Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi) Penyakit karat kedelai tersebar luas di Indonesia, adanya penyakit karat pada kedelai di Yogyakarta dan Surakarta sudah dilaporkan sejak tahun Pada waktu itu jamurnya disebut sebagai Uromyces phaseoli (Pers.) Link. Setelah itu penyakit karat pada kedelai tidak disebut-sebut. Antara lain penyakit ini tidak terdapat dalam ikhtisar ringkas hama dan penyakit kedelai di Jawa yang ditulis oleh Van der Gook dan Muller (1931/1932) (Semangun,1991).

20 20 Gejala Penyakit Menurut Yang (1977) gejala penyakit karat kedelai adalah sebagai berikut. Gejala tampak pada daun, tangkai, dan kadang-kadang pada batang. Mula-mula di sini terjadi bercak-bercak kecil coklat kelabu atau bercak yang sedikit demi sedikit berubah menjadi coklat atau coklat tua. Bercak-bercak karat terlihat sebelum bisul-bisul (pustule) pecah. Bercak tampak bersudut-sudut, karena dibatasi oleh tulang-tulang daun di dekat tempat terjadinya infeksi (Semangun, 1991). Gejala penyakit karat tampak pada daun, tangkai daun dan kadang-kadang pada batang yang mula-mula terbentuk bercak-bercak dan kemudian berkembang menjadi bisul yang berwarna seperti karat. Pada umumnya serangan terjadi pada permukaan bawah daun dan serangan awal biasanya terjadi pada daun-daun bawah yang kemudian berkembang ke daun yang lebih atas (Sumartini dan Yusmani, 2001) Penyebab Penyakit Penyakit karat disebabkan oleh jamur Phakopsora pachyrhizi. Jamur tersebut juga dapat menyerang kacang gude, kara pedang, orok-orok, bengkuang, kacang kratok, buncis, kecipir, kacang hijau, kacang uci dan kacang panjang (Yang, 1977; Sinaga, 1979; Sudjono, 1984). Phakopsora pachyrhizi mempunyai uredium pada sisi bawah dan atas daun, coklat muda sampai coklat, bergaris tengah µm, sering kali tersebar merata memenuhi permukaan daun. Parafisa pangkalnya bersatu, membentuk penutup yang mirip dengan kubah diatas uredium. Parafisa membengkok, berbentuk gada atau mempunyai ujung membengkak, hialin atau berwarna jerami

21 21 dengan ruang sel sempit. Ujungnya berukuran 7,5-15 µm, dengan panjang µm,. Uredium bentuknya seperti piknidiun, mirip dengan gunung api kecil. Uredium dibentuk di bawah epidermis, jika dilihat dari atas berbentuk bulat atau jorong. Di pusat bagian uredium yang menonjol berbentuk lubang yang menjadi jalan keluarnya urediospora. Urediospora membulat pendek, bulat telur, atau jorong, hialin sammpai coklat kekuningan, x µm, dengan dinding hialin yang tebalnya 1-1,5 µm, berduri-duri halus (Semangun,1991). Menurut Sudjono (1984) pada daun pertama kedelai muda dapat terjadi dua macam bercak, yaitu yang mempunyai halo berwarna coklat dan yang tidak. Kedua tipe gejala ini menunjukkan adanya dua ras Phakopsora pachyrhizi pada kedelai. Ras dengan gejala tipe pertama lebih virulen daripada yang dengan gejala tipe kedua. Daur Penyakit Phakopsora pachyrhizi dapat menginfeksi banyak tanaman kacangankacangan, antara lain yang sering terdapat disini adalah gude (Cajanus cajan), kara pedang (Canaviala gladiata), kacang asu (Calopogonium mutcunoides, tanama penutup tanah), Orok-orok (Crotalaria spp.), Desmodium spp., Kara (Dolochos lablab), bangkuang (Pachyrrhizus erosus), kratok (Phaseolus lunatus), buncis (P. fulgaris), kecipir (Psophocarpus tetragonolobus), Pueraria phaseoloides (tanaman pentup tanah), kacang hijau (Vigna radiate), kacang uci (V. umbellate), dan kacang panjang (v. unguiculata). Namun mengenai hal ini masih perlu diteliti hubungan antara Phakopsora pachyrhizi dengan Uromyces appendiculatus yang merupakan jamur karat yang lazim terdapat pada

22 22 buncis, kacang hijau, dan kacang panjang di alam. Phakopsora pachyrhizi tidak bertahan dalan biji ( Semangun,1991 ). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Suhu optimum untuk perkecambahan Urediospora adalah C. Pada kedelai infeksi paling banyak terjadi pada suhu C dengan embun selama jam., pada suhu C diperlukan embun selama jam. Masa berembun terpendek untuk terjadinya infeksi pada suhu C adalah 6 jam, sedang pada C adalah 8 10 jam. Infeksi tidak terjadi bila suhu lebih tinggi dari 27,5 0 C. Bakal uredium mulai tampak 5 7 hari setelah inokulasi dan pembentukan spora terjadi 2 4 hari kemudian. Penyakit karat yang lebih berat terjdi pada tanaman kedelai pada musim hujan (Semangun,1991 ). Jenis-jenis kedelai mempunyai kerentanan yang berbeda-beda. Sejak semula di Bogor diketahui bahwa ringgit, sumbing, dan Davros sangat rentan terhadap karat, sedang Wakasima agak tahan. Ketahanan juga tergantung dari umur tanaman. Ketahanan tanaman menurun dengan bertambahnya umur. Bercak karat bertambah banyak setelah tanaman berbunga. Antara umur panjang dengan ketahanan, dan antara umur pendek dengan kerentanan terdapat korelasi positif. Ketahanan ternyata bersifat dominan dan ditentukan oleh dua gen mayor (Semangun, 1991). Pengendalian

23 23 1. Penggunaan varietas yang tahan terhadap pentakit ini, yaitu varietas Willis, Merbabu, Raung, Dempo, Krakatau, Tampomas, dan Cikurai. 2. Perendaman benih dalam larutan fungisida Benlate T Pengendalian secara kimia dengan pengunaan fungisida, misalnya Alto 100 SL. (Fachruddin, 2000) 3. Pestisida Nabati Mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan pohon dengan ketinggian m. Tanaman mimba mengandung Azadirachtin, Meliantriol, Salanin, Nimbin, dan lainnya. Azadirachtin sendiri mengandung sekitar 17 komponen sehingga sulit untuk menentukan jenis komponen yang paling berperan sebagai pestisida. Bahan aktif ini terdapat di semua bagian tanaman (Novizan, 2002). Ekstrak mimba dikenal memiliki kempampuan menekan pertumbuhan jamur (Martoredjo et al, 1997; Sumartini, 2001; Rahaju, 2001).Sebagai fungisida, mimba dapat dipakai untuk tindakan preventif pada tahap awal gejala penyakit jamur. Semprotan ekstrak mimba menyebabkan spora jamur gagal berkecambah. Mimba efektif untuk mengendalikan jamur penyebab penyakit busuk, embun tepung, karat daun, bercak daun, kudis atau cacar daun, dan layu (Novizan, 2002). Daun sirih (Piper betle) dapat digunakan sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan jamur (Darsam et al, 1993; Sumartini, 2001; Rahaju, 2001). Tanaman yang berasal dari India dan Srilangka ini dikenal sejak 600 tahun sebelum masehi. bentuk daun bulat telur melebar, elips melonjong atau bulat telur melonjong dengan pangkal seperti jantung dan ujung meruncing pendek. Senyawa yang terkandung diantaranya yang terbesar adalah chavicol dan betlephenol.

24 24 Senyawa chavicol memiliki daya antiseptic yang kuat dan daya bunuh bakterinya bisa sampai lima kali lipat fenol biasa (Suharso, 2003). Menurut Anggraeni dan Djatnika (1999), perlakuan tepung gambir 400 mg/l air menurunkan intensitas serangan embun tepung (Oidium sp) dari 100 % menjadi 73,24%. Gambir mengandung asam tannin dan Cathechine sebagai unsur utama yang dapat digunakan sebagai anti septic terhadap jamur pathogen. Pengaruh tepung gambir belum dapat menunjukkan efektifitasnya dalam mengendalikan embun tepung pada bibit A. mangium. Hal ini mungkin karena dosis atau cara aplikasi fungisida nabati belum tepat.

25 25 III. BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan dan laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Ketinggian tempat ± 25 m dpl. Penelitian dimulai pada bulan Februari 2007 sampai selesai. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah bibit kedelai varietas Galunggung, polybag 25kilo, pupuk NPK, sirih, gambir, mimba, air suling, alkohol 96%, tissue, tepung kanji, kapas, aluminium foil dan minyak imersi. Alat yang digunakan adalah cangkul, gembor, tali, pacak, alat tulis, objek glass, mikroskop, cawan petri, autoclave, Erlenmeyer, selotip, spidol, beaker glass, kompor, saringan, pengaduk, label, korek api, timbangan, kuas, haemocytometer dan gunting. Metode Penelitian

26 26 Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial untuk di lapangan dan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial untuk di laboratorium dengan masing-masing 4 perlakuan dan 6. Dimana rumus mencari adalah sebagai berikut : (t - 1) (r - 1) 15 (4-1) (r - 1) 15 3r r 6 yang digunakan N0 = kontrol N1 = larutan mimba N2 = larutan sirih N3 = larutan gambir Setiap perlakuan terdiri dari 3 polybag dan setiap polybag berisi 1 tanaman. Sehingga jumlah tanaman yaitu : 4 (perlakuan) x 3 (polybag) x 6 () = 72 tanaman. Metode linear yang digunakan untuk di lapangan adalah : Yij = µ + µ + βj + Σij Metode linear yang digunakan untuk di laboratorium adalah : Yij = µ + τi + Σij Dimana : Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j µ = Nilai tengah umum τi = Pengaruh perlakuan ke-i

27 27 βj = Pengaruh kelompok ke-j Σij = Galat percobaan dari perlakuaan ke-i pada kelompok ke-j (Bangun, 1988). Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Larutan Bahan Nabati - Mimba : Sebanyak 100 gram daun mimba dicuci kemudian di blender. Bahan tersebut dicampurkan dengan 1L air dan 1 gram tepung kanji. Larutan di inkubasi selama 24 jam pada suhu kamar dan selanjutnya disaring dan siap digunakan (Sumartini dan Yusmani, 2001) - Sirih : Sebanyak 100 gram daun sirih dicuci kemudian di blender. Bahan tersebut dicampurkan dengan 1L air dan 1 gram tepung kanji. Larutan di inkubasi selama 24 jam pada suhu kamar dan selanjutnya disaring dan siap digunakan (Sumartini dan Yusmani, 2001). - Gambir : Gambir dihaluskan 2 gram kemudian dicampur dengan 1L air dan 1 gram tepung kanji. Larutan di inkubasi selama 24 jam kemudian disaring dan siap digunakan (Anggraeini dan Djatnika, 1990). Di Rumah Kassa - Persiapan Bahan Tanaman

28 28 Sebanyak 72 polybag diisi dengan tanah, kemudian diletakkan dengan jarak 50 cm antar perlakuan dan 100 cm antar. Setiap polybag, ditanam dengan 2 benih kedelai dan diupayakan 1 biji yang bisa tumbuh. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan yaitu penyiraman tanaman pada sore hari dan pengendalian gulma dilakukan secara manual. - Aplikasi Pestisida Nabati Aplikasi pestisida mulai dilakukan pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah tanam (4 mst) hingga 12 minggu setelah tanam (12 mst), dengan interval waktu tiga hari sekali. Aplikasi dilakukan dengan menyemprot tanaman sampai seluruh daun basah, sebelum itu dilakukan pengamatan intensitas serangan (Pitojo, 2003). Di Laboratorium Aplikasi Bahan Nabati Terhadap Suspensi Spora Spora diperoleh dari daun kedelai yang terinfeksi jamur karat. Suspensi spora dibuat dengan merontokkan spora dari daun-daun yang terinfeksi dengan menggunakan kuas. Suspensi spora diencerkan dengan air suling steril sampai mencapai kepadatan spora 10 4 /ml. Sebanyak 10 ml suspensi spora diberi 10 ml bahan nabati. Pengamatan terhadap jumlah spora dan spora berkecambah dilakukan di bawah mikroskop perbesaran 400 kali, dan dengan menggunakan alat haemocytometer. Bahan disimpan di kotak inokulasi pada suhu ruangan dan tidak di bawah sinar (Sumartini dan Yusmani, 2001). Peubah Amatan Di lapangan

29 29 1. Intensitas Serangan Pengamatan intensitas serangan mulai dilakukan pada waktu tanaman berumur 4 MST sampai 12 MST. Pengamatan intensitas serangan dilakukan 3 hari sekali. Untuk menghitung intensitas serangan menggunakan rumus : IS = Σ(n x v) x 100 % N x Z IS = Intensitas sserangan n = Jumlah tanaman atau bagian tanaman yang diamati dari tiap kategori serangan v = Nilai skala tiap kategori serangan N = Jumlah tanaman atau bagian tanaman yang diamati Z = Skala serangan tertinggi (Zauhari dkk, 1994). Nilai kategori serangan untuk penyakit adalah : 0 = Tidak ada serangan 1 = 0-10 % luas permukaan daun terserang 2 = % luas permukaan daun terserang 3 = 20-40% luas permukaan daun terserang 4 = % luas permukaan daun terserang 5 = % luas permukaan daun terserang (Zauhari dkk, 1991). 2. Tinggi tanaman Pengamatan tinggi tanaman dimulai dari umur 4 MST (sebelum aplikasi pertama dilakukan) hingga 12 MST. Pengamatan dilakukan dengan mengukur dari batang di atas permukaan tanah hingga titik tumbuh tertinggi tanaman. Pengamatan dilakukan seminggu sekali. 3. Jumlah daun

30 30 Pengamatan jumlah daun dimulai dari umur 4 MST (sebelum aplikasi pertama dilakukan ) hingga 12 MST. Pengamatan dilakukan seminggu sekali dengan menghitung jumlah daun trifoliate. 4. Produksi Pengamatan produksi tanaman dilakukan saat panen. Ini dilakukan dengan menghitung berat kering polong yang dipanen dari masing-masing plot perlakuan (kg/plot) lalu hasilnya dikonversikan kedalam ton per hektar dengan menggunakan rumus : Y = X x m 2 L kg Dimana : Y = Produksi dalam ton/ha X = Produksi dalam kg/plot L = Luas plot (m 2 ) Di Laboratorium Jumlah Spora Yang Berkecambah (%) Pengamatan terhadap jumlah spora yang berkecambah dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan haemocytometer untuk menghitung kerapatan spora. Pengamatan pertama dilakukan satu jam setelah perlakuan bahan nabati, pengamatan selanjutnya dilakukan dengan interval waktu 1 jam sebanyak 10 pengamatan dan pengamatan terakhir 24 jam setelah perlakuan. Pengamatan dilakukan sebanyak 11 kali. (Sumartini dan Yusmani, 2001).

31 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas Serangan Penyakit Karat Daun Phakopsora pachyrhizi Hasil pengamatan terhadap intensitas serangan penyakit selama 19 kali menunjukkan bahwa penggunaan pestisida nabati berpengaruh tidak nyata pada hari setelah tanam (HST) (lampiran 3 dan 4) dan berpengaruh nyata pada HST (lampiran 5-21). Untuk menentukan perbedaan antara perlakuan dapat dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan pada tabel 1. Tabel 1. Rataan intensitas serangan jamur Phakopsora pachyrhizi pada perlakuan kontrol (N0), daun mimba (N1), daun sirih (N2) dan gambir (N3) Perl. Waktu pengamatan (HST) N0 6.37a 7.27a 11.60a 12.09a 12.51a 10.03a 8.41a 7.91a a N1 3.23a 4.82a 7.03bc 6.41bc 6.51bc 5.14c 4.21c 4.61bc 4.04 bc N2 5.11a 4.99a 7.01c 6.54bc 6.70bc 5.15c 4.09c 4.48b bc N2 5.20a 5.66a 8.05b 7.40b 7.40b 5.79b 5.27b 4.56bc 4.41 b a a a a a 15,07 a a a a a 4.66 b 5.82 b b 7.60 b 6.93 b 7.99 b 7.65 b 9.77 b b b bc 4.88 bc 5.01 c c d 6.10 c 5.83 d 6.55 d c 6.85 c

32 bc 5.40 bc 5.58 c c bc 6.60 c 7.57 bc 8.26 c 8.66 bc 9.02 bc Angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan Pada tabel 1 pengamatan 82 HST ditunjukkan bahwa intensitas serangan tertinggi terdapat pada perlakuan N0 yaitu sebesar 22,25 % dan intensitas serangan terendah terdapat pada perlakuan N2 yaitu sebesar 6,85 %. Rataan intensitas serangan pada tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan ketiga pestisida nabati mampu menekan perkembangan Phakopsora pachyrhizi. Penghambatan pertumbuhan penyakit karat disebabkan oleh adanya senyawasenyawa hasil metabolit sekunder yang terkandung di dalam bahan nabati, senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa yang biasa digunakan oleh tanaman untuk mempertahankan dirinya terhadap serangan suatu hama atau patogen (Sumartini dan Yusmani, 2001). Pada pengamatan I (28 HST) penyakit karat sudah menyerang semua tanaman kedelai, hal ini diakibatkan oleh penyakit karat yang merupakan penyakit tanaman dewasa. Sesuai dengan Somaatmaja et al (1992) menyatakan bahwa perkembangan penyakit pada daun dan tangkai daun berupa bercak karat terlihat pada minggu ketiga dan keempat setelah tanam. Dari hasil pengamatan terakhir (82 HST), diketahui bahwa intensitas serangan terendah terdapat pada perlakuan N2 yaitu sebesar 6,85 %. Hal ini didukung pernyataan Suharso (2003) dan Koerniati et al (1994) yang menyatakan bahwa senyawa yang terkandung di dalam daun sirih yaitu fenol dan chavocol memiliki daya antiseptik yang kuat dan daya bunuh bakterinya lima kali lebih baik dari fenol biasa.

33 33 Pada perlakuan kontrol dapat kita lihat bahwa intensitas serangan penyakit karat daun semakin lama semakin meningkat, hal ini diakibatkan oleh ketahanan tanaman yang semakin tua semakin lemah. Hal senada juga disampaikan oleh Semangun (1991) yang menyatakan bahwa ketahanan tanaman kedelai tergantung dari umur tanaman, ketahanan tanaman menurun dengan bertambahnya umur tanaman dan bercak karat bertambah banyak setelah tanaman berbunga. Tinggi tanaman Berdasarkan hasil analisa sidik ragam pengamatan tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan ketiga bahan nabati tidak memberikan pengaruh nyata. Hal ini disebabkan karena penyakit karat daun mulai menyerang tanaman kedelai pada fase generatif yaitu pada saat tanaman telah berbunga (Somaatmaja et al, 1992), sedangkan pada fase tersebut pertumbuhan vegetatif tanaman mulai menurun (Lamina, 1982; Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1985) Tabel 2. Rataan tinggi tanaman kedelai (cm) Perl. Waktu Pengamatan (HST) N0 35,50 36,67 37,11 37,11 N1 36,95 37,89 38,67 38,67 N2 36,56 38,06 38,78 38,78 N3 35,83 36,95 37,50 37,50 Pengamatan tinggi tanaman dihentikan pada waktu pengamatan 46 HST, hal ini disebabkan karena pertumbuhan vegetatifnya telah berhenti.tanaman berasal dari varietas Argomulyo dan berdasarkan deskripsi tanaman varietas

34 34 tersebut bertipe tumbuh determinan, dimana tipe tumbuh yang determinan pertumbuhan vegetatifnya berhenti setelah berbunga. Dari pengamatan terakhir didapat rataan tinggi tanaman yaitu 38,01 cm. Menurut pernyataan Lamina (1989) tipe tumbuh determinan memiliki batang yang pendek, dan dari deskripsi tanaman diketahui bahwa tinggi tanaman berkisar 40 cm. Jumlah Daun Hasil pengamatan terhadap jumlah daun didapat bahwa penggunaan ketiga pestisida nabati berpengaruh tidak nyata pada HST dan berpengaruh nyata pada HST. Tabel 3. Rataan jumlah daun pada keempat perlakuan Perl. Waktu pengamatan (HST) N0 8,61a 10,11a 12,83a 13,89a 15,39a 14,56c 14,83c 14,22d 14,33a N1 7,00a 9,89a 12,95a 14,50a 16,11a 15,67b 16,28bc 15,83b 16,56ab N2 6,67a 9,22a 13,22a 15,28a 16,89a 16,83a 18,67a 17,45a 17,61b N3 6.67a 9,00a 12,78a 14,61a 16,17a 16,17ab 16,22b 15,45bc 16,28c ,55c 14,39d 13,61d 14,33d 14.11d 14,39d 14,11d 13,83d 13,39d 12,94c 16,50ab 16,89ab 15,89b 15,78bc 15,56b 15,89bc 15,56bc 15,89bc 15,28c 14,61b 17,17a 17,50a 16,95a 17,67a 17,06a 17,50a 16,89a 17,22a 17,11a 16,22a 15,61b 15,72c 15,05bc 15,89b 15,50bc 16,11b 15,67b 16,11b 16,28b 14,50bc Angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan Dari hasil pengamatan terakhir (82 HST), menunjukkan bahwa perlakuan ketiga bahan nabati berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Jumlah daun yang

35 35 terbanyak terdapat pada perlakuan N2 (sirih), hal ini dikarenakan intensitas serangan penyakit Phakopsora pachyrizi yang terendah (pada pengamatan yang sama) terdapat pada perlakuan N2. Jumlah daun yang paling sedikit terdapat pada perlakuan N0 (kontrol), dikarenakan intensitas serangan pada perlakuan tersebut cukup tinggi sehingga mengakibatkan daun semakin cepat berguguran. Hal ini sesuai dengan Somaatmaja et al (1992) yang mengatakan bahwa bercak karat mengandung 1-4 uredia yang menghasilkan berjuta-juta urediospora. Semakin banyaknya uredia pada daun kedelai dapat mengakibatkan keguguran daun lebih cepat. Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa mulai pengamatan 28 HST-40 HST, tanaman masih menunjukkan pertambahan jumlah daun, sedangkan pada pada pengamatan HST pertambahan jumlah daun berhenti. Hal ini dikarenakan pada 40 HST tanaman kedelai telah memasuki fase generatif dan pada fase tersebut pertumbuhan vegetatif tanaman sudah berhenti. Hal ini sesuai dengan Somaatmaja et al (1989) yang menyatakan bahwa tanaman kedelai tipe determinan akan berhenti pertumbuhan vegetatif setelah tanaman memasuki fase generatif. Produksi Berdasarkan hasil analisa sidik ragam, diketahui bahwa perlakuan pestisida nabati berpengaruh sangat nyata terhadap produksi (Lampiran 45). Tabel 4. Rataan produksi (ton/ha) Ton/ha N0 1,07b N1 1,28a

36 36 N2 1,35a N3 1,30a Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa produksi terendah terdapat pada perlakuan N0 (kontrol) yaitu 1,07 ton/ha dan perlakuan tertinggi terdapat pada perlakuan N2 (sirih) yaitu 1,35 ton/ha. Produksi terendah terdapat pada N0 (kontrol) dikarenakan intensitas serangan tertinggi terdapat pada perlakuan tersebut. Kehilangan hasil akibat serangan patogen Phakopsora pachyrizi dapat mencapai hingga 90%. Sinclair dan Shurtleff (1980), menyatakan bahwa kehilangan hasil akibat penyakit karat daun dapat mencapai %. Perkecambahan Spora Dari hasil pengamatan terhadap perkecambahan spora diketahui bahwa perlakuan ketiga bahan nabati tidak berpengaruh nyata pada 1-4, 6, 7, 8 dan 9 Jam Setelah (JSP) dan berpengaruh nyata pada 5, 10 dan 24 Jam Setelah (JSP). Tabel 5. Rataan perkecambahan spora Phakopsora pachyrhizi pada perlakuan kontrol (N0), daun mimba (N1), daun sirih (N2) dan gambir (N3) Perl. Pengamatan (JSP) N a 38.89a 38.89a 47.22a 50.00a 69.45a 75.00a N b 8.33a 11.11a 8.33a 8.33a 19.45b 33.33b N b 5.56a 5.56a 8.33a 5.56a 11.11b 22.22b N b 11.11a 11.11a 8.33a 16.67a 22.22b 30.56b Tabel 5 menunjukkan bahwa pengamatan 1-4 jam setelah perlakuan (JSP) tidak ada spora yang berkecambah, sementara pada pengamatan 5-24 JSP tampak perlakuan N2 (sirih) adalah perlakuan yang paling mampu menekan perkecambahan spora, hal ini tampak dari sedikitnya (5.56) jumlah spora yang

37 37 berkecambah pada pengamatan pertama dan rendahnya (2.78) penambahan spora yang berkecambah pada tiap pengamatan. Pada perlakuan N0 (kontrol) adalah perlakuan yang paling besar tingkat perkecambahan sporanya. Hal ini tampak dari spora yang berkecambah berjumlah banyak (36.11) dan terus meningkat pada tiap pengamatan. Pada pengamatan terakhir (24 jam setelah perlakuan) tampak sirih mempunyai kecenderungan dapat menekan perkecambahan spora, hal ini disebabkan oleh adanya senyawa fenol dan chavocol yang terkandung di daun sirih yang biasa digunakan oleh tanaman untuk mempertahankan dirinya dari serangan patogen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumartini dan Yusmani, 2001 yang menyatakan bahwa daun sirih memiliki senyawa-senyawa hasil metabolit sekunder dan senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa yang biasa digunakan oleh tanaman untuk mempertahankan dirinya dari serangan hama dan patogen. Koerniati et al, 1994 menyatakan senyawa yang terkandung di dalam daun sirih yaitu fenol dan chavocol mempunyai efektifitas mematikan bakteri lima kali lebih baik dari fenol biasa. pestisida nabati tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun, hal ini dikarenakan tanaman yang digunakan bertipe tumbuh determinan. Pertambahan tinggi dan jumlah daun tanaman bertipe tumbuh detrminan, akan berhenti setelah memasuki fase generatif. Penggunaan pestisida nabati (mimba, sirih dan gambir) ternyata mampu untuk menekan intensitas serangan karat daun Phakopsora pachyrhizi. Tetapi dari semua perlakuan pestisida nabati dan hasil yang diperoleh tersebut, diketahui bahwa perlakuan N2 (sirih) adalan perlakuan yang paling efektif. Hal ini disebabkan karena daun sirih mengandung senyawa hasil metabolit sekunder yang

38 38 biasa digunakan untuk mempertahankan diri dari serangan patogen. Fenol dan chavocol yang terkandung di daun sirih memiliki daya antiseptik lima kali lebih kuat dibandingkan fenol biasa (Koerniati et al, 1994). V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Sirih (Piper betle) lebih efektif dalam mengendalikan penyakit karat daun (Phakopsora pachyrhizi) dibandingkan dengan mimba (Azadirachta indica) dan gambir. Pada pengamatan terakhir, intensitas serangan terendah terdapat pada perlakuan N2 sebesar 6,85 % dan yang tertinggi pada perlakuan N0 sebesar 22,25 %. 2. bahan nabati tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. bahan nabati berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Pada pengamatan terakhir, jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan N2 sebanyak 16 daun dan jumlah daun tersedikit terdapat pada perlakuan N0 sebanyak 13 daun.

39 39 3. bahan nabati berpengaruh sangat nyata terhadap produksi, hal ini dikarenakan pestisida nabati berhasil menekan pertumbuhan karat daun Phakopsora pachyrhizi. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan N2 sebesar 1,35 ton/ha dan produksi terendah terdapat pada perlakuan N0 sebesar 1,07 ton/ha. 4. Pada pengamatan terakhir, jumlah spora yang paling banyak berkecambah terdapat pada perlakuan N0 (75.00 %) dan yang paling sedikit ada pada perlakuan N2 (22.22 %). Saran Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan jenis pestisida nabati yang lain dalam mengendalikan penyakit karat daun (Phakopsora pachyrhizi).

40 40 DAFTAR PUSTAKA Aksi Agri Kanisius Kedelai. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Anggraeini, I. dan Djatnika, I Upaya pengendalian embun tepung pada bibit Acacia mangium dengan benomil, tepung gambir dan kulit buah mahoni. Prosiding Kongres Nasional XV dan Seminar Ilmiah PFI, September 1999, Purwokerto. Hlm Anonim Daftar organisme pengganggu tanaman tumbuhan penting yang dilaporkan telah terdapat didalam wilayah Republik Indonesia. Pusat Karantina Pertanian, Jakarta Anonim Pedoman pengendalian rekomendasi OPT tanaman kacang hijau. [7 januari 2007] Bangun, M.K Perancangan percobaan. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan BAPPENAS Budidaya pertanian : Kedelai (Glycine max L. Merril). [4 Januari 2007] Darsam, Soesanto, L., dan Pudjiastuti, C Kajian pendahuluan cairan perasan daun sirih, lada, dan cabe jawa terhadap pertumbuhan jamur

41 41 Phytophthora palmivora. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati, 1-2 Desember 1993, Bogor. Hlm Fachruddin, L Budi daya kacang-kacangan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta Kartasapoetra, A.G Teknologi budidaya tanaman pangan di daerah tropik. Penerbit Bina Aksara, Jakarta Koerniati S, Iskandar M dan Taryono Plasma nutfah tanaman berkadar racun di Balitro. P Dalam rangka pemanfaatan pestisida nabati. Bogor 1-2 Desember Lamina Kedelai dan pengembanganya. CV Simplex, Jakarta Manurung, T Tehnologi budidaya kedele pada lahan sawah. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Sumatera Utara Martoredjo, T Pengaruh ekstrak daun mimba terhadap terhadap perkembangan antraknosa pada apel manalagi pascapanen. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 3, No. 1, Hlm Novizan Membuat dan memanfaatkan pestisida ramah lingkungan. Agro Media Pustaka, Jakarta Pitojo, S Benih kedelai. Penerbit Kanisius, Jakarta. Potter, N.N Food Science, Fourth Edition. Van Reinhold Company, New York. Rahaju, M Pemanfaatan bahan nabati untuk pengendalian penyakit layu bakteri pada kacang tanah. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Agustus 2001, Bogor. Hlm Rans Kedelai. Warintek_progressio. [4 Januari 2007]. Semangun, H Penyakit-penyakittanaman di Indonesia. Dalam Identifikasi bahan nabati untuk pengendalian penyakit karat pada kedelai, ed. Sumartini dan Yusman, Balai penelitian tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian, Malang, Hlm 101 Sinaga, M.S Studi mengenai beberapa sumber inokulum Phakopsora pachyrhyzi penyebab penyakit karat pada kedelai. Dalam Identifikasi bahan nabati untuk pengendalian penyakit karat pada kedelai, ed. Sumartini dan Yusman, Balai penelitian tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian, Malang, Hlm 101

42 42 Sinclair dan Shurtleff Compendium of soybean disease. Dalam Identifikasi bahan nabati untuk pengendalian penyakit karat pada kedelai, ed. Sumartini dan Yusman, Balai penelitian tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian, Malang, Hlm 101 Snyder, H.E. and Kwon, T.W Soybean Utilization. Van Reinhold Company, New York Somaatmaja S, et al Kedelai. Pusat penelitian dan pengembangan tanaman pangan, Bogor Somaatmaja S, et al Petunjuk bergambar untuk identifikasi hama dan penyakit kedelai di Indonesia. Indonesia-japan Joint Research Program. Pusat penelitian dan pengembangan tanaman pangan, Bogor Sudjono, M.S Epidemiologi dan pengendalian penyakit karat kedelai. Dalam Identifikasi bahan nabati untuk pengendalian penyakit karat pada kedelai, ed. Sumartini dan Yusman, Balai penelitian tanaman kacangkacangan dan umbi-umbian, Malang, Hlm 101 Sudjono, M.S., Amir, M. dan Roechan, M Penyakit karat dan penanggnya. Dalam Identifikasi bahan nabati untuk pengendalian penyakit karat pada kedelai, ed. Sumartini dan Yusman, Balai penelitian tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian, Malang, Hlm 101 Suharso, Aneka ramuan untuk sakit gigi Departemen kesehatan RI. Harian Kompas. [03 Agustus 2006]. Sumartini dan Yusmani Identifikasi bahan nabati untuk pengendalian penyakit karat pada kedelai. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Agustus 2001, Bogor. Hlm Yang, C.Y Soybean rust in the eastern Hemisphere. Dalam Identifikasi bahan nabati untuk pengendalian penyakit karat pada kedelai, ed. Sumartini dan Yusman, Balai penelitian tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian, Malang, Hlm 101 Zauhari, M.R., Subroto, S.W.G., Amnan, M., Andayani, N., Sagala, T., Sukar., Wijaya, E.S Pedoman perlindungan tanaman kentang. Direktorat bina perlindungan tanaman, Jakarta

43 43 Lampiran 1. Bagan Percobaan di Rumah Kassa N0 N1 N3 N2 N1 N3 N2 N3 N1 N0 N3 N0 N3 N0 N2 N3 N2 N1

44 44 N1 N2 N0 N1 N0 N2 Lampiran 2. Bagan Percobaan di Laboratorium N0 N0 N0 N0 N0 N0 N1 N1 N1 N1 N1 N1 N2 N2 N2 N2 N2 N2

45 45 N3 N3 N3 N3 N3 N3

46 46 Lampiran 3. Tabel Rataan Intensitas (%) 28 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan N N N N Total Rataan SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.90 perlakuan tn 3.29 Galat total FK KK 19.32%

47 47 Lampiran 4. Tabel Rataan Intensitas (%) 31 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan N N N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.90 perlakuan tn 3.29 Galat total FK KK 15.25%

48 48 Lampiran 5. Tabel Rataan Intensitas (%) 34 HST (Pengamatan Tanggal ) Ulangan N N N N Total Rataan Ulangan N a N bc N c N b Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.90 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 11.75% uji duncan cara garis sy rataan a b bc 2.69 c cara garis

49 49 P rp RP a b c Lampiran 6. Tabel Rataan Intensitas (%) 37 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan N a N bc N bc N b Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.90 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 12.30% uji duncan sy rataan cara garis a b bc 2.61 bc

50 50 cara garis P rp RP a c b Lampiran 7. Tabel Rataan Intensitas (%) 40 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan N a N bc N bc N b Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.90 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 12.36% uji duncan sy rataan cara garis a

51 b bc 2.64 bc cara garis P rp RP a c b Lampiran 8. Tabel Rataan Intensitas (%) 43 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan N a N c N c N b Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.90 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 6.54%

52 52 uji duncan sy rataan cara garis a b c 2.37 c cara garis P rp RP a c b Lampiran 9. Tabel Rataan Intensitas (%) 46 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan N a N c N c N b Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok * 2.90 perlakuan * 3.29 Galat total

53 53 FK KK 4.82% uji duncan sy rataan cara garis a b c 2.14 c cara garis P rp RP c b a Lampiran 10. Tabel Rataan Intensitas (%) 49 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan N a N b N bc N bc Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.90 perlakuan * 3.29

54 54 Galat total FK KK 6.37% uji duncan sy rataan cara garis a b bc 2.23 bc cara garis P rp RP c b a Lampiran 11. Tabel Rataan Intensitas (%) 52 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan N a N bc N bc N b Total Rataan daftar sidik ragam

55 55 SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.90 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 8.38% uji duncan sy rataan cara garis a b bc 2.11 bc cara garis P rp RP c b a Lampiran 12. Tabel Rataan Intensitas (%) 55 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan N a N b N bc N bc

56 56 Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.90 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 9.56% uji duncan sy rataan cara garis a b bc 2.18 bc cara garis P rp RP c b a Lampiran 13. Tabel Rataan Intensitas (%) 58 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan N a

57 57 N b N bc N bc Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.90 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 10.41% uji duncan sy rataan cara garis a b bc 2.31 bc cara garis P rp RP c b a Lampiran 14. Tabel Rataan Intensitas (%) 61 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan

58 58 N a N b N c N c Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.90 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 12.62% uji duncan sy rataan cara garis a b c 2.35 c cara garis P rp RP c b a Lampiran 15. Tabel Rataan Intensitas (%) 64 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total

59 59 Rataan N a N b N c N c Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.90 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 11.67% uji duncan sy rataan cara garis a b c 2.52 c cara garis P rp RP c b a Lampiran 16. Tabel Rataan Intensitas (%) 67 HST (Pengamatan Tanggal ) N N

60 60 N N Total Rataan N a N b N d N bc Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.90 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 9.69% uji duncan sy rataan cara garis a b bc 2.39 d cara garis P rp RP d c b a Lampiran 17. Tabel Rataan Intensitas (%) 70 HST (Pengamatan Tanggal )

61 61 N N N N Total Rataan Ulangan N a N b N c N c Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.90 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 8.71% uji duncan sy rataan cara garis a b c 2.56 c cara garis P rp RP a b c

62 62 Lampiran 18. Tabel Rataan Intensitas (%) 73 HST (Pengamatan Tanggal ) Ulangan N N N N Total Rataan Ulangan N a N b N d N bc Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.90 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 10.66% uji duncan sy rataan cara garis a b bc 2.51 d cara garis P rp RP d c b a

63 63 Lampiran 19. Tabel Rataan Intensitas (%) 76 HST (Pengamatan Tanggal ) Ulangan N N N N Total Rataan daftar sidik ragam Ulangan N a N b N d N c Total Rataan SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.90 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 8.90% uji duncan sy rataan cara garis a b c 2.65 d cara garis P rp RP

64 64 d c b a Lampiran 20. Tabel Rataan Intensitas (%) 79 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan daftar sidik ragam N a N b N c N c Total Rataan SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.90 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 19.38% uji duncan cara garis sy rataan a b c 2.58 c cara garis

65 65 P rp RP c b a Lampiran 21. Tabel Rataan Intensitas (%) 82 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan N a N b N c N bc Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.90 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 7.07% uji duncan sy rataan cara garis a b c 2.71 d

66 66 cara garis P rp RP d c b a Lampiran 22. Tabel Rataan Tinggi Tanaman (cm) 28 HST (Peng. Tanggal ) N N N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan tn 3.29 Galat total FK KK 5.27% Lampiran 23. Tabel Rataan Tinggi Tanaman (cm) 34 HST (Peng. Tanggal ) N N N N Total Rataan

67 67 daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan tn 3.29 Galat total FK KK 5.10% Lampiran 24. Tabel Rataan Tinggi Tanaman (cm) 40 HST (Peng. Tanggal ) N N N / N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan tn 3.29 Galat total FK KK 5.18% Lampiran 25. Tabel Rataan Tinggi Tanaman (cm) 46 HST (Peng. Tanggal ) N N

68 68 N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan tn 3.29 Galat total FK KK 5.18% Lampiran 26. Tabel Rataan Jumlah Daun 28 HST (Peng. Tanggal ) N N N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan tn 3.29 Galat total FK KK 20.81% Lampiran 27. Tabel Rataan Jumlah Daun 31 HST (Peng. Tanggal )

69 69 N N N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan tn 3.29 Galat total FK KK 18.52% Lampiran 28. Tabel Rataan Jumlah Daun 34 HST (Peng. Tanggal ) N N N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan tn 3.29 Galat total FK

70 70 KK 8.64% Lampiran 29. Tabel Rataan Jumlah Daun 37 HST (Peng. Tanggal ) N N N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan tn 3.29 Galat total FK KK 7.59% Lampiran 30. Tabel Rataan Jumlah Daun 40 HST (Peng. Tanggal ) N N N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9

71 71 perlakuan tn 3.29 Galat total FK KK 5.46% Lampiran 31. Tabel Rataan Jumlah Daun 43 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan

72 72 Daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 7.33% uji duncan cara garis sy rataan a ab b c cara garis P rp RP c b a Lampiran 32. Tabel Rataan Jumlah Daun 46 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total

73 73 Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 18.47% uji duncan cara garis sy rataan a b bc c cara garis P rp RP c b a Lampiran 33. Tabel Rataan Jumlah Daun 49 HST (Pengamatan Tanggal ) N N

74 74 N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 10.90% uji duncan sy rataan cara garis a b bc d cara garis P rp RP d c b a Lampiran 34. Tabel Rataan Jumlah Daun 52 HST (Pengamatan Tanggal )

75 75 N N N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 16.74% uji duncan cara garis sy rataan a ab b c cara garis P rp RP c b a

76 76 Lampiran 35. Tabel Rataan Jumlah Daun 55 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 8.47% uji duncan cara garis sy rataan a ab b d cara garis P rp RP d c b a

77 77 Lampiran 36. Tabel Rataan Jumlah Daun 58 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 8.52% uji duncan sy rataan cara garis a ab c d cara garis P rp RP d c b a

78 78 Lampiran 37. Tabel Rataan Jumlah Daun 61 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 9.04% uji duncan cara garis sy rataan a b bc d cara garis P rp RP d c b a

79 79 Lampiran 38. Tabel Rataan Jumlah Daun 64 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 8.01% uji duncan sy rataan cara garis a b bc d cara garis P rp RP

80 80 d c b a Lampiran 39. Tabel Rataan Jumlah Daun 67 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 7.83% uji duncan sy rataan cara garis a b bc d cara garis P rp

81 81 RP d c b a Lampiran 40. Tabel Rataan Jumlah Daun 70 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 6.89% uji duncan sy rataan cara garis a b bc d

82 82 cara garis P rp RP d c b a Lampiran 41. Tabel Rataan Jumlah Daun 73 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 8.22% uji duncan sy rataan cara garis a

83 b bc d cara garis P rp RP d c b a Lampiran 42. Tabel Rataan Jumlah Daun 76 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan * 3.29 Galat total FK KK 6.35% uji duncan

84 84 sy rataan cara garis a b bc d cara garis P rp RP d c b a Lampiran 43. Tabel Rataan Jumlah Daun 79 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok tn 2.9 perlakuan * 3.29 Galat total FK

85 85 KK 6.04% uji duncan sy rataan cara garis a b c d cara garis P rp RP d c b a Lampiran 44. Tabel Rataan Jumlah Daun 82 HST (Pengamatan Tanggal ) N N N N Total Rataan daftar sidik ragam SK db JK KT Fhit F.05 blok * 2.9 perlakuan * 3.29

86 86 Galat total FK KK 5.12% uji duncan cara garis sy rataan a b bc c cara garis P rp RP c b a Lampiran 45. Data Produksi Perplot (ton/ha) N B N A N A N A Total Rataan Daftar Sidik Ragam SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0,01

87 ** Galat Total KK = 11.10% FK = Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata Uji Jarak Duncan Sy = 0.06 P SSR LSR N0 N1 N3 N2 Rataan b a Lampiran 46. Tabel rataan jumlah spora yang berkecambah (%) Data Pengamatan 1-4 JSP Ulangan Total Rataan N N N N Total Rataan

88 88 Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin x Ulangan Total Rataan N N N N Total Rataan Daftar Sidik Ragam SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0, Galat Total KK = 0.00 % FK = 3 Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata Lampiran 47. Tabel rataan jumlah spora yang berkecambah (%) Data Pengamatan 5 JSP Ulangan Total Rataan N N N N

89 89 Total Rataan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin x Ulangan Total Rataan N N N N Total Rataan Daftar Sidik Ragam SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0, * Galat Total KK = 71.14% FK = Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata Uji Jarak Duncan Sy = 5.98 P SSR SSR LSR LSR N 1 N 0 N 2 N 3 Rataan a b Lampiran 48. Tabel rataan jumlah spora yang berkecambah (%) Data Pengamatan 6 JSP Ulangan Total Rataan N N

90 90 N N Total Rataan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin x Ulangan Total Rataan N N N N Total Rataan Daftar Sidik Ragam SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0, tn Galat Total KK = 74.57% FK = Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata Lampiran 49. Tabel rataan jumlah spora yang berkecambah (%) Data Pengamatan 7 JSP Ulangan Total Rataan

91 91 N N N N Total Rataan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin x Ulangan Total Rataan N N N N Total Rataan Daftar Sidik Ragam SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0, tn Galat Total KK = 77.60% FK = Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata Lampiran 50. Tabel rataan jumlah spora yang berkecambah (%) Data Pengamatan 8 JSP

92 92 Ulangan Total Rataan N N N N Total Rataan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin x Ulangan Total Rataan N N N N Total Rataan Daftar Sidik Ragam SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0, tn Galat Total KK = 77.84% FK = Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata

93 93 Lampiran 51. Tabel rataan jumlah spora yang berkecambah (%) Data Pengamatan 9 JSP Ulangan Total Rataan N N N N Total Rataan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin x Ulangan Total Rataan N N N N Total Rataan Daftar Sidik Ragam SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0, tn Galat Total KK = 73.70% FK = Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata

94 94 Lampiran 52. Tabel rataan jumlah spora yang berkecambah (%) Data Pengamatan 10 JSP Ulangan Total Rataan N N N N Total Rataan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin x Ulangan Total Rataan N N N N Total Rataan Daftar Sidik Ragam SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0, * Galat Total KK = 62.13% FK = Keterangan: ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata Uji Jarak Duncan Sy = 8.51 P SSR SSR LSR LSR N 1 N 2 N 3 N 0 Rataan 24,

95 95 a b Lampiran 53. Tabel rataan jumlah spora yang berkecambah (%) Data Pengamatan 24 JSP Ulangan Total Rataan N N N N Total Rataan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin x Ulangan Total Rataan N N N N Total Rataan Daftar Sidik Ragam SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0, * Galat Total KK = 67.84% FK = Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata Uji Jarak Duncan Sy = 9.97 P SSR SSR LSR

96 96 LSR N 3 N 2 N 1 N 0 Rataan a b Lampiran 54. Foto Lahan Penelitian

97 97 Lampiran 55. Foto Spora Phakopsora pachyrhizi

98 98

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit karat pada tanaman kedelai disebabkan oleh jamur. Menurut Semangun (1996), jamur P. pachyrhizi Syd.

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit karat pada tanaman kedelai disebabkan oleh jamur. Menurut Semangun (1996), jamur P. pachyrhizi Syd. TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi Syd.) Biologi Penyebab Penyakit Penyakit karat pada tanaman kedelai disebabkan oleh jamur Phakopsora pachyrhizi Syd. (Agrios, 1996). Menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai berbentuk perdu dengan tinggi lebih kurang cm.

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai berbentuk perdu dengan tinggi lebih kurang cm. TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Biologi Tanaman Kedelai berikut: Menurut Sharma (2002), kacang kedelai diklasifikasikan sebagai Kingdom Divisio Subdivisio Class Family Genus Species : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai

Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai VARIETAS ANJASMORO KABA SINABUNG No. Galur MANSURIAV395-49-4 MSC 9524-IV-C-7 MSC 9526-IV-C-4 Asal Seleksi massa dari populasi Silang ganda 16 tetua Silang ganda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kedelai Suprapto (1999) mennyatakan tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Kelas: Dicotyledone, Ordo:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Siahaan dan Sitompul (1978), Klasifikasi dari tanaman kedelai adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 2. Bagan Penanaman Pada Plot 20 cm 70 cm X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X = Tanaman Sampel. Pengambilan dilakukan secara acak tanpa mengikutsertakan satu barisan terluar plot.

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Tabel Rataan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST W0J0 87,90 86,60 86,20 260,70 86,90 W0J1 83,10 82,20 81,00 246,30 82,10 W0J2 81,20 81,50 81,90 244,60 81,53 W1J0 78,20 78,20 78,60 235,00 78,33 W1J1 77,20

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan penanaman pada plot. 100 cm. 15 cm. x x x x. 40 cm. 200 cm. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Bagan penanaman pada plot. 100 cm. 15 cm. x x x x. 40 cm. 200 cm. Universitas Sumatera Utara 34 Lampiran 1. Bagan penanaman pada plot 40 cm x x 15 cm 100 cm x x x x x 200 cm x x 35 Lampiran 2. Bagan Lahan Penelitian III 100 cm I I 50 cm 200 cm T0R3 T1R2 T1R3 T0R0 T0R2 T1R1 100 cm U T0R1 T1R0 T1R2

Lebih terperinci

PENAMPILAN BEBERAPA GENOTIPE KEDELAI (Glycine max L. Merrill) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE VEGETATIF

PENAMPILAN BEBERAPA GENOTIPE KEDELAI (Glycine max L. Merrill) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE VEGETATIF PENAMPILAN BEBERAPA GENOTIPE KEDELAI (Glycine max L. Merrill) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE VEGETATIF KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan pertanian milik masyarakat Jl. Swadaya. Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja, atau Soja max. Namun demikian, pada tahun 1984 telah disepakati bahwa

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. A. Penanaman (Trapping) Kedelai Pada Tanah Gambut. Pengambilan sampel tanah gambut. Penanaman Kedelai. Pemanenan kedelai

LAMPIRAN. A. Penanaman (Trapping) Kedelai Pada Tanah Gambut. Pengambilan sampel tanah gambut. Penanaman Kedelai. Pemanenan kedelai LAMPIRAN A. Penanaman (Trapping) Kedelai Pada Tanah Gambut Pengambilan sampel tanah gambut Penanaman Kedelai - Dilakukan di kebun Paya Pinang secara komposit - penanaman di polybag dilahan terbuka Pemanenan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT ISSN 1411939 PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT Trias Novita Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi kacang hijau varietas Camar

Lampiran 1. Deskripsi kacang hijau varietas Camar Lampiran 1. Deskripsi kacang hijau varietas Camar Tahun pelepasan : 1991 Nomor galur : MI-5/Psj. Asal : iradiasi gamma dosis 0,1 Kgy di varietas Manyar Hasil rata-rata : 1-2 ton/ha biji bersih Warna daun

Lebih terperinci

FK = σ 2 g= KK =6.25 σ 2 P= 0.16 KVG= 5.79 Keterangan: * : nyata KVP= 8.53 tn : tidak nyata h= Universitas Sumatera Utara

FK = σ 2 g= KK =6.25 σ 2 P= 0.16 KVG= 5.79 Keterangan: * : nyata KVP= 8.53 tn : tidak nyata h= Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Data pengamatan Waktu Berkecambah (Hari) BLOK PERLAKUAN I II III Total Rataan R0S0 4.00 4.00 4.00 12.00 4.00 R1S0 4.00 4.00 4.00 12.00 4.00 R2S0 5.25 5.25 4.75 15.25 5.08 R3S0 4.75 5.50 4.75

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

BABHI BAHAN DAN METODE

BABHI BAHAN DAN METODE BABHI BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di rumah kasa dan Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Merah Besar Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu namun pada batang muda berambut halus berwarna hijau. Tinggi tanaman mencapai 1 2,5 cm dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di Desa Moutong Kecamatan Tilong Kabila Kab. Bone Bolango dengan ketinggian tempat + 25 meter diatas permukaan laut. 3.2. Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai memiliki biji berbentuk polong, setiap polong berisi 1-4 biji.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai memiliki biji berbentuk polong, setiap polong berisi 1-4 biji. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Morfologi Kedelai Tanaman kedelai memiliki biji berbentuk polong, setiap polong berisi 1-4 biji. Biji umumnya berbentuk bulat atau bulat pipih sampai bulat

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Polypetales, Famili:

I. TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Polypetales, Famili: I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kedelai Menurut Fachrudin (2000) di dalam sistematika tumbuhan, tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio:

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelaksanaan dimulai bulan April

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

MORFOLOGI TANAMAN KEDELAI

MORFOLOGI TANAMAN KEDELAI MORFOLOGI TANAMAN KEDELAI TANAMAN KEDELAI {Glycine max (L.) Merrill} Klasifikasi Verdcourt genus Glycine tdr 3 sub genera: Glycine Willd, Bracteata Verde, Soja (Moench) F.J. Herm. Subgenus Soja merupakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Kelurahan

BAHAN DAN METODE. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Kelurahan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Kelurahan Simpang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan 13 diinduksi toleransi stres dan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif karena berbagai tekanan (Sadak dan Mona, 2014). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian III. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

Deskripsi Mentimun Hibrida Varietas MAGI F M. Bentuk penampang melintang batang : segi empat

Deskripsi Mentimun Hibrida Varietas MAGI F M. Bentuk penampang melintang batang : segi empat Lampiran 1. Deskripsi Mentimun Hibrida Varietas MAGI F1 Golongan varietas : hibrida pesilangan 12545 F X 12545M Umur mulai berbunga : 32 hari Umur mulai panen : 41-44 hari Tipe tanaman : merambat Tipe

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari

Lebih terperinci

Kebutuhan pupuk kandang perpolibag = Kebutuhan Pupuk Kandang/polibag = 2000 kg /ha. 10 kg kg /ha. 2 kg =

Kebutuhan pupuk kandang perpolibag = Kebutuhan Pupuk Kandang/polibag = 2000 kg /ha. 10 kg kg /ha. 2 kg = LAMPIRAN 1 Perhitungan Kebutuhan Pupuk Kebutuhan pupuk kandang/ha = 2 ton Kebutuhan pupuk kandang/polibag Bobot tanah /polybag = Dosis Anjuran Massa Tanah Kebutuhan Pupuk Kandang/polibag = 2000 kg /ha

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Km. 60, Kab. Tanah karo, Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat ± 1000

BAHAN DAN METODE. Km. 60, Kab. Tanah karo, Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat ± 1000 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Tanaman Buah Tongkoh Km. 60, Kab. Tanah karo, Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat ± 1000 meter di atas permukaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan pada

MATERI DAN METODE. Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan pada III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3 Nomor persilangan : BP3448E-4-2 Asal persilangan : Digul/BPT164-C-68-7-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 95

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian dilakukan pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian

Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Juli 2016. Tanah pada lahan penelitian tergolong jenis Grumusol (Vertisol), dan berada pada ketinggian kurang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari (1) pengambilan contoh tanah Podsolik yang dilakukan di daerah Jasinga, (2) analisis tanah awal dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan. yang digunakan adalah benih kacang panjang (Parade),

BAHAN DAN METODE. Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan. yang digunakan adalah benih kacang panjang (Parade), BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Desa Kerapuh Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perakaran kedelai akar tunggangnya bercabang-cabang, panjangnya

TINJAUAN PUSTAKA. Perakaran kedelai akar tunggangnya bercabang-cabang, panjangnya TINJAUAN PUSTAKA Menurut Sharma (1993), tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta Angiospermae : Dicotyledoneae

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis Leguminosa yang memiliki kandungan gizi sangat tinggi. Kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

Blok I Blok II Blok III 30 cm

Blok I Blok II Blok III 30 cm Lampiran 1. Bagan Lahan Penelitian Blok I Blok II Blok III 30 cm P 0 V 1 P 3 V 3 P 2 V 1 T 20 cm P 1 V 2 P 0 V 1 P 1 V 2 U S P 2 V 3 P 2 V 2 P 3 V 1 B P 3 V 1 P 1 V 3 P 0 V 3 Keterangan: P 0 V 2 P 0 V

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. tempat ± 30 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Awal Juli sampai

BAHAN DAN METODE. tempat ± 30 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Awal Juli sampai BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di desa Telaga Sari, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara Medan dengan ketinggian tempat ± 30 m dpl.

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2013 di lahan

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2013 di lahan III. MATERI DAN METODE 2.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2013 di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area, Jalan Kolam No.1 Medan Estate kecamatan Percut Sei

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 1 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dari bulan Oktober 2011-Januari 2012. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian I. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, pada bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. krim, susu kedelai, tepung kedelai, minyak kedelai, pakan ternak,dan bahan baku

PENDAHULUAN. krim, susu kedelai, tepung kedelai, minyak kedelai, pakan ternak,dan bahan baku Latar Belakang PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max (L.) Merr) menjadi komoditas pangan yang telah lama dibudidayakan di Indonesia yang saat ini diposisikan sebagai bahan baku industri pangan. Beberapa produk

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Februari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Komoditi Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosa. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru,

I. BAHAN DAN METODE. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, I. BAHAN DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, pada bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut.

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut. 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Pelaksanaan percobaan berlangsung di Kebun Percobaan dan Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosales, Famili: Leguminosae, Genus: Glycine, Species: Glycine max (L.) Merrill

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosales, Famili: Leguminosae, Genus: Glycine, Species: Glycine max (L.) Merrill II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Botani Tanaman Kedelai Berdasarkan taksonominya, tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Klas: Dicotyledonae,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat-

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat- 22 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat- Tongkoh, Kabupaten Karo, Sumatera Utara dengan jenis tanah Andosol, ketinggian tempat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: cangkul, parang, ajir,

BAHAN DAN METODE. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: cangkul, parang, ajir, BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

P0V3 P2V4 P1V5. Blok II A B P1V2 P2V1 P0V5 P1V1 P0V1 P2V3

P0V3 P2V4 P1V5. Blok II A B P1V2 P2V1 P0V5 P1V1 P0V1 P2V3 Lampiran 1. Bagan Lahan Penelitian C Blok I P0V5 P2V2 P0V3 P0V4 P1V4 P1V3 P1V1 P2V4 P2V5 P0V2 P0V1 P2V3 P1V5 P1V2 P2V1 Blok II A B P0V3 P2V4 P1V2 P1V1 P2V5 P2V3 P0V1 P2V1 P1V3 P1V5 P2V2 P0V4 P0V5 P0V2

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi Sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131- 3-1///IR64

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Bunga Terompet Kelurahan Sempakata Padang Bulan, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter diatas permukaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Botani Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antar negara

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC LAMPIRAN 38 38 Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC Perlakuan Laju pertambahan tinggi (cm) kedelai pada minggu ke- a 1 2 3 4 5 6 7 AUHPGC (cmhari)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar Lampung dengan kondisi iklim tropis, memiliki curah hujan 2000 mm/th dan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

PENGARUH PENYIMPANAN DAN FREKUENSI INOKULASI SUSPENSI KONIDIA Peronosclerospora philippinensis TERHADAP INFEKSI PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG

PENGARUH PENYIMPANAN DAN FREKUENSI INOKULASI SUSPENSI KONIDIA Peronosclerospora philippinensis TERHADAP INFEKSI PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG PENGARUH PENYIMPANAN DAN FREKUENSI INOKULASI SUSPENSI KONIDIA Peronosclerospora philippinensis TERHADAP INFEKSI PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG Burhanuddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Tanaman

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari 2012.

I. METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari 2012. I. METODE PENELITIAN 1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Lahan sekitar laboratorium Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BIO URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill).

PENGARUH PEMBERIAN BIO URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill). PENGARUH PEMBERIAN BIO URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill). SISCHA ALFENDARI KARYA ILMIAH PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI 2017

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merill.), merupakan salah satu sumber protein penting di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman kedelai

Lebih terperinci